Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi virus dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan

menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan

cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas. Demam berdarah

dengue ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis di dunia, terutama di area

perkotaan. Indonesia merupakan daerah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah

tanah air. Insiden infeksi virus dengue telah meningkat secara bermakna dalam

beberapa dekade terakhir. Kurang lebih dua perlima dari populasi dunia saat ini

berisiko untuk terkena infeksi dengue. WHO memperkirakan 50-100 juta infeksi

dengue terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya (WHO, 2013).

Demam berdarah dengue masih menjadi perhatian besar oleh karena

morbiditasnya yang masih tinggi, penyebarannya yang luas, dan pengetahuan

masyarakat terhadap penyakit ini yang masih rendah. Demam berdarah dengue

(DBD) merupakan suatu penyakit epidemik akut yang disebabkan oleh virus yang

ditransmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penderita yang terinfeksi

akan memiliki gejala berupa demam ringan sampai tinggi, disertai dengan sakit

kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian, hingga perdarahan spontan (WHO,

2010). Terdapat sekitar 2,5 miliar orang di dunia beresiko terinfeksi virus dengue

terutama di daerah tropis maupun subtropis, dengan perkiraan 500.000 orang

memerlukan rawat inap setiap tahunnya dan 90% dari penderitanya ialah anak-anak

yang berusia kurang dari 15 tahun (WHO, 2013).

1 Universitas Ngudi Waluyo


2

Provinsi Jawa Tengah untuk kasus DBD mengalami peningkatan selama

beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2014 jumlah kasus DBD terdata sejumlah 1.628

kasus atau turun 31,13% dari 2.364 kasus pada Tahun 2013. Kabupaten Semarang

merupakan salah satu daerah endemis di Provinsi Jawa Tengah. Setiap tahun selalu

terjadi kasus DBD dan setiap tahun juga terdapat kematian karena penyakit tersebut.

Data dari Dinas Kesehatan pada tahun 2011 terdapat 108 kasus, Inci dence Rate (IR)

1,15 per 10.000 penduduk dengan kematian 2 penderita (Case Fatality Rate (CFR

1,85%)), tahun 2012 terdapat 110 kasus, IR 1,18 (CFR 1,82%) dengan kematian 2

penderita,dan pada tahun 2013 terdapat 296 kasus, IR 3,13 kematian 3 penderita

(CFR 1,01%) (Depkes, 2015).

Beberapa masalah klinis timbul pada pasien anak rawat jalan oleh karena

sulitnya memprediksi apakah akan menjadi dengue klasik, DBD atau DBD dengan

syok. Adanya keterbatasan pemeriksaan diagnostik untuk menentukan adanya

kebocoran plasma yang berkaitan dengan tidak adanya biaya lebih menyulitkan

untuk menegakkan diagnosis, dilain pihak juga tidak ada data tentang nilai

hematokrit yang normal untuk masing-masing populasi berdasarkan usia dan jenis

kelamin atau masing-masing individu sehat dan pasien yang keluar rumah sakit

sebelum fase yang normal (Guntur, 2008).

Penanganan awal seorang anak sakit DBD dilakukan melalui pendekatan

pada disfungsi multisistem. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan

cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah

bilamana diperlukan. Tatalaksana DBD berorientasi pada pendekatan patofisiologi

multisistem terpadu diarahkan pada pemenuhan kebutuhan oksigen dan nutrien,

melalui optimalisasi curah jantung dan perfusi jantung, otak dan ginjal sehingga

Universitas Ngudi Waluyo


3

fungsi homeostasis kembali normal, nutrisi dapat diberikan dan kesembuhan dapat

diharapkan (Nainggolan, 2008).

Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama

dalam terapi DBD adalah bersifat simtomatik dan suportif. Secara simtomatik yaitu

dengan memberikan cairan yang cukup. Aktifitas anak yang meningkat namun

kondisi daya tahan tubuh lemah menjadikan anak rentang terserang penyakit,

sehingga anak perlu menjalani hospitalisasi. Hospitalisasi ini merupakan salah satu

penyebab kecemasan. Kecemasan pada anak merupakan hal yang harus segera

diatasi karena sangat menganggu pertumbuhan dan perkembangan, salah satu

intervensi yang dapat dilakukan adalahterapi bermain. Permainan akan membuat

anak terlepas dari ketegangan dan stres yang dialami. Selain itu dengan melakukan

permainan anak dapat mengalihkan rasa sakit melalui kesenangannya melakukan

permainan (Supartini, 2012).

Jenis permainan pada anak usia prasekolah adalah skill play yaitu dengan

menggunakan kemampuan motorik salah satunya pemberian terapi bermain

mewarnai gambar. Terapi bermain dengan menggunakan gambar sangat tepat

karena mewarnai gambar tidak membutuhkan energi yang besar untuk bermain,

permainan ini juga dapat dilakukan di atas tempat tidur anak, sehingga tidak

mengganggu dalam proses pemulihan kesehatan anak (Ngastiyah, 2014).

Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Fradianto & Dewi

(2014) tentang terapi bermain terhadap penurunan tingkat kecemasan pada anak

prasekolah yang mengalami hospitalisasi dengan hasil tingkat kecemasan anak

prasekolah sebelum dilakukan terapi bermain nilai tertinggi pada tingkat kecemasan

sangat berat yaitu dengan jumlah 18 responden dengan presentase 90%, tingkat

kecemasan anak prasekolah setelah diberikan terapi bermain nilai tertinggi pada

Universitas Ngudi Waluyo


4

tingkat kecemasan sedang yaitu dengan jumlah 7 responden dengan presentase

35%. Hal tersebut menunjukkan ada penurunan tingkat kecemasan setelah diberikan

terapi bermain pada anak yang mengalami hospitalisasi.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik melakukan asuhan keperawatan

dengan judul Pengelolan Kecemasan hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah

Dengan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Penulis mampu menggambarkan pengelolaan kecemasan hospitalisasi

pada anak usia prasekolah dengan DHF di RSUD Ambarawa.

2. Tujuan khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Anak usia

prasekolah yang mengalami kecemasan hospitalisasi dengan Dengue

haemorrhagic fever RSUD Ambarawa.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Anak usia

prasekolah yang mengalami kecemasan hospitalisasi dengan Dengue

haemorrhagic fever RSUD Ambarawa.

c. Penulis mampu menyusun intervensi keperawatan pada Anak usia

prasekolah yang mengalami kecemasan hospitalisasi dengan Dengue

haemorrhagic fever RSUD Ambarawa.

d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada Anak usia

prasekolah yang mengalami kecemasan hospitalisasi dengan Dengue

haemorrhagic fever RSUD Ambarawa.

Universitas Ngudi Waluyo


5

e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada An.x dengan Dengue

haemorrhagic fever RSUD Ambarawa

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Rumah Sakit

Hasil Karya Tulis Ilmiah dalam bentuk aplikasi riset ini diharapkan dapat

memberikan tambahan informasi bagi rumah sakit sebagai pemberi layanan

kesehatan masyarakat dalam menentukan kebijakan terkait dengan pemberian

terapi bermain lilin terhadap penurunan kecemasan hospitalisasi pada anak

prasekolah. Aplikasi implementasi keperawatan diharapkan benar-benar bisa

dilaksanakan.

2. Bagi Instansi Akademik

Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar

tentang asuhan keperawatan terapi bermain (mewarnai gambar) pada Anak

dengan Dengue haemorrhagic fever, untuk mengurangi kecemasan

hospitalisasi selama menjalani perawatan dirumah sakit.

3. Bagi Perawat

Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif

kepada pasien anak dengan Dengue haemorrhagic fever dan Melatih berfikir

dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan

Dengue haemorrhagic fever.

4. Bagi Penulis

Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan

pengalaman yang lebih khususnya dibidang keperawatan pada pasien anak

dengan terapi bermain pada pasien Dengue haemorrhagic fever.

Universitas Ngudi Waluyo


6

5. Bagi Pembaca

Meningkatkan pengetahuan kepada pembaca tentang pengaruh

terapi bermain (mewarnai gambar) terhadap tingkat kooperatifan anak.

Universitas Ngudi Waluyo


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Prasekolah

1. Pengertian Anak Usia Prasekolah

Pertumbuhan (Growth, 2008) berkaitan dengan masalah perubahan

dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,

yang biasa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang

(Cm,m), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen

tubuh). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur

yang dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan, menyangkut

diferensiasi sel, jaringan, organ dan system organ yang berkembang sehingga

memenuhi fungsinya.Termasuk perkembangan emosi, intelektual dan tingkah

laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 2010).

Pertumbuhan masa prasekolah pada anak yaitu pada pertumbuhan fisik,

khususnya berat badan mengalami kenaikan rata-rata pertahunnya adalah 2 kg,

kelihatan kurus, akan tetapi aktivitas motoriknya tinggi, dimana sistem tubuh

sudah mencapai kematangan, seperti berjalan, melompat, dan lain lain.

Sedangkan pada pertumbuhan tinggi badan anak kenaikannya rata-rata akan

mencapai 6,75-7,5 cm setiap tahunnya (Hidayat, 2009).

Perkembangan merupakan proses yang tidak akan berhenti. Masa

prasekolah merupakan fase perkembangan individu dapat usia 2-6 tahun,

perkembangan pada masa ini merupakan masa perkembangan yang pendek

tetapi merupakan masa yang sangat penting (Fikriyanti, 2013)

7 Universitas Ngudi Waluyo


8

Menurut Wong (2008), priode prasekolah dimulai dari usia 3-6 tahun

periode ini dimulai dari waktu anak bergerak sambil berdiri sampai mereka

masuk sekolah, dicirikan dengan aktivitas yang tinggi. Pada masa ini merupakan

perkembangan fisik dan kepribadian yang pesat, kemampuan interaksi sosial

lebih luas, memulai konsep diri, perkembangan motorik berlangsung terus

menerus ditandai keterampilan motorik seperti berjalan, berlari dan melompa

2. Stimulasi, Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Prasekolah

a. Stimulasi Tumbuh Kembang Anak Prasekolah

Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak 0-6 tahun

agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu

mendapatkan stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap

kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah

atau yang merupakan orang terdekat anak (Depkes, 2012).

Perkembangan kemampuan dasar anak mempunyai pola yang tetap dan

berlangsung secara berurutan, dengan demikian stimulasi yang diberikan

kepada anak dalam rangka merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak

dapat diberikan orang tua atau keluarga sesuai dengan pembagian kelompok

umur stimulasi (Depkes, 2012)

Kemampuan anak prasekolah dirangsang dengan stimulasi terarah pada

kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak halus, kemampuan bicara dan

bahasa serta kemampuan sosialisasi dan kemandirian.Stimulasi yang dilakukan

pada kemampuan gerak kasar pada anak prasekolah misalnya dengan

mendorong anak untuk bermain bola bersama temannya, permainan menjaga

keseimbangan tubuh, belari, melompat dengan satu kaki, diajari bermain

sepeda, dan sebagainya (Depkes, 2012).

Universitas Ngudi Waluyo


9

Stimulasi yang dilakukan pada kemampuan gerak halus pada anak

prasekolah misalnya menulis namanya, menulis angka-angka, menggambar,

berhitung, berlatih mengingat, membuat sesuatu dari tanah liat atau lilin,

bermain berjualan, belajar mengukur dan lain-lain (Depkes, 2012, hlm.37).

Stimulasi yang dilakukan pada kemampuan bicara dan bahasa pada anak

prasekolah misalnya bermain tebak-tebakan, berlatih mengingat-ingat,

menjawab pertanyaan mengapa?, mengenal uang logam, mengamati atau

meneliti keadaan sekitanya dan lain-lain (Depkes, 2012).

Stimulasi yang dilakukan pada kemampuan bersosialisasi dan

kemandirian pada anak prasekolah misalnya mendorong anak untuk

berpakaian sendiri, menyimpan mainan tanpa bantuan, ajak berbicara tentang

apa yang dirasakan, berkomunikasi dengan anak, berteman dan bergaul,

mematuhi peraturan keluarga dan lain-lain (Depkes, 2012).

b. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Prasekolah

Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah kegiatan atau pemeriksaan

untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada

balita dan anak prasekolah. Dengan ditemukan secara dini penyimpangan atau

masalah tumbuh kembang anak, maka intervensi akan mudah dilakukan,

tenaga kesehatan juga mempunyai waktu dalam membuat rencana tindakan

yang tepat terutama untuk melibatkan ibu dan keluarga (Depkes, 2012).

Kegiatan stimulasi deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh

kembang balita yang menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan dalam

bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak dan anggota

keluarga lainnya), masyarakat (kader, tokoh masyarakat, lembaga swadaya

Universitas Ngudi Waluyo


10

masyarakat) dan tenaga professional (kesehatan, pendidikan dan sosial)

(Depkes, 2012).

Melalui kegiatan SDIDTK kondisi terparah dari penyimpangan

pertumbuhan anak seperti gizi buruk dapat dicegah, karena sebelum anak

jatuh dalam kondisi gizi buruk, penyimpangan pertumbuhan yang terjadi pada

anak dapat terdeteksi melalui kegiatan SDIDTK. Selain mencegah terjadinya

penyimpangan pertumbuhan, kegiatan SDIDTK juga mencegah terjadinya

penyimpangan perkembangan dan penyimpangan mental emosional

(Hermawan, 2011).

Menurut Depkes RI (2012) ada 3 jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan

oleh tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya berupa deteksi

dini penyimpangan pertumbuhan, deteksi penyimpangan perkembangan dan

deteksi penyimpangan mental emosional.

B. Demam Berdarah Dengue ( DBD )

1. Pengertian

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada

anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan

sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama dan apabila timbul

renjatan (shock) angka kematian akan meningkat (Sujono Riyadi dan Suharsono,

2010).

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai

dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari. Penyakit DBD merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sejak tahun 1968

Universitas Ngudi Waluyo


11

jumlah kasusnya cenderung meningkat dan penyebarannya bertambah luas.

Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas penduduk sejalan

dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus

Dengue dan nyamuk penularnya di berbagai wilayah di Indonesia (Depkes RI,

2010).

2. Etiologi

Etiologi menurut WHO (2008), adalah sebagai berikut:

a. Virus

Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus Dengue

yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus Dengue sampai

sekarang dikenal 4 serotipe (Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3, Dengue-4)

termasuk dalam kelompok Arthropod Borne Virus (Arboviru). Ke-empat

serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Hasil

penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan

dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas

distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue-4 (Depkes RI,

2010). Infeksi yang terjadi dengan serotipe manapun akan memicu imunitas

seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Walaupun secara antigenik serupa,

keempat serotipe tersebut cukup berbeda di dalam menghasilkan

perlindungan silang selama beberapa bulan setelah terinfeksi salah satunya.

b. Vektor

Virus Dengue ditularkan oleh satu orang yang terinfeksi virus Dengue

ke orang lain oleh nyamuk Aedes aegypti dan subgenus stegomya. Aedes

aegypti merupakan vektor epidemik yang paling penting, sementara spesies

lain seperti Ae.albopictus, Ae.poly nesiensi, anggota kelompok

Universitas Ngudi Waluyo


12

Ae.scutellarisdan Ae.finlaya niveus juga di putuskan sebagai vektor sekunder.

Semua spesies tersebut, kecuali Ae. aegypti, memiliki willayah pelebarannya

sendiri, walaupum mereka merupakan vektor yang sangat baik untuk virus

Dengue, epidemi yang di timbulkannya tidak separah yang di akibatkan oleh

Ae.aegypti.

c. Pejamu

Pada manusia masing-masing dari ke empat serotipe virus Dengue

mempunyai hubungan dengan DD dan dengan DBD. Infeksi pertama

menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap serotipe penginfeksi tetapi

merupakan perlidungan sementara terhadap ketiga serotipe lainnya, dan

infeksi sekunder atau sekuensial mungkin terjadi setelah waktu singkat.

Penularan virus Dengue dari manusia terinfeksi ke nyamuk penggigit di

tentukan oleh besarnya dan durasi viremia pada hospes manusia, individu

dengan viremia tinggi memberikan dosis virus infeksius yang lebih tinggi ke

nyamuk penggigit, biasanya menyebabkan presentase nyamuk penggigit yang

terinfeksi menjadi lebih besar, meskipun kadar virus yang sangat rendah

dalam darah mungkin terinfeksi bagi beberapa nyamuk vector.

3. Gambaran klinis demam berdarah dengue

Depkes RI (2009), Kemenkes (2011) dan IDAI (2011), menyatakan bahwa tanda-

tanda dan gejala penyakit DBD adalah :

a. Demam

Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-

menerus berlangsung 2-7 hari, kemudian turun secara cepat. Demam secara

mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia, lemas,

nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala.

Universitas Ngudi Waluyo


13

b. Pembesaran hati (hepatomegali)

Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Derajat

pembesaran hati tidak sejajar dengan beberapa penyakit. Pembesaran hati

mungkin berkaitan dengan strain serotype virus Dengue.

c. Renjatan (syok)

Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7

mulai sakit. Renjatan terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke

daerah ekstra vaskuler melalui kapilar yang rusak. Adapun tanda-tanda

perdarahan: kulit teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki; penderita

menjadi gelisah; nadi cepat, lemah, kecil sampai tas teraba; tekanan nadi

menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang); tekanan darah menurun (tekanan

sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang). Renjatan yang terjadi pada

saat demam, biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih buruk.

d. Gejala klinis lain

Gejala lainnya yang dapat menyertai ialah; anoreksia, mual, muntah,

lemah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.

4. Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan

viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di

hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin,

trombin, Histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia

menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan

perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang

menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari,

Universitas Ngudi Waluyo


14

penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus

(Murwani, 2011).

Menurut Soegijanto (2010) virus akan masuk ke dalam tubuh melalui

gigitan nyamuk aedes aeygypty. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang

mengakibatkan penderita menalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal

pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia

tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah

bening, pembesaran hati (hepatomegali).

Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks

virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat

aktivasi C3 dan C5 akan akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya

untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor

meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibtkan

terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke

ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,

hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).

Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit >20%) menunjukan atau

menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga nilai hematokrit

menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Noersalam, 2013).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan

ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,

pleura, dan pericardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang

diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah

trombosit menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian

cairan intravena harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah

Universitas Ngudi Waluyo


15

terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan

yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan

mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika

renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,

metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik

(Murwani, 2011). Virus Dengue (arbovirus)

Menurut Meida (2015), dengan


Melalui gigitankondisi
nyamukanak yang sedang sakit akan

membutuhkanRe dukungan darivirus


Infection oleh orang terdekat
dengue seperti
dengan keluarga
serotip atau orang tua,
berbeda
Resiko terjadinya
anak akan mengalami kecemasan saat menjalani hospitalisasi dipengaruhui oleh
pendarahan
Bereaksi dengan antibodi
karakteristik personal anak, yang meliputi umur, jenis kelamin, budaya,
Menimbulkan respon Terbentuk kompleks antibodi dalam Trombositopenia
peradangan sirkulasi darah
pengalaman hospitalisasi dan pengalaman medis sebelumnya.
Perubahan status
Pengaktifan sistem kesehatan anak
Hipertermia Menstimulasi
medulla vomiting complement dan dilepaskan Anak harus di
anvilaktosin C3a dan C5a
hospitalisasi
Mual dan muntah
Melepaskan histamine
yang bersifat vasoaktif Perubahan peran
Anoreksia keluarga

Intake nutrisi Gangguan keseimbangan


kurang cairan dan elektrolit
Kebocoran plasma intertisium

Gangguan pemenuhan Penurunan jumlah cairan


kebutuhan nutrusi intravaskuler

Peningkatan viskositas isi


pembuluh darah

Aliran darah melambat


fatigue Kelemahan
Suplai O2 ke jaringan
Energy berkurang tidak adekuat

Metabolisme anaerob

Iritasi terhadap ujung-ujung Penimbunan asam laktat


Nyeri
5. Pathway
saraf oleh asam laktat di jaringan

Perpisahan orang tua, lingkungan Prosedur tindakan dan terapi obat


baru & orang asing Universitas Ngudi Waluyo
Muwarni (2011), Soegiyanto (2010), Nursalam (2013)
16

Bagan 2.1 Pathway

6. Penegakan diagnosa

Universitas Ngudi Waluyo


17

Manifestasi klinis infeksi dengue bervariasi dari infeksi asimtomatik

sampai simtomatik. WHO dalam Permpalung et al., (2009), mengklasifikasikan

gejala infeksi virus sebagai berikut :

a. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah dengue merupakan bentuk infeksi dengue yang

lebih berat yang disebabkan oleh satu dari keempat serotipe virus dengue.

Gambaran klinis DBD menyerupai DD pada awal fase febris dalam berbagai

aspek. Gambaran yang prominen dari DBD adalah potensinya untuk

berkembang menjadi menjadi SSD. Ciri khas patofisiologi yang menentukan

derajat penyakit dan membedakan DBD dengan DD dan penyakit viral

hemoragik lainnya adalah adanya kebocoran plasma yang disebabkan oleh

peningkatan permeabilitas vaskular dan hemostasis yang abnormal. Bukti

yang menunjang adanya kebocoran plasma meliputi efusi pleura dan asites,

hemokonsentrasi dan hipoproteinemia (Auyeung, 2006, Chuansumrit dan

Tangnararatchakit, 2008). Syok hipovolemik terjadi sebagai konsekuensidari

kehilangan volume plasma yang kritikal.

Terdapat 4 klasifikasi derajat penyakit DBD sesuai kriteria WHO 1997

dalam Depkes (2011), yaitu :

1) Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet yang positif

2) Derajat II : seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan

perdarahan lain

3) Derajat III : didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

takanan nadi menurun ( 20 mmHg atau kurang ) atau hipotensi, sianosis

di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, tampak gelisah

Universitas Ngudi Waluyo


18

4) Derajat IV : syok berat, nadi tidak teraba, dan tekanan darah tidak terukur.

b. Demam Dengue (DD)

Diagnosis penyakit DD didasarkan pada kriteria WHO 1997 dalam

Sutaryo (2009): Diagnosis penyakit DD adalah adanya demam akut selama 2-7

hari, dengan sekurang-kurangnya dua manifestasi klinis seperti nyeri kepala,

nyeri retro-orbita, mialgia, artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, atau

leukopenia, ditunjang pemeriksaan serologi dengue positif atau adanya kasus

lain yang terbukti demam dengue di sekitarnya.

c. Dengue Shock Syndrome (DSS).

Pada DSS, setelah demam berlangsung selama beberapa hari

keadaan umum tiba-tiba memburuk, hal ini terjadi biasanya pada saat atau

setelah demam menurun, yaitu di antara hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat di

terangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis. Pada sebagian

besar kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba

lembab dan dingin, sianosis di sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lembut.

Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam fase syok. Pasien

seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Fabie (2007)

mengemukakan bahwa nyeri perut hebat seringkali mendahului

pendarahan gastrointestinal. Nyeri di daerah retrosternal tanpa sebab yang

jelas dapat memberikan petunjuk adanya pendarahan gastrointestinal yang

hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai

prognosis buruk. Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi

lembut, cepat, kecil sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi menurun

menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai 80

mmHg atau lebih rendah. Syok harus segera diobati apabila terlambat

Universitas Ngudi Waluyo


19

pasien dapat mengalami syok berat, tekanan darah tidak dapat diukur dan

nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan

menimbulkan komplikasi asidosis metabolik, hipoksia, pendarahan

gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya dengan

pengobatan yang tepat segera terjadi masa penyembuhan dengan cepat.

Pasien menyembuh dalam waktu 2-3 hari. Selera makan membaik merupakan

petunjuk prognosis baik. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan

trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit < 100.000/l

ditemukan diantara hari sakit ke 3-7. Peningkatan kadar hematokrit

merupakan bukti adanya kebocoran plasma, terjadi pula pada kasus

derajat ringan walaupun tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil

laboratorium lain yang sering ditemukan ialah hipoproteinemia,

hiponatremia, kadar transaminase serum dan nitrogen darah meningkat.

Pada beberapa kasus ditemukan asidosis metabolik. Jumlah leukosit

bervariasi antara leukopenia dan leukositosis. Kadang-kadang ditemukan

albuminuria ringan yang bersifat sementara (Sudarmo, et al, 2012).

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang DBD menurut Depkes (2011), diantaranya adalah :

a. Darah

1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) ( 100000/I)

2) Hematokrit meningkat 20%, merupakan indikator akan timbulnya

renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti

pada DBD dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya

trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi

hemaglutnasi (Depkes, 2011).

Universitas Ngudi Waluyo


20

3) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.

4) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga

5) Masa perdarahan memanjang

6) Protein rendah (hipoproteinemia)

7) Natrium rendah (hiponatremia)

8) SGOT/SGPT bisa meningkat

9) Asidosis metabolic

10) Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan

b. Urine

Kadar albumine urine positif (albuminuria)

c. Foto thorax

Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura.

Umumnya posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik

dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi

berbaring.

d. USG

Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan

sebagai pertimbangan karena tidak menggunakan sistem pengion (Sinar X)

dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites

dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat

menentukan diagnose penyakit yang mungkin muncul lebh berat misalnya

dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pancreas.

1) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)

Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi

virus dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila

Universitas Ngudi Waluyo


21

IgM negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM msih

negative maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam

darah samapi 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa

sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan

satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI.

8. Penatalaksanaan

a. Pre Hospital

Penatalaksanaan prehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu

pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah.

Dinas Kesehatan Indonesia (2012), menjelaskan pencegahan yang dilakukan

meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan

memberantas jentik ditempat perkembangbiakan dengan cara 3M Plus:

1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak

mandi/WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).

2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong

air/tempayan, dan lain-lain (M2).

3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan (M3).

Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit,

tapi butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah sebagai

berikut (WHO, 2009):

1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih

banyak lebih baik)

Universitas Ngudi Waluyo


22

2) Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas.

Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg / BB / kali tidak lebih

dari 4 kali sehari.

3) Jangan memberikan aspirin dan brufenibuprofen, sebab dapat

menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.

4) Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan

(pocari sweet), minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk

meningkatkan trombosit

5) Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas

yang banyak

6) Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut ini :

a) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari

b) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari

(1) Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari

(2) Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari

b. Intra Hospital di Unit Gawat Darurat

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi

kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler

dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan

pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan

komplikasi diperlukan perawatan intensif. Perbedaan patofisilogik utama

antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah adanya peningkatan

permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan

hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi

mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka

Universitas Ngudi Waluyo


23

keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini

fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan

ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis

disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis.

Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma,

yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit (DepKes RI, 2011).

Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.

Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2

trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan

hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit

20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi

untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai

cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat

ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit

yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara

umum pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit

kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.

9. Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan pada DHF meliputi pengkajian, diagnose

keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

a. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat

mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan, dan

Universitas Ngudi Waluyo


24

keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan (Dermawan,

2012). Menurut Utami (2013) pengkajian pada DHF dapat dilihat dari:

1) Identitas pasien.

Nama, umur (pada DHF tersering menyerang anak-anak dengan usia

kurang 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,

pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua.

2) Keluhan utama Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk

datang kerumah sakit adalah panas tinggi anak lemah.

3) Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak disertai menggigil, saat

demam kesadaran komposmentis. Panas menurun terjadi antara hari ke-3

dan ke-7, sementara anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai

keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah anoreksia, diare/

konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan

pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan

pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis.

4) Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bisa mengalami

serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.

5) Riwayat imunisasi

Bila anak mempunyai kekebalan yang baik, kemungkinan timbul

komplikasi dapat dihindarkan.

6) Riwayat gizi

Universitas Ngudi Waluyo


25

Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak

dengan status gizi baik, maupun buruk dapat beresiko apabila terdapat

faktor predisposisinya. Pada anak yang menderita DHF sering mengalami

keluhan mual, muntah dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini

berlanjut, dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang adekuat

anak dapat mengalami penurunan berat badan, sehingga status gizinya

menjadi kurang.

7) Kondisi lingkungan

Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya, lingkungan yang

kurang kebersihannya (air yang menggenang) dan gantungan baju

dikamar.

8) Pola kebiasaan

a) Nutrisi dan metabolisme, yaitu frekuensi, jenis, pantangan, nafsu

makan berkurang/menurun.

b) Eliminasi alvi (buang air besar) kadang-kadang anak mengalami

diare/konstipasi. DHF pada grade III-IV bisa terjadi melena.

c) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,

sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi

hematuria.

d) Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena

sakit/nyeri otot dan persendian, sehingga kuantitas dan kualitas

tidur, serta istirahat kurang.

e) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan

lingkungan cenderung kurang terutama tempat sarang nyamuk

aedes aegypti

Universitas Ngudi Waluyo


26

9) Pemeriksaan fisik berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak

sebagai berikut :Grade I :

a) Kesadaran composmentis, keadaan lemah, tanda- tanda vital nadi

lemah

b) Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, adanya

perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, nadi

lemah, kecil, tidak teratur.

c) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi

lemah, kecil, tidak teratur, tensi menurun.

d) Grade IV : kesadaran koma, nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,

pernapasan tidak teratur, ekstermitas dingin, berkeringat dan kulit

nampak biru.

10) Sistem integumen dapat disebutkan sebagai berikut :

a) Kulit adanya petekia, turgor kulit menurun, keringat dingin, lembab.

b) Kuku cyanosis/tidak

c) Kepala dan leher Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan pada

muka karena demam, mata anemis, hidung kadang mengalami

mimisan (grade II,III,IV). Pada mulut didapatkan mukosa mulut

kering, perdarahan gusi, kotor, dan nyeri telan.

d) Tenggorokan mengalami hiperemiafaring terjadi perdarahan telinga

(grade II, III, IV).

b. Masalah Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu,

keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan

yang aktual/ potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi

Universitas Ngudi Waluyo


27

keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab

perawat (Dermawan, 2012). Menurut Utami (2013) masalah yang dapat

ditemukan pada anak dengan DHF antara lain : Ansietas berhubungan

dengan prosedur pengambilan darah, hos-pitalisasi, pengalaman/lingkungan

yang kurang bersahabat

c. Rencana keperawatan

Rencana keperawatan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah

yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu yang akan dilakukan,

bagaimana dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan

keperawatan (Dermawan, 2012).

1) Ansitas berhubungan dengan prosedur pengambilan darah, hospitalisasi,

pengalaman/lingkungan yang kurang bershabat.

Menurut NIC dan NOC (2016) intervensi keperawatan pada pasien

dengan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).

Tujuan:

a) Tidak terjadi ketakutan pada anak

b) Dapat beradaptasi dengan lingkungan

Intervensi

a) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

b) Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan dirasakan yang

mungkin dialami klien selama prosedur (dilakukan)

c) Berada disisi klien untuk meningkatkan rasa aman fdan mengurangi

ketakutan.

d) Dorong keluarga untuk mendapingi klien dengan cara yang tepat.

Universitas Ngudi Waluyo


28

e) Jauhkan peralatan perawatan dari pandangan klien.

f) Puji atau kuatkan perilaku yang baik secara tepat.

C. Hospitalisasi

1. Pengertian

Hospitalisasi merupakan pengalaman penuh sters baik bagi anak

maupunn keluarganya. Sakit dan hospitalisasi menimbulkan kritis pada

kehidupan anak. Di rumah sakit anak harus menghadapi lingkungan yang asing,

pemberian asuhan yang tidak dikenal dan gangguan terhadap gaya hidup

mereka, sering kali mereka sering mengalami prosedur yang menimulkan nyeri,

kehilngan kemandirian dan berbagai hal yang tidak diketahui ( Nursalam, dkk

2008).

2. Manfaat Hospitalisasi

Hospitalisasi dapat menyebabkan stress pada anak, tetapi juga

bermanfaat untuk menyembuhkan anak dari sakit (Hockenberry & Wilson,

2007). Manfaat lain dari hospitalisasi bagi anak menurut Hockenberry dan

Wilson (2007) adalah memberikan kesempatan kepada anak untuk mengatasi

stress dan merasa kompeten dalam menghadapi kondisi tersebut, dan

lingkungan rumah sakit juga menyediakan pengalaman sosialisasi baru bagi

anak-anak yang dapat memperluas hubungan interpersonal.

a. Membantu mengembangkan hubungan orangtua dengan anak

Universitas Ngudi Waluyo


29

Krisis akibat sakit atau hospitalisasi dapat menyadarkan orangtua

lebih cepat terhadap kebutuhan anak. Rumah sakit memberikan kesempatan

kepada orangtua untuk mempelajari lebih banyak tentang pertumbuhan dan

perkembangan anak dan orangtua dibantu untuk memahami anak-anak

bereaksi terhadap stress, seperti regresi dan agresi. Orangtua tidak hanya

lebih baik dalam mendukung anak untuk siap menghadapi pengalaman di

rumah sakit, tetapi juga memperoleh pengertian bagaimana mendampingi

anak setelah pemulangan dan dapat mengoreksi dirinya tentang praktek

pengasuhan yang telah dilakukan selama ini.

b. Menyediakan kesempatan belajar

Sakit dan hospitalisasi menyediakan kesempatan yang baik untuk

anak dan anggota keluarga yang lain untuk belajar tentang tubuh mereka

dan profesi kesehatan. Anak dapat belajar tentang penyakit, dan orangtua

dapat belajar tentang kebutuhan anak untuk kemandirian, kenormalan,

pendekatan keterbatasan, serta anak dan orangtua dapat menemukan

support sistem yang baru dari staf rumah sakit.

c. Menyediakan lingkungan sosialisasi

Hospitalisasi dapat menawarkan kesempatan kepada anak-anak

untuk penerimaan sosial. Anak-anak yang mungkin mengalami gangguan

secara fisik dan berbeda dalam beberapa hal dari anak seusianya mungkin

akan menemukan kelompok sosial yang menerima mereka. Kondisi ini,

bagaimanapun tidak sepontan terjadi, perawat dapat membentuk

lingkungan untuk mendukung kelompok anak-anak, sehingga dapat

menolong anak memperoleh teman baru dan belajar lebih tentang mereka.

Perawat juga membantu membentuk hubungan dengan anggota tim

Universitas Ngudi Waluyo


30

kesehatan yang signifikan, seperti dokter, perawat, spesialis child life, atau

pekerja sosial, sehingga dapat mempertinggi penyesuaian diri anak pada

beberapa area kehidupan. Orangtua juga dapat menemukan kelompok sosial

yang baru yang memiliki masalah yang sama. Mereka menemukan bagimana

rumah sakit atau klinik dan mendiskusikan penyakit dan penatalaksanaan

anak-anak mereka. Perawat dapat mendorong kelompok sosial ini untuk

berdiskusi bersama-sama tentang keprihatinan dan perasaan mereka, serta

mendorong orangtua untuk membantu dan mendukung kesembuhan

anaknya.

3. Stressor dan Respon Anak Usia Prasekolah terhadap Hospitalisasi

Anak mengalami kerentanan terhadap krisis dari penyakit dan

hospitalisasi, dimana hal ini menurut Hockenberry dan Wilson (2007),

disebabkan karena :

a. Stress adanya perubahan status kesehatan dan perubahan lingkungan rutin.

b. Anak-anak memiliki sejumlah keterbatasan terhadap koping mekanisme

untuk mengatasi stress.

Stress akibat hospitalisasi dan keadaan sakit, serta pengobatan menurut

Rudolph, Hoffman, dan Rudolph (2006) sering kali sulit dipisahkan, bahkan pada

kenyataan dampak tersebut dapat sinergis dan tidak sekedar aditif.

Hospitalisasi hampir secara universal mengakibatkan stress. Stress

tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang berkaitan meliputi: perpisahan

dari orangtua dan yang dicintainya; perubahan rutinitas; kondisi tidak familiar

dengan orang serta lingkungan sekitarnya; takut karena ketidaktahuan;

kehilangan kontrol dan autonomi; cidera tubuh yang mengakibatkan

Universitas Ngudi Waluyo


31

ketidaknyamanan, nyeri yang berkaitan dengan keadaan sakit serta

pengobatannya, dan mutilasi; serta takut akan kematian (Hoffman, & Rudolph

2006). Respon anak terhadap krisis ini menurut Hockenberry dan Wilson (2007)

dipengaruhi oleh usia perkembangan; pengalaman sebelumnya terhadap sakit;

kemampuan koping yang dimiliki; keseriusan diagnosa dan adanya support

sistem. Selanjutnya hasil penelitian Koller (2008) menunjukkan bahwa faktor

temperamen anak dan tingkat kecemasan anak dan orangtua secara signifikan

lebih berpengaruh terhadap respon hospitalisasi anak. Stressor dan respon anak

usia prasekolah terhadap hospitalisasi adalah sebagai berikut :

a. Cemas Perpisahan

Kecemasan merupakan perkembangan yang normal sesuai dengan

tingkatan perkembangan anak. Ketidakinginan anak berpisah dari orang yang

merawat/orang terdekat merupakan hal yang normal, seperti pada anak

dengan gangguan kesehatan. Beberapa tingkat kecemasan perpisahan

terhadap orang yang terdekat menandai anak prasekolah, yang dalam

beberapa kasus kecemasan tersebut akan hilang dalam 3-4 menit setelah

kehadiran orangtua/orang terdekat. Kecemasan perpisahan umumnya

menurun pada usia antara 2 dan 3 tahun (Watkins, 2008). Perpisahan

disebutkan pula dalam Wilson (2007), merupakan faktor penyebab

terjadinya cemas pada anak yang dirawat, sebab pada masa ini anak

mempunyai ketergantungan yang besar terhadap orangtua.

b. Cidera Fisik dan Nyeri

Rumah sakit merupakan tempat yang menyebabkan kecemasan.

Sumber utama kecemasan tersebut adalah perasaan takut. Perasaan takut

timbul karena sesuatu yang menyebabkan nyeri (Monaco, 2007). Ketakutan

Universitas Ngudi Waluyo


32

akan cidera dan nyeri tubuh terjadi pada rata-rata anak. Perawat dalam

merawat anak harus memberikan perhatian terhadap kerusakan tubuh dan

respon nyeri yang berbeda untuk setiap tahap perkembangan. Pada tahap

praoperasional (2-7 tahun), anak memandang nyeri sebagai hukuman akibat

kesalahan yang dilakukannya, hal ini sesuai dengan pemikiran magis anak.

Rasa nyeri selain menimbulkan ketakutan juga menimbulkan gangguan tidur

pada anak, sehingga pada tahap ini anak membutuhkan orang yang dapat

mengatasi nyerinya (Wilson, 2007).

Respon anak prasekolah terhadap hospitalisasi yang muncul secara

umum menurut Muscari (2010) adalah sebagai berikut :

1) Mekanisme pertahanan anak usia prasekolah adalah regresi. Mereka

akan bereaksi terhadap perpisahan dengan regresi dan menolak untuk

bekerjasama Perasaan kehilangan kendali karena mereka mengalami

kehilangan kekuatan mereka sendiri.

2) Takut terhadap cidera tubuh dan nyeri yang mengarah pada rasa takut

terhadap mutilasi dan prosedur yang menyakitkan.

3) Keterbatasan pengetahuan mengenai tubuh meningkatkan rasa takut

yang khas; sebagai contoh takut bahwa kerusakan kulit (misal: jalur

intravena dan prosedur pengambilan darah) akan menyebabkan bagian

dalam tubuhnya menjadi bocor.

4) Anak menginterpretasikan hospitalisasi sebagai hukuman dan

perpisahan dengan orang tua sebagai kehilangan kasih sayang.

4. Dampak Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah

Pengaruh perawatan anak pada perkembangan anak tergantung pada

sejumlah faktor yang saling berhubungan, diantaranya adalah sifat-sifat anak,

Universitas Ngudi Waluyo


33

keadaan perawatan, dan keluarga. Perawatan anak yang berkualitas tinggi dapat

mempengaruhi perkembangan intelektual anak dengan baik terutama pada

anak-anak dari populasi yang kurang beruntung (mengalami sakit dan dirawat di

rumah sakit) (Behrman, 2009). Pada anak yang sakit dirawat di rumah sakit akan

menemukan tantangan-tantangan yang harus dihadapinya, yaitu mengatasi

masalah perpisahan, penyesuaian terhadap lingkungan dan orang-orang yang

merawatnya, berhubungan dengan anak yang sakit lainnya dan prosedur-

prosedur tindakan keperawatan dan pengobatan yang diterimanya. Kondisi-

kondisi ini menyebabkan anak menjadi takut dan cemas. Cemas merupakan

reaksi atas situasi baru dan berbeda. Perasaan cemas dan takut adalah suatu hal

yang normal, namun perlu menjadi perhatian bila rasa cemas itu semakin kuat

dan terjadi lebih sering dengan konteks yang berbeda (Admin, 2007).

Menurut Wilson (2007), reaksi anak terhadap hospitalisasi bersifat

individual. Berdasarkan hal tersebut di atas, mengingat hospitalisasi dapat

berdampak penting pada jangka pendek maupun jangka panjang pada anak,

maka perawat harus peka dan mengetahui dampak tersebut, serta mampu

membantu mengurangi atau menghilangkan perasaan nyeri dan kecemasan

selama hospitalisasi pada anak.

D. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini

tidak memiliki obyek yang spesifik. Cemas dialami secara subyektif dan

dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2013). Sedangkan menurut

Universitas Ngudi Waluyo


34

Suliswati (2010), Kecemasan adalah suatu kebingungan atau kekhawatiran pada

sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan

dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.

2. Tanda dan Gejala Kecemasan

Menurut Kelliat (2011), tanda dan gejala pada kecemasan, sebagai

berikut:

a. Respon fisik: sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut

kering, mual, sakit kepala, tremor, gelisah, diare/konstipasi, berkeringat dan

sulit tidur.

b. Respon kognitif: lapang persepsi menyempit, tidak mampu menerima

rangsang luar, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.

c. Respon perilaku dan emosi: gerakan tersentak-sentak, bicara berlebihan dan

cepat, perasaan tidak aman.

3. Tingkatan Kecemasan

Menurut Stuart (2013), membagi tingkat kecemasan ada empat, yaitu:

a. Kecemasan ringan

Dihubungankan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari.

Kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan

lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan

menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

b. Kecemasan sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan

mengesampingkan hal yang lain. Kecemsan ini mempersempit lapang

persepsi individu. Dengan demikian individu mengalami tindak perhatian

Universitas Ngudi Waluyo


35

yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan

untuk melakukannya.

c. Kecemasan berat

Lapang persepsi individu sangat sempit. Individu cenderung

berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang

hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan.

Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area

lain.

4. Dampak Kecemasan

Sisi negatif cemas atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang

berlebihan tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini menghabiskan

tenaga, menimbulkan ras takut, dan menghambat individu melakukan fungsinya

dengan adekuat dalam situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial,

diagnosis gangguan cemas ditegakkan ketika cemas tidak lagi berfungsi sebagai

tanda bahaya, melainkan menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian besar

kehidupan individu sehingga menyebabkan peilaku mal adaptif, dan disabilitas

emosional. Misalnya, diagnosis gangguan cemas umum ditegakkan ketika

individu selalu khawatir tentang sesuatu atau semua hal tanpa alasan yang

nyata, merasa gelisah, lelah, dan tegang serta sulit berkonsentrasi selama

sekurang-kurangnya enam bulan terakhir (Videback, 2008).

E. Konsep Bermain

1. Defenisi bermain

Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat atau

mempraktikan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi

Universitas Ngudi Waluyo


36

kreaktif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berprilaku dewasa. Dengan

bermaina anak akan selalu mengenal dunia, mampu mengembangkan

kemampuan dari fisik,emisional dan mental sehingga akan membuat anak

tumbuh menjadi anak yang kreaktif, cerdas dan penuh inovatif (Hidayat, 2011).

Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk

memperoleh kesenangan atau kepuasan. Bermain merupakan cerminan

kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial. Bermain merupakan media

yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak-anak akan berkata-kata

(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, mengenal waktu,

jarak, serta suara (Wong, 2008).

2. Tujuan bermain

Menurut Wong (2008), tujuan bermain bagi anak usia prasekolah yaitu:

a. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Pada

saat sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan

perkembangannya.

b. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi, serta ide-idenya. Pada

saat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak mengalami berbagai perasaan

yang sangat tidak menyenangkan.

c. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah.

Permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi, dan fantasinya untuk

menciptakan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya.

d. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres karena sakit dan dirawat di

rumah sakit.

3. Alat permainan edukatif

Universitas Ngudi Waluyo


37

Alat permainan edukatif merupakan alat permainan yang dapat

memberikan fungsi permainan secara optimal dalam perkembangan anak.

Dimana melalui alat permainan ini anak selalu dapat mengembangkan

kemampuan fisiknya, bahasa, kemampuan kognitifnya, dan adaptasi sosialnya.

Dalam mencapai fungsi perkembangan secara optimal, maka alat permainan ini

harus aman, ukurannya sesuai dengan usia anak, modelnya jelas, menarik

sederhana, dan tidak mudah rusak. Contoh jenis permainan yang dapat

mengembangkan secara edukatif seperti: permainan sepeda roda tiga, mainan

yang ditarik dan didorong jenis ini mempunyai pendidikan dalam pertumbuhan

fisik atau motorik kasar, kemudian pensil, bola, balok, lilin. Jenis alat ini dapat

digunakan dalam mengembangkan kemampuan motorik halus. Alat permainan

buku bergambar, buku cerita, boneka, pensil warna, radio dan, lain-lain, ini dapat

digunakan untuk mengembangkan kemampuan kognitif atau kecerdasan anak

(Hidayat, 2010).

4. Jenis permainan untuk anak usia prasekolah (3-6) tahun

Pada usia 3-6 tahun anak sudah mulai mampu mengembangkan

kreativitasnya san sosialisasi sehingga sangat diperlukan permainan yang dapat

mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan, kemampuan

berbahasa, mengembangkan koordinasi motorik, mengembangkan dan

mengontrol emosi, motorik kasar dan halus, memperkenalkan pengertian yang

bersifat ilmu pengetahuan dan memperkenalkan suasana kompetensi serta

gotong royong. Sehingga jenis permainan yang dapat digunakan pada anak usia

seperti ini benda-benda sekitar rumah, buku gambar, majalah anak-anak, alat

gambar, kertas untuk belajar melipat, gunting, dan air (Meida, 2015).

5. Prinsip permainan di rumah sakit

Universitas Ngudi Waluyo


38

Prinsip permainan di rumah sakit ada 5 yaitu: 1) Permainan tidak boleh

bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan pada anak. Misalnya

sambil tiduran ditempat tidurnya anak dapat dibacakan buku cerita atau

diberikan buku komik anak-anak; 2) Permainan tidak membutuhkan banyak

energi, singkat dan sederhana. Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan

anak, misalnya menggambar atau mewarnai; 3) Permainan yang harus

mempertimbangkan keamanan anak. Pilih alat permainan yang aman untuk

anak, tidak tajam, tidak merangsang anak untuk berlari-lari; 4) Permainan harus

melibatkan kelompok umur yang sama; 5) Melibatkan orang tua (Wong, 2010).

Orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi

tumbuh kembang pada anak walaupun sedang dirawat. Perawat hanya bertindak

sebagai fasilitator, orangtua harus terlibat secara aktif dan mendampingi anak

mulai dari awal sampai mengevaluasi hasil permainan

Pada saat anak dirawat di rumah sakit, anak mengalami berbagai

perasaan yang tidak menyenangkan seperti: marah, takut, cemas, sedih, nyeri,

tidak mau makan. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang

dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada di lingkungan

rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari

tegangan dan stres yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak

akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan

melakukan permainan,anak akan dapat memulihkan rasa sakitnya pada

permainanannya (Supartini, 2010).

Universitas Ngudi Waluyo


BAB III

METODE

A. Desain Penulisan
Metode penelitian yang digunakan adalah metode dekriptif. Metode

dekriptif adalah menganalisasi dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga

dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan

selalu jelas dengan faktualnya sehingga semuanya sehingga semuannya selalu dapat

di kembalikan langsung pada data yang di peroleh. Data yang dikumpulkan semata-

mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud untuk mencari penjelasan,

menguji hipotensis, membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi (Azwar, 2016).

B. Lokasi
Pengambilan kasus ini dilakukan di RSUD Ambarawa merupakan salah satu

pelayanan kesehatan daerah dengan kasus DHF pada yang paling banyak ditemui di

Kabupaten Semarang.

C. Waktu
Pengambilan kasus akan dilakukan pada bulan Mei 2017

D. Alat dan Prosedur


1. Alat
Alat yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu format asuhan keperawatan.
2. Prosedur
Prosedur pengumpulan data ini dilakuakan dengan teknik wawancara,

observasi, dan implementasi tindakan keperawatan. Wawancara dilakukan untuk

mengumpulkan data-data yang akurat dengan terlebih dahulu membina

hubungan saling percaya kepada klien dan keluarga klien. Pengumpulan ini

dilakukan dengan cara :

a. Penulis melakukan pengumpulan data dengan berdasarkan hasil wawancara,

observasi kepada keluarga anak sebelaum diberikan terapi bermain untuk

39 Universitas Ngudi Waluyo


40

mengkaji dan mengetahui tingkat kecemasan anak selama menjalani

perawatan di rumah sakit

b. Penulis memberikan terapi bemain kepada responden untuk mengetahui

tingkat kecemasan yang dialami oleh anak setelah diberikan terapi bermain

di RSUD Ambarawa

c. Penulis memeriksa kelengkapan hasil catatan dan apabila ada yang kurang

lengkap, penulis akan meminta kelengkapan data terhadap pihak keluarga

atau petugas kesehatan setempat

E. Sampel dan Teknik Pengumpulan Data


Menurut (Aswar, 2016), Sampel merupakan sebagian dari populasi. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampling adalah consecutive

sampling. Dilakukan karena pemilihan sampel dengan menetapkan subyek yang

sudah memenuhi kriteria dalam melakukan pengambilan kasus sampai batas waktu

yang di tentukan, sehingga data yang dapat terpenuhi.

Kriteria kasus ini adalah:


1. Anak prasekolah yang dirawat di RSUD Ambarawa.
2. Anak prasekolah yang mengalami DHF.
3. Anak usia prasekolah yang mengalami kecemasan hospitalisasi.

A. Analisa Data

Menurut Notoatmodjo (2012); Herdman (2015), analisa data adalah

kumpulan huruf/kata, kalimat atau angka yang dikumpulkan melalui proses

pengumpulan data. Proses pengumpulan data ini meliputi:

1. Pengkajian

Universitas Ngudi Waluyo


41

Pangkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan objektif (misal:

tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan

informasi riwayat pasien pada rekam medik.

2. Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia

terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan respons dari

seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas.

3. Rencana Keperawatan

Setelah diagnosis diidentifikasi, prioritas diagnosis keperawatan harus

ditentukan. Prioritas utama diagnosis keperawatan perlu diidentifikasi (yaitu,

kebutuhan mendesak, diagnosis dengan tingkat keselarasan dengan batasan

karakteristik yang tinggi, faktor yang berhubungan, atau faktor resiko).

4. Catatan Keperawatan

Dalam tabel ini berisikan hari, tanggal, jam dilakukannya tindakan dan juga

respon sesudah tindakan yang sudah dilakukan terhadap pasien.

5. Evaluasi

Diagnosis keperawatan memberi dasar memilih tindakan keperawatan untuk

mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat.

Universitas Ngudi Waluyo


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Pengkajian ini dilakukan pada hari Jumat tanggal 12 Mei 2017 di Ruang Anggrek

RSUD Ambarawa secara autoanamnesa dan allowanamnesa.

1. Identitas Pasien

Nama : An. K

Usia : 3 tahun

Alamat : Karang jati, rawo sari RT 03/RW 06

Pendidikan :-

Agama : Islam

Tgl masuk : 11 Mei 2017

DX. Medis : DHF

Nama Ayah / Ibu : Tn. E / Ny. R

Pekerjaan Ayah : Sopir

Pekerjaan Ibu : Karyawan

Pendidikan Ayah : SMP

Pendidikan Ibu : SMA

Agama : Islam

Suku / bangsa : Jawa / Indonesia

Alamat : Karang jati, rawo sari RT 03/ RW 06

Hubungan dengan klien : Orang tua klien

42 Universitas Ngudi Waluyo


43

2. Keluhan Utama

Ibu pasien mengatakan anaknya lemas dan panas S: 384 C

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Ibu klien mengatakan sebelum ke RSUD Ambarawa, Klien di bawa ke

klinik pada tanggal 11 mei 2017 jam 16.00 WIB dengan keluhan panas 6 hari

yang lalu, panas naik turun terutama pada malam hari, batuk(+), di klinik klien di

beri paracetamol dan di infus RL 16 Tpm lalu klien di rujuk ke RSUD Ambarawa

pada tanggal 11 mei 2017 jam 19.00 WIB dan setelah di periksa dokter di IGD,

klien di sarankan untuk rawat inap di ruang anggrek untuk mendapatkan

pengobatan lebih lanjut.

4. Riwayat Masa Lampau

a. Prenatal

Pada masa kehamilan ibu klien tidak mengeluh adanya masalah

kesehatan dan gangguan saat hamil, ibu klien sering memeriksakan

kehamilan nya secara teratur ke tenaga kesehatan terdekat.

b. Natal

Persalinan ibu klien normal tidak ada masalah, tempat persalinan di bida.

c. Post natal

Kondisi kesehatan ibu dan bayi setelah melahirkan baik tidak ada

gangguan, APGAR score normal, ketika lahir bayi langsung menangis dengan

kencang dengan BB: 2.700 gr.

d. Penyakit waktu kecil

Ibu klien tidak mengidap penyakit apapun saat masih kecil.

e. Pernah di rawat di rs

Ibu mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit.

Universitas Ngudi Waluyo


44

f. Obat-obatan

Ibu klien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan.

g. Alergi

Ibu klien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap sesuatu baik

makanan, obat-obatan dan suhu lingkungan.

h. Kecelakaan

Ibu klien mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan.

i. Imunisasi

Ibu klien mengatakan pernah mendapat imunisasi lengkap saat masih kecil.

5. Riwayat Keluarga

Klien adalah anak pertama dan juga anak kandung dari ayah dan ibu

klien. Keluarga saat ini tidak mengalami penyakit menular atau keturunan

ataupun alergiterhadap makanan dan obat-obatan.

Universitas Ngudi Waluyo


45

Genogram

Keterangan

: laki-laki

: perempuan

: pasien

: tinggal serumah

: perkawinan

: keturunan

6. Riwayat Sosial

Ibu klien mengatakan bahwa anak nya di asuh oleh dirinya sendiri dan

ayahnya, ibu klien mengatakan pembawaan anaknya secara umum yaitu suka

bicara aktif dan kadang-kadang pendiam jika bertemudengan orang yang belum

di kenal nya. Lingkungan rumah klien cukup bersihdan ibu klien punya kebiasaan

menggantungkan pakaian, lantai rumah terbuat dari ubin dan didalam nya

banayak terdapat jendela yang sering di buka setiap hari, pengelolaan sampah

biasanya di bakar.

Universitas Ngudi Waluyo


46

7. Riwayat Kesehatan Saat Ini

a. Diagnosa medis : DHF

b. Tindakan oprasi -

c. Obat obatan

1) Infus Rl : 20 tpm

2) Inj. Cefotaxime : 2x400 mg

3) Inj. Ranitidine : 2x1/2 ampul

4) Sirup paracetamol : 3x1 cth

d. Tindakan keperawatan

1) Injeksi

2) Pengambilan darah lab

e. Hasil laboratorium

Tabel 4.1 Hasil laboratorium tangal 11 Mei 2017


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan Metode Ket
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 11.6 10.8-12.8 g/dl Sulfe Hb -
Lekosit 3.8 5.5-15.5 Ribu Sulfe Hb -
Eritrosit 4.55 3.5-5 Juta E. impadance -
Hematokrit 37.8 35-47 % Integration volume -
Trombosit 186 150-400 ribu FOCUS Hidro dinamik -
MCV 83.1 82-98 f E. impedance -
MCH 25.5 L 27-32 Pg E. impedance -
MCHC 30.7 L 32-37 g/dl E. impedance -
RDW 13.0 10-16 % E. impedance -
MPV 8.1 7-11 Mikrio m3 E. impedance -
Limposit 1.6 2.0-8.0 10^3 mikro E. impedance -
Monosit 0.1 0-0.8 10^3 mikro E. impedance -
Eosinofil 0.1 0.02-0.65 10^3 mikro E. impedance -
Basofil 0.0 0-0.2 10^3 mikro E. impedance -
Neutrofil 2.0 1.8-7.5 10^3 mikro E. impedance -
Limposit % 40.8 25-40 % E. impedance -
Monosit % 1.5 2-8 % E. impedance -
Eosinofil % 3.8 2-4 % E. impedance -
Basofil % 0.9 0-1 % E. impedance -

Universitas Ngudi Waluyo


47

Neutrofil % 53.0 50-70 % E. impedance -


Pct 0.151 0.2-0.5 % E. impedance -
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan lab tanggal 11 Mei 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan Metode Ket
PDW 11.L 10-18 % E.Impedance -
SEROLOGI
Anti salmonella Igm 11.6 < = 2 negative - standart -
3 : Boderline
3-5 positif lemah
>6 positif

Anti Dengue Ig6/Igm -


Anti Dangue Ig6 positif - -

Anti Dangue Igm positif - -

8. Pengkajian Pola Fungsional menurut Gorden

a. Pola persepsi dan menejemen kesehatan.

1) Ibu klien mengatakan bahwa anaknya sehat sejak lahir baik dan normal.

2) Ibu klien mengatakan memeriksakan kesehatan anak secara rutin dan

imunisasi di berikan secara teratur.

3) Penyakit yang menyebabkan absen di sekolah : -

4) Praktek pencegahan/mencaga kesehatan : ibu klien selalu

memperhatikan kesehatan klien drngan memberikan imunisasidan

asupan nutrisi yang tercukupi, dan memperhatikan pakaian anak nya

setiap hari.

5) Apakah orang tua merokok : ayah klien merokok tetapi tidak berada

dekat anaknya/klien jika saat merokok .

6) Mainan anak : anak mempunyai banyak jenis mainan dan aman bagi

anak untuk di pakai bermain.

7) Praktek keamanan orang tua : ibu klien mengatakan menempatkan alat

rumah tangga dan barang lain nya dengan sesuai pada tempat nya,

Universitas Ngudi Waluyo


48

sehingga aman bagi anak dan ibu tidak menyimpan jenis obat-obatan

untuk mengantisifasi hal-hal yang tidak di inginkan

b. Pola nutrisi dan metabolik.

Sebelum sakit : ibu klien mengatakan bahwa anaknya makan habis 1 porsi

sebanyak 3x sehari dengan komposisi nasi, lauk,sayur, dan

kadang buah serta klien minum 800 cc/ hari dan BB = 16 kg.

Selama sakit : ibu klien mengatakan bahwa anaknya hanyamakan habis 1/3

porsi setiap makan dan minum 300 cc/hari dengan

komposisi bubur,lauk,sayur serta buah BB 14 kg.

Pengkajian ABCD

1) Antropometri

TB : 102 cm

BB Selama sakit : 14 kg

Lingkar kepala : 45 cm

Lingkar dada :

Lingkar lengan : 18 cm

2) Biochemical

Hemoglobin : 11.6 g/dl

Hematokrit : 37.8%

Trombosit : 186 ribu

Eritrosit : 4.55 juta

3) Clinical assesment

Rambut lurus, persebaran merata, warna hitam, tidak ada ketombe,

mulut simetris, lidah sedikit kotor, tidak ada nyeri pada abdomen, gigi

Universitas Ngudi Waluyo


49

tidak berdarah, membran mukosqa kering, tidak ada pembesaran tiroid,

ekstermitas bawah tidak ada edema.

4) Diit

Sebelum sakit : klien makan dengan komposisi nasi, lauk, serta sayur dan

kadang kadang buah habis 1 porsi, klien minum 800

cc/hari.

Selama sakit : klien makan hanya habis 1/3 porsi dengan komposisi

bubur, sayur, dan kadang kadang buah dan klien minum

300 cc/hari

c. Pola eliminasi

Sebelum sakit : ibu klien mengatakan bahwa anak nya BAB 1x sehari dengan

konsentrasi keras, warna kuning dengan bau khas dan BAK

3-4x/hari dengan konsentrasi cair, bau khas amoniak.

Selama sakit : ibu klien mengatakan anaknya belum pernah bab selama

dirawat di rumah sakit yaitu selama 3 hari dan klien BAK 3-

4xsehari dengan warna kuning, bau khas amoniak.

d. Pola latihan aktivitas

Sebelum sakit : ibu klien mengatakan anak nya mandi 2xsehari pada pagi

dan sore, ganti pakaian sekali dalam 2 hari, anak

mempunyai kebiasaan menonton tv dan bermain dengan

tetangga nya.

Selama sakit : klien tidak melakukan aktivitas seperti biasanya di karnakan

harus istirahat dan hanya berbaring di tempat tidur, dalam

Universitas Ngudi Waluyo


50

memenuhui kebutuhan nya klien di bantu oleh keluarga nya

seperti makan, mandi, BAK di bantu oleh orang tua nya.

Orang tua : ibu klien mengatakan aktivitas nya di rumah adalah

membersihkan rumah, memasak untuk keluarga nya dan

bercanda gurau dengan anggota keluarga jika ada waktu

luang.

e. Pola istirahat dan tidur

Sebelum sakit : ibu klien mengatakan anak nya tidur 6-8 jam/hari dan tidur

nyenyak tanpa gangguan.

Selama sakit : ibu klien mengatakan anaknya kuat tidur dan tanpa ada

gangguan, pagi 1 jam, siang 3 jam, serta tidur malam 8 jam.

f. Pola persepsi kognitif

Ibu klien mengatakan anaknya berbicara dengan lancar, mampu mengatakan

nama sendiri maupun orang lain, respon anak secara umum baik, tetapi

dengan keadaan nya yang lemah maka tampak pasif. Bila anak merasa lapar

atau haus anak langsung mengatakan bahwa dirinya sedang lapar atau haus

kepada orang tua nya.

Orang tua : ibu klien tidak mempunyai gangguan dalam melihat maupun

mendengar serta bila ada masalah dalam rumah tangga biasa nya di

musyawarahkan bersama.

g. Pola persepsi diri-konsep diri

Klien berumur 3 tahun dan suka bermain dengan teman yang sebaya nya

dan anak suka menonton tv.

Orang tua : ibu klien mengatakan sangat bahagia dan senang menjadi

orang tua dari klien.

Universitas Ngudi Waluyo


51

h. Pola hubungan peran

Setruktur keluarga terdiri ayah, ibu dan klien yang berjenis kelamin

perempuan. Intraksinya antara keluarga dan anaknya cukup baik serta anak

sangat bergantung pada ibu nya.

Orang tua : ayah bekerja sebagai sopir dan ibu bekerja sebagai karyawan.

Dan ibu klien mengatakan hubungan perkawinan nya baik-baik saja dan

sangat bahagia.

i. Pola seksual reproduksi

Klien adalah anak pertama yang berjenis kelamin prempuan. Anak baru

berumur 3 tahun dan anak sudah mampu mengenal tentang seksualitas atau

reproduksi.

Orang tua : ibu klien mengatakan tidak ada masalah dengan pola

seksualnya.

j. Pola stress koping

Saat awal di dekati klien langsung diem dan menangis minta pulang,

ibu klien mengatakan kadang klien lemas/takut saat di lakukan pemeriksaan

ataupun injeksi.

k. Pola nilai kepercayaan

Orang tua dan anak beragama islam dan mereka percaya anak nya bisa

sembuh.

9. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : lemah

Kesadaran : composmentis

b. Tanda vital

1) TD :-

Universitas Ngudi Waluyo


52

2) N : 85x /mnt

3) RR : 24x /mnt

4) S : 38,6oC

5) Tinggi badan : 102 cm

6) BB saat sakit : 14 kg

7) Lingkar kepala : 45 cm

8) Lingkar dada :

9) Lingkar lengan : 18 cm

c. Kepala

Mesocephal, rambut hitam, penyebaran merata, lurus, kulit kepala bersih.

d. Mata

Simetris, konjungtiva tidak anemis, mata cekung, sclera tidak ikterik, respon

cahaya positif, penglihatan mata normal.

e. Hidung

Bentuk simetris, tidak ada pembesaran polip, tidak terdapat sekret, fungsi

penciuman baik, tidak memakai alat bantu pernafasan.

f. Mulut

Tidak ada stomatitis, mulut bersih, lidah sedikit kotor, mukosa bibir kering.

g. Telinga

Simetris, tidak ada penumpukan serumen, tidak memakai alat bantu

pendengaran dan tidak ada gangguan pendengaran.

h. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan limfe, tidak ada gangguan

menelan.

i. Dada

Universitas Ngudi Waluyo


53

Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada luka atau lesi.

j. Jantung :

I : tidak ada pembesaran jantung (kardiomegali) ictus cordis tidak

tampak pada mid klavikula sinistra IV-V

P : ictus cordis tidak teraba pada intracosta IV-V mid clavicula

P : redup

A : S1 dan S2 reguler

k. Paru-paru :

I : simetris, tidak ada tarikan intra costa

P : taktil fremitus teraba sama antara kanan dan kiri

P : redup

A : tidak terdengar suara whezing dan ronchi

l. Abdomen :

I : simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi

A : peristaltik usus terdengar 18x/menit

P : tidak ada nyeri tekan di abdomen kuadran I,II,III,IV, tidak ada masa

dan tidak ada pembesaran hepar.

P : hypertympani

m. Punggung

Tidak kelainan lordosis, tidak terdapat dekubitus, tidak ada lesi

n. Ekstermitas

Atas : terpasang infus 20 tpm pada tangan kiri klien, sehingga tangan kiri

klien tidak dapat bergerak dengan bebas, tidak ada luka, tangan

kanan dapat bergerak dengan bebas.

Bawah : dapat bergerak bebas, tidak ada luka, tidak ada lesi.

Universitas Ngudi Waluyo


54

o. kulit

Turgor kulit baik, kuku pendek dan bersih, tidak ada bentuk merah (peteki)

10. Pemeriksaan perkembangan

Penilain berdasarkan format KPSP bagi anak usia 0-6 tahun.

a. Personal sosial

Anak mampu menirukan kegiatan, menyatakan ke inginan tanpa menangis,

dan tersenyum secara sepontan

b. Motorik halus

An.k sudah mampu menulis, mewarnai gambar

c. Motorik kasar

An.k sudah mampu bangkit trus, berlari dan melompat.

d. Bahasa

An.k sudah mampu mengucapkan kata dengan mengoceh.

Universitas Ngudi Waluyo


55

ANALISA DATA

NAMA : An. k Dx. Medis : DHF

NO. RM :

Tabel 4.3 Analisa Data


TTD
HARI/TGL KEMUNGKINAN
NO DATA FOKUS MASALAH NM
JAM PENYEBAB
Terang
1 Jumat DS : ibu klien Intake yang tidak Nutrisi
21/05/2017 mengatakan nafsu adekuat kurang dari
10.00 WIB makan anak nya kebutuhan
menurun saat sakit tubuh
DO :
- Umur : 3 tahun
- BB sebelum sakit:
16 kg
- BB setelah sakit:
14 kg
- Mukosa bibir
kering
- Makan habis 1/3
porsi
- Minum 300 cc/hari

2 Jumat DS : ibu klien Kelemahan fisik Intoleran


12/05/2017 mengatakan ankanya aktivitas
10.00 WIB lemas
DO :
- Trombosit : 121 L
- Makan habis 1/3
porsi
- Aktivitas dibantu
keluarga
- Terjadi penurunan
berat badan : awal
16 kg dan
sekarang 14 kg
- N : 85 x /menit
RR : 20x /menit

3 Jumat DS : ibu pasien Efek hospitalisasi Ansietas


12/05/2010 mengatakan anaknya (orang lain)
10.00 WIB cemas bila didekati
perawat/ dokter
DO :
- Klien cendrung
diam saat didekati

Universitas Ngudi Waluyo


56

- Sering menangis
minta pulang
- Klien sulit diajak
untuk komunikasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS

NAMA : An. k Dx. Medis : DHF

NO. RM :

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

3. Ansietas berhubungan dengan efek hospitalisasi (orang asing)

Universitas Ngudi Waluyo


57

RENCANAN TINDAKAN KEPERAWATAN

NAMA : An. K Dx. Medis : DHF

NO. RM :

Tabel 4.4 Rencanan Tindakan Keperawatan


NO. TTD
HARI/TGL TUJUAN DAN KRITERIA
NO DX INTERVENSI NM
JAM HASIL
KEP Terang
1 Jumat I Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola makan
12/05/2010 keperawatan selam 3 x 24 klien
10.10 WIB jam diharapkan nutrisi 2. Berikan makan
pasien terpenuhi dengan sedikit tapi sering
KH : 3. Sajikan makanan
1. Terpenuhinya dalam keadaan
kebutuhan nutrisi pada hangat dan
anak dengan ditandai menarik
dengan peningkatan 4. Catat penurunan
berat badan berat badan
2. klien mau makan (perubahan berat
dengan porsi ayang badan)
cukup 5. Anjurkan keluarga
3. Pasien mau minum 6 untuk menyuapi
gelas /hari air putih klien
6. Berikan penkes
tentang asupan
nutrisi

2 Jumat II Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat


12/05/2017 keperawatan selama 3x24 toleransi fisik
10.20 WIB jam diaharapkan anak
kelemahan fisik pasien 2. Anjurkan klien
teratasi untuk istirahat
dengan KH : bila lelah
1. Pasien bisa beraktivitas 3. Waspadai tanda-
secara bertahap tanda kelelahan
2. Pasien bisa memenuhi 4. Libatkan orang
aktivitas sehari-hari tua dalam
aktivitas pasien
5. Cek hasil lab
darah

3 Jumat III Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan


12/05/2010 keperawatan selama 3x24 pendekatan yang
10.30 WIB jam diaharapkan rasa tenang dan
cemas yang dialami pasien meyakinkan
bisa teratasi dengan KH : 2. Jelaskan semua
1. Pasien bisa diajak prosedur

Universitas Ngudi Waluyo


58

komunikasi trmasuk sensasi


2. Tidak terjadi yang akan
ketakutan pada dirasakan yang
anak mungkin dialami
klien selama
prosedur
dilaksanakan
3. Berada di sisi
klien untuk
meningkatkan
rasa aman dan
mengurangi
ketakutan
4. Dorong keluarga
untuk
mendampingi
klien dengan cara
yang tepat
5. Jauhkan
peralatan
perawatan dari
pandangan klien
6. Puji atau kuatkan
perilaku yang
baik secara tepat
7. Ajarkan terapi
bermain sesuai
umur

Universitas Ngudi Waluyo


59

CATATAN KEPERAWATAN

NAMA : An. k Dx. Medis : DHF

NO. RM :

Tabel 4.5 Catatan Keperawatan


HARI/TGL NO.DX TTD
NO IMPLEMENTASI RESPON
JAM KEP NM Terang
1 Jumat, I 1. Menganjurkan 1. Klien
12 Mei 2017 makan sedikit tapi koopratif
11.00 WIB sering sarapan
2. Menimbang berat pagi habis
badan setiap hari porsi
3. Menganjurkan 2. Berat badan
keluarga untuk 14 kg
menyuapi klien 3. Keluarga
mau
4. Memberikan mengikuti
pendidikan anjuran
kesehatan tentang 4. Pendidikan
nutrisi kepada kesehatan
keluarga klien sudah di
lakukan dan
keluarga
koopratif

2 Jumat 12 II 1. Mengkaji tingkat 1. klien masih


Mei 2017 toleransi fisik lemah
11.30 WIB 2. Menganjurkan 2. klien mau
klien untuk untuk
istirahat bila lelah istirahat
3. Melibatkan orang 3. klien
tuadalam aktivitas nampak di
klien bantu
4. Cek hasil lab melakukan
aktivitas
nya sperti
mandi,
ganti
pakaian
4. hasil lab
trombosit :
186
hematokrit :
37.8

Universitas Ngudi Waluyo


60

3 Jumat III 1. Menggunakan 1. Klien mau


12 Mei 2017 pendekatan yang di dekati
12.00 WIB tenang dan 2. klien
meyakinkan tampak
2. Menjelasakan bingung
semua prosedur saat di
termasuk sensasi jelaskan
yang akan di 3. keluarga
rasakan yang mau
mungkin di alami mendam
klien selama pingi
prosedur 4. keluarga
dilaksanakan mau
3. Berada disisi klien mendam
untuk pingi klien
meningkatkan 5. alat medis
rasa aman dan sudah di
mengurangi jauhkan
ketakutan 6. Terpi
4. Mendorong bermain
keluarga untuk mewarnai
mendampingi gamb sudah
klien dengan cara di lakukan
yang tepat
5. Menjauhkan
peralatan
perawatan dari
pandangan klien
6. Muji atau kuatkan
perilaku yang baik
secara tepat
7. Mengajarkan
terapi bermain
sesuai umur anak

Universitas Ngudi Waluyo


61

CATATAN PERKEMBANGAN

NAMA : An. N Dx. Medis : DHF

NO. RM :

Tabel 4.6 Catatan Perkembangan

TTD
HARI/TGL NO
NO EVALUASI NM
JAM DP
Terang
1 Jumat I S : Ibu klien mengatakan sudah tahu tentang nutisi
14/05/2017 bagi anak sehat atau sakit
10.00WIB O: - ibu klien bisa menjelaskan kembali apa yang
sudah di jelaskan
- Berat badan : 14 kg
- Keluarga mau mengikuti apa yang di anjurkan
( sajian makanan dan frekuensi makanan
A: Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Anjurkan makan sedikit tapi sering
- Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan
menarik
- Pantau berat badan

S : Ibu pasien mengatakan keadaan anak nya masih


2 Jumat lemah
14/05/2017 O: - Aktivitas masih dibantu keluarga
10.10 WIB - Trombosit : 186
- Hematokrit : 37.8
A: Maslah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Pantau hasil lab
- Anjurkan banyak makan dan minum
- Anjurkan banyak istirahat

S : klien mengatakan seneng bisa di ajak bermain


3 Jumat mewarnai gambar
22/04/2017 O : - klien menikmati permainan nya
10.30 WIB A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Ajarkan terapi bermain anak
- Libatkan keluarga dalam permainan

Universitas Ngudi Waluyo


62

CATATAN KEPERAWATAN

NAMA : An. K Dx. Medis : DHF

NO. RM :

Tabel 4.7 Catatan Keperawatan

TTD
HARI/TGL NO.DX
NO IMPLEMENTASI RESPON NM
JAM KEP
Terang
1 sabtu I 1. Menganjurkan 1. Klien koopratif
13/05/2017 makan sedikit tapi sarapan pagi habis
10.00 WIB sering porsi
2. Menimbang berat 2. Berat badan 14kg
badan setiap hari 3. Keluarga mau
3. Menganjurkan mengikuti anjuran
keluarga untuk
menyuapi klien 4. Pendidikan
4. Memberikan kesehatan sudah di
pendidikan lakukan dan
kesehatan tentang keluarga koopratif
nutrisi kepada
keluarga klien

2 Sabtu II 1. Mengkaji tingakat 1. Klien masih lemah


13/05/2010 toleransi fisik anak Hasil laboratorium
11.20 WIB 2. Menganjurkan tgl 21/04/2010
klien untuk Trombosit:76L
istirahat bila lelah Hematokrit : 39,3
3. Mewaspadai 2. Klien mau istirahat
tanda-tanda 3. Aktivitas pasien
kelelahan masih dibatasi
4. Membatasi
aktivitas pasien 4. Aktivitas masih
yang mengarah ke dibantu keluarga
kelelahan
5. Melibatkan
keluarga dalam
aktivitas klien

3 Sabtu III 1. Menggunakan 1. Klien mau di dekati


13/05/2010 pendekatan yang 2. Klien tampak
10.40 WIB tenang dan bingung dan takut
meyakinkan saat di jelaskan
2. Menjelaskan 3. Keluarga mau
semua prosedur mendampingi
termasuk sensai 4. Kluarga mau
yang di rasakan mendampingi klien
yang mungkin di 5. Klien menikmati

Universitas Ngudi Waluyo


63

alami klien selama permainan yang


prosedur di diberikan
lakukan
3. Berada disisi klien
untuk
meningkatkan
rasa aman dan
mengurangi
ketakutan
4. Mendorong
keluarga
untukmendampin
gi klien dengan
cara yang tepat
5. Mengajarkan terpi
bermain

Universitas Ngudi Waluyo


64

CACATATN PERKEMBANGAN

NAMA : An. K Dx. Medis : DHF

NO. RM :

Tabel 4.8 Evaluasi

HARI/TGL NO TTD
NO EVALUASI
JAM DP NM
1 Sabtu I S : Ibu klien mengatakan sudah tahu tentang
13/05/2010 nutrisi bagi anak sehat /sakit
12.00 WIB O: - Ibu klien bisa menjelaskan kembali
apa yang sudah dijelaskan
- Berat badan : 14 kg
- Keluarga mau mengikuti apa yang
dianjurkan (sajian makanan dan frekuensi
makan)
A: Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Tingkatkan asupan nutrisi
- Pantau berat badan

2 Sabtu II S : Ibu pasien mengatakan anaknya masih


13/05/2010 lemah
12.10 WIB O: - klien malas melakukan aktivitas
- Klien Cuma berbaring di tempat tidur
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Anjurkan banyak makan
- Anjurkan banyak minum
- Anjurkan banyak istirahat

3 Sabtu III S: Pasien mengatakan senang bisa bermain


13/05/2010 mewarnai gambar
12.30 WIB O: - klien tampak menikmati permainannya
- Pasien tampak lebih ceria
A: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
- Ajarkan terapi bermain

Universitas Ngudi Waluyo


65

CATATAN KEPERAWATAN

Nama : An.K No. Reg :

Ruang : Anggrek

Tabel 4.9 Catatan Keperawatan


HARI/TGL NO.DX TTD
NO IMPLEMENTASI RESPON
JAM KEP NM Terang
1 Minggu , I 1. Menganjurkan 1. Klien
14 Mei 2017 makan sedikit tapi koopratif
10.00 WIB sering sarapan pagi
2. Menimbang berat habis porsi
badan setiap hari 2. Berat badan
3. Menganjurkan 14 kg
keluarga untuk 3. Keluarga
menyuapi klien mau
mengikuti
4. Memberikan anjuran
pendidikan 4. Pendidikan
kesehatan tentang kesehatan
nutrisi kepada sudah di
keluarga klien lakukan dan
keluarga
koopratif

1. Klien masih
2 Minggu, 1. Mengkaji tingkat lemah
14 Mei 2017 toleransi fisik anak 2. klien mau
10.20 WIB 2. Menganjurkan untuk
klien untuk istirahat
istirahat bila lelah 3. klien
3. Melibatkan orang nampak di
tuadalam aktivitas bantu
klien melakukan
aktivitas nya
sperti
mandi, ganti
pakaian

1. klien mau di
3 Minggu, 1. Menggunakan dekati
14 Mei 2017 pendekatan yang 2. keluarga
10.45 WIB tenang dan mau
meyakinkan mendam
2. Berada disisi klien pingi
untuk 3. keluarga
meningkatkan mau
rasa aman dan mendampin

Universitas Ngudi Waluyo


66

HARI/TGL NO.DX TTD


NO IMPLEMENTASI RESPON
JAM KEP NM Terang
mengurangi gi klien
ketakutan 4. Terpi
3. Mendorong bermainme
keluarga untuk warnai
mendampingi gamb sudah
klien dengan cara di lakukan
yang tepat
4. Mengajarkan
terapi bermain
mewarnai gambar

Universitas Ngudi Waluyo


67

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama : An.K No.Reg :

Ruang : Anggrek Dx. Medis : DHF

Tabel 4.10 Catatan Perkembangan

HARI/TGL NO TTD
NO EVALUASI
JAM DP NM
1 Sabtu I S : Ibu klien mengatakan sudah tahu tentang
13/05/2010 nutrisi bagi anak nya
12.00 WIB O: - Ibu klien bisa menjelaskan kembali
apa yang sudah dijelaskan
- Berat badan : 14 kg
- Keluarga mau mengikuti apa yang
dianjurkan (sajian makanan dan frekuensi
makan)
A: Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Tingkatkan asupan nutrisi
- Pantau berat badan

2 Sabtu II S : Ibu klien mengatakan anak nya sudah mau


13/05/2010 beraktivitas dan tidak lemah lagi
12.10 WIB O: - klien nampak bermain
- Klien nampak ceria
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi

3 Sabtu III S: Klien mengatakan senang bisa bermain


13/05/2010 mewarnai gambar
12.30 WIB O: - klien tampak menikmati permainannya
- Pasien tampak lebih ceria
A: Masalah teratasi s
P: Pertahankan intervensi intervensi

B. Pembahasan

Dalam bab ini penulis akan membahas dan menerangkan tentang proses

perawatan pada An. K dengan demam berdarah dengue di ruang Anggrek RSUD

Ambarawa dengan membandingkan masalah yang muncul pada tinjauan teori.

Penulis juga akan membahas bagaimana masalah keperawatan itu muncul, akibat bila

tidak diatasi, dasar pemikiran dalam mengatasi masalah serta hasil yang diharapkan.

Universitas Ngudi Waluyo


68

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berubungan dengan intake yang tidak

adekuat ( Wong, 2008 : 496 ).


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan

individu yang tidak puasa mengalami atau beresiko mengalami penurunan berat

badan yang berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat atau metabolisme

nutrien yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik ( Carpenito, 2007 : 299).

Nutrien merupakan elemen penting untuk proses dan fungsi tubuh seperti air,

karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Karbohidrat merupakan

sumber energi utama dalam diet. Tiap gram karbohidrat menghasilkan 4 kilo

kalori (kkal). Karbohidrat diperoleh terutama dari tumbuhan, kecuali laktosa

( gula susu). Protein adalah sumber energi (4 kkal/gr), juga penting untuk

mensintesis (membangun) jaringan tubuh dalam pertumbuhan, pemeliharaan

dan perbaikan. Bentuk protein yang paling sederhana adalah asam amino, asam

amino disimpan dalam jaringan yaitu dalam jaringan berbentuk hormon dan

enzim. Asam amino tidak dapat disintesis oleh tubuh, tetapi banyak terdapat

dimakanan. Lemak (lipid) merupakan nutrien padat yang paling berkalori dan

menyediakan 9 kkal/gr. Lipid termasuk lemak tetapi proporsi elemen berbeda

dari karbohidrat. Air merupakan komponen kritis dalam tubuh karena fungsi sel

bergantung pada lingkungan cair. Air menyusun 60% -70% dari seluruh berat

badan, persentase seluruh air dalam tubuh lebih banyak pada orang kurus dari

pada orang gemuk karena otot terdiri dari banyak air daripada jaringan lain

kecuali darah. Vitamin merupakan substansi organik dalam jumlah kecil pada

makanan yang esensial untuk metabolisme normal. Vitamin diklasifikasikan

menjadi dua yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam

lemak. Vitamin yang larut dalam air adalah vitamin C dan B komplek, yang terdiri

Universitas Ngudi Waluyo


69

dari delapan vitamin. Sedangkan vitamin yang larut dalam lemak A, D, E, K yang

disimpan dalam tubuh kecuali vitamin D yang disediakan melalui asupan diet

(Potter dan Perry, 2010 : 1421-1424).


Batasan karakteristik menurut (Carpenito 2007 : 300), karakteristik

mayor terdiri dari individu yang tidak puas melaporkan atau mengalami : asupan

makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan dengan atau tanpa

penurunan berat badan. Batasan karakteristik minor berat badan 10% sampai

20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh,

kelemahan otot dan nyeri tekan.


Mengacu kebutuhan Maslow penulis menempatkan diagnosa ini pada

urutan pertama dengan alasan dalam keadaan sakit anak sangat membutuhkan

asupan nutrisi karena adanya peningkatan kebutuhan metabolisme. Akibat bila

masalah ini tidak teratasi maka akan memperburuk kondisi penderita dan

menghambat penyembuhan (Potter dan Perry, 2010 : 613).


Diagnosa ini diangkat oleh penulis karena berdasarkan data yang

menunjukkan bahwa pasien mengalami tidak nafsu makan dan dari data fokus

obyektif dapat dilihat makan habis porsi. Pasien tampak lemas dikarenakan

asupan nutrisi yang tidak adekuat sehingga An. K mengalami kelemahan. Tubuh

membutuhkan bahan bakar untuk menyediakan energi untuk fungsi organ dan

pergerakan badan, untuk mempertahankan suhu tubuh dan untuk menyediakan

material mentah untuk fungsi enzim, pertumbuhan, penempatan kembali dan

perbaikan sel. Oleh karena itu dibutuhkan asupan makanan yang cukup untuk

kebutuhan energi (Potter dan Perry, 2010 : 1421).


Implementasi yang dilakukan pada hari Kamis tanggal 14 Mei 2017 jam

10.00 WIB adalah menimbang berat badan rasionalnya memberikan informasi

tentang keefektifan program terapi dan memperlihatkan bukti keberhasilan

pasien untuk mengkaji dehidrasi (Wong, 2008 : 496). Menyajikan makan selagi

Universitas Ngudi Waluyo


70

hangat, berikan porsi sedikit tapi sering rasionalnya untuk meningkatkan nafsu

makan karena An. K mengalami penurunan nafsu makan sehingga lebih efektif

jika asupan makanan dengan porsi yang sedikit tapi sering, untuk meningkatkan

masukan makanan pada anak (Wong, 2008 : 500). Memberikan alternatif nutrisi

yang dapat meningkatkan hasil trombosit rasionalnya agar meningkatkan kadar

trombosit, karena trombositopenia yang hebat, gangguan fungsi trombosit dan

kelainan fungsi koagulasi merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan

(Nursalam, 2008 : 160).


Evaluasi pada hari Mingu tanggal 14 Mei 2017 jam 11.00 WIB

didapatkan data ibu pasien mengatakan nafsu makan anaknya sudah membaik

sarapan pagi habis 1 porsi, itu menandakan terjadinya peningkatan nafsu makan

sehingga dapat mencukupi metabolisme tubuh. Berat badan anak tetap 14 kg

artinya tidak ada peningkatan berat badan dari awal sakit. Analisa masalah

teratasi sebagian.
Planning lanjutkan intervensi : anjurkan makan sedikit tapi sering

berikan makanan yang mudah ditelan dan hidangkan dalam keadaan hangat,

timbang berat badan.


Hal-hal yang mendukung saat dilakukan tindakan keperawatan adalah

pasien mau menuruti apa yang dikatakan perawat untuk makan sedikit tapi

sering, tidak ditemukan hal-hal yang menghambat tindakan keperawatan, dan

masalah teratasi sebagian.


2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Toleransi aktivitas adalah jenis dan jumlah latihan atau kerja yang dapat

dilakukan oleh seseorang (Perry dan Potter, 2010 : 1199) sedangkan intoleran

aktifitas adalah ketidak cukupan energi secara fisiologis atau psikologis dalam

pemenuhan aktivitas sehari-hari yang dibutuhkan atau diperlukan (Nanda, 2013 :

1) Menurut Carpenito (2007:2), Intoleran aktivitas adalah penurunan dalam

Universitas Ngudi Waluyo


71

kapasitas fisiologis seseorang untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang

diinginkan atau dibutuhkan. Sedangkan kelemahan adalah ketidakmampuan

untuk mengeluarkan energi yang diperlukan untuk menyelesaikan aktivitasnya

(Perry dan Potter, 2010 : 1204).


Kelemahan fisik pada kasus DBD dapat dsebabkan oleh penurunan

suplai energi yang merupakan salah satu manifestasi dari terjadinya gangguan

fungsi trombosit. Jika tejadi kelemahan, seorang anak tidak dapat melakukan

aktivitasnya dimana aktivitas anak adalah tingkat pergerakan motorik dan

mengeluarkan energi, seperti tidur, makan, bermain, berpakaian dan mandi.

Pada klien yang mengalami kelemahan tidak mampu meneruskan aktivitasnya

dikarenakan energi besar diperlukan untuk menyelesaikan kelemahan dan

kelelahan menyeluruh (Perry dan Potter, 2010 : 1204).


Batasan karakteristik dari diagnosa ini terdiri dari batasan mayor dan

batasan minor. Batasan mayor menurut Magnan (1995) dalam Carpenito

(2007:2) terdiri dari selama aktivitas terjadi kelemahan, pusing dan dispnea,

sedangkan tiga menit setelah melakukan aktivitas akan menimbulkan dispnea

dan pusing, serta keletihan akibat aktivitas akan meningkatkan frekuensi

pernapasan hingga lebih dari 24 X/menit dan frekuensi nadi lebih dari 95

X/menit. Batasan minornya mungkin ditemukan adanya sianosis atau pucat,

konfusi dan vertigo.


Diagnosa ini diangkat oleh penulis karena berdasarkan data subyektif

ibu pasien mengatakan anaknya lemas, dan data obyektif aktivitas dibantu

keluarga, frekuensi pernapasan 24 X/menit dan frekuensi nadi 96 X/menit, hal ini

sesuai dengan batasan mayor menurut Carpenito (2007 : 2) yaitu pasien lemah

dn peningkatan frekuensi nadi pernapasan.


Penulis menetapkan diagnosa ini sebagai prioritas kedua karena

aktivitas merupakan kebutuhan fisiologis, karena jika seseorang mengalami

Universitas Ngudi Waluyo


72

gangguan aktivitasnya maka orang tersebut tidak akan mampu memenuhi

kebutuhan fisiologis yang lainnya. Menurut Maslow menetapkan kebutuhan

fisiologis sebagai prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow (Perry dan Potter,

2010 : 613). Sedangkan berdasarkan 14 kebutuhan dasar Henderson, bergerak

dan mempertahankan posisi yang dikehendaki merupakan prioritas yang ke

empat (Perry dan Potter, 2010 : 274). Jika masalah ini tidak diatasi, maka

kebutuhan sehari-hari tidak akan terpenuhi., karena klien yang mengalami

kelemahan tidak mampu meneruskan aktivitasnya dikarenakan energi besar

diperlukan untuk menyelesaikan aktivitasnya (Perry dan Poter, 2010 : 1204).


Untuk mengatasi masalah diatas penulis melakukan implementasi

keperawatan pada hari Rabu tanggal 13 Mei 2017 pukul 11.15 WIB di Ruang

Anggrek yaitu : menganjurkan pasien istirahat bila lelah, rasionalnya

menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan

simpanan energi.
Menurut penulis menganjurkan untuk istirahat pada pasien sangat

penting untuk menghemat energi hal ini didukung oleh Setyaningsi (2009:4) tirah

baring dianjurkan untuk mencegah penurunan kalori, respon pasien saat

dianjurkan untuk istirahat, mau mengikuti apa yang dianjukan perawat.

Implementasi selanjutnya yang dilakukan adalah mengkaji tingkat toleransi fisik

pasien tujuannya adalah untuk megetahui seberapa jauh respon pasien setelah

melakukan aktivitas dan adanya kemungkinan peningkatan aktivitas. Latihan

aktivitas fisik dapat berfungsi untuk membuat kondisi tubuh, meningkatkan

kesehatan dan mempertahankan kesehatan dan mempertahankan kesehahaan

jasmani (Perry dan Potter, 2010 : 1199).


Implementasi selanjutnya adalah mengecek hasil laboratorium

tujuannya agar nilai dapat diketahui setiap hari sehingga dapat mempermudah

Universitas Ngudi Waluyo


73

tidakan selanjutnya. Hematokrit mencerminkan derajat kebocoran plasma dan

biasanya mendahului munculnya secara klinis perubahan fungsi vital (hipotensi,

penurunan tekanan nadi); sedangkan turunnya nilai trombosit biasanya

mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien DBD harus

diperiksa Ht, Hb dan trombosit setiap hari mulai hari ketiga sakit sampai demam

telah turun 1-2 hari. Nilai Ht itulah yang menentukan apakah pasien perlu

dipasang infus atau tidak (Ngastiyah, 2009 : 371).


Adapun hasil evaluasi keperawatan pada hari kamis tanggal 14 Mei 2017

pkl 11.15 di Ruang Anggrek yaitu subyektif orang tua pasien mengatakan

anaknya keadaan anaknya sudah agak membaik yaitu tidak lemas lagi,

obyektifnya pasien ceria, aktivitas masih dibantu analisa masalah teratasi

sebagian, planningnya lanjutkan intervensi: pantau hasil laboratorium, anjurkan

pasien untuk beraktivitas secara bertahap.

3. Ansietas atau cemas berhubungan dengan efek hospitalisasi.


Cemas adalah suatu keadaan dimana individu atau kelompok

mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf

otonum dalam berespon terhadap ancaman yang tidak spesifik (Carpenito, 2007:

9). Cemas pada An. K disebabkan karena rasa takut dan cemas jika didekati

perawat atau dokter, merupakan salah satu efek hospitalisasi. Menurut Nanda

(2013:9) cemas adalah perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas

dan gelisah disertai dengan respon otonom (sumber terkadang tidak spesifik

atau tidak diketahui oleh individu), perasaan yang was - was untuk mengatasi

bahaya dan memungkinkan individu untuk mengambil langkah untuk

menghadapinya.
Menurut Wong (2008) dalam Supartini (2010:188) hospitalisasi

merupakan proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat,

Universitas Ngudi Waluyo


74

mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan

sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut anak dan

orang tua dapat mengalami kejadian yang menurut beberapa peneliti ditunjukan

dengan pengalaman yang sangat trumatik dan penuh dengan stress. Berbagai

perasaan yang sering muncul pada anak yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan

rasa bersalah.
Batasan karakteristik mayor dimanifestasikan oleh gejala - gejala dari

tiga kategori yaitu fisiologis, emosional, dan kognitif. Gejala bervariasi sesuai

dengan tingkat ansietasnya (Carpenito, 2007 : 11). Manifestasi fisiologi misalnya

suara gemetar, peningkatan respirasi (simpatis), wajah tegang, pusing,

peningkatan/penurunan tekanan darah. Manfestasi emosional, misalnya individu

merasakan ketakutan, gugup, tegang, kurang percaya diri, takut, mudah

tersinggung, marah, kesedihan yang mendalam, cemas, khawatir, rasa tidak

menentu. Manifestasi kognitif antara lain : bloking, bingung, pelupa, merenung,

ketakutan terhadap hal yang tidak jelas, sulit berkonsentrasi, penurunan

kemampuan belajar, ,menyelesaikan masalah (Nanda, 2013 : 9-11).


Diagnosa keperawatan ini ditegakkan penulis, karena didukung dengan

data subyektif ibu pasien mengatakan anaknya cemas bila didekati perawat atau

dokter dan didukung pula dengan data obyektif pasien tampak cemas dan takut

saat didekati perawat, pasien cenderung diam. Ketakutan adalah perasaan

khawatir terhadap ancaman atau bahaya spesifik sehingga pola keamanan

seseorang menyadarkan yang lain. Apabila ancaman tersebut disingkirkan maka

persaan takut menghilang. Ketakutan dapat terjadi tanpa ansietas, dan ansietas

dapat terjadi tanpa ketakutan. Secara klinis, keduanya dapat ada bersamaan

dalam respon seseorang terhadap situasi (Carpenito, 2007 : 11)

Universitas Ngudi Waluyo


75

Penulis memprioritaskan masalah keperawatan di atas sebagai diagnosa

ketiga karena kebutuhan keselamatan dan rasa aman merupakan tingkat kedua

setelah kebutuhan fisiologis dari lima kebutuhan menurut Hirarki Maslow,

karena jika tidak ditangani / diperhatikan dapat mengganggu psikologi anak.

Menurut Supartini (2010 : 190) anak tidak betah tinggal di rumah sakit dan

mengganggu program perawatan dan pengobatan.


Implementasi yang sudah dilakukan 3 x 24 jam untuk mengatasi

permasalahan di atas yaitu memberi lingkungan yang nyaman dengan cara

membersihkan tempat tidur, rasionalnya klien merasa nyaman, selain itu tempat

tidur yang bersih juga dapat mengurangi adanya bakteri - bakteri yang dapat

menghambat dalam proses penyembuhan. Menurut Potter dan Perry (2013 :

1402 - 1403) tempat tidur harus dirancang untuk kenyamanan, keamanan,

kemampuan adaptasi dalam mengubah posisi klien. Mengajak pasien berbicara

sebanyak mungkin rasionalnya memberi rasa nyaman dan menghilangkan stress.

Upaya meminimalkan stressor dapat dilakukan dengan cara mencegah atau

mengurangi dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan kontrol dan

meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri. Menurut

Supartini (2010 : 27) komunikasi ditunjukkan dengan keterbukaan, kejujuran,

melibatkan perasaan, dapat menyelesaikan konfik. Implementasi selanjutnya

yaitu memberikan terapi bermain sesuai usia pasien tujuannya untuk

menghilangkan kejenuhan pada pasien. Bermain adalah media di mana melalui

ini anak dapat mengekspresikan perasaan dari dalam. (Potter dan Perry, 2013 :

670). Menurut Ngastiyah bermain merupakan kebutuhan anak seperti juga

makanan, kasih sayang, perawatan, dan lain-lain. Bermain memberikan

kesenangan dan pengalaman hidup yang nyata. Bermain juga merupakan unsur

Universitas Ngudi Waluyo


76

yang penting untuk perkembangan anak baik fisik, emosi, mental, dan sosial

serta intelektual maupun kreativitas. Oleh karena itu, bermain merupakan

stimulasi untuk tumbuh kembang anak.


Adapun hasil evaluasi keperawatan pada hari Kamis tanggal 14 Mei

2017 pukul 11.45 WIB di Ruang Anggrek yaitu obyektifnya pasien sudah bisa di

ajak komunikasi, pasien sudah tidak takut lagi saat di dekati perawat, analisa

masalah sudah teratasi, planningnya pertahankan kondisi pasien.

Universitas Ngudi Waluyo


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan

oleh arbovirus (arthropod born virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes

(aedes albopictus dan aedes aegypti). Virus ini mempunyai empat jenis serotipe

yaitu Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Tanda dan gejala penyakit DHF sebagai

berikut :demam tinggi 5-7 hari, perdarahan terutama bawah kulit, uji tourniquet

positif, peteki, ekimosis, epitaksis, hematemesis, melena, syok, tanda-tanda

renjatan seperti :sianosis, kulit lembab dan dingin, gelisah, tekanan darah menurun.

Pada pasien DHF terjadi trombositopeni (100.000 mm3 atau kurang) dan

hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih) menurut usia dan jenis

kelamin.

Setelah melakukan pengkajian pada An. K dengan DHF untuk beberapa

masalah keperawatan yaitu perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, intoleran aktifitas berhubungan

dengan kelemahan fisik, dan ansietas berhubungan dengan efek hospitalisasi.

Selama melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi ke empat

masalah tersebut terdapat beberapa faktor yang menghambat pelaksanaan

implementasi, diantaranya pasien yang kadang rewel jika didekati perawat, akan

tetapi dengan adanya keluarga yang kooperatif dan selalu menenangkan pasien

hambatan tersebut dapat teratasi. Sedangkan faktor yang mendukung keberhasilan

pelaksanaan implementasi adalah adanya kerja sama yang baik antara perawat,

pasien, keluarga dan tim medis lainnya.

77 Universitas Ngudi Waluyo


78

Dari ketiga masalah keperawatan yang ditemukan pada An. N hanya satu

diagnosa yang teratasi sepenuhnya yaitu cemas berhubungan dengan efek

hospitalisasi. Sedangkan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat dan intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan

fisik tidak terselesaikan karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan

yaitu untuk diagnosa pertama : berat badan pasien meningkat dan untuk diagnosa

ke dua : pasien bisa beraktivitas sendiri. Untuk mengatasi masalah tersebut maka

disarankan pada keluarga untuk memberikan masukan peroral yang adekuat pada

An. K dirumah. Selain itu An. K juga disarankan untuk kontrol ulang ke dokter sehari

setelah pasien pulang.

B. Saran

a. Bagi pasien DHF pada An. K untuk penatalaksanaan di rumah berikan minum

yang banyak, mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak serat untuk

membantu proses penyembuhan. Untuk memutuskan rantai penularan,

pemberantasan vektor merupakan cara yang paling memadai saat ini. Vektor

dengue, khususnya aedes aegepty sebenarnya mudah diberantas karena sarang

sarangnya terdapat di tempat tempat yang berisi air bersih dengan jarak

terbang maksimal 100 meter. Bawa ke petugas kesehatan bila demam tinggi dan

mendadak, mual, muntah, sakit kepala, nyeri perut, sampai epitaksis dan

perdarahan gusi.

b. Bagi perawat harus meningkatkan pendidikan kesehatan pada pasien dan

keluarga, agar mereka dapat menjelaskan kembali proses penyakit, perawatan

dan cara penanggulangannya.

Universitas Ngudi Waluyo


79

c. Bagi institusi rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien

tetap menjunjung norma kemanusiaan, aktif dalam memberikan pendidikan dan

latihan pada petugas kesehatan, serta ikut dalam memberikan pendidikan pada

klien dan keluarga.

Universitas Ngudi Waluyo

Anda mungkin juga menyukai