Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIS PADA PASIEN DENGAN ASMA ATTACK


( ACUTE EXACERBATION OF ASTHMA )
DI RUANG IGD RSAL Dr. MIDIYATO SURATANI
TANJUNGPINANG

Disusun Oleh :

Erlinda Sari, S.Kep

Dosen Pembimbing :

Soni Hendra Sitindaon, S.Kep, Ns, M.Kep

Pembimbing Klinik :

Neti Nurminingsih, S.Kep, Ns

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


HANGTUAH TANJUNGPINANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN MEDIS

I. KONSEP DASAR MEDIK


1. DEFINISI
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast,
eosinofil, dan limfosit-T terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala
dyspnea, wheezing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat
reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2014).
Pendapat serupa juga menyatakan bahwa asma merupakan reaksi
hiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda derajatnya dan menimbulkan
fluktuasi spontan terhadap obstruksi jalan napas (Lewis et al., 2013).
Asma attack atau eksaserbasi akut yaitu serangan asma yang gejala
kemunculannya secara tiba-tiba dalam kurun waktu yang relatif singkat. Itu
sebabnya, kondisi ini disebut juga dengan serangan asma. Hingga kini belum
diketahui secara pasti apa yang menyebabkan asma muncul atau menjadi
kambuh.

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Anatomi fisiologi sistem pernapasan

Gambar 1 Anatomi sistem pernapasan


Organ pernapasan
a) Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat
hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna
untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam
lubang hidung.
b) Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama
koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan
ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan
lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c) Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring.
d) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam
diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel
bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm
dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e) Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari
trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV
dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh
jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke
arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar
dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri
dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang,
cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli
tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung
paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f) Paru-paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar


terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug
alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran
udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.
Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus
(belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari
pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri
dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10
segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen
pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah
segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3
buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi
lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Fisiologi sistem pernapasan
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia
sangat membutukan okigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan
oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang
tidak dapat diperbaiki lagidan bisa menimbulkan kematian. Kalau
penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan
anoksia serebralis.
a. Pernapaan paru
Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida
yang terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau
pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada
waktu bernapas yang oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli
berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan
okigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah
merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh.
Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan yang
menembus membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa
bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. Empat proses yang
berhubungan dengan pernapasan pulmoner :
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke
seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah
yang tepat, yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4) Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler
karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.
Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika
konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan
terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan,
sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak.
Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandunng oksigen dari
seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk
dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernapasan eksterna.

b. Pernapasan sel
Transpor gas paru-paru dan jaringan

Selisih tekanan parsial antara O2 dan CO2 menekankan


bahwa kunci dari pergerakangas O2 mengalir dari alveoli masuk ke
dalam jaringan melalui darah, sedangkan CO2 mengalir dari jaringan
ke alveoli melalui pembuluh darah.Akan tetapi jumlah kedua gas yang
ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara keseluruhan tidak
cukup bila O2 tidak larut dalam darah dan bergabung dengan protein
membawa O2 (hemoglobin). Demikian juga CO2 yang larut masuk ke
dalam serangkaian reaksi kimia reversibel (rangkaian perubahan
udara) yang mengubah menjadi senyawa lain. Adanya hemoglobin
menaikkan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah sampai 70 kali dan
reaksi CO2 menaikkan kadar CO2 dalam darah mnjadi 17 kali.
Pengangkutan oksigen ke jaringan
Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru
dan sistem kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung
pada jumlahnya yang masuk ke dalam paru-paru, pertukaran gas yang
cukup pada paru-paru, aliran darah ke jaringan dan kapasitas
pengangkutan O2 dalam darah.Aliran darah bergantung pada derajat
konsentrasi dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah O2 dalam darah
ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, hemoglobin, dan afinitas (daya
tarik) hemoglobin. Transpor oksigen melalui beberapa tahap yaitu :
1) Tahap I : oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada
waktu kita menarik napas tekanan parsial oksigen dalam
atmosfer 159 mmHg. Dalam alveoli komposisi udara berbeda
dengan komposisi udara atmosfer tekanan parsial O2 dalam
alveoli 105 mmHg.
2) Tahap II : darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru
untuk mengambil oksigen yang berada dalam alveoli. Dalam
darah ini terdapat oksigen dengan tekanan parsial 40 mmHg.
Karena adanya perbedaan tekanan parsial itu apabila tiba pada
pembuluh kapiler yang berhubungan dengan membran alveoli
maka oksigen yang berada dalam alveoli dapat berdifusi masuk
ke dalam pembuluh kapiler. Setelah terjadi proses difusi
tekanan parsial oksigen dalam pembuluh menjadi 100 mmHg.
3) Tahap III : oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah
diedarkan keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran
oksigen dalam darah yaitu oksigen yang larut dalam plasma
darah yang merupakan bagian terbesar dan sebagian kecil
oksigen yang terikat pada hemoglobin dalam darah. Derajat
kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung pada tekanan
parsial CO2 atau pH. Jumlah O2 yang diangkut ke jaringan
bergantung pada jumlah hemoglobin dalam darah.

4) Tahap IV : sebelum sampai pada sel yang membutuhkan,


oksigen dibawa melalui cairan interstisial lebih dahulu.
Tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial 20 mmHg.
Perbedaan tekanan oksigen dalam pembuluh darah arteri (100
mmHg) dengan tekanan parsial oksigen dalam cairan
interstisial (20 mmHg) menyebabkan terjadinya difusi oksigen
yang cepat dari pembuluh kapiler ke dalam cairan interstisial.
5) Tahap V : tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0-
20 mmHg. Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk ke
dalam sel. Dalam sel oksigen ini digunakan untuk reaksi
metabolism yaitu reaksi oksidasi senyawa yang berasal dari
makanan (karbohidrat, lemak, dan protein) menghasilkan H2O,
CO2 dan energi.

3. KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan
pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit
penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang.
Semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan (Depkes RI, 2017).
Pengklasifikasian asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap
gejala dan kemampuan fungsi paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka
semakin parah asma tersebut. Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru
yang diukur dengan Peak Flow Meters untuk mengetahui Peak Expiratory
Flow (PEF) dan Spyrometers untuk mengukur Force Expiratory Volume
dalam satu detik (FEV1) disertai dengan Force Vital Capacity (FVC). Semakin
rendah kemampuan fungsi paru, maka semakin parah asma tersebut (GINA,
2012).
Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
a) Ekstrinsik (alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi
oleh karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga,
bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma
ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma.
Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.
b) Intrinsik (idiopatik atau non alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya
reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau
tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini
dapat berkembang menjadi asma gabungan.
c) Asma gabungan
Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering
ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun
bentuk idiopatik atau nonalergik.

4. ETIOLOGI
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan
anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin,
epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan
alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor
pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast
seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas
jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik
atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya
terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat,
ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek,
batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3
menit sebelum latihan.
3. Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada
asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan
mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif
pada sistem bronkial.
4. Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk
mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
5. Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis
alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran
mukus.
5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Jones dan Barlett , ada beberapa tanda dan gejala serangan asma, yaitu:
 Batuk. Batuk adalah respon tubuh terhadap iritasi pada saluran napas. Pada
penderita asma akan membatukkan lender untuk melonggarkan jalan napas. Batuk
akan meningkat jika berbaring.
 Mengi. Bunyi ini disebabkan oleh menyempitnya jalan napas daan terdengar pada
saat menghirup dan menghembuskan napas.
 Sesak dada dan napas pendek. Ini terutama terjadi pada latihan yang keras. Selama
serangan yang parah, cuping hidung mengembang dan otot bantu pernapasan
digunakan.
 Peningkatan denyut nadi dan kecepatan pernapasan
 Kulit pucat
 Keletihan
 Gelisah

6. PATOFISIOLOGI
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus
reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu
kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran yang
melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-
otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap didalam
jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast
dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator)
seperti histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi
yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme,
pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mucus yang sangat banyak.
Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam
bronki. Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi,
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adrenergik yang dirangsang.
Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenergik dikendalikan terutama oleh
siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan
penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β-
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan
mediator kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah
bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya,
asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi
otot polos (Smeltzer & Bare, 2002).

7. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin
timbul adalah :
a) Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga
pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.
Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi
dapat menyebabkan kegagalan napas.
b) Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga
dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana
udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene
Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi
lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau
usus ke dalam rongga dada .
c) Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau
akibat pernafasan yang sangat dangkal.
d) Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh
jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat.
Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya,
misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk
menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
e) Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap
karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
f) Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana
lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil
(bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi
peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu
batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang
berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara
menjadi sempit oleh adanya lendir.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a) Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap
gejala- gejala yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab
spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan optimal yang umum.
Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera
mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:

i. Memberikan oksigen pernasal


ii. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg
atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang
dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis
beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan
dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
iii. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan
obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan
setengah dosis.
iv. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada
respon segera atau dalam serangan sangat berat
v. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk
didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
b) Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Menurut doenges, penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
vi. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk
mengeluarkan sputum dengan baik
vii. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
viii. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
ix. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
x. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
xi. Hindarkan pasien dari faktor pencetus

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2. Tes provokasi :
- Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
- Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
- Tes provokasi bronkial seperti :
a. Tes provokasi histamine
b. Metakolin
c. Alergen
d. Kegiatan jasmani
e. Hiperventilasi dengan udara dingin
f. Inhalasi dengan aqua destilata.
3. Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam
tubuh.
4. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8. Pemeriksaan sputum.

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Krekels, ronkhi, batuk keras, kering/produktif. Penggunaan otot –otot aksesoris
pernapasan ( retraksi interkosta)
b. Breathing
Perpanjangan ekspirasi , mengi, perpendekan periode inspirasi, sesak nafas,
hipoksia
c. Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, pulsus paradoxus > 10 mm
2. Pengkajian sekunder
a. Riwayat penyakit sebelumnya
Alergi, batuk pilek, menderita penyakit infeksi saluran nafas bagian atas
b. Riwayat perawatan keluarga
Adakah riwayat penyakit asma pada keluarga
c. Riwayat sosial ekonomi
Jenis pekerjaan dan waktu luang, jenis makanan yang berhubungan dengan
alergen, hewan piaraan, lingkungan tempat tinggal dan stressor emosi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
mukus.
2. Ketidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat
kekurangan energi oksigen

C. IMPLEMNTASI
Harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dan
pelaksanaan ini disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Dalam pelaksanaan
keperawatan ada 4 tindakan yang dilakukan yaitu :

a. Indenpenden yaitu tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa


petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatanlainnya.

b. Dependen yaitu tindakan yang dilakukan oleh perawat atas petunjuk


dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatanlainnya

c. Interdependen yaitu tindakan keperawatan yang memerlukan suatu


kerjasama dengan tenaga kesehatanlainnya
(Nursalam, 2011)

D. EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.
Namun, evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses keperawatan.
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan pernaikan. Pada tahap ini,
perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat
berhasil atau gagal.
RENCANA KEPERAWATAN DAN RASIONAL
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil intervensi Rasional
Bersihan jalan nafas Tujuan : Dalam asuhan a. Observasi system pernafasan klien 1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi
tidak efektif keperawatan 1 x 24 jam, Jalan b. Berikan Air Hangat dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas
berhubungan dengan nafas kembali efektif c. Beritahu tentang batuk efektif redup dengan ekspirasi mengi
akumulasi mukus Kriteria hasil : d. Kolaborasi obat sesuai indikasi (empysema), tidak ada fungsi nafas (asma
 Sesak berkurang berat).
 Batuk berkurang 2. Penggunaan cairan hangat dapat

 Klien dapat mengeluarkan menurunkan spasme bronkus.

sputum 3. Batuk efektif akan sangat membantu

 Wheezing berkurang/hilang dalam mengurangi akumulasi mukus

 Vital dalam batas normal 4. Membebaskan spasme jalan nafas akan


sangat membantu keefektifan bersihan
 Keadaan umum baik.
jalan nafas klien.

Ketidak efektifnya pola Tujuan : Dalam asuhan a. Observasi frekuensi kedalaman 1. kecepatan biasanya mencapai kedalaman
nafas berhubungan keperawatan 1 x 24 jam, pola pernafasan dan ekspansi dada. Catat pernafasan bervariasi tergantung derajat
dengan penurunan nafas klien kembali efektif upaya pernafasan termasuk penggunaan gagal nafas. Expansi dada terbatas yang
ekspansi paru. Kriteria Hasil : otot bantu pernafasan / pelebaran nasal. berhubungan dengan atelektasis dan atau
 Pola nafas efektif dengan b. Tinggikan kepala dan bantu mengubah nyeri dada.
perbandingan inspirasi posisi.
dan ekspirasi 1 : 2 c. Beritahu tentang batuk efektif 2. duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru
 Bunyi nafas normal atau d. Kolaborasikan pemberian humidifikasi optimal dan memudahkan dalam
bersih . pernafasan
 TTV dalam batas normal 3. Batuk efektif akan sangat membantu
 Batuk berkurang dalam mengurangi akumulasi mucus

 Ekspansi paru memaksimalkan bernafas dan menurunkan

mengembang. kerja nafas, memberikan kelembaban pada


membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret.
4. memaksimalkan bernafas dan menurunkan
kerja nafas, memberikan kelembaban pada
membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret.

Intoleransi aktivitas Tujuan : Dalam asuhan a. Kaji respons pasien terhadap aktivitas. 1. menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien
berhubungan dengan keperawatan 1 x 24 jam, klien Catat laporan dyspnea peningkatan dan memudahkan pilihan intervensi.
kelemahan fisik akibat dapat melakukan aktivitas kelemahan/kelelahan dan perubahan 2. posisi yang nyaman dalam beristrirahat
kekurangan energi sehari-hari secara mandiri tanda vital selama dan setelah aktivitas. mampu meningkatkan kualitas istirahat
oksigen yang dijalani pasien
Kriteria hasil : b. Bantu pasien memilih posisi nyaman 3. Tirah baring dipertahankan selama fase
 KU klien baik untuk istirahat dan atau tidur. akut untuk menurunkan kebutuhan
 Badan tidak lemas c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam metabolik, menghemat energi untuk
 Klien dapat beraktivitas rencana pengobatan dan perlunya penyembuhan.
secara mandiri keseimbangan aktivitas dan istirahat. 4. pemberian kruk akan membantu
 Kekuatan otot terasa pada d. Kolaborasikan tentang pemberian kruk keseimbangan pasien yang mengalami
skala sedang kelemahan fisik dalam beraktifitas
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8, Jakarta :
EGC.
Lewis , Heitkemper, Dirksen. (2000). Medical Surgical Nursing fifth edition, St Louis
Missouri : Mosby.
Jones and Barlett. (2001). Pertolongan Pertama Dan RJP Pada Anak Ed. 4. Jakarta: Arcan
Brashers, Valentina L. (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen
Edisi 2. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Doegoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai