Anda di halaman 1dari 23

PENERAPAN TRANTITIONAL CARE MODEL (TCM) PADA LANSIA

DENGAN PENYAKIT KRONIK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Jiwa Lanjut


Dosen Pengampu Mata Kuliah: Ns. Retno Lestari, M.Nurs

Disusun Oleh:
Primasari Mahardhika R.

NIM. 156070300111005

Farida MM

NIM. 156070300111011

Liyanovitasari

NIM. 156070300111013

Dedi Kurniawan

NIM. 156070300111020

Lilik Setiawan

NIM. 156070300111035

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


PEMINATAN KEPERAWATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penuaan merupakan proses perubahan yang menyeluruh dan spontan
yang dimulai dari masa kanak-kanak, pubertas, dewasa muda dan kemudian
menurun pada pertengahan sampai lanjut usia (lansia). Peningkatan populasi
lansia tentunya akan diikuti dengan peningkatan risiko untuk menderita penyakit
kronis seperti diabetes melitus, penyakit serebrovaskuler, penyakit jantung
koroner, osteoartritis, penyakit musculoskeletal, dan penyakit paru. Pada tahun
2000, di Amerika Serikat diperkirakan 57 juta penduduk menderita berbagai
penyakit kronis dan akan meningkat menjadi 81 juta lansia pada tahun 2020,
sekitar 50-80% lansia yang berusia 65 tahun akan menderita lebih dari satu
penyakit kronis (Henny & Herwana, 2010)
Salah satu penyakit kronis yang banyak diderita lansia adalah diabetes
mellitus. Diabetes Mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai
lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron
(Mansjoer, 2008). Prevalensi diabetes melitus yang terdiagnosis pada penduduk
usia di atas 65 tahun menurut data Riskesdas tahun 2007 adalah 4,6%. Diabetes
melitus pada lansia seringkali tidak disadari karena gejala-gejala diabetes seperti
sering haus, sering berkemih, dan penurunanberat badan tersamarkan akibat
perubahan fisik alamiah lansia yang mengalami penurunan, sehingga diabetes
yang tidak terdiagnosis ini akan terus berkembang menjadi komplikasi yang
dapat berakibat fatal.
Penyakit diabetes mellitus merupakan bagian dari penyakit kronis akan
menyebabkan masalah medis, sosial dan psikologis yang akan membatasi
aktifitas dari lansia sehingga akan menyebabkan penurunan kualitas hidup.
Penurunan kualitas hidup tersebut sering disebabkan karena lebih dari satu
penyakit yang diderita sehingga terlalu banyak obat yang harus diminum, dan
secara otomatis akan meningkatkan efek samping obat yang akan timbul

(Bradway et al., 2011). Efek samping obat, serta kurangnya kemampuan lansia
dan keluarga dalam merawat dirinya membuat lansia rentan mengalami
perburukan kondisi paska hospitalisasi. Hal ini membuat posthospitalization
menjadi periode yang sangat rentan bagi lansia. Akses ulang lansia pada pusat
pelayanan kesehatan membuktikan kegagalan lansia dan keluarga dalam proses
transisi dari Rumah Sakit ke rumah. Lansia dengan penyakit kronis
membutuhkan pelayanan kesehatan dalam waktu yang lama serta tidak jarang
yang membutuhkan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari (Toles,
2012).
Penyakit diabetes mellitus seringkali memperparah kondisi lansia
sehingga tingkat rehospitalization mengalami peningkatan. Kondisi lansia
tersebut dapat membuat pemberi perawatan dalam hal ini adalah keluarga akan
merasa terbebani sehingga tidak jarang mengakibatkan stress pada keluarga
pasien (Bradway et al., 2011). Masalah kesakitan pada lansia yang lebih sering
disebabkan tidak berhasilnya masa transisi dari pelayanan kesehatan ke rumah
membutuhkan strategi untuk memecahkannya. Salah satu strategi untuk
memecahkan masalah tersebut adalah dengan penerapan Transitional Care
Model.
Transitional Care Model (TCM) merupakan sebuah model keperawatan
yang menekankan perawatan pada masa transisi antara pusat pelayanan
kesehatan dengan perawatan lain salah satunya perawatan di rumah. Discharge
planning yang adekuat, follow up dari perawat serta tim kesehatan lain
memastikan pasien dan keluarga mampu beradaptasi dengan perawatan yang
harus dilakukan dalam mengelola kesehatan pasien. Masa transisi yang dikelola
dengan baik oleh tenaga kesehatan dalam hal ini adalah perawat dapat
meningkatkan kemampuan dan kemandirian pasien dan keluarga dalam
pelakukan pengelolaan kesehatan (Afaf I. Meleis, 2010). Kemandirian yang
penuh dalam pengelolaan kesehatan oleh pasien dan keluarga dipercayamampu
menurunkan morbiditas pada lansia dalam hal ini hospitalisasi ulang . Sehingga
lansiadan keluarga mampu mandiri untuk menjaga kesehatannya agar mencapai
peningkatan kualitashidupnya. Selain itu Perawatan pada masa transisi yang
adekuat dapat meningkatkan kepuasanpasien dan keluarga terhadap pelayanan

kesehatan yang diterima, serta mampu menurunkanbiaya kesehatan yang harus


dikeluarkan jika terjadi hospitalisasi ulang (Naylor, 2008).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti seminar ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami
penerapan transitional care model pada penyakit kronis yang diderita lansia
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui tentang pengertian dari transitional care model
b. Untuk memahami tentang komponen penting dari transitional care model
c. Untuk mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang beracuan
pada transitional care model

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Transitional Meleis


A. Pengertian
Transition theory adalah salah satu nursing theory yang
dicetuskan oleh Afaf Ibrahim Meleis, teori ini mulai dikembangkan pada
tahun 1960. Transisi adalah konsep yang sering digunakan didalam teori
perkembangan dan teori stress-adaptasi. Transisi mengakomodasi
kelangsungan dan ketidakberlangsungan dalam proses kehidupan
manusia, transisi berarti pergerakan dari satu keadaan, kondisi, atau
tempat ke kondisi lainnya. Meleis awalnya mendefinisikan transition
sebagai transisi yang sehat atau transisi yang tidak efektif dalam
kaitannya dengan peran yang tidak efektif. Meleis mendefenisikan peran
yang tidak efektif sebagai kesulitan di dalam mengenal atau kinerja dari
peran atau perasaan dan tujuan yang terkait dengan peran perilaku seperti
yang dirasakan oleh diri sendiri atau oleh orang lain (Alligood, 2014).
B. Tipe dan Pola dari Transisi,
Tipe transisi terdiri developmental, health and illness,
situational, and organizational. Developmental (perkembangan) terdiri
dari kelahiran, kedewasaan (adolescence), menopause, penuaan (aging),
dan kematian. Health and illness (sehat dan sakit) terdiri dari proses
pemulihan, hospital discharge (keluar dari rumah sakit), dan diagnosis
dari penyakit kronis. Organizational transition adalah perubahan kondisi
lingkungan yang berefek pada kehidupan klien, serta kinerja mereka
(Schumacer & Meleis, 1994 dalam Alligood, 2014). Pola transisi terdiri
dari multiple dan kompleks. Kebanyakan orang memiliki pengalaman
yang multiple (banyak) dan simultan (berkelanjutan) dibandingkan
dengan hanya satu pengalaman transisi, dimana tidak mudah untuk
mengenalinya dari konteks kehidupan sehari-hari. Dalam setiap studinya
meleis mencatat dimana dasar dari teori pengembangan meliputi
seseorang yang memiliki minimum dua tipe transisi, dimana tidak adanya
hubungan langsung antara dua tipe transisi, sehingga mereka
mempertimbangkan jika terjadi transisi yang berurutan dan simultan serta
adanya overlaping dari transisi, maka esensi dari hubungan antara
kejadian yang terpisah adalah permulaan dari transisi seseorang.

C. Properties of Transition Experiences (Sifat dari pengalaman transisi),


1.

sifat dari pengalaman transisi terdiri dari lima sub konsep yaitu:
Kesadaran (Awarness)
Didefinisikan sebagai persepsi, pengetahuan dan pengenalan terhadap
pengalaman transisi. Level dari kesadaraan sering tercermin dari
tingkatan kesesuaian antara apa yang diketahui tentang proses dan
respon serta harapan dasar apa yang ditetapkan tentang respon dan
persepsi individu yang mengalami transisi yang sama. Individu yang

2.

tidak sadar akan perubahan berarti tidak memulai proses transisinya.


Ikatan ( Engagement),
Merupakan sifat lainnya yang dicetuskan oleh Meleis, engagement
adalah

tingkatan

yang

mana

melibatkan

demonstrasi

atau

pertunjukkan seseorang yang tidak dapat dipisahkan dari proses


transisi. Level pertimbangan awareness mempengaruhi level dari
3.

engagement, tidak akan ada engagement tanpa adanya awarness.


Berubah dan Perbedaan (Changes and difference)
Changes adalah pengalaman seseorang tentang identitas, peran,
hubungan, kebiasaan, dan perilakunya yang kemungkinan membawa
keinginan untuk bergerak atau arahan langsung proses internal dan
proses eksternal. Meleis, dkk menyatakan semua transisi berhubungan
dengan perubahan, walaupun perubahan belum tentu merupakan suatu
transisi. Mereka juga menyatakan untuk memahami transisi secara
komplit sangat penting untuk menyingkap dan menjelaskan arti dan
pengaruh dan cakupan dari perubahan seperti alam, kesementaraan,
kekejaman, personal, keluarga, norma sosial dan harapan. Difference,
Meleis, dkk mempercayai perbedaan kesempatan atau tantangan bisa
ditunjukkan oleh karena ketidakpuasan atau harapan yang tidak lazim,
perasaan yang tidak sama, atau memandang sesuatu dengan cara yang
berbeda, dan meleis meyampaikan perawat harus mengenali tingkat
kemyamanan dan penguasaan klien dalam mengalami perubahan dan

4.

perbedaan.
Rentang waktu (Time Span)
Semua transisi bersifat mengalir dan bergerak setiap saat. Karakter
transisi sebagai time span dengan indentifikasi titik akhir. Berawal

dari antisipasi, persepsi atau demonstrasi perubahan, bergerak melalui


periode yang tidak stabil, kebingungan, stress berat sampai menuju
fase akhir dengan adanya permulaan baru atau periode yang stabil.
Meleis, dkk mencatat bahwa akanbermasalah atau tidak layak, dan
bahkan mungkin merugikan, untuk membatasi rentang waktu
5.

beberapa pengalaman transisi.


Titik kritis dan peristiwa (Critical Point and Event),
didefinisikan sebagai penanda yang terdiri dari kelahiran, kesakitan
dan kematian. Kematian, menopause, atau diagnosis penyakit. Meleis
juga mengakui bahwa penanda peristiwa spesifik tidak semuanya jelas
bagi beberapa transisi, walaupun transisi biasanya memiliki critical
point dan events.Critical point and event biasanya berhubungan
dengan kesadaran tinggi pada perubahan atau ketidaksamaan atau
lebih exertive engagement pada proses transisi

Transition Theory merupakan salah satu nursing theory yang merupakan


bagian dari middle-range theory, dikarenakan Transition theory adalah middle
range theory maka, teori ini dikembangkan berdasarkan riset yang
menggunakan Transition Framework. Transition theory dapat diaplikasikan
dalam praktek dengan berbagai tipe grup, yang terdiri dari populasi geriatric,
popoulasi psikiatri, populasi maternal, wanita yang menopause, pasien
Alzheimer, family caregiver, wanita imigran, dan orang yang memiliki
penyakit kronis. Transition theory menyediakan arahan untuk praktik
keperawatan dengan berbagai tipe transisi oleh penyediaan perspektif yang
komprehensif pada konsep nature dan tipe transisi, kondisi transisi, dan
indikator proses serta outcome.
D. Asumsi Teori
Asumsi dari teori ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Nursing
Perawat adalah pemberi pelayanan pelayanan utama pada klien dan
keluarganya

yang

berada

dalam

proses

transisi

Transisi

mengakibatkan perubahan serta merupakan hasil dari perubahan


2. Person
Transisi melibatkan pergerakan dari proses dan berubah dalam pola
fundamental kehidupan, dimana merupakan manifestasi dari semua

individu. Transisi menyebabkan perubahan dalam identitas, peran,


hubungan, kebiasaan, dan pola perilaku. Kehidupan sehari-hari dari
klien, linkungan dan interaksi terbentuk oleh alam, kondisi, arti, dan
proses pengalaman transisi klien
3. Health
Proses transisi adalah bersifat kompleks dan multidimensional.
Transisi memiliki pola yang multiple dan kompleks. Semua transisi
berkarakteristik mengalir dan berubah sepanjang waktu. Perubahan
dan perbedaan tidak dapat ditukar walaupun merka bersinonim dengan
transisi
4. Environment
Kerentanan berhubungan dengan pengalaman transisi, interaksi, dan
kondisi lingkungan yang mengekspose individual terhadap potensi
kerusakan, problematic atau perpanjangan pemulihan kesehatan atau
kegagalan koping yang sehat. Berikut merupakan contoh kriteria dan
pengkajian yang dilakukan untuk melakukan skrining dan pengkajian
resiko.
II. Konsep transitional care model (TCM)
A. Pengertian
Transitional Care Model (TCM) merupakan sebuah model
keperawatan yang menekankan perawatan pada masa transisi antara
pusat pelayanan kesehatan dengan perawatan lain salah satunya
perawatan di rumah. Lansia terutama dengan penyakit kronis memiliki
tingkat kesulitan yang besardalam proses transisi, sehingga sering
terjadi angka hospitalisasi ulang. Rendahnya kemampuanlansia dalam
menerima informasi serta kurangnya hubungan dengan petugas
kesehatan selamahospitalisasi serta ketidaksiapan discharge planning
menjadi alasan kegagalan dalam prosestransisi(Afaf I. Meleis, 2010).
Model perawatan transisi merupakan suatu model
perencanaan yang komprehensif dari rumah sakit menuju ke rumah
yang diberikan pada orang dewasa yang beresiko tinggi mengalami
penyakit

kronis

dengan

menekankan

pada

koordinasi

dan

kesinambungan perawatan, pencegahan komplikasi, serta pengobatan


klinis dimana semuanya tersebut dilakukan dengan keterlibatan aktif

dari pasien dan keluarga atau pengasuh serta bekerjasama dengan tim
dokter (Naylor & Shocalschi, 2010).
Transitional
Care
Model

(TCM)

sebagai

intervensimultidisiplinyang dilakukan oleh perawat dimana fokus


pengaturan atau perawatannya diberikan pada saat pasien di rumah.
Pada

pemberian

TCM

ini,

meyakinkanbahwapasiendanperawatkeluargamemilikipengetahuandan
keterampilanuntukperawatankesehatan pada masalah yang muncul,
TCM

adalahpelengkapsempurnauntukperawatan

primer

yang

diberikanolehdokterbiasa, lewatteleponkasus program manajemen


yang tidakmencakuplayananrumahataupenyakit program manajemen
yang hanyafokuspadakondisisatukesehatan.

B. Elemen penting dari perawatan model transisi (TCM)


Menurut Bryan & Naylor (2009) menjelaskan bahwa
perawatan model transisi memiliki beberapa elemen yang harus
diperhatikan diantaranya:
1. TransisiPerawatanPerawat
2.

(TCN)

sebagaikoordinatorutamaperawatan
Di
rumahsakitpenilaian,

persiapan,

danpengembangandibuktikanberbasisrencanaperawatan
3. TCN
dilakukan
dengan
kunjungan
bisamelaluipengontrolanmenggunakantelepon

(tujuhhari

rumah
per

minggu) melalui rata-rata duabulanpasca-discharge


4. TCN memfasilitasi tim tenaga medis seperti dokter untuk
melakukan perawatan kunjungan di rumah
5. Keterlibatanaktifdaripasiendankeluargaataupengasuh informal yang
termasuk dalam hal pendidikan dan dukungan
6. Pendekatanmultidisiplin yang meliputipasien, keluarga,informaldan
formal pengasuhadalahbagiandarisebuahtim
7. Komunikasi,
antara,
dan
di
keluargadanpelayanankesehatan

yang

antarapasien,
resmipemberi,

danpenyedialayanankesehatandan professional
C. Komponen-komponen dari perawatan model transisi (TCM)
Komponen dari perawatan model transisi (TCM) adalah :

1. Memahami pasien dan caregiver


Pasienseringkali kurang memperhatikan tentang apa yang diajarkan
perawat saatdirawat di rumahsakit. Banyakdariinformasi yang
dikomunikasikankepadapasiendananggotakeluargaselamatinggal di
rumahsakit,
tetapiseringpasiendanpengasuhtidakmampumenyerapinformasiituk
arenaberada di rumahsakitsemakin menambah stres. Komponen
utama dari TCM adalahmemprioritaskan pasiendankeluargadengan
pemberian

pendidikanbaik

di

rumahsakitdandalamtransisidarirumahsakitkerumah.

Misalnya,

dalamkunjunganpasca-discharge pertama TCN mencurahkanwaktu


yang
signifikanuntukkembalimelihatpetunjukdikeluarkandarirumahsakit
untukmemastikanbahwapasienbenarbenarmengertidandapatmelaksanakanrencanaperawatan.Selain

itu

TCN juga memastikan bahwa informasi yang didapat pasien dari


rumah sakit dapat diterima dan diterapkan di rumah.
2. MembantuPasienMengelolaMasalahKesehatandanMencegah
kekambuhan
Perawatan di rumahmerupakan perawatan tindaklanjut dari TCM
yang dapat dilakukansatusampaitigabulan, sehingga peran dari
TCN

adalahmemfasilitasimasing-masingpasiendankeluargadalam

pengasuhan

di

rumah.

TCN

membantupasienmengembangkansistemuntukmengatur
perawatanpasien

dan

keluarga

merekasecaraefektifdanmencapaitujuannya. Selain itu TCN juga


melibatkan pasien dan keluarga untuk mengembangkanrencana
yang

realistisyang

mencakupstrategiuntukmencapaihasilkesehatanpositif

yang

bertujuanuntukmencegahperistiwaperawatanakutmasadepan.
Sebuahtitikfokusutamadariupayaperawatadalahuntukmembantupasi
endankeluargamengembangkanpengetahuan
dibutuhkanuntukmengidentifikasimasalahkesehatanyang

yang
dialami

oleh

pasien.Setiaprencanadisesuaikandenganmasing-

masingpasiendanmengidentifikasisumberdantingkatperubahansehin
gga perawat bisa untuk merencanakan intervensi selanjutnya.
3. Manajemen Obat
Selamapasien
rawatinappasien,TCN
jugamengkajirencanapengobatandenganmelibatkan
apotekerrumahsakit.

Hal

ini

bertujuan

untukmengurangijumlahkeseluruhanobatdanmenghilangkankontrai
ndikasidaninteraksi

yang

tidakaman.

Saatmasukrumahsakitdanpasca-discharge kunjunganpertama, TCN


melakukanrekonsiliasiobatuntukmenjaminpasien

rutin

mendapatkan obat dengan dosis yang benar, kemudian perawat


mendokumentasikandalamrekammedispasiendanhadir
rumah.Prioritas
pemahamanpada

dari

peran

TCN

pasienmengenai

adalah

di
memberikan

perubahandalamdosis

pengobatan, nama-nama obat yang didapat, serta kepatuhan pasien


dalam minum obat. TCN juga menginstruksikanpasiententang
jadwal minum obat, efek samping, dosis, dan penyimpanan obat
yang benar.
4. Transisi perawatan
Transisi perawatan dilakukan perawat dengan berkoordinasi
dengan dokter untuk pemberian asuhan keperawatan dirumah pada
lansia.
D. Perawatan Individual
Setiap pasien yang berpartisipasi dalam TCM yang mendapatkan
perawatan individual yang sesuai dengan protokol standar. Dimana
unsur-unsur dari protokol yang standar tersebut, TCN berikan
didasarkan dari interaksi dan intervensi yang spesifik dengan setiap
pasien yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Sebagai contoh
yaitu, protokol dalam menentukan tingkat minimum lama komunikasi
melalui telepon yang dilakukan di rumah antara pasien dan TCN,
walaupun hal tersebut telah ditentukan dalam protocol, namun
sebenarnya panjang dan lama panggilan telepon diperbolehkan
melebihi protokol tersebut yang disesuaikan berdasarkan kebutuhan

individual pasien itu sendiri. Protokol standar termasuk lain yang


termasuk dalam perawatan individual ini meliputi:
1. Kunjungan rawat inap pasien di RS
Dalam seting rawat inap akut dalam waktu 24 jam sejak
pendaftaran dalam program TCM ini, TCN melakukan penilaian
secara

komprehensif

dari

status

kesehatan

pasien

dan

mengidentifikasi kebutuhan dan layanan prioritas bagi pasien dan


caregiver selama pasien menetap di rumah sakit. TCN bekerja sama
dengan dokter dan anggota lain dari tim pemberi pelayanan
kesehatan

untuk

mengefektifkan

rencana

perawatan

untuk

merancang dan mengkoordinasikan rawat inap serta tindak lanjut


perawatan dan tindakan berdasarkan penilaian komprehensif dan
tujuan yang telah diinformasikan dan diketahui oleh pasien.
2. Home Visits pasien
TCN mengunjungi setiap pasien di rumahnya dalam rentan waktu
24 sampai 48 jam setelah pulang dari rumah sakit. Setelah
kunjungan pertama, minimal akan dilakukan satu kunjungan rumah
per minggu selama satu bulan pertama, diikuti dengan kunjungan
semi-bulanan sampai habis kontrak dari program ini. TCN
membuat kontak telepon dengan pasien, sesuai kebutuhan, dan
dalam setiap minggu pasien akan mendapatkan kunjungan tanpa
adanya jadwal yang tetap. Selain itu, untuk perawatan darurat
selama jam ketika TCN tidak ada. Penting untuk dicatat bahwa
perawat tidak selalu stand by di tempat sehingga penting untuk
mencatat nomer telpon perawat atau pelayanan emergensi lain.
3. Kunjungan Perawat dengan dokter
TCN mendampingi pasien pada kunjungan pertamanya dengan
dokter pasca-discharge planning dan pada kunjungan berikutnya,
jika diperlukan. Selama kunjungan awal, TCN menjamin
komunikasi yang baik terkait dengan rencana perawatan antara
rumah sakit dan penyedia perawatan primer (PCPs). Misalnya,
sebelum atau selama kunjungan, TCN memberikan salinan
instruksi debit/ jangka waktu kontrak serta data TCN sendiri pada
status pasien dan rencana perawatan. TCN juga membantu pasien

dan caregiver nya untuk mencapai tujuan kunjungan mereka secara


optimal. Sebagai contoh, TCN membantu pasien dan caregiver
untuk menghasilkan daftar pertanyaan sebelum kunjungan dokter
sehingga pasien bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaanpertanyaan besar selama kunjungan tersebut. TCN langsung
memfasilitasi dan mengadvokasi pasien kepada dokternya. Segera
setelah kunjungan, perawat juga membantu pasien dan perawat
keluarga dalam memahami instruksi penyedia perawatan primer
tersebut.
4. Jadwal Kunjungan
Kunjungan rumah adalah komponen penting dari TCM yang. The
TCN harus melihat untuk un- derstand bagaimana pasien dan
keluarga / pengasuh mengelola gejala, dan untuk menentukan
apakah situasi hidup bisa membuktikan bermasalah untuk
kesehatan pasien (misalnya, keberadaan jamur di apartemen
seorang pasien PPOK; tanaman yang dapat menyebabkan alergi;
kondisi hidup stres)dll. Keselamatan pasien dalam menyelesaikan
aktivitas hidup sehari-hari (ADL, termasuk mandi, berjalan, toilet,
dll) dan kegiatan instrumental hidup sehari-hari (IADLs, termasuk
ping toko-, pekerjaan rumah tangga, .) dinilai, rekomendasi untuk
mengadaptasi lingkungan yang dibuat, dan rujukan ke daerah agen
senior selesai, jika diperlukandikunjungi. Berikut jadwal kunjungan
digunakan di bawah TCM-Pasien di rumah sakit dalam waktu 24
jam setelah pendaftaran; Setiap hari selama di rumah sakit; Di
rumah dalam rentang waktu 24-48 jam pulang dari rumah sakit;
setidaknya per minggu selama bulan pertama, setidaknya 2x
perbulan selama durasi pemberian intervensi; dan Selain itu, TCNs:
Menyediakan layanan telepon setiap hari untuk melayani pasien
dan caregiver yang membutuhkan bantuan atau saran dalam
melakukan perawatan. Memberikan pasien dan perawat rencana
tertulis dengan instruksi dan nomor telepon dari dokter, rumah sakit
lokal dan layanan ambulans untuk perawatan darurat; dan Lakukan

kontak telepon dengan pasien selama seminggu setiap pasien tidak


mendapat kunjungan di rumah.
Tujuan dari panggilan ini dimaksudkan sebagai cara
memonitoring status kesehatan pasien untuk memperkuat akuisisi
keterampilan. Sementara jadwal yang diusulkan mendefinisikan
harapan minimal, TCNs diperintahkan untuk menggunakan
penilaian klinis mereka untuk menentukan frekuensi (jumlah) dan
intensitas (lama) dari pasien dan caregiver. Persiapan untuk kontak
pasien dapat mencakup konsultasi TCN dengan dokter pasien dan,
bagi klien dengan kasus yang sangat kompleks dari tim
multidisiplin, untuk mengidentifikasi strategi untuk memenuhi
kebutuhan pasien atau caregiver.

BAB III
KASUS

Tn. S berusia 65 tahun dengan diagnosa menderita penyakit diabetes


mellitus disertai hipertensi. Tn. S tinggal bersama istri. Tn. S sudah di rawat selama 3
hari di RS dan direncanakan untuk bisa pulang dan melanjutkan pengobatan rawat
jalan. Pada awal pengobatan, baik Tn. S maupun istrinya sering mengajukan
pertanyaan yang lebih berfokus pada perjalanan penyakit, pilihan pengobatan, serta
efek samping dari pengobatan. Terkadang selama pengobatan baik Tn. S dan istrinya
mengalami keputusasaan. Tn. S juga pernah bertanya pada dokter mengenai penyakit
yang tidak bisa sembuh dengan sempurna. Tn. S berkata dengan suara yang agak
tinggi kepada petugas bahwa setiap petugas harus melakukan tugasnya dengan benar
agar penyakitnya cepat sembuh. Tn. S di rumah juga kadang sering marah kepada
istrinya. Istri Tn. S pun sering merasa takut dan kebingungan bagaimana agar dapat
membantu mengatasi masalah yang dihadapi suaminya tersebut. Selain itu. Dengan
berjalannya waktu lama kelamaan Tn. S merasa jenuh dan bosan dengan minum
obat. Tn. S sering tidak teratur untuk minum obat sehingga gula darahnya sering
meningkat. Terkadang apabila istrinya tidak mengingatkan, Tn. S tidak minum obat.
Istri Tn. S juga merasa keberatan untuk merawat luka Tn. S yang berada di kaki.
Selain itu Tn. S juga tidak berinteraksi dengan orang lain sejak mengetahui bahwa
dirinya menderita diabetes mellitus.

BAB IV
PEMBAHASAN

Lansia dengan penyakit kronis merupakan kelompok rentan dalam


kesehatan.
Peningkatanpopulasilansiatentunyaakandiikutidenganpeningkatanresikountukmender
itapenyakitkronikseperti

diabetes

mellitus,

penyakitcerebrovaskuler,

penyakitjantungkoroner, osteoarthritis, penyakit musculoskeletal danpenyakitparu.


Penyakitkronikmenrupakanpenyakit

yang

berkepanjangandanjarangsembuhsempurna.Walautidaksemuapenyakitkronikmengan
camjiwa,

namundapatmenjadibebanekonomibagiindividu,

dankomunitassecarakeseluruhan.
Penyakitkronikpadalansiaakanmenyebabkanmasalahmedis,
danpsikologis

keluarga,
social,
yang

akanmembatasiaktifitasdarilansiasehinggaakanmenyebabkanpenurunankualitashidupl
ansia.

Padakasustelahdijelaskanbahwaklienmenderitalebihdarisatupenyakitkronik,

yakniklienmenderita DM dengandisertaiadanyapeningkatantekanandarah (hipertensi)


sehinggaklienharusminumbanyakobat.Lebih dari satu penyakit kronis yang diderita,
menyebabkan lansia meminum lebih banyak obat sehingga dapat meningkatkan
munculnya efek samping obat. Ketidakmampuan care giver maupun pasien dalam
melakukan tindakan perawatan setelah keluar dari Rumah Sakit menyebabkan
tingginya angka hospitalisasi ulang pada lansia (Toles, 2012).
Tingginya angka hospitalisasi ulang merupakan indikator kegagalan
masa transisi pasien dari pusat pelayanan kesehatan kepada perawaan di rumah.
Kegagalan pada masa transisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya
adalah keterbatasan informasi yang dimiliki pasien dan keluarga saat dilakukan
discharge planning. Bervariasinya kemampuan kognitif pasien serta keluarga serta
keterbatasan mereka berkomunikasi dengan tenaga kesehatan membuat keluarga dan
pasien merasa tidak dipersiapkan dalam menghadapi kepulangan pasien. Sehingga
kepulangan pasien tersebut menjadi stressor tersendiri baik bagi pasien maupun bagi
pemberi perawatannya (Toles, 2012). Faktor kedua yang menghambat keberhasilan
proses transisi adalah meskipun keluarga telah mendapat informasi tentang
perawatan, namun keluarga tidak mengetahui tentang kondisi keparahan dari
penyakit pasien, sehingga saat terjadi kondisi kegawatan mereka kurang mampu

memberikan penanganan yang sesuai. Masalah ketiga adalah konsistensi dan


komitmen pasien dan keluarga dalam proses pelaksanaan rencana perawatan di
rumah. Kurangnya follow up dari tenaga kesehatan membuat keluarga dan pasien
terkadang kehilangan motivasi untuk menjalankan rencana perawatan yang telah
disusun (Bradway et al., 2011). Masalah yang terjadi selama masa transisi tersebut
membutuhkan penanganan atau system pelayanan kesehatan yang terintegrasi
dengan baik untuk meningkatkan kemandirian dan kemampuan pasien dan keluarga
dalam mengelola kesehatannya.
Dalam mengatasi banyaknya permasalahan selama proses transisi ini
dapatmenggunakansalahsatu

model

psikogeriatrisebagaiacuandalammemberikanasuhankeperawatanlansiayakni

dengan

transitional care model (TCM). TCM merupakantindakan, prosedur, ataukomunikasi


yang
digunakanuntukmemastikankoordinasidankontinuitaspelayanankesehatansetelahpasi
enditransferketingkatlayanankesehatan yang berbeda.Tujuan dari TCM

adalah

mempersiapkan kemandirian pasien segera setelah kepulangan dari pusat pelayanan


kesehatan.Komponenutamadari

TCM

adalahmemahamipasiendan

caregiver,

membantupasienmengelolamasalahkesehatandanmencegahkekambuhan,
manajemenobatdanperawatantransisi.
Transaitional Care Model

for

Adult

tentu

mengadopsi

atau

pengembangan dari teori Transitional Care Model Meleis. TCM for Adult
merupakan turunan dari teori Meleis yang memandang bahwa lansia terutama
dengan penyakit kronis memiliki tingkat kesulitan yang besar dalam proses transisi,
sehingga sering terjadi angka hospitalisasi ulang. Rendahnya kemampuan lansia
dalam menerima informasi serta kurangnya hubungan dengan petugas kesehatan
selama hospitalisasi serta ketidaksiapan discharge planning menjadi alasan kegagalan
dalam proses transisi(Afaf I. Meleis, 2010).
Transitional Care Model(TCM)mempunyai

system

pelayanan

keperawatan yang disebut Transitional Care Nursing atau TCN. TCN merupakan
sebuah system pelayanan kesehatan yang memberikan persiapan pulang yang
adekuat, serta home care dan follow up secara berkala dalam intervensi selam proses
transisi. TCN inilah yang akan membantu klien dan keluarga atau pemberi perawatan
untuk memenuhi kebutuhan klien serta mendorong klien dan keluarga untuk

meningkatan kemampuan dalam mengelola kesehatannya (Naylor, 2008). TCM yang


dilakukan dengan TCN memberikan dampak baik yang besar kepada pasien. Dengan
kualitas hidup yang meningkat, akan mengurangi angka kekambuhan penyakit kronis
sehingga pasien tidak perlu datang ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan
(Toles, 2012).
Penurunan kemampuan untuk memenuhi kesehatan serta rendahnya
kemampuan untuk mengelola kesehatan lansia post hospitalisasi mendorong
perlunya sebuah system pelayanan kesehatan dalam masa transisi tersebut. TCM
memandang sangat penting intervensi keperawatan dalam mengefektifkan proses
transisi pasien mulai dari makna dari perubahan kondisi yang dialami selama masa
transisi, serta komponen support system lain yang dinilai sangat penting dalam
mensukseskan proses transisi tersebut. TCM dipandang sangat aplikatif dalam
meningkatkan kualitas hidup lansia dan keluarga, serta menurunkan tingkat stress
yang dialami oleh para pemberi perawatan dalam hal ini pasien (Bradway et al.,
2011).
Beberapapenelitiantelahmenjelaskanbahwa

TCM

dapatdigunakanuntukmembantupasiendankeluargaterutamadalamhalperawatanolehke
luarga
1

di

rumahdanmemandirikanpasien.Aplikasipadakasus

berdasarkankomponendari TCM yakni:


Memahamipasiendan caregiver
Berdasarkankasus

Tn.

yang

diangkat,

pasienkurangmendapatinformasitentangpenyakitnyasehinggapasienengganunt
ukberobat.Dengandemikian,
perawatdapatmelakukankunjunganrumahuntukmemberikaninformasi

yang

adekuatterkaitdenganpenyakit

yang

yang

dapatdiberikanpada

dideritapasien.Informasi
Tn.

dankeluargaselaintentangkonseppenyakitnyajugadapatdiberikaninformasitent
angpenatalaksanaan DM danhipertensiseperti diet, olahraga, pengontrolan
2

insulin sertatentangperawatanluka.
Membantupasienmengelolamasalahkesehatandanmencegahkekambuhan
Fokusutamadarikomponeniniadalahupayaperawatuntukmembantupasiendank
eluargamengembangkanpengetahuan
dibutuhkanuntukmengidentifikasimasalahkesehatanyang
pasien.Setiaprencanadisesuaikandenganmasing-

yang
dialami

oleh

masingpasiendanmengidentifikasisumberdantingkatperubahansehingga
perawat bisa untuk merencanakan intervensi selanjutnya. Berdasarkan
kasuspadaTn.S,

perawatdapatmemberikanpenguatankepadakeluarga

agar

secarakonsistendapatmenjalanipengobatandanmelaksanakanpengelolaanmasal
3

ahkesehatan yang telahdiajarkansehinggadapatmencegahkekambuhan.


Manajemenobat
Berdasarkankasus, Tn. S untukmelanjutkanpengobatan.Dengandemikian,
perawatdapatmemberikanmotivasi

agar

tetapkonsistendalammenjalanipengobatandanjugamemberikaninformasiterkait
dengandosisobat
4

yang

benar,

kepatuhanminumobat,

efeksampingdancarapenyimpananobat.
Perawatantransisi
Pada akhir episode ini perawatan kontinuitas akanterus mengikuti pasien
yang telah membuat komitmen untuk tujuan manajemen diri mereka. Dalam
beberapa kasus, TCN akan membantu memfasilitasi akses ke perawatan
paliatif atau jasa rumah sakit, manajemen kasus kronis, berdasarkan
kebutuhan

individual

pasien

dan

perawat

keluarga

Tn.

S,

mereka.Sehinggaapabiladikaitkandengankasus
makaperawatdapatmeningkatkankesadaran

Tn.

untukdapatmemanajemenpenyakitkronik
sedangdialaminyasehinggamembantu

S
yang

pasien

dan

keluarga

dalammengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sumber daya yang


berperanpenting

untuk

mencegah

penurunan

kondisidikemudianharisertamencegahterjadinyahospitalisasiulang.
Tantangan bagi perawat dalam membimbing pasien dan keluarga
dalam

transisi

inidiantaranyaadalahketerampilanuntukmembimbing

pasiendankeluarga dalam lingkup penyakit kronis pada lansia dan mengadvokasi end
of life secara damai. Pada akhir kehidupan, keluarga umumnya menghadapi
keputusan sulit tentang tujuan perawatan, masalah makan, dan keputusan tentang
perawatan di rumah sakit. Keluarga harus memutuskan apakah tujuan perawatan
adalah untuk mencapai kenyamanan atau untuk memperpanjang hidup. Perawat
dapat membantu mengatasi kondisi ini dengan menekankan bahwa perawatan
intensif ditujukan untuk mencapai kenyamanan pasien. Model ini memberikan
prioritas dalam intervensi keperawatan untuk mencapai kenyamanan dan

mempertahankan kepribadian bagi pasien lansia dan keluarganya (Rose & Lopez,
2012). Aplikasi dari

TCM telah menunjukkan keberhasilan dalam mengurangi

readmissions, panjang rawat inap berikutnya, dan biaya keseluruhan. TCM


memanfaatkan perawat didik di tingkat master sebagai Perawat Lanjutan Praktek
(APN), seperti spesialis perawat klinis atau praktisi perawat, yang mempersiapkan
pasien untuk mengkoordinasikan perencanaan perawatan dengan pasien, dokter,
perawat, kelompok sumber daya masyarakat dan instansi lain yang terkait. Demikian
juga, APNs memberikan perawatan kepada lansia untuk mencegah hospitalisasi
ulang. Sehingga dengan mengadaptasi TCM dalam pemberian perawatan pada masa
transisi pada lansia diharapkan akan meningkatkan kulaitas hidup lansia dalam
semua aspek kehidupan.

BAB IV

KESIMPULAN
Transitional Care Model in older adult memandang bahwa lansia sebagai sebuah
kelompok rentan dalam kondisi kesehatannya. Tingginya angka hospitalisasi ulang
pada lansia menjadi bukti kurang berhasilnya proses transisi antara pusat pelayanan
kesehatan dengan perawatan dirumah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain tingkat kemampuan pasien dan keluarga, keadekuatan informasi, sarana
prasarana serta support system yang kurang adekuat. Masalah selama masa transisi
ini membutuhkan sebuat system pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga dalam mengelola kesehatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Afaf I. Meleis, P.D.D.P.S.F. (2010). Transitions Theory: Middle Range and Situation
Specific Theories in Nursing Research and Practice: Springer Publishing
Company
Alligood, Martha Raile. (2014). Nursing Theoriests and Their Work (8th edition ed.):
Elsevier.
Bradway, C, Trotta, R, Bixby, M.B, McPartland, E, Wollman, M. C, Kapustka, H,
Naylor, M.D. (2011). A Qualitative Analysis of an Advanced Practice Nurse
Directed Transitional Care Model Intervention. The Gerontologist, 52(3),
394-407.
Brian, B & Naylor, M. (2009). The Transitional Care Model (TCM): Hospital
Discharge Screening Criteria for High Risk Older Adults. Nursing Journal,
105 (2), 64-69
Naylor, M & Shocalsci. (2010). Scaling Up: Bringing the Transitional Care Model
into the Mainstream. Nursing journal, 12 (9), 1-10
Naylor, M. (2008). Transitional Care: Moving patients from one care setting to
another. Am J Nurs, 108(9), 58-63.
Rose, K M, & Lopez, R P. (2012). Transitions in Dementia Care: Theoretical Support
for Nursing Roles. The Online Journal of Issues in Nursing, 17(2).
Toles, M.P. (2012). Transitions in Care among Older Adults Receiving Long Term
Services and Supports. Journal Gerontologi Nursing, 38(11), 40-47.
Yenny & Herwana, E. (2010). Prevalensi penyakit kronis dan kualitas hidup pada
lanjut usia di Jakarta Selatan. Universa Medicina, 24 (4), 164-170

Anda mungkin juga menyukai