A. Definisi
Penyakit serebrovaskuler (stroke) adalah cedera pada otak akibat dari perubahan
aliran darah yang dapat dikelompokkan berdasarkan etiologinya menjadi iskemik dan
hemoragik. Stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh darah pada sistem saraf
pusat (Kumar, Abbas, & Aster [Eds], 2015). Pada stroke ini, integritas pembuluh darah
terganggu dan terjadi pendarahan ke dalam jaringan otak atau ke dalam ruang yang
mengelilingi otak (biasanya intraserebral atau subarachnoid).
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Otak
Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 3
pon (Price & Wilson, 2005). Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak
besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon (Black,
2005). Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan
area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobus
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi
sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik
untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna
(Price & Wilson, 2005). Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi
oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya
dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan
kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh (Price & Wilson, 2005).
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air
liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan
penglihatan (Price & Wilson, 2005). Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus,
subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat
dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus
yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi
tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf
otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Price & Wilson, 2005)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima sekitar 20% curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen
tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya (Price & Wilson, 2005). Otak
diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis.
Dari dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk
sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. Sirkulasi Willisi adalah area dimana
percabangan arteri basilar dan karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua
arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua
arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi
dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagian anterior ke posterior otak. Ini
merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh darah
arteri mengalami penyumbatan. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem:
kelompok vena interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus,
dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang
mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan
seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung.
C. Etiologi dan Faktor Risiko
Stroke dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor risiko stroke sendiri
terbagi menjadi dua yaitu yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.
Contoh faktor risiko yang dapat dimodifikasi diantaranya: merokok, penyalahgunaan zat
(terutama kokain), obesitas, gaya hidup monoton, penggunaan kontrasepsi oral, alkoholik,
dan penggunaan phenylpropanolamine (PPA) yang ditemukan pada obat-obatan
antihistamin. Sementara itu, faktor risiko stroke yang tidak dapat diubah atara lain:
Umur: Risiko stroke meningkat seiring bertambahnya usia seseorang.
Seks: Pria memiliki insiden 30% lebih tinggi dari stroke, tapi wanita postmenopause
juga pada risiko lebih tinggi secara signifikan.
Riwayat keluarga: Jika seseorang memiliki stroke, meningkatkan risiko stroke pada
anggota keluarga lainnya.
Ras: Afrika-Amerika memiliki risiko lebih tinggi untuk stroke karena insiden
meningkat dari tekanan darah tinggi, obesitas, dan diabetes.
Infark miokard (MI): Riwayat MI menempatkan pasien pada peningkatan risiko untuk
stroke.
Sejarah sakit kepala migrain: Pasien yang menderita migrain mungkin beresiko lebih
tinggi untuk stroke iskemik.
Stroke sebelum: Pasien yang memiliki stroke berada pada risiko stroke yang lain.
Penyakit sel sabit: Pasien dengan jenis gangguan beresiko untuk stroke di usia muda.
Aneurisma Berry: Ini adalah daerah kantung-seperti kecil di dinding arteri di otak dan
umumnya ditemukan di persimpangan pembuluh di dasar otak; mereka bisa pecah
tanpa peringatan, menyebabkan perdarahan di dalam otak.
Selain itu terdapat faktor risiko yang dapat diubah melalui manajemen kolaboratif, yaitu:
Tekanan darah tinggi (HBP): HBP dapat dikelola dengan kombinasi terapi obat, diet,
dan olahraga.
Kadar kolesterol yang tinggi: Pasien dengan kolesterol tinggi dapat mengurangi risiko
stroke sebesar 30% melalui perubahan gaya hidup dan terapi obat.
Serangan iskemik transien (TIA): Ketika pasien memiliki gejala TIA, mereka harus
mencari perhatian medis segera untuk terapi antikoagulan untuk mencegah
kemungkinan stroke.
Penyakit jantung: Aterosklerosis dan fibrilasi atrium adalah faktor risiko utama untuk
stroke, tetapi jika didiagnosis dini, mereka dapat dikontrol dengan terapi obat.
Diabetes: kontrol diabetes Konsisten sangat penting untuk menurunkan risiko stroke.
Gangguan pembekuan darah: Pasien dengan masalah pembekuan berada pada risiko
tinggi untuk stroke trombotik dan memerlukan antikoagulan preventif.
Sleep apnea: Pasien dengan sleep apnea memiliki 3-6 kali risiko stroke. Penurunan
berat badan dan / atau menggunakan perangkat pernapasan di malam hari disebut
mesin continuous positive airway pressure (CPAP) dapat mengelola masalah ini.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada pasien stroke bergantung pada area yang terkena. Berikut adalah
contoh perubahan yang terjadi pada pasien stroke.
Arteri Carotis
Arteri
A. Oftalmika A. Cerebri A. Cerebri A. Cerebri
Vertebrobasiler
media anterior poterior
Kebutaan satu Hemiparese/ Hemiparese Koma Kelumpuhan
mata monoparese (tungkai lebih Hemiparese disatu sampai
amaurosis kontralateral lemah daripada kontralateral ke-4 ekstremitas
fugak (lengan lebih tangan) Afasia visual Meningkatnya
(sementara) sering Defisit sensori (buta kata) refleks tendon
Buta warna/ daripada kontralateral Kelumpuhan Ataksia
penglihatan tungkai) Demensia, syaraf Tanda babinski
kabur Hemianastesia, gerakan kranialis 3: bilateral
Shade kadang menggenggam, hemianopsia, Disfagia
hemiopsia reflek Disathria
koreoatosis
(kebutaan) patologik Tremor,
kontralateral (disfungsi intention, dan
Afasia global lobus frontal) vertigo(gejala
disfasia serebellum)
Sinkop, stupor,
koma, pusing,
dan gg. daya
ingat
Diplopia,
nistagmus
Tinitus dan
gg.pendengaran
Rasa baal di
wajah, mulut
atau lidah
E. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral (Intracerebral hemorrhage [ICH]) menggambarkan
perdarahan ke dalam jaringan otak umumnya dihasilkan dari hipertensi berat. Tekanan
darah tinggi menyebabkan perubahan dalam dinding arteri yang meninggalkan
kemungkinan pecah. Kerusakan otak terjadi akibat pendarahan, menyebabkan edema,
distorsi, dan perpindahan, yang mengiritasi langsung jaringan otak. Stroke hemoragik
lebih sering terjadi dengan peningkatan tekanan darah yang drastis dan tiba-tiba, seperti
yang terlihat pada penyalahgunaan kokain (Ignatavicius & Workman, 2013).
Perdarahan subarachnoid (SAH) jauh lebih umum dan hasil dari pendarahan ke dalam
ruang subarachnoid, ruang antara pia mater dan lapisan arachnoid dari meninges yang
menutupi otak. Jenis perdarahan biasanya disebabkan oleh ruptur aneurisma atau
arteriovenous malformation (Mink & Miller, 2011).
Aneurisma adalah penggelembungan yang abnormal atau blister sepanjang arteri
normal, yang biasanya berkembang di tempat yang lemah pada dinding arteri, biasanya di
sepanjang sirkulasi posterior seperti arteri basilar, arteri vertebralis, atau arteri serebral
superior. Aneurisma yang lebih besar berisiko tinggi untuk pecah dibanding yang kecil.
Pecahnya aneurisma menyebabkan perdarahan ke dalam ruang subarachnoid, ventrikel,
dan / atau jaringan intraserebral. Vasospasme, penyempitan tiba-tiba dan periodik dari
arteri serebral, sering hasil dari pendarahan otak akibat pecahnya aneurisma. Aliran darah
ke daerah distal dari otak disuplai oleh arteri yang nyata berkurang, yang mengarah ke
iskemia serebral dan infark dan disfungsi neurologis lebih lanjut.
Malformasi arteri (arteriovenous malformation [AVM]) adalah kelainan langka yang
terjadi selama perkembangan embrio yang memiliki gambaran pembuluh darah dengan
malformasi massa yang kusut atau seperti spaghetti, berdinding tipis, dan melebar. Tidak
adanya jaringan kapiler secara kongenital membentuk komunikasi abnormal antara sistem
arteri dan vena. Pembuluh akhirnya dapat pecah, menyebabkan perdarahan ke dalam
ruang subarachnoid atau ke dalam jaringan intraserebral, karena biasanya jaringan kapiler
menurunkan tekanan antara sistem arteri dan vena. Akibat tidak adanya jaringan kapiler,
vena berdinding tipis yang menjadi sasaran tekanan arteri (Ignatavicius & Workman,
2013).
F. Diagnostik penunjang
Setiap pasien dengan dugaan stroke yang harus menjalani CT scan atau MRI untuk
menentukan jenis stroke, ukuran dan lokasi hematoma, dan ada atau tidak adanya
ventrikel darah dan hidrosefalus. Cerebral angiography mengkonfirmasi diagnosis
aneurisma intrakranial atau AVM. Tes ini menunjukkan lokasi dan ukuran lesi dan
memberikan informasi tentang arteri yang terkena, vena, pembuluh sebelah, dan cabang
pembuluh darah. Pungsi lumbal dilakukan jika tidak ada bukti peningkatan ICP, hasil CT
scan negatif, dan untuk konfirmasi perdarahan subarachnoid. Pungsi lumbal dengan
adanya peningkatan ICP bisa mengakibatkan otak herniasi batang atau perdarahan ulang.
Ketika mendiagnosis stroke hemoragik pada pasien yang lebih muda dari 40 tahun,
beberapa dokter melakukan skrining toksikologi untuk penggunaan narkoba.
G. Pengkajian
Pengkajian awal dan termasuk evaluasi neurologis lengkap dilakukan sebagai berikut
(Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010):
• Tingkat perubahan kesadaran
• Reaksi pupil lamban
• Disfungsi motorik dan sensorik
• Defisit saraf kranial (gerakan mata ekstraokular, wajah terkulai, adanya ptosis)
• Kesulitan berbicara dan gangguan penglihatan
• Sakit kepala dan kaku kuduk atau defisit neurologis lainnya
Semua pasien harus dipantau di unit perawatan intensif setelah perdarahan intraserebral
atau subarachnoid. Neurologis temuan penilaian didokumentasikan dan dilaporkan
kondisi pasien memerlukan penilaian ulang dan dokumentasi menyeluruh; perubahan
harus segera dilaporkan. Perubahan tingkat kesadaran sering adalah tanda awal kerusakan
pada pasien dengan stroke hemoragik. Karena perawat memiliki kontak yang paling
sering dengan pasien, mereka berada dalam posisi terbaik untuk mendeteksi perubahan
halus. Mengantuk ringan dan sedikit slurring dalam berbicara mungkin tanda-tanda awal
bahwa tingkat kesadaran memburuk.
Pengkajian Temuan
Aktivitas/Istirahat kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan; kehilangan sensasi
atau paralisis; gangguan tonus otot; gangguan penglihatan; gangguan
tingkat kesadaran
Sirkulasi Adanya penyakit jantung; polisitemia; riwayat hipotensi postural;
hipertensi arterial; perubahan EKG; desiran pada karotis, femoralis, dan
arteri iliaka/ aorta yang abnormal
Integritas Ego Perasaan tidak berdaya; perasaan putus asa; emosi yang labil; kesulitan
untuk mengekspresikan diri
Eliminasi Perubahan pola berkemih inkontinensia, anuria; distensi abdomen
( distensi kandung kemih berlebihan ); bising usus negatif ( ileus paralitik)
Makanan/ Cairan Dyspagia/ kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan
faringeal); obesitas (faktor resiko); nafsu makan hilang; mual, muntah
selama fase akut (peningkatan TIK); kehilangan sensasi (rasa kecap) pada
lidah, pipi dan tenggorokan; adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak
dalam darah.
Hygiene Tercium bau tidak sedap; tampak kotor; berantakan; penggunaan baju
yang tidak sesuai
Neurosensori Status mental/ tingkat kesadaran; penurunan memori dan pemecahan
masalah; ekstremitas/ paralysis; genggaman tidak sama; refleks tendon
melemah secara kontralateral; pada wajah terjadi paralisi/ parese
(ipsilateral); afasia motorik, reseftif/ sensorik; kehilangan rangsang
visual; kehilangan rngsang pendengaran taktil/ agnosia); kehilangan
kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin menggunakannya
(apraksia); ukuran/ reaksi pupil tidak sama; dilatasi/ miosis pupil
ipsilateral ( perdarahan/ herniasi); kekakuan nukal biasanya karena
perdarahan; kejang karena adanya pencetus perdarahan; penglihatan
menurun/ ganda; sakit kepala; kesemutan
Nyeri/ Tingkah laku yang stabil/ gelisah, ketegangan pada otot/ fasia; sakit
kenyamanan kepala dengan intensitas yang berbeda- beda
Pernafasan Merokok; ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas;
timbulnya pernafasan sulit dan / atau tidak teratur; suara nafas terdengar/
Pengkajian Temuan
ronki (aspirasi sekresi)
Keamanan Motorik/ sensorik, masalah dengan penglihatan; perubahan persepsi
terhadap orientasi tempat tubuh; kesulitan untuk melihat obyek kesisi kiri
(pada stroke kanan); hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang
sakit; tidak mampu mengenali obyek , warna/ kata dan wajah yang pernah
dikenalnya dengan baik; gangguan berespon terhadap panas dan dingin/
gangguan regulasi suhu tubuh; kesulitan dalam menelan, tidak mampu
memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri; gangguan dalam memutuskan
perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak sabar/ kurang kesadaran diri
(stroke kanan)
Interaksi sosial Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi;
Penyuluhan Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, kecanduan alkohol, merokok
Pembelajaran
Kumar, V., Abbas, A.K., & Aster, J.C. (Eds). (2015). Robbins and Cotran pathologic basis
of disease. ( 9th ed.).
Lewis, Sharon, M., Heitkemper, Margaret, M., & Direksen, S. (2000). Medical Surgical
Nursing; assessment and management of clinical problem. Fifth edition. St. Louis :
Cv. Mosby.
Mink J., Miller J. Opening the window of opportunity for treating acute ischemic stroke.
Nursing2011. 2011;41(1):24–32.
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2010). Brunner and Suddarth’s
textbook of medical-surgical nursing. (12th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer
Health / Lippincott Williams & Wilkins.