Anda di halaman 1dari 23

A.

ANATOMI FISIOLOGI
1. ANATOMI OTAK

a. Serebelum (otak kecil)


Fungsi sereberum adalah :
1) Pusat penerimaan dari reseptor sensori umum ( palaesereberum)
2) Untuk keseimbangan dan rangsangan pendengaran ke otak (
arkhiserebelum)
3) Untuk mengatur gerakkan ( Neoserebelum)
b. Sereberum ( otak besar)
Otak besar merupakan bagian terluar dan terbesar dari otak, berbentuk telur
dan mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak sereberum terdapat 4
lobus yaitu :
 Lobus frontalis : Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual
yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara
(area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis
(area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor).
Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus
ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan
inisiatif
 Lobus parietalis : Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran
sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran (White, 2008).
 Lobus temporalis : Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks
serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior
dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk
mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm
pembentukan dan perkembangan emosi.
 Lobus oktipitalis : Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan
area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan
informasi saraf lain & memori (White, 2008).
 Lobus Limbik : Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia,
memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan
melalui pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom (White,
2008).
Adapun fungsi serebelum terdiri dari :
1) Mengigat pengalaman masalalu
2) Pusat persyarafan yang mennagani aktifitas mental, akal, intelegensi,
keinginan, dan memori
3) Pusat menangis, BAB, BAK

c. Batang otak
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang
saraf cranial. Batang otak terdiri dari Diensefalon, mesensefalon, pons varoli,
dan medulla oblongata.
1) Diensefalon, bagian batang otak paling atas yang berfungsi :
 Vasokonstritor, mengecilkan pembuluh darah
 Resipiratori atau membantu proses pernafasan
 Mengontrol kegiatan refleks
 Membnatu pekerjaan jantung
2) Mesensefalon berfungsi :
 Membantu pekerjaan bola mata dan mengnagkat kelopak mata
 Memutar mata dan pusat pergerakkan mata
3) Pons voli berfungsi :
 Penghubung antara kedua bagian serebelum
 Pusat syaraf trigeminus
4) Medulla oblongata berfugsi :
 Mengontrol pekerjaan jantung
 Mengecilkan pembuluh darah
 Pusat pernafasan
 Mengontrol kegiatan refleks

2. PENGERTIAN
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas. Cidera kepala ringan juga dapat diartikan trauma kepala dengan GCS
15: ( sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, megeluh pusing dan nyeri
kepala, hematoma, abrasi, dan laserasi. (Mansjoer, 2011)
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan intersisial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. (Mutaqin, 2008)
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), trauma kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana dapat menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Trauma kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak
(Pierc dan Neil, 2010).
Cedera kepala adalah cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan otak
akibat perdarahan dan pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan
penyebab peningkatan tekanan intra kranial (TIK). (Brunner & Suddarth, 2010)

3. ETIOLOGI
Cedera kepala terjadi ketika ada benturan keras, terutama yang
berlangsung mengenai kepala, keparahan cedera akan tergantung dari mekanisme
dan kerasnya benturan yang dialami. Cidera kepala merupakan salah satu
penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan
sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas ( Mansjoer, 2011). Penyebab
cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera
olah raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau
(Corkrin, 2009).
a. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
 Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma
subdural.
 Tulang : Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi
(tertutup & terbuka).
 Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan,
sedang, berat), difusi laserasi.
b. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi :
 Oedema otak
 Hipoksia otak
 Kelainan metabolic
 Kelainan saluran nafas
Klasifikasi cidera kepala antara lain :
1) Berdasarkan macam cedera kepala (Brunner dan Suddarth, 2010):
a. Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya
tengkorak Atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini
ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga
dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan
otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda
tajam/ tembakan. Cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen
memiliki abses langsung ke otak.
b. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah
goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang
bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan
tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio geger otak, kontusio
memar, dan laserasi.
2) Berdasarkan tingkat keparahan (Rosjidi, 2007):
a. Cedera kepala ringan
 GCS = 13 – 15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
 Tidak ada kontusio tengkorak
 Tidak ada fraktur cerebral,hematoma.
b. Cedera kepala sedang
 GCS = 9 – 12
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
 Dapat mengalami fraktur tengkorak.
 Diikuti contusio serebral, laserasi dan hematoma intrakranial.
c. Cedera kepala berat
 GCS = 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
 Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Dewasa Respon Bayi dan anak-anak


Respon membuka mata (E)
Spontan 4 Spontan
Dengan perintah 3 Dengan perintah
Dengan rangsang nyeri 2 Dengan rangsang nyeri
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon
Respon verbal (V)
Orientasi baik 5 Orientasi baik
Disorientasi 4 Menangis tetapi dapat
ditenangkan
Kata-kata tidak teratur 3 Menangis dan tidak dapat
ditenangkan
Menggumam 2 Menggumam dan agitatif
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon
Respon motorik (M)
Mengikuti perintah 6 Aktif
Melokalisir rangsang nyeri 5 Melokalisir rangsang nyeri
Menghindarai rangsang nyeri 4 Menghindarai rangsang nyeri
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon
Total skor 15
Tabel : Glasgow Coma Scale

Sumber: ilmu bedah saraf Satyanegara (2010) hal.185


4. PATOFISIOLOGI
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita
seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat
terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada
kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah
tengkorak maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain
dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak,
pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan
coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada
orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada
coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena
sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan.
Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada keadaan.;Keadaan ini terjadi
ketika pengereman mendadak pada mobil/motor. Otak pertama kali akan
menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada awalnya
bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.Karena
pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak
terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang
tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak
terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak
bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi
tekanan tinggi dan menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan
kolapsnya gelembung yang mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah
otak karena terjadi penekanan, sehingga daerah yang memperoleh suplai darah
dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi
pergerakan kepala ke depan.
5. PATHWAY

Etiologi

(Kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, kecelakaan olah raga, pukulan)

Trauma kepala

Cedera jaringan otak

Ps tampak gelisah Kerusakan neuromuskuler Respon peradangan


Ps bertanya-tanya
Ttg keadaannya Obstruksi trakeobronkial Tegangan dura &
pembuluh darah
Ansietas
Resti thd pola nafas tak efektif
Nyeri akut

Hiperemi (Pe↑ volume darah, Pe↑ permeabilitas kapiler, vasodilatasi arterial

Nyeri kepala

TIK me↑ Muntah proyektil Potensial pe↑ TIK

Papil edema
Kejang Perubahan motorik & sensorik Tk. kesadaran me↓

Kekacauan mental

Kerusakan persepsi/kognitif Kerusakan otot


Resiko cedera
Pe↓ kerusakan/tahanan Tdk mampu mencerna

 Disorientasi thd tempat Tdk mampu bergerak sesuai tj Muntah


proyektil
 /waktu dan orang Kerusakan mobilitas fisik Perubahan nutrisi < dr kebutuhan
 Perub pola komuniukasi
 Perub pola perilaku
 Muntah proyektil Propiosepsi Edema serebral Patologis otak Pe↑an vasokomiksi
tbh
Perub persepsi sensori
TDL sistematik/hipoksia Kejang

Penghentian TD oleh Sol Odema pulmonal

Perub perfusi jar serebral


6. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial,
edema serebral progresif, dan herniasi otak
1) Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada
pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira
72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk
membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan
trauma..
2) Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti
anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan
defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau
epilepsy.
3) Komplikasi lain secara traumatic :
 Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
 Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,
abses otak)
 Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
4) Komplikasi lain:
 Peningkatan TIK
 Hemorarghi
 Kegagalan nafas
 Diseksi ekstrakranial
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring
kadar O2 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah
satu test diagnostic untuk menentukan status respirasi..
2) CT-scan
mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran jaringan
otak.
3) Foto Rontgen
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
4) MRI
Sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
5) Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
6) Pemeriksaan pungsi lumbal
Mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid
7) Pungsi Lumbal CSS
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
8) PET (Pesikon Emission Tomografi)
Menunjukkan aktivitas metabolisme pada otak.
9) GDA (Gas Darah Arteri)
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
10) Kadar elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intracranial
11) BAER (Brain Eauditory Evoked)
Menentukan fungsi dari kortek dan batang otak.
(menurut Musliha, 2010)
8. Penatalaksanaan
1) Umum, menurut Tunner (2009):
a. Airway
 Atur posisi : posisi kepala datar dan tidak miring ke satu sisi untuk
mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut
b. Breathing
 Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
 Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen
c. Circulation
 Kaji keadaan perfusi jaringan perifer (akral, nadi, capillary rafill time,
sianosis pada kuku, bibir)
 Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap
cahaya
 Monitoring tanda – tanda vital
 Monitoring intake dan output
2) Khusus, menurut Tunner (2009):
 Konservatif: Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid, pemberian
steroid
 Operatif: Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
 Monitoring tekanan intrakranial: yang ditandai dengan sakit kepala hebat,
muntah proyektil dan papil edema
 Pemberian diet/nutrisi
3) Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi, menurut Mansjoer (2011)
a. Penatalaksanaan Cedera Kepala Ringan (GCS 14–15)
 Observasi atau dirawat di rumah sakit bila CT Scan tidak ada atau hasil
CT Scan abnormal
 Indikasi rawat inap adalah riwayat hilang kesadaran, sakit kepala sedang–
berat, pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-obatan, fraktur tulang
tengkorak, adanya kebocoran liuor serebro-spinalis (rinorre/ottorea),
cedera penyerta yang bermakna, indikasi sosial (tidak ada keluarga atau
pendamping di rumah).
 Bila tidak memenuhi kriteria rawat inap maka pasien dipulangkan dengan
diberikan pengertian kemungkinan kembali ke rumah sakit bila dijumpai
tanda-tanda perburukan, seperti:
- mengatuk dan sukar dibangunkan
- mual, muntah dan pusing yang hebat
- kelumpuhan sala satu sisi anggota gerak dan kejang
- nyeri kepala yang hebat atau bertambah hebat
- bingung,gelisah, tidak mampu berkonsentrasi
- perubahan denyut nadi atau pola pernapasan.
 Observasi tanda-tanda vital serta pemeriksaan neurologis secara periodik
setiap ½- 2 jam.
 Pemeriksaan CT Scan kepala sangat ideal pada penderita CKR kecuali
memang sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal.
b. penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-13)
 Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis secara
periodik.
 Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila
kondisi memburuk dilakukan CT Scan ulang dan penatalaksanaan sesuai
protokol cedera kepala sedang.
c. Penatalaksanaan Cedera Kepala Berat (GCS > 8)
 Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi dan
jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat
disingkirkan.
 Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi
korban agar tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan
transfusi darah jika Hb kurang dari 10 gr/dl.
 Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain,
GCS dan pemeriksaan batang otak secara periodik.
 Berikan manitol IV dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat mungkin
pada penderita dengan ancaman herniasi dan peningkatan TIK yang
mencolok.
 Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 3×1,
furosemide diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri,
berikan anti perdarahan.
 Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti kejang
jika penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera kepala
terbuka, rhinorea, otorea.
 Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin IV untuk mencegah perdarahan
gastrointestinal.
 Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Emergency dan Kritis
PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Perhatikan kepatenan jalan napas, apakah ada sumbatan, sputum/ sekret, darah,
benda asing dan sebagainya.
b. Breathing
Melihat : adanya pengembangan dinding dada, penggunaaan otot bantu nafas,
pernapasan cuping hidung, sianosis,respirasi cepat (takipnea).
Mendengar : terdengar suara nafas stridor (indikasi adanya obstruksi parsial
jalan nafas).
Merasakan : hembusan nafas.
c. Circulation
Akral dingin, kulit pucat, adanya perdarahan (dimulut, telinga, hidung),
capilarry refille time.
d. Disability
Ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil
anisokor dan nilai GCS. Menurut Arif Mansjoer Et all ( 2000) penilaian GCS
beerdasarkan pada tingkat keparahan cidera :
1) Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)
a) Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)
b) Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)
c) Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
d) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
e) Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala
f) Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
2) Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
a) Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
b) Konkusi
c) Amnesia pasca trauma
d) Muntah
e) Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata
rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
3) Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)
a) Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)
b) Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c) Tanda neurologis fokal
d) Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.
4) Exposure of extermitas
Ada tidaknya peningkatan suhu ruangan, pertahankan suhu ruangan yang
normal.
PENGKAJIAN SKUNDER
a. Breathing (B1)
Perubahan system persyarafan tergantung gradasi dari perubahan serebral
akibat trauma kepala.
b. Blood (B2)
1) Sering ditemukan syok hipovelemik pada cedera kepala sedang dan berat.
Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardi dan
aritmia. Frekuansi nadi cepat dan lemah Karena homeostatis tubuh untuk
menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer.
2) Nadi bradikardi sebagai tanda perubahan perfusi jaringan otak
3) Kulit pucat karena penurunan kadar hemoglobin dalam darah
4) Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-
tanda awal dari syok
5) Terjadi retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus sehingga
elektrolit meningkat.
c. Brain (B3)
1) Pengkajian tingkat kesadaran : letargi,stupor,semikomatosa sampai Koma
2) Pengkajian fungsi serebral
3) Pengkajian saraf cranial
d. Bladder (B4)
1) Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal
2) Setelah cedera kepala,klien dapat terjadi inkotinensia urine
e. Bowel (B5)
1) Terjadi kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada
fase akut. Defekai terjadi kontipasi akibat penurunan peristaltic usus
2) Pemeriksaan rongga mulut terdapat mulut dan dehidrasi
3) Bising usus menurun atau hilang. Motilitas usus menurun
f. Bone (B6)
Disfungsi motorik yaitu : kelemahan pada seluruh ekstrimitas. Kaji warna
kulit ,suhu kelembapan dan turgor kulit,warna kebiruan. Pucat pada wajah
dan membran mukosa karena rendahnya kadar hemoglobin atau syok.
2. Diagnosa keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ansietas
2) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
3) Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik
3. Intervensi keperawatan

N Diagnosa Rencana Keperawatan


o Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Ketidakefektifan NOC: status pernafasan ( NIC: Monitor pernafasan (
pola nafas 0415) 3350)
berhubungan Definisi : proses keluar
Aktifitas aktifitas :
dengan ansietas masuknya udara ke paru paru
serta pertukaran 1. Monitor kecepatan
karbondioksida dan oksigen irama, kedalaman, dan
dialveoli. kesulitan bernafas
Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor suara tambahan
keperawatan selama 1 x 2 jam 3. Monitor pola nafas
status pernafasan pasien
4. Posisikan pasien miring
membaik dengan kriteria hasil
: kesamping sesuai
 Frekuensi pernafasan indikasi untuk mencegah
Dari skala 2 ditingkatkan
menjadi 4 aspirasi
 Irama pernafasan 5. Berikan bantuan terapi
Dari skala 2 ditingkatkan
nafas jika diperlukan
menjadi 4
 Kedalaman inspirasi 6. Pasang sensor pemantau
Dari skala 2 ditingatkan
oksigen
menjadi 4
 Penggunaan otot bantu
nafas
Dari skala 2 ditingkatkan
menjadi 4
 Suara nafas tambahan
Dari skala 3 ditingkatkan
menjadi 4

2. Resiko NOC: perfusi jaringan serebral NIC: Monitor tekanan


Ketidakakefektifan ( 0406) definisi : kecukupan Intrakranial (TIK) 2590
perfusi Jaringan aliran darah melalui pembuluh Aktivitas :
serebral darah otak untuk 1. Monitor tekanan darah
mempertahankan fungsi otak keotak
Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor kualitas dan
keperawatan selama 1x 2 jam karakteristik
perusi jaringan serebral dapat gelompang TIK
tertasi dengan kriteria hasil : 3. Rekam pembacaan
 Tekanan intracranial tekanan TIK
Dari skala 2 ditingkatkan 4. Berikan antibiotik
menjadi 4 5. Berikan ruang untuk
 Tekanan darah sistolik perawatan agar
Dari skala 2 ditingkatkan meminimalkan elevasi
menajdi 4 TIK
 Tekanan darah diastolic 6. Berkan informasi
Dari skala 2 ditingkatkan kepada pasien dan
mnjadi 4 keluarga atau orang

 Sakit kepala terdekatnya

Dari skala 2 ditingkatkan


menjadi 4
 Kegelisahan
Dari skala 2 ditingkatkan
menjadi 4
 Kecemasan yang tidak
dapat dijelaskan
Dari skala 2 ditingkatkan
menjadi 4
3. Nyeri akut NOC: control nyeri ( 1605) NIC:Manajemen nyeri ( 1400)
berhubungan Definisi : tindakan pribadi Aktivitas :
dnegna agens untuk mengontrol nyeri 1. Lakukan pengkajiannyeri
cidera fisik Setelah dilakukan tindakan secara komprehensif yang
keperawatan selama 1 x 2 jam meliputi lokasi,
nyeri pasien dapat teratasi karakteristik, onst/durasi,
dengan keriteria hasil : frekuensi, factor pencetus
 Mengenali kapan nyeri 2. Observasi adanya
terjadi petunjuk non verbal
Dari skala 2 ditingkatkan mengenai
menjadi 4 ketidaknyamanan
 Menggambarkan factor terutama pada mereka
penyebab yang tidak dapat
Dari skala 3 ditingkatkan berkomunikasi efektif
menjadi 4 3. Ajarkan prinsip-prinsip
 Menggunkan jurnal harian manajemen nyeri
untuk memonitor gejala 4. Berikan I ndivividu
dari waktu ke waktu penurun nyeri yang
Dari skala 3 ditingkatkan optimal dengan peresepan
menjadi 4 analgesic

 Menggunakan tindakan 5. Berikan informasi

pengurangan nyeri tanpa mengenai nyeri, seperti

non analgesic penyebab, berapa lama

Dari skala 2 ditingkatkan nyeri yang dirasaka

menjadi 4 6. Bantu kelurag untuk

 Menunggunakan analgesic mencari dan menyediakan

yang direkomendasikan dukungan

Dari skala 2 ditingkatkan 7. Beri tau dokter jika


menjadi 4 tindakan tidak berhasil
atau jika keluhan pasien
belum berubah
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius

Brunner & Suddart . 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Carolyn M. Hudak. 2009. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih
Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC

Corwin, E.J. 2013. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC

Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-2008. Jakarta:
EGC

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2009. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease Processes. 4th
Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY & KRITIS PADA PASIEN TN.Y


DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKR
DIRUANG IGD RUMAH SAKIT TUGUREJO
SEMARANG

DISUSUN OLEH :
TRI UTAMI (010117A109)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2019

Anda mungkin juga menyukai