Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

“SYOK KARDIOGENIK”

OLEH :

SITI MARIATI

N202101138

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN Ny. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS

SYOK KARDIOGENIK DI RUANG HCU

RSAD.DR. R ISMOYO

Laporan ini telah disahkan pada

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

……………………… ……………………….

NIP

LAPORAN PENDAHULUAN
“SYOK KARDIOGENIK”

1. Pengertian syok kardiogenik


Syok kardiogenik adalah keadaan menurunnya curah jantung yang menyebabkan
terjadinya hipoksia jaringan sebagai akibat dari tidak adekuatnya volume intravaskular.
Umumnya hal ini disebabkan oleh perfusi jarigan yang buruk (Tjokronegoro, A., dkk,
2003).
2. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik terjadi akibat beberapa jenis kerusakan, gangguan
atau cedera pada jantung yang menghambat kemampuan jantungg untuk berkontraksi
secara efektif dan memompa darah. Pada syok kardiogenik, jantung mengalami
kerusakan berat sehingga tidak bisa secara efektif memperfusi dirinya sendiri atau organ
vital lainnya. Ketika keadaan tersebut terjadi, jantung tidak dapat memompa darah
karena otot jantung yang mengalami iskemia tidak dapat memompa secara efektif. Pada
kondisi iskemia berkelanjutan, denyut jantung tidak berarturan dan curah jantung
menurun secara drastic (Yudha, 2011).
Beberapa faktor penyebab terjadinya syok kardiogenik adalah :
1. Infark Miokardium : jantung yang rusak tidak dapat memompa darah dan curah
jantung tiba-tiba menurun. Tekanan sistolik menurun akibat kegagalan mekanisme
kompensasi. Jantung akan melakukan yang terbaik pada setiap kondisi, sampai
akhirnya pompa jantung tidak dapat memperfusi dirinya sendiri
2. Aritmia Ventrikel yang Mematikan : pasien dengan takikardia terus menerus akan
dengan cepat menjadi tidak stabil. Tekanan darah sistolik dan curah jantung
menurun karena denyut jantung yang terlalu cepat menurunkan waktu pengisian
ventrikel. Takikardia ventrikel dan fibrasi ventrikel dapat terjadi karena iskemia
miokardium setelah infark miokardium akut
3. Gagal Jantung Stadium Akhir : jaringan parut di miokardium akibat serangan
jantung sebelumnyaa, dilatasi ventrikel, dan iskemia miokardium kronis merusak
otot jantung, dan gerak dinding menjadi tidak terkoordinasi (ruang ventrikel tidak
padat memompa secara bersamaan.

3. Manifestasi Klinis
Tanda penting yang muncul pada syok kardiogenik adalah sebagai berikut
(Yudha, 2011) :
1. Takikardia : Jantung berdenyut lebih cepat karena stimulasi simpatis yang berusaha
untuk meningkatkan curah jantung. Namun, hal ini akan menambah beban kerja
jantung dan meningkatkan konsumsi oksigen yang menyebabkan hipoksia
miokardium.
2. Kulit pucat dan dingin : vasokontriksi sekunder akibat stimulasi simpatis membawa
aliran darah yang lebih sedikit (warna dan kehangatan) ke kulit.
3. Berkeringat : stimulasi simpatis mengakibatkan kelenjar keringat
4. Sianosis pada bibir dan bantalan kuku : stagnasi darah di kapiler setelah oksigen
yang tersedia di keluarkan.
5. Peningkatan CVP (tekanan vena sentral) dan PWCP ( tekanan baji kapiler
pulmonal ) : pompa yang mengalami kegagalan tidak mampu memompa darah,
tetapi darah tetap masuk ke jantung, menambah jumlah darah di dalam jantung,
sehingga meningkatkan preload.
4. Patofisiologi
Syok kardiogenik di tandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan. Nekrosis fokal diduga merupakan akibat dari ketidakseimbangan yang
terusmenerus antara kebutuhan suplai oksigen miokardium. Pembuluh coroner yang
terserang juga tidak mampu meningkatkan aliran darah secara memadai sebagai respons
terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh aktivitas respons
kompensatorik seperti perangsang simpatik. Kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya
menjadi sangat terganggu akibat dari proses infark. Pertahanan perfusi jaringan menjadi
tidak memadai, karena ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu
menyediakan curah jantung dengan baik. Maka dimulailah siklus yang terus berulang.
Siklus dimulai saat terjadinya infark yang berkelanjut dengan gangguan fungsi
miokardium (Muttaqin, 2009).
Kerusakan miokardium baik iskemia dan infark pada miokardium mengakibatkan
perubahan metabolism dan terjadi asidosis metabolic pada miokardium yang berlanjut
pada gangguan kontraktilitas miokardium yang berakibat pada penurunan volume
sekuncup yang di keluarkan oleh ventrikel. Penurunan curah jantung dan hipotensi
arteria disebabkan karena adanya gangguan fungsi miokardium yang berat. Akibat
menurunnya perfusi coroner yang lebih lanjut akan mengakibatkan hipoksia miokardium
yang bersiklus ulang pada iskemia dan kerusakan miokardium ulang. Dari siklus ini
dapat di telusuri bahwa siklus syok kardiogenik ini harus di putus sedini mungkin untuk
menyelamatkan miokardium ventrikel kiri dan mencegah perkembangan menuju tahap
irreversible dimana perkembangan kondisi bertahap akan menuju pada aritmia dan
kematian (Muttaqin, 2009).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk mendukung penegakan
diagnosis syok kardiogenik adalah sebagai berikut (Asikin, 2016):
1. EKG : untuk mengetahui adanya infark miokard dan/atau iskemia miokard
2. Rongent Dada : menyingkirkan penyebab syok atau nyeri dada lainnya. Klien
dengan syok kardiogenik sebagian besar menunjukkan adanya gagal ventrikel kiri.
3. Kateterisasi Jantung : Menentukan penyebab dan jenis syok dengan melihat tekanan
kapiler paru dan indeks jantung
4. Enzim Jantung : mengetahui syok kardiogenik disebabkan oleh infark miokard akut.
Enzim jantung dapat berupa kreatinin kinase, troponin, myoglobin dan LDH
5. Hitung Darah Lengkap : melihat adanya anemia, infeksi atau koagulopati akibat
sepsis yang mendasari terjadinya syok kardiogenik
6. Ekokardiografi : menentukan penyebab syok kardiogenik dengan melihat fungsi
sistolik dan diastolik jantung
6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan syok kardiogenik adalah membatasi
kerusakan miocardium lebih lanjut, memulihkan kesehatan miocardium, dan
memperbaiki kemampuan jantung untuk memompa secara efektif.

Penatalaksanaan Medis Penanganan Syok kardiogenik yaitu kegawadaruratan


yang memerlukan terapi resusitasi segera sebelum syok merusak organ secara
irreversible (Asikin et all, 2016) diantaranya:

1. Penanganan awal : resusitasi cairan, oksigenasi dan proteksi jalan nafas, koreksi
hipovolemia dan hipotensi
2. Intervensi farmakologi :
a. Sesuai penyebabnya, misalnya infark miokard atau sindrom coroner akut
diberikan aspirin dan heparin
b. Obat vasokontriksi, misalnya dopamine, epinefrin, dan norepinefrin
mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk mempertahankan perfusi
jaringan dan volume intravaskuler

Penatalaksanaan Keperawatan Pencegahan syok kardiogenik adalah salah satu


tanggung jawab utama perawat di area keperawatan kritis. Tindakan pencegahan
keperawatan diarahkan terhadap :

1. Peningkatan pasokan oksigen miokard.


2. Mempromosikan kenyamanan dan dukungan emosi.
3. Mempertahankan pengawasan.
7. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan

Data dasar pengkajian pasien dengan syok kardiogenik , dengan data fokus
pada :
a. Aktivitas
 Gejala : kelemahan, kelelahan
 Tanda : takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna kulit
kelembaban, kelemahan umum
b. Sirkulasi
 Gejala : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD,
diabetes mellitus.
 Tanda : tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau
lemah, tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung
atau penurun an kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan kulit  ;
dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena – vena pada
punggung tangan dan kaki kolaps
c. Eliminasi
 Gejala : Produksi urine < 30 ml/ jam
 Tanda : oliguri
d. Nyeri atau ketidaknyamanan
 Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak dan sangat hebat, tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin, lokasi tipikal pada dada anterio substernal,
prekordial, dapat menyebar ketangan, rahang,  wajah, tidak tentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang,abdomen,punggung, leher, dengan kualitas
chorusing, menyempit, berat,tertekan , dengan skala biasanya 10 pada skala 1-
10, mungkin dirasakan pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
 Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang, mengeliat,
menarik diri, kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama jantung,
TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan kesadaran.
e. Pernafasan
 Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
dengan atau tanpa produksi sputum,penggunaan bantuan pernafasan oksigen
atau medikasi,riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
 Tanda : takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot aksesori
pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus –
menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah
muda/ berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar
dengan crakles dari basilar dan mengi  peningkatan frekuensi nafas, nafas
sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
c. Resiko jatuh berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik, penurunan
kekuatan ekstremitas
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan

1. Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung :


jantung berhubungan tindakan keperawatan 1. Kaji dan
dengan perubahan selama 1 x 24 jam, dokumentasikan
kontraktilitas diharapkan pasien tekanan darah,
miokardial mampu menujukkan adanya sianosis,
curah jantung yang status pernapasan
memuaskan, dibuktikan dan status mental.
oleh efektivitas pompa 2. Evaluasi adanya
jantung tidak ada nyeri dada
gangguan. (intensitas,
Kriteria hasil : lokasi, durasi)
3. Monitor status
1. Tanda Vital dalam
kardiovaskuler
rentang normal
4. Monitor balance
(Tekanan darah, nadi,
cairan (intake dan
respirasi)
output)
2. Dapat mentoleransi
Aktivitas kolaboratif
aktivitas, tidak ada
:
kelelahan
1. Kolaborasi
3. Warna kulit tidak
pemberian
pucat
medikasi
§

2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Perawatan jantung :


berhubungan dengan tindakan keperawatan
1. Monitor toleransi
ketidakseimbangan selama 1x 24 jam, klien
pasien terhadap
antara suplai dan menunjukkan toleransi
aktivitas
kebutuhan oksigen aktivitas dengan kriteria
2. Instruksikan
hasil :
kepada pasien dan
Toleransi terhadap
aktivitas keluarga mengenai
modifikasi factor
1. Frekuensi
risiko jantung
pernapasan ketika
(misalnya,
beraktivitas tidak
menghentikan
terganggu
kebiasaan
2. Kemudahan
merokok, diet dan
bernapas ketika
olahraga),
beraktivitas tidak
sebagaimana
terganggu 
mestinya
3. Instruksikan pasien
mengenai
perawatan diri
pada saat
mengalami nyeri
dada
4. Instruksikan pasien
dan keluarga untuk
membatasi
mengangkat/mend
or ong barang
(benda berat)
dengan cara yang
tepat
5. Instruksikan pasien
dan keluarga
mengenai
pertimbangan
khusus terkait
dengan aktivitas
sehari-hari
(misalnya,
pembatasan
aktivitas dan
meluangkan waktu
istirahat), jika
memang tepat

3. Resiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan jatuh:


berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Identifikasi
hambatan mobilitas selama 1 x 24 jam, perilaku dan factor
fisik, penurunan diharapkan klien mampu yang
kekuatan ekstremitas mengkoordinasi mempengaruhi
pergerakan yang resiko jatuh
dibuktikan dengan 2. Tanyakan pasien
kriteria hasil: mengenai persepsi
1. Klien mampu keseimbangan
menyeimbangkan dengan tepat
gerakan 3. Dukung pasien
2. Klien mampu untuk
menggerakkan tubuh menggunakan
sesuai keinginan tongkat atau
walker dengan
tepat
Manajemen
Lingkungan:
1. Identifikasi
kebutuhan
keamanan klien
berdasarkan fungsi
fisik
2. Modifikasi
lingkungan untuk
meminimalkan
bahaya
3. Monitor
lingkungan
terhadap terjadinya
perubahan status
keselamatan
4. Implementasi
Implementasi keperawatan Tindakan keperawatan yang diberikan kepada
klien sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat. Dalam
melaksanakan rencana tersebut harus diperlukan kerja sama dengan tim kesehatan
yang lain, keluarga dan klien sendiri. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. Kebutuhan dasar klien
b. Dasar dari tindakan
c. Kemampuan perseorangan, keahlian atau keterampilan dalam perawatan
5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi
kebutuhan klien. Pada klien dengan NSTEMI dapat dinilai hasil perawatan dengan
melihat catatan perkembangan, hasil pemeriksaan klien, melihat langsung keadaan
dan kluhan klien, yang timbul sebagai masalah berat. Evaluasi harus berdasarkan pada
tujuan yang ingin dicapai. Evaluasi dapat dilihat 4 kemungkinan yang menentukan
tindakan-tindakan perawatan selanjutnya antara lain :
a. Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum
b. Apakah masalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau belum
c. Apakah masalah sebagian terpecahkan/tidak dapat dipecahkan
d. Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulang

DAFTAR PUSTAKA
Alexander, R.W. &Griendling, K.K. (2009) Pathogenesis of Hypertension:Vascular
Mechanism. In:Hollenberg, N.K., ed. Atlas of Hypertension. New York:Springer.
Boswick John. A, 1997., 1997., Perawatan Gawat Darurat., EGC., Jakarta
Mubin, H. 2008,PanduanPraktisIlmuPenyakitDalam: Diagnosis danTerapi. Edisi 2.Jakarta.
EGC.
Tambunan Karmell., et. All., 1990., Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat., FKUI,
Jakarta
Tjokronegoro, Arjatmo, dkk. 2002. Updates in Neuroemergencies.BalaiPenerbit FK UI,
Jakarta
Arief Muttaqin. 2016. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan SistemKardivaskular.
Salemba Medika; Jakarta.

Aspiani, Yuli Reny. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular
Aplikasi NIC & NOC. Jakarta : EGC Bustan, M. Nadjib. 2015. Manaj

Anda mungkin juga menyukai