Anda di halaman 1dari 11

KEPERAWATAN MATERNITAS 2

RESUME KANKER SERVIKS (CA CERVIKS)


KELOMPOK 2 :

1. 1. ARUM ARDIANA (186)


2. 3. WILIAM CANDRA (186)
3. 4. ALVI NUR AZIZAH (186
4. RIKA AYU PARWATI (18631718)

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2020

BAB 1
KONSEP DASAR KANKER SERVIK
1. DEFINISI
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim
atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel
pada puncak vagina. ( Diananda Rama, 2009 )
2. ETIOLOGI
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan membelah
secara tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus membelah, maka akan
terbentuk suatu masa jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak
atau ganas, jika tumor tersebut ganas maka keadaannya disebut kanker
serviks.
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui
secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap
terjadinya kanker serviks yaitu :
1. HPV ( Human Papiloma Virus )
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma Akuminata )
yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat
berbahaya adalah HPV tipe 16, 18.
a. Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus
papiloma.
b. Dalam pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi
karsinoma pada kondilom akuminata.
c. Pada penelitian 45 dan 56, keterlibatan HPV pada kejadian kanker
dilandasi oleh beberapa faktor yaitu: epidemiologic infeksi HPV
ditemukan angka kejadian kanker serviks yang meningkat.
d. DNA HPV sering ditemukan pada Lis ( Lesi Intraepitel Serviks )
1. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali lebih
tinggi dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada
serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi
kokarsinogen infeksi virus.
2. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini ( kurang dari 18
tahun).
3. Berganti - ganti pasangan seksual.
4. Suami atau pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama
pada usia 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah
dengan wanita yang menderita kanker serviks.
5. Pemakaian DES ( Diethilstilbestrol ) pada wanita hamil untuk mencegah
keguguran.
6. Pemakaian Pil KB.
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari lima
tahun dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan
resiko relative pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan
meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.
7. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamedia menahun.
8. Golongan ekonomi lemah.
Dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear
secara rutin dan pendidikan yang rendah. ( Dr imam Rasjidi, 2010 )
3. PATOFISIOLOGI
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker sehingga
menimbulkan gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel yang
mengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Apabila sel
karsinoma telah mendesak pada jaringan syaraf akan timbul masalah
keperawatan nyeri. Pada stadium tertentu sel karsinoma dapat mengganggu
kerja sistem urinaria menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis yang
menimbulkan masalah keperawatan resiko penyebaran infeksi. Keputihan
yang berkelebihan dan berbau busuk biasanya menjadi keluhan juga, karena
mengganggu pola seksual pasien dan dapat diambil masalah keperawatan
gangguan pola seksual. Gejala dari kanker serviks stadium lanjut diantaranya
anemia hipovolemik yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga
timbul masalah keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan mengalami beberapa efek
samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan
terjadi diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan
( biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut
menimbulkan masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Sedangkan efek dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah
dan kering sehingga akan timbul masalah keperawatan resiko tinggi
kerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak buruk bagi tubuh
yang menyebabkan kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan tubuh
berkurang dan resiko injury pun akan muncul.
Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker leher rahim
ini merasa cemas akan penyakit yang dideritanya. Kecemasan tersebut bisa
dikarenakan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, ancaman status
kesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu
dihubungkan dengan kematian. (Price, syivia Anderson, 2005)
4. MANIFESTASI KLINIK
1. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis
jaringan.
2. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama ( 75% - 80% ).
3. Perdarahan yang terjadi diluar senggama.
4. Perdarahan spontan saat defekasi.
5. Perdarahan diantara haid.
6. Rasa berat dibawah dan rasa kering divagina.
7. Anemia akibat pendarahan berulang.
8. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf.
(Dr RamaDiananda, 2009 )

5. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkan
stadium lanjut hanya dengan pengobatan dan penyinaran. Tolak ukur
keberhasilan pengobatan yang biasa digunakan adalah angka harapan
hidup 5 tahun. Harapan hidup 5 tahun sangat tergantung dari stadium
atau derajatnya beberapa peneliti menyebutkan bahwa angka harapan
hidup untuk kanker leher rahim akan menurun dengan stadium yang lebih
lanjut. Pada penderita kanker leher rahim ini juga mendapatkan sitistatika
dalam ginekologi.
Penggolongan obat sitostatika antara lain :
a. Golongan yang terdiri atas obat - obatan yang mematikan semua sel
pada siklus termasuk obat - obatan non spesifik.
b. Golongan obat - obatan yang memastikan pada fase tertentu darimana
proliferasi termasuk obat fase spesifik.
c. Golongan obat yang merusak sel akan tetapi pengaruh proliferasi sel
lebih besar, termasuk obat - obatan siklus spesifik.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan terapi
radiasi eksternal anatara lain kuatkan penjelasan tentang perawatan yang
digunakan untuk prosedur. Selama terapi yaitu memilih kulit yang baik
dengan menganjurkan menghindari sabun, kosmetik, dan deodorant.
Pertahankan kedekuatan kulit dalam perawatan post pengobatan antara
lain hindari infeksi, laporkan tanda - tanda infeksi, monitor intake cairan,
beri tahu efek radiasi persisten 10 - 14 hari sesudah pengobatan, dan
melakukan perawatan kulit dan mulut.
Dalam terapi radiasi internal yang perlu dipertimbangkan dalam
perawatan umum adalah teknik isolasi dan membatasi aktivitas,
sedangkan dalam perawatan pre insersi antara lain menurunkan kebutuhan
untuk enema atau buang air besar selama beberapa hari, memasang
kateter sesuai indikasi, latihan nafas panjan dan latihan rom dan jelaskan
pada keluarga tentang pembatasan pengunjung. Selama terapi radiasi
perawatannya yaitu monior tanda - tanda vital tiap 4 jam. Memberikan
posisi semi fowler, berikan makanan berserat dan cairan parenteral
sampai 300ml dan memberikan support mental. Perawatan post
pengobatan antara lain menghindari komplikasi post pengobatan (
tromboplebitis, emboli pulmonal dan pneumonia ), monitor intake dan
output cairan. (Bambang sarwiji, 2011)
6. KLASIFIKASI
Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri :Tingkat
kriteria
Tahap O : Kanker insitu, kanker terbatas pada lapisan epitel, tidak
terdapat bukti invasi.
Tahap I : Karsinoma yang benar - benar berada dalam serviks. Proses
terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus
uteri.
Tahap Ia : Karsinoma mikroinvasif, bila membran basalis sudah rusak
dan sel tumor sudah memasuki stoma lebih dari 1 mm, sel
tumor tidak terdapat pada pembuluh limfa atau pembuluh
darah.
Tahap Ib : Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik
menunjukkan invasi serviks uteri.
Tahap II : Kanker vagina, lesi telah menyebar diluar serviks hingga
mengenai vagina (bukan sepertiga bagian bawah ) atau area
para servikal pada salah satu sisi atau kedua sisi.
Tahap IIa : Penyebarah hanya perluasan vagina, parametrium masih
bebas dari infiltrate tumor.
TahapIIb : Penyebaran keparametrium, uni atau bilateral tetapi belum
sampai pada dinding panggul.
Tahap III : Kanker mengenai sepertiga bagian bawah vagina atau telah
meluas kesalah satu atau kedua dinding panggul. Penyakit
nodus limfe yang teraba tidak merata pada dinding
panggul. Urogram IV menunjukkan salah satu atau kedua
ureter tersumbat oleh tumor.
Tahap IIIa : Penyebaran sampai pada sepertiga bagian distal vagina,
sedang ke parametrium tidak dipersoalkan.
Tahap IIIb : Penyebaran sudah sampai pada dinding panggul, tidak
ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan
dinding panggul ( frozen pelvic ) atau proses pada
tingkatan klinik I dan II, tetapi sudah ada gangguan faal
ginjal.
Tahap IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau kandang kemih
(dibuktikan secara histologik ) atau telah terjadi metastasis
keluar paanggul atau ketempat - tempat yang jauh.
Tahap IVa : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah
menginfiltrasi mukosa rektrum dan atau kandung kemih.
Tahap IVb : Telah terjadi penyebaran jauh.
( Dr Imam Rasjidi, 2010 )

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Sesuai dengan namanya, IVA merupakan pemeriksaan leher
rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata
telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan
asetat 3-5%. Apabila setelah pulasan terjadi perubahan warna asam
asetat yaitu tampak bercak putih, maka kemungkinan ada kelainan
tahap prakanker serviks. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat
dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Wijaya, 2010).
Proses skrining dengan IVA merupakan pemeriksaan yang
paling disarankan oleh Departemen Kesehatan. Salah satu
pertimbangannya karena biayanya yang sangat murah. Namun perlu
diingat, pemeriksaan ini dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika
terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang
lebih lanjut harus segera dilakukan (Wijaya, 2010).
Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat
mendeteksi lesi tingkat atas prakanker (High-Grade Precancerous
Lesions) dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan spesifitas 64-98%.
Sedangkan nilai prediksi positif (positive predictive value) dan nilai
prediksi negatif (negative predictive value) masing-masing antara
10-20% dan 92-97% (Wijaya, 2010).
Secara umum, berbagai penelitian menunjukkan bahwa
sensitivitas IVA sejajar dengan pemeriksaan secara sitologi, akan
tetapi spesifitasnya lebih rendah. Keunggulan secara skrinning ini
ialah cukup sederhana, murah, cepat, hasil segera diketahui, dan
pelatihan kepada tenaga kesehatan lebih mudah dilakukan.
(Wijaya, 2010).
2. Tes Pap Smear
Tes Pap Smear merupakan cara atau metode untuk mendeteksi
sejak dini munculnya lesi prakanker serviks. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cepat, tidak sakit, dan dengan biaya yang relatif
terjangkau serta hasil yang akurat (Wijaya, 2010).
Pemeriksaan Pap smear dilakukan ketika wanita tidak sedang
masa menstruasi. Waktu yang terbaik untuk skrining adalah antara
10 dan 20 hari setelah hari pertama masa menstruasi. Selama kira
kira dua hari sebelum pemeriksaan, seorang wanita sebaiknya
menghindari douching atau penggunaan pembersih vagina, karena
bahan-bahan ini dapat menghilangkan atau menyembunyikan sel-sel
abnormal (Wijaya, 2010).Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous ( tes PAP )
sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya
melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitologi adalah cara Skrining
sel - sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian
diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik.
3. Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkopi,
suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga
rendah dengan sumber cahaya didalamnya ( pembesaran 6 - 40 kali ).
Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel - sel yang
mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel
dan vascular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan
perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
4. Biopsi
Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat )
terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSP tidak terlihat
seluruhnya atau hanya terlihat sebagian kelainan didalam kanalis
serviskalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara
konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsy harus
tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10%.
5. Konisasi
Konosasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks
sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut ( konus ),
dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan
diagnostik, tindakan konisasi selalu dilanjutkan dengan kuretase. Batas
jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi.
Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan,
dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan
larutan lugol ( yodium 5g, kalium yodida 10g, air 100ml ) dan eksisi
dilakukan diluar daerah dengan tes positif ( daerah yang tidak berwarna
oleh larutan lugol ). Konikasi diagnostik dilakukan pada keadaan
keadaan sebagai berikut :
1. Proses dicurigai berada di endoserviks.
2. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.
3. Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy.
4. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.
( Prof. R Sulaiman , 2006 )

8. PATHWAYS
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Meliputi nama pasien, tempat tanggal lahir, usia, status perkawinan,
pekerjaan, jumlah anak, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan
terakhir, asal suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam
medik, nama orangtua dan pekerjaan orangtua.
2. Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti
pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang
menyerupai air dan berbau (Padila, 2015). Pada pasien kanker
serviks post kemoterapi biasanya datang dengan keluhan mual
muntah yang berlebihan, tidak nafsu makan, dan anemia.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Menurut (Diananda, 2008) biasanya pasien pada stadium awal
tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium
akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti keputihan
yang berbau busuk, perdarahan setelah melakukan hubungan
seksual, rasa nyeri disekitar vagina, nyeri pada panggul. Pada
pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami
keluhan mual muntah berlebihan, tidak nafsu makan, dan
anemia.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat kesehatan
dahulu seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat penyakit
HIV/AIDS (Ariani, 2015).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang paling
mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh kelainan
genetika. Keluarga yang memiliki riwayat kanker didalam
keluarganya lebih berisiko tinggi terkena kanker dari pada
keluarga yang tidak ada riwayat di dalam keluarganya
(Diananda, 2008).
4. Keadaan Psiko-sosial-ekonomi dan budaya:
Ca. Serviks sering dijumpai pada kelompok sosial ekonomi yang rendah, berkaitan erat dengan
kualitas dan kuantitas makanan atau gizi yang dapat mempengaruhi imunitas tubuh, serta tingkat
personal hygiene terutama kebersihan dari saluran urogenital.

5. Data khusus

 Riwayat kebidanan ; paritas, kelainan menstruasi, lama,jumlah dan warna darah, adakah
hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah keluar setelah koitus, pekerjaan
yang dilakukan sekarang
 Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, kolposkopi, servikografi, pemeriksaan
visual langsung, gineskopi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dan
kematian sel.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah karena proses eksternal Radiologi
3.

Anda mungkin juga menyukai