Anda di halaman 1dari 19

1

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN subarachnoid
hemorrhage (SAH)
(Disusun untuk memenuhi tugas)
2
1.1 KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Perdarahan subarakhnoid (PSA) atau subarachnoid hemorrhage (SAH) adalah salah
satu kedaruratan neurologis yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang
subarakhnoid. Perdarahan subarakhnoid merupakan salah satu jenis patologi stroke yang
sering dijumpai pada usia dekade kelima atau keenam, dengan puncak insidens pada usia
sekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun untuk perempuan; lebih sering dijumpai pada
perempuan dengan rasio 3 : 2 (Steyopranoto, 2012).
Pendarahan subarakhnoid merupakan perdarahan arteri di ruang antara dua meningen
yaitu piameter dan arakhnoidea. Sekitar 85% PSA berasal dari pecahnya aneurisma sakuler
yang terjadi di dalam pembuluh darah pada bagian dasar otak yang utamanya berada
didaerah “Circle of Willis” (Ganesen, 2016).

B. Etiologi
Penyebab paling sering perdarahan subaraknoid nontraumatik adalah aneurisma
serebral, yaitu sekitar 70% hingga 80%, dan malformasi arteriovenosa (sekitar 5-10%)
(Steyopranoto, 2012).
1. Aneurisma
Aneurisma merupakan area lemah di dinding arteri serebral yang menonjol seperti
balon. Tonjolan dapat meregang dan menyebabkan dinding pembuluh darah serebral
menjadi semakin menipis sehingga terjadi ruptur. Adanya cedera, infeksi atau
kecenderungan yang diwariskan dapat memulai aneurisma yang berkembang secara
diam-diam dari waktu ke waktu. Ada dua tipe dari aneurisma, yaitu aneurisma sakular
(berry) dan aneurisma fusiformis.
3
a. Aneurisma Sakular

Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri
serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada
tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior 30%), dan
basilar tip (10%). Aneurisma dapat menimbulkan defisit neurologis dengan
menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada
arteri komunikans posterior dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan
paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami diplopia).
b. Aneurisma Fusiformis

Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut


aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada segmen
intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri
basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau
hipertensi. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan
batang otak. Aliran yang lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat
mempercepat pembentukan bekuan intraaneurismal terutama pada sisi-sisinya.
Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pebedahan saraf, karena
merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan
struktur patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi
pada suplai darah serebral.
2. Malformasi arterivenosa (MAV)
Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomali vaskuler yang terdiri dari
jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih
4
fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui kapiler
yang menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan
darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan merenggang dan melebar
karena langsung menerima aliran darah tambahan yang berasal dari arteri. Pembuluh
darah yang lemah nantinya akan mengalami ruptur dan berdarah sama halnya seperti
yang terjadi paada aneurisma. MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan
didapat. MAV yang didapat terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.

C. Faktor Risiko
Faktor resiko stroke adalah kondisi atau penyakit atau kelainan yang terdapat pada
seseorang yang memiliki potensi untuk memudahkan orang mengalami serangan stroke
pada suatu saat. Fartor resiko PSA secara umum dibagi menjadi dua jenis, yaitu faktor
resiko yang tidak dapat dikendalikan atau dimodifikasi dan faktor resiko yang dapat
dikendalikan (Setyopranoto, 2012). Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan adalah
riwayat keluarga pendarahan subrarakhnoid atau aneurisma, riwayat pernah menderita
perdarahan subarakhnoid, penderita atau riwayat keluarga menderita polikistik renal atau
penyakit jaringan ikat (sindrom Ehlers Danlos, sindrom Marfan dan Pseudoxanthoma
Elasticum). Sedangkan faktor resiko yang dapat dikendalikan adalah hipertensi, konsumsi
alkohol, perokok (masih atau riwayat), body mass index rendah, bekerja keras terlalu
ekstrim pada 2 jam sebelum onset, konsumsi kokain dan narkoba jenis lainnya (Ganesen,
2016).
5
D. Patofisiologi
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral utama.
Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15% dalam sirkulasi
posterior. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri communicans
anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri bifucartio cerebri. Dalam
sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah di bagian atas bifurkasi arteri
basilar ke arterie otak posterior.

Perdarahan subarakhnoid diklasifikasikan menjadi dua kategori (Ganesen, 2016) :


1. Pendarahan Subarakhnoid Traumatik
Perdarahan subarakhnoid traumatik terjadi hasil dari cedera kepala. Namun,
perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dianggap sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid dianggap stroke hanya jika terjadi
secara spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari faktor-faktor eksternal, seperti
kecelakaan atau jatuh.
2. Pendarahan Spontan Non Traumatik
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di
sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah
dari dinding arteri itu. Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma
dapat muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu
setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subarakhnoid adalah hasil dari aneurisma kongenita.
Sedangkan spontan subarakhnoid hemoragik disebabkan oleh karena ruptur aneurisma
atau abnormalitas pembuluh darah pada otak. Mekanisme lain yang kurang umum
adalah perdarahan subarakhnoid dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan
vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat
6
muncul pada saat kelahiran,tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala
berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang
terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasuk otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang, arteri kemudian dapat melemah dan pecah.

E. Manifestasi Klinis
Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi :
1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak
2. Hilangnya kesadaran
3. Fotofobia dan meningismus
4. Mual dan muntah.
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan mendadak tadi,
sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak memperoleh perhatian
sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang merawatnya. Tanda-tanda peringatan tadi
dapat muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya
perdarahan yang hebat.
Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan kemudian hilang
dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk dan fotofobia (40-
50%), dan beberapa penderita mengalami serangan seperti “disambar petir”. Sementara itu,
aneurisma yang membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan tanda dan gejala sebagai
berikut : defek medan penglihatan, gangguan gerak bola mata, nyeri wajah, nyeri orbital,
atau nyeri kepala yang terlokalisasi.
Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan defek medan
penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal. Aneurisma pada arteri
karotis internus dapat menimbulkan paresis okulomotorius, defek medan penglihatan,
penurunan visus, dan nyeri wajah disuatu tempat. Aneurisma pada arteri karotis internus
didalam sinus kavernosus, bila tidak menimbulkan fistula karotiko-kavernosus, dapat
menimbulkan sindrom sinus kavernosus.
Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia, kelemahan lengan
fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio basiaris dapat menimbulkan paresis
okulomotorius.
Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan lokasi perdarahan.
Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja atau kombinasi dengan hematom
subdural, intraserebral, atau intraventrikular. Dengan demikian tanda klinis dapat
bervariasi mulai dari meningismus ringan, nyeri kepala, sampai defiist neurologis berat dan
koma. Sementara itu, reflek Babinski positif bilateral.
7
Gangguan tingkat kesadaran yang bervariasi dari letargi sampai koma, biasa terjadi
pada PSA. Gangguan memori biasanya terjadi pada beberapa hari kemudian. Disfasia tidak
muncul pada PSA tanpa komplikasi, bila ada disfasia maka perlu dicurigai adanya
hematom intraserebral. Yang cukup terkenal adalah munculnya demensia dan labilitas
emosional, khususnya bila lobus frontalis bilateral terkena sebagai akibat dari pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior.
Disfungsi nervi kranial dapat terjadi sebagai akibat dari : a) kompresi langsung oleh
aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah yang keluar dari pembuluh darah, atau c)
meningkatnya TIK. Nervus optikus seringkali terkena akibat PSA. Pada penderita dengan
nyeri kepala mendadak dan terlihat adanya perdarahan subarachnoid maka hal itu bersifat
patognomik untuk PSA.
Gangguan fungsi motorik dapat berkaitan dengan PSA yang cukup luas atau besar,
atau berhubungan dengan infark otak sebagai akibat dari munculnya vasospasme.
Perdarahan dapat meluas kearah parenkim otak. Sementara itu, hematom dapat menekan
secara ekstra-aksial.
Iskemik otak yang terjadi kemudian erupakan ancaman serta pada penderita PSA.
Sekitar 5 hari pasca-awitan, sebagian atau seluruh cabang-cabang besar sirkulus Willis
yang terpapar darah akan mengalami vasospasme yang berlangsung antara 1-2 minggu
atau lebih lama lagi.
(Perdossi, 2011).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Pemeriksaan CT scan tanpa kontras adalah pilihan utama karena sensitivitasnya
tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya
mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah serangan tetapi akan
turun pada 1 minggu setelah serangan.
2. Lumbal Pungsi
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostic selanjutnya
adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung
diagnosis perdarahan subarachnoid adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat
pembukaan, dan atau xantokromia. Jumlah eritrosir meningkat, bahkan perdarahan
kecil kurang dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia
adalah warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit,
terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal.
8
3. Angiografi
Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk deteksi
aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena non-invasif
serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap seluruh
pembuluh darah harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma
multiple. Foto radiologic yang negative harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama.
Jika evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk
melihat kemungkinan adanya malformasi vascular di otak maupun batang otak.
(Setyopranoto, 2012).

G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pertama pada PSA adalah identifikasi sumber pendarahan
dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan atau tindakan intravaskuler
lain. Kedua adalah manajemen komplikasi (Setyopranoto, 2012).
Langkah pertama, konsultasi dengan dokter spesialis bedah saraf merupakan hal yang
sangat penting untuk tindakan lebih lanjut pada aneurisma intrakranial. Pasien perdarahan
subaraknoid harus dirawat di Intensive Care Unit (ICU) untuk pemantauan kondisi
hemodinamiknya dan untuk meminimalkan rangsangan yang dapat menyebabkan
peningkatan TIK, minta pasien ditempatkan di ruang pribadi yang gelap, tenang, dan diberi
obat penenang ringan jika gelisah. Kepala tempat tidur harus dijaga tinggi pada 30 untuk
memastikan drainase vena yang optimal. Idealnya, pasien tersebut dikelola di Neurology
Critical Care Unit yang secara signifikan akan memperbaiki luaran klinis (Becske T.,
2017).
Jalan napas harus dijamin aman dan pemantauan invasif terhadap central venous
pressure dan/atau pulmonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri,
harus terus dilakukan. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial, manipulasi
pasien harus dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan; dapat diberikan analgesik dan
pasien harus istirahat total (Setyopranoto, 2012).
PSA yang disertai dengan peningkatan tekanan intracranial harus diintubasi dan
hiperventilasi. Pemberian ventilasi harus diatur untuk mencapai PCO2 sekitar 30-35
mmHg. Beberapa obat yang dapat diberikan untuk menurunkan tekanan intracranial
seperti:
1. Osmotic agents (mannitol) dapat menurunkan tekanan intracranial secara signifikan
(50% dalam 30 menit pemberian).
2. Loop diuretics (furosemide) dapat juga menurnukan tekanan intracranial.
9
3. Intravenous steroid (dexamethasone) untuk menurunkan tekanan intracranial masih
kontroversial tapi direkomendasikan oleh beberapa penulis lain (Becske T., 2017).
Setelah itu tujuan selanjutnya adalah pencegahan perdarahan ulang, pencegahan dan
pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis dan neurologis lainnya.
Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan jika perlu diberi obat-obat
antihipertensi intravena, seperti labetalol dan nikardipin. Akan tetapi, rekomendasi saat ini
menganjurkan penggunaan obat-obat anti hipertensi pada PSA jikalau MAP diatas 130
mmHg. Analgesic seringkali diperlukan, obat-obat narkotika dapat diberikan berdasarkan
indikasi. Dua faktor penting yang dihubungkan dengan luaran buruk adalah hiperglikemia
dan hipertermia, karena itu keduanya harus segera dikoreksi. Calcium channel blocker
dapat mengurangi risiko komplikasi iskemik, direkomendasikan nimodipin oral
(Setyopranoto, 2012).
Hasil penelitian terakhir yang dilakukan mengemukakan bahwa penambahan obat
cilostazol oral pada microsurgical clipping dapat mencegah kejadian vasospasme serebral
dengan menurunkan resiko-resiko yang memperparah kejadian vasospasme serebral
(Becske T., 2017).

H. Komplikasi
Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering pada perdarahan
subarachnoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa status mental, deficit neurologis
fokal. Vasospasme akan menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan dua pola utama,
yaitu infark kortikal tunggal dan lesi multiple luas.
Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk mengurangi risiko perdarahan
ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah harus dikelola hati-hati
dengan diberikan obat fenilefrin, norepinefrin, dan dopamine (hipotensi), labetalol,
esmolol, dan nikardipi (hipertensi). Tekanan darah sistolik harus dipertahankan >100
mmHg untuk semua pasien selama ±21 hari. Sebelum ada perbaikan, tekanan darah sistolik
harus dipertahankan dibawah 160 mmHg dan selama ada gejala vasospasme, tekanan darah
sistolik akan meningkat sampai 200 hingga 220 mmHg.
Selain vasopasme dan perdarahan ulang, komplikasi lain yang dapat terjadi adalah
hidrosefalus, hiponatremia, hiperglikemia dan epilepsi.
(Setyopranoto, 2012).
10

I. Pathway
Aneurisma, MAV, Faktor Genetik, Hipertensi, Alkohol, Merokok, Narkoba

Perdarahan serebral

Defisit neurologis kortek parietalis


Darah merembes ke dalam parenkim ota Defisit neurologi pada korteks
Gangguan sensorik kontralateral
serebri Penekanan pada jaringan otak Defisit neurologi korteks frontalis

Peningkatan TIK Gangguan area bicara motorik broca

Afasia global

Hambatan komunikasi verbal


Defisit perawatan diri
Pasien bedrest, tirah baring lama Kelemahan pada nervus cranialis

Risiko gangguan integritas kulit

Menurunnya reflek batuk dan menelan


Melemahnya reflek mengunyah dan menelan

Akumulasi sekret Risiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Ketidakefektifan bersihan jalan naf


11

1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat, pendidikan,
diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil.
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat – obat antib koagulan,
aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat
yang sering digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji
lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a) Bernafas
Pasien dapat mengalami sesak, pola nafas tidak efektif.
b) Nutrisi
Mengalami kelemahan otot pengunyah sehingga pasien tidak dapat mengunyah
makanan keras bahkan dipasang NGT.
12

c) Eliminasi
Terjadi kelemahan otot panggul dan springter pada anus sehingga dapat
menyebabkan pasien mengalami konstipasi.
d) Aktivitas
Terjadi gangguan mobilitas akibat hemiparesis pada satu sisi anggota gerak.
Disarankan bed rest total.
e) Istirahat
Pasien istirahat dengan normal.
f) Pengaturan Suhu
Suhu tubuh pasien biasanya dalam batas normal.
g) Kebersihan/Hygiene
Pasien tidak dapat melakukan personal hygiene secara mandiri akibat kelemahan
yang dialami.
h) Rasa aman
Pasien dan keluarga biasanya merasa khawatir terhadap perubahan yang terjadi
seperti keemahan anggota gerak, gangguan berbicara dll.
i) Rasa Nyaman
Kadang pasien akan mengalami nyeri hebat pada bagian kepala yang
mengakibatkan pasien tidak nyaman serta merasa kepala berputar.
j) Sosial
Terjadi gangguan pada pasien saat berkomunikasi pada orang disekitarnya.
k) Pengetahuan/Belajar
Kebanyakan pasien tidak mengetahui penyakit yang dialaminya serta apa pemicu
munculnya stroke tersebut.
l) Rekreasi
Pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur atau pun keluar rumah karena
disarankan bed rest total.
m) Spiritual
Pasien mungkin tidak dapat melakukan aktivitas spiritual seperti biasa karena
hambatan mobilitas fisik atau pun penurunan kesadaran.
7. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami gangguan
yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital : TD
meningkat, nadi bervariasi.
13

b) Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, perubahan warna
kulit; muka tampak pucat.
c) Kepala
Normo cephalic, simetris, biasanya terdapat nyeri kepala/sakit kepala.
d) Muka
Asimetris, otot muka dan rahang kekuatan lemah.
e) Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor, sclera
ikterus (-/-), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat dievalusai,mata
tampak cowong.
f) Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal.
g) Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung
tidak ada.
h) Mulut dan faring
Biasanya terpasang NGT.
i) Leher
Simetris, kaku kuduk, tidak ada benjolan limphe nodul.
j) Thoraks
Gerakan dada simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi
resonan, rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus tidak
teridentifikasi.
k) Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal
kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1 dan S2 tunggal;
dalam batas normal, gallop(-), mumur (-). capillary refill 2 detik .
l) Abdomen
Terjadi distensi abdomen, Bising usus menurun.
m) Genitalia-Anus
Pembengkakan pembuluh limfe tidak ada., tidak ada hemoroid, terpasang kateter.
n) Ekstremitas
Akral hangat, kaji edema , kaji kekuatan otot , gerak yang tidak disadari , atropi
atau tidak, capillary refill, perifer tampak pucat atau tidak.
14

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya refleks
batuk dan menelan, imobilisasi
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kerusakan neuromuskuler,
kelemahan, hemiparese
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau
oral
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, gangguan neuromuscular,
kekuatan otot menurun, penurunan koordinasi otot, depresi, nyeri, kerusakan persepsi
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.

C. Rencana
Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Ketidakefektifan pola Pasien mampu a. Buka jalan nafas, guanakan
nafas berhubungan mempertahankan pola teknik chin lift atau jaw
dengan penurunan napas yang efektif. thrust bila perlu
kesadaran Kriteria hasil : b. Posisikan pasien untuk
a. Mendemonstrasikan memaksimalkan ventilasi
batuk efektif dan suara c. dentifikasi pasien perlunya
nafas yang bersih, tidak pemasangan alat jalan nafas
ada sianosis dan buatan
dyspneu (mampu d. Pasang mayo bila perlu
mengeluarkan sputum, e. Lakukan fisioterapi dada jika
mampu bernafas perlu
dengan mudah, tidak f. Keluarkan sekret dengan
ada pursed lips) batuk atau suction
b. Menunjukkan jalan g. Auskultasi suara nafas, catat
nafas yang paten adanya suara tambahan
(klien tidak merasa h. Lakukan suction pada mayo
tercekik, irama nafas, i. Berikan bronkodilator bila
frekuensi pernafasan perlu
dalam rentang normal, j. Berikan pelembab udara
tidak ada suara nafas Kassa basah NaCl Lembab
abnormal) k. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
l. Monitor respirasi dan status
O2
m. Bersihkan mulut, hidung dan
15

secret trakea
n. Pertahankan jalan nafas yang
paten
o. Atur peralatan oksigenasi
p. Monitor aliran oksigen
q. Pertahankan posisi pasien
r. Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
s. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Ketidakefektifan Perfusi serebral membaik a. Pertahankan posisi tirah


perfusi jaringan Kriteria hasil : baring pada posisi anatomis
serebral berhubungan a. Tingkat atau posisi kepala tempat
dengan adanya kesadaran tidur 15-30 derajat
perdarahan, edema membaik (GCS b. Hindari valsava maneuver
atau oklusi pembuluh meningkat) seperti batuk, mengejan dsb
darah serebral b. fungsi kognitif, c. Pertahankan ligkungan yang
memori dan motorik nyaman
membaik d. Hindari fleksi leher untuk
c. TIK normal mengurangi resiko jugular
d. Tanda-tanda vital stabil e. Pantau adanya tanda-tanda
e. Tidak ada tanda penurunan perfusi serebral
perburukan neurologis :GCS, memori, bahasa respon
pupil dll
f. Observasi tanda-tanda vital
(tiap jam sesuai kondisi
pasien)
g. Pantau intake-output cairan,
balance tiap 24 jam
h. Kolaborasi:
 Beri oksigen sesuai
indikasi
 Laboratorium: AGD,
gula darah dll
 Penberian terapi sesuai
pesanan
 CT scan kepala untuk
diagnosa dan monitoring

Ketidakefektifan Pasien mampu a. Berikan posisi semi fowler


bersihan jalan nafas mempertahankan jalan sesuai dengan kebutuhan
yang berhubungan nafas yang paten. (tidak bertentangan dgn
dengan menurunnya Kriteria hasil : masalah keperawatan lain)
refleks batuk dan a. Bunyi nafas vesikuler b. Lakukan penghisapan lendIr
menelan, imobilisasi b. RR normal dan pasang OPA jika
c. Tidak ada tanda- kesadaran menurun
tanda sianosis dan c. Auskultasi bunyi nafas
pucat d. Ukur tanda-tanda vital
d. Tidak ada sputum e. Bila sudah memungkinkan
lakukan fisioterapi dada dan
latihan nafas dalam
f. Kolaborasi:
16

 Pemberian oksigen
 Laboratorium :
Analisa gas darah,
lengkap dll
 Pemberian obat
sesuai kebutuhan.

Resiko gangguan Pasien tidak mengalami a. Kaji adanya alergi makanan


nutrisi kurang dari gangguan nutrisi kurang b. Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh dari kebutuhan tubuh. untuk menentukan jumlah
berhubungan dengan Kriteria hasil : kalori dan nutrisi yang
ketidakmampuan a. Adanya peningkatan dibutuhkan pasien
menelan. berat badan sesuai c. Anjurkan pasien untuk
dengan tujuan meningkatkan intake Fe
b. Berat badan ideal d. Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan tinggi meningkatkan protein dan
badan vitamin C
c. Mampu mengidentifikasi e. Monitor jumlah nutrisi dan
kebutuhan nutrisi kandungan kalori
d. Tidak ada tanda- f. Berikan informasi tentang
tanda malnutrisi kebutuhan nutrisi
e. Menunjukkkan g. Kaji kemempuan pasien
peningkatan fungsi untuk mendapatkan nutrisi
pengecapan dari yang dibutuhkan
menelan h. BB pasien dalam batas
f. Tidak terjadi penurunan normal
berat badan yang i. Monitor adanya penurunan
berarti berat badan
j. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang bisa dilakukan
k. Monitor lingkungan selama
makan
l. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
m. Monitor mual muntah
n. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
o. Monitor kalori dan intake
nutrisi.

Hambatan mobilitas Pasien mendemonstrasikan a. Pantau tingkat kemampuan


fisik berhubungan mobilisasi aktif. mobilisasi klien
dengan adanya Kriteria hasil : b. Pantau kekuatan otot
kerusakan a. Tidak ada kontraktur c. Rubah posisi tiap 2 jam
neuromuskuler, atau foot drop d. Pasang trochanter roll pada
kelemahan, b. Kontraksi otot membaik daerah yang lemah
hemiparese c. Mobilisasi bertahap e. Lakukan ROM pasif atau
aktif sesuai kemampuan dan
jika TTV stabil
f. Libatkan keluarga dalam
memobilisasi klien
g. Kolaborasi: fisioterapi.
17

Hambatan Komunikasi dapat berjalan a. Evaluasi sifat dan beratnya


komunikasi verbal dengan baik afasia pasien, jika berat
berhubungan dengan Kriteria hasil : hindari memberi isyarat non
kehilangan kontrol a. Klien dapat verbal
otot facial atau oral mengekspresikan b. Lakukan komunikasi dengan
perasaan wajar, bahasa jelas, sederhana
b. Memahami maksud dan bila perlu diulang
dan pembicaraan orang c. Dengarkan dengan tekun jika
lain pasien mulai berbicara
c. Pembicaraan d. Berdiri di dalam lapang
pasien dapat pandang pasien pada saat
dipahami bicara
e. Latih otot bicara secara
optimal
f. Libatkan keluarga dalam
melatih komunikasi verbal
pada pasien
g. Kolaborasi dengan ahli terapi
wicara.

Defisit perawatan diri Kemampuan merawat diri a. Pantau tingkat kemampuan


berhubungan dengan meningkat klien dalam merawat diri
kelemahan, gangguan Kriteria hasil : b. Berikan bantuan terhadap
neuromuscular, a. Mendemonstrasikan kebutuhan yang benar-benar
kekuatan otot perubahan pola hidup diperlukan saja
menurun, penurunan untuk memenuhi c. Buat lingkungan yang
koordinasi otot, kebutuhan hidup memungkinkan klien untuk
depresi, nyeri, sehari- hari melakukan ADL mandiri
kerusakan persepsi b. Melakukan perawatan d. Libatkan keluarga dalam
diri sesuai kemampuan membantu klien
c. Mengidentifikasi dan e. Motivasi klien untuk
memanfaatkan melakukan ADL sesuai
sumber bantuan kemampuan
f. Sediakan alat Bantu diri bila
mungkin
g. Kolaborasi: pasang DC jika
perlu, konsultasi dengan ahli
okupasi atau fisioterapi.

Resiko gangguan Pasien tidak menunjukkan a. Anjurkan pasien untuk


integritas kulit gangguan integritas kulit. menggunakan pakaian yang
berhubungan dengan Kriteri hasil : longgar
tirah baring lama. a. Integritas kulit yang b. Hindari kerutan padaa tempat
baik bisa dipertahankan tidur
b. Melaporkan adanya c. Jaga kebersihan kulit agar
gangguan sensasi atau tetap bersih dan kering
nyeri pada daerah d. Mobilisasi pasien (ubah
kulit yang mengalami posisi pasien) setiap dua jam
gangguan sekali
c. Menunjukkan e. Monitor kulit akan adanya
pemahaman dalam kemerahan
proses perbaikan kulit f. Oleskan lotion atau
dan mencegah minyak/baby oil pada derah
terjadinya
18

sedera berulang yang tertekan


d. Mampu melindungi kulit g. Monitor aktivitas dan
dan mempertahankan mobilisasi pasien
kelembaban kulit dan h. Monitor status nutrisi pasien
perawatan alami i. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
j. Inspeksi kulit terutama pada
tulang-tulang yang menonjol
dan titik-titik tekanan ketika
merubah posisi pasien.
k. Jaga kebersihan alat tenun.
19
DAFTAR PUSTAKA

Baehr M, & Frotcsher M. 2012. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi, Tanda,
Gejala. 4th ed. Jakarta : EGC.

Becske T. 2017. Subarachnoid Hemorrhage Treatment & Management. Medscape Reference


Drugs, Disease & Procedures. Diakses pada tanggal 08 April 2018 dari https://e
medicine.medscape.com/article/1164341-treatment.

Ganesen, S.S. 2016. Skripsi: Studi Penggunaan Nimodipin Pada Pasien Stroke Pendarahan
Subarakhnoid Non Traumatik Berdasarkan Gambaran Angiografi Serebral. Surabaya :
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Diakses pada tanggal 08 April 2018 dari
http://repository.unair.ac.id/54716/13/FF.FK.%2017-16%20Gan%20s-min.pdf.
Nurarif, A.H, & Kusuma, H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : MediAction.

Perdossi. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta : UGM.

Setyopranoto, Ismail. 2012. Penatalaksanaan Subarakhnoid. CDK-199 vol. 39 no.11. Diakses pada
tanggal 07 April 2018 dari http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_199 Penatalaksanaan%20
perdarahan%20subaraknoid.pdf.

Anda mungkin juga menyukai