Anda di halaman 1dari 26

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.M UMUR 58 TAHUN


POST OP KRANIOTOMI DENGAN DIAGNOSA (CEDERA KEPALA BERAT) DI
RUANG ICU

Studi Kasus Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dari Mata Kuliah

Keperawatan Medical Bedah Semester IV

Disusun oleh
NAMA : AMRIANI SAMAD
NIM : P00320018006

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN D-III KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
Kasus Amriani Samad
1. Ny. M berusia 58 tahun menjalani perawatan di ICU setelah menjalani operasi kraniotomi
akibat cedera kepala berat yang dialami pasien. Kondisi pasien belum sadar, TTV: TD:
160/100mmHg, Nadi:60x/menit, RR:23x/menit, saturasi O2: 95%, anak dan suami pasien
merasa cemas dengan kondisi pasien, mereka mempertanyakan kondisi pasien yang tidak
juga sadar serta menyalahkan dokter dan perawat yang tugas di ruang ICU atas kondisi
pasien. Anak pasien mengatakan ”ibu saya tidak ada harapan hidup, ini semua salah
medis”.
LAPORAN PENDAHULUAN
POST OP KRANIOTOMI DENGAN DIAGNOSA CEDERA KEPALA BERAT

A. Pengertian
Menurut Price dan Wilson (2005), Cedera kepala adalah gangguan traumatik pada
daerah kepala yang mengganggu fungsi otak dan menyebabkan terputusnya kontinuitas
jaringan kepala yang biasanya disebabkan oleh trauma keras.
Menurut Batticaca (2008), Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera
otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun
tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba,iskemia dan pengaruh
massa karena hemoragik serta edema serebral disekitar jaringan otak.
Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk
meningkatkan akses pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth. 2002)
B. Etiologi
Menurut Ginsberg (2007), cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
jatuh, trauma benda tumpul, kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, kecelakaan
olahraga, trauma tembak dan pecahan bom.
Sedangkan menurut Grace dan Borley (2006),penyebab dari cedera kepala yaitu :
1. Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan atau pada sisi yang
berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai
dinding yang berlawanan.
2. Rotasi / deselerasi
Fleksi,ekstensi atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang
titik-titik tulang dalam tengkorak. Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma
robekan di dalam substansi putih otak dan batang otak menyebabkan cedera aksonal
dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.
3. Tabrakan / kecelakaan lalu lintas
Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada
anak-anak dengan tengkorak yang elastis).
4. Peluru
Cenderung menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma.Pembengkakan
otak merupakan masalah akibat disrupsi tengkorak yang secara otomatis menekan
otak.
C. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang timbul menurut Fransisca B (2008) adalah sebagai berikut :
1. Gangguan kesadaran
2. Muntah
3. Serangan (onset) tiba-tiba berupa deficit neurologis
4. Perubahan tanda-tanda vital
5. Gangguan pergerakan
6. Kejang
7. Syok akibat cidera multisystem
a. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial

D. Phatofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energy yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hamper seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah
ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
% , karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 mg5 dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral (Brunner & Suddart,2003)

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam
keadaan normal Cerebral Blood Flow (CBF) yaitu 50-60 ml/menit/100gr. Jaringan otak
yang merupakan 15% dari cardiac output (Price,2008).

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas


atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan menyebabkan oedema paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P, disritmia
fibrilasi atrium dan ventrikel dan takikardia (Muttaqin, 2008)

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana


penurunan tekanan vaskuler ini akan menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi. Pengaruh peryarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri
dan arteriol otak tidak begitu besar (Price,2005).

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan pada pasien dengan cidera kepala
menurut Muttaqin (2008) adalah :
1. CT-Scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, detrminan, ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak skunder
menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar X
6. BAER
7. PET
8. CSS
9. Screen Toxicology
10. Rontgen thorax 2 arah
11. Toraksentesis

F. Komplikasi Post Op
1. Edema cerebral
2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
3. Hypovolemik syok 
4. Hydrocephalus
5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis post
operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan
otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
7. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi.Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus, organism garam positif
stapylococus mengakibatkan pernanahan.

G. Kriteria Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi ;
1. Tidak timbul nyeri luka selama proses penyembuhan
2. Luka insisi normal tanpa infeksi
3. Tidak timbul komplikasi
4. Pola eliminasi lancer
5. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat
6. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal
7. Sebelum pulang pasien mengetahui tentang :
a. Pengobatan lanjutan.
b. Jenis obat yang diberikan.
c. Diet.
d. Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.

H. Teknik Pembedahan
1. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Headup kurang lebih 15
derajat (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral
lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala
miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
2. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan
lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih
baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk
membatasi kontak dengan meja operasi
3. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar dengan
melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut – untuk kosmetik, sinus –
untuk menghindari perdarahan, sutura – untuk mengetahui lokasi, zygoma – sebagai
batas basis cranii, jalannya N VII ( kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai
dengan canthus lateralis orbita)
4. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yang
mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
5. Operasi
Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung. Pasang haak
tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat. Buka flap secara tajam
pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah. Di bawahnya diganjal
dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk (bahaya nekrosis pada kulit
kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek. Buka pericranium dengan
diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium pada daerah yang akan di
burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan. Penentuan lokasi burrhole
idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT scan. Lakukan burrhole pertama
dengan mata bor tajam (Hudson’s Brace) kemudian dengan mata bor yang melingkar
(Conical boor) bila sudah menembus tabula interna. Boorhole minimal pada 4 tempat
sesuai dengan merkering. Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax.
Tutup lubang boorhole dengan kapas basah/ wetjes.
Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan
sonde. Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian
masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya. Lakukan
pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.
Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang
dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator kemudian
miringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.
Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling
dan suctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan dengan
bone wax. Gantung dura (hitch stich) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.
Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi dura,
perdarahan dari dura dihentikan degan diatermi. Bila ada perdarahan dari tepi bawah
tulang yang merembes tambahkan hitch stich pada daerah tersebut kalau perlu
tambahkan spongostan di bawah tulang. Bila perdarahab profus dari bawah tulang
(berasal dari arteri) tulang boleh diknabel untuk mencari sumber perdarahan kecuali
dicurigai berasal dari sinus. Bila ada dura yang robekjahit dura denga silk 3.0 atau
vicryl 3.0 secara simpul dengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi
perdarahan dengan spoeling berulang-ulang.
Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah
salanjutnya adalah membuka duramater. Sayatan pembukaan dura seyogianya
berbentuk tapal kuda (bentuk U) berlawanan dengan sayatan kulit. Duramater
dikait dengan pengait dura, kemudian bagian yang terangkat disayat dengan pisau
sampai terlihat lapisan mengkilat dari arakhnoid.(Bila sampai keluar cairan otak,
berarti arachnoid sudah turut tersayat).Masukkan kapas berbuntut melalui lubang
sayatan ke bawah duramater di dalam ruang subdural, dan sefanjutnya dengan kapas
ini sebagai pelindung terhadap kemungkinan trauma pada lapisan tersebut.
Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus.Koagulasi
yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah kulit
atau subkutan.Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak
dengan pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.Semua pembuluh da-
rah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruang subarahnoidal, sehingga
bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak ada darah lagi.Perlengketan
jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi.Tepi bagian otak yang direseksi harus
dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari perlengketan.Untuk membakar
permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter bipolar. Bila dipergunakan kauter
monopolar, untuk memegang jaringan otak gunakan pinset anatomis halus sebagai alat
bantu kauterisasi.
Pengembalian tulang.Perlu dipertimbangkan dikembalikan/ tidaknya tulang
dengan evaluasi klinsi pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan
lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut. Teugel
dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar kulit.Periost dan
fascia ototo dijahit dengan vicryl 2.0. Pasang drain subgaleal. Jahit galea dengan vicryl
2.0. Jahit kulit dengan silk 3.0. Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).
Operasi selesai. Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama
pada tulang yang tidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan
dikembalikan untuk menghindari dead space.
I. Penatalaksaan Keperawatan
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
2. Mempercepat penyembuhan
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien
5. Mempersiapkan pasien pulang
Perawatan pasca pembedahan
1. Tindakan keperawatan post operasi
a) Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan out put
b) Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
c) Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati – hati
jangan sampai drain tercabut.
d) Perawatan luka operasi secara steril
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan
makanan sesudah pembedahan, makanan yang dianjurkan pada pasien post
operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C.   Protein sangat
diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang
mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk
pencegahan infeksi.
Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) Biasanya makanan
baru diberikan jika:
a. Perut tidak kembung
b. Peristaltik usus normal
c. Flatus positif 
d. Bowel movement positif 

3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya
stabil.Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan
perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan
abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
a. Sistem Perkemihan
1) Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal
2) Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi →  retensio urine.
3) Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi → abdomen bawah (distensi buli –
buli)
4) Dower catheter → kaji warna, jumlah urine, out put urine <30 ml/jam →
komplikasi ginjal
b. System Gastrointestinal
1) Mual muntah → 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat
menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada
bedah kepala dan leher serta TIO mneingkat
2) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
3) Kaji paralitik ileus → suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus
4) Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
5) Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung
a) Meningkatkan istirahat.
b) Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
c) Memonitor perdarahan.
d) Mencegah obstruksi usus.
e) Irigasi atau pemberian obat.

Proses penyembuhan luka


a. Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak /rapuh. Sel-sel
darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening
digunakan sebagai kerangka.
b. Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen seluruh pinggiran sel
epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan
kemerahan.
c. Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu.Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-
jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
d. Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.

Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka


a. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
b. Menghindari obat – obat anti radang seperti steroid
c. Pencegahan infeksi
d. Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas
dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBERDAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
Jl.. Jend.A.H Nasution No. G.14 Anduonohu Kota Kendari 93232
Telp. (0401) 3190492 Fax. (0401) 3193339 e-mail poltekkeskendari@yahoo.com

FORMAT PENGKAJIAN KMB I

Tanggal pengkajian :28 Mei No. Register ………………


Diagnosa medis :…cedera kepala berat (CKB) ……………………………

I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama Lengkap : Ny. M
2. Jenis Kelamin : perempuan
3. Umur/Tanggal Lahir : 58 tahun
4. Status perkawinan : menikah
5. Agama : Islam
6. Suku Bangsa : Bugis
7. Pendidikan : SMA
8. Pekerjaan : wiraswasta
9. Pendapatan :
10. Tanggal MRS : 24 mei

B. Identitas Penanggung
1. Nama Lengkap : Tn. A
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Pekerjaan : wiraswasta
4. Hubungan dengan klien : Anak kandung
5. Alamat : Jl. Merpati
II. Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama : Klien mengalami cedera kepala berat akibat
Kecelakaan lalu lintas yang dialami
B. Riwayat keluhan :
C. Penyebab/faktor pencetus : klien mengalami kecelakaan 4 hari yang lalu
1. Sifat keluhan :-
2. Lokasi dan penyebarannya : Keluarga klien mengatakan klien selalu mengeluh
nyeri pada kepala
3. Skala keluhan :-
4. Mulai dan lamanya keluhan : klien mengeluh nyeri dikepala setelah mengalami
kecelakaan
5. Hal-hal yang meringankan/memperberat : klien mengatakan nyeri akan
berkurang setelah berbaring dan nyeri saat melakukan
pergerakan…………………………………..

D. Keluhan saat ini : keluarga klien mengatakan cemas dengan


Kondisi pasien yang tak kunjung sadar
1. penyebab/faktor pencetus : klien mengalami kecelakaan 4 hari yang lalu
2. sifat keluhan :-
3. lokasi dan penyebarannya :-
4. Skala keluhan :-
5. Mulai dan lamanya keluhan : kondisi klien belum sadar setelah menjalani
operasi kraniotomi
6. Hal-hal yang meringankan/memperberat : : …………………………………..

7. Lain-lain : Nilai GCS 3 (koma)

III. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


a. Apakah pernah mengalami penyakit yang sama :Tidak
b. Bila pernah dirawat di RS, sakit apa :
c. Pernah mengalami pembedahan : ya/ tidak, penyakit:
d. Riwayat alergi : ya/tidak, terhadap zat/ obat/ minuman/
makanan :
e. Kebiasaan/ketergantungan terhadap zat: Tidak
1. Merokok (berapa batang sehari) : Tidak
2. Minum alkohol : Tidak Lamanya:
3. Minum kopi : Tidak Lamanya:
4. Minum obat-obatan : Tidak Lamanya:
IV. Riwayat Keluarga/ Genogram (diagram 3 generasi)
a. Buat genogram 3 generasi ( lembaran sendiri )

58

Keterangan:
Generasi I : ibu dan ayah klien meninggal karena usia lanjut
Generasi II : klien mengalami cedera kepala berat akibat
Kecelakaan lalulintas
Generasi III : anak klien sehat
b. Riwayat kesehatan anggota keluarga
1. Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa: tidak….
2. Apakah ada keluarga yang mempunyai penyakit menular atau menurun
(Tidak)…..……………………….

V. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah : ………160/100……..mmHg
2. Pernapasan : 23 kali / menit, Irama :……………
3. Nadi : 60 kali / menit, regular/ireguler : ………
4. Suhu badan : 37,5 0C
2. Berat badan dan tinggi badan
1. Berat badan : …50…..Kg
2. Tinggi badan : …150……….Cm
3. IMT :…22,,2 ……..
3. Kepala :
1. Bentuk kepala : simetris kiri dan kanan
2. Keadaan kulit kepala: terdapat luka post op kraniotomi serta drainage
3. Nyeri kepala / pusing: terdapat nyeri kepala
4. Distribusi rambut: hitam
5. Rambut mudah tercabut : …tidak ada………………….
6. Alopesia : ……………………tidak ada…………….
7. Lain-lain : ……………………………………
4. Mata
1. Kesimetrisan : ……simetrsi (normal)………………………….
2. Edema kelopak mata : ……tidak ada pembengkakan………
3. Ptosis : ………tidak ada (normal )……………………..
4. Sklera : ……… putih (Normal) ……………………….
5. Konjungtiva : …… tidak pucat Normal ……………………….
6. Ukuran Pupil : pupil melambat(abnormal)………
7. Ketajaman Penglihatan : …mampu melihat dengan jelas (Normal)
8. Pergerakan Bola Mata : tidak ada nistagmus(Normal )…………
9. Lapang pandang : …mampu melihat kesisi samping(normal)……
10. Diplopia : ………tidak ada… …………
11. Photohobia : ……… tidak ada penglihatan ganda(Normal) ……
12. Nistagmus : …bola mata tidak bergerak cepat……(Normal) …
13. Reflex kornea : ………tidak ada …………………….
14. Nyeri : ………tidak ada nyeri …………………….
15. Lain – lain : ……kondisi pasien belum sadar…
……………………….
5. Telinga
1. Kesimetrisan : simetris(normal)…………………………….
2. Sekret : tidak ada……………………………….
3. Serumen : tidak ada…………………………….
4. Ketajaman pendengaran : baik,dapat mengulangi kata yang dibisikan
5. Tinnitus : …tidak ada tinitus……………………
6. Nyeri : …tidak ada nyeri…………………………
7. Lain – lain : ……………………………….
6. Hidung
1. Kesimetrisan : …………simetris…………………….
2. Perdarahan : …………tidak ada…………………….
3. Sekresi : …………tidak ada…………………….
4. Fungsi penciuman : …………fungsi penciuman menurun…….
5. Nyeri : …………tidak ada…………………….
6. Lain – lain : … kondisi pasien belum sadar ……………
7. Mulut
1. Fungsi berbicara : ……tidak…mampu berbicara(abnormal)……
2. Kelembaban bibir : ………sedikit kering……………………….
3. Posisi uvula : …simetris tengah……(normal)………………………
4. Mukosa : ……tidak kering…………(normal)………………
5. Keadaan tonsil :……tidak ada peradangan(normal)…….
6. Stomatitis : … tidak ada stomatitis(sariawan)………………
7. Warna lidah : … merah muda (Normal)………………………….
8. Tremor pada lidah : ……tidak ada tremor………………………….
9. Kebersihan lidah : … bersih ………………………….
10. Bau mulut : ……tidak ada(normal)………………………….
11. Kelengkapan gigi : ……lengkap………………………….
12. Kebersihan gigi : ……bersih………………………….
13. Karies : ……tidak ada karies(normal)…………….
14. Suara parau : ……tidak ada………………………….
15. Kesulitan menelan : …… ada……………………….
16. Kemampuan mengunyah :tidak …mampu mengunyah(abnormal)…………
17. Fungsi mengecap : ……mampu membedakan rasa (normal)…
18. Lain – lain : ……………………………….
8. Leher
1. Mobilitas leher :……tidak mampu
2. Pembesaran kel. Tiroid : ……tidak ada pembesaran (normal)
3. Pembesaran kel. limfe : ……tidak ada pembesaran (normal)……
4. Pelebaran vena jugularis : …tidak ada…peningkatan tekanan (JVP)……
5. Trakhaea : ………………………………….
6. Lain-lain : ………………………………….
9. Thoraks
Paru – paru
1. Bentuk dada : tidak ada kelainan seperti(burrel chest))……………
2. Pengembangan dada tidak ada masalah
3. Retraksi dinding dada : …retraksi dinding dada(-)…
4. Tanda jejas : …tidak ada jejas……………………………..
5. Taktil fremitus : taktil fremitus baik……………………
6. Massa : tidak ada massa…………………………….
7. Dispnea …tidak…ada (RR ;23 X/menit)…………………
8. Ortopnea : ada ortopnea… ………………………
9. Perkusi thoraks : hipersonor…………………………….
10. Suara nafas : …………………
11. Bunyi nafas tambahan : tidak terdapat bunyi nafas tambahan
12. Nyeri dada : tidak terdapat nyeri saat bernafas…………………
13. Lain-lain : menggunakan ABN ventilator……………………
Jantung
1. Iktus kordis : tonjolan kecil yang sifatnya lokal (Normal)………
2. Ukuran jantung : -…………………………….
3. Nyeri dada : tidak terdapat nyeri saat bernafas……………………
4. Palpitasi : tidak ada palpitasi……………………………….
5. Bunyi jantung : tidak ada bunyi jantung tambahan(normal) ………
6. Lain-lain : -……………………………….

10. Abdomen
1. Warna kulit : ……sawo matang………………………………..
2. Distensi abdomen : ……tidak ada distensi abdomen
3. Ostomy : ……tidak ada ostomy……………………………….
4. Tanda jejas : ……tidak ada jejas……………………………….
5. Peristaltik : ……7 X/Menit)Normal ………………….
6. Perkusi abdomen : ……………………
7. Massa : …tidak ada ………Lokasi :…
8. Nyeri tekan : tidak…ada ……….Lokasi : …
9. Lain - lain : ……………………………………..
11. Payudara
a. Kesimetrisan :…
b. Keadaan puting susu :…
c. Pengeluaran dari putting susu : … ……………………………
d. Massa : … …………………
e. Kulit paeu d’orange : ……………………………
f. Nyeri : … ……………………………
g. Lesi : … ……………………………
h. Lain – lain : ………………………………
12. Genitalia
Wanita
1. Keadaan meatus uretra eksterna :
2. Leukorrhea : ………………
3. Perdarahan :
4. Lesi pada genital : …………………
5. Lain - lain : -

13. Pengkajian sistem saraf


1. Tingkat kesadaran : koma (GCS 3)
2. Koordinasi : koordinasi sistem saraf dan siistem indra
buruk
3. Memori :penurunan kesadaran
4. Orientasi : tidak ada
5. Konfusi : gangguan konfusi (belum sadar)…
6. Keseimbangan : ada gangguan keseimbangan
7. Kelumpuhan : ada kelumpuhan
8. Gangguan sensasi : mampu merasakan sensasi(normal)
9. Kejang-kejang :-
10. Lain – lain : klien belum sadar setelah operasi kraniotomi
11. Refleks :
a. Refleks tendon
1. Biseps : Trisep : ………………………………
2. Lutut : … …………………………
3. Achiles : ………………………………
b. Refleks patologis
Babinski : … …………………………
Lain - lain :tidak ada respon
c. Tanda meningeal :
1. Kaku kuduk/kernig sign: …………………
2. Brudzinski I : ………………
3. Brubzinski II : … ……………………………
4. Lain - lain : -kondisi pasien tidak sadar

14. Anus dan perianal


1. Hemorrhoid : …tidak ada hemorhoid(wasir)……………………………
2. Lesi perianal : …tidak ada lesi……………………………
3. Nyeri : …tidak ada nyeri……………………………
4. Lain – lain : …-……………………………
15. Ekstremitas
1. Warna kulit : …Sawo matang………………………………….
2. Purpura / ekimosis : …tidak ada………….. Lokasi ……………………
3. Atropi : …tidak ada atrofi (Normal)………………………
4. Hipertropi : …tidak ada hiipertrofi (Normal)…………
5. Lesi : …tidak ada lesi pada ekstremitas…………
6. Pigmentasi : …(Normal) kulit saw matang……………………
7. Luka : …tidak ada luka…..……Lokasi……..……..Ukuran
8. Deformitas sendi : tidak ada pergeseran sendi………………
9. Deformitas tulang : tidak ada pergeseran tulang……………
10. Tremor : tidak ada………………………………..
11. Varises : tidak ada………………………………..
12. Edema : …tidak ada edema pada ekstremitas…………
13. Turgor kulit : kembali dalam waktu kurang dari 1 detik(Nomal)
14. Kelembaban kulit : kulit lembab(Normal)………………
15. Capillary Tefilling Time (CRT) : kurang dari 3 detik(Normal)………
16. Pergerakan : …mampu beraktivitas……………………………..
17. Kekakuan sendi : lemah … ………………
18. Kekuatan otot : lemah……………………………….
19. Tonus otot : …ada masalah pada otot(5)…………………
20. Kekuatan sendi : kelemahan
21. Nyeri : …tidak ada nyeri saat beraktivitas………………
22. Diaphoresis : …tidak ada pengeluaran keringat berlebihan
Lain – lain : …-…kondisi pasien belum sadar
…………………………..
VI. Pengkajian Kebutuhan Dasar
a. Kebutuhan oksigenasi
a. Batuk : tidak……….. produktif / tidak : …tidak ada………
b. Kemampuan mengeluarkan sputum : …tidak mampu………
c. Karakteristik sputum :…tidak ada sputum……… jumlah :………
d. Dispnea : …tidak ada
e. Ortopnea : kesulitan bernafas akibat penurunan kesadaran…
f. Alat bantu pernafasan : penggunaan alat bantu nafas ventilator………

b. Kebutuhan Keamanan
1. Riwayat paparan terhadap kontaminan : -............................
2. Riwayat perdarahan : .klien mengalami pendarahan
saat dibawa kerumah sakit setelah mengalami kecelakaan ...........................
3. Riwayat pemeriksaan dengan media kontras : tidak ada............................
4. Pemasangan kateter IV dalam waktu lama : ada..........................
5. Penggunaan larutan IV yang mengiritasi : tidak ada............................
6. Penggunaan larutan IV dengan aliran yang cepat : . ada.....................
7. Pemasangan kateter urine dalam waktu lama : -............................
8. Imobilisasi : tidak mampu .............................
9. Luka pada kulit / jaringan : terdapat luka Post op kraniotomi
Dikepala dan drainage

10. Benda asing pada luka : ……tidak ada………………


11. Riwayat jatuh : klien mengalami kecelakaan
4 hari yang lalu……………..
12. Penyebab jatuh :…akibat…kecelakaan lalulintas
13. Kelemahan umum : …kondisi pasien belum sadar
Setelah post op kraniotomi
14. Lain – lain :

VII Pemeriksaan penunjang


:
Pemeriksaan penunjang

Ct Scan

MRI

A. Studi diagnostic :

VIII. Tindakan medik/pengobatan

Operasi kraniotomi
Terpasang Infus
Pemberian deuretik osmosis
Pemasangan alat bantu nafas ventilator

Kendari,
Mahasiswa

Amriani Samad

Klasifikasi Data
DS :

 Keluarga Klien mengatakan cemas dengan kondisi pasien


 Keluarga klien mempertanyakan kondisi pasien yang tak kunjung sadar setelah operasi
 Keluarga klien mengatakan klien selalu mengeluh nyeri pada kepala
 Keluarga klien mengatakan klien mengeluh nyeri dikepala setelah mengalami kecelakaan

DO :

 Kondisi klien belum sadar setelah operasi kraniotomi


 Terdapat drain dikepala pasca operasi
 Terpasang alat bantu nafas ventilator
 Nampak terpasang kateter
 Tingkat kesadaran menurun Nilai GCS : 3(koma)
 Respon Pupil melambat
 Klien mengalami cedera kepala berat akibat kecelakaan laulintas
 TTV :
o TD : 160/100 mmHg
o N : 60 X/Menit
o RR : 23 X/Menit
o S : 37,5 X/Menit

Pemeriksaan penunjang

CT Scan

MRI

Saturasi O2 : 95 %

Analisa Data

N Data Etiologi Masalah


O
1
DS : Kecelakaan Lalu Lintas
Penurunan kapasitas
 Keluarga Klien
mengatakan cemas adaptif intrakranial
Cedera Kepala Berat
dengan kondisi pasien
 Keluarga klien
Kerusakan Jaringan Serebri
mempertanyakan kondisi
pasien yang tak kunjung
sadar setelah operasi Operasi Kraniotomi
DO :
 Kondisi klien belum Edema Serebral Post Op
Kraniotomi
sadar setelah operasi
kraniotomi
 Terdapat drain dikepala Peningkatan TIK
pasca operasi
 Terpasang alat bantu Kesadaran Menurun
nafas ventilator
 Nilai GCS :3 Penurunan Kapasitas Adaptif
 TTV : Intrakranial

o TD : 160/100
mmHg
o N : 60 X/Menit
o RR : 23 X/Menit
o S : 37,5
X/Menit
Saturasi oksigen : 95%

PERENCANAAN KEPERAWATAN

N Diagnosa Keperawatan Luaran keperawatan Intervensi keperawatan


O
1 Penurunan kapasitas adaptif Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan
intracranial b.d edema keperawatan selama 7 X 24 Jam tekanan intrakranial
serebral (pasca operasi) maka peningkatan kapasitas Observasi
adaptif intrakranal meningkat 1. Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil peningkatan tekanan
1. Tingkat kesadaran dari inrakranial
menurun menjadi sedang (mis.edema serebral)
2. Tekanan intrakranial dari 2. Monitor status
memburuk menjadi sedang pernafasan
3. Respon pupil dari 3. Monitor cairan serebro
memburuk menjadi cukup spinalis(warna,konsist
membaik ensi)
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkunganyang
tenang
2. Berikan posisi semi
fowler
3. Cegah terjadinya
kejang
4. Atur ventilator agar
paCO2 optimal.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan
2. Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis
STANDAR PROSEDUR PENGGUNAAN VENTILATOR
OPERASIONAL

PENGERTIAN Ventilator adalah suatu bantu nafas (ABN)yang berfungsi untuk


mengontrol ,membantu dan mengambil alih fungsi paru-paru.
TUJUAN Sebagai acuan untuk pengaturan saturasi oksigen pada pasien
ICU memperbaiki kondisi kebutuhan oksigen dan pembuangan
CO2,memperbaiki sirkulasi pada jaringan dan memperbaiki
kondisi patologi yang akut
KEBIJAKAN Ada tenaga perawat dan tersedia alat dan bahan ventilator
PROSEDUR Persiapan Alat :
1. Set ventilator
2. Aqua steril
3. Oksigen
Persiapan pasien
1. Inform consent
2. Pemberian informasi
3. Pengaturan posisi sesuai kebutuhan
Penatalaksanaan:
1. Menghubungkan ventilator dengan sumber listrik
2. Menghubungkan ventilator dengan sumber oksigen dan
udara tekan
3. Mengisi humidifier dengan aqua steril sampai batas yang
ditentukan
4. Memastikan breathing sirkuit apakah ada kebocoran dan
tes fungsi masing-masing pre set dengan menggunakan
testlung(kalibrasi)
5. Mengatur mesin sesuai dengan klarifikasi kerja yang
dibutuhkan untuk pasien
6. Alat siap dan disambungkan kekonektor ETT pasien

UNIT TERKAIT ICU,PICU,NICU IGD


Aspek Keselamatan Dalam penggunaan ventilator

1. Perhatikan kesesuaian jenis ventilator dengan kebutuhan pasien


2. Tekanan oksigen yang terlalu tinggi akan membebani paru-paru,untuk itu pastikan
Tekanan respirator sesuai dengan kebutuhan yg dianjurkan.
3. Seluruh pengesetan ventilator termaksud alarm limit harus dalam keadaan aman
4. Lakukan pemantauan terhadap ventilator secara sering.
5. Mencatat respon dan hasil selama pemakaian ventilator,hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya hal yang berbahaya bagi keselamatn pasien

Anda mungkin juga menyukai