KEPERAWATAN DASAR
Disusun oleh
KARSIDIN E.0105.20.023
B. ETIOLOGI
D. FISIOLOGI
a. Hidung, terdiri atas saluran dalam lubang hidung yang mengandung kelenjar
sebaseus dan ditutupi oleh rambut yang kasar. Bagian ini bermuara ke
rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir dan mengandung pembuluh
darah. Udara yang masuk melalui hidung akan disaring oleh rambut yang ada
di dalam vestibulum, kemudian udara tersebut akan dihangatkan dan
dilembabkan.
b.Faring, merupakan pipa berotot yang terletak dari dasar tengkorak sampai
dengan esofagus. Berdasarkan letaknya, faring dibagi menjadi tiga yaitu
nasofaring (belakang hidung), orofaring (belakang mulut), dan laringofaring
(belakang laring).
c.Laring, merupakan saluran pernafasan setelah faring. Laring terdiri atas
bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran dengan
dua lamina yang bersambung di garis tengah.
d.Epiglotis, merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup laring saat
proses menelan.
3. Paru - paru
Paru - paru merupakan organ utama dalam sistem pernafasan. Paru - paru
terletak di dalam rongga toraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma.
Paru - paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan
pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru - paru sebagai alat pernafasan utama terdiri atas dua bagian,
yaitu paru - paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ
jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak
disebut apeks. Paru - paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta
berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.
a.Ventilasi Paru
Ventilasi paru dicapai melalui kerja pernapasan: inspirasi (inhalasi) saat
udara mengalir ke paru dan ekspirasi (ekshalasi) saat udara mengalir keluar dari paru.
Keadekuatan ventilasi tergantung pada beberapa factor :
- Kebersihan jalan napas.
- Keutuhan sistem saraf pusat dan pusat pernapasan.
- Keutuhan kemampuan rongga toraks untuk mengembang dan berkontraksi.
- Keadekuatan komplias dan rekoil paru.
b.Volume Paru
Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi pulmonar. Spirometri
mengukur volume udara yang memasuki atau yang meninggalkan paru - paru. Variasi
seperti kehamilan, latihan
fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif dan restriktif.
Jumlah surfaktan, tingkat kompliansi, dan kekuatan otot pernapasan
mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru - paru.
c.Alveoli
Alveoli mentransfer oksigen dan karbondioksida ke dan dari darah melalui
membran alveolar. Kantung udara yang kecil ini mengembang selama inspirasi, secara
besar meningkatkan area permukaan di atas sehingga terjadi pertukaran gas.
E. KLASIFIKASI
1.Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal,
yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat
maka tekanan udara semakin rendah, demikian sebaliknya, semakin rendah tempat
tekanan udara semakin tinggi. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah compliance
dan Recoil. Complience merupakan kemampuan paru untuk mengembang. Sedangkan
recoil adalah kemampuan CO2 atau kontraksi menyempitnya paru. Pusat pernapasan,
yaitu medulla oblongata dan pons, dapat dipengaruhi oleh ventilasi. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a.Adanya konsentrasi oksigen di atmosfer
b.Adanya kondisi jalan napas yang baik
c.Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru - paru dalam melaksanakan ekspansi
atau kembang kempis.
2. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen dialveoli dengan kapiler
paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh
beberapa paktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi atau
permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial (keduanya dapat
mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan). Perbedaan tekanan
dan konsentrasi O2 (hal ini sebagai mana O2 dari alveoli masuk kedalam darah oleh
karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena
pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi).
3.Transfortasi Gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan
tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu curah jantung (Cardiac Output), kondisi pembuluh darah,
latihan, perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta
eritrosit dan kadar Hemoglobin.
F. PATHWAY
status Oksigenasi
1. Lingkungan
Pada lingkungan yang panas tubuh berespon dengan terjadinya vasodilatasi
pembuluh darah perifer, sehingga darah banyak mengalir ke kulit. Hal tersebut
mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui kulit. Respon demikian menyebabkan
curah jantung meningkat dan kebutuhan oksigen pun meningkat. Sebaliknya pada
lingkungan yang dingin, pembuluh darah mengalami konstriksi dan penurunan
tekanan darah sehingga menurunkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Pengaruh
lingkungan terhadap oksigen juga ditentukan oleh ketinggian tempat. Apabila
seseorang berada pada tempat yang tinggi, misalnya pada ketinggian 3000 meter
diatas permukaan laut, maka tekanan oksigen alveoli berkurang sehingga kandungan
oksigen dalam paru - paru sedikit. Semakin tinggi suatu tempat maka makin sedikit
kandungan oksigennya, sehingga seseorang yang berada pada tempat yang tinggi
akan mengalami kekurangan oksigen. Selain itu, kadar oksigen di udara juga dipengaruhi
oleh polusi udara. Udara yang dihirup pada lingkungan yang mengalami polusi udara
memiliki konsentrasi oksigen rendah. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan oksigen
dalam tubuh tidak terpenuhi secara optimal. Respon tubuh terhadap lingkungan polusi
udara diantaranya mata perih, sakit kepala, pusing, batuk dan merasa tercekik.
2.Latihan
Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan denyut jantung dan
respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen semakin tinggi.
3.Emosi
Takut, cemas, dan marah akan mempercepat denyut jantung sehingga
kebutuhan oksigen meningkat.
4.Gaya Hidup
Kebiasaan merokok akan memengaruhi status oksigenasi seseorang sebab
merokok dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh darah
arteri. Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah perifer dan pembuluh darah koroner. Akibatnya, suplai darah ke
jaringan menurun.
5.Status Kesehatan
Pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi berfungsi dengan
baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh secara adekuat.
Sebaliknya, orang yang mempunyai penyakit jantung ataupun penyakit pernapasan
dapat mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
6.Saraf Otonom
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonom dapat
mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi. Hal ini dapat terlihat ketika
terjadi rangsangan baik oleh simpatis maupun parasimpatis. Ujung saraf dapat
mengeluarkan neurotransmiter (simpatis mengeluarkan noradrenalin yang
berpengaruh pada bronkhodilatasi, sedangkan parasimpatis mengeluarkan asetilkolin
yang berpengaruh pada bronkhokonstriksi) karena terdapat reseptor adrenergik dan
reseptor kolinergik pada saluran pernafasan.
9.Faktor Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi
karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring dengan usia perkembangan anak.
Hal ini dapat terlihat pada bayi usia prematur, yaitu adanya kecenderungan
kekurangan pembentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh dewasa, kemampuan
kematangan organ juga berkembang seiring bertambahnya usia.
10.Usia
Perubahan yang terjadi karena penuaan yang memengaruhi sistem
pernapasan lansia menjadi sangat penting jika sistem mengalami gangguan
akibat perubahan seperti infeksi, stres fisik atau emosional, pembedahan, anestesi,
atau prosedur lain. Perubahan – perubahan tersebut adalah:
a.Dinding nada dan jalan napas menjadi lebih kaku dan kurang elastis.
b.Jumlah pertukaran udara menurun.
c.Refleks batuk dan kerja silia berkurang.
d.Membran mukosa menjadi lebih kering dan lebih rapuh.
e.Terjadi penurunan kekuatan otot dan daya tahan.
f.Apabila terjadi osteoporosis, keadekuatan ekspansi paru dapat menurun.
g.Terjadi penurunan efesiensi sistem imun.
h.Penyakit refluks gastroesofagus lebih sering terjadi pada lansia dan meningkatkan
risiko aspirasi. Aspirasi isi lambung ke dalam paru sering kali menyebabkan
bronkospasme dengan menimbulkan respon inflamasi.
11.Gaya Hidup
Olahraga fisik atau aktivitas fisik meningkatkan frekuensi dan kedalaman
pernapasan dan oleh karena itu juga meningkatkan suplai oksigen di dalam tubuh.
Sebaliknya, orang yang banyak duduk, kurang memiliki ekspansi alveolar dan pola
napas dalam seperti yang dimiliki oleh orang yang melakukan akvitas secara teratur
dan mereka tidak mampu berespons secara efektif terhadap stresor pernapasan.
12.Stres
Apabila stres dan stresor dihadapi, baik respon psikologis maupun fisiologis
dapat memengaruhi oksigenasi. Beberapa orang dapat mengalami hiperventilasi
sebagai respon terhadap stres. Apabila ini terjadi, PO2 arteri meningkat dan PCO2
menurun. Akibatnya, orang dapat mengalami berkunang - kunang dan bebas serta
kesemutan pada jari tangan, jari kaki, dan di sekitar mulut.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Metode Morfologis
a.Radiologi
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap
jalannya sinar X sehingga memberi bayangan yang sangat memancar. Bagian padat
udara akan memberikan udara bayangan yang
lebih padat karena sulit ditembus sinar X. Benda yang padat memberi kesan warna lebih
putih dari bagian berbentuk udara.
b.Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trachea dan cabang
utamanya. Biasanya digunakan untuk memastikan karsinoma bronkogenik, atau untuk
membuang benda asing. Setelah tindakan ini pasien tidak bolelh makan atau minum
selama 2 - 3 jam sampai tikmbul reflex muntah. Jika tidak, pasien mungkin akan
mengalami aspirasi ke dalam cabanga trakeobronkeal.
c.Pemeriksaan Biopsi
Manfaat biopsy paru - paru terutama berkaitan dengan penyakit paru yang bersifat
menyebar yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.
d.Pemerikasaan Sputum
Bersifat mikroskopik dan penting untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit
pernapasan. Dapat digunakan untuk menjelaskan organisme penyebab penyakit
berbagai pneumonia, bacterial, tuberkulosa, serta jamur. Pemeriksaan sitologi
eksploitatif pada sputum membantu proses diagnosis karsinoma paru. Waktu yang baik
untuk pengumpulan sputum adalah pagi hari bangun tidur karena sekresi abnormal
bronkus cenderung berkumpul waktu tidur.
2.Metode Fisiologis
Tes fungsi paru menggunakan spirometer akan menghasilkan:
a. Volume Alun Napas (Tidal Volume - TV), yaitu volume udara yang keluar masuk
paru pada keadaan istirahat (±500ml).
b. Volume cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume - IRV), yaitu volume udara
yang masih dapat masuk paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi secara
biasa. L = ±3300 ml, P = ±1900 ml.
c. Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspirasi Reserve Volume - ERV), yaitu jumlah udara
yang dapat dikeluarkan secara aktif dari paru melalui kontraksi otot ekspirasi setelah
ekspirasi biasa. L = ± 1000 ml, P = ± 700ml.
d. Volume Residu (Residu Volume - RV), yaitu udara yang masih tersisa dalam paru
setelah ekpsirasi maksimal. L = ± 1200 ml, P = ±1100 ml. Kapasitas pulmonal sebagai
hasil penjumnlahan dua jenis volume atau lebih dalam satu kesatuan.
e. Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity - IC), yaitu jumlah udara yang dapat
dimasukkan ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa (IC = IRV + TV).
g. Kapasitas Vital (Vital Capacity - VC), yaitu volume udara maksimal yang dapat
masuk dan keluar paru selama satu siklus pernapasan yaitu setelah inspirasi dan
ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV) Kapasitas paru - paru total (Total Lung
Capacity - TLC), yaitu jumlah udara maksimal yang masih ada di paru - paru (TLC =
VC + RV). L = ± 6000ml, P = ± 4200 ml.
h. Ruang Rugi (Anatomical Dead Space), yaitu area disepanjang saluran napas
yangvtidak terlibat proses pertukaran gas (±150 ml). L = ± 500ml.
i. Frekuensi napas (f), yaitu jumlah pernapasan yang dilakukan permenit (±15
x/menit). Secara umum, volume dan kapasitas paru akan menurun bila seseorang
berbaring dan meningkat saat berdiri. Menurun karena isi perut menekan ke atas
atau ke diafragma, sedangkan volume udara paru meningkat sehingga ruangan yang
di isi udara berkurang.
j. Analisis Gas Darah (Analysis Blood Gasses - ABGs) Sampel darah yang digunakan
adalah arteri radialis (mudah diambil).
I. PENATALAKSANAAN KLINIS
J. PENGKAJIAN
a. Identitas
a) Umur
Umur pasien yang mengalami gangguan kebutuhan oksigenasi banyak
menyerang diusia produktif 18-50 tahun dan anak anak dibawah usia 5 tahun.
b) Alamat
Kondisi permukiman atau tempat tinggal menjadi salah satu hal yang penting
dan perlu ditanya pada pasien dengan gangguan oksigenasi. Karena gangguan
kebutuhan oksigenasi sangat rentan dialami oleh mereka yang bertempat tinggal di
pemukiman padat dan kumuh, rumah yang lembab akibat kurang pencahayaan
matahari, dan kurang adanya ventilasi.
c) Jenis Kelamin
Penderita gangguan kebutuhan oksigenasi banyak didapatkan pada jenis kelamin
laki-laki, karena pola hidup mereka seperti merokok.
d) Pekerjaan
Jenis pekerjaan dilingkungan industri dan berpolusi beresiko dapat mengganggu
system pernapasan (Muttaqin,2012).
2) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah yang paling sering dirasakan mengganggu oleh klien
dengan gangguan kebutuhan oksigenasi. Keluhan utama yang sering muncul pada klien
gangguan kebutuhan oksigenasi adalah sebagai beikut:
a) Batuk
b) Peningkatan produksi sputum
c) Dispnea
d) Hemoptysis
e) Mengi
f) Chest pain
b. Pemeriksaan Fisik
1) Mata
a) Lesi kuning pada kelopak mata (hiperlipidemia)
b) Konjungtiva pucat (anemia)
c) Konjungtiva sianosis (hipoksemia)
2) Hidung
a) Pernapasan dengan cuping hidung
b) Membran mukosa sianosis (penurunan oksigen)
c) Bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan
penyakit paru kronik)
3) Kulit
a) Sianosis perifer (vasokontriksi)
b) Sianosis secara umum (hipoksemia)
c) Penurunan turgor (dehidrasi)
4) Jari dan kuku
a) Sianosis perifer (kurangngnya suplai O2 ke perifer)
b) Clubbing finger ( hipoksemia kronik)
5) Dada dan Thoraks
a) Inspeksi
Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk, dan kesimetrisan ekspansi
serta keadaan kulit. Inspeksi pada dada bisa dikerjakan pada saat bergerak aray pada
saat diam. Amati juga pergerakan pernapasan klien. Sedangkan untuk mengamati
adanya kelainan tulang punggung baik kifosis, skoliosis, maupun lordosis, akan lebih
mudah dilakukan pada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
frekuensi (eupnea, bradipnea, dan takipnea), sifat (pernapasan dada,
diafragma, stoke, kussmaul, dll).
b) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada, mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikassi keadaan kulit, dan mengetahui taktil fermitus. Kaji
abnormalitas saat inspeksi seperti: masa, lesi, dan bengkak. Kaji juga kelembutan kulit,
terutama jika klien mengeluh nyeri. Taktil fremitus (getaran pada dinding dada yang
dihasilkan ketika berbicara).
c) Perkusi
(1) Perkusi langsung
Perkusi langsung, yakni pemeriksaan memukul thoraks klien dengan bagian
palmar jaritengan keempatujung jari tangannya.
(2) Perkusi Tak Langsung
Perkusi taklangsung, yakni pemeriksa menempelkan suatu objek padat yang
disebut pleksimeter pada dada klien, lalu sebuah objek lain yang disebut pleskor untuk
memukul pleksimeter tadi, sehingga menimbulkan suara. Suara perkusi pada klien
tuberkulosis paru biasanya hipersonor yaitu bergaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi udara.
d) Auskultasi
Biasanya pada penderita tuberkulosis paru didapatkan bunyi napas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat untuk mendemonstrasikan daerah
mana didapatkan adanya ronkhi (Andarmoyo, 2012).
c.Analisa data
Data subjektif didapatkan dari keluhan yang dikatakan oleh pasien. Data objektif
didapatkan dari tinjauan tanda-tanda vital dan yang kita lihat saat pemeriksaan.
Masalah dan etiologi akan didapatkan setelah pemeriksaan.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
1.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas ditandai
dengan spasme jalan nafas, sekresi tertahan, penumpukan sekret,adanya benda asing dijalan
nafas.
a. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah bersihan jalan
nafas tidak efektif teratasi, dengan
kriteria hasil : mendemonstrasikan batuk efektif, dan suara nafas bersih, tidak
ada sianosis dan dispnea, menunjukan jalan nafas yang paten.
b. Intervensi:
• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi misal:semifowler.
• Lakukan fisioterapi dada jika perlu
• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara nafastambahan misal ronkhi
• Berikan bronkodilator bila perlu
• Kolaborasi dalam pemberian terapi
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, hipoventilasi,kelelahan.
a. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pasienmenunjukan keefektifan pola nafas , dengan
Kriteria hasil: Suara nafas bersih,tidak ada siaonsis, dispnea,menunjukan jalan nafas
yang paten (tidak merasa tercekik, iramanafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suaranafas abnormal) dan TTV dalam rentang normal
b.Intervensi:
• Monitor vital sign
• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
• Lakukan fisioterapi dada jika perlu
• Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
• Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara nafastambahan
• Pertahankan jalan nafas yang paten
• Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
• Berikan bronkodilator bila perlu
• Kolaborasi dalam pemberian terapi
3.Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membrane
kapiler alveolar.
a. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalahkeperawatan
gangguan pertukaran gas teratasi dengan
Kriteria hasil: mendemonstrasikan peningkatan ventilasi danoksigenasi yang adekuat,
suara nafas bersih, tidak ada sianosis dandispneu, TTV dalam rentang normal
b.Intervensi:
• Beri posisi ventilasi maksimal.
• Keluarkan sekret dengan batuk atau section
• Auskultasi suara nafas, dan catat adanya suara nafastambahan
• Monotor pola nafas bradipnea, takipnea,
• Monitor TTV, AGD
• Observasi sianosis
• Kolaborasi bronkodilator, nebulezer, dan terapi oksigenasi
M. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. 2007.Jakarta :
EGCInternational, NANDA. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
2013. Jakarta : EGC.
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/311/3/6.BAB%20II.pdf
https://studylibid.com/doc/4343332/lp-oksigenasi-helen
https://www.scribd.com/doc/144084925/LAPORAN-PENDAHULUAN-ASUHAN-KEPERAWATAN-
PASIEN-DENGAN-GANGGUAN-OKSIGENASI