Studi Kasus Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dari Mata Kuliah
Disusun oleh
NAMA : AMRIANI SAMAD
NIM : P00320018006
A. Pengertian
Menurut Price dan Wilson (2005), Cedera kepala adalah gangguan traumatik pada
daerah kepala yang mengganggu fungsi otak dan menyebabkan terputusnya kontinuitas
jaringan kepala yang biasanya disebabkan oleh trauma keras.
Menurut Batticaca (2008), Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera
otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun
tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba,iskemia dan pengaruh
massa karena hemoragik serta edema serebral disekitar jaringan otak.
Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk
meningkatkan akses pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth. 2002)
B. Etiologi
Menurut Ginsberg (2007), cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
jatuh, trauma benda tumpul, kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, kecelakaan
olahraga, trauma tembak dan pecahan bom.
Sedangkan menurut Grace dan Borley (2006),penyebab dari cedera kepala yaitu :
1. Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan atau pada sisi yang
berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai
dinding yang berlawanan.
2. Rotasi / deselerasi
Fleksi,ekstensi atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang
titik-titik tulang dalam tengkorak. Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma
robekan di dalam substansi putih otak dan batang otak menyebabkan cedera aksonal
dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.
3. Tabrakan / kecelakaan lalu lintas
Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada
anak-anak dengan tengkorak yang elastis).
4. Peluru
Cenderung menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma.Pembengkakan
otak merupakan masalah akibat disrupsi tengkorak yang secara otomatis menekan
otak.
C. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang timbul menurut Fransisca B (2008) adalah sebagai berikut :
1. Gangguan kesadaran
2. Muntah
3. Serangan (onset) tiba-tiba berupa deficit neurologis
4. Perubahan tanda-tanda vital
5. Gangguan pergerakan
6. Kejang
7. Syok akibat cidera multisystem
a. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial
D. Phatofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energy yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hamper seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah
ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
% , karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 mg5 dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral (Brunner & Suddart,2003)
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam
keadaan normal Cerebral Blood Flow (CBF) yaitu 50-60 ml/menit/100gr. Jaringan otak
yang merupakan 15% dari cardiac output (Price,2008).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan pada pasien dengan cidera kepala
menurut Muttaqin (2008) adalah :
1. CT-Scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, detrminan, ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak skunder
menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar X
6. BAER
7. PET
8. CSS
9. Screen Toxicology
10. Rontgen thorax 2 arah
11. Toraksentesis
F. Komplikasi Post Op
1. Edema cerebral
2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
3. Hypovolemik syok
4. Hydrocephalus
5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis post
operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan
otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
7. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi.Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus, organism garam positif
stapylococus mengakibatkan pernanahan.
G. Kriteria Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi ;
1. Tidak timbul nyeri luka selama proses penyembuhan
2. Luka insisi normal tanpa infeksi
3. Tidak timbul komplikasi
4. Pola eliminasi lancer
5. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat
6. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal
7. Sebelum pulang pasien mengetahui tentang :
a. Pengobatan lanjutan.
b. Jenis obat yang diberikan.
c. Diet.
d. Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.
H. Teknik Pembedahan
1. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Headup kurang lebih 15
derajat (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral
lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala
miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
2. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan
lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih
baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk
membatasi kontak dengan meja operasi
3. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar dengan
melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut – untuk kosmetik, sinus –
untuk menghindari perdarahan, sutura – untuk mengetahui lokasi, zygoma – sebagai
batas basis cranii, jalannya N VII ( kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai
dengan canthus lateralis orbita)
4. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yang
mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
5. Operasi
Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung. Pasang haak
tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat. Buka flap secara tajam
pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah. Di bawahnya diganjal
dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk (bahaya nekrosis pada kulit
kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek. Buka pericranium dengan
diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium pada daerah yang akan di
burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan. Penentuan lokasi burrhole
idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT scan. Lakukan burrhole pertama
dengan mata bor tajam (Hudson’s Brace) kemudian dengan mata bor yang melingkar
(Conical boor) bila sudah menembus tabula interna. Boorhole minimal pada 4 tempat
sesuai dengan merkering. Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax.
Tutup lubang boorhole dengan kapas basah/ wetjes.
Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan
sonde. Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian
masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya. Lakukan
pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.
Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang
dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator kemudian
miringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.
Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling
dan suctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan dengan
bone wax. Gantung dura (hitch stich) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.
Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi dura,
perdarahan dari dura dihentikan degan diatermi. Bila ada perdarahan dari tepi bawah
tulang yang merembes tambahkan hitch stich pada daerah tersebut kalau perlu
tambahkan spongostan di bawah tulang. Bila perdarahab profus dari bawah tulang
(berasal dari arteri) tulang boleh diknabel untuk mencari sumber perdarahan kecuali
dicurigai berasal dari sinus. Bila ada dura yang robekjahit dura denga silk 3.0 atau
vicryl 3.0 secara simpul dengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi
perdarahan dengan spoeling berulang-ulang.
Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah
salanjutnya adalah membuka duramater. Sayatan pembukaan dura seyogianya
berbentuk tapal kuda (bentuk U) berlawanan dengan sayatan kulit. Duramater
dikait dengan pengait dura, kemudian bagian yang terangkat disayat dengan pisau
sampai terlihat lapisan mengkilat dari arakhnoid.(Bila sampai keluar cairan otak,
berarti arachnoid sudah turut tersayat).Masukkan kapas berbuntut melalui lubang
sayatan ke bawah duramater di dalam ruang subdural, dan sefanjutnya dengan kapas
ini sebagai pelindung terhadap kemungkinan trauma pada lapisan tersebut.
Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus.Koagulasi
yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah kulit
atau subkutan.Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak
dengan pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.Semua pembuluh da-
rah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruang subarahnoidal, sehingga
bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak ada darah lagi.Perlengketan
jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi.Tepi bagian otak yang direseksi harus
dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari perlengketan.Untuk membakar
permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter bipolar. Bila dipergunakan kauter
monopolar, untuk memegang jaringan otak gunakan pinset anatomis halus sebagai alat
bantu kauterisasi.
Pengembalian tulang.Perlu dipertimbangkan dikembalikan/ tidaknya tulang
dengan evaluasi klinsi pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan
lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut. Teugel
dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar kulit.Periost dan
fascia ototo dijahit dengan vicryl 2.0. Pasang drain subgaleal. Jahit galea dengan vicryl
2.0. Jahit kulit dengan silk 3.0. Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).
Operasi selesai. Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama
pada tulang yang tidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan
dikembalikan untuk menghindari dead space.
I. Penatalaksaan Keperawatan
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
2. Mempercepat penyembuhan
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien
5. Mempersiapkan pasien pulang
Perawatan pasca pembedahan
1. Tindakan keperawatan post operasi
a) Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan out put
b) Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
c) Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati – hati
jangan sampai drain tercabut.
d) Perawatan luka operasi secara steril
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan
makanan sesudah pembedahan, makanan yang dianjurkan pada pasien post
operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat
diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang
mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk
pencegahan infeksi.
Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) Biasanya makanan
baru diberikan jika:
a. Perut tidak kembung
b. Peristaltik usus normal
c. Flatus positif
d. Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya
stabil.Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan
perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan
abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
a. Sistem Perkemihan
1) Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal
2) Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi → retensio urine.
3) Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi → abdomen bawah (distensi buli –
buli)
4) Dower catheter → kaji warna, jumlah urine, out put urine <30 ml/jam →
komplikasi ginjal
b. System Gastrointestinal
1) Mual muntah → 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat
menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada
bedah kepala dan leher serta TIO mneingkat
2) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
3) Kaji paralitik ileus → suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus
4) Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
5) Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung
a) Meningkatkan istirahat.
b) Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
c) Memonitor perdarahan.
d) Mencegah obstruksi usus.
e) Irigasi atau pemberian obat.
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama Lengkap : Ny. M
2. Jenis Kelamin : perempuan
3. Umur/Tanggal Lahir : 58 tahun
4. Status perkawinan : menikah
5. Agama : Islam
6. Suku Bangsa : Bugis
7. Pendidikan : SMA
8. Pekerjaan : wiraswasta
9. Pendapatan :
10. Tanggal MRS : 24 mei
B. Identitas Penanggung
1. Nama Lengkap : Tn. A
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Pekerjaan : wiraswasta
4. Hubungan dengan klien : Anak kandung
5. Alamat : Jl. Merpati
II. Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama : Klien mengalami cedera kepala berat akibat
Kecelakaan lalu lintas yang dialami
B. Riwayat keluhan :
C. Penyebab/faktor pencetus : klien mengalami kecelakaan 4 hari yang lalu
1. Sifat keluhan :-
2. Lokasi dan penyebarannya : Keluarga klien mengatakan klien selalu mengeluh
nyeri pada kepala
3. Skala keluhan :-
4. Mulai dan lamanya keluhan : klien mengeluh nyeri dikepala setelah mengalami
kecelakaan
5. Hal-hal yang meringankan/memperberat : klien mengatakan nyeri akan
berkurang setelah berbaring dan nyeri saat melakukan
pergerakan…………………………………..
58
Keterangan:
Generasi I : ibu dan ayah klien meninggal karena usia lanjut
Generasi II : klien mengalami cedera kepala berat akibat
Kecelakaan lalulintas
Generasi III : anak klien sehat
b. Riwayat kesehatan anggota keluarga
1. Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa: tidak….
2. Apakah ada keluarga yang mempunyai penyakit menular atau menurun
(Tidak)…..……………………….
V. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah : ………160/100……..mmHg
2. Pernapasan : 23 kali / menit, Irama :……………
3. Nadi : 60 kali / menit, regular/ireguler : ………
4. Suhu badan : 37,5 0C
2. Berat badan dan tinggi badan
1. Berat badan : …50…..Kg
2. Tinggi badan : …150……….Cm
3. IMT :…22,,2 ……..
3. Kepala :
1. Bentuk kepala : simetris kiri dan kanan
2. Keadaan kulit kepala: terdapat luka post op kraniotomi serta drainage
3. Nyeri kepala / pusing: terdapat nyeri kepala
4. Distribusi rambut: hitam
5. Rambut mudah tercabut : …tidak ada………………….
6. Alopesia : ……………………tidak ada…………….
7. Lain-lain : ……………………………………
4. Mata
1. Kesimetrisan : ……simetrsi (normal)………………………….
2. Edema kelopak mata : ……tidak ada pembengkakan………
3. Ptosis : ………tidak ada (normal )……………………..
4. Sklera : ……… putih (Normal) ……………………….
5. Konjungtiva : …… tidak pucat Normal ……………………….
6. Ukuran Pupil : pupil melambat(abnormal)………
7. Ketajaman Penglihatan : …mampu melihat dengan jelas (Normal)
8. Pergerakan Bola Mata : tidak ada nistagmus(Normal )…………
9. Lapang pandang : …mampu melihat kesisi samping(normal)……
10. Diplopia : ………tidak ada… …………
11. Photohobia : ……… tidak ada penglihatan ganda(Normal) ……
12. Nistagmus : …bola mata tidak bergerak cepat……(Normal) …
13. Reflex kornea : ………tidak ada …………………….
14. Nyeri : ………tidak ada nyeri …………………….
15. Lain – lain : ……kondisi pasien belum sadar…
……………………….
5. Telinga
1. Kesimetrisan : simetris(normal)…………………………….
2. Sekret : tidak ada……………………………….
3. Serumen : tidak ada…………………………….
4. Ketajaman pendengaran : baik,dapat mengulangi kata yang dibisikan
5. Tinnitus : …tidak ada tinitus……………………
6. Nyeri : …tidak ada nyeri…………………………
7. Lain – lain : ……………………………….
6. Hidung
1. Kesimetrisan : …………simetris…………………….
2. Perdarahan : …………tidak ada…………………….
3. Sekresi : …………tidak ada…………………….
4. Fungsi penciuman : …………fungsi penciuman menurun…….
5. Nyeri : …………tidak ada…………………….
6. Lain – lain : … kondisi pasien belum sadar ……………
7. Mulut
1. Fungsi berbicara : ……tidak…mampu berbicara(abnormal)……
2. Kelembaban bibir : ………sedikit kering……………………….
3. Posisi uvula : …simetris tengah……(normal)………………………
4. Mukosa : ……tidak kering…………(normal)………………
5. Keadaan tonsil :……tidak ada peradangan(normal)…….
6. Stomatitis : … tidak ada stomatitis(sariawan)………………
7. Warna lidah : … merah muda (Normal)………………………….
8. Tremor pada lidah : ……tidak ada tremor………………………….
9. Kebersihan lidah : … bersih ………………………….
10. Bau mulut : ……tidak ada(normal)………………………….
11. Kelengkapan gigi : ……lengkap………………………….
12. Kebersihan gigi : ……bersih………………………….
13. Karies : ……tidak ada karies(normal)…………….
14. Suara parau : ……tidak ada………………………….
15. Kesulitan menelan : …… ada……………………….
16. Kemampuan mengunyah :tidak …mampu mengunyah(abnormal)…………
17. Fungsi mengecap : ……mampu membedakan rasa (normal)…
18. Lain – lain : ……………………………….
8. Leher
1. Mobilitas leher :……tidak mampu
2. Pembesaran kel. Tiroid : ……tidak ada pembesaran (normal)
3. Pembesaran kel. limfe : ……tidak ada pembesaran (normal)……
4. Pelebaran vena jugularis : …tidak ada…peningkatan tekanan (JVP)……
5. Trakhaea : ………………………………….
6. Lain-lain : ………………………………….
9. Thoraks
Paru – paru
1. Bentuk dada : tidak ada kelainan seperti(burrel chest))……………
2. Pengembangan dada tidak ada masalah
3. Retraksi dinding dada : …retraksi dinding dada(-)…
4. Tanda jejas : …tidak ada jejas……………………………..
5. Taktil fremitus : taktil fremitus baik……………………
6. Massa : tidak ada massa…………………………….
7. Dispnea …tidak…ada (RR ;23 X/menit)…………………
8. Ortopnea : ada ortopnea… ………………………
9. Perkusi thoraks : hipersonor…………………………….
10. Suara nafas : …………………
11. Bunyi nafas tambahan : tidak terdapat bunyi nafas tambahan
12. Nyeri dada : tidak terdapat nyeri saat bernafas…………………
13. Lain-lain : menggunakan ABN ventilator……………………
Jantung
1. Iktus kordis : tonjolan kecil yang sifatnya lokal (Normal)………
2. Ukuran jantung : -…………………………….
3. Nyeri dada : tidak terdapat nyeri saat bernafas……………………
4. Palpitasi : tidak ada palpitasi……………………………….
5. Bunyi jantung : tidak ada bunyi jantung tambahan(normal) ………
6. Lain-lain : -……………………………….
10. Abdomen
1. Warna kulit : ……sawo matang………………………………..
2. Distensi abdomen : ……tidak ada distensi abdomen
3. Ostomy : ……tidak ada ostomy……………………………….
4. Tanda jejas : ……tidak ada jejas……………………………….
5. Peristaltik : ……7 X/Menit)Normal ………………….
6. Perkusi abdomen : ……………………
7. Massa : …tidak ada ………Lokasi :…
8. Nyeri tekan : tidak…ada ……….Lokasi : …
9. Lain - lain : ……………………………………..
11. Payudara
a. Kesimetrisan :…
b. Keadaan puting susu :…
c. Pengeluaran dari putting susu : … ……………………………
d. Massa : … …………………
e. Kulit paeu d’orange : ……………………………
f. Nyeri : … ……………………………
g. Lesi : … ……………………………
h. Lain – lain : ………………………………
12. Genitalia
Wanita
1. Keadaan meatus uretra eksterna :
2. Leukorrhea : ………………
3. Perdarahan :
4. Lesi pada genital : …………………
5. Lain - lain : -
b. Kebutuhan Keamanan
1. Riwayat paparan terhadap kontaminan : -............................
2. Riwayat perdarahan : .klien mengalami pendarahan
saat dibawa kerumah sakit setelah mengalami kecelakaan ...........................
3. Riwayat pemeriksaan dengan media kontras : tidak ada............................
4. Pemasangan kateter IV dalam waktu lama : ada..........................
5. Penggunaan larutan IV yang mengiritasi : tidak ada............................
6. Penggunaan larutan IV dengan aliran yang cepat : . ada.....................
7. Pemasangan kateter urine dalam waktu lama : -............................
8. Imobilisasi : tidak mampu .............................
9. Luka pada kulit / jaringan : terdapat luka Post op kraniotomi
Dikepala dan drainage
Ct Scan
MRI
A. Studi diagnostic :
Operasi kraniotomi
Terpasang Infus
Pemberian deuretik osmosis
Pemasangan alat bantu nafas ventilator
Kendari,
Mahasiswa
Amriani Samad
Klasifikasi Data
DS :
DO :
Pemeriksaan penunjang
CT Scan
MRI
Saturasi O2 : 95 %
Analisa Data
o TD : 160/100
mmHg
o N : 60 X/Menit
o RR : 23 X/Menit
o S : 37,5
X/Menit
Saturasi oksigen : 95%
PERENCANAAN KEPERAWATAN