Disusun Oleh :
Suzahra Khoirunisya
P27220019183
A. PENGERTIAN
Trauma kepala merupakan salah satu penyebab tersering pasien dibawa ke dokter
atau unit gawat darurat. Hanya sebagian kecil dari anak yang mengalami trauma kepala
mengalami cedera pada otak, apabila terjadi cedera pada otak dapat menyebabkan
kematian atau gangguan fungsi kognitif dan motorik yang menetap. Penyebab tersering
trauma kepala adalah jatuh dan kecelakaan lalu lintas.( Irawan,dkk.2021). Cedera Otak
Ringan adalah cedera otak yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesadaran yang
diukur dengan menggunakan skala GCS (Glasgow Coma Scale) 13-15 yang diukur 30
menit setelah trauma (1,2,5) (Universitas Airlangga,2016).
Trauma kepala dibagi berdasarkan skor pada Skala Koma Glasgow Pediatrik.
Skor 13-15 digolongkan sebagai trauma kepala ringan, skor 9-12 sebagai trauma kepala
sedang dan skor 3-8 sebagai trauma kepala berat. Makin rendah skor pada Skala Koma
Glasgow menunjukkan makin beratnya cedera otak dan makin buruknya prognosis
(Universitas Airlangga,2016).
Cidera kepala ringan adalah gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstisial dalam substansi tak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak Istilah yang dipakai dalam cidera kepala antara lain (Universitas
Airlangga,2016) ;
1. Terbuka dan tertutup
Cidera kepala terbuka berarti mengalami laserasi kulit kepala atau peluru
menembus otak.
Cidera kepala tertutup dapat disamakan dengan pasien edema
2. Kup dan kontra kup (menggambarkan lokasi) Kup menyebabkan kerusakan yang
relative dekat dengan daerah yang terbentur.
3. Kontra kup kerusakan yang terjadi berlawanan dengan daerah benturan Akselerasi
dan deselerasi Menggambnarkan gerakan kepala bila terjadi guncangan atau
benturan. Tipe kerusakan tergantung dari jumlah dan jenis aselerasi, nilai cidera
aselerasi dan durasi
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi cidera kepala:
1. Cedera Kepala Primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan instegritas
fisika, kimia, dan listrik dari sel diarea tersebut yang menyebabkan kematian sel.
2. Cidera Kepala Sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut yang
terjadi setelah traumamenyebabkan TIK yang tak terkendali, meliputi respon
fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral, perubahan biokimia, dan perubahan
hemodinamik serebral, iskemia serebral, hipotensi sistemik dan infeksi local atau
sistemik.
D. ETIOLOGI
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-deselerasi,
coup caountre coup, dan cedera rotasional.
1. Cedera Akselerasi
Terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak (mis. Alat
pemukul menghantam kepala atau peluru yang bertembakkan kekepala).
2. Cedera Deselerasi
Terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti pada kasus jatuh
atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
3. Cedera Kepala Akselerai-Deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan episode kekerasan
fisik.
4. Cedera Coup Countre Coup
Terjadi jika terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan
dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang
pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang kepala.
5. Cedera Rotasional
Terjadi jika pukulan/bentukan menyebabkan otak beputar dalam rongga tengkorak,
yang mengakibatkan peregangan atu robekna neuron dalam substansia alba serta
robeknya pembuluh darah yang mengfiksasi otak dengan bagian dalam rongga
tengkorak.
E. PATOFISIOLOGI
Trauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, berusakan yang
terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kesusahan
yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju galia aponeurotika sehingga
banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak. Hal itu menyebabkan pembuluh
darah robek sehingga akan menyebabkan hematoma epidural, subdural maupun
intrakranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak
menurun. Sehingga suplai oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan
menyebabkan edema cerebral. Akibat dari hematoma di atas akan menyebabkan distorsi
pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada
kenaikan T.I.K. (Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal
sehingga sekresi asam lambung meningkat, akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan
anoreksia sehingga masukan nutrisi kurang (Universitas Airlangga,2016).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
2. Angiografi serebral
3. Pemeriksaan MRI
4. CT Scan
Indikasi CT Scan nyeri kepala atau muntah-muntah, penurunan GCS lebih 1 point,
adanya lateralisasi, bradikardi (nadi<60 kali/mnt), fraktur impresi dengan lateralisasi
yang tidak sesuai, tidak ada perubahan selama 3 hari perawatan dan luka tembus
akibat benda tajam atau peluru.
G. PENATALAKSANAAN
Penanganan cedera kepala :
1. Stabilisasi kerdiopulmoner mengcakup prinsip-prinsip ABC (Airway-Breating-
Circulation). Keadaan hipoksia, hipoksemia, hipotensi, anemia, akan cenderung
memperhebat peningkatan TIK dan menghasilkan prohnosis yang lebih buruk.
2. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan -
gangguan dibagian tubuh lainnya.
3. Pemeriksaan neurologis mengcakup respon mata, motoric, verbal, pemeriksaan pupil
reflek okulosefalik dan reflek okuloves tubuler. Penilaian neurologis kurang
bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok)
4. Penanganan cedera-cedera bagian lainnya
5. Pemberian pengobatan seperti antiedemaserebri, anti kejang, dan natrium bikarbonat.
6. Tindakan pemeriksaan diagnostic seperti : Sken tomografi computer otak, angiografi
serebral, dan lainnya.
Akselerasi-deselerasi
Kurangnya Percaya
Gangguan Citra
Tubuh
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian
Anamnesa pada strok meliputi identitas pasien,keluhan utama,riwayat penyakit
sekarang,riwayat penyakit dahulu,riwayat penyakit keluarga, dengan pengkajian
pesikososial.(Muttaqian 2008)
2. Identitas pasien
Meliputi,nama,umur,jenis,kelamin,pendidikan,alamat,pekerjaan,agama ,suku
bangsa ,tangal dan jam MR,nomer regestrasi dan diaknosa medis.
3. Keluhan utama
Sering menjadi keluhan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan,nyeri kepala hebat,bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi
dan penurunan tingkat kesadaran.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi,riwayat strok sebelumnya,diabetes militus, penyakit jantung
anemia, riwayat terauma kepala, kontraspesi oral yang lama, penggunaan obat-obatan
anti kogulan,aspirin, vasiodilator, obat-obatan adiktif, kegemukan.pengkajian pemakaian
obat yang sering digunakan klien,seperti penggunaan obat antilipedemia penghambat
beta,dan lainnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,diabetes militus, atau adanya
riwayat strok dari generasi dahulu.
6. Pengkajian psikososiospritual
Pengkajian pasien strok meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai setatus emosi,kognitif,perilaku pasien.
7. Pemeriksaan fisik
a) Kulit kepala
Seluruh kulit kepala di periksa.sering terjadi pada penderit yang datang dengan cedera
ringan,tiba-tiba ada dearah di lantai yang datang dengan cedera ringan.tiba-tiba ada
darah di lantai yang berasal dari bagian belakang kepala penderita.lakukan inspeksi
dan palpasi seluruh kepa dan wajah untuk adanya
pigmentasi,laserasi,massa,kontusion,fraktur dan luka terauma ,ruam, pendaraha, nyeri
tekan serta adanya sakit kepala (Arif M utaqqim 2008)
b) Wajah
Inspeksi adanya kesimetrisan kanan dan kiri,apabila terdapat cedera di sekitar mata
jangan lalai memeriksa mata,karena pembengkakan di mata akan menyebabkan
pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit.reevalusi tingkat kesadaran dengan sekor
GCS.
1) Mata
Periksa kornea ada cedera atau tidak,ukuran pupil apakah hisokor,atau aniskor
serta bagaimana reflex cahayanya,apakah pupil mengalami miossis atau
midriasis,adanya serta dipolpia.
2) Hidung
Periksa adanya penderahan,perasaan nyeri, penyumbataan penciuman, apabila ada
diformatas, lakukan palpasi akan kemungkinan krpitasi dari suatu fraktur.
3) Telinga
Periksa adanya nyeri tinitus,pembengkakan, pendarahan, penurunan atau
penghilang pendengaran,periksa dengan senter mengenai keutuhan membran
timpani atau adanya hemotimpanun.
4) Rahang atas
Periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah
Periksa adanya fraktur
6) Mulut dan faring
Inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur,warna kelembaban, dan adanya lesi
antara lidah tekstur, warna kelembaban,lesi, apakah tosil meradang.pegang dan
tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa tumor.
8. Vertebra servikalis dan lahan
Pada memeriksa leher,periksa adanya deformitas tulang atau kerpitas edema,raum ,lesi
dan massa, kaji adanya keluhan disfagia dan suara serak harus di perhatikan, cedera
tumpul atau tajam devisi trakea, dan pemakaian otot tambahan.
9. Toraks
- Inspeksi : inspeksi dinding dada bagian depan,samping dan belkang untuk adanya
trauma tumpul,luka lecet,memar,raum, ekiomosis, bekas luka, kedalamn
pernafasan.
- Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya terauma tajam/tumpul enfesema, neri
tekan.
- Perkusi :untuk mengetahui kemampuan hipersonor dan keredupan.
- Askultasi : suara nafas tambahan (apakah adanya ronki rales,) dan bunyi jantung
- Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran,ukuran dan reaksi pupil,pemeriksaan motorik dan sendorik.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik d.d trauma
2. Resiko Infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer d.d kerusakan integritas
kulit
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan bentuk/struktur tubuh
Edukasi
4. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
memahami strategi
5. Anjurkan teknik
pereda nyeri
nonfarmakologi
Untuk mengurangi
untuk mengurangi
nyeri
nyeri
Kolaborasi
1. kolaborasi Untuk dapat
pemberian analgetik, mengkolaborasikan
jika perlu analgesic pasien
I.08243
Pemberian
Analgesik
Tindakan :
1. Identifikasi Untuk mengetahui
karakteristik nyeri karakteristik nyeri
(mis. Pencetus, Untuk mengetahui
pereda, kualitas, riwayat alagergi
lokasi, intensitas, obat pasien
frekuensi, durasi) Untuk mengetahui
2. identifikasi ttv pasien stabil atau
riwayat alergi obat tidak
3. identifikasi
kesesuaian jenis
analgesic (mis.
Narkotika. Non-
narkotik, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
4. monitor tanda-
tanda vital sebelum
dan sesudah
pemberian analgesik
penyakit,
Agar Citra tubuh
pembedahan)
pasien meningkat
4. Diskusikan cara
mengembangkan Agar pasien merasa
harapan citra tubuh nyaman untuk
secara realitas bercerit
5.Diskusikan
persepsi pasien dan
keluarga perubahan
citra diri
D. EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA
Gebby Gabriela. 2019. Askep cidera kepala ringan. Sekolah ilmu kesehatan perintis padang.
http://repo.stikesperintis.ac.id/831/1/10%20GEBI%20GABRIELA.pdf , diakses pada 20
September 2021
Nova Friska. 2019. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Edema Serebri pada cidera kepala
traumatic. Universitas Syiah Kuala. https://bimiki.e-journal.id/bimiki/article/view/27 ,
diakses pada 20 September 2021.
Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia. 2010. Clinical Pathology and Medical
Laboratory. https://www.google.com/search?
q=Perhimpunan+Dokter+Spesialis+Patologi+Klinik+Indonesia.
+2010.+Clinical+Pathology+and+Medical+Laboratory.&oq=Perhimpunan+Dokter+Spes
ialis+Patologi+Klinik+Indonesia.+2010.+Clinical+Pathology+and+Medical+Laboratory.
+&aqs=chrome..69i57.1084j0j15&sourceid=chrome&ie=UTF-8# , diakses pada 20
September 2021.