Anda di halaman 1dari 88

STIKES NGUDI WALUYO

SKRIPSI

HUBUNGAN GAYA HIDUP KURANG GERAK (SEDENTARY

LIFESTYLE) DENGAN HIPERTENSI PADA PEKERJA KONVEKSI

DI KELURAHAN GENUK UNGARAN BARAT

OLEH :

I WAYAN WIRIAWAN

010112a041

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO

UNGARAN

2016

1
STIKES NGUDI WALUYO

SKRIPSI

HUBUNGAN GAYA HIDUP KURANG GERAK (SEDENTARY

LIFESTYLE) DENGAN HIPERTENSI PADA PEKERJA KONVEKSI

DI KELURAHAN GENUK UNGARAN BARAT

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Keperawatan

OLEH :

I WAYAN WIRIAWAN

010112a041

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO

UNGARAN

2016
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary

Lifestyle) Dengan Hipertensi Pada Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk

Ungaran Barat telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dan telah

diperkenankan untuk diujikan.

Ungaran, Februari 2016

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Imron Rosyidi, S.Kep.,Ns.,M.Kep) (Yunita Galih Yudanari, S.Kep.,Ns.,M.Kep)


NIDN. 0606127804 NIDN.0612067804

LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary
Lifestyle) Dengan Hipertensi Pada Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk
Ungaran Barat yang disusun oleh:
Nama : I Wayan Wiriawan
NIM : 010112a041
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Telah disetujui untuk diseminarkan dihadapan tim penguji skripsi program
studi keperawatan.
Ungaran, Februari 2016
TIM PENGUJI
Ketua Tim Penguji

(Imron Rosyidi, S.Kep.,Ns.,M.Kep)


NIDN. 0606127804

Anggota Penguji

(Gipta Galih Widodo, S.Kp. M.Kep., Sp.KMB)


NIDN. 0619047703

Anggota Penguji Pendamping

(Yunita Galih Yudanari, S.Kep.,Ns.,M.Kep)


NIDN. 0612067804

MENGESAHKAN
Ketu Program Studi

(Faridah Aini, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMB)


NIDN. 0629037605
HALAMAN KESEDIAAN PUBLIKASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : I Wayan Wiriawan
NIM : 010112a041
Program Studi : Keperawatan

Menyatakan member kewenangan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Ngudi Waluyo untuk menyimpan, mengalihmedia/format-kan, merawat, dan

mempublikasikan skripsi saya dengan judul Hubungan Gaya Hidup Kurang

Gerak (Sedentary Lifestyle) Dengan Hipertensi Pada Pekerja Konveksi di

Kelurahan Genuk Ungaran Barat untuk kepentingan akademis.

Ungaran, Februari 2016


Yang Membuat Pernyataan

(I Wayan Wiriawan)
010112a041

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN


Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : I Wayan Wiriawan
NIM : 010112a041
Program Studi : Keperawatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul

Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Lifestyle) Dengan Hipertensi

Pada Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat disusun berdasarkan

hasil penelitian, pemikiran dan pemaparan asli dari saya sendiri bukan plagiasi

karya orang lain. Jika terdapat karya orang lain, saya telah mencantumkan

sumbernya dengan jelas.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di

kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,

maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang

telah saya peroleh karena skripsi ini dan sanksi lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Ungaran, Februari 2016


Yang Membuat Pernyataan

(I Wayan Wiriawan)
010112a041

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran


Program Studi Keperawatan
Skripsi Februari 2016
I Wayan Wiriawan
010112a041

Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Lifestyle) dengan


Hipertensi Pada Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat
(xvii + 73 halaman + 11 tabel + 2 gambar + 10 Lampiran)
ABSTRAK
Sedentary lifestyle merupakan sekelompok perilaku yang ditandai dengan
sedikit atau tidak ada gerakan fisik dan pengeluaran energi yang rendah kurang
dari 1,5 MET (Metabolic Equivalent Task). Physical inactivity menurunkan
produksi Nitric Oxide (NO), sehingga meningkatkan resistensi perifer dan
menimbulkan hipertensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara gaya hidup kurang gerak (sedentary lifestyle) dengan hipertensi pada
pekerja konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat.
Desain penelitian adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross
sectional. Populasi penelitian adalah pekerja konveksi di Kelurahan Genuk
Ungaran Barat dengan sampel sebanyak 96 responden dan teknik sampling
purposive sampling serta alat pengumpulan data menggunakan kuesioner WSQ.
Analisis data menggunakan uji korelasi Kendall Tau.
Hasil penelitian menunjukkan sedentary lifestyle paling banyak adalah
kategori tinggi yaitu sejumlah 49 responden (51,0%). Tekanan darah sistolik
paling banyak adalah kategori prehipertensi yaitu sejumlah 35 responden (36,5%).
Tekanan diastolik paling banyak adalah kategori prehipertensi yaitu sejumlah 43
responden (44,8%). Ada hubungan antara sedentary lifestyle dengan tekanan darah
pada pekerja konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat dengan nilai korelasi
tekanan darah sistolik +0,185, diastolik +0,244 dan p value sistolik (0,009),
diastolik (0,001) < (0,05).
Mengacu kepada hasil penelitian bahwa peningkatan sedentary lifestyle
mempengaruhi tekanan darah, maka pekerja konveksi diharapkan melakukan
kegiatan fisik minimal 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara
komulatif 150 menit selama 5 hari dalam satu minggu di luar jam kerja.

Kata kunci : sedentary lifestyle, hipertensi


Kepustakaan : 49 (1992-2015)

Ngudi Waluyo School Of Health Ungaran


Nursing Study Program
Final Assignment, February 2016
I Wayan Wiriawan
010112a041

The Correlation Between Sedentary Lifestyle with Hypertension in


Convection Workers at Genuk, West Ungaran

(xvii + 73 pages + 11 tables + 2 pictures + 10 attachments)


ABSTRACT
Sedentary lifestyle is a behaviour that is characterized by little or no
physical movement and low energy expenditure of less than 1.5 MET (Metabolic
Equivalent Task). Physical inactivity decreases the production of Nitric Oxide
(NO), thus increase peripheral resistance and cause hypertension. The purpose of
this study is to determine the correlation between sedentary lifestyle with
hypertension in convection workers at Genuk, West Ungaran.
The study design was descriptive correlation with cross sectional approach
. The study population was convection workers at Genuk West Ungaran with 96
respondents using purposive sampling technique. Data collection tools used WSQ
questionnaires . Analysis of data used Kendall Tau correlation test .
The results show that most sedentary lifestyle is in a high category, as
many as 49 respondents (51.0%). Systolic blood pressure is mostly in
prehypertension category, as many as 35 respondents (36.5%). Diastolic pressure
is mostly in prehypertension category as many as 43 respondents (44.8%). There
is a correlation between sedentary lifestyle with blood pressure in convection
workers at Genuk West Ungaran, with the correlation value of systolic blood
pressure (+0.185), diastolic (+0.244) and systolic p value (0.009), diastolic (0.001)
< (0.05).
Referring to the results of the study, the increase of sedentary lifestyle
affects blood pressure, so the convection workers are expected to perform
physical activity at least 10 minutes in a ceaseless activity and cumulatively 150
minutes for 5 days a week outside the working hours.

Keywords : sedentary lifestyle, hypertension


Bibliographies : 49 (1992-2015)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Nama : I Wayan Wiriawan

NIM : 010112a041

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Tempat, tanggal lahir : Kedui, 14 Juli 1994

Alamat : Br. Kedui, Tembuku, Bangli, Bali

Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia

Pendidikan Formal :

1. SD Negeri 3 Tembuku lulus tahun 2006

2. SMP Negeri 1 Tembuku lulus tahun 2009

3. SMA Negeri 1 Bangli lulus tahun 2012

4. Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo semester 7 sampai

sekarang.

KATA PENGANTAR
Om Swastyastu

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa,

Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asungkerta waranugraha-Nya penulis dapat

menyelesaikan tugas skripsi dengan judul Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak

(Sedentary Lifestyle) Dengan Hipertensi Pada Pekerja Konveksi Di Kelurahan

Genuk Ungaran Barat.

Dalam menjalani proses penyusunan skripsi tidak sedikit kendala yang

peneliti hadapi. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan maka dengan ini peneliti

mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan di

kemudian hari. Keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari arahan,

bimbingan, bantuan, serta dorongan dari berbagai pihak. Bersamaan dengan ini

perkenankanlah peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

:
1. Dr. Sugeng Maryanto, M.Kes. selaku Ketua STIKES Ngudi Waluyo.
2. Farida Aini, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMB selaku ketua Program Studi

Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo.


3. Imron Rosyidi, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan penelitian ini.


4. Dwi Novitasari, S.Kep.,Ns.,M.Sc. selaku pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan penelitian ini.


5. Yunita Galih Yudanari, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pengganti pembimbing 2

yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan penelitian

ini.
6. Seluruh staff pengajar di STIKES Ngudi Waluyo yang selalu memberikan

dukungan.
7. Kedua Orang Tua serta keluarga yang telah mengarahkan, membimbing,

mendoakan dan memberikan semangat dan motivasi.


8. Teman-teman 5PND (Dede, Bayu, Pandi, dan Jody) terima kasih atas kegilaan

kalian, dukungan, canda dan tawa saat suka ataupun duka yang telah kita lalui

bersama sehingga menjadikan motivasi bagi saya untuk kedepannya.


9. Rai Wirani yang sabar memberikan bimbingan , doanya dan selalu

memberikan dukungan dalam penyusunan penelitian ini.


10. Adikadik kost (Gus Dolit dan Gus Ubud) yang telah membantu dan

senantiasa memberikan dukungan dalam penulisan penelitian ini.


11. Teman-teman TRYBAL terima kasih atas dukungan, senyum, tawa dan canda

saat suka maupun duka kita bersama.


12. Teman-teman angkatan 2012 PSIK A kelas A STIKES Ngudi Waluyo yang

telah membantu dan senantiasa memberikan dukungan dalam penulisan

penelitian ini.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini yang tidak

bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Akhir kata peneliti berharap skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang

memerlukan dan membutuhkannya.

Om Cantih Cantih Cantih Om

Ungaran, Februari 2016

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ iii
LEMBAR KESEDIAAN PUBLIKASI......................................................... iv
LEMBAR KEASLIAN TULISAN................................................................ v
ABSTRAK....................................................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.........................................................................` viii
KATA PENGANTAR...................................................................................... ix
DAFTAR ISI.................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xv
DAFTAR TABEL............................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian....................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian..................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 9
A. Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Liifestyle).................... 9
1. Gaya Hidup dan Pola Hidup................................................. 9
2. Aktifitas Fisik....................................................................... 10
3. Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Lifestyle)................. 10
a. Pengertian......................................................................... 10
b. Faktor-Faktor Yang Meningkatkan Sedentary Lifestyle... 13
c. Dampak Sedentary Lifestyle............................................. 14
d. Alat Ukur Sedentary Lifestyle........................................... 18
B. Tekanan Darah........................................................................... 19
1. Pengertian 19
2. Resistensi 20
3. Sensor 21
4.. Pengendalian Tekanan Darah............................................... 22
5. Autoregulasi Aliran Darah.................................................... 25
6. Mengukur Tekanan Darah.................................................... 26
C. Hipertensi.................................................................................. 27
1. Pengertian............................................................................. 27
2. Patogenesis........................................................................... 28
3. Klasifikasi............................................................................. 29
4. Manifestasi Klinis................................................................. 29
5.. Faktor Risiko Hipertensi....................................................... 30
D. Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak ( Sedentary
Lifestyle) Dengan Hipertensi
.............................................................................................
33
E. Kerangka Teori.......................................................................... 37
F. Kerangka Konsep...................................................................... 38
G. Hipotesis.................................................................................... 38
BAB III MTODE PENELITIAN................................................................. 39
A. Desain Penelitian 39
B. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................... 39
C. Populasi dan Sampel 39
D. Variabel Penelitian 42
E. Definisi Operasional 43
F. Alat Pengumpulan Data............................................................ 45
G. Etika Penelitian 46
H. Cara Pengumpulan Data............................................................ 47
I. Pengolahan Data 48
J. Analisa Data 50
BAB IV HASIL PENELITIAN...................................................................... 53
A. Univariat............................................... 53
1. Sedentary Lifestyle.............................................................. 53
2. Tekanan Sistolik.................................................................. 53
3. Tekanan Diastolik............................................................... 54
4. Umur Responden................................................................ 54
B. Bivariat.................................................. 55
1. Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary
Lifestyle) Dengan Tekanan Darah Sistolik Pada
Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran
Barat 55
2. Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary
Lifestyle) Dengan Tekanan Darah Diastolik Pada
Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran
Barat 56
BAB V PEMBAHASAN................................................................................. 57
A. Gambaran Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary
Lifestyle) Pada Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk
Ungarann Barat 57
B. Gambaran Tekanan Darah Pada Pekerja Konveksi di
Kelurahan Genuk Ungarann Barat
60
C. Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary
Lifestyle) Dengan Hipertensi Pada Pekerja Konveksi di
Kelurahan Genuk Ungaran Barat
65
D. Keterbatasan 70
BAB VI PENUTUP......................................................................................... 72
A. Kesimpulan............................................................................... 72
B. Saran.......................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori


...................................................................................................................
37
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
...................................................................................................................
38
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Aktivitas dan Penggunaan MET............................................ 12


Tabel 2.2 Klasifikasi Obesitas........................................................................ 15
Tabel 2.3 Tekanan Darah................................................................................ 29
Tabel 3.1 Definisi Operasional....................................................................... 43
Tabel 3.2 Hasil Uji Normalitas Data............................................................... 51
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sedentary
Lifestyle di Kelurahan Genuk Ungaran Barat
................................................................................................
53
Tabel 4.2iiDistribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tekanan
Sistolik di Kelurahan Genuk Ungaran Barat
................................................................................................
53
Tabel 4.3iiDistribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tekanan
Diastolik di Kelurahan Genuk Ungaran Barat
................................................................................................
54
Tabel 4.4iiDistribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di
Kelurahan Genuk Ungaran Barat
................................................................................................
54
Tabel 4.5 Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Lifestyle)
Dengan Tekanan Darah Sistolik Pada Pekerja Konveksi Di
Kelurahan Genuk Ungaran Barat
................................................................................................
55
Tabel 4.6 Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Lifestyle)
Dengan Tekanan Darah Diastolik Pada Pekerja Konveksi
Di Kelurahan Genuk Ungaran Barat
................................................................................................
56
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Studi Pendahuluan


Lampiran 2 Surat Balasan Studi Pendahuluan
Lampiran 3 Surat Rekomendasi Kesbangpolinmas Kab. Semarang
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 5 Surat Balasan Ijin Penelitian
Lampiran 6 Surat Rekomendasi Kesbangpolinmas Kab. Semarang
Lampiran 7 Surat Permohonan Ijin Menjadi Responden
Lampiran 8 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 9 Lembar Kuesioner
Lampiran 10 Standar Operasional Prosedur Pengukuran Tekanan Darah

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara-negara di Asia Tenggara saat ini dihadapkan pada dua beban

kesehatan, yaitu beban terhadap penyakit infeksi yang sangat besar dan juga

meningkatnya beban mengenai penyakit tidak menular. Penyakit tidak

menular sudah menjadi penyebab kematian yang lebih umum bila

dibandingkan dengan penyakit akibat infeksi di negara berkembang. Penyakit

tidak menular berdampak terhadap 60% kematian dan merupakan 46% dari

jumlah beban penyakit global (Anies, 2006).


Berdasarkan profil World Health Organization (WHO) mengenai

penyakit tidak menular di Asia Tenggara, ada lima penyakit tidak menular

dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, yaitu Penyakit

Kardiovaskular (PKV), Diabetes Mellitus (DM), kanker, penyakit pernapasan

obstruksi kronik, dan cedera (Anies, 2006). Penyakit kardiovaskular secara

global menyebabkan sekitar 17 juta kematian per tahun. Hipertensi

menyebabkan 9,4 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun. Hipertensi

bertanggung jawab untuk setidaknya 45% dari kematian karena penyakit

jantung (WHO, 2013). Penderita hipertensi di Indonesia semakin meningkat,

tetapi baru 50% yang terdeteksi (Suiraoka, 2012).


Gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis individu

menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita

penyakit hipertensi. Penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa, terdapat

65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi (Info Datin Kemenkes RI, 2013).

Prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di

Papua Barat (20,1%). Provinsi Jawa Timur, Bangka Belitung, Jawa Tengah,

Sulawesi Tengah, DI Yogyakarta, Riau, Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah,


dan Nusa Tengah Tenggara Barat, merupakan provinsi yang mempunyai

prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka nasional (RISKESDAS, 2007).


Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90

mmHg (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Suiraoka (2012), faktor-faktor

risiko hipertensi ada yang dapat dikontrol dan ada yang tidak dapat dikontrol.

Faktor yang dapat dikontrol meliputi kegemukan, kurang olahraga, konsumsi

garam berlebih, merokok, mengkonsumsi alkohol, dan stress. Faktor yang

tidak dapat dikontrol meliputi keturunan (genetik), jenis kelamin, dan umur.

Penyakit kardiovaskular disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat

termasuk merokok, pola makan yang buruk dan perilaku menetap (sedentary

behaviours) (Inyang & Stella, 2015).


Menurut Tremblay (2012); RISKESDAS tahun 2007; LeBlanc et al

(2012) dalam Janssen (2013), sedentary behaviour adalah setiap aktivitas

dengan nilai pengeluaran energy 1,5 kali dibandingkan Resting Metabolic

Rate (RMT) dalam posisi duduk atau berbaring. Screen behaviours seperti

menonton televisi biasanya yang paling umum, tetapi bukan satu-satunya

sedentary behaviour. Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan cukup, apabila

kegiatan dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan

tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama 5 hari dalam satu minggu.
Menurut RISKESDAS tahun 2007, menyatakan bahwa aktivitas fisik

secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan menguatkan sistem

jantung dan pembuluh darah. Hampir separuh penduduk (48,2 %) kurang

melakukan aktivitas fisik. Kurang aktivitas fisik paling tinggi terdapat paling

tinggi terdapat pada kelompok umur 75 tahun ke atas (76,0 %) dan umur 10-
14 tahun (66,9 %), dan perempuan (54,5 %) lebih tingi dibandingkan laki-laki

(41,4 %). Provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat ke-13 dalam hal

prevalensi kurang aktivitas fisik penduduk pada 10 tahun ke atas dengan

persentase sebesar 44,2 %.


Menurut Ramadhani dan Indriasari dalam penelitiannya yang berjudul

Hubungan Aktivitas Sedentari Dengan Kejadian Overweight Pada Remaja

Di SMA Katolik Cendrawasih Makassar, menyimpulkan bahwa sebanyak

50,9 % remaja di SMA Katolik Cendrawasih Makassar yang mengalami

overweight. Ada hubungan antara aktivitas sedentari dengan kejadian

overweight diperoleh nilai (p=0,000) dimana remaja yang mengalami

overweight cenderung sering melakukan aktivitas sedentari.


Para peneliti telah menggunakan setidaknya empat metode untuk

menilai sedentary behaviours. Mereka menggunakan job rating yang

dikembangkan oleh para ahli, kuesioner (metode ini lebih prospektif untuk

studi hubungan antara perilaku menetap dan efek samping kesehatan), heart

rate monitors, dan accelerometers (Ford dan Caspersen, 2012).


Sedentary lifestyle berdampak buruk terhadap kesehatan pada anak-

anak selama hampir tiga puluh tahun, dan saat ini juga terkait dengan

morbiditas pada orang dewasa (Raynor et al., 2011). Aktivitas fisik yang

berkurang (sedentary lifestyle) menyebabkan kelebihan kalori dan asam

lemak. Individu yang kurang melakukan aktivitas fisik (sedentary lifestyle)

menyimpan dan menyerap banyak kalori karena pengeluaran energi

berkurang. Penimbunan kalori berlebih yang dapat menyebabkan obesitas

(Inyang & Stella, 2015). Faktor-faktor yang meningkatkan gaya hidup kurang

gerak (sedentary lifestyle) adalah kemajuan teknologi, etnis dan status sosial
ekonomi, dan jam kerja yang panjang, faktor demografi (usia dan gender)

(Inyang & Stella, 2015). Ada banyak hal yang memungkinkan orang dewasa

untuk duduk dalam waktu yang lama, hal-hal yang dapat menigkatkan sitting

time yaitu saat sarapan, mengemudi menuju tempat kerja, duduk di meja

kerja, pulang kerja, makan malam, saat malam hari untuk melakukan

sedentary activity seperti menonton televisi menggunakan komputer dan

bersosialisasi. Orang dewasa menghabiskan lebih dari setengah waktunya

untuk duduk (Owen, 2012).


Physical inactivity menurunkan produksi Nitric Oxide (NO) oleh

endotelium yang abnormal, yang menyebabkan perubahan diameter

pembuluh menyebabkan perubahan struktural vaskular yang mengakibatkan

hipertensi (Jayalakshmi, 2010). Proses kontraksi dan relaksasi mengakibatkan

jantung memompa darah ke seluruh tubuh dalam waktu 20 detik ketika tubuh

sedang beristirahat (Inyang & Stella, 2015). Parameter kardiovaskular seperti

denyut nadi, tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik meningkat

pada subyek menetap (sedentary), parameter kardiovaskular meningkat pada

sedentary subyek, ada peningkatan yang signifikan secara statistik setelah

usia 35 tahun. Terdapat bukti awal yang menunjukkan bahwa produsi NO

berkurang pada hipertensi, dan temuan ini tentu konsisten dengan aktivitas

simpatis dan penurunan vagal. Hiperaktif simpatik mungkin merupakan

pemicu penting dalam mekanisme kompensasi yang akhirnya menyebabkan

hipertensi. Peran NO dalam genesis hipertensi mungkin tidak terbatas pada

tonus pembuluh darah tetapi juga mungkin melibatkan efek modulator kuat

pada kontrol otonom kardiovaskular (Chowdhary and Townend, 2001).


Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada 18 November

2015 yang dilakukan di Kelurahan Genuk diperoleh informasi dari petugas

kelurahan bahwa Kelurahan Genuk terdiri dari 8 RW, dan 47 RT. Jumlah

penduduk 8.704 orang dengan pekerjaan dominan adalah buruk pabrik. Hasil

observasi terhadap 10 pekerja konveksi yang jam kerjanya lebih dari 5 jam

didapatkan 6 orang tidak menderita hipertensi, 1 orang prehipertensi dan 3

orang menderita hipertensi (stage 1). Pekerja konveksi selalu duduk

mengoperasikan mesin saat jam kerja. Jam kerja yang panjang serta periode

duduk yang lama tersebut menyebabkan sedentary activity (gerakan minimal

dengan pengeluaran energi yang rendah) yang bisa menimbulkan penyakit

kardiovaskular, seperti hipertensi (Kaplan, 2002); (Inyang dan Stella, 2015);

(Kozier et al., 2011).

Banyak faktor yang dapat menimbulkan hipertensi, salah satunya

adalah sedentary lifestyle. Pekerja konveksi memiliki jam kerja yang panjang

(>5 jam per hari) sehingga memiliki risiko yang tinggi untuk terkena

hipertensi karena berkurangnya kadar Nitric Oxide yang menyebabkan

perubahan diameter pembuluh serta perubahan struktural vaskular yang

mengakibatkan hipertensi.
Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk menganalisis

adakah Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Lifestyle) Dengan

Hipertensi Pada Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat.

B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut Adakah Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak


(Sedentary Lifestyle) Dengan Hipertensi Pada Pekerja Konveksi di Kelurahan

Genuk Ungaran Barat?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara gaya hidup kurang gerak (sedentary

lifestyle) dengan hipertensi pada pekerja konveksi di Kelurahan Genuk

Ungaran Barat.

2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan gambaran gaya hidup kurang gerak (sedentary

lifestyle) pada pekerja konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat.


b. Mendeskripsikan gambaran kejadian hipertensi pada pekerja

konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat.


c. Menganalisis hubungan gaya hidup kurang gerak (sedentary lifestyle)

dengan tekanan darah pada pekerja konveksi di Kelurahan Genuk

Ungaran Barat.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi perawat
a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bukti dan acuan untuk

mengetahui gaya hidup yang bisa memperburuk kondisi hipertensi


b. Mengembangkan ilmu dan ketrampilan dalam merawat pasien

hipertensi
2. Bagi subyek penelitian

Membantu memberi motivasi kepada pekerja agar membiasakan diri untuk

melakukan aktivitas secara teratur di luar jam kerja.

3. Bagi tempat penelitian


Dapat dijadikan masukan, pertimbangan, serta sumber informasi bagi

masyarakatnya, sehingga bisa mengurangi risiko terjadinya masalah

kesehatan.

4. Bagi Peneliti

Sebagai suatu pengalaman penelitian dan pengembangan wawasan

terhadap bidang keperawatan serta melengkapi tugas akhir pembelajaran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Lifestyle)


1. Gaya Hidup dan Pola Hidup
Pola hidup sehat adalah suatu gaya hidup dengan memperhatikan

faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi kesehatan, antara lain makanan

dan olah raga. Menururt Kotler (2002) dalam Proverawati dan Rahmawati

(2012) gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang

diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Secara umum dapat

diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana orang

menghabiskan waktunya (aktivitas). Menurut Suratno dan Rismiati (2001)

dalam Proverawati dan Rahmawati (2012), gaya hidup adalah pola hidup

seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam

kegiatan, minat dan pendapat yang bersangkutan. Gaya hidup

mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan.


Gaya hidup sehat adalah segala upaya yang menerapkan kebiasaan

yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan

kebiasaan buruk yang dapat menggangu kesehatan. Tubuh manusia

membutuhkan kesegaran jasmani dan makanan bergizi serta pengelolaan

stress yang efektif agar tubuh yang sehat dapat berfungsi maksimal. Hal
yang sama pentingnya adalah menentukan keseimbangan antara istirahat

yang cukup dan berlebihan. Istirahat yang berlebihan tidak baik untuk

otot, tulang, dan kesegaran jasmani secara umum (Proverawati dan

Rahmawati, 2012).
2. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh yang

menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan

kesehatan fisik, mental, dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap

sehat dan bugar. Penelitian yang dilakukan WHO menyatakan bahwa

gaya hidup terus menerus dalam bekerja menjadi penyebab 1 dari 10

kematian dan kecacatan,dan lebih dari dua juta kematian setiap tahun

yang disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik atau bergerak (Suiraoka,

2012).
3. Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Lifestyle)
a. Pengertian

Kata "sedentary" berasal dari kata Latin "Sedere" yang berarti

"duduk". Sedentary behaviours adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan perilaku orang-orang yang berkaitan dengan

pengeluaran energi yang rendah. Ini termasuk duduk dalam waktu

lama di tempat kerja, rumah, pusat bisnis, screen time yang lama,

mengemudi mobil dan waktu luang (Inyang dan Stella, 2015).

Sedentary lifestyle adalah jenis gaya hidup individu atau

kelompok yang tidak memperbolehkan melakukan aktivitas fisik

secara teratur. Seseorang yang hidup sedentary dikenal sebagai

"couch potato". Istilah ini diciptakan oleh seorang seniman komik


Robert Armstrong pada awal 70-an. Dia menunjukkan sekelompok

"couch potato" dalam serial komik yang menampilkan karakter

sedentary yang terus-menerus menonton televisi sebagai bentuk

meditasi. Publikasi melalui surat kabar, majalah dan siaran tersebar

tentang istilah "couch potato", sehingga istilah ini menjadi sangat

populer sebagai salah satu karakter tanpa aktivitas fisik dan duduk

lama (Inyang dan Stella, 2015).

Sedentary lifestyle merupakan sekelompok perilaku yang

ditandai dengan sedikit atau tidak ada gerakan fisik dan pengeluaran

energi yang rendah kurang dari 1,5 MET (Metabolic Equivalent Task),

MET digunakan untuk menilai pengeluaran energi selama kegiatan.

Berlari menghabiskan energi senilai 8 MET, jalan cepat memiliki nilai

3-4 MET sementara perilaku menetap adalah setiap kegiatan yang

menghabiskan kurang dari 1,5 MET. Beberapa individu

diklasifikasikan sebagai sedentary karena kurang aktivitas fisik yang

bisa dilihat berdasarkan keterlibatan mereka dalam kegiatan yang

tidak memerlukan konsumsi energi yang tinggi. Para peneliti

mengandalkan berbagai pendekatan untuk mengukur sedentary

lifestyle. Hal ini termasuk; mengemudi mobil, duduk, diam dalam

ruangan dan screen time (Inyang dan Stella, 2015).

Sedentary lifestyle didefinisikan dalam dua posisi (duduk atau

berbaring), dan pengeluaran energi rendah dari 1,0 sampai 1,5 MET

(satu MET merupakan pengeluaran rata-rata energi saat istirahat pada


remaja dan dewasa, yaitu 3,5 ml / kg / menit). Tidur tidak dianggap

sebagai sedentary behaviour, karena merupakan fungsi restoratif

fisiologis. Sedentary behaviours terhitung selama individu tidak tidur

(sadar) (Owen et al., 2012)

Tabel 2.1 Jenis aktivitas dan penggunaan MET.

Aktivitas Nilai MET


Tidur 0.95
Berbaring dan menonton televise 1.0
Duduk dan menonton televise 1.3
Duduk mengerjakan tugas, kegiatan ringan (misalnya, 1.5
pekerjaan kantor, pekerjaan di laboratorium kimia, dan
penggunaan komputer)
Berdiri, berkomunikasi dengan orang lain, di telepon 1.8
dan komputer
Workstation, treadmill, berjalan 2.3
Berdiri melakukan aktivitas ringan (misalnya, 3.0
bartender, pegawai toko, pustakawan, dll)
Bersih-bersih, menyapu karpet atau lantai 3.3
Berjalan 4.3
Memotong rumput, mesin pemotong listrik, aktivitas 4.5
menengah
Bermain golf 4.8
Menyekop salju dengan tangan, aktivitas sedang 5.3
Bersepeda 6.8
Berlari, 5 mph (12 menit/mil) 8.3
Bermain skipping 11.0
Satu MET merupakan penggunaan energi istirahat pada remaja dan

dewasa yaitu sehat, 3,5 ml / kg / menit. Sumber: Ainsworth BE, et al.

The Compendium of Physical Activities Tracking Guide. Healthy

Lifestyles Research Center, College of Nursing & Health Innovation,

Arizona State University. Retrieved 12/18/2012 from

https://sites.google.com/site/compendiumofphysicalactivities/ dalam

Owen et al, (2012).


b. Faktor-Faktor Yang Meningkatkan Sedentary Lifestyle
Menurut Inyang dan Stella (2015), ada beberapa faktor yang dapat

meningkatkan sedentary lifestyle, antara lain:


1) Kemajuan teknologi

Rutinitas pekerjaan secara substansial telah berkurang karena

teknologi, pengetahuan, mekanisasi, otomatisasi dan komputerisasi,

organisasi kerja, dan tugas-tugas rumah tangga telah

disederhanakan dengan menggunakan komputer dan berbagai jenis

mesin yang mengurangi aktivitas fisik sehingga meningkatkan

sedentary lifestyles.

2) Faktor demografi (usia dan gender)

Sedentary lifestyle meningkat selama masa kanak-kanak dan masa

peralihan menjadi remaja. Anak-anak muda (kurang dari sepuluh

tahun), menonton televisi dan penggunaan komputer tidak tampak

berbeda antara anak laki-laki dan perempuan. Selama masa remaja,

ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa anak laki-laki

biasanya menghabiskan lebih banyak waktu dibandingkan anak

perempuan dalam hal menonton televisi atau menggunakan

komputer terutama bermain game komputer.

3) Etnis dan Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi seperti pendapatan orang tua atau

pendidikan, yang berbanding terbalik dengan sedentary behaviours

(yaitu, perilaku menetap cenderung lebih tinggi pada kelompok

status sosial ekonomi rendah). Tingkat menonton televisi biasanya


lebih tinggi pada kelompok etnis non-white misalnya, Afrika-

Amerika. Remaja cenderung memiliki tingkat sedentary

behaviours yang lebih tinggi jika orang tua atau saudara mereka

juga terlibat dalam sedentary behaviours.

4) Jam Kerja Panjang

Rata-rata pekerja menghabiskan antara 8-10 jam bertugas dengan

sedikit atau tanpa waktu untuk rekreasi dan olahraga. Para pekerja

duduk lama saat membaca, penggunaan komputer, penggunaan

mesin, menghadiri pertemuan, perjalanan pulang di bawah

kemacetan berat. Periode duduk yang lama tersebut menyebabkan

gaya hidup kurang gerak (gerakan minimal dengan pengeluaran

energi yang rendah).

c. Dampak Sedentary Lifestyle


1) Obesitas
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Inyang dan

Stella (2015), menyatakan bahwa obesitas diidentifikasi sebagai

masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia yang

mempengaruhi lebih dari 100 juta orang. Aktivitas fisik yang

berkurang (sedentary lifestyle) menyebabkan kelebihan kalori dan

asam lemak. Individu yang kurang melakukan aktivitas fisik

(sedentary lifestyle) menyimpan dan menyerap banyak kalori

karena pengeluaran energi berkurang. Penimbunan kalori berlebih

yang dapat menyebabkan obesitas (Inyang dan Stella, 2015).


Tabel 2.2 Klasifikasi obesitas

Classification BMI(kg/m )2
Principal cut-off Additional cut-off
points points

Underweight <18.50 <18.50


Severe thinness <16.00 <16.00
Moderate
16.00 - 16.99 16.00 - 16.99
thinness
Mild thinness 17.00 - 18.49 17.00 - 18.49
Normal range 18.50 - 24.99 18.50 - 22.99
23.00 - 24.99
Overweight 25.00 25.00
Pre-obese 25.00 - 29.99 25.00 - 27.49
27.50 - 29.99
Obese 30.00 30.00
Obese class I 30.00 - 34.99 30.00 - 32.49
32.50 - 34.99
Obese class II 35.00 - 39.99 35.00 - 37.49
37.50 - 39.99
Obese class III 40.00 40.00

Sumber: WHO (1995); WHO (2000) dan WHO (2004).

2) Diabettes Mellitus Tipe 2


Aktivitas fisik memainkan peran kunci dalam diabetes

mellitus tipe 2, terutama yang secara resmi dikenal sebagai non-

insulin dependen diabetes yang dihasilkan dari ketidakmampuan

tubuh untuk secara efektif memanfaatkan insulin. Perilaku menetap

(sedentary behaviours) seperti screen time, duduk dalam waktu

yang lama, mengemudi dan membaca adalah perilaku sangat terkait

dengan peningkatan frekuensi makan dan berat badan yang

mendukung terjadinya diabetes mellitus. Orang yang

menghabiskan lebih dari 40 jam per minggu di layar (televisi,

video, komputer dll) 3 kali lebih berisiko terkena diabetes tipe-2


dibandingkan dengan mereka yang menghabiskan waktu kurang

dari itu. Hal ini disebabkan aktivitas fisik berkurang dan pola

makan yang tidak sehat dan screen time terutama menonton televisi

(Inyang dan Stella, 2015).


Waktu duduk (siting time) lebih berpotensi untuk terkena

diabetes tipe-2. Diabetes tipe-2 sebanyak 90% terjadi pada wanita

dengan kelebihan berat badan, diet yang tidak sehat dan kurangnya

aktivitas fisik sebagai bentuk dari perilaku menetap (sedentary

behaviours). Diabetes tipe-2 juga terjadi pada anak-anak, tetapi

umumnya terjadi pada orang dewasa yang berusia diatas 30 tahun.

Obesitas, diet yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, tekanan

darah tinggi adalah beberapa faktor yang meningkatkan risiko

mengembangkan diabetes tipe-2 (Inyang dan Stella, 2015).


3) Kekurangan Vitamin
Gaya hidup menetap (sedentary lifestyle) dikaitkan dengan

kekurangan vitamin, terutama vitamin B dan D yang dapat

menyebabkan gangguan kesehatan lainnya seperti osteoarthritis.

Perpindahan dari lingkungan luar ke gaya hidup dalam ruangan

telah mengakibatkan tingginya kejadian kekurangan vitamin D

yang pada akhirnya menyebabkan berbagai penyakit tulang dan

kerusakan organ seperti osteoarthritis, hipertensi, gagal jantung dan

penyakit pembuluh darah lainnya (Inyang dan Stella, 2015).


4) Hiperkolesterolimia
Kolesterol berguna untuk tubuh tetapi tidak perlu menjadi bagian

dari diet kita karena hati memproduksi jumlah yang dibutuhkan

oleh tubuh. Hiperkolesterol menyebabkan 18% dari penyakit


cerebro vaskular global dan 56% penyakit jantung iskemik. WHO

merekomendasikan perubahan dari gaya hidup menetap (sedentary

lifestyle) untuk meningkatkan aktivitas fisik untuk mengurangi

risiko hiperkolesterolemia (Inyang dan Stella, 2015).


5) Perubahan Otot dan Kulit
Gaya hidup menetap (sedentary lifestyle) merupakan gaya hidup

dengan aktivitas fisik yang sedikit atau tidak ada aktifitas fisik

secara teratur yang menimbulkan perubahan otot dan kulit. Otot

memerlukan olahraga teratur untuk menjadikannya kuat dan

kurangnya aktivitas fisik akan mengurangi kapasitas dan kekuatan

otot. Duduk dalam waktu yang panjang akan mengubah postur

tubuh. Mereka yang duduk selama lebih dari 5 jam sehari berisiko

kehilangan kekuatan otot sebesar 1% setiap hari


6) Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular adalah bagian tubuh yang terdiri dari

jantung, arteri dan vena. Sistem ini bertanggung jawab untuk

memompa darah ke seluruh tubuh sehingga memberikan sistem

transportasi yang cepat untuk mendistribusikan oksigen ke sel-sel

tubuh dan juga membuang karbondioksida dan sisa metabolisme

lainnya keluar dari tubuh. Sistem kardiovaskular terdiri dari

jantung dan pembuluh darah. Proses kontraksi dan relaksasi

jantung mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam waktu 20 detik

ketika tubuh sedang beristirahat. Penyakit kardiovaskular

disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat termasuk merokok,

pola makan yang buruk dan perilaku menetap (sedentary


behaviours) Inyang dan Stella (2015). Hipertensi adalah penyakit

umum dan merupakan faktor risiko utama untuk berbagai

komplikasi kardiovaskular (Kaplan, 2002).


7) Kanker
Risiko terjadinya kanker payudara dan kanker usus sangat tinggi

karena gaya hidup. Hal ini karena tubuh tidak aktifnya jaringan-

jaringan otot dan sel-sel dapat memicu perkembangan sel-sel

kanker yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang

tinggi.
d. Alat Ukur Sedentary Lifestyle

Menurut Chau J.Y et al., dalam A tool for measuring

workers' sitting time by domain: the Workforce Sitting

Questionnaire, Workforce Sitting Questionnare (WSQ) merupakan

pengukuran total dan domain spesifik terhadap waktu duduk pada saat

bekerja dan non-hari kerja pada orang dewasa. Kuesioner ini berisi

tentang waktu saat bepergian atau pulang dari suatu tempat, saat di

tempat kerja, saat menonton televisi, saat menggunakan komputer di

rumah dan saat melakukan kegiatan rekreasi lainnya pada jam kerjaan

dan non-hari kerja. Mengukur total waktu duduk berdasarkan hari

kerja, non-hari kerja dan rata-rata memiliki tes reliabilitas (ICC=0,46-

0,90) dan memiliki kriteria validitas yang cukup terhadap

akselerometri pada wanita (r=0,22-0,46) dan laki-laki (r =0,18-0,29).

Mengukur domain spesifik duduk di tempat kerja pada hari kerja

(ICC=0,63) dan berlaku (r=0,45). Workforce Sitting Questionnaire

(WSQ) dapat diterima untuk mengukur duduk waktu di tempat kerja


pada hari kerja dan untuk menilai total waktu duduk saat jam kerja

dan non-hari kerja. Kuesioner ini cocok untuk digunakan dalam

penelitian menyelidiki hubungan antara waktu duduk dan kesehatan

pada populasi bekerja.


Menurut Ploeg et al., (2012) sedentary time dibagi menjadi 4

kategori, yaitu 02.59 jam/hari, 37.59 jam/hari, 810.59 jam/hari,

dan lebih dari 11 jam/hari. Seluruh kategori tersebut telah dihitung

menggunakan cox proportional hazards regression model.

B. Tekanan Darah
1. Pengertian
Tekanan di permulaan aorta dihasilkan oleh ventrikel kiri. Tekanan

ini bervariasi antara sekitar 120 mmHg selama sistol dan 80 mmHg selama

diastol. Diastol berlangsung lebih lama daripada sistol, tekanan darah

rerata setara dengan 40% tekanan sistolik ditambah 60% tekanan diastolik

(Corwin, 2009).
Saat darah mengalir melewati arteri besar dan kecil, sebagian

tekanan hilang. Tekanan yang hilang semakin banyak sewaktu darah

masuk ke arteriol dan kapiler. Tekanan darah di ujung arteriol kapiler,

untuk sebagian besar jaringan kapiler akan mengalami penurunan sampai

sekitar 35 mmHg saat aliran darah mencapai kapiler. Selama bergerak

melintasi kapiler, tekanan ini turun menjadi 10 mmHg di ujung vena,

sehingga tekanan darah rerata di kapiler adalah 18 mmHg. Pada saat darah

mencapai vena kava tekanannya nol. Gradien tekanan mempengaruhi

aliran darah antara aorta dan vena kava sangat besar (90 mmHg sampai 0
mmHg). Ini adalah gaya yang mendorong darah melintasi sirkulasi

sistemik (Corwin, 2009).


2. Resistensi
Resistensi terhadap aliran dalam suatu pembuluh bergantung pada

panjang pembuluh dan jari-jari penbuluh, serta kekentalan (viskositas)

cairan. Semakin kecil pembuluh, semakin besar efek penyempitan

pembuluh pada aliran darah. Penyempitan arteriol menurunkan aliran

darah hilir ke dalam kapiler dan vena yang disuplai oleh arteriol tersebut,

dan menahan aliran darah ke hulu. Tekanan darah bergantung pada aliran

darah, penyempitan arteriol menurunkan tekanan darah ke hilir dan

meningkatkan tekanan darah ke hulu.


a. Resistensi kapiler terhadap aliran darah
Kapiler memiliki resistensi besar terhadap aliran darah karena

ukurannya sangat sempit. Kapiler tidak memiliki otot polos, sehingga

diameter atau garis tengah kapiler tidak dapat berubah sehingga

perubahan garis tengah kapiler tidak dapat menyebabkan peningkatan

atau penurunan aliran darah. Meta ateriol yang terdapat tepat sebelum

kapiler mengalami perubahan diameter dan memengaruhi aliran darah

kapiler (Corwin, 2009).


b. Resistensi total
Resistensi dalam sistem vaskular sistemik adalah resistensi perifer total

(Total Peripheral Resistance, TPR). Resistensi dalam sistem

kardiovaskular dihitung dengan mengukur aliran dan tekanan.

Resistensi sama dengan tekanan dibagi aliran. Resistensi terhadap

alairan sistem vaskular paru jauh lebih rendah daripada sistem di

sistemik (Corwin, 2009).


3. Sensor
Tekanan darah secara terus-menerus dipantau oleh sensor yang

disebut baroreseptor (reseptor tekanan). Terdapat baroreseptor di lengkung

arteri karotis (di leher) dan di lengkung aorta tempat aorta keluar dari

jantung, sensor ini disebut sensor baroreseptor karotis dan aorta.

Baroreseptor juga ditemui pada arteri yang memperdarahi nefron-nefron

ginjal. Reseptor di kedua atrium di arteri pulmonalis juga berespons

terhadap perubahan tekanan.


Semua baroreseptor bekerja sebagai reseptor regang yang berespons

terhadap perubahan tekanan darah. Peregangan akan meningkat sesuai

peningkatan tekanan darah. Peregangan ini menyebabkan neuron aferen

yang menerima informasi dari reseptor-reseptor tersebut meningkat

kecepatan melepaskan potensial aksinya. Penurunan tekanan darah

menurunkan peregangan baroreseptor, sehingga pelepasan potensial aksi

saraf aferen yang mempersarafi pusat kardiovaskular menurun (Corwin,

2009).
4. Pengendalian Tekanan Darah
Pusat kardiovaskular di otak adalah bagian dari farnasio retikularis

dan terletak di medula bagian bawah dan pons. Saat terjadi perubahan

tekanan darah, pusat kardiovaskular mengaktifkan sistem saraf otonom,

sehingga terjadi perubahan stimulasi simpatis dan parasimpatis ke jantung.

Terjadi perubahan stimulasi simpatis ke seluruh sistem vaskular. Resistensi

pembuluh darah berubah dan aliran darah serta tekanan darah juga berubah

(Corwin, 2009).
a. Pusat Vasomotor (Vasomotor Center = VMC)
Pusat vasomotor bertanggung jawab atas vasokonstriksi pembuluh

darah dan peningkatan frekuensi denyut jantung. Terdapat dua jalur


reaksi hypotalamus dalam menanggulangi rangsangan stress fisik,

emosi, pengaruh suhu dan racun.


1) Mengeluarkan sejumlah hormone vasopresin dan Corticotrophin

Relasing Factor (CRF), yang kedua hormon tersebut akan

mempengaruhi daya retensi air dan ion natrium serta

mengakibatkan kenaikan volume darah.


2) Merangsang pusat vasomotor dan menghambat pusat vagus,

sehingga timbul reaksi yang menyeluruh di dalam tubuh berupa

peningkatan sekresi norepinefrin dan epinefrin oleh medulla

adrenalis, meningkatnya frekuensi denyut jantung, meningkatkan

kekuatan kontraksi jantung sehingga curah jantung meningkat, di

pihak lain resistensi perifer meningkat (Masud, 2012).


b. Pressoreceptor dan Kemoreseptor
Aktivitas vasomotor dapat dihambat oleh adanya rangsangan yang

datang dari pressoreceptor dan kemoreseptor dengan mekanisme yang

berbeda, dengan rangsangan yang dikirim oleh pressoreceptor

menyebabkan penekanan aktivitas konstriksi dan cardioaccelerator ,

den rangsangan yang dikirim oleh kemoreseptor menyebabkan

peningkatan aktivitas vasokonstriktor dan cardioaccelerator, sehingga

umpan balik yang dikirim ke pusat vasomotor dapat bersifat positif

dan negatif (Masud, 2012)..


c. Sistesis Humoral dan Kimia
Menurut Corwin (2009), terdapat beberapa hormon yang

mengendalikan resistensi sistem vaskular. Hormon-hormon ini

dilepaskan secara langsung sebagai respons terhadap perubahan


tekanan darah, dan sebagai respons terhadap rangsangan saraf, atau

keduanya.
1) Norepinefrin dan Epinefrin
Hormon ini dikeluarkan dari medulla adrenal sebagai respons

terhadap peningkatan sistem saraf simpatis. Kedua zat tersebut

bekerja seperti norepinefrin yang dikeluarkan dari terminal saraf

dan berkaitan dengan reseptor untuk menimbulkan

vasokonstriksi, atau dengan reseptor 2 untuk meneyebabkan

vasodilatasiarteriol yang memperdarahi otot rangka.


2) Hormon Antidiuretik
Hormon antidiuretik (Antidiuretic Hormon, ADH), atau

vasopresin, dikeluarkan oleh hipofisis posterior sebagai respons

terhadap peningkatan osmolalitas plasma (penurunan konsentrasi

air) atau penurunan tekanan darah. ADH adalah suatu

vasokonstriktor kuat yang berpotensi meniningkatkan tekanan

darah dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah.


3) Peptide Ntriuretik Atrium
Peptide ntriuretik atrium (Trial Natriuretic Peptide, ANP) adalah

hormon yang dikeluarkan dari sel-sel di atrium kanan sebagai

respons terhadap peningkatan volume darah. ANP bekerja pada

ginjal untuk meningkatkan ekskresi ion natrium.


d. Peranan Renin-Angiotensin
1) Sistem Renin Angiotensin
Saat tekanan darah meningkat pelepasan hormon renin menurun,

saat tekanan darah menurun pelepasan hormon renin meningkat.

Pelepasan renin dirangsang oleh saraf simpatis ke ginjal. Renin

mengendalikan pembentukan hormon lain, yaitu angiotensin II.

Angiotensin II merupakan suatu vasokonstiktor kuat yang


terutama menyebabkan vasokonstriksi arteriol halus (Corwin,

2009).
2) Aldosteron
Aldosteron bersirkulasi dalam darah menuju ginjal dan

menyebabkan sel tubulus distal meningkatkan reabsorpsi natrium.

Reabsorpsi air mengikuti penyerapan natrium sehingga terjadi

peningkatan volume plasma. Peningkatan volume plasma

meningkatkan volume sekuncup dan curah jantung. Hal ini

meneyebabkan peningkatan tekanan darah (Corwin, 2009).


5. Aoutoregulasi Aliran Darah
Terdapat beberapa teori untuk menjelaskan pengendalian lokal

tekanan darah. Teori yang paling diterima secara luas adalah yang

mengatakan bahwa mediator kimiawi dikeluarkan oleh sel-sel yang

bermetabolisme berkaitan dengan meta-arteriolatau sfingter prakapiler,

menyebabkan mereka membuka atau menutup aliran darah.


Mediator kimia yang diperkirakan mengendalikan tekanan darah

lokal antara lain adalah adenosine (suatu metabolit ATP), karbon dioksida,

histamin, asam laktat, ion kalium, dan ion hidrogen. Semua zat ini, kecuali

histamin, adalah produk sampingan dari metabolisme, karena metabolisme

sel meningkat, demikian juga dengan konsentrasinya. Suatu teori

alternative mengenai pengendalian local menyatakan bahwa meta-arteriol

dan sfingter kapiler merasakan adanya defisit oksigen atau nutrien yang

menyebabkan keduanya berelaksasi sehingga terjadi peningkatan aliran

darah ke sel-sel sekitarnya.


6. Mengukur Tekanan Darah
Tekanan darah diukur dengan menggunakan manset tekanan darah

sfignomanometer dan stetoskop. Ada dua jenis sfignomanometer, yaitu:


aneroid dan air raksa. Beberapa lembaga menggunakan sfignomanometer

elektronik tanpa perlu mendengarkan bunyi tekanan darah sistolik dan

diastolik melalui stetoskop (Kozier et al.,2011). Prosedur pelaksanaan

pengukuran tekanan darah menggunakan sfignomanometer eletronik :


a. Membersihkan tangan klien
b. Menjelaskan prosedur, untuk mendapatkan persetujuan dan kerjasama.
c. Periksa kondisi baterai. Jika perlu, hubungkan ke listrik.
d. Terapkan manset tanpa pakaian di bawahnya. Jika pakaian

mengkonstriksi aliran darah di lengan, longgarkan pakaian.


e. Terapkan manset sehingga bagian pusat ' bladder ' (tebal) berada di

arteri brakialis, tepat di atas bagian depan siku dikenal sebagai fossa

antecubital.
f. Lengan harus diposisikan sehingga manset sejajar dengan jantung

pasien dan lengan pasien yang santai.


g. Peringatkan pasien bahwa manset akan mengembang dan menekan

tombol start. Setelah beberapa detik tekanan darah sistolik dan

diastolik akan ditampilkan.


h. Jika tekanan darah berdiri diperlukan, meminta atau membantu pasien

untuk keluar tempat tidur dan ulangi prosedur.


i. Kecuali sangat sering rekaman tekanan darah yang diperlukan

(misalnya, setiap 15 menit), matikan mesin dan menghapus manset.


j. Mendokumentasikan tekanan darah secara akurat sesuai dengan

kebijakan lokal.
k. Melaporkan setiap variasi dari rekaman sebelumnya.
l. Ganti pakaian dan memastikan pasien merasa nyaman.
m. Pasang mesin ke listrik sehingga baterai terisi penuh setiap saat.

Tinggalkan peralatan rapi dan siap untuk digunakan (The Nuffield

Foundation, 2008).

C. Hipertensi
1. Pengertian
Peningkatan tekanan darah dalam arteri yang berlanjut dan

menetap disebut tekanan darah tinggi. Hipertensi dapat didefinisikan

sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140

mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Smeltzer and Bare,

2002).

2. Patogenesis
Tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume

sekuncup, dan TPR, peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak

terkompensasi menyebabkan hipertensi. Peningkatan denyut jantung dapat

terjadi akibat rangsangan saraf simpatis atau hormonal yang abnormal

pada nodus SA. Peningkatan denyut jantung yang kronis sering kali

menyertai kondisi hipertiroidisme. Peningkatan denyut jantung biasanya

dikompensasi dengan penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga

tidak mengakibatkan hipertensi (Corwin, 2009).


Peningkatan volume sekuncup yang kronis dapat terjadi jika volume

plasma meningkat dalam waktu lama, karena peningkata volume plasma

direflesikan dengan peningkatan volume diastolik akhir sehingga volume

sekuncup dan tekanan darah meningkat. Peningkatan volume sekuncup

yang lama dapat terjadi akibat gangguan penanganan garam dan air oleh

ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Selain peningkatan asupan

garam, peningkatan abnormal kadar renin dan aldosteron atau penurunan

aliran darah ke ginjal juga dapat menggangu pengendalian garam dan air.

Setiap kemungkinan penyebab hipertensi dapat terjadi akibat peningkatan

aktivitas susunan saraf simpatis. Peningkatan rangsangan saraf simpatis,


atau mungkin responsivitas yang berlebihan dari tubuh terhadap

rangsangan simpatis normal, dapat ikut berperan menyebabkan hipertensi.

(Corwin, 2009).

3. Klasifikasi
Menurut Suiraoka (2012), hipertensi dikelompokkan dalam dua

kelompok besar, yaitu hipertensi essensial (primer) dan sekunder.

Hipertensi essensial atau hipertensi primer adalah hipertensi yang belum

diketahui penyebabnya secara jelas. Sedangkan hipertensi sekunder yaitu

hipertensi yang penyebabnya sudah diketahui dengan pasti.


Tabel 2.3 Klasifikasi tekanan darah

Kategori Tekanan sistolik Tekanan


(mmHg) diastolik
(mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 139 Atau 80 89
Hipertensi, stage 1 140 159 Atau 90 99
Hipertensi, stage 2 160 Atau 100
Sumber: JNC 7, 2003.
4. Manifestasi Klinis
Hasil pemeriksaan fisik penderita hipertensi tidak dijumpai kelainan

apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan

perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan),

penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema

pada diskus optikus) (Smeltzer and Bare, 2002). Julukan the silent

disease diberikan kepada penyakit hipertensi ini. Penderita hipertensi

baru menyadari atau mengetahui setelah penyakit hipertensi ayang

dideritanya menyebabkan berbagai penyakit komplikasi (Suiraoka, 2012).


Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling

menyertai hipertensi. Hopertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons


peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan

tekanan sistemik yang meningkat. Perubahan patologis pada ginjal dapt

bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan

azotemia (peningkatan urea darah [BUN] dan kreatinin) (Smeltzer and

Bare, 2002).
5. Faktor Risiko Hipertensi
a. Faktor yang dapat dikontrol
1) Kegemukan
Orang yang kegemukan mudah terkena hipertensi. Curah jantung

dan sirkulasi yang obesitas lebih tinggi daripada penderita hipertensi

yang tidak obesitas. Daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah

penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi disbanding

penderita hipertensi dengan berat badan normal (Susanto, 2010)

dalam Suiraoka (2012).


2) Kurang olahraga
Orang yang jarang melakukan olahraga pada umumnya cenderung

mengalami kegemukan dan akan menaikkan tekanan darah

(Suiraoka, 2012). Olah raga atau aktivitas fisik meningkatkan

frekuensi jantung dan oleh karena itu meningkatkan suplai oksigen

dalam tubuh. Giat berolah raga secara teratur membuat otot jantung

menjadi lebih kuat dan efisien. Senam aerobik memperlambat proses

aterosklerotik, sehingga mengurangi risiko penyakit janung. Orang

yang banyak duduk berisiko tinggi menderita penyakit

kardiovaskular (Kozier et al., 2011).


3) Konsumsi garam berlebih
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi adalah melalui

peningkatan volume plasma atau caitan tubuh dan tekanan darah.


Natrium dan klorida adalah ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi

natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam

cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya kembali,

cairan intraseluler harus ditarik keluar sehingga volume cairan

ekstraseluler meningkat. Meningkatnya cairan ekstraseluler tersebut

menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak

pada munculnya hipertensi (Susanto, 2010) dalam Suiraoka (2012).


4) Merokok dan mengkonsumsi alkohol
Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan

selain dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh

darah, nikotin dapat menyebabkan pengapuran pada dinding

pembuluh darah. Mengkonsumsi alkohol juga membahayakan

kesehatan karena dapat meningkatkan sintesis ketokolamin. Adanya

ketokolamin memicu kenaikian tekanan darah (Suiraoka, 2012).


5) Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara, jika

ketakutan, tengang atau dikejar masalah maka tekanan darah dapat

meningkat. Tekanan darah akan turun kembali saat kembali rileks.

Stres berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menjadi

tinggi (Suiraoka, 2012).


b. Faktor yang tidak dapat dikontrol
1) Keturunan (genetik)
Menurut (Susanto, 2010) dalam Suiraoka (2012), faktor keturunan

memang memiliki peranan yang besar terhadap munculnya

hipertensi. Hal tersebut terbukti dengan ditemukannya kejadian

bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar monozigot


(berasal dari satu sel telur) dibandingkan heterozigot (berasal dari sel

telur yang berbeda).


2) Jenis kelamin
Pria lebih terserang hipertensi dibandingkan dengan wanita. Hal ini

disebabkan pria banyak mempunyai faktor yang mendorong

terjadinya hipertensi seperti kelelahan, perasaan kurang nyaman

dengan pekerjaan, pengangguran dan pola makan yang tidak

terkontrol. Wanita akan mengalami peningkatan risiko hipertensi

setelah masa menopause (Suiraoka, 2012).


3) Umur
Bertambahnya usia membuat kemungkinan seseorang menderita

hipertensi semakin besar. Hilangnya elastisitas jaringan dan

aterosklerosis serta pelebaran pembuluh darah adalah faktor

penyebab hipertensi pada usia tua (Sutanto, 2010) dalam Suiraoka

(2012).

D. Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Lifestyle) Dengan

Hipertensi
Proses kontraksi dan relaksasi jantung mengalirkan darah ke seluruh

tubuh dalam waktu 20 detik ketika tubuh sedang beristirahat (Inyang &

Stella, 2015). Parameter kardiovaskular seperti denyut nadi, tekanan darah

sistolik dan tekanan darah diastolik meningkat pada subyek menetap

(sedentary), parameter kardiovaskular meningkat pada sedentary subyek, ada

peningkatan yang signifikan secara statistik setelah usia 35 tahun.


Physical inactivity menurunkan produksi Nitric Oxide (NO) oleh

endotelium yang abnormal, yang menyebabkan perubahan diameter

pembuluh menyebabkan perubahan struktural vaskular yang mengakibatkan


hipertensi (Jayalakshmi, 2010). Terdapat bukti awal yang menunjukkan

bahwa produsi NO berkurang pada hipertensi, dan temuan ini tentu konsisten

dengan aktivitas simpatis dan penurunan vagal. Hiperaktif simpatik mungkin

merupakan pemicu penting dalam mekanisme kompensasi yang akhirnya

menyebabkan hipertensi. Peran NO dalam genesis hipertensi mungkin tidak

terbatas pada tonus pembuluh darah tetapi juga mungkin melibatkan efek

modulator kuat pada kontrol otonom kardiovaskular (Chowdhary and

Townend, 2001).

Nitrogen oksida (NO) merupakan molekul kimia reaktif, disintesis

dari L-Arginin dengan bantuan Nitric Oxide Synthase (NOS) dan ko-faktor.

Molekul NO dibentuk oleh 5 elektron nitrogen dan 6 elektron O, sehingga

ada 1 elektron yang tak berpasangan, menjadikan NO sebagai molekul reaktif

yang bersifat radikal bebas. Nitrogen Oksida merupakan gas yang larut dalam

air, dengan tingkat kelarutan 1-3 mmol/L (30-90 mg/L). Kadar biologis

aktifnya berkisar 1-100 nmol/L bersifat lipofilik, sehingga mudah melewati

sawar membran lipoprotein. Waktu paruh NO teramat pendek sekitar 3-5

detik, karena NO akan cepat dan spontan bereaksi dengan O2 membentuk ion

nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3-), yang akhirnya diekskresi lewat ginjal

(Gunawijaya, 2000).

Aktifitas biologis nitrit lebih rendah dibandingkan NO, sedangkan

nitrat relatif tidak mempunyai aktifitas biologis. Akibat waktu paruhnya yang

pendek itu, NO hanya memiliki aktifitas biologis di sekitar tempat


biosintesisnya saja. Sebagai contoh sintesis NO di sel endotel vaskular, hanya

mengakibatkan relaksasi otot polos vaskular di dekatnya (Gunawijaya, 2000).

Nitrogen Oksida merupakan relaksan kuat otot polos vaskular yang

mengakibatkan vasodilatasi vena maupun arteri, namun lebih bersifat

venodilator daripada arteriodilator. Penggunaan klinis NO sebagai vasodilator

dikenal sebagai nitrovasodilator, di antaranya nitrogliserin, sodium

nitroprusid, dan isoamil nitrit. Relaksasi otot polos vaskular disebabkan oleh

aktifitas NO di sel endotel di sekitarnya. Diawali oleh stimuli di permukaan

sel endotel, misalnya oleh bradikinin. Interaksi bradikinin dengan reseptor

selektifnya mencetus influks Ca2+ dari lumen ke intraselular endotel. Bahan

lain yang menimbulkan hal sama ialah asetilkolin, histamin, dan serotonin

(Gunawijaya, 2000).

Sisntesis NO dari arginin di sel endotel dan kerjanya melalui cGMP

untuk menimbulkan relaksasi di sel otot polos pembuluh darah. Bentuk Nitrat

Oksida Sintase (NOS) endotel diaktifkan oleh peningkatan konsentrasi CA 2+

intrasel, dan peningkatan tersebut ditimbulkan oleh asetilkolin (ACh),

bradikinin, atau shear stress yang bekerja pada membrane sel. NO yang

terbentuk di endotel berdifusi ke dalam sel otot polos lalu mengaktifkan

guandilil siklase yang larut dalam sel, dan menghasilkan GMP siklik yang

selanjutnya bertindak sebagai perantara relaksasi otot polos vaskular. NO

diinaktifkan oleh hemoglobin (Ganong, 2013).

Relaksasi otot polos vaskular terjadi setelah sintesis sel endotel

vaskular, sedangkan yang non vaskular melalui perannya sebagai


neurotransmiter non adrenergik non kolinergik (Gunawijaya, 2000).

Penurunan NO menyebabkan influx Ca2+ pada pembuluh darah dan

meningkatkan resistensi vaskuler, selain itu juga bisa terjadi karena mutasi

titik pada promoter gena MMP-9 pada jarak - l562 bp. Mutasi tersebut

mengakibatkan peningkatan produks iMMP-9 secara terus menerus. Sebagai

akibatnya terjadi peningkatan sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis

faktor (TNF ) dan C- reactive protein (CRP). CRP paling stabil dan

penanda yang kuat untuk risiko kardiovaskuler. Peningkatan kadar CRP

sejalan dengan disfungsi endotel pada pasien dengan hipertensi (Venugopal,

et al, 2005).

Penghambatan akut NO biosintesis menyarankan bahwa NO tidak

mengakibatkan sebuah efek relaksasi pada microvessels ginjal dan sistemik,

sehingga timbul efek vasokonstriktor lokal dan sistemik. Penghambatan

berkepanjangan NO sintesis oleh administrasi analog L-arginin

mengakibatkan elevasi parah dan terus-menerus dari tekanan arteri,

mencirikan model baru hipertensi arteri parah (Miriam et al. 1992).

Penghambatan NO persisten mungkin telah menimbulkan

penambahan humoral, struktural, atau keduanya, perubahan yang juga

memberikan kontribusi untuk meningkatkan tekanan darah. Elevasi tekanan

hidrolik glomerulus serta penurunan koefisien ultrafiltrasi di glomerulus,

sesuai dengan temuan hemodinamik glomerulus dijelaskan sebelumnya dalam

hubungan dengan blockade NO secara akut. Dominasi vasokonstriktor atas


aktivitas vasodilator di mikrosirkulasi, langsung menaikkan resistensi perifer

(Miriam et al. 1992).

Vasokonstriksi perifer dihasilkan dari hiperaktif simpatik langsung

terkait dengan penghambatan NO, karena NO berperan sebagai

penghambatan neurotransmitter otonom. Meluasnya vasokonstriksi arteriol,

khususnya di wilayah ginjal, dihasilkan dari fenomena autoregulatory

langsung oleh peningkatan tekanan arteri (Miriam et al. 1992).

E. Kerangka Teori

Faktorfaktor yang meningkatkan Sedentary


sedentary behaviours: lifestyle
1. Kemajuan teknologi
2. Faktor demografi (usia dan gender)
3. Etnis dan status sosial ekonomi Dampak sedentary lifestyle:
4. Jam kerja panjang
1. Obesitas
2. Diabettes Mellitus Tipe 2
Faktor resiko hipertensi :
3. Kekurangan vitamin
1. Faktor yang dapat dikontrol 4. Hiperkolesterolimia
a. Kegemukan
b. Kurang olahraga 5. Perubahan otot dan kulit
c. Konsumsi garam berlebih
d. Merokok dan mengkonsumsi 6. Kardiovaskular
alkohol Hipertensi
e. Stress
2. Faktor yang tidak dapat dikontrol
a. Keturunan (genetik)
Tingkat Hipertensi :
b. Jenis kelamin
c. Umur a. Normal
b. Prehipertensi
c. Hipertensi, stage 1
d. Hipertensi, stage 2
Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori Hubungan Sedentary Lifestyle Dengan Hipertensi


Pada Pekerja Konveksi
Sumber: WHO dalam Suiraoka (2012); WHO dalam Inyang and Stella (2015);
Kaplan MD (2002); JNC 7 (2003).

F. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Hipertensi Pada
Sedentary Lifestyle
Pekerja Konveksi

Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian tentang Hubungan Sedentary Lifestyle


Dengan Hipertensi Pada Pekerja Konveksi.

G. Hipotesis
Ada Hubungan Sedentary Lifestyle Dengan Hipertensi Pada Pekerja Konveksi

di Kelurahan Genuk Ungaran Barat.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasional yaitu

mendeskripsikan variabel bebas dan variabel terikat, kemudian melakukan korelasi

antara kedua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Notoadmodjo, 2012),

sehingga dapat diketahui seberapa jauh kontribusi variabel terikat terhadap adanya

variabel bebas. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross

sectional, yaitu memberi gambaran tentang hubungan gaya hidup kurang gerak

(sedentary lifestyle) dengan hipertensi pada pekerja konveksi di kelurahan Genuk.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan Genuk, Ungaran Barat.


2. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada 22-28 Januari 2016.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi.

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti,

dimana obyek tersebut gejala yang ada di masyarakat (Notoadmodjo, 2012).

Menurut Zuriah (2009), populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian

peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh pekerja konveksi di kelurahan Genuk, Ungaran

Barat. Jumlah populasi tidak diketahui secara pasti.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih dengan cara

tertentu hingga dianggap mewakili populasinya (Notoatmodjo, 2012).

Sampel sering didefinisikan sebagai bagian dari populasi (Zuriah, 2009).

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode

purposive sampling, yaitu didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu

yang dibuat peneliti.


Jumlah populasi pekerja konveksi di Kelurahan Genuk belum

diketahui secara pasti. Menurut Lemeshow et al., (1990) dalam

Notoatmodjo (2012); Zuriah (2009), rumus yang digunakan untuk

menentukan jumlah sampel jika populasi (N) tidak diketahui adalah

sebagai berikut:
Keterangan:
n = besar sampel
Z (1-a/2) = nilai Z pada derajat kemaknaan (90% = 1,64, 95% = 1,96,

99% = 2,57)
p = proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak

diketahui proporsinya, ditetapkan 50%


d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan:

10% (0,10), 5% (0,05) atau 1% (0,01).

(dibulatkan menjadi 96 responden)

3. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi:

a. Kriteria Inklusi

1) Usia 40 - 60 tahun

2) Jenis kelamin perempuan

3) Pekerja yang masih aktif bekerja sebagai pekerja konveksi

4) Dalam keadaan sehat

5) Tidak pernah melakukan olah raga

b. Kriteria Eksklusi:

1) Usia < 40 tahun dan > 60 tahun


2) Pekerja konveksi yang dalam keadaan sakit

3) Klien hipotensi

4) Responden obesitas (IMT > 30.00)

D. Variabel Penelitian
1. Variabel independen
Variabel independen atau bebas merupakan variabel yang menjadi

sebab perubahan atau variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah gaya hidup kurang gerak

(sedentary lifestyle).
2. Variabel dependen
Variabel dependen atau terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena variabel independen.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah hipertensi pada pekerja

konveksi.
E. Definisi Oprasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat/Cara Ukur Hasil Skala

Variabel Jumlah waktu yang Menggunakan Satuan waktu (jam dan menit) yang Interval
independen: digunakan untuk gaya Workforce Sitting dibagi dalam 4 rentang waktu. Untuk
Sedentary Lifestyle hidup dengan sedikit Questionnaire (WSQ) kepentingan analisis univariat hasil
atau tidak ada gerakan dengan 6 pertanyaan dikategorikan menjadi 4 kelompok.
fisik. terkait jumlah waktu
yang digunakan untuk a. Sedentary lifestyle rendah: 0 - 3.59
sedentary behaviors jam / hari
pekerja pada hari kerja b. Sedentary lifestyle sedang: 4 - 7.59
dan non - hari kerja. jam / hari
c. Sedentary lifestyle tinggi: 8 - 10.59
jam / hari
d. Sedentary lifestyle sangat tinggi:
11 jam / hari
Variabel dependen: Hasil pengukuran Menggunakan Tekanan sistolik/tekanan diastolik. Interval
tekanan darah di sfignomanometer Untuk kepentingan analisis univariat
Hipertensi lengan kiri pada posisi elektronik. hasil dikategorikan menjadi 4
duduk. kelompok.
a. Normal: Tekanan sistolik < 120
mmHg dan tekanan diastolik < 80
mmHg
b. Prehipertensi: Tekanan sistolik 120 -
139 mmHg atau tekanan diastolik 80
- 89 mmHg
c. Hipertensi, stage 1: Tekanan sistolik
140 - 159 mmHg atau tekanan
diastolik 90 - 99 mmHg
d. Hipertensi, stage 2: Tekanan sistolik
160 mmHg atau tekanan diastolik
100 mmHg.
F. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa :

1. Kuesioner

Menurut Notoatmodjo (2012), angket adalah cara pengumpulan atau

suatu penelitian mengenai masalah yang umumnya banyak menyangkut

kepentingan umum. Jenis angket yang digunakan adalah directed respons

question. Responden diberikan kebebasan untuk menjawab, tetapi sudah sedikit

diarahkan (Riyanto, 2011). Variable independent (sedentary lifestyle) diukur

menggunakan Workforce Sitting Questionnare (WSQ) yang sudah didahului uji

validitas dan uji reliabilitas kemudian dimodifikasi oleh peneliti.

Kuesioner Workforce Sitting Questionnare (WSQ) dikutip dari A tool

for measuring workers' sitting time by domain: the Workforce Sitting

Questionnaire yang dilakukan oleh Chau J.Y et al., (2011). Kuesioner ini

telah didahului uji validitas dengan nilai pada wanita (r= 0,22-0,46), pada

laki-laki (r= 0,18-0,29) dan uji reliabilitas dengan nilai (ICC= 0,46-0,90).

Mengukur domain spesifik duduk di tempat kerja pada hari kerja (ICC=

0,63) dan berlaku (r= 0,45). Workforce Sitting Questionnaire (WSQ) dapat

diterima untuk mengukur duduk waktu di tempat kerja pada hari kerja dan

untuk menilai total waktu duduk saat jam kerja dan non-hari kerja.

2. Sfignomanometer elektronik

Digunakan untuk mengukur tekanan darah responden

G. Etika Penelitian

Peneliti mendapat rekomendasi dari ketua Program Studi Keperawatan

STIKES Ngudi Waluyo untuk mendapat persetujuan, selanjutnya peneliti mendapat


persetujuan dari Kepala Kelurahan Genuk. Peneliti menekankan masalah etika

penelitian meliputi :

1. Menghormati harkat dan martabat (respect for human dignity)

Peneliti mempertimbangkan hak-hak subyek penelitian yang mendapatkan

informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut. Peneliti

memberikan kebebasan kepada subyek untuk memberikan informasi atau tidak

memberikan informasi dalam bentuk inform concent. Terdapat beberapa

responden tidak bersedia menjadi responden, penelti tidak memaksa responden

tersebut.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy and

confidentiality)

Peneliti tidak menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan

identitas subyek. Peneliti menggunakan coding sebagai pengganti identitas

responden.

3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an inclusiveness).

Lingkungan penelitian dikondisikan sehingga memenuhi prinsip

keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm and

benefits).

Peneliti meminimalisir dampak yang merugikan subyek, peneliti

menghindari rasa sakit saat pengukuran tekanan darah dengan melakukan

tindakan pengukuran tekanan darah sesuai SOP (Notoatmodjo, 2012).


H. Cara Pengumpulan Data

Peneliti melaksanakan prosedur sebagai berikut :

1.Peneliti membuat surat ijin melakukan penelitian di kampus Ngudi Waluyo

yang disetujui oleh Kepala Program Keperawatan.

2.Peneliti mengajukan permohonan ijin penelitian ke kantor Kesbangpolinmas

Kabupaten Semarang.

3.Peneliti mengajukan permohonan ijin Kepada Kelurahan Genuk Ungaran

Barat.

4.Setelah mendapatkan ijin dari Kepada Kelurahan, peneliti melakukan

konfirmasi kepada masing-masing Ketua RW di Kelurahan Genuk Ungaran

Barat.

5.Peneliti membutuhkan asisten penelitian sebanyak 2 orang, dengan syarat

asisten sebagai berikut:

a. Merupakan mahasiswa program keperawatan

b. Menguasai Standar Operasional Prosedur pengukuran tekanan darah

c. Sudah atau sedang mengambil skripsi

d. Peneliti melakukan persamaan persepsi sebelum melakukan penelitian

6.Sebelum melakukan penelitian, peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan

pengisian kuesioner kepada responden

7.Setelah memahami tujuan penelitian, responden diminta menandatangani surat

pernyataan kesediaan menjadi responden penelitian.

8.Peneliti mengukur variabel gaya hidup kurang gerak (sedentary lifestyle)

menggunakan kuesioner dan mengukur variabel tekanan darah menggunakan

sfignomanometer elektronik. Kuesioner dibagikan kepada pekerja konveksi

di Kelurahan Genuk Ungaran Barat.

9.Setelah kuesioner diisi, kemudian langsung dikembalikan kepada peneliti untuk

dilihat kelengkapan jawabannya.


I. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian akan dilaksanakan dengan tahap-tahap sebagai

berikut :

1. Editing (pemeriksaan data)

Editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian

formulir atau kuesioner. Pemeriksaan data dilakukan di tempat pengumpulan data

sehingga apabila ada kekurangan dapat segera dilengkapi.

2. Coding

Setelah data terkumpul dan kelengkapannya diperiksa, kemudian dilakukan

coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka

atau bilangan.

a. Coding sedentary lifestyle:

1) Sedentary lifestyle rendah = 1

2) Sedentary lifestyle sedang = 2

3) Sedentary lifestyle tinggi = 3

4) Sedentary lifestyle sangat tinggi = 4

b. Coding hipertensi pada pekerja konveksi:

1) Normal = 1

2) Prehipertensi = 2

3) Hipertensi, stage 1 = 3

4) Hipertensi, stage 2 = 4

3. Memasukkan data (entry data) atau processing

Merupakan suatu proses memasukkan data ke dalam computer untuk

selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan program SPSS.


4. Pembersihan data (cleansing)

Merupakan suatu kegiatan dalam memproses kembali data yang sudah

dimasukkan, untuk mencari apakah ada kesalahan atau tidak dan dikelompokkan

dalam bentuk tabel.

J. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat yang dilakukan pada tiap variabel dari hasil penelitian.

Analisis univariat hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel

(Notoadmodjo, 2012). Variabel yang dianalisis adalah:

a. Sedentary lifestyle

b. Hipertensi pada pekerja konveksi

Penelitian ini menggunakan data parametric sehingga peneliti menggunakan

analisis data berupa tendensi sentral yang terdiri dari nilai minimal, maksimal,

rata-rata dan standar deviasi.

2. Analisis Bivariat

Menurut Notoatmodjo (2010), apabila telah dilakukan analisis univariat

tersebut di atas, hasilnya diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel,

dan dapat dilanjutkan analisis bivariat. Peneliti melakukan uji normalitas data

dahulu sebelum melakukan analisis bivariat untuk menentukan distribusi data

penelitian. Peneliti menggunakan analisis bivariat dalam penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis hubungan gaya hidup kurang gerak (sedentary lifestyle)

dengan hipertensi pada pekerja konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat.

Berdasarkan hasil perhitungan sampel yang telah dilakukan peneliti

diperoleh lebih dari 50 responden. Penelitian ini menggunakan metode analitik


dengan besar sampel >50 responden maka uji normalitas data menggunakan

Kolmogorov Smirnov dengan ketentuan nilai keyakinan yang dipakai adalah 0,95

dan nilai kemaknaan = 0,05. Distribusi data normal adalah p value > (0,05)

maka, distribusi data tidak normal bila p value < (0,05) (Arikunto, 2006).

Tabel 3.2 Hasil Uji Normalitas Data

Kolmogorov-Smirnova
Kelompok
Statistic df Sig.

Sedentary Lifestyle .115 96 .003

Tekanan Sistolik .094 96 .035

Tekanan Diastolik .108 96 .008

Berdasarkan tabel 3.2 terlihat hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan

bahwa variabel sedentary lifestyle mempunyai p value 0,003 < (0,05), variabel

tekanan darah sistolik mempunyai p value 0,035 < (0,05), dan variabel tekanan

darah diastolik p value 0,008 < (0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa data

hasil penelitian tersebut mempunyai distribusi tidak normal, sehingga layak untuk

dianalisis lebih lanjut yaitu dengan menggunakan uji nonparametrik.

Analisa bivariat merupakan analisa statistik dengan menggunakan tabulasi

silang. Analisa bivariat ini dapat berfungsi dalam mencari hubungan antara

variabel penelitian yaitu variabel bebas (sedentary lifestyle) dan variabel terikat

(hipertensi). Data yang terkumpul berdistribusi tidak normal, sehingga dianalisa

menggunakan korelasi Kendall Tau (). . Perhitungannya dilakukan dengan

persamaan sebagai berikut.


AB
N ( N 1) 2

Keterangan :
: Korelasi Kendall Tau yang besarnya (-1< <1)

A : rangking atas

B : rangking bawah

N : jumlah anggota sampel

Nilai probabilitas ditetapkan dengan tingkat kepercayaan 95%, atau dengan

tingkat kesalahan ( = 0,05). Ho ditolak jika p-value < (0,05), yang artinya ada

hubungan diantara kedua variabel. Sebaliknya jika p-value > (0,05) maka Ho

gagal ditolak dan dikatakan tidak mempunyai hubungan. Pengolahan data dapat

juga menggunakan progam SPSS 12 for windows.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian dengan judul Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary

Lifestyle) dengan Hipertensi pada Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran

Barat telah dilakukan dengan hasil penelitian sebagai berikut:

A. Univariat

1. Sedentary Lifestyle

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sedentary


Lifestyle di Kelurahan Genuk Ungaran Barat.

Sedentary Lifestyle Frekuensi Persentase (%)


Sedang 16 16,7
Tinggi 49 51,0
Sangat tinggi 31 32,3
Total 96 100

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sedentary lifestyle paling banyak

adalah kategori tinggi yaitu sejumlah 49 responden (51,0%) dan paling

sedikit kategori sedang yaitu sejumlah 16 responden (16,7%).

2. Tekanan Sistolik

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tekanan


Sistolik di Kelurahan Genuk Ungaran Barat.

Tekanan Sistolik Frekuensi Persentase (%)


Normal 19 19,8
Prehipertensi 35 36,5
Hipertensi, stage 1 32 33,3
Hipertensi, stage 2 10 10,4
Total 96 100

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa tekanan sistolik paling banyak

adalah kategori prehipertensi yaitu sejumlah 35 responden (36,5%) dan

paling sedikit kategori hipertensi stage 2 yaitu sejumlah 10 responden

(10,4%).

3. Tekanan Diastolik

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tekanan


Diastolik di Kelurahan Genuk Ungaran Barat.

Tekanan Diastolik Frekuensi Persentase (%)


Normal 22 22,9
Prehipertensi 43 44,8
Hipertensi, stage 1 26 27,1
Hipertensi, stage 2 5 5,2
Total 96 100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa tekanan diastolik paling banyak

adalah kategori prehipertensi yaitu sejumlah 43 responden (44,8%) dan

paling sedikit kategori hipertensi stage 2 yaitu sejumlah 5 responden

(5,2%).

4. Umur Responden

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di


Kelurahan Genuk Ungaran Barat.

Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)


40-50 95 99
51-60 1 1
Total 96 100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa umur responden paling banyak pada

kategori umur 40-50 tahun dengan frekuensi sebanyak 95 responden


(99%) dan umur responden paling sedikit berada pada kategori usia 51-60

tahun dengan frekuensi 1 responden (1%).

B. Bivariat

1. Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Lifestyle) dengan

Tekanan Darah Sistolik pada Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk

Ungaran Barat

Tabel 4.5 Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary


Lifestyle) dengan Tekanan Darah Sistolik pada Pekerja
Konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat.

Kendall's tau_b Sedentary Lifestyle


Tekanan Darah p value N
Sistolik ,185(**) ,009 96

Uji statistik menggunakan Kendall Tau didapatkan p value 0,009

(0,05) sehingga ada hubungan yang signifikan antara gaya hidup kurang

gerak (sedentary lifestyle) dengan tekanan darah sistolik pada pekerja

konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat. Angka korelasi +0,185

menunjukkan korelasi positif, artinya semakin tinggi sedentary lifestyle

maka tekanan darah sistolik semakin meningkat. Korelasi menunjukkan

angka +0,185 menunjukkan kekuatan yang sangat lemah.


2. Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Lifestyle) dengan

Tekanan darah Diastolik pada Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk

Ungaran Barat.

Tabel 4.6 Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary


Lifestyle) dengan Tekanan Darah Diastolik pada Pekerja
Konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat

Kendall's tau_b Sedentary Lifestyle


Tekanan Darah p value N
Sistolik ,244(**) ,001 96

Uji statistik menggunakan Kendall Tau didapatkan p value 0,001

0,05 sehingga ada hubungan yang signifikan antara gaya hidup kurang

gerak (sedentary lifestyle) dengan tekanan darah diastolik pada pekerja

konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat. Angka korelasi +0,244

menunjukkan korelasi positif, artinya semakin tinggi sedentary lifestyle

maka tekanan darah sistolik semakin meningkat. Korelasi menunjukkan

angka +0,244 menunjukkan kekuatan yang sangat lemah.

BAB V

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang hubungan gaya hidup

kurang gerak (sedentary lifestyle) dengan hipertensi pada pekerja konveksi di

Kelurahan Genuk Ungaran Barat pada 22 - 28 Januari 2016 terhadap 96 pekerja

konveksi diperoleh hasil sebagai berikut :

A. Gambaran Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Lifestyle) Pada

Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat.


Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.1 menunjukkan bahwa sedentary

lifestyle pada pekerja konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat dalam

kategori sedang sebanyak 16 pekerja (16,7%), kategori tinggi sebanyak 49

pekerja (51%), serta kategori sangat tinggi sebanyak 31 pekerja (32,3%). Data

tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja konveksi mempunyai

sedentary lifestyle dalam kategori tinggi.


Pada penelitian ini didapatkan bahwa pekerja konveksi mempunyai

rata-rata sedentary time sebanyak 10,16 jam per hari. Waktu minimum untuk

sedentary time sebanyak 6,1 jam per hari, sedangkan waktu maksimum 15,4

jam per hari.


Sedentary lifestyle adalah jenis gaya hidup individu atau kelompok

yang tidak memperbolehkan melakukan aktivitas fisik secara teratur,

sekelompok perilaku yang ditandai dengan sedikit atau tidak ada gerakan

fisik dan pengeluaran energi yang rendah kurang dari 1,5 MET (Metabolic

Equivalent Task), MET digunakan untuk menilai pengeluaran energi selama

kegiatan (Inyang dan Stella, 2015). Kategori sedentary lifestyle tinggi

memiliki sedentary time sebanyak 8-10,59 jam per hari (Ploeg et al., 2012).

Orang yang banyak duduk (sedentary) berisiko tinggi menderita

penyakit kardiovaskular (Kozier et al., 2011). Insidensi serangan jantung


meningkat pada orang yang jarang berolah raga (sedentary) (Ganong, 2013).

Menurut World Health Organization (2010), memenuhi aktivitas fisik dan

duduk kurang dari 8 jam per hari dapat mencegah semua penyebab kematian.

Risiko kematian mutlak lebih besar pada individu dengan penyakit jantung,

diabetes, kelebihan berat badan atau obesitas, berarti bahwa penyebab

kematian mutlak dari aktivitas duduk yang terlalu lama dan kurang aktivitas

fisik. Responden mempunyai rata-rata sedentary time sebanyak 10,16 jam per

hari. Data tersebut menyebabkan risiko terjadinya penyakit cenderung lebih

besar pada kelompok-kelompok ini (Ploeg et al., 2012).


Banyak faktor yang dapat meningkatkan sedentary lifestyle, antara lain

kemajuan teknologi, faktor demografi (usia dan gender), etnis dan status

sosial ekonomi, jam kerja panjang. Para pekerja duduk lama saat membaca,

penggunaan komputer, penggunaan mesin, menghadiri pertemuan, serta

penggunaan transportasi. Periode duduk yang lama tersebut menyebabkan

gaya hidup kurang gerak (gerakan minimal dengan pengeluaran energi yang

rendah). Jam kerja yang panjang pada pekerja konveksi menyebabkan

meningkatkan sedentary lifestyle.


Studi lain dilakukan untuk mencari hubungan antara sedentary lifestyle

dan semua penyebab kematian, tetapi menemukan hubungan hanya untuk

laki-laki dan bukan untuk perempuan, namun studi tersebut memiliki kategori

ukuran sedentary lifestyle kurang dari 8 jam per hari sebagai kategori

tertinggi, yang kemungkinan akan memiliki kekurangan sensitivitas untuk

mendeteksi hubungan dengan semua penyebab kematian (Ploeg et al., 2012).


Tinjauan sistematis lain mengenai hubungan antara sedentary activity di

tempat kerja dan status kesehatan menyebutkan bahwa individu dengan

pekerjaan yang lebih aktif memiliki risiko penyebab atau mortalitas penyakit
kardiovaskular yang lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan yang

melibatkan sitting time terlalu lama (Uffelen et al., 2010).


Penelitian serupa dilakukan oleh Emmanuel et al. (2013), tentang Are

Sitting Occupations Associated with Increased All- Cause, Cancer, and

Cardiovascular Disease Mortality Risk? A Pooled Analysis of Seven British

Population Cohorts .Dalam analisis terhadap jenis pekerjaan dan sedentary

time, risiko semua penyebab kematian terendah pada responden dengan

pekerjaan tidak dalam posisi duduk dan penyebab kematian tertinggi pada

pekerjaan dengan posisi duduk.


Hal lain mengungkapkan bahwa latihan meningkatkan konsumsi

oksigen maksimum (VO2max) yang dicetuskan oleh olah raga. VO2max rerata

adalah sekitar 38 mL/kg/menit pada pria sehat yang terlalu banyak aktifitas

dan sekitar 29 mL/kg/menit pada wanita sehat yang aktif. Angka tersebut

lebih rendah pada orang yang tidak aktif. VO2max adalah hasil dari curah

jantung maksimum dan ekstraksi O2 maksimum oleh jaringan, dan keduanya

meningkat dengan latihan (Ganong, 2013).


Perubahan yang terjadi pada otot-otot rangka dengan latihan adalah

peningkatan jumlah mitokondria dan enzim yang berperan pada metabolisme

oksidatif. Jumlah kapiler meningkat dengan membaiknya distribusi darah ke

serabut otot. Efek akhirnya adalah ekstraksi O2 yang lebih sempurna dan

kecil untuk beban kerja yang sama. Peningkatan aliran darah ke otot menjadi

berkurang dan karena hal ini, frekuensi denyut jantung kurang meningkat

dibandingkan orang yang tidak terlatih. Hal ini merupakan alasan bahwa olah

raga berguna bagi pasien penyakit jantung (Ganong, 2013).


Menurut Ganong (2013), olah raga teratur akan memperbaiki perfusi

koroner karena olah raga memperbaiki produksi prostaksiklin dan NO oleh

endotel pembuluh koroner. Olah raga atau aktivitas fisik meningkatkan


frekuensi jantung karena dapat meningkatkan suplai oksigen dalam tubuh.

Giat berolah raga secara teratur membuat otot jantung menjadi lebih kuat dan

efisien. Senam aerobik memperlambat proses aterosklerotik, sehingga

mengurangi risiko penyakit jantung.

B. Gambaran Tekanan Darah Pada Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk

Ungaran Barat.
Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.2 menunjukkan bahwa tekanan

darah sistolik pada pekerja konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat

dalam kategori normal sebanyak 19 pekerja (19,8%), kategori prehipertensi

sebanyak 35 pekerja (36,5%), kategori hipertensi stage 1 sebanyak 32 pekerja

(33,3%), serta kategori hipertensi stage 2 sebanyak 10 pekerja (10,4%). Data

tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja konveksi di Kelurahan

Genuk Ungaran Barat mengalami prehipertensi (120-139 mmHg).


Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.3 menunjukkan bahwa tekanan

darah diastolik pada pekerja konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat

dalam kategori normal sebanyak 22 pekerja (22,9%), kategori prehipertensi

sebanyak 43 pekerja (44,8%), kategori hipertensi stage 1 sebanyak 26 pekerja

(27,1%), serta kategori hipertensi stage 2 sebanyak 5 pekerja (5,2%). Data

tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja konveksi di Kelurahan

Genuk Ungaran Barat mengalami prehipertensi (80-89 mmHg).


Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menderita

hipertensi sistolik stage 1 mempunyai sedentary time rata-rata 11.36 jam per

hari, hipertensi sistolik stage 2 mempunyai sedentary time rata-rata 10,5 jam

per hari, menderita hipertensi diastolik stage 1 sebanyak rata-rata 10,9 jam

per hari, dan menderita hipertensi diastolik stage 2 sebanyak rata-rata 11,5

jam per hari.


Tekanan darah merupakan hasil dari curah jantung dan tahanan perifer

yang meningkat. Peningkatan curah jantung atau tahanan perifer akan

meningkatkan tekanan darah, penurunan curah jantung atau resistensi perifer

akan menurunkan tekanan darah. Pemeliharaan tekanan darah secara

keseluruhan mencerminkan hubungan yang erat antara curah jantung, tahanan

perifer dan volume darah yang dapat dipengaruhi beberapa faktor lainnya.
Tekanan darah merupakan tekanan yang ditimbulkan pada dinding

arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan

sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung

beristirahat. Tekanan ini bervariasi antara sekitar 120 mmHg selama sistol

dan 80 mmHg selama diastol. Diastol berlangsung lebih lama daripada sistol,

tekanan darah rerata setara dengan 40% tekanan sistolik ditambah 60%

tekanan diastolik (Corwin, 2009). Rata-rata tekanan darah normal biasanya

120/80 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002).


Tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume

sekuncup atau curah jantung dan Total Peripheral Resistance (TPR), maka

peningkatan salah satu dari ketiga variabel tersebut dapat menyebabkan

hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung terjadi akibat rangsangan

abnormal saraf atau hormon pada nodus sinoatrium (SA). Peningkatan denyut

jantung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme, biasanya

dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau Total Peripheral

Resistance (TPR) (Corwin 2009).


Peningkatan volume sekuncup atau curah jantung yang berlangsung

lama, terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang

berkepanjangan akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau

konsumsi yang berlebihan yang dapat meningkatkan volume diastolik akhir

biasa disebut preload jantung. Peningkatan preload biasanya berkaitan


dengan peningkatan tekanan sistolik. Peningkatan Total Peripheral

Resistance (TPR) yang berlangsung lama terjadi pada peningkatan

rangsangan saraf atau hormon pada arteriola atau responsivitas yang

berlebihan dari arteriol terhadap rangsangan normal. Kedua hal tersebut

menyebabkan penyempitan pembuluh (Corwin, 2009).


Curah jantung dan sirkulasi yang obesitas lebih tinggi daripada

penderita hipertensi yang tidak obesitas. Daya pompa jantung dan sirkulasi

volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi disbanding

penderita hipertensi dengan berat badan normal (Susanto, 2010) dalam

Suiraoka (2012). Pada penelitian ini, peneliti tidak mengambil responden

yang termasuk dalam kategori obesitas. Peneliti menetapkan batas Indeks

Masa Tubuh untuk responden penelitian. Responden yang memiliki IMT 30

tidak dijadikan responden.


Penelitian tentang hal tersebut juga menyebutkan adanya hubungan

antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan tekanan darah. Penelitian serupa

juga dilakukan oleh Aquarilia Fathina, Ully (2007) tentang Hubungan

Asupan Sumber Lemak Dan Indek Massa Tubuh (IMT) Dengan Tekanan

Darah Pada Penderita Hipertensi. Penelitian tersebut menggunakan desain

penelitian cross-sectional, jumlah sampel 40 orang yang didiagnosa hipertensi

di Rumah Sakit Umum Semarang. Pada penelitian tersebut, tekanan darah

sistolik berhubungan dengan frekuensi asupan sumber lemak, asupan lemak

total dan IMT. Tekanan darah diastolik berhubungan dengan frekuensi asupan

sumber lemak, asupan lemak total, asupan asam lemak tidak jenuh ganda dan

IMT. Frekuensi asupan sumber lemak dan IMT dapat memprediksi tekanan

darah sistolik. Asupan lemak total, asupan asam lemak tidak jenuh tunggal,

asupan asam lemak tidak jenuh ganda dan IMT dapat memprediksi tekanan
darah diastolik. Didapatkan hasil bahwa IMT mempunyai hubungan yang

signifikan dengan tekanan darah sistolik (p = 0,00) dan diastolik (p = 0,00).


Faktor risiko lainnya yang dapat mempengaruhi tekanan darah adalah

usia, pada penelitian ini peneliti menetapkan rentang usia 40-60 tahun. Rata

rata umur responden adalah 44,5 tahun dengan usia minimal 44 tahun dan

usia maksimal 51 tahun. Bertambahnya usia membuat kemungkinan

seseorang menderita hipertensi semakin besar. Hilangnya elastisitas jaringan

dan aterosklerosis serta pelebaran pembuluh darah adalah faktor penyebab

hipertensi pada usia tua (Sutanto, 2010) dalam Suiraoka (2012).


Tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia.

Orang lanjut usia mempunyai arteri yang lebih keras dan kurang fleksibel

terhadap darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan

diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi

secara fleksibel pada penurunan tekanan darah. Bertambahnya usia

berdampak pada peningkatan tekanan darah karena berkurangnya elastisistas

pembuluh darah. Hipertensi menyerang laki-laki pada usia di atas 31 tahun

sedangkan pada perempuan terjadi setelah usia 45 tahun (menopause) (Potter

& Perry, 2009).


Hasil penelitian yang dilakukan Harahap, Heryudarini dkk. (2008)

tentang Hubungan Indeks Massa Tubuh, Jenis Kelamin, Usia, Golongan

Darah Dan Riwayat Keturunan Dengan Tekanan Darah Pada Pegawai Negeri

Sipil Di Pekanbaru, didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

umur dan tekanan darah diastol yaitu setiap peningkatan umur 1 tahun akan

meningkatkan tekanan darah diastol 0,189 mmHg.


Prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal

ini disebabkan karena tekanan arterial yang meningkat yang meningkat sesuai

dengan bertambahnya usia, terjadinya regurgitasi aorta serta adanya proses


degeneratif, yang lebih sering pada usia lanjut. Pertambahan usia

menyebabkan peningkatan risiko penyakit yang meliputi kelainan saraf atau

kejiwaan, kelainan jantung dan pembuluh darah serta berkurangnya fungsi

panca indera dan kelainan metabolisme pada tubuh (Muniroh dkk., 2007).

C. Hubungan Gaya Hidup Kurang Gerak (Sedentary Lifestyle) Dengan

Hipertensi Pada Pekerja Konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat.


Tabel 4.5 menunjukkan uji statistik menggunakan Kendall Tau

didapatkan p value 0,009 (0,05) sehingga ada hubungan yang signifikan

antara gaya hidup kurang gerak (sedentary lifestyle) dengan tekanan darah

sistolik pada pekerja konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat. Angka

korelasi +0,185 menunjukkan korelasi positif dan kekuatan yang sangat

lemah. Hasil tersebut menunjukkan jika sedentary lifestyle semakin tinggi

maka tekanan sistolik semakin meningkat.


Tabel 4.6 menunjukkan uji statistik menggunakan Kendall Tau

didapatkan p value 0,001 (0,05) sehingga ada hubungan yang signifikan

antara gaya hidup kurang gerak (sedentary lifestyle) dengan tekanan darah

diastolik pada pekerja konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat. Angka

korelasi +0,244 menunjukkan korelasi positif dan kekuatan yang sangat

lemah. Hasil tersebut menunjukkan jika sedentary lifestyle semakin tinggi

maka tekanan diastolik semakin meningkat.


Korelasi sangat kuat jika angka korelasi menunjukkan 0,80 - 1,00. Data

tersebut menunjukkan bahwa sedentary lifestyle berperan sangat penting

dalam peningkatan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.


Studi lain yang dilakukan (Biswas, A et al., 2015) tentang sedentary

time and its association with risk for disease incidence, mortality, and

hospitalization in adults: a systematic review and meta-analysis. Meta -

analisis dilakukan pada hasil untuk penyakit kardiovaskular dan diabetes (14
studi), kanker (14 penelitian), dan semua penyebab kematian (13 studi)

menggunakan desain kohort prospektif. Sedentary time dikuantifikasi

menggunakan laporan diri, significant hazard ratio (HR) asosiasi yang

ditemukan dengan semua penyebab kematian (HR, 1.220 [95 % CI, 1,090-

1,410]), mortalitas penyakit kardiovaskular (HR, 1.150 [CI, 1,107-1,195]),

insiden penyakit kardiovaskular (HR, 1,143 [CI, 1,002-1,729]), angka

kematian kanker (HR, 1.130 [CI, 1,053-1,213]), kejadian kanker (HR, 1.130

[CI , 1,053-1,213]), dan diabetes kejadian tipe 2 (HR, 1.910 [CI, 1,642-

2,222]). Sedentary time berdampak buruk di tingkat aktivitas fisik yang

rendah daripada di tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi.


Studi lain dilakukan (Ploeg et al., 2012) tentang sitting time and all-

cause mortality risk in 222 497 Australian adults, mencari hubungan antara

sedentary lifestyle dan semua penyebab kematian, tetapi menemukan

hubungan hanya untuk laki-laki dan bukan untuk perempuan, namun studi

tersebut memiliki kategori ukuran sedentary lifestyle kurang dari 8 jam per

hari sebagai kategori tertinggi, yang kemungkinan akan memiliki kekurangan

sensitivitas untuk mendeteksi hubungan dengan semua penyebab kematian.


Tinjauan sistematis lain mengenai hubungan antara sedentary activity di

tempat kerja dan status kesehatan menyebutkan bahwa individu dengan

pekerjaan yang lebih aktif memiliki risiko penyebab atau mortalitas penyakit

kardiovaskular yang lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan yang

melibatkan sitting time terlalu lama (Uffelen et al., 2010).


Physical inactivity menurunkan produksi Nitric Oxide (NO) oleh

endotelium yang abnormal, yang menyebabkan perubahan diameter

pembuluh menyebabkan perubahan struktural vaskular yang mengakibatkan

hipertensi (Jayalakshmi, 2010). Terdapat bukti awal yang menunjukkan

bahwa produsi NO berkurang pada hipertensi, dan temuan ini tentu konsisten
dengan aktivitas simpatis dan penurunan vagal. Hiperaktif simpatik mungkin

merupakan pemicu penting dalam mekanisme kompensasi yang akhirnya

menyebabkan hipertensi. Peran NO dalam genesis hipertensi mungkin tidak

terbatas pada tonus pembuluh darah tetapi juga mungkin melibatkan efek

modulator kuat pada kontrol otonom kardiovaskular (Chowdhary and

Townend, 2001).

Nitrogen oksida (NO) merupakan molekul kimia reaktif, disintesis

dari L-Arginin dengan bantuan Nitric Oxide Synthase (NOS) dan ko-faktor.

Molekul NO dibentuk oleh 5 elektron nitrogen dan 6 elektron O, sehingga

ada 1 elektron yang tak berpasangan, menjadikan NO sebagai molekul reaktif

yang bersifat radikal bebas. Nitrogen Oksida merupakan gas yang larut dalam

air, dengan tingkat kelarutan 1-3 mmol/L (30-90 mg/L). Kadar biologis

aktifnya berkisar 1-100 nmol/L bersifat lipofilik, sehingga mudah melewati

sawar membran lipoprotein. Waktu paruh NO teramat pendek sekitar 3-5

detik, karena NO akan cepat dan spontan bereaksi dengan O2 membentuk ion

nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3-), yang akhirnya diekskresi lewat ginjal

(Gunawijaya, 2000).

Aktifitas biologis nitrit lebih rendah dibandingkan NO, sedangkan

nitrat relatif tidak mempunyai aktifitas biologis. Akibat waktu paruhnya yang

pendek itu, NO hanya memiliki aktifitas biologis di sekitar tempat

biosintesisnya saja. Sebagai contoh sintesis NO di sel endotel vaskular, hanya

mengakibatkan relaksasi otot polos vaskular di dekatnya (Gunawijaya, 2000).

Nitrogen Oksida merupakan relaksan kuat otot polos vaskular yang

mengakibatkan vasodilatasi vena maupun arteri, namun lebih bersifat

venodilator daripada arteriodilator. Penggunaan klinis NO sebagai vasodilator


dikenal sebagai nitrovasodilator, di antaranya nitrogliserin, sodium

nitroprusid, dan isoamil nitrit. Relaksasi otot polos vaskular disebabkan oleh

aktifitas NO di sel endotel di sekitarnya. Diawali oleh stimuli di permukaan

sel endotel, misalnya oleh bradikinin. Interaksi bradikinin dengan reseptor

selektifnya mencetus influks Ca2+ dari lumen ke intraselular endotel. Bahan

lain yang menimbulkan hal sama ialah asetilkolin, histamin, dan serotonin

(Gunawijaya, 2000).

Sintesis NO dari arginin di sel endotel dan kerjanya melalui cGMP

untuk menimbulkan relaksasi di sel otot polos pembuluh darah. Bentuk Nitrat

Oksida Sintase (NOS) endotel diaktifkan oleh peningkatan konsentrasi CA 2+

intrasel, dan peningkatan tersebut ditimbulkan oleh asetilkolin (ACh),

bradikinin, atau shear stress yang bekerja pada membrane sel. NO yang

terbentuk di endotel berdifusi ke dalam sel otot polos lalu mengaktifkan

guandilil siklase yang larut dalam sel, dan menghasilkan GMP siklik yang

selanjutnya bertindak sebagai perantara relaksasi otot polos vaskular. NO

diinaktifkan oleh hemoglobin (Ganong, 2013).

Relaksasi otot polos vaskular terjadi setelah sintesis sel endotel

vaskular, sedangkan yang non vaskular melalui perannya sebagai

neurotransmiter non adrenergik non kolinergik (Gunawijaya, 2000).

Penurunan NO menyebabkan influx Ca2+ pada pembuluh darah dan

meningkatkan resistensi vaskurer, selain itu juga bisa terjadi karena mutasi

titik pada promoter gena MMP-9 pada jarak - l562 bp. Mutasi tersebut

mengakibatkan peningkatan produks iMMP-9 secara terus menerus. sebagai

akibatnya terjadi peningkatan sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis

faktor (TNF ) dan C- reactive protein (CRP). CRP paling stabil dan
penanda yang kuat untuk risiko kardiovaskuler. Peningkatan kadar CRP

sejalan dengan disfungsi endotel pada pasien dengan hipertensi (Venugopal,

et al, 2005).

Penghambatan akut NO biosintesis telah menyarankan bahwa NO

tidak mengakibatkan sebuah efek relaksasi pada microvessels ginjal dan

sistemik, sehingga timbul efek vasokonstriktor lokal dan sistemik.

Penghambatan NO sintesis secara berkepanjangan oleh administrasi analog

L-arginin mengakibatkan elevasi parah dan terus-menerus dari tekanan arteri,

mencirikan model baru hipertensi arteri parah (Miriam et al. 1992).

Penghambatan NO persisten mungkin telah menimbulkan

penambahan humoral, struktural, atau keduanya, perubahan yang juga

memberikan kontribusi untuk meningkatkan tekanan darah. Elevasi tekanan

hidrolik glomerulus serta penurunan koefisien ultrafiltrasi di glomerulus,

sesuai dengan temuan hemodinamik glomerulus dijelaskan sebelumnya dalam

hubungan dengan blockade NO secara akut. Dominasi vasokonstriktor atas

aktivitas vasodilator di mikrosirkulasi, langsung menaikkan resistensi perifer

(Miriam et al. 1992).

Vasokonstriksi perifer dihasilkan dari hiperaktif simpatik yang terkait

dengan penghambatan NO, karena NO berperan sebagai penghambatan

neurotransmitter otonom. Meluasnya vasokonstriksi arteriol, khususnya di

wilayah ginjal, dihasilkan dari fenomena autoregulatory langsung oleh

peningkatan tekanan arteri (Miriam et al. 1992).

D. Keterbatasan
Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam penelitian ini.

Penelitian ini yang belum bisa mengendalikan faktor-faktor yang bisa

mempengaruhi tekanan darah misalnya stress, konsumsi garam, konsumsi


kafein dan konsumsi obat. Faktor-faktor tersebut menyebabkan tekanan darah

meningkat.

BAB VI

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang hubungan gaya hidup

kurang gerak (sedentary lifestyle) dengan hipertensi pada pekerja konveksi di

Kelurahan Genuk Ungaran Barat pada 22 - 28 Januari 2016 terhadap 96 pekerja

konveksi diperoleh hasil sebagai berikut :

A. Kesimpulan
1. Sebagian besar pekerja konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat

mempunyai sedentary lifestyle dalam kategori tinggi, yaitu sebanyak 49

pekerja (51%).
2. Sebagian besar pekerja konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat

mengalami prehipertensi tekanan darah sistolik, yaitu sebanyak 35 pekerja

(36,5%).
3. Sebagian besar pekerja konveksi di Kelurahan Genuk Ungaran Barat

mengalami prehipertensi tekanan darah diastolik, yaitu sebanyak 43

pekerja (44,8%).
4. Ada hubungan yang signifikan antara gaya hidup kurang gerak (sedentary

lifestyle) dengan tekanan darah sistolik pada pekerja konveksi di

Kelurahan Genuk Ungaran Barat, dengan p value 0,009 (0,05) dan

nilai = +0,185, bertanda positif dan korelasi yang sangat lemah.


5. Ada hubungan yang signifikan antara gaya hidup kurang gerak (sedentary

lifestyle) dengan tekanan darah diastolik pada pekerja konveksi di

Kelurahan Genuk Ungaran Barat, dengan p value 0,001 (0,05) dan

nilai = +0,244, bertanda positif dan korelasi yang sangat lemah.

B. Saran
1. Bagi Perawat
Perawat komunitas diharapkan memberikan pendidikan kesehatan

mengenai bahaya gaya hidup kurang gerak (sedentary lifestyle) kepada

pekerja konveksi.
2. Bagi Pekerja Konveksi
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang baik. Pekerja

konveksi diharapkan melakukan kegiatan fisik minimal 10 menit dalam

satu kegiatan tanpa henti dan secara komulatif 150 menit selama 5 hari

dalam satu minggu di luar jam kerja.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Perlu ditingkatkan penelitian tentang sedentary lifestyle dampaknya

terhadap kesehatan. Penelitian selanjutnya tentang hipertensi hendaknya

mampu mengontrol faktor-faktor lain yang mempengaruhi tekanan darah

misalnya stres, konsumsi garam, konsumsi kafein dan konsumsi obat.

DAFTAR PUSTAKA

Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular (E-book). Jakarta:


Gramedia.https://books.google.co.id/books?
id=D69FeLzDJ2EC&pg=PA176&dq=waspada+ancaman+penyakit+tida
k+menular&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=waspada
%20ancaman%20penyakit%20tidak%20menular&f=false (Diakses pada
tanggal 2 November 2015).
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Ed
Revisi VI. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.
Aquarilia Fathina, Ully. 2007. Hubungan Asupan Sumber Lemak Dan Indek
Massa Tubuh (IMT) Dengan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi.
http://eprints.undip.ac.id/26108/. (Diakses pada tanggal 31 Januari 2016).
Assa, Cicilia. Perbandingan Pengukuran Tekanan Darah Pada Lengan Kiri Dan
Lengan Kanan Pada Penderita Hipertensi Di Ruangan Irina C BLU RSUP
prof. Dr. R. D. Kandou Manado. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/
jkp/article/viewFile/5160/4677. (Diakses pada tanggal 31 Januari 2016).
Biswas, A et al. 2015. Sedentary Time And Its Association With Risk For Disease
Incidence, Mortality, And Hospitalization In Adults: A Systematic Review
And Meta-Analysis. Ann Intern Med. http://www.ncbi.nlm.nih.gov
/pubmed/25599350,. (Diakses pada tanggal 18 Februari 2016).
Chau JY et al. 2011. A tool for measuring workers sitting time by domain: the
Workforce Sitting Questionnaire (Jurnal).
http://www.sedentarybehaviour.org (Diakses pada tanggal 2 November
2015).
Chowdhary S. and JN Townend. 2001. Nitric oxide and hypertension: not just an
endothelium derived relaxing factor!. Department of Cardiovascular
Medicine. http://www.nature.com/jhh/journal/v15/n4/pdf/1001165a.pdf.
(Diakses pada tanggal 23 Oktober 2015).
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Emmanuel et al. 2013. Are Sitting Occupations Associated with Increased All-
Cause, Cancer, and Cardiovascular Disease Mortality Risk? A Pooled
Analysis of Seven British Population Cohorts . http://www.ncbi.nlm.
nih.gov/pmc/articles/PMC3784430/. (Diakses pada tanggal 3 Januari
2016).
Ford Earl S. and Carl J. Caspersen. 2012. Sedentary behaviour and cardiovascular
disease: a review of prospective studies. USA: Oxford University.
http://ije.oxfordjournals.org/content/41/5/1338.full.pdf (Diakses pada
taggal 18 September 2015).
Ganong, William F. 2013. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gunawijaya, Eka. 2000. Peran Nitrogen Oksida pada Infeksi. Sari Pediatri. Vol. 2.
No. 2. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-2-8.pdf. (Diakses pada tanggal
15 Januari 2016).
Harahap, Heryudarini dkk. 2008. Hubungan Indeks Massa Tubuh, Jenis Kelamin,
Usia, Golongan Darah Dan Riwayat Keturunan Dengan Tekanan Darah
Pada Pegawai Negeri Sipil Di Pekan Baru. PGM 2008,31(2): 51-58.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/pgm/article/view/1515/2877
. (Diakses pada tanggal 31 Januari 2016).

Hollie A. Raynor. 2011. Sedentary Behaviors,Weight, and Health and Disease


Risks (Jurnal).
http://downloads.hindawi.com/journals/jobes/2012/852743.pdf. (Diakses
pada tanggal 7 Oktober 2015).

Inyang Mfrekemfon dan Okey-Orji Stella. 2015. Sedentary Lifestyle: Health


Implications (Jurnal). Nigeria: Departement of Human Kinetics and
Health Education Faculty of Education University of Port-Harcourt.
http://iosrjournals.org/iosr-jnhs/papers/vol4-
issue2/Version1/E04212025.pdf. (Diakses pada tanggal 18 September
2015).
Janssen, Xanne C.J. 2013. The Objective Measurement of Physical Activity And
Sedentary Behaviour In Preschool-Aged Children, Doctor of Philosophy
Thesis, School of Education (Tesis). University Of Wollongong.
http://ro.uow.edu.au/cgi/viewcontent.cgi?article=4995&context=theses.
(Diakses pada tanggal 14 Oktober 2015).
Jayalakshmi MK et al,. 2010. Effect of sedentary life style on anthropometric and
cardiovascular parameters. India: International Journal of Biological &
MedicalKResearch.Khttp://www.biomedscidirect.com/download/IJBMRF2
011253/13/effect_of_sedentary_life_style_on_anthropometric_and_cardio
vascular_parameters. (Diakses pada tanggal 22 Oktober 2015).

JNC 7. 2003. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,


Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. National
Institutes of Health. http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/
jnc7full.pdf. (Diakses pada tanggal 18 November 2015).
Kaplan, Norman M. 2002. Hypertension in the Elderly. Edisi 2. USA: Martin
Dunitz.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. http://www.depkes.go.id


/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-info-datin.html (Diakses pada
tanggal 2 November 2015).

Kozier, Barbara et al. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Vol.1. Edisi 7.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

--------------. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume 2. Edisi 7.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kusyati, Eni dkk. 2006. Keterampilan dan Prosedur Klinik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Manembu, Mercy. 2015. Pengaruh Posisi Duduk Dan Berdiri Terhadap Tekanan
Darah Sistolik Dan Diastolik Pada Pegawai Negeri Sipil Kabupaten
Minahasa Utara. Volume 3, Nomor 3. Jurnal e-Biomedik (eBm)
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/viewFile/10150/9
736. (Diakses pada tanggal 31 Januari 2016).
Masud, Ibnu. 2012. Dasar-Dasar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Mark Tremblay. 2012. Letter to The Editor: Standardized Use of The Terms
Sedentary and Sedentary Behaviours (Jurnal). Canada: CHEO
Research
Institute.Khttp://www.sedentarybehaviour.org/wpcontent/uploads/2012/05/
Letter-APNM-2012.pdf. (Diakses pada tanggal 14 Oktober 2015).

Miriam et al,. 1992. Chronic Inhibition Of Nitric Oxide Synthesis. A New Model
Of Arterial Hypertension. Dallas: American Heart Association.
http://hyper.ahajournals.org/content/20/3/298.full.pdf (Diakses pada
tanggal 26 December 2015)
Muniroh dkk. 2007. Pengaruh Pemberian Jus Buah Belimbing Dan Mentimun
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Sistolik Dan Diastolik Penderita
Hipertensi. The Indonesian Journal of Public Health, Vol.4, No. 1.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=17949&val=1114
(Diakses pada tanggal 31 Januari 2016).

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Owen, Neville. 2012. Sedentary Behaviours. Head Behavioural Epidemiology,


Baker IDI. https://www.bakeridi.edu.au/research/physical_activity_
behavioural_epidemiology/lab_heads/.
Ploeg, Van Der et al. 2012. Sitting Time and All-Cause Mortality Risk in 222 497
Australian Adults. Vol 172 (No. 6), Mar 26, 2012. Australia: American
Medical Association. http://archinte.jamanetwork.com (Diakses pada
tanggal 14 Desembar 2015).

Potter, P.A, Perry, A.G. 2009. Fundamental of Nursing. Edisi : 7. Jakarta:


Salemba Medika.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Vol.2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Proverwati Atikah dan Eni Rahmawati. 2012. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
(PHBS). Yogyakarta: Nuha Medika.

Rahmadani L, Anissa dan Rahayu Indriasari. Hubungan Aktivitas Sedentari


Dengan Kejadian Overweight Pada Remaja Di Sma Katolik Cendrawasih
Makassar (Jurnal). Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat
UniversitasKHasanuddin.Khttp://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/
123456789/10639/ANISSA%20RAHMADANI%20L%20K21110303.pdf?
sequence=1. (Diakses pada tanggal 18 September 2015).

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2007. Laporan Nasional 2007. Jakarta:


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan.
https://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional%20Riskesdas
%202007.pdf. (Diakses pada tanggal 4 Oktober 2015).

Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Smeltzer, C dan G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner


& Suddarth. Vol.2. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Stamatakis, Emmanuel et al. 2013. Are Sitting Occupations Associated with


Increased All- Cause, Cancer, and Cardiovascular Disease Mortality Risk?
A Pooled Analysis of Seven British Population Cohorts . PLoS ONE 8(9):
e73753. doi:10.1371/journal.pone.0073753. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC3784430/pdf/pone.0073753.pdf. (Diakses pada tanggal 1
Februari 2016).

Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.


Suiraoka, IP. 2012. Penyakit Dengeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika.
The Nuffield Foundation. 2008. Using Blood Pressure Monitors.
http://www.nuffieldfoundation.org/sites/default/files/06_Using_bp_monitor
s.pdf
Uffelen JGZ, Wong J, Chau JY, et al. 2010. Occupational sitting and health risks:
a systematic review. Am J Prev Med.
http://www.ajpmonline.org/article/S0749-3797(10)00412-5/pdf (Diakses
pada tanggal 31 Januari 2016).
Venugopal et al,. 2005. Efect of C-Reactive Protein on Vascular Cells : Evidence
for Proinflammatory, proatherogenic Role. Cun Opin Nephrol Hypertens.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15586013. (Diakses pada tanggal 14
Januari 2016 ).
WHO expert consultation. 2004. Appropriate Body-Mass Index For Asian
Populations And Its Implications For Policy And Intervention Strategies.
The Lancet. https://www.researchgate.net/publication/
224770943_WHO_World_Health_Organization_WHO_Expert_Consultati
on_appropriate_body-mass_index_for_Asian_populations_and_its_
implications_for_policy_and_intervention_strategies_Lancet_363_157-
16.3 (Diakses pada tanggal 7 Januari 2016).

WHO. 1995. Physical Status: The Use And Interpretation Of Anthropometry.


Report of A WHO Expert Committee. WHO Technical Report Series 854.
Geneva: World Health Organization.
http://iipsindia.org/pdf/cnsm/reference.pdf. (Diakses pada tanggal 7
Januari 2016).

WHO. 2000. Obesity: Preventing And Managing The Global Epidemic . Report of
a WHO Consultation. WHO Technical Report Series 894. Geneva: World
Health Organization.
http://www.bvsde.paho.org/bvsacd/cd66/obeprev/indice. pdf. (Diakses
pada tanggal 7 Januari 2016).

World Health Organization. 2013. A Global Brief On Hypertension. http://ish-


world.com/downloads/pdf/global_brief_hypertension.pdf. (Diakses pada
tanggal 2 December 2015).

Zuriah, Nurul. 2009. Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan. Jakarta: PT


Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai