Anda di halaman 1dari 28

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Hipertensi Di Ruangan


Bougenvile Rumah Sakit Umum Raja Ahmad Tabib Provinsi
Kepulauan Riau

Disusun Oleh :

Melisa Gultom
Nim : 102114073

Preceptor Akademik Preceptor Klinik

Liza Wati, S.Kep, Ns, M.Kep Maryatun Latifah, SST

Program Studi Profesi Ners

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah

Tanjungpinang

2021
Konsep Dasar Medis

Hipertensi Pada Kehamilan

A. Defenisi
Hipertensi dalam kehamilan adalah suatu kondisi dalam kehamilan
dimana tekanan darah sistol diatas 140 mmhg dan diastol diatas 90 mmhg
atau adanya peningkatan tekanan sisstolik sebesar 30 mmhg atau lebih
atau peningkatan diastolik sebesar 15 mmhg atau lebih diatas nilai dasar
yang mana diukur dalam dua keadaan, minimal dalam jangka waktu 6 jam.
Hipertensi dalam kehamilan ialah tekanan darah sistolik dan
sistolik ≥140/90 mmhg pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya
dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmhg
dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmhg sebagai parameter
hipertensi sudah tidak dipakai lagi

B. Etiologi
Menurut prawirohardjo (2013) penyebab hipertensi dalam
kehamilan belum diketahui secara jelas. Namun ada beberapa faktor risiko
yang menyebabkan terjadinya hipertensi dan dikelompokkan dalam faktor
risiko. Beberapa faktor risiko sebagai berikut :
a. Primigravida, primipaternitas
b. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel,
diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar.
c. Umur
d. Riwayat keluarga pernah pre eklampsia/ eclampsia
e. Penyakit- penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
f. Obesitas

C. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan :
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum usia
kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis
setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12
minggu pasca persalinan.
2. Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria.
3. Eklamsi adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang sampai
dengan koma.
4. Hipertensi kronik dengan superposed preeklamsi adalah hipertensi
kronik di sertai tanda-tanda preeklamsi atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
5. Hipertensi gestasional (transient hypertensi) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pascapersalin atau kehamilan dengan
preeklamsi tetapi tanpa proteinuria

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari hipertensi dalam kehamilan adalah sebagai berikut :
gejala yang timbul akan beragam, sesuai dengan tingkat pih dan organ
yang dipengaruhi.
1. Spasme pembuluh darah ibu serta sirkulasi dan nutrisi yang buruk dapat
mengakibatkan kelahiran dengan berat badan dan kelahiran premature
2. Mengalami hipertensi diberbagai level
3. Protein dalam urin berkisar dari +1 hingga +4.
4. Gejala neurologi seperti pandangan kabur, sakit kepala dan hiper
refleksia mungkin akan terjadi.
5. Berpotensi gagal hati.
6. Kemungkinan akan mengalami nyeri di kuadran kanan atas.
7. Meningkatnya enzim hati.
8. Jumlah trombosit menurun.
Perubahan sistem dan organ pada preeklampsia
a. Volume plasma
Volume plasma pada kehamilan normal akan meningkat dengan
bermakna guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Sebaliknya
pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30- 40%
dibanding hamil normal disebut hipovolemia. Hipovolemia diimbangi
dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting dalam menegakkan diagnosis
hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan
resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik menggambarkan besaran
curah jantung.peningkatan reaktivitas vaskuler pada preeklampsia
terjadi pada umur kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi
umumnya pada trimester ii.
c. Fungsi ginjal
1) Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut :
a) Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia, sehingga
terjadi oliguria, bahkan anuria
b) Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya
permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan
mengakibatkan terjadinya proteinuria.
c) Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila
sebagian besar kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka
terjadi nekrosis korteks ginjal yang bersifat irreversibel.
d) Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasopasme
pembuluh darah.
2) Proteinuria
Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi
proteinuria umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga
sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin sudah
lahir lebih dulu. Pengukuran protein dapat dilakukan dengan urin
dipstik, yaitu 100 mg/l atau +1, sekurang-kurangnya diperiksa dua
kali urin acak selang 6 jam dan bisa juga dengan pengumpulan
proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran
proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam. 3) asam urat serum umumnya
meningkat ≥ 5 mg/cc. Keadaan ini disebabkan oleh hipovolemia
yang menimbulkan menurunnya aliran darah filtrasi aliran darah,
sehingga menurunnya sekresi asam urat. Peningkatan asam urat
terjadi karena iskemia jaringan. 4) kreatinin kadar kreatinin serum
pada preeklampsia juga meningkat, hal ini disebabkan oleh
hipovolemia, maka aliran darah ginjal menurun, 17 poltekkes
kemenkes padang mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus,
sehingga menurunnya sekresi kreatinin, disertai peningkatan
kreatinin plasma. 5) oliguria dan anuria oliguria dan anuria terjadi
karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menurun yang
mengakibatkan produksi urin menurun (oliguria), bahkan dapat
terjadi anuria. D. Elektrolit kadar elektrolit total menurun pada
waktu hamil normal. Sama halnya dengan preeklampsia kadar
elektrolit normal sama dengan hamil normal, kecuali jika diberi
diuretikum banyak, restriksi konsumsi garam atau pemberian cairan
oksitosin yang bersifat anti diuretik. Preeklampsia berat yang
mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan keseimbangan
asam basa. Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia sama
dengan kadar hamil normal, yaitu sama dengan proporsi jumlah air
dalam tubuh. E. Viskositas darah viskositas darah ditentukan oleh
volume plasma, molekul makro: fibrinogen dan hematokrit. Pada
preeklampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan
meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke
organ. F. Hematokrit terjadi peningkatan hematokrit pada ibu hamil
dengan hipertensi karena hipovolemia yang menggambarkan
beratnya preeklampsia. G. Edema edema terjadi karena
hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler. Edema yang
patologik adalah edema yang nondependen pada muka, dan tangan
atau edema generalista, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat
badan yang cepat. H. Neurologik perubahan dapat berupa : 1) nyeri
kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan
vasogenik edema. 2) akibat spasme arteri retina dan edema retina
dapat terjadi gangguan visus, dapat berupa: pandangan kabur,
skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan
ablasio retina.
3) Kejang eklamptik, penyebabnya belum diketahui dengan jelas.
Faktor-faktor yang menyebabkan kejang eklamptik yaitu edema
serebri, vasopasme serebri, dan iskemia serebri.
4) Perdarahan intrakranial juga dapat terjadi pada peb dan eklampsia

E. Patofisiologi
Menurut prawirohardjo (2013), beberapa teori yang mengemukakan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan diantaranya adalah :
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa uteri arkuarta dan memberi
cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi
arteri basalis dan artrei basalis memberi cabang arteri spiralis.
Kehamilan normal akan terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan
otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan arteri spiralis mengalami distensi dan
dilatasi.
Keadaan ini akan memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan tekanan darah pada
daerah utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak
dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik.
Proses ini sering dinamakan dengan remodeling arteri spiralis.
Sebaliknya pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi selsel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarrya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi
dan vasodilatasi.
Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan
terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis. Sehingga aliran darah
uteroplasenta menurun, dan terjadi hipoksia dan iskemia plasenta.
b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan yang disebut juga radikal bebas. Iskemia plasenta tersebut akan
menghasilkan oksidan penting, salah satunya adalah radikal hidroksil
yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh
darah. Radikal hidroksil tersebut akan merusak membran sel yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak tersebut selain akan merusak membran sel, juga
akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Peroksida lemak sebagai
oksidan akan beredar diseluruh tubuh dalam aliran darah dan akan
merusak membran sel endotel.
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.
c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Hla-g (human leukocyte antigen protein g) merupakan prakondisi
untuk terjadinya invasi trofoblas kedalam jaringan desidua ibu,
disamping untuk menghadapi sel natular killer. Hla-g tersebut akan
mengalami penurunan jika terjadi hipertensi dalam kehamilan. Hal ini
menyebabkan invasi desidua ke trofoblas terhambat. Awal trimester
kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecendrungan terjadi
pre-eklampsia, ternyata mempunyai proporsi helper sel yang lebih
rendah bila dibanding pada normotensif.
d. Teori adaptasi kardiovaskuler
Daya refrakter terhadap bahan konstriktor akanhilangjika terjadi
hipertensi dalam kehamilan, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh
darah terhadap bahan vasopresor hilang hingga pembuluh darah
menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.
e. Teori genetik
genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin.
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pre-eklampsia, 2,6%
anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan
hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.
f. Teori defisiensi gizi
beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi
gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Misalnya
seorang ibu yang kurang mengkonsumsi minyak ikan, protein dan lain-
lain.
g. Teori stimulus inflamasi
teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di
dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses
inflamasi. Plasenta juga akan melepaskan debris trofoblas dalam
kehamilan normal. Sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik
trofoblas, akibar reaksi steress oksidatif.
bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi. Proses apoptosis pada preeklampsia terjadi
peningkatan stress oksidatif, sehingga terjadi peningkatan produksi
debris apoptosis dan dan nekrotik trofoblas. Makin banyak sel trofoblas
plasenta maka reaksi stress oksidatif makin meningkat, sehingga jumlah
sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan
beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar
dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal [ citation pra13 \l
1033 ].
berdasarkan teori di atas, akan mengakibatkan terjadinya kerusakan
membran sel endotel. Kerusakan ini mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan
ini disebut dengan disfungsi sel endotel. Apabila terjadi disfungsi sel
endotel, maka akan terjadi beberapa gangguan dalam tubuh, diantaranya
adalah :
1. Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (pge2) yang merupakan suatu fasodilator kuat
2. Perubahan pada sel endotel kapiler glomerulus
3. Peningkatan permeabilitas kapiler
4. Peningkatan produksi bahan- bahan vasopresor, yaitu endotelin.
Kadar no (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin
(vasokonstriktor) meningkat. 12.
5. Peningkatan vaktor koagulasi
6. Agresi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agresi sel-sel trombosit ini untuk menutupi tempattempat
di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Terjadinya agresi
trombosit akan memproduksi tromboksan (txa2) yang mana
tromboksan tersebut merupakan suatu vasokonstriktor kuat. Ibu
hamil yang mengalami hipertensi akan terjadi perbandingan kadar
tromboksan (vasokonstriktor kuat) lebih tinggi dari pada prostasiklin
(vasodilator kuat), sehingga menyebabkan pembuluh darah cendrung
mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kenaikan tekanan darah.
Patofisiologi hipertensi dalam kehamilan terjadi karena adanya
vasokonstriksi arteriol, vasospasme sistemik, dan kerusakan pembuluh
darah merupakan karakteristik terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Sirkulasi arteri terganggu karena adanya segmen yang menyempit dan
melebar yang berselang-seling. Kerja vasospastik tersebut merusak
pembuluh darah akibat adanya penurunan suplai darah dan penyempitan
pembuluh darah di area tempat terjadinya pelebaran. Apabila terjadi
kerusakan pada endotelium pembuluh darah, trombosit, fibrinogen, dan
hasil darah lainnya akan dilepaskan ke dalam interendotelium. Kerusakan
pembuluh darah akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas albumin,
dan akan mengakibatkan perpindahan cairan dari ruang intravaskuler ke
ruang ekstravaskuler yang terlihat secara klinis sebagai edema
F. Pemeriksaan Penunjang
Purwaningsih & fatmawati(2010) menyebutkan pemeriksaan
diagnostik yang dilakukan pada ibu hamil dengan hipertensi diantarany :
1. Uji urin kemungkinan menunjukkan proteinuria
2. Pengumpulan urin selama 24 jam untuk pembersihan kreatinin dan
protein
3. Fungsi hati : meningkatnya enzim hati (meningkatnya alamine
aminotransferase atau meningkatnya aspartate ).
4. Fungsi ginjal: profil kimia akan menunjukkan kreatinin dan elektrolit
abnormal, karena gangguan fungsi ginjal.
5. Tes non tekanan dengan profil biofisik.
6. Usg seri dan tes tekanan kontraksi untuk menentukan status janin
7. Evaluasi aliran doppler darah untuk menentukan status janin dan ibu

G. Penatalaksanaan
Manuaba dkk (2013), menjelaskan beberapa penatalaksanaan yang
dapat dilakukan pada pasien dengan hipertensi dalam kehamilan
diantaranya :
1. Hipertensi ringan kondisi ini dapat diatasi dengan berobat jalan. Pasien
diberi nasehat untuk menurunkan gejala klinis dengan tirah baring 2x2
jam/hari dengan posisi miring. Untuk mengurangi darah ke vena kava
inferior, terjadi peningkatan darah vena untuk meningkatkan peredaran
darah menuju jantung dan plasenta sehingga menurunkan iskemia
plasenta, menurunkan tekanan darah, meningkatkan aliran darah
menuju ginjal dan meningkatkan produksi urin.pasien juga dianjurkan
segera berobat jika terdapat gejala kaki bertambah berat (edema),
kepala pusing, gerakan janin terasa berkurang dan mata makin kabur
2. Hipertensi berat dalam keadaan gawat, segera masuk rumah sakit,
istirahat dengan tirah baring ke satu sisi dalam suasana isolasi.
Pemberian obat-obatan untuk menghindari kejang (anti kejang),
antihipertensi, pemberian diuretik, pemberian infus dekstrosa 5%, dan
pemberian antasida.
3. Hipertensi kronis
Pengobatan untuk hipertensi kronis adalah di rumah sakit untuk
evaluasi menyeluruh, pemeriksaan laboratorium lengkap serta kultur,
pemeriksaan kardiovaskuler pulmonal (foto thorax, ekg, fungsi paru).
Penatalaksanaan terhadap hipertensi dalam kehamilan tersebut juga
dijelaskan oleh [ citation pur10 \l 1033 ] dan prawirohardjo (2013),
beberapa penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan diantaranya :
a. Anjurkan melakukan latihan isotonik dengan cukup istirahat dan
tirah baring.
b. Hindari kafein, merkok, dan alkohol.
c. Diet makanan yang sehat dan seimbang, yaitu dengan
mengkonsumsi makanan yang mengandung cukup protein, rendah
karbohidrat, garam secukupnya, dan rendah lemak
d. Menganjurkan agar ibu melakukan pemeriksaan secara teratur,
yaitu minimal 4 kali selama masa kehamilan. Tetapi pada ibu hamil
dengan hipertensi dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
kehamilan yang lebih sering, terutama selama trimester ketiga,
yaitu harus dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu selama 2 bulan
pertama trimester ketiga, dan kemudian menjadi sekali seminggu
pada bulan terakhir kehamilan.
e. Lakukan pengawasan terhadap kehidupan dan pertumbuhan janin
dengan usg.
f. Pembatasan aktivitas fisik.
g. Penggunaan obat- obatan anti hipertensi dalam kehamilan tidak
diharuskan, karena obat anti hipertensi yang biasa digunakan dapat
menurunkan perfusi plasenta dan memiliki efek yang merugikan
bagi janin. Tetapi pada hipertensi berat, obat-obatan diberikan
sebagai tindakan sementara. Terapi anti hipertensi dengan agen
farmakologi memiliki tujuan untuk mengurangi tekanan darah
perifer, mengurangi beban kerja ventrikel kiri, meningkatkan aliran
darah ke uterus dan sisitem ginjal serta mengurangi resiko cedera
serebrovaskular
H. Komplikasi
Purwaningsih & fatmawati (2010) dan mitayani (2011), menyebutkan
beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi dalam
kehamilan pada ibu dan janin. Pada ibu :
1. Eklampsia
2. Pre eklampsia berat
3. Solusio plasenta
4. Kelainan ginjal
5. Perdarahan subkapsula hepar
6. Kelainan pembekuan darah
7. Sindrom hellp (hemolisis, elevated, liver, enzymes, dan low platellet
count).
8. Ablasio retina. Pada janin :
a. Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus
b. Kelahiran premature
c. Asfiksia neonatorum
d. Kematian dalam uterus
e. Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi Dalam Kehamilan

A. Pengkajian
a. Anamnesa
Pengkajian pada pasien dengan kasus hipertensi dalam
kehamilan meliputi :
1. Identitas umum ibu, seperti: nama, tempat tanggal lahir/umur,
pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, dan alamat rumah
2. Data Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya ibu akan mengalami : sakit kepala di daerah frontal,
terasa sakit di ulu hati/ nyeri epigastrium, bisa terjadi gangguan
visus, mual dan muntah, tidak nafsu makan, bisa terjadi
gangguan serebral, bisa terjadi edema pada wajah dan
ekstermitas, tengkuk terasa berat, dan terjadi kenaikan berat
badan 1 kg/ minggu.
b) Riwayat kesehatan Dahulu :
Biasanya akan ditemukan riwayat: kemungkinan ibu menderita
penyakit hipertensi pada kehamilan sebelumnya, kemungkinan
ibu mempunyai riwayat preeklampsia dan eklampsia pada
kehamilan terdahulu, biasanya mudah terjadi pada ibu dengan
obesitas, ibu mungkin pernah menderita gagal ginjal kronis.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kemungkinan mempunyai riwayat kehamilan dengan
hipertensi dalam keluarga.
3. Riwayat Perkawinan Biasanya terjadi pada wanita yang menikah
di bawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun.
4. Riwayat Obstetri Biasanya hipertensi dalam kehamilan paling
sering terjadi pada ibu hamil primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion, dan molahidatidosa dan semakin semakin tuanya usia
kehamilan

b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum :
Biasanya ibu hamil dengan hipertensi akan mengalami
kelemahan. TD : Pada ibu hamil dengan hipertensi akan
ditemukan tekanan darah darah sistol diatas 140 mmhg dan
diastol diatas 90 mmhg.
2. Nadi :
Biasanya pada ibu hamil dengan hipertensi akan ditemukan
denyut nadi yang meningkat, bahkan pada ibu yang mengalami
eklampsia akan ditemukan nadi yang semakin cepat.
3. Nafas :
Biasanya pada ibu hamil dengan hipertensi akan ditemuksn nafas
pendek, dan pada ibu yang mengalami eklampsia akan terdengar
bunyi nafas yang berisik dan ngorok.
4. Suhu :
Ibu hamil yang mengalami hipertensi dalam kehamilan biasanya
tidak ada gangguan pada suhunya, tetapi jika ibu hamil tersebut
mengalami eklampsia maka akan terjadi peningkatan suhu.
5. BB :
Biasanya akan terjadi peningkatan berat badan lebih dari 0,5
kg/minggu, dan pada ibu hamil yang mengalami preeklampsia
akan terjadi peningkatan BB lebih dari 1 kg/minggu atau
sebanyak 3 kg dalam 1 bulan
6. Kepala : Biasanya ibu hamil akan ditemukan kepala yang
berketombe dan kurang bersih dan pada ibu hamil dengan
hipertensi akan mengalami sakit kepala.
7. Wajah :
Biasanya pada ibu hamil yang mengalami preklampsia/eklampsia
wajah tampak edema.
8. Mata : Biasanya ibu hamil dengan hipertensi akan ditemukan
konjungtivasub anemis, dan bisa juga ditemukan edema pada
palvebra. Pada ibu hamil yang mengalami preeklampsia atau
eklampsia biasanya akan terjadi gangguan penglihat yaitu
penglihatan kabur.
9. Hidung :
Biasanya pada ibu hamil tidak ditemukan gangguan
10. Bibir :
Biasanya akan ditemukan mukosa bibir lembab
11. Mulut :
Biasanya terjadi pembengkakan vaskuler pada gusi, menyebabkan
kondisi gusi menjadi hiperemik dan lunak, sehingga gusi bisa
mengalami pembengkakan dan perdarahan
12. Leher :
Biasanya akan ditemukan pembesaran pada kelenjer tiroid
13. Thorax :
a. Paru-paru :
Biasanya akan terjadi peningkatan respirasi, edema paru dan
napas pendek
b. Jantung :
Pada ibu hamil biasanya akan terjadi palpitasi jantung, pada
ibu yang mengalami hipertensi dalam kehamilan,khususnya
pada ibu yang mengalami preeklampsia beratakan terjadi
dekompensasi jantung.
14. Payudara :
Biasanya akan ditemukan payudara membesar, lebih padat dan
lebih keras, puting menonjol dan areola menghitam dan membesar
dari 3 cm menjadi 5 cm sampai 6 cm, permukaan pembuluh darah
menjadi lebih terlihat.
15. Abdomen :
Pada ibu hamil akan ditemukan umbilikus menonjol keluar, dan
membentuk suatu area berwarna gelap di dimding abdomen, serta
akanditemukan linea alba dan linea nigra. Pada ibu hamil dengan
hipertensi biasanya akan ditemukan nyeri pada daerah epigastrum,
dan akanterjadi anoreksia, mual dan muntah
16. Pemeriksaan janin :
Biasanya ibu hamil dengan hipertensi bisa terjadi bunnyi jantung
janin yang tidak teratur dan gerakan janin yang melemah.
17. Ekstermitas :
Pada ibu yang mengalami hipertensi dalam kehamilan bisa
ditemukan edema pada kaki dan tangan juga pada jari-jari. 17.
Sistem persarafan : Biasanya ibu hamil dengan hipertensi bisa
ditemukan hiper refleksia, klonus pada kaki
18. Genitourinaria :
Biasanya ibu hamil dengan hipertensi akan didapatkan oliguria dan
proteinuria, yaitu pada ibu hami dengan preeklampsia
c. Pemeriksaan Penunjang
Mitayani (2011), mengatakan beberapa pemeriksaan penunjang
hipertensi dalam kehamilan yang dapat dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
1) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%)
2) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
3) Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3
b) Urinalisis
Untuk menentukan apakah ibu hamil dengan hipertensi
tersebut mengalami proteinuria atau tidak. Biasanya pada ibu
hipertensi ringan tidak ditemukan protein dalam urin
c) Pemeriksaan fungsi hati
1) Bilirubin meningkat (N=< 1 mg/ dl)
2) LDH (Laktat dehidrogenase) meningkat)
3) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul.)
4) Serum glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat
(N: 15-45 u/ml).
5) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT)
meningkat (N: < 31 u/l).
6) Total protein serum normal (N: 6,7-8,7 g/dl). D) Tes kimia
darah Asam urat meningkat (N: 2,4-2,7 mg/ dl).
2. Radiologi
a) Ultrasonografi :
Bisa ditemukan retardasi pertumbuhan janin intrauterus,
pernapasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan
volume cairan ketuban sedikit
b) Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah
3. Data sosial ekonomi
Hipertensi pada ibu hamil biasanya lebih banyak terjadi pada
wanita dengan golongan ekonomi rendah, karena mereka kurang
mengonsumsi makanan yang mengandung protein dan juga
melakukan perawatan antenatal yang teratur.
4. Data Psikologis Biasanya ibu yang mengalami hipertensi dalam
kehamilan berada dalam kondisi yang labil dan mudah marah, ibu
merasa khawatir akan keadaan dirinya dan keadaan janin dalam
kandungannya, dia takut anaknya nanti lahir cacat ataupun
meninggal dunia, sehingga ia takut untuk melahirkan
[ CITATION Pra13 \l 1033 ]
B. Diagnosis keperawatan
Purwaningsih dan Fatmawati (2010); Reeder dkk (2011),
menyebutkan beberapa kemungkinan diagnosa yang terjadi pada ibu hamil
dengan hipertensi berdasarkan [ CITATION SDK17 \l 1033 ] diantaranya
adalah:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri
dan/atau vena
3. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbagan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
7. Resiko cedera pad ibu berhubungan dengan faktor risiko penyakit
penyerta
C. Rencana keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
Intervensi : Manajemen jalan napas
Tujuan: Pola Nafas membaik
Kriteria Hasil:
 Dispnea menurun
 Pengguanaan otot bantu menurun
 Pernapasan cuping hidung menurun
 Frekuensi nafas membaik
 Kedalaman napas membaik [ CITATION SLK19 \l 1033 ]
Tindakan:
a. Observasi
1) Monitor pola napas (frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
napas)
Rasional: untuk mengetahui pola napas terkait frekuensi,
irama, kedalaman dan upaya napas.
2) Monitor bunyi napas
Rasional: untuk mengetahui ada atau tidak bunyi napas
tambahan
3) Monitor adanya produksi sputum
Rasional: untuk mengetahui jumlah dan warna sputum
b. Terapeutik
1) Posisikan posisi semi fowler atau fowler
Rasional: pemberian dengan posisi semi fowler atau fowler
membantu pasien memaksimalkan ventilasi sehingga
kebutuhan oksigen terpenuhi melalui proses pernapasan
2) Berikan oksigen
Rasional: mengurangi sesak napas pada pasien
3) Berikan air hangat Rasional: penggunaan cairan hangat dapat
menurunkan spasme bronkus
c. Edukasi
1) Mengajarkan teknik batuk efektif, jika perlu
Rasional: untuk membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus dari
sekret atau benda asing di jalan nafas
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik Rasional:
untuk mengurangi bronkospasme dengan mobilisasi
sekret[ CITATION SIK18 \l 1033 ]

Intervesi 2: Pengaturan Posisi


Tindakan:
a. Observasi
1) Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah posisi
b. Terapeutik
1) Atur posisi yang disukai, jika tidak ada kontraindikasi
2) Atur posisi untuk mengurangi sesak (mis. Semi-fowlwer)
c. Edukasi
1) Informasikan saat akan dilakukan perubahan posisi
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum melakukan perubahan
posisi, jika perlu
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri dan/atau vena
Tujuan: Perfusi perifer efektif
Ktiteria Hasil:
 Nadi perifer meningkat
 Warna kulit pucat menurun
 Edema perifer menurun
 Pengisisan kapiler membaik
 Akral membaik
 Turgorkulit membaik
 Tekanan darah sistolik membaik
 Tekanan darah diastolik membaik
Intervensi: Perawatan Sirkulasi
Tindakan:
a. Observasi
1) Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler,
warna, dan suhu)
2) Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis. Siabetes, perokok,
orangtua, hipertensi dan kadar kolestrol tinggi)
3) Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstermitas
b. Terapeutik
1) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di daerah
keterbatasan perfusi
2) Hindari pengukuran tekanan darah didaerah ektermitas dengan
keterbatasan perfusi
3) Hindari penekanan dan pemasangan tourniqet pada daerah cedera
4) Lakukan pencegahan infeksi
5) Lakukan perawatan kaki dan kuku
6) Lakukan hidrasi
c. Edukasi
1) Anjurkan berhenti merokok
2) Anjurkan berolahraga rutin
3) Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
4) Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah dan kolestrol, jika
perlu
5) Anjurkan melakukan perawtan kulit yang tepat
6) Ajurkan program rehabilitasi vaskuler
7) Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
8) Informasikasn tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


Tujuan : Tingkat nyeri menurun
Kriteria hasil:
 Mengeluh nyeri menurun
 Meringis mmenurun
 Sikap protektif menurun
 Kesulitan tidur menurun
 Frekuensi nadi membaik
 Pola nafas membaik
 Tekanan darah membaik
Intervensi: Manajemen Nyeri:
Tindakan:
a. Observasi
1) Identifikasi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Rasional: Mengetahui lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan intensitas nyeri pasien
2) Identifikasi skala nyeri.
Rasional: untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
Rasional: untuk mengetahui dan melihat respon nyeri non verbal pada
pasien
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan yang memperingan nyeri
Rasional: untuk mengetahui faktor yang memperberat dan yang
memperingan nyeri pada pasien
b. Teraputik
1) Berikan tehnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis :
TENS, hypnosis,akupresur,terapi music, biofeedback, terapi pijat,aroma
therapy,tehnik imanjinasi terbimbing,kompres hangat atau dingin)
Rasional: pemilihan teknik non farmakologis yang tepat dapat
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan ,kebisingan, pencahayaan) Rasional: Mengurangi resiko factor
yang dapat memperberat nyeri
3) Fasilitasi istirahat dan tidur Rasional: Mengalihkan dan memenuhi
kebutuhan istirahat pasien
c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri.
Rasional: Memberikan pemahaman tentang penyebab dan pemicu
terjadinya nyeri
2) Jelaskan strategi meredahkan nyeri
Rasional: Agar pasien mengerti dan melakukan strategi meredahkan
nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
Rasional: Agar pasien dapat mengontrol dan mengungkapkan nyeri
yang dirasakan
4) Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Rasional: Meringankan dan menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan
oleh pasien
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi penggunaan analgetik jika perlu. Rasional:
Mengurangi/menghilangkan rasa nyeri yang dirasakan pasien
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbagan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
Tujuan: Toleransi Aktivitas meningkat
Kriteria Hasil:
 Frekuensi nadi membaik
 Saturasi oksigen meningkat
 Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari memingkat
Intervensi: Manajemen Energi
Tindakan:

a. Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan tidak kenyamanan selama melakukan aktivitas
b. Terapeutik
1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
kunjungan)
2) Lakukan latihan gerak rentang pasif dan/ atau aktif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangka
4) Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
c. Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
Intervensi 2: Terapi Aktifitas
Tindakan:
a. Observasi
1) Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
2) Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
3) Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
b. Terapeutik
1) Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten
sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan social
2) Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
3) Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas yang dipilih Libatkan kelarga dalam
aktivitas, jika perlu
4) Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
c. Edukasi
1) Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi dan kesehatan
2) Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
3) Anjurkan keluarga untuk member penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika sesuai
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Tujuan: Tingkat Ansiestas menurun
Kriteria Hasil:
 Perilaku gelisah menurun
 Verbalisasi khawatir terhadap kondisi yang dihadapi
 Perilaku tegang menurun
 Keluhan pusing menurun
 Tekanan darah menurun
 Pola tidur membaik
Intervensi: Reduksi Ansietas:
Tindakan:
a. Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor)
Rasional: Mengetahui tingkat ansietas berubah pada kondisi, waktu dan
stressor
2) Monitor tanda-tanda ansietas Rasional: Dapat membantu pasien untuk
mencegah terjadinya ansietas.
b. Terapeutik
1) Dengarkan dengan penuh perhatian
Rasional: Memdengarkan seksama keluhan pasien dapat mengurangi
ansietas.
2) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan Rasional:
Perasaan pasien akan berfikir positif jika diberikan motivasi.
c. Edukasi
1) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
Rasional: Agar pasien tidak merasa tidak diperhatikan dan pasien merasa
nyaman.
2) Latih tekhnik relaksasi
Rasional: Mengurangi tingkat kecemasan dan membuat rileks.
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian terapi antiansietas.
Rasional: Mengurangi perasaan cemas pada pasien
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Tujuan : Tingkat penegetahuan meningkat
Intervensi: Edukasi Kesehatan
Tindakan:
a. Observasi
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) Identifikasi faktor-faktor yang meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku bersih dan sehat
b. Terapeutik
1) Sediakan meteri dan media pendidikan kesehatan
2) Jadwal pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3) Beri kesempatan untuk bertanya
c. Edukasi
1) Jelaskan faktor resiko yang mempengaruhi kesehatan
2) Ajarka perilaku hidup bersih dan sehat
3) Ajaerkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat.
7. Resiko cedera pada ibu berhubungan dengan faktor risiko penyakit
penyerta
Tujuan: Tingkat cedera menurun
Kriteria hasil:
 Kejadian cedera menurun
 Toleransi aktivitas meningkat
 Tekanan darah membaik
 Frekuensi nadi membaik
 Frekuensi nafas membaik Intervensi: perawaan kehamilan risiko tinggi
Tindakan:
a. Obsevasi
1) Identifikasi faktor risiko (mis. Diabetes, hipertensi, lupus eritmatosus,
herpes, hepatitis, HIV, epilepsy)
2) Identifikasi riwayat obstetric (mis.prematutitas, postmaturitas,
preeklamsi, kehamilan multifetal, pertumbuhan intrauteri, abrupsi,
plasenta previa, sensilitas Rh. Ketuban pecah dini, dan riwayat genetic
keluarga lainnya)
b. Terapeutik
1) Damping ibu saat cemas
c. Edukasi
1) Anjurkan ibu melakukan perawatan diri untuk meningkatkan kesehatan
2) Ajarkan mengenali tanda bahaya ( perndarahan vagina merah terang,
perubahan cairan ketuban, mengenali gerakan janin, kontraksi sebelum
37 minggu, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastric,
penambahan BB yang cepat dengan edema wajah)
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan spesialis jika ditemukantanda dan bahaya kehamilan

D. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan yang
dilakukan secara langsung kepada pasien. Kemampuan yang harus dimiliki
perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif,
kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling
membantu, kemampuan tekhnik psikomotor, kemampuan melakukan observasi
sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan
advokasi dan evaluasi. Tahap pelaksanaan keperawatan meliputi: fase
persiapan (preparation), tindakan dan dokumentasi
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
keluarga. Evaluasi bertujuan untuk melihat kemampuan keluarga dalam
mencapai tujuan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencanan keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif
ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni
Subjektif (data berupa pemeriksaan), Analisa data (perbandingan data
dengan teori), dan Planning (perencanaan).
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan
menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.
Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan
wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon pasien dan keluarga
terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA

Johnson. (2014). Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Rapha Publishing.


Manuaba, C., & dkk. (2013). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi & Obstetri
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.
Mitayani. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba
Medika.
Prawihardjo, S. (2013). Ilmu kebidanan. Jakarta: PT BIna Pustaka.
Purwaningsih, W., & Fatmawati. (2010). Asuhan Keperawatan Maternitas.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Reeder, J. S. (2011). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi, &
Keluarga. Jakarta: EGC.
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.
SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Tim Pokja DPP PPNI.
SLKI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim
Pokja DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai