Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA


oleh Rosdiana Lukitasari*, 1406544192
*mahasiswi Profesi Ners FIK UI T.A. 2019/2020, email : rosdianals96@gmail.com

A. PENGERTIAN PNEUMONIA
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan
oleh bakteria, virus atau fungi. Ia juga dikenali sebagai pneumonitis,
bronchopneumonia dan community-acquired pneumonia (Mansjoer, 2000).
Menurut Price (2005) pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
biasanya berasal dari suatu infeksi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).
Jadi pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus atau fungi yang menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.
Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat diklasifikasikan
menjadi empat, yaitu (Price, 2005):
a. Pneumonia lobaris, Seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat terutama
terdapat intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella merupakan organism
penyebab tersering.
b. Pneumonia nekrotisasi, disebabkan oleh jamur dan infeksi tuberkel. Granuloma
dapat mengalami nekrosis kaseosa dan membentuk kavitas.
c. Pneumonia lobular/bronkopneumonia, Adanya penyebaran daerah infeksi yang
bebercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm yang mengelilingi.
Staphylococcus dan Streptococcus adalah penyebab infeksi tersering.
d. Pneumona interstitial, Adanya peradangan interstitial yang disertai penimbunan
infiltrate dalam dinding alveolus, walaupun rongga alveolar bebas dari eksudat
dan tidak ada konsolidasi. disebabkan oleh virus atau mikoplasma.
Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2 ISPA antara
lain :
a. Pneumonia sangat berat, ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat
minum, harus dirawat di rumah sakit.
b. Pneumonia berat, ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan
dapat minum, di rawat rumah sakit dan diberi antibiotic.
c. Pneumonia sedang, ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan
pernafasan cepat, tidak perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral.
d. Bukan pneumonia, hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak
perlu dirawat, tidak perlu antibiotik.
Menurut (Smeltzer and Bare, 2001) etiologi pneumonia, meliputi :
a. Pneumonia bacterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain :
 Staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
 Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
 Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
 Haemophilus influenzae menyebabkan haemophilus influenza
b. Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering : Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia
mikoplasma
Jenis lain :
 Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
 Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
 Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
 Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
 Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
 Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
 Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
c. Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna
kerosin atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi. Karena
aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas
protektif hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-
obatan, alkohol, stroke, henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik
tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan lambung mengalir di sekitar
selang yang menyebabkan aspirasi tersembunyi.

B. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala pneumonia menurut Mansjoer (2000):
a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala,
iritabel, gelisah, malaise, anoreksia, keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipneu, ekspektorasi
sputum, cuping hidung, sesak napas, merintih, dan sianosis. Tanda pneumonia
berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas
bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus
melemah, suara napas melemah, dan ronkhi.
c. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak dada tertinggal di daerah efusi,
perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, friction rub, nyeri dada
karena iritasi pleura, kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa
inflamasi), nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada
pneumonia lobus kanan bawah).
Sedangkan menurut (Price,2006), yaitu:
a. Pneumonia bacterial
Tanda dan gejala awitan pneumonia pneumococus bersifat mendadak, disertai
menggigil, demam, nyeri pleuritik, batuk, dan sputum yang berwarna seperti
karat. Ronki basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan yang
terserang, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot aksesoris pernafasan
b. Pneumonia virus
Tanda dan gejala sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering,
sakit kepala, nyeri otot dan kelemahan, nadi cepat, dan bersambungan
(bounding)
c. Pneumonia aspirasi
Tanda dan gejala adalah produksi sputum berbau busuk, dispneu berat,
hipoksemia, takikardi, demam, tanda infeksi sekunder
d. Pneumonia mikoplasma
Tanda dan gejala adalah nadi meningkat, sakit kepala, demam, faringitis.
C. POHON MASALAH

Etiologi (virus, bakteri, mokoplasma,

A.
Defisiensi Ketidakefektifan
Droplet terhirup Bersihan Jalan

Ketidaktahuan
pengetahuan, informasi
Masuk pada Sesak, ronkhi

Nyeri Akut Reaksi


Obstuksi saluran

Merangsang IL-1 PMN (leukosit & Konsolidasi-


makrofag meningkat) penumpukkan eksudat
Zat endogen di alveoli

Mengaktifasi Gangguan difusi O2


Prostaglandin
cytokine
Kebutuhan
Nutrisi Kurang Dari
Ketidakseimbanga n

BGA abnormal
Berdistribusi ke Ekstravasasi cairanRespon batuk
hipotalamus ke alveoli
Konfusi, iritabilitas,
Penggunaan
Respon batuk
sianosis, dispneu,
otot bantu
Hipertermi
Transportasi O2 abdomen pernafasan cuping
Suhu tubuh
terganggu
meningkat
Ketidakefektifan Pola
Nafas
Mual, muntah

HR meningkat,
kelelahan,

Intoleransi
Aktivitas
B.
Demam, berkeringat
Peningkatan
C.
Cairan tubuh << pemecahan

Risiko Kekurangan Refluk fagal


Patofisiologi :
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan
hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun,
misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan
dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan
paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi
imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak
sel-sel system pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun
dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari
lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-
paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari
jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab
mencapai alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi
cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi
pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga
menghambat aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang
terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia (Engram 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang
khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 2005) :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya
protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi
dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna
merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang
berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang
alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah
juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti
eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa
mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan
bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi
fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah.
Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami
konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula. (Underwood, 2000).

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Radiologi (foto toraks), terindikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan
bronkial), dapat juga menunjukkan multipel abses/infiltrat, empiema
(staphilokokus), penyebaran atau lokasi infiltrat (bakterial), atau
penyebaran/extensive nodul infiltrat (sering kali viral), pda pneumonia
mycoplasma foto toraks mungkin bersih
b. Analisa Gas Darah dan Pulse Oximetry, abnormalitas mungkin timbul
tergantung dari luasnya kerusakan paru-paru.
c. Pewarnaan Gram/Culture Sputum dan Darah; didapatkan dengan needle biopsy,
aspirasi transtrakheal, fiberoptik bronchoscopy, atau biopsi paru-paru terbuka
untuk mengeluarkan organisme penyebab. Lebih dari satu tipe organisme yang
dapat ditemukan, seperti Diplococus pneumoniae, Staphylococus aureus, A.
Hemolytic streptococus, dan Hemophilus Influenzae.
d. Periksa Darah Lengkap : leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai
pemeriksaan darah putih (white blood count – WBC) rendah pada infeksi virus.
e. Tes Serologi; membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme secara
spesifik.
f. LED; meningkat
g. Pemeriksaan Fungsi Paru-paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar); tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara
menurun, hipoksemia.
h. Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.
i. Billirubin mungkin meningkat.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu
waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:

1. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.


2. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
3. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.
4. Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
5. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
6. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
(Roudelph, 2007).

F. KOMPLIKASI
Menurut Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi menyertai
pneumonia adalah:
- abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang,
- efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura,
- empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah,
- gagal nafas,
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial,
- meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak,
- pneumonia interstitial menahun,
- atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena
obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi
- rusaknya jalan nafas
G. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
1. Terdapat sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas)
2. Bunyi napas ronchi
b. Breathing
1. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung
2. Menggunakan otot-otot asesoris pernapasan, pernafasan cuping hidung
3. Kesulitan bernapas ; lapar udara, diaporesis, dan sianosis
4. Pernafasan cepat dan dangkal
c. Circulation
1. Akral dingin
2. Adanya sianosis perifer
d. Dissability
Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran
e. Exposure
2. Pengkajian Sekunder
a. Wawancara
a) Klien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal lahir,
usia. Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan sekarang, riwayat tumbuh kembang serta riwayat sosial klien
b) Anamnese
Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, dan sesak nafas.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung.
Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Gejala lain adalah dull
(redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan
terdengar fine crackles (ronkhi basah halus) didaerah yang terkena. Iritasi
pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu
inspirasi
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan dengan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik napas.
b. Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membeasar,
fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin
mengalami peningkatan (tachichardia)
c. Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
d. Auskultasi: Dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang,
ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.
Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang terdengar
bising gesek pleura.
c. Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar
diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi
tambahan, misalnya efusi pleura. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara
pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis yang klasik
dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar atau segmental
disertai adanya air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat
pneumococcus atau bakteri lain. Pneumonia intersitisial biasanya karena virus
atau Mycoplasma, gambaran berupa corakan bronchovaskular bertambah,
peribronchal cuffing dan overaeriation; bila berat terjadi pachyconsolidation
karena atelektasis. Gambaran pneumonia karena S aureus dan bakteri lain
biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial
yang bertambah, dan tampak infiltrat halus sampai ke perifer.
Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan
pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan
memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang
terlokalisir di satu lobus. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto
thoraks masih dipertanyakan namun para ahli sepakat adanya infiltrat alveolar
menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien perlu diberi antibiotika. Hasil
pemeriksaan leukosit > 15.000/μl dengan dominasi netrofil sering didapatkan
pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non bakteri. Laju endap
darah (LED) dan C reaktif protein juga menunjukkan gambaran tidak khas.
Trombositopeni bisa didapatkan pada 90% penderita pneumonia dengan
empiema (Kittredge, 2000). Pemeriksaan sputum kurang berguna. Biakan
darah jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H.
Influienzae kemungkinan positif 25 –95%. Rapid test untuk deteksi antigen
bakteri mempunyai spesifitas dan sensitifitas rendah.

H. DIAGNOSA PNEUMONIA YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Hipertermi
4. Nyeri akut

I. INTERVENSI
Terlampir
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA

A. Pengkajian
 Data Subjektif
a) Klien mengatakan badan demam
b) Klien mengatakan merasa nyeri di daerah dada yang terasa tertusuk-tusuk, terutama
saat bernafas atau batuk
c) Klien mengatakan tenggorokan terasa sakit, sakit kepala, dan mialgia
d) Klien mengatakan sering mengeluarkan dahak yang kental, berbusa dan berwarna
kehijauan atau bercampur darah.
e) Klien mengatakan lebih merasakan nyaman saat duduk tegak di tempat tidur dengan
condong ke arah depan tanpa mencoba untuk batuk atau nafas dalam.
f) Klien mengatakan sering berkeringat banyak.
g) Klien mengatakan dada terasa sangat sesak dan sulit bernafas.

 Data Objektif
a) Suhu tubuh klien teraba panas, lebih dari 37,5 0C dan klien tampak menggigil.
b) Wajah klien tampak meringis.
c) Takipnea (25-45x/menit), dyspnea
d) Terdengar pernafasan mendengkur, rhonchi saat auskultasi.
e) Tampak penggunaan pernafasan cuping hidung atau otot-otot aksesori pernafasan.
f) Klien tampak lemah dan pucat.
g) Tampak area solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru dalam hasil rontgen dada.
h) Terjadi peningkatan taktil fremitus saat dilakukan palpasi.
i) Suara pekak pada saat perkusi di daerah dada
j) Terdengar bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik
yang terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi
melalui dinding dada).
k) Ditemukannya ketidaknormalan pada hasil AGD.
l) Terdapat perubahan pada frekuensi, ritme, dan kedalaman pernafasan.
m) Kesadaran dapat menurun akibat perluasan infeksi menjadi sepsis
B. Diagnosis Keperawatan
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat pada alveoli
akibat infeksi
 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-capiler
 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologikal
 Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik.
 Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi
oksigen melewati membran kapiler dan atau alveolar
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah.
 Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan kognitif dan
neuromuscular ditandai dengan pasien tidak mampu melakukan ADL
 Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran
 Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran darah ke
otak dan penurunan suplai O2 ke serebral ditandai dengan penurunan kesadaran,
adanya riwayat kejang.
 Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan faktor metabolik tubuh
 PK: Sepsis

C. Intervensi Keperawatan
 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat pada
alveoli akibat infeksi
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam, diharapkan bersihan jalan nafas klien kembali
efektif dengan kriteria hasil:
Respiratory status: airway patency (status pernapasan: kepatenan jalan napas)
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Irama pernapasn normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Tidak ada akumulasi sputum (skala 5 = none)
Intervensi:
Respiratory monitoring
1) Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
Rasional: mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam
menetukan intervensi yang akan diberikan.
2) Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot
supraclavicular dan interkostal
Rasional: menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan
menetukan intervensi yang akan diberikan.
3) Monitor suara napas tambahan
Rasional: suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan
napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.
4) Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul, napas
cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic
Rasional: mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola
napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Airway suctioning
5) Putuskan kapan dibutuhkan oral dan/atau trakea suction
Rasional: waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan jalan nafas
pasien
6) Auskultasi sura nafas sebelum dan sesudah suction
Rasional : Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan jalan nafas untuk
memenuhi O2 pasien
7) Informasikan kepada keluarga mengenai tindakan suction
Rasional : memberikan pemahaman kepada keluarga mengenai indikasi kenapa
dilakukan tindakan suction
8) Gunakan universal precaution, sarung tangan, goggle, masker sesuai kebutuhan
Rasional : untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran infeksi
dan memberikan pasien safety
9) Gunakan alat disposible steril setiap melakukan tindakan suction trakea
Rasional: jalan nafas merupakn area steril sehingga alat digunkan juga steril untuk
mencegah penularan infeksi.
10) Pilihlah selang suction dengan ukuran setengah dari diameter endotrakeal,
trakheostomy, atau saluran nafas pasien
Rasional: penggunaan dimater yang lebih kecil agar tidak menyumbat jalan nafas
dan memberikan ruang agar pasien mampu melakukan respirasi
11) Gunakan aliran rendah untuk menghilangkan sekret (80-100 mmHg pada dewasa)
Rasional : aliran tinggi bisa mencederai jalan nafas
12) Monitor status oksigen pasien (SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (MAP dan
irama jantung) sebelum, saat, dan setelah suction
Rasional : Mengetahui adanya perubahan nilai SaO2 dan satus hemodinamik, jika
terjadi perburukan suction bisa dihentikan.
13) Lakukan suction pada oropharing setelah selesai suction pada trakea
Rasional : melancarkan jalan nafas sehingga SaO2 menjadi optimal

 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam diharapkan pola napas klien efektif dengan
kriteria hasil:
Status pernapasan: ventilasi
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Tidak tampak retraksi dinding dada (skala 5 = no deviation from normal range)
Tanda-tanda vital
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation from
normal range)
Intervensi :
Monitoring respirasi
a) Pantau RR, irama dan kedalaman pernapasan klien.
Rasional : Ketidakefektifan pola napas dapat dilihat dari peningkatan atau
penurunan RR, serta perubahan dalam irama dan kedalaman pernapasan
b) Pantau adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
pada klien
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
menunjukkan terjadi gangguan ekspansi paru
Memfasilitasi ventilasi
a) Berikan posisi semifowler pada klien.
Rasional : Posisi semifowler dapat membantu meningkatkan toleransi tubuh
untuk inspirasi dan ekspirasi.
b) Pantau status pernapasan dan oksigen klien.
Rasional : Kelainan status pernapasan dan perubahan saturasi O2 dapat
menentukan indikasi terapi untuk klien
c) Berikan dan pertahankan masukan oksigen pada klien sesuai indikasi
Rasional : Pemberian oksigen sesuai indikasi diperlukan untuk mempertahankan
masukan O2 saat klien mengalami perubahan status respirasi.

 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-


capiler
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ...jam diharapkan gangguan pertukaran
gas dapat diatasi dengan kriteria hasil:
- Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
- Tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernafas dengan mudah)
- RR= 16-20 x/menit
- AGD klien dalam batas normal (Ph = 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 ; HCO 3 = 22-26 ;
BE = -2 - +2 ; PO2 = 80-100 ; SaO2 = 95-100%)
Intervensi :
Airway Management
a) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.
Rasional :Untuk memperlancar jalan napas klien.
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Rasional : Memaksimalkan posisi untuk meningkatkan ventilasi klien.
c) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
Rasional : Menghilangkan obstruksi jalan napas klien.
d) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
Rasional : Memantau kondisi jalan napas klien.
Respiratory Monitoring
a) Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi.
Rasional : Mengetahui karakteristik napas klien.
b) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan menandakan perburukan kondisi
klien.
c) Lakukan pemeriksaan AGD pada klien.
Rasional : Pemantauan AGD dapat menunjukkan status respirasi dan adanya
kerusakan ventilasi klien.

 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologikal


Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ... jam diharapkan nyeri terkontrol
dengan kriteria hasil :
- Klien melaporkan nyeri terkontrol
- Klien mampu mengenali onset nyeri
- Dapat mengggunakan tekni non analgesik untuk mengurangi nyeri
Intervensi :
Pain Management :
1. Kaji intervensi nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, onset,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
Rasional : Mengetahui karakteristik unutk menentukan intervensi yang sesuai.
2. Observasi ketidaknyamanan secara non verbal
Rasional : Mengetahui nyeri yang tidak dikeluhkan dan menentukan intervensi yang
sesuai.
3. Diskusikan dengan klien faktor-faktor yang dapat mengurangi nyeri klien.
Rasional : Membantu dalam mengurangi nyeri klien.
4. Kolaboratif pemberian analgetik
Rasional : Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan klien
Progressive Muscle Relaxation :
5. Setting tempat yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung terapi yang akan dilakukan
6. Bantu klien mencari posisi yang nyaman
Rasional : Meningkatkan efek relaksasi
7. Ajarkan gerakan relaksasi otot progresif
Rasional : Menyebabkan relaksasi pada otot-otot dan mengurangi nyeri yang
dirasakan
8. Evaluasi respon relaksasi klien setelah diberikan terapi
Rasional : Mengetahui efektifitas terapi yang diberikan dalam mengurangi nyeri.

 Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik.


Tujuan :
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam, klien diharapkan panas badan klien berkurang
dengan kriteria hasil:
- Suhu badan pasien normal
- Pasien tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
Intervensi :
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/ diaphoresis
Rasional : Suhu 38,90 – 41,10 menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola
demam dapat membantu dalam diagnosis, misalnya kurva demam lanjut berakhir
lebih dari 24 jam menunjukkan pneumonia pneumotokal, demam scarlet atau tifoid;
demam remiten menunjukkan infeksi paru; kurva intermiten atau demam yang
kembali normal sekali dalam periode 24 jam menunjukkan episode septic,
endokarditis septic, atau TB. Menggigil sering mendahului puncak suhu.
2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alcohol
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam.
4) Kolaborasi pemberian antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol).
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotelamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi
pertumbuhan organism dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.

 Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi


oksigen melewati membran kapiler dan atau alveolar
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ... jam diharapkan perfusi jaringan
perifer klien adekuat dengan kriteria hasil :
Tissue Perfusion : Peripheral
 Suhu pada ekstremitas (5= no deviation from normal range)
 Kekuatan nadi kaki (5= no deviation from normal range)
 CRT (5= no deviation from normal range, <2 detik)
 Tekanan darah sitolik (5= no deviation from normal range)
 Tekanan darah diastolik (5= no deviation from normal range)
Tissue Integrity : Skin
 Sensasi (not compromised : 5)
 Elastisitas (not compromised : 5)
Intervensi :
Ciculation Precaution
1) Melakukan pemeriksaan sirkulasi periferal secara komprehensif, seperti: mengecek
nadi perifer, edema, CRT, warna, dan temperatur pada ekstremitas
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan status pefusi di jaringan perifer
2) Auskultasi frekuensi dan irama jantung. Catat terjadinya bunyi jantung ekstra.
Rasional : Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya
peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan. Gangguan irama berhubungan
dengan hipoksemia, ketidakseimbangan elektrolit, dan / peningkatan regangan
jantung kanan. Bunyi jantung ekstra, misalnya S3 dan S4 terlihat sebagai
peningkatan kerja jantung / terjadinya dekompensasi.
3) Observasi perubahan status mental
Rasional : Gelisah, bingung, disorientasi, dan/ atau perubahan sensori/ motor dapat
menunjukkan gangguan aliran darah, hipoksia, atau cedera vaskuler cerebral (CSV)
sebagai akibat emboli sistemik.
4) Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa
Rasional : Kulit pucat atau sianosis, kuku, membrane bibir atau lidah; atau dingin,
burik menunjukkan fase kontriksi perifer (shock) dan / atau gangguan darah
sistemik.
5) Tinggikan kaki/ telapak bila di tempat tidur/ kursi. Dorong pasien untuk latian kaki
dengan fleksi/ ekstesi kaki pada pergelangan kaki. Hindari penyilangkan kaki dan
duduk atau berdiri terlalu lama. Pakai/ tunjukkan bagaimana menggunakan atau
melepas stocking bila digunakan.
Rasional : Tindakan ini dilakukan untuk menurunkan stasis vena dikaki dan
pengumpulan darah pada vena pelvis untuk menurunkan resiko pembentukan
thrombus.
Periphereal Sensation Management
1. Monitor penggunaan thrombophlebitis dan penggunaan thrombosis
Rasional: pengguaan tanpa pemantauan menyebabkan terjadinya penurunan cairan
berlebih.
2. Diskusikan dengan klien mengenai sensasi dan perubahan sensasi
Rasional: memantau kondisi atau keluhan yang dialami klien.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta

Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. 2009. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol.
1. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.
Jakarta : EGC.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Gallo & Hudak. 2010. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arief dkk. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium.
Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Nanda. 2011. Diagnostik keperawatan. Jakarta: EGC

Pricee, Sylvia dan Wilson Lorraine. 2006. Infeksi Pada Parenkim Paru: Patofisiologi
Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit volume 2 edisi 6. Jakarta: EGC
ALGORITMA TRIAGE KLIEN KEGAWATDARURATAN DENGAN COMMUNITY
ACQUIRED PNEUMONIA
oleh Rosdiana Lukitasari*, 1406544192
*mahasiswi Profesi Ners FIK UI T.A. 2019/2020, email : rosdianals96@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai