Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN

DENGAN POST CRANIOTOMY (MENINGIOMA)

Oleh :
UMMI KALSUM
138 STYJ 17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
2017
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Menurut Brown CV (2004), Craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak
(tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.
Menurut Hamilton M (2007), Craniotomy adalah operasi pengangkatan sebagian
tengkorak.
Menurut Chesnut RM (2006), Craniotomy adalah prosedur untuk menghapus luka di
otak melalui lubang di tengkorak.
Menurut Morton (2012), trauma capitis merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak dan otak.
Trauma Capitis adalah cedera kepala yang menyebabkan kerusakan pada kulit kepala,
tulang tengkorak dan pada otak. (Brunner and Suddarth Medikal Surgical Nursing).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari craniotomy
adalah operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) dan untuk mengetahui dan
memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak.
Meningioma adalah jenis tumor yang berkembang pada meninges atau membrane yang
melapisi system saraf pusat yaitu otak dan tulang belakang (Harvey cushing, 2007).
Lokasi tumor yang sering diantaranya pada area konveksitas kalvaria, basis frontal,
tuberculum sella, sphenoid wing atau di area fossa posterior.

B. Tujuan
Craniotomy adalah jenis operasi otak. Ini adalah operasi yang paling umum dilakukan
untuk otak pengangkatan tumor. Operasi ini juga dilakukan untuk menghilangkan bekuan
darah (hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari pembuluh, darah lemah bocor
(aneurisma serebral), untuk memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari
pembuluh darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi tekanan di dalam
tengkorak, untuk melakukan biopsi, atau untuk memeriksa otak.
C. Indikasi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :
- Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker
- Mengurangi tekanan intracranial
- Mengevakuasi bekuan darah
- Mengontrol bekuan darah, dan
- Pembenahan organ-organ intracranial
- Tumor otak
- Perdarahan (hemorrage)
- Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
- Peradangan dalam otak
- Trauma pada tengkorak

D. Etiologi
Etiologi dilakukannya Craniotomy karena :
- Adanya benturan kepala yang diam terhadap benda yang sedang bergerak. Misalnya
pukulan-pukulan benda tumpul, atau kena lemparan benda tumpul.
- Kepala membentur benda atau objek yang secara relative tidak bergerak. Misalnya
membentur tanah atau mobil.
- Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek
terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka.
Semua itu berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga.. trauma
langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kekuatan itu bisa terjadi
seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan.

E. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan oksigen. Jadi kekurangan aliran darah keotak tidak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi serebral.
Pada saraf otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolic anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan as. Laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini menyebabkan timbulnya metabolic asidiosis. Dalam keadaan
normal aliran darah serebral (CBF) adalah 50 – 60 ml/ menit /100gr jaringan otak yang
merupakan 15% dari curah jantung (CO).

F. Proses Penyembuhan Luka


1. Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel
darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan
sebagai kerangka.
2. Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel
epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan
kemerahan.
3. Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-
jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
4. Fase keempat
Fase keempat adalah fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.

G. Mekanisme Cedera
Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat-
ringannya konsekuensi patofisiologi dari trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi)
terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat
benda tumpul, atau karena terkena lemparan benda tumpul. Cedar perlambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relative tidak bergerak, seperti badan mobil
atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersaman bila terdapat gerakan
kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara
kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada
kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang
otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan mungkin karena memar pada
permukan otak, laserasi substansia alba, cedara robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedaea sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak
ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hyperemia (peningkatan volume darah) pada
area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan intracranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak
sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

H. Komplikasi Post Op Craniotomy


Komplikasi yang mungkin timbul pada pasien post operasi craniotomi antara lain :
1. Edema cerebral
2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
3. Hypovolemik syok
4. Hydrocephalus
5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis
postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis
timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah
sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki
post operasi, ambulatif dini.
7. Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme, gram positif.
Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling
penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
8. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya
organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi
luka, kesalahan menutup waktu pembedahan.
I. Manifestasi Klinis
Trauma otak mempengaruhi setiap system tubuh. Manifestasi klinis cedera otak
meliputi gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit
neurologik, dan perubahan tanda vital. Mungkin ada gangguan penglihatan dan
pendengaran, disfungsi sensori, kejang otot, sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan,
kejang, dan banyak efek lainnya. Karena cedera SSP sendiri tidak meyebabkan syok, adanya
syok hipovolemik menunjukkan kemungkinan cedera multi system antara lain :
1. Trauma capitis ringan
- Cedera kepala sekunder yang ditandai dengan nyeri kepala, tidak pingsan, tidak
muntah, tidak ada tanda-tanda neurology.
- Komusio serebri ditandai denga tidak sadar kurang dari 10 menit, muntah, nyeri
kepala, tidak ada tanda-tanda neurology.
2. Trauma capitis sedang
Ditandai dengan pingsan lebih dari 10 menit, muntah, amnesia, dan tanda-tanda
neurology.
3. Trauma capitis berat
- Laserasi serebri ditandai dengan pingsan berhari-hari atau berbulan-bulan,
kelumpuhan anggota gerak, biasanya disertai fraktur basis kranii.
- Perdarahan epidural ditandai dengan pingsan sebentar-sebentar kemudian sadar lagi
namun beberapa saat pingsan lagi, mata sembab, pupil anisokor, bradikardi, tekanan
darah dan suhu meningkat.
- Perdarahan subdural ditandai dengan perubahan subdural, nyeri kepala, TIK
meningkat, lumpuh.

J. Pemeriksaan Penunjang
Prosedur diagnostik pra operasi dapat meliputi :
1. Tomografi komputer (pemindaian CT)
Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya, ukuran
ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan otak, hemoragik.
2. Pencitraan resonans magnetik (MRI)
Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di potongan
lain.
3. Electroencephalogram (EEG)
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.
4. Angiografy Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan trauma.
5. Sinar-X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis
tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang.
6. Brain Auditory Evoked Respon (BAER)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak
7. Positron Emission Tomography (PET)
Menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak
8. Fungsi lumbal, CSS
Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
9. Gas Darah Artery (GDA)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan
TIK

K. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Perawatan
Penatalaksanaan Perawatan pada pasien post operasi Craniotomy :
- Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
- Mempercepat penyembuhan
- Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
- Mempertahankan konsep diri pasien
- Mempersiapkan pasien pulang
2. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada pasien post craniotomy antara lain :
- Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringanya trauma
- Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi
- Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40
% atau gliserol 10 %.
- Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol
- Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
- Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama
(2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8
jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah
makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein
tergantung nilai ure nitrogennya.
- Pembedahan.
3. Penatalaksanaan konservatif
Penatalaksanaan konservatif pada pasien post craniotomy, antara lain :
- Bedrest total
- Pemberian obat-obatan
- Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

L. Perawatan Pasca Pembedahan


Perawatan Pasca Operasi pada pasien craniostomi antara lain :
1. Tindakan keperawatan post operasi :
- Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
- Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
- Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain
tercabut.
- Perawatan luka operasi secara steril.
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan
sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah
makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi. Pembatasan diit yang
dilakukan adalah NPO (nothing peroral). Biasanya makanan baru diberikan jika Perut
tidak kembung, Peristaltik usus normal, Flatus positif, dan Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil.
Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi
agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan
untuk melakukan ambulasi dini.
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi :
- Sistem Perkemihan
Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia
inhalasi, IV, spinal.
- Sistem Gastrointestinal.
a) Mual muntah1) 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat
menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah
kepala dan leher serta TIO meningkat
b) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
c) jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
d) Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung
5. Meningkatkan istirahat.
6. Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
7. Memonitor perdarahan
8. Mencegah obstruksi usus.
9. Irigasi atau pemberian obat.
M. Kriteria Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi :
1. Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.
2. Luka insisi normal tanpa infeksi.
3. Tidak timbul komplikasi.
4. Pola eliminasi lancar.
5. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.
6. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.
7. Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :
- Pengobatan lanjutan.
- Jenis obat yang diberikan.
- Diet.
- Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan
sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya
komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien
dengan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran
napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang.Riwayat penyakit dahulu
haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit
sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang
mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan
nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese. Nervus cranialis dapat terganggu bila
cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga
mengkaji nervus
a. BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya,
bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas.
b. BLOOD
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke
jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia
yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
c. BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan
otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas.
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
- Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
- Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, foto fobia.
- Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
- Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
- Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
- Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
d. BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.
e. BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia)
dan terganggunya proses eliminasi alvi.
f. BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi
yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas
atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau
putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu
dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) :
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak.
b. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
c. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak
sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
d. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.
e. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
f. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil.
g. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
h. CSF, Lumbal Punksi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
i. ABGS
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intracranial.
j. Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrkranial.
k. Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan pusat pernafasan
4. Nyeri berhubungan dengan luka insisi
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan luka post op

C. Rencana Keperawatan
1. Dx. 1 : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi gangguan perfusi jaringan
KH :
- Meningkatkan tingkat kesadaran biasa / perbaikan, ognisi dan fungsi
motorik-sensori
- Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tanda-tanda peningkatan
TIK
Intervensi :
- Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu
atau yang menyebabkan koma/penurunana perfusi jaringan otak dan
potensial peningkatan TIK.
- Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan
nilai standar (misalnya skala koma Glascow).
- Evaluasi kemampuan membuka mata, seperti spontan (sadar penuh)
membuka hanya jika diberi rangsangan nyeri, atau tetap tertutup
(koma).
- Kaji respon verbal ; catat apakah pasien sadar, orientasi terhadap
orang, tempat dan waktu baik atau malah bingung; menggunakan
kata-kata/ frase yang tidak sesuai.
- Pantau TD, catat adanya hipertensi sistolik secara menerus dan
tekanan nadi yang semakin berat.
Rasional :
- Menentukan pilihan intervensi. Penurunan tanda dan gejala neurologis
atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal mungkin
menunjukkan bahwa pasien itu perlu dipindahkan ke perawatan
intensif untuk memantau tekanan TIK dan atau pembedahan
- Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan
dan perkembangan kerusakan SSP.
- Menentukan tingkat kesadaran
- Mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menunjukkan tingkat
kesadaran. Jika kerusakan (dari pembedahan/insisi) yang terjadi
sangat kecil pada korteks serebral, pasien mungkin akan bereaksi
dengan baik terhadap rangsangan verbal yang diberikan tetapi
mungkin juga memperlihatkan seperti ngantuk berat atau tidak
kooperatif. Kerusakan yang lebih luas pada korteks serebral mungkin
akan berespon lambat pada perintah atau tetap tertidur ketika tidak ada
perintah, mengalami disorientasi dan stupor. Kerusakan pada batang
otak, pons dan medulla ditandai dengan adanya respon yang tidak
sesuai terhadap rangsang.
- Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh penurunan
tekanan darah diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan tingkat
kesadaran.
2. Dx. 2 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
secret

Tujuan : Menunjukkan bunyi nafas yang jelas


KH :
- Frekuensi nafas dalam rentang normal
- Bebas dipsnea
Intervensi :
- Awasi frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
- Auskultasi paru, perhatikan stridor dan penurunan bunyi nafas
- Lakukan suction
- Perhatikan adanya warna pucat atau merah pada luka
Rasional :
- Perubahan sputum menunjukkan distress pernafasan
- Deteksi adanya obstruksi
- Untuk mengeluarkan secret
- Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida
3. Dx.3 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan pusat pernafasan
Tujuan : Menunjukkan pola nafas efektif
KH : Menunjukkn perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan
GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
Intervensi :
- Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Catat napas sesuai
indikasi
- Catat kompetensi refleks gangguan menelan dan kemampuan pasien
untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai
indikasi
- Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai
indikasi
- Lakukan perhisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15
detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari secret
- Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya
suara-suara tambahan yang tidak normal (seperti adanya suara
tambahan yang tidak normal seperti krekels, ronki).
Rasional :
- Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmunal (umumnya
mengikuti cedera otak postoperasi) atau menandakan lokasi/luasna
keterlibatan otak
- Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya
ventilasi mekanis.
- Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan
adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas
- Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam
keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya
sendiri. Penghisapan pada trakea yang lebih dalam harus dilakukan
dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau
meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang padda
akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi serebral.
- Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis
kongesti atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi
serebral dan menandakan terjadinya infeksi paru (umumnya
merupakan komplikasi dari craniotomy post operasi).
4. Dx. 4 : Nyeri berhubungan dengan luka insisi
Tujuan : Nyeri dapat teratasi
KH :
- Melaporkan rasa nyeri hilang
- Mengungkapkan metode pemberian menghilangkan rasa nyeri
- Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dan aktivitas hiburan
sebagai penghilang rasa nyeri.
Intervensi :
- Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, skala (0-10). Selidiki dan
laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
- Pertahankan posisi istirahat semi fowler
- Dorong ambulasi dini
- Berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional :
- Berguna keefektifan penyembuhan. pada karakteristik menunjukkan
abses.
- Mengurangi abdomen dengan posisi
- Meningkatkan fungsi organ, merangsang kelancaran dan menurunkan
ketidaknyamanan
- Menghilangkan rasa nyeri.
5. Dx. 5 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan luka post op
Tujuan : Tidak mengalami infeksi
KH :
- Mempertahankan nonmotermia, bebas tanda-tanda infeksi
- Mencapai penyembuhan luka (craniotomi) tepat pada waktunya
Intervensi :
- Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik cuci
tangan yang baik
- Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (seperti luka, garis
jahitan), daerah yang terpasang alat invasi (terpasang infus dan
sebagainya), catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi
- Pantau suhu tubuh secara teratur
- Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional :
- Cara pertama untuk menghidari infeksi nosocomial
- Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan
tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi
selanjutnya.
- Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya
memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.
- Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami
trauma (luka, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan
untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi nasokomial).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 3.

EGC : Jakarta.

Kusuma, Amin. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis

dan NANDA NIC NOC. Penerbit : Mediaction.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai