Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

MAKALAH TENTANG ASKEP PSIKOSOSIAL

PADA PASIEN KRITIS

OLEH :

SITTI RAHMA ROSITALIA

NIM 201701088

4B KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah keperawatan kritis tentang Masalah psikososial pada
pasien sakit kritis.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan terlepas dari semua itu,
saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah masalah psikososial pada
pasien kritis dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Menurut Hudak dan Gallo (1997), peningkatan pasien berpenyakit kritis, 
peningkatan teknologi yang makin kompleks, peningkatan populasi usia
lanjut, dilema etik, tekanan biaya dan perubahan dalam sistem pemberian
pelayanan termasuk keperawatan, merupakan isu saat ini yang dihadapi oleh
perawat keperawatan kritis. Seorang  perawat kritis yaitu perawat profesional
yang bertanggung jawab untuk menjamin  pasien yang kritis serta
keluarganya dalam mendapatkan pelayanan keperawatan yang optimal. Untuk
pasien yang kritis, waktu adalah vital.
Proses keperawatan memberikan pendekatan yang sistematis, dimana
perawat keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah pasien dengan cepat.
Pasien pada unit perawatan kritis saat ini dikelilingi oleh teknologi canggih
yang penting untuk menyelamatkan kehidupan, namun dapat menimbulkan
keasingan untuk pasien tersebut. Sebagai perawat harus memiliki keahlian
dalam menggunakan teknologi ini, disamping itu perawat juga harus
menyadari tentang rasa takut pasien terhadap peralatan yang dapat membuat
reaksi stres yang serius. Perawat harus secara seimbang dalam memenuhi
kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun kliennya dalam suatu
lingkungan yang dapat menimbulkan stress dan dehumanis. Dukungan
psikososial dibutuhkan oleh  pasien pada unit perawatan kritis termasuk
bantuan dalam mengatasi efek  perawatan di rumah sakit sebanding dengan
penyakit kritis.
Pasien dalam penanganan perawatan kritis dapat memberikan efek negatif
yang dapat mempengaruhi kondisi pasien tersebut diantaranya pada aspek 
psikososial. Aspek psikososial dari sakit kritis merupakan suatu tantangan,
Bagi perawat pada keperawatan kritis.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang dirawat di icu
atau perawatan kritis selalu mempertimbangkan aspek biologis, psikologis,
sosiologis, spiritual, secara komprehensif. Hal ini berarti pasien yang dirawat
di ICU membutuhkan asuhan keperawatan tidak hanya masalah patofisiologi
tetapi juga masalah psiko sosial, lingkungan dan keluarga yang secara erat
terkait dengan penyakit fisiknya. (FK Unair, RSUD Dr. Soetomo, 2001).
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada keluarga
pasien yang dirawat di ruang icu antara lain tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan, tingkat penghasilan, selain itu bisa tidak diijinkannya keluarga
untuk mengunjungi atau melihat keadaan kelurganya yang sedang dirawat di
ICU. Kecemasan keluarga pasien yang dirawat di icu juga dapat disebabkan
oleh kurangnya informasi dan komunikasi antara petugas dan keluarganya.
Bagaimana keadaan pasien yang gawat, apakah mengancam sehingga
mengakibatkan kematian, juga perawatan icu yang memerlukan dana yang
banyak.
Masalah-masalah kecemasan pada keluarga pasien yang dirawat di ruang
icu penting sekali diperhatikan karena dalam perawatan pasien dan keluarga
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain,
hal ini perlu menjadi perhatian untuk perawat, dokter dan staf kesehatan yang
lain. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam pengambilan
keputusan dan sering harus dilibatkan secara langsung atau tidak langsung
dalam tindakan pertolongan yang diberikan pada pasien (Friedman, 1999).
Beberapa faktor lingkungan ICU yang menjadi stressor menurut pasien
adalah adanya slang dihidung dan dimulut, tempat tidur yang tidak nyaman,
keterbatasan gerak karena banyaknya alat yang dipasang di tubuh mereka,
sulit tidur, tidak mampu berkomunikasi, mendengar pembicaraan orang
(perawat dan dokter), kurangnya kunjungan, lampu yang terang dan hidup
terus menerus, kebisingan yang tidak familiar dan tidak biasa didengarnya.
Disamping hal – hal diatas, perawat menambahkan beberapa stressor seperti
alarm dari monitor, mesin - mesin  yang canggih dan asing, ada laki laki dan
perempuan dalam satu ruangan, dan tidak ada privacy.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar kita dapat memahami dan
mengetahui masalah psikososial pada pasien sakit kritis sesuai dengan judul
yang diberikan. Serta bermanfaat bagi kami untuk memberikan asuhan
keperawatan yang tepat dan mengurangi masalah yang timbul yang ada akibat
perawatan kritis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi Psikososial
Psikososial istilah digunakan untuk menekankan hubungan yang erat
antara aspek psikologis dari pengalaman manusia dan pengalaman sosial
yang lebih luas . efek psikologis adalah mereka yang mempengaruhi berbagai
tingkat fungsi termasuk kognitif (persepsi dan memori sebagai dasar untuk
pengalaman dan pembelajaran), afektif(Emosi) , dan perilaku. Dampak sosial
keprihatinan hubungan, keluarga dan jaringan komunitas, tradisi budaya dan
status ekonomi, termasuk tugas-tugas kehidupan seperti sebagai sekolah atau
bekverja. (ARC Resourch Pack. 2009).
Penggunaan psikososial jangka didasarkan pada gagasan bahwa kombinasi
faktor yang bertanggung jawab atas kesejahteraan psikososial orang, dan
bahwa aspek-aspek biologis, emosional, spiritual, budaya, sosial, mental dan
material dari pengalaman tidak bisa tentu akan dipisahkan satu sama lain.
Istilah mengarahkan perhatian terhadap totalitas pengalaman orang daripada
berfokus secara eksklusif pada fisik atau aspek psikologis kesehatan dan
kesejahteraan, dan menekankan perlunya untuk melihat ini masalah dalam
konteksinterpersonal yang lebih luas keluarga dan masyarakat jaringan
di mana mereka berada. (ARC Resourch Pack. 2009).
Kedua unsur ini saling berhubungan dalam konteks keadaan darurat yang
kompleks dimana penyediaan dukungan psikososial merupakan bagian dari
bantuan kemanusiaan dan upaya pemulihan awal. Salah satu fondasi
kesejahteraan psikososial adalah akses ke kebutuhan dasar (makanan, tempat
tinggal, mata pencaharian, kesehatan, pelayanan pendidikan) bersama-sama
dengan rasa aman yang berasal dari hidup di lingkungan yang aman dan
mendukung. Itu manfaat dari intervensi dukungan psikososial harus
menghasilkan dampak positif padakesejahteraan anak-anak, dan mengatas
kebutuhan psikologis dasar kompetensi dan keterkaitan. . (ARC Resourch
Pack. 2009).
Definisi psikososial kunci psikososial : Hubungan dinamis yang ada antara
psikologis dan sosial efek, masing-masing terus berinteraksi dengan dan
mempengaruhi yang lain. Psikososial perencanaan pemulihan : perencanaan
pemulihan psikososial difokuskan pada intervensi sosial dan psikologis yang
akan membantu memulihkan komunitas (Johal,2009).
Ruang Intensif Care Unit (ICU) merupakan ruangan khusus untuk
merawat pasien yang dalam keadaan kritis. Ruangan ini digambarkan sebagai
ruangan yang penuh stress tidak hanya bagi pasien dan keluarganya, tetapi
juga bagi tenaga kesehatan yang bekerja di ruangan tersebut (Jastremski,
2000). 
ICU (Intensife Care Unit) adalah tempat perawatan klien kritis, gawat atau
klien yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kegawatan, dengan sifat yang
reversible, dengan penetapan terapi agresif, teknologi canggih, monitoring
invasive atau non invasive dan penggunaan obat-obat paten (FK Unair,RSUD
Dr. Soetomo,2001).
Menurut Kep MenKes RI Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU),  yang
dimaksud dengan ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
atau sebuah instalasi di bawah direktur pelayanan yang mempunyai
perlengkapan dan staf yang khusus yang di tujukan untuk observasi,
perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau
penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa.

B. Masalah pisikososial
1. Gangguan citra tubuh
Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan, dan pengetahuan
individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran,
bentuk struktur, fungsi keterbatasan, serta makna dan objek yang kontak
secara terus-menerus (anting, make  up, kontak  lensa, pakaian, kursi
roda) baik  masa lalu  maupun sekarang. (Dalami dkk dalam Fitria dkk.,
2013).
Tanda dan Gejala:
a) Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah.
b) Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan
terjadi.
c)  Menolak penjelasan perubahan tubuh. 
d) Persepsi negatif pada tubuh. 
e) Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang. 
f) Mengungkapkan keputusaaan.
g) Mengungkapkan ketakutan.

Tanda dan gejala lain yang mungkin muncul: 


a) Citra yang mengalami distorsi, melihat diri sebagai gemuk,
meskipun pada keadaan berat badan normal atau angat
kurus.
b) Penolakan bahwa adanya masalah dengan berat badan yang
rendah.
c) Kesulitan menerima penguatan positif.
d) Kegagalan untuk mengambil tanggung jawab menurut diri
sendiri. 
e) Tidak berpartisipasi terhadap terapi. 
f)  Perilaku merusak diri sendiri, muntah yang dibuat sendiri;
penyalahgunaan obat-obatan pencahar dan diuretik,
penolakan untuk makan. 
g) Kontak mata hilang.
h) Alam peraaan yang tertekan dan pikiran-pikiran yang
mencela diri sendiri setelah episode dari pesta dan memicu
perut.
i) Perenungan yang mendalam tentang penampilan diri dan
bagaimana orang-orang lain melihat diri mereka.
2.  Kecemasan (ansietas)
Ansietas  adalah  suatu  perasaan  tidak  santai  yang  samar-samar 
karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons
(sumber seringkali tidak spesifik atau tidak di ketahui oleh individu);
suatu perasaan takut akan terjadi sesuatu yang disebabkan oleh ansipasi
bahaya. Hal ini merupakan sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan
tentang bahya yang akan datang dan memperkuat individu dengan
mengambil tindakan menghadapi ancaman (NANDA, 2009,dan Fitria
dkk, 2013).
a. Tingkatan Ansietas
Tingkat  ansietas  menurut  Stuart  dan  Sundeen  (2007) dala
Fitria,dkk (2013) adalah  sebagai  berikut :
1) Ansietas Ringan.
Tingkat ringan berhungan dengan ketengan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2) Ansietas Sedang
Tingkat sedang memungkinkan seeorang untuk memusatkan pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3) . Ansietas Berat
Tingkat berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Seseorang cenderung untuk memusatkan pada suatu yang terinci,
spesifik, dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada
area lain.
b. Tingkat Panik
Tingkat ini berhubungan degan terperangah, ketakutan
dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya, tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik
melibatkan disorganisasi kepribadian. Terjadi peningkatkan
aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan
orang lain, persepsi menyimpang, dan kehilangan pemikiran
rasional.
Secara praktis kita dapat membedakan tingkatan ansietas ini dalam
kehidupan sehari-hari seperti berikut ini (Fitriaw dkk, 2013):
 Tingkat Ringan:
seseorang yang menghadapi suatu masalah mencoba menjadikan
stressor yang ada sebagai media untuk meningkatkan koping dirinya
dengan cara menghadapi dan menyelesaikan masalah walaupun perlu
beberapa waktu secara mandiri untuk menghadapinya. Dalam kondisi ini
individu tida memerlukan oranglain yang membantu dirinya menghadapi
masalah.
 Tingkat Sedang:
seseorang mencoba menghadappi dan menyelesaikan masalah dengan
bantuan oranglain yang menjadi orang kepercayaan bagi dirinya,
misalnya sahabat, orangtua, dosen, dan lain-lain.
 Tingkat Berat :
seseorang tidak sanggup mengahadapi dan menyelesaikan masalah
walaupun dengan bantuan orang lain yang sudah dipercaya. Dirinya
merasa tidak mampu dan hilang pengharapan untuk menyelesaikan
masalah.
 Tingkat Panik:
merupakan kelanjutan dari tingkat berat yang sudah mengalami
gangguan perilaku motorik misalnya mengamuk dan melakukan perilaku
kekerasan pada orang lain. Kondisi tersebut sudah semestinya
memerlukan bantuan dari pihak medis untuk menurunkan tingkat
kecemasan karena secara umum aktivitas sehari-hari sudah terganggu.
C. Prioritas pasien yang dikatakan kritis, yaitu:
1. Pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis ,tidak stabil,yang
memerlukan perawatan inensif ,dengan bantuan alat – alat ventilasi
,monitoring, dan obat – obatan vasoakif kontinyu dan lain –
pain.misalnya pasien bedah kardiotorasik,atau pasien shock
septik.pertimbangkan juga derajat hipoksemia, hipotensi, dibawah
tekanan darah tertentu.
2. Pasien prioritas 2
Pasien ini memerluakn pelayanan pemantauan canggih dari icu.jenis
pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi segera,karenanya
pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arteri
cateteter sangat menolong.misalnya pada pasien penyakit
jantung,paru,ginjal, yang telah mengalami pembedahan mayor.pasien
prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya.
3. Pasien prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan
sebelumnya,penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik
masing – masing atau kombinasinya,sangat mengurangi kemungkinan
sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi icu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasien – pasien yang dirawat diruangan ICU adalah pasien – pasien
yang sedang mengalami keadaan kritis. Keadaaan kritis merupakan suatu
keadaan penyakit kritis yang mana pasien sangat beresiko untuk
meninggal. Pada keadaan kritis ini pasien mengalami masalah psikososial
yang cukup serius dan karenanya perlu perhatian dan penanganan yang
serius pula dari perawat dan tenaga kesehatan lain yang merawatanya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien kritis ini, perawat
harus menunjukkan sikap professional dan tulus dengan pendekatan yang
baik serta berkomunikasi yang efektif kepada pasien.

B. Saran
Sebagai perawat harus menyadari tentang rasa takut pasien
terhadap peralatan yang dapat membuat reaksi stres yang serius. Perawat
harus secara seimbang dalam memenuhi kebutuhan fisik dan emosional
dirinya maupun kliennya dalam suatu lingkungan yang dapat
menimbulkan stress.
DAFTAR PUSTAKA

Barr W.J. & Bush H.A.(1998). Four factors of nurse caring in the ICU.
Dimensions of Critical Care Nursing, 17(4), 214-223 

Cornock M (1998). Stress and the intensive care patient: Perceptions of


patients and nurses. Jounal of Advand Nursing, 27,18. Davis-Martin S
(1994). Perceived needs of families of long-term critical care patients: A
brief report. Heart Lung, 23, 515

Dyson M. (1996). Modern critical care unit design: Nursing implications


in modern critical care unit design. Nursing Critical Care 1,194, 

ARC resource pack. 2009. Foundation module 7: psychosocial

 Fitria, N. dkk. 2013. Laporan Pendahuluam tentang Masalah Psikososial.


Jakarta: Salemba Medika.

johal,sarb.2009, Foundations of Psychosocial Support in Emergency


Management. New Zealand.

Anda mungkin juga menyukai