Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
Pembimbing Klinik :
b. Pernapasan sel
Transpor gas paru-paru dan jaringan
3. KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan
pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit
penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang.
Semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan (Depkes RI, 2017).
Pengklasifikasian asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap
gejala dan kemampuan fungsi paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka
semakin parah asma tersebut. Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru
yang diukur dengan Peak Flow Meters untuk mengetahui Peak Expiratory
Flow (PEF) dan Spyrometers untuk mengukur Force Expiratory Volume
dalam satu detik (FEV1) disertai dengan Force Vital Capacity (FVC). Semakin
rendah kemampuan fungsi paru, maka semakin parah asma tersebut (GINA,
2012).
Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
a) Ekstrinsik (alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi
oleh karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga,
bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma
ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma.
Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.
b) Intrinsik (idiopatik atau non alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya
reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau
tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini
dapat berkembang menjadi asma gabungan.
c) Asma gabungan
Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering
ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun
bentuk idiopatik atau nonalergik.
4. ETIOLOGI
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan
anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin,
epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan
alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor
pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast
seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas
jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik
atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya
terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat,
ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek,
batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3
menit sebelum latihan.
3. Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada
asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan
mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif
pada sistem bronkial.
4. Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk
mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
5. Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis
alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran
mukus.
5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Jones dan Barlett , ada beberapa tanda dan gejala serangan asma, yaitu:
Batuk. Batuk adalah respon tubuh terhadap iritasi pada saluran napas. Pada
penderita asma akan membatukkan lender untuk melonggarkan jalan napas. Batuk
akan meningkat jika berbaring.
Mengi. Bunyi ini disebabkan oleh menyempitnya jalan napas daan terdengar pada
saat menghirup dan menghembuskan napas.
Sesak dada dan napas pendek. Ini terutama terjadi pada latihan yang keras. Selama
serangan yang parah, cuping hidung mengembang dan otot bantu pernapasan
digunakan.
Peningkatan denyut nadi dan kecepatan pernapasan
Kulit pucat
Keletihan
Gelisah
6. PATOFISIOLOGI
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus
reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu
kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran yang
melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-
otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap didalam
jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast
dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator)
seperti histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi
yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme,
pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mucus yang sangat banyak.
Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam
bronki. Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi,
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adrenergik yang dirangsang.
Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenergik dikendalikan terutama oleh
siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan
penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β-
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan
mediator kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah
bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya,
asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi
otot polos (Smeltzer & Bare, 2002).
7. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin
timbul adalah :
a) Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga
pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.
Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi
dapat menyebabkan kegagalan napas.
b) Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga
dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana
udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene
Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi
lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau
usus ke dalam rongga dada .
c) Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau
akibat pernafasan yang sangat dangkal.
d) Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh
jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat.
Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya,
misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk
menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
e) Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap
karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
f) Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana
lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil
(bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi
peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu
batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang
berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara
menjadi sempit oleh adanya lendir.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a) Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap
gejala- gejala yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab
spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan optimal yang umum.
Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera
mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2. Tes provokasi :
- Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
- Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
- Tes provokasi bronkial seperti :
a. Tes provokasi histamine
b. Metakolin
c. Alergen
d. Kegiatan jasmani
e. Hiperventilasi dengan udara dingin
f. Inhalasi dengan aqua destilata.
3. Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam
tubuh.
4. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8. Pemeriksaan sputum.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
mukus.
2. Ketidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat
kekurangan energi oksigen
C. IMPLEMNTASI
Harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dan
pelaksanaan ini disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Dalam pelaksanaan
keperawatan ada 4 tindakan yang dilakukan yaitu :
D. EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.
Namun, evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses keperawatan.
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan pernaikan. Pada tahap ini,
perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat
berhasil atau gagal.
RENCANA KEPERAWATAN DAN RASIONAL
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil intervensi Rasional
Bersihan jalan nafas Tujuan : Dalam asuhan a. Observasi system pernafasan klien 1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi
tidak efektif keperawatan 1 x 24 jam, Jalan b. Berikan Air Hangat dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas
berhubungan dengan nafas kembali efektif c. Beritahu tentang batuk efektif redup dengan ekspirasi mengi
akumulasi mukus Kriteria hasil : d. Kolaborasi obat sesuai indikasi (empysema), tidak ada fungsi nafas (asma
Sesak berkurang berat).
Batuk berkurang 2. Penggunaan cairan hangat dapat
Ketidak efektifnya pola Tujuan : Dalam asuhan a. Observasi frekuensi kedalaman 1. kecepatan biasanya mencapai kedalaman
nafas berhubungan keperawatan 1 x 24 jam, pola pernafasan dan ekspansi dada. Catat pernafasan bervariasi tergantung derajat
dengan penurunan nafas klien kembali efektif upaya pernafasan termasuk penggunaan gagal nafas. Expansi dada terbatas yang
ekspansi paru. Kriteria Hasil : otot bantu pernafasan / pelebaran nasal. berhubungan dengan atelektasis dan atau
Pola nafas efektif dengan b. Tinggikan kepala dan bantu mengubah nyeri dada.
perbandingan inspirasi posisi.
dan ekspirasi 1 : 2 c. Beritahu tentang batuk efektif 2. duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru
Bunyi nafas normal atau d. Kolaborasikan pemberian humidifikasi optimal dan memudahkan dalam
bersih . pernafasan
TTV dalam batas normal 3. Batuk efektif akan sangat membantu
Batuk berkurang dalam mengurangi akumulasi mucus
Intoleransi aktivitas Tujuan : Dalam asuhan a. Kaji respons pasien terhadap aktivitas. 1. menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien
berhubungan dengan keperawatan 1 x 24 jam, klien Catat laporan dyspnea peningkatan dan memudahkan pilihan intervensi.
kelemahan fisik akibat dapat melakukan aktivitas kelemahan/kelelahan dan perubahan 2. posisi yang nyaman dalam beristrirahat
kekurangan energi sehari-hari secara mandiri tanda vital selama dan setelah aktivitas. mampu meningkatkan kualitas istirahat
oksigen yang dijalani pasien
Kriteria hasil : b. Bantu pasien memilih posisi nyaman 3. Tirah baring dipertahankan selama fase
KU klien baik untuk istirahat dan atau tidur. akut untuk menurunkan kebutuhan
Badan tidak lemas c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam metabolik, menghemat energi untuk
Klien dapat beraktivitas rencana pengobatan dan perlunya penyembuhan.
secara mandiri keseimbangan aktivitas dan istirahat. 4. pemberian kruk akan membantu
Kekuatan otot terasa pada d. Kolaborasikan tentang pemberian kruk keseimbangan pasien yang mengalami
skala sedang kelemahan fisik dalam beraktifitas
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8, Jakarta :
EGC.
Lewis , Heitkemper, Dirksen. (2000). Medical Surgical Nursing fifth edition, St Louis
Missouri : Mosby.
Jones and Barlett. (2001). Pertolongan Pertama Dan RJP Pada Anak Ed. 4. Jakarta: Arcan
Brashers, Valentina L. (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen
Edisi 2. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Doegoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC