OLEH :
DWI RAHAYU
NIM. 201910461011017
B. KLASIFIKASI
Terdapat 2 jenis stroke secara umum, yaitu stroke iskemik atau infark
(penyumbatan) dan stroke hemoragik (perdarahan).
1. Stroke iskemik/infark adalah kematian jaringan otak karena penyumbatan.
Biasanya terjadi pada usia >50 tahun. Stroke infark dibagi menjadi 2, yaitu:
Jenis Keterangan
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang timbul pada seseorang dengan CVA infark di antaranya
(Satyanegara, 2014):
1. Defisit kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), tidak mampu memberi alasan
atau berpikir abstrak.
2. Defisit motorik: hemiparese (kelemahan otot parsial), hemiplegia
(ketidakmampuan salah satu tangan dan kaki untuk bergerak), distria
(kerusakan otot-otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3. Defisit aktivitas mental dan psikologi: labilitas emosional, kehilangan
kontrol diri, depresi, sinkope, kehilangan kesadaran, vertigo.
4. Defisit sensori: jarak visual terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri,
penglihatan ganda, hilangnya respons terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, rasa panas dan dingin), kebutaan.
5. Defisit bahasa/komunikasi: afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah
suara menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami), afasia reseptif
(kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan), disratria (bicara pelo).
D. ETIOLOGI
1. Aterosklerosis
Aterosklerosis terjadi ketika timbunan lemak berada di dinding bagian
dalam arteri, biasa disebut plak atau atheroma. Hal ini membuat arteri
menjadi lebih sempit (stenosis), sehingga menghambat aliran darah.
2. Atrial Fibrilasi
Beberapa kondisi dapat menyebabkan pembekuan darah terbentuk di hati
yang kemudian bergerak melalui aliran darah ke otak (emboli).
3. Diseksi Aorta
Kondisi robeknya dinding pembuluh darah aorta, sehingga menyebabkan
pemisahan bahkan membuat darah bercampur di arteri. Penumpukan aliran
darah menyebabkan gumpalan dan membatasi aliran darah ke otak (Stroke
Association, 2017).
E. FAKTOR RISIKO
Kondisi yang dapat meningkatkan risiko terjadinya CVA infark adalah
(Yueniwati, 2015):
1. Usia: risiko pada usia >50 tahun berhubungan dengan proses penuaan, di
mana seluruh organ mengalami kemunduran fungsi termasuk pembuluh
darah di otak.
2. Hipertensi: tekanan darah yang tinggi akan memaksa jantung untuk bekerja
lebih keras dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah.
3. Kolesterol tinggi: kelebihan kolesterol dalam darah dapat meningkatkan
kecenderungan penggumpalan darah, karena lemak bersifat lengket dan
membuat darah lengket dan menggumpal.
4. Obesitas: biasanya terjadi aterosklerosis yaitu penyempitan dan pengerasan
dalam pembuluh darah arteri akibat pengendapan kolesterol dan lemak
lainnya.
5. Diabetes melitus: insulin yang tidak tercukupi dalam proses metabolisme
mengakibatkan aliran darah dipenuhi glukosa. Glukosa yang tidak masuk
dalam tubuh dipecah dan mengalir bebas di pembuluh darah
mengakibatkan sumbatan.
6. Merokok: bahan kimia yang ada di rokok akan diserap tubuh dan
menyebabkan perubahan pembuluh darah di otak.
F. PATOFISIOLOGI
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik otak terjadi dalam waktu yang singkat kurang
dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen.
Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati
permanen dan mengakibatkan infark pada otak. Setiap defisit fokal permanen akan
bergantung pada daerah otak mana yang terkena. Daerah otak yang terkena akan
menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling
sering mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis interna
(Satyanegara, 2014).
Defisit fokal permanen dapat tidak diketahui jika klien pertama kali mengalami
iskemikotak total yang dapat teratasi.Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat
karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke
jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala
yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen
dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron. Area
yang mengalami nekrosis disebut infark. Gangguan peredaran darah otak akan
menimbulkan gangguan pada metabolisme sel-sel neuron, di mana sel-sel neuron
tidak mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung
dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau ke
dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan
degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral
sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan
setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak. Perdarahan biasanya berhenti
karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan.
Setelah 3 minggu, darah mulai di reabsorbsi. Ruptur ulang merupakan risiko serius
yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama. Ruptur ulang
mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu menimbulkan iskemik
fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat menimbulkan kehilangan
kesadaran, peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan
gesekan otak (otak terbelahsepanjang serabut) (Wittenauer & Smith, 2012).
Pendarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan
tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan tekanan
intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasiunkus atau serebelum,
bradikardia, hipertensi iskemik, dan gangguan pernafasan. Darah merupakan
bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat mengiritasi
pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong
spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri atau
vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahan
dan menyebabkan kontruksi arteri otak. Vasospasme merupakan komplikasi yang
mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan infark
(Batticaca, 2008).
G. PATHWAY
I. PENCEGAHAN
Pencegahan CVA infark dapat dilakukan dengan cara (Batticaca, 2008):
1. Menghindari konsumsi kopi dan alkohol, serta rokok.
2. Usahakan mempertahankan berat badan ideal (mencegah obesitas).
3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi.
4. Batasi makanan tinggi kolesterol dan lemak (daging, keju, alpukat).
5. Olahraga secara teratur.
J. DIAGNOSTIK
Diagnosis CVA infark dapat ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, dan laboratorium.
1. Pemeriksaan Fisik melalui anamnesa dan pengkajian neurologi
(Wittenauer & Smith, 2012).
a) Riwayat penyakit sekarang: kapan timbulnya, lama serangan, gejala
yang timbul.
b) Riwayat penyakit dahulu: diabetes, jantung, hipertensi, trauma kepala.
c) Riwayat penyakit keluarga: DM, hipertensi, jantung.
d) Aktivitas: kesulitan beraktivitas, kehilangan sensasi penglihatan,
gangguan tonus otot, penurunan kesadaran.
e) Sirkulasi: disritmia, hipertensi, gagal ginjal kronik.
f) Makanan/cairan: nafsu makan menurun, mual, muntah, kehilangan
sensasi pengecapan, obesitas.
g) Neurosensorik: sinkop, vertigo, sakit kepala, penglihatan ganda,
afasia, reaksi pupil tidak sama.
h) Kenyamanan: sakit kepala, tingkah laku tidak stabil, gelisah.
i) Pernafasan: merokok, tidak mampu menelan, batuk.
j) Interaksi sosial: masalah komunikasi.
2. Pemeriksaan Penunjang (American Heart Association, 2018)
a) Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik (penyumbatan atau perdarahan).
b) CT scan: mengetahui adanya tekanan normal, trombosis, emboli
serebral, dan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan kadar protein
total pada kasus trombosis disertai proses inflamasi.
c) Magnetic Resonance Imaging (MRI): menunjukkan daerah infark,
perdarahan, dan malformasi arteriovena.
d) USG Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah pada
sistem arteri karotis, aliran darah, timbulnya plak) dan aterosklerosis.
e) Elektroensefalogram (EEG): mengidentifikasi masalah gelombang
pada otak dan memperlihatkan daerah yang lesi secara spesifik.
3. Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan
serebrospinal, analisa gas darah (BGA), biokimia darah, dan elektrolit
(Batticaca, 2008).
K. PENTALAKSANAAN
Hal-hal yang dapat dilakukan apabila terjadi serangan stroke iskemik/infark
adalah (Satyanegara, 2014):
1. Penatalaksanaan umum
a) Terapi cairan, pada fase akut stroke berisiko terjadi dehidrasi karena
penurunan kesadaran atau mengalami disfagia (gangguan menelan).
Terapi cairan ini penting untuk mempertahankan sirkulasi dan tekanan
darah. Penanganan awal diberikan normal saline, kemudian dilanjutkan
dengan KA-EN 3A/3B setelah hemodinamik stabil. Kedua larutan ini
baik pada kondisi dehidrasi hipertonik, larutan lainnya bisa diberikan
untuk memelihara homeostasis elektrolit (kalium dan natrium).
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mengalami
gangguan aliran darah ke otak, sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan mempertahankan metabolisme
otak.
c) Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial (TIK), biasanya
disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu pengurangan edema
penting dilakukan, misalnya dengan pemberian manitol, kontrol atau
pengendalian tekanan darah.
d) Monitor fungsi pernafasan: analisa gas darah.
e) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit.
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian anti konvulsan.
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan
pemberian makanan.
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan anti koagulan.
j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, pupil, fungsi
sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks.
2. Pembedahan: dilakukan jika perdarahan serebrum memiliki diameter >3 cm
atau volume darah dalam serebral sebanyak >50 ml.
3. Terapi obat-obatan: pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant
tissue- plasminogen), obat jantung seperti digoksin pada aritmia jantung
atau alfa beta, kaptropil, antagonis kalsium pada klien dengan hipertensi.
L. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Data umum: khususnya usia (risiko pada usia >50 tahun) dan jenis kelamin
(laki-laku memiliki kemungkinan lebih tinggi).
2. Data khusus
a) Riwayat penyakit sekarang
• Keluhan utama saat MRS: klien biasanya mengalami penurunan
kesadaran; tampak lemah; mengalami kekakuan otot sebelah sisi.
• Keluhan utama saat pengkajian: apabila keluhan nyeri, kaji
dengan PQRST.
b) Riwayat kesehatan sebelum sakit
• Penyakit yang pernah diderita: DM, jantung, hipertensi.
• Obat-obatan yang biasa dikonsumsi: obat dari penyakit penyerta.
• Kebiasaan berobat: pengobatan mandiri atau rujukan ke RS.
• Riwayat alergi: tidak ada masalah.
• Riwayat kesehatan: merokok, minum alkohol, sering
mengonsumsi kopi.
c) Riwayat kesehatan keluarga: ada riwayat stroke di keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum → klien tampak lemah, kesulitan bicara (pelo), tidak
sadar.
b) TTV → tekanan darah (biasanya meningkat), respirasi (jarang ada
masalah, biasanya sesak), nadi (meningkat, irreguler, teraba lemah),
dan suhu.
c) B1 (breathing/pernafasan) → kemungkinan ditemukan kesulitan
bernafas atau nafas tidak teratur, penggunaan otot bantu nafas, ada
ronchi (akumulasi sekret), batuk, terdengar snoring (pada klien yang
mengalami penurunan kesadaran).
d) B2 (bleeding/kardiovaskular) → suara jantung mur-mur, irama jantung
irreguler, CRT >2 detik.
e) B3 (brain/persarafan) → GCS digunakan untuk menilai kesadaran
klien, bisa sadar atau koma, paralisis/kelumpuhan, otot wajah tertarik
ke sisi yang sehat.
f) B4 (bladder/perkemihan) → biasanya ditemukan perubahan pola
berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria, distensi kandung kemih,
pada klien dengan penurunan kesadaran dipasang kateter.
g) B5 (bowel) → adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun,
mual, muntah, konstipasi akibat penurunan peristaltik usus, klien
dengan kesulitan menelan biasanya ditangani dengan pemasangan
NGT.
h) B6 (bone/muskuloskeletal) → turgor jelek, tidak ada perdarahan, akral
dingin dan pucat, pergerakan sendi terhambat.
4. Pemeriksaan penunjang: CT scan (adanya peningkatan TIK), MRI (tidak
ada perdarahan, menentukan lokasi infark), EEG (adanya perubahan aliran
listrik di otak), cek kimia darah (hiperglikemi dan kolesterol tinggi).
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan menelan b/d paralisis serebral.
2. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (infark serebral).
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif b/d faktor risiko stenosis karotis.
4. Gangguan mobilitas fisik b/d kekakuan sendi, gangguan neuromuskular.
5. Defisit perawatan diri b/d kelemahan, gangguan muskuloskeletal.
6. Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan neuromuskular (PPNI, 2016).
Analisa Data
No Data Etologi Masalah
1. Data subjektif : Arteri Vertebra Basilaris Gangguan
- Klien mengatakan menelan
kesulitan menelan Penurunan fungsi Nervus X dan
Data objektif : Nervus IX
- Batuk sebelum menelan
- Makanan tertinggal di Proses menelan tidak efektif
rongga mulut
No Data Etologi Masalah
- Tidak mampu Rufluks
menghabiskan makanan
- Kesulitan mengunyah Disfagia
- Muntah
American Heart Association. (2018). Let’s Talk About Ischemic Stroke. Retrieved
October 6, 2019, from https://www.stroke.org/-/media/stroke-files/lets-talk-
about-ischemic-stroke-
ucm_309725.pdf?la=en&hash=FD53EFDF471B00F4ADD57448FF945C893
FD0830F
Batticaca, F. . (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Satyanegara. (2014). Ilmu Bedah Saraf Edisi V. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Stroke Association. (2017). Ischaemic Stroke. Retrieved October 6, 2019, from
https://www.stroke.org.uk/sites/default/files/ischaemic_stroke.pdf
Wittenauer, R., & Smith, L. (2012). Ischaemic and Haemorrhagic Stroke. Retrieved
October 7, 2019, from
https://www.who.int/medicines/areas/priority_medicines/BP6_6Stroke.pdf
Yueniwati, Y. (2015). Deteksi Dini Stroke Iskemia dengan Pemeriksaan
Ultrasonografi Vaskular dan Variasi Genetika. Malang: UB Press.