Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENERAPAN AIK (AL ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN) DALAM


PENDAMPINGAN PASIEN DENGAN KASUS TERMINAL PADA KELOMPOK
USIA ANAK
Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal & Paliatif
Dosen Pengampu : Hery Ernawati, S.Kep.Ns.,M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 1 :


No. Absen Nama NIM

2 Rika Ayu Parwati 18631718

7 Andhika Alfa N. 18631702

12 Dwi Lestari 18631684

13 Eko Bayu P. 18631683

17 Rifka Annisa 18631670

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
TAHUN AKADEMIK 2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi terminal sering digunakan untuk menggambarkan pasien pada kondisi
hidup yang terbatas dimana kematian sulit untuk dihindari. Perawatan penyakit
terminal ditujukan untuk menutupi atau menyembunyikan keluhan pasien, dan
memberikan kenyamanan ketika tujuan penatalaksanaan tidak mungkin disembuhkan
(Muckaden, 2011). Pasien terminal adalah pasien yang dalam keadaan menderita
penyakit dengan stadium lanjut yang penyakit utamanya tidak bisa diobati kembali
dan bersifat progresif (meningkat). Pengobatan yang diberikan hanya bersifat
menghilangkan gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup, dan pengobatan
penunjang lainnya. Pasien terminal yang menghadapi penyakit kronis beranggapan
bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh
berbagai macam faktor, seperti ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya
rasa sakit, kecemasan, dan kegelisahan tidak akan berkumpul lagi dengan keluarga
dan lingkungan sekitarnya (Ali Yafie, 1996).
Pada kondisi terminal, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami
berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan
aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada
stadium terminal suatu penyakit tidak hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik,
namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual
yang dilakukan. Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung
kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan
pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang
ditunjukan oleh pasien terminal. (Smeltzer & Suzanne, 2014)
Perawatan penyakit terminal bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien
dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah/ penyakit yang mengancam jiwa,
melalui pencegahan, penilaian sempurna dan pengobatan rasa sakit masalah, fisik,
psikososial dan spiritual (Kemenkes RI, 2007). Masalah di akhir kehidupan sangat
beragam mulai dari usaha memperpanjang hidup pasien yang sekarat sampai
teknologi eksperimental canggih. Pengobatan paliatif dapat juga diberikan pada
pasien segala usia, dari anak-anak dengan penyakit kanker sampai orang tua yang
hampir meninggal.
WHO (2011), menyatakan bahwa pada tahun 2011, lebih dari 29 juta orang
(29.063.194) meninggal dunia akibat penyakit terminal. Perkiraan jumlah orang yang
membutuhkan perawatan paliatif sebesar 20.4 juta orang. Proporsi terbesar 94% pada
orang dewasa sedangkan 6% pada anak-anak. Apabila dilihat dari penyebaran
penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif adalah penyakit jantung (38,5%) dan
kanker (34%) kemudian diikuti oleh gangguan pernapasan kronik (10,3%),
HIV/AIDS (5,7%) dan diabetes (4,5%). Berdasarkan penelitian tentang pengalaman
pasien, keluarga dan perawat di New York yang dilakukan oleh Cypress (2011)
memunculkan tema: 1) keluarga sebagai unit, 2) mamastikan perawatan fisik, 3)
perawatan fisiologi, 4) dukungan psikososial, dan 5) transformasi. Sementara
penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Calvin et al. (2009) tentang pengalaman
perawat terhadap perawatan teminal dengan masalah kardiovaskular memunculkan
tema: 1) kelelahan pemberian obat, 2) kehadiran dukungan keluarga, dan 3)
mengetahui wewenang dokter.
Menghadapi pasien yang dalam kondisi antara hidup dan mati kadang
menimbulkan dilema. Meminta petimbangan keluarga pasien, seringkali tidak
menyelesaikan masalah justru menimbulkan masalah baru. Pasien yang menuju akhir
hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan yang terfokus akan kebutuhan
mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal dapat mengalami gejala yang
berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif atau memerlukan bantuan
yang berhubungan dengan masalah-masalah psikososial, spiritual dan budaya yang
berkaitan dengan kematian dan proses kematian. Perawat memandang klien sebagai
makhluk bio-psikososiokultural dan spiritual yang berespon secara holistik dan unik
terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis. Penerapan asuhan
keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak bisa terlepas dari aspek spiritual yang
merupakan bagian integral dari interaksi perawat dengan klien.

Dalam pemenuhan kebutuhan spiritual klien itu dipengaruhi oleh perawat (Potter & Perry,
2010). Perawat berupaya mengembangkan pendampingan pasien dengan penyakit terminal
berbasis nilai-nilai kemuhamadiyah-an. Salah satu organisasi yang memfasilitasi individu
untuk menerapkan spiritualitas dalam organisasi dan dalam kehidupan sehari-hari adalah
Muhammadiyah. Nilai-nilai kemuhammadiyaan dapat diterapkan dalam dunia keperawatan
dengan pendampingan penyakit terminal pada usia anak. Nilai–nilai kemuhammadiyahan
dapat di implementasikan pada pasien anak sejak dini. Kegiatan yang dilakukan
Muhammadiyah (orang yang ada didalam Muhammadiyah) baik dalam bidang pendidikan
dan pengajaran, pelayanan kesehatan tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan
dan melaksanakan ajaran islam dan nilai kemuhammadiyahan. Penerapan nilai-nilai
kemuhammadiyahan khususnya pemenuhan spiritual dengan contoh menghafalkan doa dan
surat-surat pendek, mendengarkan murottal Al-Qur’an, belajar mengaji dan melaksanakan
sholat ketika sakit serta mengajarkan kepada anak bahwasanya kita bisa mengambil sisi baik
disetiap kejadian karena segala cobaan dan rasa sakit adalah bentuk dari kasih sayang Allah
SWT kepada Hambanya. Dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhuma,
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

‫ َحتَّى ال َّشو َكةُ يُ َشا ُكهَا إالَّ َكفَّ َر هللاُ بِهَا ِم ْن‬، ‫ َوالَ َغ ٍّم‬، ‫ى‬
ً ‫ َوالَ أ َذ‬، ‫ َوالَ َح َز ٍن‬، ‫ َوالَ هَ ٍّم‬،‫ب‬ َ ‫ َوالَ َو‬، ‫ب‬
ٍ ‫ص‬ َ َ‫َما يُصيبُ ال ُم ْسلِ َم ِم ْن ن‬
ٍ ‫ص‬
ُ‫خَ طَاياه‬
"Tidak ada sesuatu yang menimpa seorang muslim berupa rasa capek, sakit, cemas, sedih,
gangguan, dan rasa susah; sampaipun duri yang mengenainya kecuali Allah akan
menjadikannya sebagai kafarah (penghapus) dari kesalahan-kesalahannya." (HR. al-Bukhari
dan muslim). Dan apabila kita sabar menerima suatu ujian dan sakit. Allah Ta’ala berfirman,

ٍ ‫ِإنَّ َما يُ َوفَّى الصَّابِرُونَ َأجْ َرهُ ْم بِ َغي ِْر ِح َسا‬


‫ب‬

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka


tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10).

 Dengan begitu anak akan dibiasakan tetap melaksanakan spiritual sehari-hari sesuai nila-nilai
kemuhammadiyahan dalam keadaan sakit pun agar tetap mendekatkan diri dengan Allah. Kita
sebagai perawat dapat menuntun pasien sesuai dengan nilai-nilai Kemuhammadiyahan. Menurut
Hady (2007) memiliki jiwa gerakan semangat untuk aktif dalam Muhammadiyah sebagai
panggilan jihad di jalan Allah merupakan bentuk aplikasi dari kompetensi keberagamaan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.3 TUJUAN
BAB II
STUDI LITERATUR

2.1 Studi Literatur Jurnal Pertama


PENERAPAN INTERVENSI BERMAIN, MAKANAN, SPIRITUAL
DAN AKUPRESUR TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS
HIDUP ANAK PENDERITA LEUKEMIA
The Implementation of Play, Food, Spiritual and Acupressure Intervention to
Improving the Quality of Life of Children with Leukemia
Ramdaniati, Sri , Cahyaningsih, Henny, Rukman
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bandung

Leukemia adalah kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih


(leukosit), leukosit yang dihasilkan bersifat imatur atau abnormal dan dalam jumlah
yang berlebihan, selanjutnya leukosit tersebut melakukan invasi ke berbagai organ
tubuh. Sel-sel leukemik berinfiltrasi ke dalam sumsum tulang, mengganti unsur-unsur
sel yang normal, akibatnya adalah dihasilkannya sel darah merah dalam jumlah yang
tidak mencukupi sehingga timbul anemia. Kualitas hidup adalah evaluasi individu
tentang fungsi dan kesejahteraan dirinya di berbagai ranah kehidupan sesuai dengan
budaya, nilai, dan harapan individu tersebut. Kualitas hidup ini bersifat
multidimensional yang komplek, melibatkan aspek fisik, psikologis, sosial dan
lingkungan.
Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, peneliti belum menemukan suatu
intervensi perawatan yang terintegrasi pada berbagai aspek kualitas hidup. Oleh
karena itu agar anak penderita leukemia yang menjalani kemoterapi memiliki kualitas
hidup yang lebih baik, peneliti bermaksud untuk melakukan suatu penelitian dengan
menerapkan berbagai tindakan dalam suatu model yang dapat diterapkan secara
praktis di rumah sakit. Intervensi yang dilakukan adalah playing, eat, spiritual dan
akupresure yang dilakukan secara terpadu untuk mengurangi dampak kemoterapi
anak dengan leukemia terutama penurunan mual, dan peningkatan semangat hidup.
Intervensi tersebut meliputi permainan edukatif pada anak untuk menurunkan
kecemasan, pemberian makanan yang mengandung antioksidan, pendekatan spiritual
berupa pelajaran mengaji dan keagamaan serta tindakan penekanan pada titik tertentu
untuk mengurangi mual dan muntah. Pelaksanaan dari tindakan tindakan ini
didasarkan dari hasil penelitian terdahulu, tetapi dirancang secara ter integratif dan
terencana oleh perawat selama anak yang menjalani kemoterapi dirawat.
Kebutuhan spiritual merupakan salah satu hal yang harus dipenuhi oleh para
penderita penyakit kronis untuk menentukan keberlangsungan hidupnya selain
kebutuhan fisik. Hal ini menjadi alasan bahwa spiritual care dijadikan sebagai salah
satu intervensi dalam penelitian ini yang digunakan untuk meningkatkan kualitas
hidup anak. Fitriyah (2019) telah melakukan penelitian dengan menerapkan
bimbingan rohani islam secara langsung dengan tatap muka maupun tidak langsung
dengan menggunakan media. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa
penggunaan bimbingan rohani tersebut dapat meningkatkan motivasi hidup bagi para
pasien penderita kanker payudara di RS Islam Sultan Agung Semarang.
Pada penelitian ini, bimbingan rohani yang digunakan juga mengadopsi
metode yang digunakan oleh Fitriyah tetapi dimodifikasi berkaitan dengan usia
responden yang berkisar antara 2 – 12 tahun. Setiap anak yang menjadi responden
diajak untuk melakukan ibadah sederhana seperti melafalkan surat-surat pendek, doa-
doa yang sering digunakan sehari hari, berdiskusi tentang pentingnya berdoa dan
berikhtiar untuk kesembuhan dari sakit yang mereka alami. Berdoa merupakan suatu
usaha yang efektif untuk mengurangi kecemasan, meningkatkan relaksasi otot dan
menumbuhkan suasana hati yang damai dan tenang. Secara umum dalam PedsQoL
modul cancer yang digunakan tidak ada dimensi kualitas hidup yang secara langsung
mengaitkan dengan kebutuhan spiritual tetapi, dalam dimensi kekhawatiran (worry)
tersirat gambaran dari keyakinan pasien terhadap kemanjuran pengobatan dan
kekhawatiran akan kekambuhan (relaps).
2.2 Studi Literatur Jurnal Kedua

Intervensi Perawatan Spiritual Bagi Pasien Kanker: Tinjauan Sistematis


Herniyanti1, Ariyanti Saleh2, Andi Masyitha Irwan3
1 Mahasiswa Program Studi Megister Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan,
Universitas Hasanuddin Makassar
2 Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Hasanuddin
Makassar
3 Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Hasanuddin
Makassar

Secara konsep, spiritual didefinisikan sebagai pandangan atau perasaan seseorang


tentang hubungan yang erat dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan yang dinamis
(Ramezani, Ahmadi, Mohammadi, & Kazemnejad, 2014). Spiritual bagi pasien
merupakan suatu kata yang menggambarkan hubungan mereka dengan Allah SWT dan
membuat mereka melaksanakan aktifitas ibadah dengan intensitas yang lebih rutin (Sari
& Wijayanti, 2014). Kebutuhan spiritual mungkin tidak dinyatakan secara gamblang
dalam semua fase penyakit (Surbone & Baider, 2010), namun kebutuhan spiritual pasien
kanker harus diakui, disadari dan dipertimbangkan selama pasien mendapatkan
perawatan oleh tim medis (Hatamipour, Rassouli, Yaghmaie, Zendedel, & Majd, 2015).
Karena diyakini bahwa perawatan spiritual dapat berhasil menurunkan tingkat depresi
pada pasien dengan kanker, maka perawat dituntut untuk menerapkan pendekatan
perawatan holistik dengan penekanan pada perawatan spiritual (Musarezaie, Moeini,
Taleghani, & Mehrabi, 2014) juga dijadikan sebagai kekuatan dan koping individu yang
dapat memberi dukungan moril atau semangat hidup dalam menghadapi kenyataan
tentang penyakitnya (Penman, Oliver, & Harrington, 2013).
Spiritual adalah komponen perawatan holistik yang unik. Ketika ditangani dengan
baik akan mempengaruhi respon positif pasien selama perjalanan kanker (Richardson,
2012). Spiritualitas dan agama mengambil bentuk seperti: meditasi, yoga, musik,
keyakinan pada eksistensial, doa, atau tradisi keagamaan yang kesemuanya entah
bagaimana membawa kedamaian, makna dan harapan bagi individu yang menghadapi
realitas kematian akibat kanker (Sinclair, Mysak, & Hagen, 2009). Perawat memainkan
peran penting dalam asuhan perawatan pasien karena mampu menghabiskan lebih
banyak waktu dengan pasien dan keluarganya daripada professional perawatan kesehatan
lainnya (Chang, Hsu, Hsieh, Chu, & Yu, 2016) dan harus secara aktif berpartisipasi
dalam menerapkan perawatan spiritual ke dalam rencana asuhan keperawatan setiap
pasien kanker (Richardson, 2012) Namun perawat tidak konsisten dalam menyediakan
perawatan spiritual bagi pasien dikarenakan kurangnya informasi mengenai jenis praktik
perawatan spiritual dimana didalamnya melingkupi intervensi perawatan spiritual
(Delgado, 2015). Tujuan dari tinjauan literatur ini adalah untuk mendapatkan
pemahaman tentang intervensi perawatan spiritual bagi pasien kanker.
Intervensi perawatan spiritual secara evidence based practice dapat meningkatkan
kualitas hidup, kesejahteraan spiritual pasien, dan relaksasi pasien kanker. Selain itu
dapat menurunkan tingkat kekhawatiran, kecemasan, stress, dan depresi yang dialami
pasien kanker. Intervensi perawatan spiritual j uga berperan dalam meningkatkan koping
individu pasien kanker melalui kesadaran akan makna dan tujuan hidup serta membuat
pasien kanker menerima proses penyakit kanker yang akan berujung pada akhir
kehidupan.
2.3 Studi Literatur Jurnal Ketiga

COMPLEMENTARY AND ALTERNATIVE MEDICINE (CAM) PADA ANAK


DENGAN LEUKEMIA (LITERATURE REVIEW)
Yuniske Penyami1*, Mardi Hartono1, Moh
Projo Angkasa1 Shinta Aprilia2, Maqhviroh
Nurvitasari Rohmah2,
1Dosen Program Studi Keperawatan Pekalongan, Poltekkes Kemenkes Semarang
2Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Pasien anak dengan kanker merupakan pasien yang memerlukan perawatan


palliative. Perawatan palliative ini dilakukan sejak saat anak didiagnosis hingga setelah
masa berkabung. Perawatan yang diberikan pada perawatan palliative meliputi perawatan
biologi, psikis, sosial, spiritual serta termasuk pemberian dukungan kepada keluarga
(National Consensus Project for Quality Palliative Care, 2013). Hal yang menarik adalah
bahwa pada perawatan palliative ini peran perawat sangat besar karena perawatan
palliative lebih difokuskan pada aspek perawatan dibandingkan dengan pengobatan.
Pengobatan pada pasien palliative hanya akan membebani ekonomi pasien serta
keluarganya saja, sedangkan penyakitnya masih terus ada. Penelitian menyatakan bahwa
perawatan palliative ini mampu meminimalkan biaya bagi pasien, keluarga serta rumah
sakit (Japreet K. & Bidhu K., 2011). Pelaksanaan perawatan palliative ini dilakukan secara
perlahan tapi pasti. Pengobatan utama pada pasien kanker adalah kombinasi antara
kemoterapi, radiasi dan terapi biologi. Meski demikian, beberapa pasien kanker juga
menggunakan terapi alternatif atau komplementer (Medina et al, 2008). Di Indonesia
sendiri terapi ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 1109 tahun 2007 yang
disebutkan bahwa pengobatan ini dilakukan sebagai upaya pelayanan yang
berkesinambungan, mulai dari promotif, kuratif ataupun rehabilitatif (National Institute of
Health, 2015).
Berdasarkan review literature yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa jenis-
jenis penggunaan CAM pada pasien anak dengan kanker leukemia yaitu dengan sleep
higiene, massage, terapi musik, penggunaan madu, propolis dan zinc sulfat untuk mencegah
dan mengobati mukolitis post kemoterapi. Efek dari penggunaan CAM pada pasien anak
dengan kanker leukemia secara umum sleep higiene memiliki efek relaksasi dalam
mengurangi gangguan tidur; massage dan terapi musik memiliki efek relaksasi dan distraksi
untuk mengurangi nyeri dan kecemasan; penggunaan madu, propolis dan zinc sulfat
memiliki efek antioksidan, anti mikroba, anti inflamasi untuk mengobati mukolitis post
kemoterapi.

BAB III
PEMBAHASAN

1. Definisi Perawatan Paliatif


Perawatan paliatif menurut World Health Organization (WHO) adalah pendekatan
yang meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah
kesehatan yang mengancam jiwa, melalui pencegahan dan tindakan untuk mengurangi
nyeri, masalah fisik, sosial, dan spiritual yang dihadapi pasien selama pengobatan.
Umumnya, perawatan ini ditujukkan pada pasien kanker dengan stadium lanjut.
Dalam perawatan, dokter onkologi akan membantu pasien meringankan gejalanya
dengan meresepkan obat pereda nyeri kanker tambahan.

2. Penyakit Leukimia pada Anak


Leukemia, atau biasa dikenal sebagai kanker darah, merupakan salah satu jenis
keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang dan dapat terjadi pada anak
maupun dewasa. Leukemia adalah kanker sel darah putih atau leukosit. Kanker ini
menyerang sumsum tulang karena disanalah leukosit diproduksi. Akibat kanker ini, maka
sumsum tulang didominasi oleh sel-sel kanker tersebut, akibatnya fungsi sumsum tulang
terganggu. Sumsum tulang terletak di rongga tulang yang berfungsi sebagai tempat
produksi komponen-komponen darah, seperti sel darah merah, trombosit dan sel darah
putih. Penyakit leukemia menyebabkan fungsi sumsum tulang terganggu, sehingga
seluruh kegiatan produksi darah (hematopoesis), yaitu : pembetukan sel darah merah
(eritropoesis), pembentukan sel limfosit (limfopoesis), pembentukan trombosit
(trombopoesis) dan granulopoesis mengalami gangguan. Anak yang menderita sakit ini
akan mengalami anemia, mudah mengalami perdarahan dan mudah terkena infeksi.
Beberapa faktor yang meningkatkan risiko seorang anak menderita penyakit leukemia:

1) Faktor genetik.
Adanya kelainan genetik yang diketahui merupakan salah satu keadaan yang
ditemukan pada leukemia. Hal tersebut diturunkan oleh orangtua, baik secara
langsung maupun tidak. Pada anak dengan riwayat penyakit kanker pada keluarga
memiliki risiko keganasan apapun jenisnya, termasuk leukemia.
2) Faktor lingkungan.
Faktor lingkungan diduga berperan dalam terjadinya kanker, seperti radiasi, paparan
zat kimia, dan polusi udara, dsb.
Secara garis besar leukemia dibagi menjadi leukemia akut dan kronis. Leukemia juga
dapat digolongkan berdasrakan jenis sel leukosit yang terlibat, yaitu leukemia
limfoblastik dan mieloblastik. Pada anak leukemia yang paling banyak ditemukan adalah
jenis leukemia limfoblastik akut (LLA). Selain leukemia akut, terdapat juga jenis
leukemia kronik. Leukemia kronik dibagi menjadi dua, yaitu leukemia mieloblastik
kronik (LMK) dan leukemia limfositik kronik (LLK). Pada anak leukemia mieloblastik
kronik (LMK) yang banyak ditemukan, sedangkan jenis leukemia limfositik kronik
(LLK) pada anak jarang sekali.
Keberhasilan pengobatan leukemia tergantung dari jenis leukemia dan stratifikasi
risikonya. Penderita leukemia yang memiliki risiko tinggi, semakin kurang baik pula
prognosisnya. Di Indonesia dilaporkan angka sintasan atau tingkat kelangsungan hidup
anak yang menderita leukemia limfositik akut (LLA) sebesar 70 – 80 %. Namun, harus
diingat bahwa selalu ada risiko kambuh, yaitu kembalinya tanda dan gejala penyakit
setelah mengalami remisi (sembuh).

3. Hubungan Spiritual dengan Penyakit Leukimia


Menghadapi pasien yang dalam kondisi antara hidup dan mati kadang menimbulkan
dilema. Meminta petimbangan keluarga pasien, seringkali tidak menyelesaikan masalah
justru menimbulkan masalah baru. Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya,
memerlukan asuhan yang terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam
tahap terminal dapat mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau
terapi kuratif atau memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah
psikososial, spiritual dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses kematian.
Perawat memandang klien sebagai makhluk bio-psikososiokultural dan spiritual yang
berespon secara holistik dan unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan
krisis. Penerapan asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak bisa terlepas
dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari interaksi perawat dengan klien.
Dalam pemenuhan kebutuhan spiritual klien itu dipengaruhi oleh perawat (Potter &
Perry, 2010).Perawat berupaya mengembangkan pendampingan pasien dengan penyakit
terminal berbasis nilai-nilai kemuhamadiyah-an. Salah satu organisasi yang
memfasilitasi individu untuk menerapkan spiritualitas dalam organisasi dan dalam
kehidupan seharihari adalah Muhammadiyah. Nilai-nilai kemuhammadiyaan ditanamkan
melalui kegiatan Baitul Arqam. Baitul Arqam merupakan suatu bentuk pembinaan di
Muhammadiyah yang beriorentasi pada pembinaan ideologi keislaman dan
kepemimpinan. Kegiatan yang dilakukan Muhammadiyah (orang yang ada didalam
Muhammadiyah) baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran, pelayanan kesehatan
tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksanakan ajaran islam dan
nilai kemuhammadiyahan. Penerapan nilai-nilai kemuhammadiyahan yang terdiri dari
kompetensi keberagamaan, kompetensi akademis dan intelektual. Menurut Hady (2007)
memiliki jiwa gerakan semangat untuk aktif dalam Muhammadiyah sebagai panggilan
jihad di jalan Allah merupakan bentuk aplikasi dari kompetensi keberagamaan.
Perawatan paliatif merupakan perawatan total secara aktif terhadap tubuh, pikiran,
dan jiwa anak yang turut melibatkan pemberian dukungan kepada keluarga. Jenis
kegiatan paliatif meliputi: penatalaksanaan nyeri, penatalaksanaan keluhan fisik lain,
asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan sosial, dukungan kultural dan
spiritual, dukungan persiapan dan selama masa berkabung (bereavement)

4. Jurnal Terkait Spiritual dengan Penyakit Leukimia


Pada ketiga jurnal pada studi literatur di atas, penggunaan metode spiritual care
terhadap anak penderita leukemia merupakan penerapan dari Evidence Based Practice yang
mana pada hal ini dapat meningkatkan kualitas hidup, kesejahteraan spiritual pasien, dan
relaksasi pasien kanker. Selain itu intervensi tersebut, juga dapat menurunkan tingkat
kekhawatiran, kecemasan, stress, dan depresi yang dialami pasien kanker. Setiap anak yang
menjadi responden diajak untuk melakukan ibadah sederhana seperti melafalkan surat-surat
pendek, doa-doa yang sering digunakan sehari hari, berdiskusi tentang pentingnya berdoa dan
berikhtiar untuk kesembuhan dari sakit yang mereka alami. Berdoa merupakan suatu usaha
yang efektif untuk mengurangi kecemasan, meningkatkan relaksasi otot dan menumbuhkan
suasana hati yang damai dan tenang.

Penggunaan metode ini juga dapat dikatakan sebagai Complementary and Alternative
Medicine (CAM). Spiritual care yang dibarengi dengan salah satu atau beberapa intervensi
dari CAM yang lain yakni seperti sleep hygiene, massage dan terapi musik, serta penggunaan
madu, propolis dan zinc sulfat merupakan paduan kompleks karena anak dengan leukimia
bisa lebih terjamin antara kesehatan jiwa (raga) dan mental-spiritual-nya.
BAB IV
KESIMPULAN

a. Kesimpulan
Asuhan keperawatan paliatif dapat meningkatkan kualitas hidup, kesejahteraan spiritual
pasien, dan relaksasi pasien kanker. Selain itu dapat menurunkan tingkat kekhawatiran,
kecemasan, stress, dan depresi yang dialami pasien kanker. Intervensi perawatan spiritual
uga berperan dalam meningkatkan koping individu pasien kanker melalui kesadaran akan
makna dan tujuan hidup serta membuat pasien kanker menerima proses penyakit kanker yang
akan berujung pada akhir kehidupan.
4.2 Saran
Sebagai saran dari tinjauan sistematis ini adalah perawat harus didorong untuk
meningkatkan pengetahuan mereka tentang proses asuhan keperawatan spiritual yang dapat
ditempuh melalui peningkatan pendidikan atau melalui pelatihan-pelatihan tentang asuhan
keperawatan spiritual. Institusi pelayanan kesehatan sebagai wadah yang mempekerjakan
perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan bagi pasien harus lebih giat dalam
menyediakan pelatihan tentang asuhan keperawatan spiritual.
DAFTAR PUSTAKA

Epstein-Peterson, Z., Sullivan, A., Enzinger, A., Trevino, K., Zollfrank, A., Balboni, M., et
al. (2015). Examining Forms of Spiritual Care Provided in the Advanced Cancer
Setting. Am J Hosp Palliat Care. , 32(7): 750–757.
http://doi.org/10.4103/0973- 1075.78442.
https://id.scribd.com/document/472802362/100-Article-Text-162-1-10-
20190708775ggggujugrssty

https://schoolar.google.co.id/schoolar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=penerapan+spiritual+pada+anak+dengan+penyakit+terminal&
btnG=#d=gs_qabs&u=%23p%3dp_euiOrO2oJ

Kaur , J., & Mohanti, B. K. (2011). Transition from Curative to Palliative Care in Cancer.
Indian Journal of Palliative Care,17(1):1-5.

Anda mungkin juga menyukai