DISFAGIA
PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
Disusun Oleh:
Nama: RIKA AYU PARWATI
NIM: 18631718
A. PENGERTIAN DISFAGIA
Disfagia adalah kesulitan dalam menelan cairan dan atau makanan yang
disebabkan karena adanya gangguan pada proses menelan (Werner, 2005). Disfagia
adalah kesulitan menelan. Seseorang dapat mengalami kesulitan menggerakkan
makanan dari bagian atas tenggorokan ke dalam kerongkongan karena adanya
kelainan di tenggorokan.
B. ETIOLOGI
Disfagia sering disebabkan oleh penyakit otot dan neurologis. Penyakit ini
adalah gangguan peredaran darah otak (stroke, penyakit serebrovaskuler), miastenia
gravis, distrofi otot, dan poliomyelitis bulbaris. Keadaan ini memicu peningkatan
resiko tersedak minuman atau makanan yang tersangkut dalam trakea atau bronkus
(Price, 2006).
Disfagia esophageal mungkin dapat bersifat obstruktif atau disebabkan oleh
motorik. Penyebab obstruksi adalah striktura esophagus dan tumor-tumor ekstrinsik
atau instrinsik esofagus, yang mengakibatkan penyempitan lumen. Penyebab disfagia
dapat disebabkan oleh berkurangnya, tidak adanya, atau terganggunya peristaltik atau
disfungsi sfingter bagian atas atau bawah. Gangguan yang sering menimbulkan
disfagia adalah akalasia, scleroderma, dan spasme esophagus difus (Price, 2006).
Harrison (1999) membagi disfagia menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut:
1. Disfagia Mekanis yaitu: 1) luminal penyebab disfagia mekanis pada bagian luminal
adalah bolus yang besar atau benda asing, 2) penyempitan intrinsik Penyempitan
instrinsik dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) keadaan inflamasi yang
menyebabkan pembengkakan seperti stomatitis, faringitis,epiglotti, esofangitis, 2)
selaput dan cincin dapat dijumpai pada faring (sindroma pulmer, vinson), esophagus
(congenital, inflamasi), cincin mukosa esophagus distal, 3) striktur benigna seperti
ditimbulkan oleh bahan kaustik dan pil, inflamasi, iskemia, pasca operasi, congenital
4) tumor-tumor malignan, karsinoma primer, karsinoma metastasik, tumor-tumor
benigna, leiomioma, limpoma, angioma, polip fibroid inflamatorik, papiloma epitel.
3) kompresi ekstrinsik yaitu Kompresi ekstrinsik dapat disebabkan oleh spondilitis
servikalis, osteofit veterbra, abses dan massa retrofaring, tumor pankreas, hematoma
dan fibrosis.
2. Disfagia Motorik terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1) kesulitan dalam memulai reflek
menelan adalah kesulitan dalam memulai reflek menelan disebabkan oleh lesi oral
dan paralisis lidah, anesthesia orofaring, penurunan produksi saliva, dan lesi pada
pusat menelan, 2) kelainan pada otot lurik yaitu kelainan pada otot lurik disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu: 1) kelemahan otot (paralisis bulbar, neuromuskuler, kelainan
otot) 2) kontraksi dengan awitan stimultan atau gangguan inhibisi deglutisi (faring
dan esophagus, sfingther esophagus bagian atas), 3) kelainan pada otot polos
esophagus yaitu Kelainan pada otot polos esofagus dapat disebabkan oleh beberapa
hal, yaitu: 1) paralisis otot esophagus yang menyebabkan kontraksi yang lemah, 2)
kontraksi dengan awitan simultan atau gangguan inhibisi deglutis, 3) kelainan sfingter
esophagus bagian bawah.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari disfagia dapat dilihat dengan adanya gangguan pada
neurogenik mengeluh bahwa cairan lebih mungkin menyebabkan tersedak daripada
makanan padat atau setengah padat. Batuk dan regurgitasi nasal menunjukkan
kelemahan otot-otot palatum atau faring bagian atas. Cemas, bicara lambat, saliva
banyak, dan sulit mengunyah. Sedangkan aspirasi sering terjadi pada gangguan
neurologik (Squires, 2006).
Gejala gangguan menelan bervariasi dari yang paling ringan seperti rasa tidak
nyaman di kerongkongan hingga tidak mampu menelan makanan dan cairan. Tanda
dan gejala disfagia lain meliputi tidak mampu menahan air liur, kesulitan mengunyah,
makanan tertahan di mulut, memerlukan waktu lama saat menelan, batuk, tersedak,
suara serak, makanan melekat di kerongkongan, berat badan menurun, rasa panas di
dada atau heart burn, keluar makanan dari hidung, dan aspirasi pneumonia (Finestone
& Finestone, 2003). Bentuk disfagia pada proses menelan :
1. Fase Oral Kelemahan otot menelan pada fase oral dapat berupa kelemahan
otot lidah, buruknya koordinasi bibir, pipi, dan lidah, yang menyebabkan
terkumpulnya makanan dalam mulut atau masuknya bolus ke faring sebelum
menelan yang dapat menyebabkan aspirasi. Gangguan pada fase oral ini juga
dapat berupa gangguan inisiasi menelan oleh karena perubahan status mental
dan kognitif, yang berisiko terjadi pengumpulan bolus makanan di rongga
mulut dan risiko terjadi aspirasi.
2. Fase Faringeal Pada fase ini, dapat terjadi disfungsi palatum mole dan faring
superior yang menyebabkan makanan atau cairan refluks ke nasofaring. Dapat
juga terjadi berkurangnya elevasi laring dan faring sehingga meningkatkan
risiko aspirasi. Gangguan lain adalah terjadi kelemahan otot konstriktor faring
yang menyebabkan pengumpulan bolus di valekula dan sinus piriformis yang
berisiko terjadi aspirasi, atau dapat juga terjadi gangguan pada otot krikofaring
yang akan mengganggu koordinasi proses menelan.
3. Fase Esofagus Kelainan yang mungkin terjadi pada fase ini adalah kelainan
dinding esofagus atau kelemahan peristaltik esofagus.
D. PATOFISIOLOGI
Klasifikasi Disfagia. Disfagia diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu
Disfagia orofaring (atau transfer dysphagia) dan disfagia esofagus.
1. Disfagia orofaring
Disfagia orofaring timbul dari kelainan di rongga mulut, faring, dan esofagus,
dapat disebabkan oleh stroke, penyakit Parkinson, kelainan neurologis,
oculopharyngeal muscular dystrophy, menurunnya aliran air liur, xerostomia, masalah
gigi, kelainan mukosa oral, obstruksi mekanik (keganasan, osteofi, meningkatnya
tonus sfingter esophagus bagian atas, radioterapi, infeksi, dan obat-obatan (sedatif,
antikejang, antihistamin).
Gejala disfagia orofaring yaitu kesulitan menelan, termasuk ketidakmampuan
untuk mengenali makanan, kesukaran meletakkan makanan di dalam mulut,
ketidakmampuan untuk mengontrol makanan dan air liur di dalam mulut, kesukaran
untuk mulai menelan, batuk dan tersedak saat menelan, penurunan berat badan yang
tidak jelas penyebabnya adalah perubahan kebiasaan makan, pneumonia berulang,
perubahan suara (suara basah), regurgitasi nasal. Setelah pemeriksaan, dapat
dilakukan pengobatan dengan teknik postural, swallowing maneuvers, modifikasi
diet, modifikasi lingkungan, oral sensory awareness technique, vitalstim therapy, dan
pembedahan. Bila tidak diobati, disfagia dapat menyebabkan pneumonia aspirasi,
malnutrisi, atau dehidrasi.
2. Disfagia esophagus
Disfagia esofagus timbul dari kelainan di korpus esofagus, sfingter esophagus
bagian bawah, atau kardia gaster. Biasanya disebabkan oleh striktur esofagus,
keganasan esofagus, esophageal rings and webs, akhalasia, skleroderma, kelainan motilitas spastik
termasuk spasme esofagus difus dan kelainan motilitas esofagusnonspesifik. Makanan
biasanya tertahan beberapa saat setelah ditelan, dan akan berada setinggi suprasternal
notch atau di belakang sternum sebagai lokasi obstruksi, regurgitasi oral atau
faringeal, perubahan kebiasaan makan, dan pneumonia berulang.
Bila terdapat disfagia makanan padat dan cair, kemungkinan besar merupakan suatu
masalah motilitas. Bila pada awalnya pasien mengalami disfagia makanan padat,
tetapi selanjutnya disertai disfagia makanan cair, maka kemungkinan besar
merupakan suatu obstruksi mekanik. Setelah dapat dibedakan antara masalah motilitas
dan obstruksi mekanik, penting untuk memperhatikan apakah disfagianya sementara
atau progresif. Disfagia motilitas sementara dapat disebabkan spasme esofagus difus
atau kelainan motilitas esofagus nonspesifik. Disfagia motilitas progresif dapat
disebabkan scleroderma atau akhalasia dengan rasa panas di daerah ulu hati yang
kronis, regurgitasi,masalah respirasi, atau penurunan berat badan. Disfagia mekanik
sementara dapat disebabkan esophageal ring. Dan disfagia mekanik progresif dapat
disebabkan oleh striktur esofagus atau keganasan esofagus. Bila sudah dapat
disimpulkan bahwa kelainannya adalah disfagia esofagus, maka langkah selanjutnya
adalah dilakukan pemeriksaan barium atau endoskopi bagian atas.
Pemeriksaan barium harus dilakukan terlebih dahulu sebelum endoskopi untuk
menghindari perforasi. Bila dicurigai adanya akhalasia pada pemeriksaan barium,
selanjutnya dilakukan manometri untuk menegakkan diagnosa akhalasia. Bila
dicurigai adanya strikturesofagus, maka dilakukan endoskopi. Bila tidak dicurigai
adanya kelainan-kelainan seperti di atas, maka endoskopi dapat dilakukan terlebih
dahulu sebelum pemeriksaan barium.
Endoskopi yang normal, harus dilanjutkan dengan manometri dan bila
manometri juga normal, maka diagnosanya adalah disfagiafungsional. Foto thorax
merupakan pemeriksaan sederhana untuk pneumonia. CT scan dan MRI memberikan
gambaran yang baik mengenai adanya kelainan struktural, terutama bila digunakan untuk
mengevaluasi pasien disfagia yang sebabnya dicurigai karena kelainan sistem saraf
pusat. Setelah diketahui diagnosanya, penderita biasanya dikirim ke Bagian THT,
Gastrointestinal, Paru, atau Onkologi, tergantung penyebabnya. Konsultasi dengan
Bagian Gizi juga diperlukan, karena kebanyakan pasien me-merlukan modifikasi
diet.
E. PATHWAYS
DISFAGIA
Nyeri pada peristaltik Kelemahan otot
Gangguan
neuromuskuler,
motilitas, dan
obstruksi mekanik
Kesulitan mulai menelan makanan berhenti atau
termasuk batuk, tersedak. menempel setelah tertelan
Px dengan disfagia
Disfagia orofaringeal Karena kelainan rongga mulut, faring, esofagus, Karena kelainan korpus esofagus, Disfagia esofagus
sroke, parkinson, kelainan neurologis, sfingter esofagus bawah atau
penurunan saliva, kalainan mukosa oral, dll kardia gaster, striktur esofagus,
keganasan esofagus
Dx : Gangguan menelan Dx : Resiko deficit nutrisi Dx : Nyeri akut Dx : intoleransi aktifitas Dx : defisit pengetahuan
F. KOMPLIKASI
Disfagia adalah kondisi yang kompleks yang memiliki pengaruh besar pada
kehidupan pasien. Pasien yang mengalami disfagia masalah yang sering ditemukan
adalah kehilangan nafsu makan serta penurunan berat buruk sebuah yang diakibatkan
oleh asupan nutrisi yang berkurang. Dalam manejemen gizi pada pasien yang
mengalami disfagia harus lebih perhatikan lagi tentang cara penyediaan makanan
bergizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh pasien agar komplikasi seperti
pelaksanaan aspirasi dapat menghindari (Collier, 2009).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Ada pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis disfagia. pertama dokter
dan pidato bahasa ahli patologi yang ujian dan menangani gangguan jangka
menggunakan berbagai penguji yang memungkinkan untuk melihat berbagai fungsi
jangka. Salah satu penguji disebut dengan laringoskopi serat optik yang
memungkinkan dokter untuk melihat ke dalam tenggorokan. Pemeriksaan lain,
termasuk video fluoroskopi, yang mengambil video rekaman pasien dalam jangka dan
USG, yang menghasilkan gambaran organ dalam tubuh, dapat secara bebas nyeri
memperlihatkan tahapan-tahapan dalam jangka.
Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-obatan dapat
diberikan. Jika dengan pengobatan penyebab disfagia tidak membantu, dokter
mungkin akan mengirimkan pasien kepada ahli patologi ahli Hiologi yang telah
terlatih dalam mengatasi dan pengobatan masalah gangguan jangka.
Pengobatan dapat melibatkan latihan otot untuk tarik otot-otot wajah atau untuk
meningkatkan koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan
jangka dengan cara khusus. Sebagai contoh beberapa orang harus makan dengan
posisi kepala menengok ke Salah satu sisi atau melihat lurus ke depan. Menyiapkan
makanan sangat Rupa atau jarak makanan tertentu dapat menolong orang lain.
Sebagai contoh, mereka yang tidak dapat jangka minuman mungkin membutuhkan
pengental khusus untuk minumannya.
Orang lain mungkin harus jarak makanan atau minuman yang panas atau
dingin.
Untuk beberapa orang namun demikian, memakan makanan dan minuman lewat
mulut sudah tidak mungkin lagi. Mereka harus menggunakan metode lain untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi. Biasanya Ini Membutuhkan suatu sistem
mempersembahkan makanan, seperti suatu selang makanan atau NGT yang potong
bagian jangka yang tidak mampu bekerja normal.
Berbagai pengobatan telah diajukan untuk pengobatan disfagia orofaringeal
pada dewasa titik pendekatan langsung dan tidak langsung dispagia telah
digambarkan. Pendekatan langsung biasanya melibatkan makanan, pendekatan tidak
langsung biasanya tanpa bolus makanan makanan.
Pembedahan meliputi :
a. Pembedahan gastrostomy :
Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan laparotomy
dengan anestesi umum ataupun local.
b. Cricofaringeal myotomy :
CPM adalah prosedur yang dilakukan untuk mengurangi tekanan pada
sphincter faringoesophageal (PES) dengan mengincisi komponen otot utama
dari PES. Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai
ganti dari CPM.
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a. Modifikasi Diet
Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum
disfagia. Suatu diet makanan yang berupa bubur pada pasien dengan kesulitan
pada fase lisan, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk
mengunyah makanan padat. Jika fungsi jangka sudah membaik, diet dapat
diubah menjadi makanan lunak atau semi-padat sampai konsistensi normal.
b. Suplai nutrisi
Efek dishomoia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat
menyebabkan malnutisi. Banyak produk komersial yang tersedia untuk
memberikan bantuan nutrisi. Bahan-bahan pengental, minuman yang
diperkuat, bubur distan yang diperkuat suplemen cair lisan. Jika asupan nutrisi
lisan tidak adekuat, kesalahan mempersembahkan parenteral.
c. Hidrasi
Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan secara
berkalakeadaan hidrasi pasien sangat penting dan cairan intravena dll.
Diberikan jika terdapat dehidrasi (Subroto.2005)
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan spesifik untuk penilaian adanya kelainan anatomi atau sumbatan
mekanik:
N PEMERIKSAAN PENUNJANG KEGUNAAN
O
1 Barium Swallow Menilai anatomi fs otot faring esofagus,
(Esofafgrogram) deaeksi sumbatan baiklah tumor, striktur,
web, akalasia, diverticulum.
2 CT Scan Kelainan anatomi dikepala, leher, dan
dada
3 MRI Deteksi tumor, kelainan vaskuler/stroke,
degenerative proses di otak.
4 Laringoskopi Direk Menilai keadaan dan pergerakan otot
5 Esofagoskopi Menilai lumen esofagus, biopsi
6 Endoskopi Ultrasound Menilai lesi submukosa
Pemeriksaan penunjang untuk penilaian fungsi jangka :
N PEMERIKSAAN KEGUNAAN
O PENUNJANG
1 Modified barium swallow Menilai keadaan kedua sfingter
kerongkongan, menganalisa transfer
disfagia
2 Leksible fibreoptic faringoskop Menilai pergerakan faring dan laring
3 Video floroscopy recording Menilai pergerakan faring dan laring
4 Scintigraphy Menilai gangguan orofaring,
kerongkongan, pengosongan lambung dan
GERD (Gastroesophageal refluks penyakit
5 EMG Menilai defisiensi fungsi saraf kranial
6 Manometri p H metri 24 jam Menilai gangguan motilitas peristaltic dan
pemeriksaan refluks esofagitis
(Pberas.2006)
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran Umum
Keadaan umum Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan
klien dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital. Kesadaran klien juga diamati apakah
kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma atau koma. Keadaan sakit
juga diamati apakah sedang, berat, ringan atau tampak tidak sakit.
1) Pengukuran TTV seperti nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan
2) Tingkat kesadaran
b. Pemeriksaan secara sistematik (Cepalo Caudal)
1) Kardiovaskuler : distensi vena jugularis, tekanan darah, Hemoglobin dan bunyi
jantung.
2) Mata : cekung, air mata kering.
3) Neurologi : reflex, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
4) Gastrointestinal : keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah dan bising
usus.
5) Integumen : keadaan turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani dan sensasi rasa.
6. Pemeriksaan penunjang
N Hasil Nilai Normal
O
HEMATOLOGI
1 Hemoglobin 12,9 14,00-18,00 g/dl
2 Lekosit 16,33 04,00-10,00 10^3/uL
3 Eritrosit 4,56 04.50-05.50 10^6/uL
4 Trombosit 201 150 - 450 10^3/uL
5 Hematokrit 38,1 42,00-52,00 Vol%
HITUNG JENIS
1 Eosinofil 1 2-4 %
2 Basofil 0 0-1 %
3 Batang 1 2-5 %
4 Segmen 85 51-67 %
5 Limposit 6 20-35 %
6 Monosit 7 4-8 %
KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
1 SGOT 21 <37 u/L
2 SGPT 55 <41 u/L
Fungsi Ginjal
1 Ureum 47 mg/dl
2 Creatinin 1,06 0,90-1,30 mg/dl
1 Glukosa Darah 344 80-200 mg/dl
Sewaktu
Elektrolit
1 Natrium 139,3 137,0 - 145,0 mmol/l
2 Kalium 3,28 3.50 – 5,10 mmol/l
3 Klorida 104,0 98,0 – 107,0 mmol/l
7. Penatalaksanaan
a. Modifikasi Diet
Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum
disfagia. Suatu diet makanan yang berupa bubur pada pasien dengan kesulitan
pada fase lisan, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk
mengunyah makanan padat. Jika fungsi jangka sudah membaik, diet dapat
diubah menjadi makanan lunak atau semi-padat sampai konsistensi normal.
b. Suplai nutrisi
Efek dishomoia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat
menyebabkan malnutisi. Banyak produk komersial yang tersedia untuk
memberikan bantuan nutrisi. Bahan-bahan pengental, minuman yang
diperkuat, bubur distan yang diperkuat suplemen cair lisan. Jika asupan nutrisi
lisan tidak adekuat, kesalahan mempersembahkan parenteral.
c. Hidrasi
Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan secara
berkalakeadaan hidrasi pasien sangat penting dan cairan intravena dll.
Diberikan jika terdapat dehidrasi (Subroto.2005)
Berbagai pengobatan telah diajukan untuk pengobatan disfagia
orofaringeal pada dewasa titik pendekatan langsung dan tidak langsung
dispagia telah digambarkan. Pendekatan langsung biasanya melibatkan
makanan, pendekatan tidak langsung biasanya tanpa bolus makanan makanan.
Pembedahan meliputi :
a. Pembedahan gastrostomy :
Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan laparotomy
dengan anestesi umum ataupun local.
b. Cricofaringeal myotomy :
CPM adalah prosedur yang dilakukan untuk mengurangi tekanan pada
sphincter faringoesophageal (PES) dengan mengincisi komponen otot utama
dari PES. Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai
ganti dari CPM.
B. Analisa Data
Data Subjektif : data yang diperoleh dari pernyataan pasien maupun keluarga pasien
Data Objektif : data yang diperoleh dari pemerikasaan maupun dari data saat
pengkajian
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang kita beroleh berdasarkan data-data pasien baik data subjektif maupun
data objektif. Diagnosa pada pasien Disfagia :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera Fisiologi (Inflamasi)
2. Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan untuk Menelan makanan.
3. Gangguan menelan berhubungan dengan abnormalitas orofaring
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
G. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah
pencapaian tujuan (potter & perry, 2010).
K. DAFTAR PUSTAKA
Collier,J, 2009. Nutrisi Dalam Disfagia.diatetics.co.uk
Doengoes at al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diganosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
: DPP PPNI