Disusun oleh :
Riska Assa S.Kep 20014104029
B. Etiology
Penyebab dari cedera kepala antara lain dari mekanisme injuri yaitu antara lain :
1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi konsutio serebral,
hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan masa lesi,
pergeseran otak atau hernia (Wijaya & Yessie, 2013).
2. Trauma oleh benda tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)
: kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk, yaitu
cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multiple, pada koma otak terjadi karena cedera menyebar
pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua- duanya (Wijaya &
Yessie, 2013).
3. Coup dan contracoup
Pada cedera coup kerusakan terjadi segera pada daerah benturan
sedangkan pada cedera contracoup kerusakan terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan cedera coup (Paula, 2014).
Mekanisme
Cedera kepala disebabkan karena adanya daya atau kekuatan yang mendadak di
kepala. Ada 3 mekanisme yang sangat berpengaruh pada trauma kepala yaitu :
1. Akselerasi
Akselarasi merupakan mekanisme cedera yang terjadi apabila benda
yang bergerak membentur kepala yang diam, contohnya orang yang diam
kemudian dilempar baru atau dipukul.
2. Deselerasi
Deselarasi merupakan mekanisme cedera yang terjadi apabila kepala
yang bergerak membentur benda yang diam, contohnya pada saat kepala
terbentur.
3. Deselerasi
Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang
terjadi akibat trauma, misalnya adanya fraktur kepala, kompresi,
ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak. Pada deselerasi
kemungkinan terjadi rotasi kepala sehingga menambah kerusakan.
Mekanisme cedera kepala menyebabkan kerusakan pada daerah dekat
benturan dan kerusakan pada daerah yang berlawanan dengan benturan
(Tarwoto, 2013).
Pada saat suatu objek bergerak membentur kepala dengan cukup kuat, dapat
mengakibatkan fraktur tengkorak. Fraktur tersebut dapat atau tidak dapat
menekan jaringan otak. Konsutio adalah cedera kepala ringan atau sedang
sampai dengan berat, dimana terjadi edema dan perdarahan. Coup adalah
perdarahan dan edema langsung dibawah tempat trauma sebagai akibat dari
percepatan. Contracoup adalah adanya dua letak luka yang berlawanan dari letak
trauma, disebabkan oleh percepatan- perlambatan atau trauma perputaran.
C. Klasifikasi
1. Berdasarkan skala GCS (Glasgow Coma Scale), cedera kepala di
klasifikasikan sebagai berikut :
a. Cedera kepala ringan (CKR), pada cedera kepala ringan tidak ada
fraktur tengkorak, tidak ada konsutio serebri, hematom, GCS 13-
15 dan dapat terjadi kehilangan kesadaran < 30 menit.
b. Cedera kepala sedang (CKS), pada cedera kepala sedang terjadi
kehilangan kesadaran (amesia > 30 menit dan < 24 jam, muntah,
GCS 9-12, dapat mengalami fraktur tengkorak disorientasi ringan
(bingung).
c. Cedera kepala berat (CKB),pada cedera kepala berat terjadi
kehilangan kesadaran > 24 jam, GCS 3-8, adanya konsutio
serebri, laserasi/ hematoma intrakranial (Wijaya & Yessie, 2013).
Tingkat GCS diukur dengan skala koma Glasgow sebagai berikut :
Dewasa Respon Bayi dan anak
Mata (Eye)
Spontan 4 Spontan
Dengan perintah verbal 3 Dengan suara
Dengan rangsangan 2 Dengan rangsangan
nyeri nyeri
Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respon
Respon Verbal
Orientasi baik 5 Senyum, orientasi
terhadap objek
Pembicaraan kacau 4 Menangis, tetapi dapat
ditenangkan
Pembicaraan kata-kata 3 Menangis dan tidak
kacau dapat ditenangkan
Mengerang 2 Mengerang dan agitative
Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respon
Respon Motorik
Menurut perintah 6 Aktif
Melokalisir rangsangan 5 Melokalisir rangsangan
nyeri nyeri
Menjauhi rangsangan 4 Menjauhi rangsangan
nyeri nyeri
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal 2 Eksensi abnormal
Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respon
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan diagnostic
CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Biasanya ditemukan adanya edema serebri, hematoma serebral,
herniasi otak
MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan ditemukan adanya sedema
serebri, hematoma serebral, heriniasi otak
X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang
2. Pemeriksaan Laboratorium
AGD
Biasanya pada cedera kepala terjadi peningkatan PCO2 dan
penurunan PO2
Hematologi
Leukosit, Hb, Albumin, globulin, protein serum.
CSS
Menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarkhnoid
(warna, komposisi, tekanan).
Pemeriksaan toksikologi
Mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan kesadaran.
Kadar antikonvulsan darah
Untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif mengatasi
kejang.
F. Penatalaksanaan
Penalaksanaan pada Airway dan Breathing yaitu Perhatikan adanya
apneu, untuk cedera kepala sedang dan berat lakukan intubasi endotracheal,
tindakan hiperventilsasi dilakukan dengan hati-hati untuk mengoreksi asidosis
dan menurunkan secara cepat TIK. Penatalaksaan pada circulation yaitu
hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan
pada cedera kepala sedang, hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan
darah yang cukup berat, walaupun tidak nampak, jika terjadi hipotensi maka
tindakan yang dialkukan adalah menormalkan tekanan darah. Penatalaksanaan
pada Disability atau pemeriksaan neurologis atau pada penderita hipertensi,
pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya keben aranya. karena penderita
hipotensi yang tidak menunjukan respon terhadap stimulus apapun ternyata
menjadi normal kembali setelah tekanan darahnya normal, pemeriksaan
neurologis meliputi GCS dan refleks cahaya pupil.
Penatalaksanaan cedera kepala menurut Smeltzer (2017). Pada cedera
kepala individu diasumsikan mengalami cedera medula supervikal sampai
terbukti demikian. Dari tempat kecelakaan, pasien dipindahkan dengan papan
dimana kepala dan leher dipertahankan sejajar. Traksi ringan harus
dipertahankan pada kepala, dan kolar servikal dipasang dan dipertahankan
sampai sinar-X medula servikal didapatkan dan diketahui tidak ada cedera
medula spinalis.
Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan homeostasis otak dan
mencegah kerusakan otak sekunder. Tindakan ini mencakup stabilisasi
kardiovaskuler dan fungsi pernapasan untuk mempertahankan perfusi jaringan
serebral adekuat. Hemoragie terkontrol, hipovolemia diperbaiki, dan nilai gas
darah dipertahankan pada nilai yang diinginkan (Smeltzer, 2017).
Penatalaksanaan pendukung lainnya menurut Smeltzer (2017), tindakan
yang mencakup dukungan ventilasi, pencegahan kejang, dan pemeliharaan
cairan elektrolit dan keseimbangan nutrisi. Pasien cedera kepala hebat yang
koma diintubasi dan diventilasi mekanis untuk mengontrol dan melindungi jalan
nafas. Hiperventilasi terkontrol juga mencakup hipokapnia, yang mencegah
vasodilatasi, menurunkan aliran darah serebral dan kemudian menurunkan TIK.
Penatalaksanaan terhadap peningkatan tekanan intrakranial menurut
Smeltzer (2017), pada saat otak yang rusak membengkak atau terjadi
penumpukan daerah yang cepat, terjadi peningkatan TIK dan memerlukan
tindakan segera :
1. Oksigenasi adekuat jika terjadi peningkatan TIK
2. Pemberian manitol yang mengurangi edema serebral dengan dehidrasi
osmotic
3. Hiperventilasi
4. Penggunaan steroid
5. Peningkatan kepala tempat tidur
6. Bedah neuro
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada cedera kepala menurut
(Baticaca, 2008) adalah sebagai berikut :
1. Angkat leher dengan papan datar untuk mempertahankan posisi kepala
dan leher sejajar
2. Traksi ringan pada kepala
3. Kolar servikal
4. Terapi untuk mempertahankan homeostatis otak dan mencegah
kerusakan otak sekunder seperti stabilitas sistem kardiovaskuler dan
fungsi pernapasan untuk mempertahankan perfusi jaringan serebral yang
adekuat. Kontrol perdarahan, perbaiki hipovolemi, dan evaluasi gas
darah arteri.
5. Tindakan terhadap peningkatan TIK dengan melakukan pemantauan
TIK. Bila terjadi peningkatan TIK, pertahankan oksigenasi yang adekuat,
pemberian manitol untuk mengurangi edema kepala dengan dehidrasi
osmotik, hiperventilasi, penggunaan steroid, meninggikan posisi kepala
di tempat tidur, kolaborasi bedah neuro untuk mengangkat bekuan darah,
dan jahitan terhadap laserasi di kepala. Pasang alat pemantau TIK selama
pembedahan atau dengan teknik aseptik di tempat tidur. Rawat klien di
ICU.
6. Tindakan perawatan pendukung yang lainnya, yaitu pemantauan ventilasi
dan pencegahan kejang serta pemantauan cairan, elektrolit, dan
keseimbangan nutrisi. Lakukan intubasi dan ventilasi mekanik
(ventilator) bila klien koma berat untuk mengontrol jalan napas.
Hiperventilasi terkontrol mencakup hipokapnia, pencegahan vasodilatasi,
penurunan volume darah serebral, dan penurunan TIK. Pemberian terapi
antikonvulsan untuk mencegah kejang setelah trauma kepala yang
menyebabkan kerusakan otak sekunder karena hipoksia (seperti
klorpomazin tanpa tingkat kesadaran). Pasang NGT bila terjadi
penurunan motilitas lambung dan peristaltik terbalik akibat cedera
kepala.
Satyanegara (2010) membagi penatalaksanaan cedera kepala berdasarkan derajat
cedera kepala :
1. Cedera kepala ringan
Penatalaksanaan pada cedera kepala meliputi anamnesa yang berkaitan
dengan jenis dan waktu kecelakaan, penurunan kesadaran, dan keluahan
yang berkaitan dengan peningkatan tekanan TIK seperti nyeri kepala,
pusing, dan muntah. Dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui
adanya gangguan sistemik lainnya dan mengetahui adanya gangguan
neurologis. Dilakukan pemeriksaan radiologis berupa foto polos kepala
yang berguna untuk mengetahui adanya fraktur tengkorak, posisi
kelenjar pineal dan lainnya. Sedangkan pemeriksaan CT Scan dilakukan
untuk semua kasus cedera kepala.
2. Cedera kepala sedang
Penatalaksanaan pertama yaitu anamnesa sama seperti cedera kepala
ringan, dan pemeriksaan fisik serta foto polos tengkorak, dan juga
mencakup pemeriksaan CT Scan. Dilakukan pemeriksaan neurologis
setiap setengah jam sekali.
3. Cedera kepala berat
Penatalaksanaan pada cedera kepala berat harus segera cepat dilakukan
dengan mencakup tujuh tahap yaitu :
Lakukan primary survey ABC (airway, breathing, circulation)
dan kontrol terjadinya peningkatan TIK
Lakukan pemeriksaan umum untuk mengetahui adanya cedera
lain atau gangguan dibagian tubuh lainnya
Lakukan pemeriksaan neurologis yang meliputi pemeriksaan
GCS, pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflek
okuloventibuler.
Lakukan penanganan cedera dibagian lainnya
Pemberian pengobatan seperti : antiedema serebri, antikejang,
dan natrium bikarbonat
Lakukan pemeriksaan diagnostik seperti CT Scan kepala,
angiografi serebral dan lainnya.
Kecelakaan, terjatuh, trauma
Terkena
Path peluru
Trauma tajam Trauma Kepala Trauma tumpul persalinan, penyalahgunaan
Benda tajam
obat/alkohol
Perdarahan, P Perdarahan
P Perdarahan Robeknya Penumpukan Gg. Saraf Fraktur
hematoma, kesadaran
kesadaran arteri darah di otak motorik tulang
kerusakan & P TIK
Kompensasi meningen P Sirkulasi tengkorak
jaringan
Bed rest tubuh yaitu: P volume
lama vasodilatasi Hematoma kesadaran P darah ke P Gangguan Terputusnya
& bradikardi epidural sensori nafsu makan, ginjal kesadaran koordinasi kontinuitas
Penekanan Anemia mual, muntah, gerak tulang
saraf P
disfagia ekstremitas
system kemampuan Aliran darah Perubahan P P Gangguan
Hipoksia batuk produksi
pernapasan ke otak sirkulasi kemampuan keseimbangan
CSS P urine Hemiparase Nyeri
mengenali
Gangguan Akumulasi intake / hemiplegi akut
Perubahan Hipoksia stimulus
pertukaran makanan dan Resiko
mukus jaringan PK: P TIK Oligouria
pola nafas cairan cedera
gas
Kesalahan Gangguan Resiko
RR , Batuk tdk Gg. perfusi interpretasi mobilitas infeksi
Perubahan
hiperpneu, efektif, jaringan Resiko pola fisik
hiperventil- ronchi, serebral Gangguan defisit eliminasi
asi RR persepsi volume urine
sensori cairan
Pola nafas Bersihan
tdk efektif jalan Resiko nutrisi kurang
nafas tdk dari kebutuhan
efektif
G. Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subjektif atau objektif pada gangguan sistem
persyarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi,
jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu
didapati adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian Primer
a. Airway Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah jatuh,
adanya benda asing pada jalan nafas (bekas muntahan, darah,
sekret yang tertahan), adanya edema pada mulut, faring, laring,
disfagia, suara stridor, gurgling atau wheezing yang menandakan
adanya masalah jalan nafas.
b. Breathing Kaji keefektifan pola nafas, respiratory rate,
abnormalitas pernafasan, bunyi nafas tambahan, penggunaan otot
bantu nafas, adanya nafas cuping hidung, saturasi oksigen
c. Circulation Kaji heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi,
capillary refill, akral, suhu tubuh, warna kulit, kelembaban kulit,
perdarahan eksternal jika ada.
d. Disability Berisi pengkajian kesadaran dengan Glasgow Coma
Scale (GCS), ukuran dan reaksi pupil.
e. Exposure Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury
atau kelainan lain, kondisi lingkungan yang ada di sekitar pasien
2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas pasien dan keluarga yang terdiri dari : nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat,
golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan
penanggung jawab
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalami penurunan kesadaran serta adanya
perdarahan akibat kecelakaan, benturan, atau karena trauma
tumpul maupun trauma benda tajam.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya ditemukan adanya trauma kepala yang terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung
ke kepala dan pada tingkat kesadaran terjadi penurunan
kesadaran, tidak responsif bahkan koma. Dan data yang di
dapatkan seperti konvulsi, muntah proyrktil, takipnea, sakit
kepala, wajah simetris bahkan tidak simetris, lemah, luka di
bagian kepala, paralilis adanya akumulasi sekret pada saluran
pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga, serta kejang.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya ditemukan data adanya riwayat trauma kepala
sebelumnya seperti trauma benda tajam atau benda tumpul,
penggunaaan obat-obat adiktif dan konsumsi alkohol berlebihan
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ditemukan data cedera kepala tidak dipengaruhi oleh
riwayat penyakit keluarga, namun perlu dikaji adanya anggota
keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, jantung
koroner dan lain sebagainya
3. Pengkajian persistem dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada seseorang yang mengalami cedera kepala sedang
sampai berat meliputi :
a. Keadaan Umum
Biasanya terjadi penurunan kesadaran bahkan koma.
b. Tingkat kesadaran
Kemungkinan hasil dari pengukuran GCS pada pasien cedera
kepala sedang ditemukan nilai GCS 9-12 dengan kesadaran
delirium sampai dengan somnolen, pada pasien dengan cedera
kepala berat ditemukan nilai GCS 3-8 dengan kesadaran stupor
bahkan coma
c. Tanda- tanda vital
Suhu. Biasanya pada cedera kepala berat akan terjadi
gangguan pengaturan suhu di hipotalamus.
Nadi. Biasanya pada cedera kepala sedang sampai berat
frekuensi nadi cepat atau takikardia sebagai respon
autonom terhadap kerusakan hipotalamus dan juga dapat
ditemui pada tahap akhir dari peningkatan tekanan
intrakranial.
Tekanan darah. Biasanya pada keadaan yang lebih parah
terjadi penurunan tekanan darah atau hipotensi sebagai
hasil akhir peningkatan tekanan intrakranial.
Frekuensi pernapasan Biasanya terdapat gangguan pola
nafas, adanya bunyi nafas tambahan seperti rhonkhi, nafas
cepat dan pendek dan takipnea.
d. Kepala
Biasanya pasien dengan cedera kepala simetris, terdapat lesi,
adanya hematom, adanya jejas di kepala.
e. Mata. Biasanya pada pasien cedera kepala ditemukan adanya
hematoma pada mata, perdarahan konjungtiva, perubahan bilik
mata depan, kerusakan pupil, gangguan lapang pandang.
f. Hidung. Biasanya pada pasien cedera kepala ditemukan adanya
pernapasan cuping hidug, gangguan penciuman atau pembau,
perdarahan di hidung.
g. Telinga. Biasanya pada pasien cedera kepala ditemukan adanya
darah yang keluar dari telinga.
h. Mulut. Biasanya pada pasien cedera kepala ditemukan bibir
udem, mukosa kering, adanya gangguan menelan dan terjadi
penumpukan sekret di mulut.
i. Thoraks (paru)
Inspeksi : peningkatan frekuensi pernapasan, kedalaman dan
upaya bernafas antara lain, takipnea, dispnea, menggunakan otot
bantu pernapasan.
Palpasi : fremitus kiri dan kanan
Perkusi : bunyi sonor
Auskultasi : adanya bunyi nafas tambahan seperti rhonkhi,
gurgling.
j. Abdomen. Biasanya pasien cedera kepala memiliki bising usus
pasien hipoperistaltik.
k. Ekstremitas. Biasanya pada pasien cedera kepala ditemukan
kelemahan ekstremitas.
l. Genitalia. Biasanya pada pasien cedera kepala tampak terpasang
kateter.
m. Pemeriksaan sistem persayarafan Pada pasien cedera kepala juga
dilakukan pemeriksaan sistem persyarafan yang meliputi
pemeriksaan :
Pemeriksaan tanda rangsangan meningeal
Biasanya pada cedera kepala sedang sampai berat di
temukan data adanya gangguan pada pemeriksaan kaku
kuduk, brudzinski, dan kernig
Pemeriksaan nervus kranialis
Biasanya pada cedera kepala ditemukan adanya gangguan
pada nervus kranialis III, IV, VI, VII, dan VIII
Pemeriksaan kekuatan otot Biasanya pasien dengan
gangguan cedera kepala kekuatan ototnya berkisar antara
0 sampai 4 tergantung dengan tingkat keparahan cedera
kepala yang dialami oleh pasien tersebut.
n. Aspek kardiovaskuler
Biasanya terjadi peningkatan atau penurunan tekanan darah,
denyut nadi bradikardi bahkan takikardi, irama tidak teratur, dan
terjadi peningkatan TIK
o. Sistem pernapasan
Biasanya pasien cedera kepala terjadi perubahan pola nafas
(apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas stridor,
perubahan irama, frekuensi dan kedalaman, rhonchi
p. Kebutuhan dasar
Eliminasi
Biasanya terjadi perubuhan status eliminasi dan gangguan
eliminasi, seperti terjadinya inkontinensia, hematuri dan
obstipasi.
Nutrisi
Biasanya pasien mengalami mual, muntah, gangguan
mencerna dan menelan makanan.
Istirahat
Biasanya terjadi kelemahan, mobilisasi, kurang tidur
q. Pengkajian psikologis
Biasanya terjadi gangguan emosi, apatis, delirium bahkan
perubahan pola tingkah laku dan kepribadian
r. Pengkajian sosial
Biasanya perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan
komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti,
disartia, anomia.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan, spasme jalan
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurologis
(trauma kepala)
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma)
5. Resiko penurunan curah jantung
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
gangguan neuromuskular
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan, kurang asupan makanan.
8. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif
9. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran,
peningkatan tekanan intrakranial
10. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi ke
otak k. Resiko dekubitus
11. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sensasi
( akibat cedera medula spinalis) (NANDA, 2015)
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Suriadi, Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dalam. Edisi 1.
Jakarta: Agung Setia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1 Cetakan III (Revisi), Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Cetakan II, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Cetakan II, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN F.M DENGAN MASALAH CEDERA
KEPALA RINGAN POST CRANIOTOMY DI RUANGAN IRINA A BAWAH
RSUP PROF DR R . D. KANDOU MANADO
I. IDENTITAS
A. PASIEN
Nama Initial : Tn F.M
Umur : 18/05/2004 (16)
Status Perkawinan : Belum Menikah
Jumlah anak :-
Agama/suku : Islam
Warganegara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Alama rumah : Kotamobagu
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn Y.M
Umur : 05/05/1978 (43 Tahun)
Alamat rumah : Kotamobagu
Hubungan dengan pasien : Ayah
TANDA-TANDA VITAL
1. Kesadaran
Skala Coma Glasgow
a. Respon Motorik :6
b. Respon Bicara :5
c. Respon Membuka Mata :4
Jumlah : 15
Kesimpulan : Kesadaran Compos Mentis
2. Tekanan Darah : 143/77 mmHg
MAP : 99 mmHg
3. Nadi : 82 x/menit
Irama : Teratur
4. Suhu : 36,3 ºC
5. Pernapasan : 22
Irama : Teratur
Jenis : Dada
B. PENGUKURAN
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 65 cm
Indeks Massa Tubuh : 25
Kesimpulan : Dalam rentang normal
C. GENOGRAM
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kebersihan rambut : Rambut pasien tampak dicukur karena
dilakukan Tindakan operasi pada bagian yang cedera yaitu
temporal dextra maupun auricula sinistra
b. Kulit Kepala : bentuk kepala mesochepal, terdapat luka atau
laserasi, adanya luka bekas operasi atau insisi 7 cm pada bagian
temporal dextra
c. Kebersihan kulit : keluarga mengatakan selama pasien dirawat,
bagian tubuh pasien dibersihkan mengggunakan tisu basah,
turgor kulit kering, warna sawo matang, tampak adanya vulnus
laceratum pada area kedua lengan maupun punggung
d. Hygine rongga mulut : pasien selama dirawat belum pernah
menyikat gigi, hanya berkumur menggunakan air putih, bibir
pasien tampak kering, mukosa mulut pucat, terdapat karang gigi,
tampak gigi masih lengkap merata
e. Kebersihan genetalia : Tidak dilakukan pengkajian dengan alasan
prioritas dari pasien
f. Kebersihan anus : Tidak dilakukan pengkajian dengan alasan
prioritas dari pasien
4. Pemeriksaan diagnostic
Laboratorium
KIMIA KLINIK
Ureum Darah 21 10 – 40 Mg/dL
Creatinine Darah 0.8 0.5 – 1.5 Mg/dL
Gula Darah Sewaktu 87 70 – 140 Mg/dL
Fosfor 1.7 2.7-4.5 Mg/dL
Magnesium 1.80 1.70-2.50 Mg/dL
Albumin 3.14 3.50-5.70 g/dL
Chloride Darah 100.0 98.0 – 109.0 mEq/L
Kalium Darah 4.36 3.50 – 5.30 mEq/L
Natrium Darah 138 135 – 153 mEq/L
Calcium 7.56 8.10-10.40 mg/dL
5. Therapy
Nama Obat/ terapi Dosis Frekuensi Cara
Pemberian
Ceftriaxone 2 gr /12 jam IV
Ketorolac 30 mg /8 jam IV
Ringer laktat 500 cc /12 jam IV
Vit K 200 mg /12 jam Oral
Omeprazole 40 gr /12 jam IV
Asam traneksamat 500 mg /8 jam IV
Salep Gentamisin
F. POLA ELIMINASI
1. Keadaan Sebelum sakit
BAB : Sebelum sakit pasien mengatakan bahwa pasien biasanya buang
air besar sebanyak sekali dua hari
BAK : Sebelum sakit pasien mengatakan pasien biasanya buang air kecil
sekitar 4-5 kali sehari dan untuk konsumsi air putih biasanya
menghabiskan setengah botol / sebotol air minum besar (1.500 cc)
2. Keadaan sejak sakit
BAB : Pada saat pengkajian pasien mengatakan bahwa pasien belum
BAB selama 2 hari, pasien menggunakan popok/pempers
BAK : Keluarga mengatakan pasien terasang kateter, dengan
pengeluaran urin dari jam 07.00 sampai 14.00 yaitu 500cc, pasien
menggunakan popok/pempers,dan biasanya dalam sehari 2 kali
menggantinya, dan untuk konsumsi air putih biasanya menghabiskan
sehari ukuran satu botol air minum besar (1.500 cc)
3. Pemeriksaan Fisik
a. Peristaltic usus : 7 kali /menit
b. Palpasi kandung kemih : Normal, tidak asites, tidal full
blast
c. Nyeri ketuk ginjal : Negatif
g. Anus : Tidak dilakukan pengkajian
dengan alasan prioritas dari pasien
d. Lesi
Peradangan : Tidak ada
Hemoroid : Tidak ada
BJ II Irama : Reguler
Gallop
Mur-mur : Tidak ada
HR : 82 kali/menit
d. Ekstremitas
Atrofi otot : Negatif atau tidak terjadi atrofi otot
Rentang gerak
Kaku sendi : Tidak adanya kekakuan sendi pada
ektremitas, pasien bisa menggerakan ekstremitas atas dan
bawah, hanya pasien tampak kaku menggerakan badan karena
nyeri dari luka akibat cedera
Uji kekutan otot
Atas kiri :5
Atas kanan :5
Bawah kiri :5
Bawah kanan :5
(Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedikit
tahanan penuh)
Reflek patologi
Babinski kanan & kiri : Negatif (terjadi planta fleksi jari-
jari kaki)
Clubbing finger : Tidak ada
Varises Tungkai : Tidak ada
e. Columna Vetebralis
Inspeksi
Kelainan bentuk : Tidak adanya kelainan, bentuk
normal
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada
N.III – IV – VI : Dapat mengangkat kelopak mata
keatas, mata dapat bergerak keatas dan kebawah, pupil isokor 2/2,
refleks cahaya ada, mata bergerak normal.
N.V Motorik : Pasien dapat menggerakan rahang,
dapat mengunyah ketika sedang makan tapi secara pelan, refleks
berkedip ada, wajah mengerut ketika batuk
N. VII Motorik : Pasien bisa tersenyum, ekspresi
wajah sesuai, dapat mengangkat alis mata, menutup kelopak
mata, menjulurkan lidah, normal, tapi secara perlahan
N. VIII Romberg : Tidak dapat dilakukan
pengakajian
N.XI : Susah untuk menggerakan bahu
secara mandiri karena adanya vulnus laseratum dibagian
punggung
Kaku kuduk : Kaku kuduk positif (terdapat
tahanan atau dagu tidak mencapai dada)
Data Objektif
Pasien telah dilakukan
Tindakan operasi / post
craniotomy dan post
debridment ev vulnus avulsi
auricula sinistra
Tampak adanya luka post
operasi atau insisi di area
temporal dextra ukuran 7 cm
Pasien tampak berteriak
ketika luka dikepala, telinga,
kedua lengan dan punggung
dibersihkan
Pasien tampak meringis
Pasien tampak gelisah saat
dilakukan pembersihan luka
Pasien tampak berespon
posisi untuk menghindari
nyeri
Tampak adanya cedera atau
rupture auricula sinistra
Tampak adanya luka pada
kedua lengan dan punggung
Data Objektif
Pasien tampak lemah
Pasien terbaring ditempat
tidur dengan posisi head up
30º
Pasien tampak susah
menggerakan bagian badan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI KEPERAWATAN
09.24 O:
Mengajarkan teknik nonfarmakologi Pasien tampak
untuk mengurangi rasa nyeri mengikuti instruksi
H : Pasien mengikuti instruksi untuk menarik napas ketika
menarik napas, ditahan lalu nyeri timbul
dihembuskan, ketika nyeri timbul Pasien tampak meringis
saat dibersihkan luka pada area ketika balutan dibuka
telinga, kepala, kedua lengan dan saat dibersihkan
maupun punggung
A : Masalah Nyeri akut belum
11.43 teratasi sesuai dengan kriteria
Kolaborasi dalam pemeberian analgetic hasil
H : Pasien mendapat injeksi ketorolac
30 mg lewat IV P : Lanjutkan Intervensi
Mengkaji karakteristik
nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Ajarkan Teknik non
farmakologi
P:
Lanjutkan Intervensi
Monitor status kelelahan
Kemampuan
berprtisipasi dalam
aktivitas
Pantau dan Latih
aktivitas yang bisa
dilakukan
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
P : Lanjutkan Intervensi
Mengkaji karakteristik
nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Ajarkan Teknik non
farmakologi
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
P : Lanjutkan Intervensi
Mengkaji karakteristik
nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Ajarkan Teknik non
farmakologi
13.42 O:
Membantu melakukan latihan berjalan Pasien tampak bisa
beberapa Langkah mulai melakukan latihan
H : Pasien mengikuti dengan bisa aktifitas
berdiri dari tempat tidur dan Pasien tampak bisa
mulai berjalan 3-4 langkah berjalan beberapa
disamping tempat tidur dengan langkah
pengawasan keluarga dan perawat A:
Masalah intoleransi aktivitas
Menganjurkan melakukan aktifitas belum teratasi sesuai dengan
secara bertapap dengan melakukan kriteria hasil
aktifitas yang dipilih
H : Pasien mendengarkan anjuran P:
yang diberikan dengan Lanjutkan Intervensi
memberikan target hari ini untuk
Monitor status kelelahan
melakukan aktifitas latihan
berjalan disekitar tempat tidur Kemampuan
secara mandiri berprtisipasi dalam
aktivitas
Pantau dan Latih
aktivitas yang bisa
dilakukan
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
P : Lanjutkan Intervensi
Mengkaji karakteristik
nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Ajarkan Teknik non
farmakologi
P : Lanjutkan Intervensi
Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien
Pertahankan Teknik
aseptic pada pasien
P (Patient/problem) Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien cedera kepala yang
di rawat inap di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam pada bulan
September 2018 sampai Maret 2019 berjumlah 80 orang.
Tehnik Sampling yang digunakan purposive sampling, yaitu tehnik
penentuan sample dengan pertimbangan tertentu yaitu pemilihan
sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian
kemudian dimasukkan ke dalam penelitian sampai kurun waktu
tertentu, sehingga jumlah responden dapat terpenuhi
I (intervention) Jenis penelitian kuantitatif yang bersifat Quasy Eksperimen
(eksperimen semu) dengan rancangan penelitian Cross
Sectional. Desain penelitian adalah pra eksperimen (one group
pretest postest design ) yaitu penelitian yang menggunakan
satu kelompok subyek. Pengukuran dilakukan sebelum dan
setelah perlakuan, yaitu menganalisa pengaruh pemberian
oksigenasi dan posisi elevasi kepala 30º terhadap tingkat
kesadaran pada pasien cedera kepala sedang.
Pengumpulan data melalui lembar observasi peningkatan
kesadaran sebelum dan sesudah dilakukan tindakan pemberian
oksigen 100 % dan elevasi kepala 30º pada pasien cedera
kepala sedang. Sedangkan pengumpulan data untuk tingkat
kesadaran dengan menggunakan lembar observasi penilaian
GCS pada pasien cedera kepala sedang.
Suplai oksigen terpenuhi dapat meningkatkan rasa nyaman dan rileks
sehingga mampu menurunkan intensitas nyeri kepala pasien dan
mencegah terjadinya perfusi jaringan serebral.
Elevasi 30 derajat yaitu memperbaiki drainase vena, perfusi serebral,
dan menurunkan tekanan intrakranial.
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan keluarga mampu mengerti
dan memahami tentang Langkah-langkah mencuci tangan dengan
baik dan tempat, guna sebagai pencegahan infeksius
b. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan keluarga mampu :
Menyebutkan 6 langkah mencuci tangan
Mempraktikan 6 langkah cuci tangan
Menerapkan 6 langkah cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien
2. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
3. Media
a. Leaflet
4. Materi
a. Pengertian cuci tangan
b. Manfaat mencuci tangan
c. Tujuan mencuci tangan
d. Enam Langkah mencuci tangan
5. Kegiatan Penyuluhan