A. PENGERTIAN
Gagal napas akut adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi
hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis
(Corwin, 2009).
Gagal napas akut adalah memburuknya proses pertukaran gas paru yang mendadak
dan mengancam jiwa, menyebabkan retensi karbon dioksida dan oksigen yang tidak adekuat
(Morton, 2011).
Urden, Stacy dan Lough mendifinisikan gagal napas akut sebagai suatu keadaan
klinis yaitu sistem pulmonal tidak mampu mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
(Chang, 2009).
Gagal nafas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia,
hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri) dan asidosis.
a. Rongga hidung
Dihangatkan
Disaring
Dan dilembabkan
Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari :
Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel partikel
halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet
dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang
berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian
udara akan diteruskan ke
b. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)
e. Laring
Selaput/pita suara
Epilotis
Glotis
a. Trakhea
Merupakan pipa silider dengan panjang 11 cm, berbentuk cincin tulang rawan
seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada
dinding depan usofagus.
b. Bronkhi
Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut
carina.Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea.Bronchus kanan
bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochuskiri terdiri dari : lobus superior
dan inferior
c. Paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh
otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru
ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-
paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang
langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar
(pleura parietalis).Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan
pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah
yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-
zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah.
Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang
sangat lebar untuk pertukaran gas.
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu
sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus
berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya
difusi gas pernapasan.
d. Alveoli
Membran alveolar :
e. Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan
mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel
kiri.Kepatenan Ventilasi tergantung pada empat faktor :
a. Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan nafas akan menghalangi
masuk dan keluarnya dari dan ke paru-paru.
Ventilasi paru mengacu kepada pergerakan udara dari atmosfir masuk dan keluar paru.
Ventilasi berlangsung secara bulk flow.Bulk flow adalah perpindahan atau pergerakan gas
atau cairan dari tekanan tinggi ke rendah.
tekanan
resistensi bronkus
persyarafan bronkus.
C. Etiologi
a) deformitas kongenital
b) laringitis akut, epiglotis
c) Benda asing
d) Tekanan ekstrinsik
e) Cedera traumatik
2) Penyakit bronkial:
a) Bronkitis kronis
b) Asma
c) Bronkiolitis akut
3) Penyakit parenkim:
a) Emfisems pulmonal
c) Pneumonia berat.
d) Cedera paru akut akibat berbagai penyebab (sindrom gawat napas akut).
4. Penyakit kardiovaskulaer:
c) Vaskulitis pulmonal
a) Pneumototaks
b) Efusi pleura
c) Fibrotoraks
f) Obesitas
b) Distrofi muskuler
c) Polimiositis
d) Botulisme
a) Poliomielitis
b) Sindrom Guillain-Barre
e) Tetanus
f) Sklerosis multipel
b) Trauma kepala
c) Hipoksia serebral
d) Cedera serebrovaskuler
e) Infeksi sistem saraf pusat
h) Poliomielitis bulbar
i. Abnormalitas neuromuskuler
D. Patofisiologi
E. Klasifikasi
1. kardiak
Gangguan gagal nafas bisa terjadi akibat adanya penurunan PaO2 dan peningkatan
PaCO2 akibat jauhnya jarak difusi akibat edema paru. Edema paru ini terjadi akibat
kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehinmgga terjadi peningkatan perpindahan
cairan dari vaskuler ke interstitial dan alveoli paru. Terdapat beberapa penyakit
kardiovaskuler yang mendorong terjadinya disfungsi miokard dan peningkatan LVEDV dan
LVEDP yang menyebabkan mekanisme backward-forward sehingga terjadi peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler paru, cairan berpindah ke -Penyakit yang menyebabkan disfungsi
miokard : infark miokard, kardiomiopati, dan miokarditis
2. Nonkardiak
Terutama terjadi gangguan di bagian saluran pernafasan atas dan bawah serta
proses difusi. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya obstruksi, emfisema,
atelektasis, pneumothorax, ARDS dll.
Akibatnya gagal napas di bagi menjadi dua tipe utama, yaitu : kegagalan hipoksia dan
kegagalan hipoksemia hiperkapnea.
2. Tipe 1 gagal nafas hipoksemia : kegagalan ini dideskripsikan sebagai oksigenasi darah
yang abnormal. Sebagaimana ditunjukkan oleh namanya, pada tipe gagal nafas ini, PaO2
pasien ini dapat rendah ( 60 mmHg atau kurang ) dan SaO2 akan rendah ( kurang dari 90 % ),
namun PaO2 dapat normal hingga rendah. Jadi, mekanisme primer pada tipe kegagalan ini
adalah kegagalan tipe 2 merupakan kombinasi retensi CO2 ( hiperkapnea ) dengan
oksigenasi yang tidak adekuat ( hipoksemia ).
F. ManifestasiKlinis
1. Sianosis
2. Dispneaberat
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Hb : dibawah 12 gr %
6. Radiografi dada
7. Pemeriksaan sputum
9. Angiografi
11. CT
15. Sitology
16. Urinalisis
17. Bronkogram
18. Bronkoskopii
19. Ekokardiografi
20. Torasentesis
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non spesifik adalah tindakan yang secara tidak langsung ditujukan
untuk memperbaiki pertukaran gas, seperti pada tabel 2 berikut ini
1. Atasi Hipoksemia
Terapi Oksigen
Pada keadaan paO2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk menaikkan
PaO2 sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal nafas dari penyakit kronik yang menjadi
akut kembali dan pasien sudah terbiasa dengan keadaan hiperkarbia sehingga pusat
pernafasan tidak terangsang oleh hipercarbia drive melainkan terhadap hypoxemia drive.
Akibatnya kenaikan PaO2 yang terlalu cepat, pasien dapat menjadi apnoe (Muhardi, 1989).
Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada pasien-
pasien dengan keadaan hipoksemia akut. Oksigen harus segera diberikan dengan adekuat
karena jika tidak diberikan akan menimbulkan cacat tetap dan kematian. Pada kondisi ini
oksigen harusdiberikan dengan FiO2 60-100% dalam waktu pendek dan terapi yang spesifik
diberikan. Selanjutnya oksigen diberikan dengan dosis yang dapat mengatasi hipoksemia
dan meminimalisasi efek samping. Bila diperlukan oksigen dapat diberikan terus-menerus.
(Brusasco dan Pellegrino, 2003)
Cara pemberian oksigen secara umum ada 2 macam yaitu sistem arus rendah dan
sistem arus tinggi (Tabel 3). Kateter nasal kanul merupakan alat dengan sistem arus rendah
yang digunakan secara luas. Nasal Kanul arus rendah mengalirkan oksigen ke nasofaring
dengan aliran 1-6 L/mnt, dengan FiO2 antara 0,24-0,44 (24 %-44%). Aliran yang lebih tinggi
tidak meningkatkan FiO2 secara bermakna diatas 44% dan dapat mengakibatkan mukosa
membran menjadi kering. Untuk memperbaiki efisiensi pemberian oksigen, telah didisain
beberapa alat, diantaranya electronic demand device, reservoir nasal canul, dan
transtracheal cathethers, dan dibandingkan nasal kanul konvensional alat-alat tersebut lebih
efektif dan efisien. Alat oksigen arus tinggi di antaranya ventury mask dan reservoir
nebulizer blenders. Alat ventury mask menggunakan prinsip jet mixing (efek Bernoulli).
Dengan sistem ini bermanfaat untuk mengirimkan secara akurat konsentrasi oksigen rendah
(24-35 %). Pada pasien dengan PPOK dan gagal napas tipe 2, bernapas dengan mask ini
mengurangi resiko retensi CO2 dan memperbaiki hipoksemia. Alat tersebut terasa lebih
nyaman dipakai, dan masalah rebreathing diatasi melalui proses pendorongan dengan arus
tinggi tersebut. Sistem arus tinggi ini dapat mengirimkan sampai 40 L/mnt oksigen melalui
mask, yang umumnya cukup untuk total kebutuhan respirasi. Dua indikasi klinis untuk
penggunaan oksigen dengan arus tinggi ini adalah pasien yang memerlukan pengendalian
FiO2 dan pasien hipoksia dengan ventilasi abnormal (Sue dan Bongard, 2003).
Jalan napas sangat penting untuk ventilasi, oksigenasi, dan pemberian obat-obat
pernapasan. Pada semua pasien gangguan pernapasan harus dipikirkan dan diperiksa
adanya obstruksi jalan napas atas. Pertimbangan untuk insersi jalan napas artifisial seperti
endotracheal tube (ETT) berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas artifisial dibandingkan
jalan napas alami (Sue dan Bongard, 2003).
Resiko jalan napas artifisial adalah trauma insersi, kerusakan trakea (erosi), gangguan
respon batuk, resiko aspirasi, gangguan fungsi mukosiliar, resiko infeksi, meningkatnya
resistensi dan kerja pernapasan. Keuntungan jalan napas artifisial adalah dapat melintasi
obstruksi jalan napas atas, menjadi rute pemberian oksigen dan obat-obatan, memfasilitasi
ventilasi tekanan positif dan PEEP, memfasilitasi penyedotan sekret, dan rute bronkoskopi
fibreoptik (Sue dan Bongard, 2003).
Pada pasien gagal napas akut, pilihan didasarkan pada apakah oksigen, obat-obatan
pernapasan, dan terapi pernapasan via jalan napas alami cukup adekuat ataukah lebih baik
dengan jalan napas artifisial. Indikasi intubasi dan ventilasi mekanik adalah seperti pada
Tabel 1 di atas dan juga tabel 4 berikut ini:
Catatan: Perimbangkan trakeostomi jika obstruksi di atas trakea (Sue dan Bongard, 2003)
Pada keadaan darurat bantuan nafas dapat dilakukan secara mulut kemulut atau
mulut ke hidung, biasanya digunakan sungkup muka berkantung (face mask atau ambu bag)
dengan memompa kantungnya untuk memasukkan udara ke dalam paru (Muhardi, 1989)..
Indikasi utama pemasangan ventilator adalah adanya gagal napas (Tabel 1 dan tabel
4) atau keadaan klinis yang mengarah ke gagal napas (gawat nafas yang tidak segera
teratasi). Kondisi yang mengarah ke gagal napas adalah termasuk hipoksemia yang
refrakter, hiperkapnia akut atau kombinasi keduanya. Indikasi lainnya adalah pneumonia
berat yang tetap hipoksemia walaupun sudah diberikan oksigen dengan tekanan tinggi atau
eksaserbasi PPOK dimana PaCO2nya meningkat mendadak dan menimbulkan asidosis.
Keputusan untuk memasang ventilator harus dipertimbangkan secara matang. Sebanyak 75
% pasien yang dipasang ventilator umumnya memerlukan alat tersebut lebih dari 48 jam.
Bila seorang terpasang ventilator lebih dari 48 jam maka kemungkinan dia tetap hidup
keluar dari rumah sakit (bukan saja lepas dari ventilator) jadi lebih kecil. Secara statistik
angka survival berhubungan sekali dengan diagnosis utama, usia, dan jumlah organ yang
gagal. Pasien asma bronkial lebih dari 90 % survive sedangkan pasien kanker kurang dari 10
%. Usia diatas 60 tahun kemungkinan survive kurang dari 50 %. Sebagian penyebab
rendahnya survival pasien terpasang ventilator ini adalah akibat komplikasi pemakaian
ventilator sendiri, terutama tipe positive pressure. Secara umum bantuan napas mekanik
(ventilator) dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu invasive Positive Pressure Ventilator (IPPV),
dimana pasien sebelum dihubungkan dengan ventilator diintubasi terlebih dahulu dan Non
Invasive Positive Pressure Ventilator (NIPPV), dimana pasien sebelum dihubungkan dengan
ventilator tidak perlu diintubasi. Keuntungan alat ini adalah efek samping akibat tindakan
intubasi dapat dihindari, ukuran alatnya relatif kecil, portabel, pasien saat alat terpasang
bisa bicara, makan, batuk, dan bisa diputus untuk istirahat (Sue dan Bongard, 2003).
a. Fisioterapi dada.
Ditujukan untuk membersihkan jalan nafas dari sekret, sputum. Tindakan ini selain
untuk mengatasi gagal nafas juga untuk tindakan pencegahan. Pasien diajarkan bernafas
dengan baik, bila perlu dengan bantuan tekanan pada perut dengan menggunakan telapak
tangan pada saat inspirasi. Pasien melakukan batuk yang efektif. Dilakukan juga tepukan-
tepukan pada dada, punggung, dilakukan perkusi, vibrasi dan drainagepostural. Kadang-
kadang diperlukan juga obat-obatan seperti mukolitik dan bronkodilator (Muhardi, 1989)
Obat-obat ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi dibandingkan jika
diberikan secara parenteral atau oral, karena untuk efek bronkodilatasi yang sama, efek
samping sacara inhalasi lebih sedikit sehingga dosis besar dapat diberikan secara inhalasi.
Terapi yang efektif mungkin membutuhkan jumlah agonis beta-adrenergik yang dua hingga
empat kali lebih banyak daripada yang direkomendasikan. Peningkatan dosis (kuantitas
lebih besar pada nebulisasi) dan peningkatan frekuensi pemberian (hingga tiap
jam/nebulisasi kontinu) sering kali dibutuhkan. Pemilihan obat didasarkan pada potensi,
efikasi, kemudahan pemberian, dan efek samping. Diantara yang tersedia adalah albuterol,
metaproterenol, terbutalin. Efek samping meliputi tremor, takikardia, palpitasi, aritmia, dan
hipokalemia. Efek kardiak pada pasien dengan penyakit jantung iskemik dapat
menyebabkan nyeri dada dan iskemia, walaupun jarang terjadi. Hipokalemia biasanya
dieksaserbasi oleh diuretik tiazid dan kemungkinan disebabkan oleh perpindahan kalium
dari kompartement ekstrasel ke intrasel sebagai respon terhadap stimulasi beta adrenergik
(Sue dan Bongard, 2003).
c. Antikolinergik/parasimpatolitik.
d. Teofilin.
e. Kortikosteroid.
Cairan peroral atau parenteral dapat memperbaiki volume atau karateristik sputum
pada pasien yang kekurangan cairan. Kalium yodida oral mungkin berguna untuk
meningkatkan volume dan menipiskan sputum yang kental. Penekan batuk seperti kodein
dikontraindikasikan bila kita menghendaki pengeluaran sekret melalui batuk. Obat mukolitik
dapat diberikan langsung pada sekret jalan napas, terutama pasien dengan ETT. Sedikit (3-
5ml) NaCl 0,9 %, salin hipertonik, dan natrium bikarbonat hipertonik juga dapat diteteskan
sebelum penyedotan (suctioning) dan bila berhasil akan keluar sekret yang lebih banyak
(Sue dan Bongard, 2003)
g. Penatalaksanaan Kausatif/Spesifik
Semua terapi diatas dilakukan dalam upaya mengoptimalkan pasien gagal nafas di UGD
sebelum selanjutnya nanti di rawat di ICU. Penanganan lebih lanjut terutama masalah
penggunaan ventilator akan dilakukan di ICU berdasarkan guidiles penanganan pasien gagal
nafas di ICU pada tahap berikutnya.
I. Komplikasi
1. Oksigenasi ke organ lain yang buruk dapat menyebabkan kegagalan multi organ
3. Infeksi paru dan abdomen merupakan komplikasi yang sering dijumpai. Adanya edema
paru, hipoksia alveoli, penurunan surfaktan akan menurunkan daya tahan paru terhadap
infeksi.
J. Prognosis
Mortalitas rata-rata sekitar 50-60%. Mortalitas sekitar 40% didapatkan pada pasien
dengan gagal nafas saja, sedangkan pada pasien dengan sepsis atau adanya kegagalan organ
utama didapatkan mortalitas sekitar 70-80% dan bahkan bisa sampai 90% kalau sindrom
gagal nafas amat berat. Pada pasien yang bertahan hidup, umumnya fungsi paru akan
kembali setelah berbulan-bulan, namun harapan tersebut sangat kecil karena pasien yang
menderita ARDS akan mengalami kerusakan paru yang permanen dengan infeksi dan
fibrosis.
A. Pengkajian
Pengkajian Primer
1. Airway
a. Peningkatansekresipernapasan
b. Bunyinafaskrekels, ronkidanmengi
2. Breathing
3. Circulation
b. Sakitkepala
d. Papiledema
g. Sianosis.
Pengkajian Sekunder
3. Eliminasi
4. Makanan/cairan
5. Nyeri/kenyamanan
Nyeripadasatusisi, ekspresimeringis.
6. Neurosensori
Kelemahan :perubahankesadaran.
B. DiagnosaKeperawatan
5. Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat
NOC :
NIC :
Airway suction
c. Informasikankepadakliendankeluargatentang suctioning
Airway management
NIC :
a. Buka jalannafas
Respiratory monitoring :
b. Catat pengerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supra clavikular dan intercostatis
d. Catatlokasitrakea
Tentukan kebutuhan suction dengan mengaukultasi crekles dan ronchi pada jalan nafas
utama Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
NIC :
Airway management
a. Bukajalannafas
e. Auskultasisuaranafas, catatadanyasuatutambahan
Terapi oksigen
D. Implementasi
1. Implementasi tindakan keperawatan gagal nafas didasarkan pada rencana yang telah
ditentukan dengan prinsip : ABC (airway, breathing, circulation).
E. Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada
kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan sehingga
:
3. Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang &
intervensi dirubah).
DAFTAR PUSTAKA
EGC: Jakarta
http://kegawatdaruratan.blogspot.com/2008/02/asuhan-keperawatan-klien-gagal-
napas.html
EGC: Jakarta
Muttaqin, Arif, 2012, Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan
EGC: Salemba Medika
Morton, Patricia Gonce, 2011, Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Kep. Holistik, Ed.
8,Egc: Jakarta
http://curupmedicalcomunnity.blogspot.com/p/anatomi-dan-fisiologi-sistem-
pernapasan.htm
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA NY. S DENGAN DIAGNOSA GAGAL NAFAS AKUT
DI IGD RSUD DR. MOEWARDI
Di Susun Oleh :
Bambang Sugiarto
070116B008
FAKULTAS KEPERAWATAN
2017