Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MATA KULIAH KMB II

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH

CIDERA KEPALA /TRAUMA KEPALA

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2

1. ANISA FERIZA[1810073130706]
2. DESY SAFITRI[181007313012]
3. GUSMETIA WULANADARI[1810073130721]
4. HERLINA[1810073130722]
5. MECI TRIMONIKA P[1810073130729]30]
6. MELATI[1810073130730]
7. RANDI MARTA[1810073130737]
8. RUDI SURYANTO[1810073130742]
9. WENI ANGGRAINI[1810073130752]
10. WULANDARI[1810073130753]

DOSEN PEMBIMBING :Ns.SARI SETIARINI.M.Kep

AKADEMI KEPERAWATAN BAITURRAHMAH

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-
Nya. Hanya dengan karunia-Nya penulisan makalah ini yang berjudul Cedera Kepala/trauma
kepala dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Ada beberapa kendala yang menghambat
terselesainya makalah ini diantaranya keterbatasan pengetahuan serta sumber yang penulis
miliki.

Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya
bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ns.Sari Setiarini.M.Kep sebagai dosen pembimbing mata kuliah KMB II.

2. Teman-teman kelompok 2 yang telah mendukung pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga tugas makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Padang,November 2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………..
KATA PENGANTAR………………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………
I.1 Latar Belakang……………………………………………………
I.2 Rumusan Masalah…………………………………………………
I.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………..
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………..
II.1.Pengertian Cedera Kepala………………………………………….
II.2 Anatomi dan Fisiologi Cedera Kepala……………………………..
II.3 Klasifikasi Cedera Kepala………………………………………….
II.4 Etiologi Cedera Kepala…………………………………………….
II.5 Patofisiologi Cedera Kepala………………………………………..
II.6 Pathway Cedera Kepala……………………………………………
II.7 Manifestasi Klinis Cedera Kepala………………………………….
II.8 Pemeriksaan penunjang Cedera Kepala……………………………
II.9 Penatalaksanaan Cedera Kepala…………………………………….
II.10 Komplikasi Cedera Kepala………………………………………
II.11 Mencegahan Cedera Kepala………………………………………
BAB III Asuhan Keperawatan Cedera Kepala………………………………
III.1 Pengkajian …………………………………………………………..
III.2 Diagnosa Keperawatan………………………………………………
III.3 Intervensi Keperawatan………………………………………………
BAB IV Penutup…………………………………………………………………
IV.1 Kesimpulan……………………………………………………………
IV.2 Saran…………………………………………………………………..
IV.3 Jawaban dan pertanyaan………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan utama pada
kelompok produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Diperkirakan
100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup
berat yang memerlukan perawatn di rumah sakit, dua pertiga berusia di bawah 30 tahun
dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari setengah
pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pengguna
kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk
menjaga keselamatan di jalan raya. Di samping penerangan di lokasi kejadian dan selama
transportasi ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.Lebih dari 50% kematian
disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih
dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia dan
lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping
kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat
kekerasan.Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif-non konginetal
yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan kepala mengalami
gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau permanen. Trauma kepala
dapat menyebabkan kematian/ kelumpuhan pada usia dini.
 Menurut penelitian nasional Amerika, di bagian kegawatdaruratan menunjukkan
bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma pada anak-anak adalah karena
jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda keras.Penyebab cedera kepala
pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan terbentur,
selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala karena trauma kemudian menurun pada
usia dewasa; kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan yang sebelumnya merupakan
etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45 tahun.
I.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari cedera kepala?
b. Apa anatomi dan fisiologi cedera kepala?
c. Berapa klasifikasi dari cedera kepala?
d. Bagaimana etiologi dari cedera kepala?
e. Bagaimana patofisiologi cedera kepala?
f. Apa-apa jenis cedera kepala?
g. Bagaimana woc cedera kepala?
h. Bagaimana manifestasi klinis dari cedera kepala?
i. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan cedera kepala?
j. Bagaimana penatalaksanaancedera kepala?
k. Bagaimana komplikasi cedera kepala?
l. Bagaimana pencegahancedera kepala?
A. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian cedera kepala.
b. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi cedera kepala.
c. Untuk mengetahui klasifikasi cedera kepala.
d. Untuk mengetahui etiologi cedera kepala.
e. Untuk mengetahui patofisiologi cedera kepala.
f. Untuk mengetahui jenis-jenis cedera kepala.
g. Untuk mengetahui woc cedera kepala.
h. Untuk mengetahui manifestasi klinis cedera kepala.
i. Untuk mengetahui pemeriksaaan penunjang cedera kepala.
j. Untuk mengetahui penatalaksanaan cedera kepala.
k. Untuk mengetahui komplikasi cedera kepala.
l. Untuk mengetahui pencegahan cedera kepala.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Cedera Kepala

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak
(muttaqin,2008). Cedera kapala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak(Smeltzer &Bare 2001).

Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak
langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak,
robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan
neurologis.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping
penanganan di lokasi kejadian dan selama transpotasi korban kerumah sakit, penilaian dan
tindakan awal di ruan gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis
selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis
harus dilakukan secara serentak.Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan
terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedara kepala menjadi ringan segera di
tentukan saat pasien tiba di rumah sakit.
Trauma atau cedera kepala juga di kenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi
normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis
terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragik,
serta edema serebral di sekitar jaringan otak.
Cedera kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah gangguan fungsi otak normal
karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Defisit neurologis terjadi karena robeknya
substansia alba, iskemia dan pengaruh masa karena hemoragi, serta edema serebral disekitar
jaringan otak. Jenis-jenis cedera otak meliputi komosio, kontusio serebri, kontusio batang
otak, hematoma epidural, hematoma subdural, dan fraktur tengkorak.
II.2.Anatomi Kepala
1. Kulit kepala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh- pembuluh
ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang
banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala
sampai dalam tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi,
atau avulasi.
2. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur
tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur
calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan
kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak
rusak).Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar
(tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia
meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat
menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.
3. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter areknol dan diameter.
- Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel
ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan
sempurna. Fungsi durameter :
1. Melindungi otak.
2 Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja
tanpa jaringan vaskuler ).
3. Membentuk periosteum tabula interna.
- Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura.
Diantara durameter dan arachnoid terdaptr ruang subdural yang merupakan ruangan
potensial. Pendarahan sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas
untuk seluas valks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural
mempunyai sedikit jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma
kepala.
- Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus,
masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain
hanya menjembatani sulkus.
4. Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma
kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1. Efek langsung trauma pada fungsi otak, 2. Efek-
efek lanjutan dari sel-sel otakyang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium terbuka,
fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan keadaan
yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak. Otak dapat mengalami
pembengkakan (edema cerebri) dank arena tengkorak merupakan ruangan yang tertutup
rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak
(peninggian tekanan tekanan intra cranial).
5. Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah
intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan
normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang
kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2
tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa
Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam
tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada
volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik.
Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang
otak) yang berakibat kematian.

II.3.Klasifikasi Cedera Kepala


Klasifikasi cedera kepala yang terjadi melalui dua cara yaitu efek langsung trauma pada
fungsi otak (cedera primer) dan efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi terhadap
trauma (cedera sekunder).
1. Cedera primer
Cedera primer, terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan
otak, lasetasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
2. Cedera sekunder
Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau
tidak ada pada area cedera.Konsekuensinya meliputi hyperemia (peningkatan volume
darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial .
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,
hiperkarbia dan hipotensi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale (GCS) nya,
yaitu:
a. Ringan
1. GCS = 13 – 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1. GCS = 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1. GCS = 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

II.4.Etiologi Cedera Kepala


Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu jenis
kekerasan benda tumpul dan benda tajam.Benda tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, pukulan benda tumpul,
Sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.
Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala terbanyak adalah
45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10% kecelakaan dalam
pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat diserang atau di pukul.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan sepeda
motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor tidak
menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh helm sudah
terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung kepala
dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.
II.5.Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera
otak primer dan cedera otak sekunder.Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat
atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena
mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan
kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh,
dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan
pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari
proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cedera kepala
terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan
adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh
darah. Karena perdarahan yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan
dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain,
2009).
II.6 Jenis-Jenis Cedera Kepala
1. Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan tenaga
benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak. 2
bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh pemberian
kekuatan yang amat berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur tengkorak
seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup serius karena
les dapat keluar melalui fraktur ini.
2.  Cedera otak dan gegar otak
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan
oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan
suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat
pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya
beberapa menit saja dan keruskan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah yang
menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran
pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang
konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat.
Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio, laserasi dan hemoragi.
3.Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio
umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama
beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan
amnesia atau disonentasi.
4. Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan
adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari
post truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas
(45%).
5. Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )
Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara
tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang
menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda
diantara dura dan tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi
karena arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak.
6.  Hemotoma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering disebabkan
oleh truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan dengan serius dan
aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya
pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau
kronik.
 hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi
kontusio atau lasersi.
 Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai pada
pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.
 Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada lansia.
7.  Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid dengan
diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering
kali bersifat kronik.
8. Hemorasi infracerebral.
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih pada
parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan
deseterasi yang tiba-tiba.
II.7.Pathway
II.8.Manifestasi Klinis

Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama
setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau hahkan koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, perubahan
TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit
kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya
penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka, fraktur
tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.

II.9.Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
2. Angiografi cerebral
Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan intrakranial
hematoma.
3. CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema kontosio dan
pergeseran tulang tengkorak.
4. Pemeriksaan darah dan urine.
5. Pemeriksaan MRI
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi
penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

II.10.Penatalaksaanan
Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu :
1. Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airways-Brething-
Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia, akan cenderung memper-hebat
peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada kesempatan pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-
gangguan di bagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata, motorik, verbal, pemeriksaan pupil,
refleks okulor sefalik dan reflel okuloves tubuler. Penilaian neurologis kurang
bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok).
5. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang dan natrium bikarbonat.
6. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi, komputer otak, angiografi
serebral, dan lainnya.
Penanganan non medis pada cedera kepala, yaitu:
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40% atau
gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob
diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer dan survei
sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain
airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan
resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala beratsurvei
primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis
otak.

II.11.Komplikasi
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma
intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala
adalah;
1.Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal dari
gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi
akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam
keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat
untuk mencoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut
nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin
meningkat. Hipotensi akan memburuk keadaan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling
sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg pada penderita
kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah
dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah
akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
2.Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.Perawat
harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel
lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga
peralatan penghisap.Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut.Salah satunya
tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan
obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara
intavena.Hati-hati terhadap efek pada sistem pernafasan, pantau selama pemberian
diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
3.Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak
basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga CSS akan
keluar. Area drainase tidak boLeh dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan
steril di bawah hidung atau telinga.Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau
telinga.
4.Hipoksia
5.Gangguan mobilitas
6.Hidrosefalus
7.Oedem otak
8.Dipnea

II.12.Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya kecelakaan
lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera seperti
pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang dirancang
untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan
pemberian pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh tercepat pada
kasus cedera.Untuk menghindari gangguan tersebut penanganan masalah airway menjadi
prioritas utama dari masalah yang lainnya.Beberapa kematian karena masalah airway
disebabkan oleh karena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh
karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup
lidah penderita sendiri.Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi
untuk terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan
jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga
menutupi aliran udara ke dalam paru.Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya
yang mengancam airway.
2.Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatanadalah
membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan
membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.
3.Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang berdarah
sehingga pembuluh darah tertutup.Kepala dapat dibalut dengan ikatan yang kuat.Bila ada
syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infus dan bila perlu dilanjutkan dengan
pemberian transfusi darah.Syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan banyak
darah.
c.Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat,
penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk
mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup.Pencegahan tertier ini penting
untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan
dukungan psikologis bagi penderita.Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala
akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi
psikologis dan sosial.
1. Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada lengan atas dan
bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan caliper.
c. Transplantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tamadimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya dan
memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya.Ancaman kerusakan atas
kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial serta seksual
yang semuanya memerlukan semangat hidup.
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda, perubahan paling
sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita tidak ketergantungan
terhadap bantuan orang lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan masyarakat).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA

II.1.Pengkajian
1.Identitas klien biasanya meliputi: nama,umur ,jenis kelamin, pendidikan, alamat, golongan
darah,status perkawinan,pekerjaan, tgl masuk, tgl didata, diagnosa medis, dan identitas
penanggung jawab.
2.Kesehatan sekarang
a) Keluhan utama : biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada kepala
dan pusing
b) Kesehatan sekarang :kemungkinan klien dirawat di rumah sakit dengan keluhan
pusing,kehilangan kesadaran beberapa saat, kehilangan keseimbangan,lelah,sulit tidur,
mual dan juga muntah.
c) Kesehatan dahulu: kemungkinan klien pernah di rawat di rumah sakit but tidak dengan
penyakit yang sama dengan sekarang.
d) Kesehatan keluarga: kemungkinan anggota keluarga klien tidak ada yang menderita
penyakit yang sama dengan klien
3.Data psikologis :biasanya klien merasa cemas dengan penyakitnya yang dialami sekarang.
4.Data sosial & ekonomi :kemungkinan hubungan klien ,keluarga dan juga linkungan sekitar
baik dan selama dirawat di RS biaya pengobatan klien ditanggung oleh bpjs.
5.Data biologis :
a. Makan dan minum: biasanya makan klien terganggu karena klien mual dan muntah
b. Bab/Bak: biasanya bab klien terganggu karena kurang asupan nutrisi
c. Isrirahat dan tidur: biasanya terganggu karena klien merasa pusing pada kepala
d. Pola hygiene:biasanya klien selama di rawat di rs ada mandi
6.Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi:
Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,ataksik), nafas
berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif(kemungkinan karena aspirasi).
b. Kardiovaskuler:
Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c.Kemampuan komunikasi:
Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf
hipoglosus dan saraf fasialis.
d.Aktivitas/istirahat
S:Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O:Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah dalamberjalan
(ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
e.Sirkulasi
O:Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi),perubahan frekuensi jantung
nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.
f.Neurosensori
S:Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan pendengar-an, perubahan
penglihatan, diplopia, gangguanpengecapan/pembauan.
O:Perubahan kesadaran, koma. Perubahan status mental (orientasi,kewas-padaan, atensi
dan konsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan,
pengecapan dan pembauan serta pendengaran.Postur (dekortisasi, desebrasi),
kejang.Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
g.Nyeri/Keyamanan
S:Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda.
O:Wajah menyeringai, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat,
gelisah.

B.Diagnosa Keperawatan(SDKI)
1. Nyeri akut b/d agen pecidera fisik
2 Resiko cedera b/d kejang
3.Gannguan mobilitas fisik b/d gangguan kognitif

C.Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi (SIKI)
Keperawatan hasil (SIKI)
1 Nyeri akut b/d Tinkat nyeri (SLKI:145) Manajemen nyeri(SIKI:202)
agen pecidera Tindakan
Ekspektasi : menurun
fisik Obserpasi
Kriteria hasil :  identifikasi
 Keluhan nyeri lokasi,karakteristik,durasi,fr
berkurang ekuensi,kualitas.intensitas
 Klien tidak meringis nyeri
 Klienn gelisah  identifikasi skala nyeri
berkurang  identifikasi respon nyeri
 Kesulitan tidur klien non verbal
 Identifikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Control lingkungan yang
memperberat nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab dan
periode pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan monitor nyeri
secara mandarin
Kolaborasi
 Kolaborasi pemperian
analgetik, jika perlu

2. Resiko cedera b/d Tinkat cedera Pencegahan cedera


kejang ( SLKI:135) Tindakan
(SDKI:294) Ekspektasi : menurun Observasi
Kriteria hasil:  identifikasi area linkungan
 toleransi aktifitas yang berpotensi
 kejadian cidera menyebabkan cidera
menurun  identifikasi obat yang
 tidak ada luka atau berpotensi menyebab kan
lecet cidera
 tidak terjadinya Terapeutik
fraktur  sediakan pencahayaan yang
memadai
 gunakan lampu tidur selama
jam tidur
 sediakan alas kaki antislip
 Edukasi
 jelakan alasan intevensi
pencegahan jatuh kepada
pasien dan keluarga

3. Gannguan Mobilitas fisik Dukungan ambulasi(SIKI:22)


mobilitas fisik b/d (SLKI:65) Tindakan
gangguan kognitif Ekspektasi : meningkat Observasi
( SDKI:124) Kriteria hasil:  identifikasi adanya nyeri
 Penggerakan dan keluhan fisik lainnya
ekstremitas membaik  identifikasi toleransi fisik
 Pergerakan otot melakukan ambulasi
membaik  monitor kondisi umum
selama melakukan ambulasi
 Dapat melakukan Terapeutik
ROM dengan baik  fasilitasi aktifitas ambulasi
dengan alat bantu
 fasilitasi melakukan
aktifitas fisik
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 anjurkan melakukan
ambulasi dini
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara hasil CT Scan
dengan nilai GCS pada pasien cedera kepala. Dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh efek
buruk cedera kepala karena melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Pengaruh
secara langsung terjadi beberapa saat setelah trauma terjadi sedangkan trauma secara
tidak langsung merupakan cedera otak sekunder yang bisa terjadi beberapa jam setelah
kejadian bahkan beberapa hari setelah penderita terpapar trauma. Cedera otak sekunder
terjadi karena perubahan aliran darah ke otak dan juga terjadi peningkatan tekanan
intrakranial karena meningkatnya volume isi kepala. Kedua mekanisme tersebut
memperberat cedera otak yang sudah ada.Cedera otak bisa menimbulkan dampak fisik,
kognitif, emosi dan sosial. Prognosis cedera otak bisa sangat bervariasi dari mulai sembuh
total sampai cacat menetap bahkan kematian.
B. Saran

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis
dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

C. PERTANYAAN DAN JAWABAN DISKUSI KELOMPOK

Pertanyaan dan jawaban :

1) Pertanyaan Buk Sari

Kenapa trauma kepala bisa sesak nafas?

Jawab: (fitri)

Karena pasien dari trauma kepala bias mengalami penurunan kesadaran hingga menjadi
apatis dan meningkatnya metabolisme tubuh sehingga klien biasa sesak nafas. Selain itu juga
peningkatan tik juga dapat menyebabkan terjadimya penurunan kesadaran dan aliran darah
otak menurun. Jika aliran darah otak menurun maka akan terjadi hipoksia yg menyebabakan
disfungsi selebral sehingga koordinasi motorik terganggu. Disamping itu hipoksia juga dapat
menyebabkan terjadinya sesak nafas.
2) Pertanyaan kelompok 1 (Uci ulandari)

Apa yg menyebabkan orang yg mengalami cidera kepala mengalamai sulit tidur?

Jawab: (rudi)

Karena benturan dikepala atau ada pembengkakan dikepala terjadi nyeri pada bagian kepala
sehingga klien mengalami sulit tidur.

3) Pertanyaan kelompok 3 (Anim)

Kita sebagai seorang perawat , bagaimana penangana pertama yg kita lakukan jika ada
orang yg kecelakaan dan mengalami trauma kepela dan adanya TIK mengakibatkan muncret
muntahnya, apakah sama dengan muntah yg disebabkan oleh trauma kepala?

Jawab: (weni)

Rangkaian pertolongan peretama untuk cidera kepala:

- Cek kesadaran : cek jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi nadi
(circulation).

- Stabilkan posisi kepala dan leher: apabila masih bernafas dan detak jantungnya msih
normal,

- tetapi kehilangan kesadaran kamu bisa menstabilkan posisi kepala dan leher
menggunaan tangan sebagai alas

- Menghentikan pendarahan; tekan titik pendarah dengan kain bersih

- Jangan sesekali menekan tulang tengkorak yg retak

- Mencegah agar tidak muntah

- Mengompres dengan es

Pada keadaan tertentu guncangan pada otak minsal terkena pukulan hantaman benda tumpul
atau terbentur bias meningkatkan tekanan di dlam kepala dalm tim medis disebut TIK
(Tekanan Intra Carnial. Dimana hal ini bias menyebabakan kepala berat, pusing, mual dan
muntah. Muntah yg disebabkan oleh trauma kepala dan adanya TIK sama.
4) Pertanyaan kelompok 4 (Vita)

Bagaimana cara kita sebagai seorang perawat untuk mengatasi efek pada hematoma
infracerebral?

Jawab: (ulan)

Hematoma infracerebral adalah kondisi ketika terjadi kebocoran pada pembuluh darah yg
menyuplai jaringan otak dan pendarahan otothematoma infracerebral bias menyebar hingga
keruang venrikel otot dan menyebabkan pembengkakan otak.

Sebagai seorang perawat untuk mengatasi efek pd hematoma infracerebral, yaitu:

- Menyuruh klien untuk tidak merikok dan memakai obat-obatan

- Harus menjaga tekanan darah dalam rentang normal

- Menjaga gula darah agar tetap terkendali jika klien menderita diabetes

- Menyuruh klien untuk memeperhatikan gaya hidup sehat

5) Pertanyaan kelompok 5 (ezri)

Bagaimana cara mengetahui geger otak pada orang yang pernah ada riwayat jatuh dari kecil?

Jawab: (annisa feriza)

Gegar otak merupakan cedera otak traumatis yg biasanya terjadi ketika benturan pada
kepala. Gegar otak juga bias terjadi karena terjatuh, penganiayaan fisik, tabrakan saat
manaiki kendaraan, bersepeda, atau ketika berjalan kaki serta cedera karena olahraga. Dan
untuk mengetahui gegar otak juga bias di lakukan dengan cara menjalani pemeriksaan CT
Scan dan MRI. Bertujuan untuk melihat kondisi otak dan tanda-tanda cidera otak yg serius.

- Memeriksa tanda-tanda saat kejadian

1).periksa apakah korban tidk sadarkan diri

2).Perhatikan apakah korban mngucapkan kata dengan cadel

/tidak jelas

3)Periksa apakah korban terlihat bingun atau tidak igat dengan apa yg terjadi

4)perhatikan apakah korban meraa mual dan muntah

5)periksa apakah keseimbangan atau koordinasi korban terganggu

6) tanyakan apakah dia menderita sakit kepala, penglihatan kabur, atau pusing

7) awasi korban dg sasksama selama 3 hingga 4 jam


DAFTAR PUSTAKA

 http://eprints.ums.ac.id/22036/2/04._BAB_I.pdf. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016


pukul 11.47 WIB

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/4/Chapter%20I.pdf.Diakses
pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.48 WIB

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama-5391-2-
babii.pdf. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.50 WIB

https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/05/cedera_kepala_files_of_drsmed_fkur.
pdf. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.54 WIB

Kozier, Berman dan Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.
Jakarta: EGC
Sylvia, Price dan Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, dan Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Alih
bahasa: Kuncara. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Anda mungkin juga menyukai