Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KONSEP KEPERAWATAN
TAHAP KELUARGA SEJAHTERA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Keluarga
Dosen Pengampu : Ns. Dhia Diana Fitriani, M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 4

Tuti Vulti 221030122597

Novika Dwi Hidayanti 221030122601

Wahyu Hermawan W. 221030122607

JURUSAN S1 KEPERAWATAN
STIKes WIDYA DHARMA HUSADA
TAHUN AJARAN 2022/2023

Jl. Pajajaran No.1, Pamulang, Kota Tangerang Selatan-Banten Telp. (021)


74716128
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan

Gangguan Orientasi Realitas: Harga Diri Rendah dan Defisit Perawatan Diri.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa

yang diampu oleh Ns. Dhia Diana Fitriani, M.Kep . Penyusun mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini selesai sesuai dengan waktunya.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan

saran yang bersifat membangun khususnya dari dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa sangat

penyusun harapkan, guna menjadi acuan dalam  bekal pengalaman bagi penyusun untuk lebih

baik di masa yang akan datang.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa keperawatan yang ingin

menambah wawasan ilmu pengetahuan. Penyusun juga mengharapkan makalah ini dapat

memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk  pengembangan wawasan dan

ilmu pengetahuan kita semua.

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan di dalam kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan
yang tidak kecil di dalam segi kehidupan manusia. Perubahan situasi individu baik yang
positif maupun negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental dan sosial.
Individu yang sehat jiwa ini meliputi menyadari kemampuan dirinya secara penuh.
Mampu menghadapi problem maupun situasi yang berat dan mampu berada dengan
orang lain (Keliat,dkk.2007).
Data statistik yang dikemukakan oleh (WHO) (2012) menyebutkan bahwa sekitar
450 juta orang di dunia mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa. Sepertiga
diantaranya terjadi di Negara berkembang. Data yang ditemukan oleh peneliti di Harvard
University dan University College London,mengatakan penyakit kejiwaan pada tahun
2016 meliputi 32% dari semua jenis kecacatan diseluruh dunia. Angka tersebut
meningkat dari tahun sebelumnya (VOA Indonesia, 2016).
Menurut WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta
orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia.
Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini adalah 236 juta orang, dengan
kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi dan 0,17% menderita gangguan jiwa
berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat sebanyak 6% penduduk berusia
15-24 tahun mengalami gangguan jiwa, dari 34 provinsi di Indonesia, Sumatera Barat
merupakan peringkat ke 9 dengan jumlah gangguan jiwa sebanyak 50.608 jiwa dan
prevalensi masalah skizofrenia padaurutan ke-2 sebanyak 1,9 permil. Peningkatan
gangguan jiwa yang terjadi saat iniakan menimbulkan masalah baru yang disebabkan
ketidakmampuan dan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penderita (Riskesdas 2013).
Dalam pasien dengan gangguan jiwa kurangnya keperawatan diri akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga dalam kemampuan melakukan aktifitas perawatan diri
menurun. Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu,
keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat dapat memenuhi kebutuhan personal
hygienenya sendiri. Cara perawatan dirimenjadi rumit dikarenakan kondisi fisik atau
keadaan emosional klien. Selainitu,beragam faktor pribadi dan sosial budaya
mempengaruhi praktik hygiene klien. Karena perawatan hygiene seringkali memerlukan
kontak yang dekatdengan klien maka perawat menggunakan ketrampilan komunikasi
untuk meningkatkan hubungan terapeutik dan belajar tentang kebutuhan emosionalklien.
Oleh karena itu penulis membahas makalah ini untuk mempelajari tentang defisit
perawatan diri dan mengkaji pasien dengan gangguan perawatan diri.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan jiwa pada klien Harga Diri
Rendah dan Defisit Perawatan Diri.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dalam pembuatan makalah ini agar mahasiswa mampu :
a. Mampu menjelaskan pengertian dan penyebab dari Gangguan orientasi realitas:
HDR dan DPD
b. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Gangguan orientasi realitas:
HDR dan DPD
c. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan Gangguan
orientasi realitas: HDR dan DPD
d. Mampu melakukan intervensi keperawatan pada klien dengan Gangguan orientasi
realitas: HDR dan DPD
e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan Gangguan orientasi
realitas: HDR dan DPD
f. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan Gangguan orientasi realitas: HDR
dan DPD
g. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat pada teori dan kasus
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kasus (Masalah Utama)


I. Harga Diri Rendah (HDR)
Harga diri rendah adalah Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal
karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri, perasaan tidak berharga,
tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif
terhadap diri sendiri atau kemampuan diri (Yosep, 2010).
Sedangkan menurut (Depkes RI, 2000 dalam Nurarif & Hardhi, 2015, p. 55)
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk
kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak berdaya, pesimis,
tidak ada harapan dan putus asa.

B. Proses Terjadinya Masalah


a. Faktor predisposisi
Terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua, harapan orangtua yang
tidak realistik, orangtua yang tidak percaya, tekanan teman sebaya dan kultur sosial
yang berubah (Yosep, 2011).
Dan menurut (Satrio, 2015) proses terjadinya harga diri rendah kronis juga di
pengaruhi beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan
kultural.
1. Faktor Biologi
Faktor predisposisi yang berasal dari biologis dapat dilihat sebagai suatu
keadaan atau faktor resiko yang dapat mempengaruhi peran manusia dalam
menghadapi stressor.
2. Faktor psikologis
Harga diri rendah sangat berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan
individu menjalankan peran dan fungsi. Penilaian individu terhadap diri sendiri
karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran. Termasuk dalam harga diri
rendah situasional. Harga diri rendah situsional merupakan pengembangan
persepsi negatif tentang dirinya sendiri pada suatu kejadian (NANDA, 2011).
3. Faktor sosial dan kultural
Secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses terjadinya harga diri
rendah. Dimana dalam kehidupan sehari hari anak tumbuh kembang di tiga
tempat, yaitu dirumah, disekolah, dilingkungan (NANDA, 2011).

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian
tubuh, kehilangan orang yang di cintai perubahan penampilan atau bentuk tubuh,
kegagalan atau produktivitas yang menurun (Yosep, 2011).
Secara umum gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi pada
situsional atau kronik, secara situsional atau kronik, secara situsional misalkan trauma
muncul secara tiba tiba misalkan kecelakaan, dioperasi, pemerkosaan, atau di penjara
termasuk dirawat dirumah sakit, biasa menyebabkan harga diri rendah karena
penyakit fisik ataupun pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman.
Penyebab lain adalah harapan fungsi tubuh yang tidak tercapai serta perlakuan
petugas kesehatan yang kurang menghargai klien dan keluarga (Damaiyanti &
Iskandar, 2012).
Secara kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama yaitu
sebelum sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang negative, kejadian sakit
dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini dapat
menyebabkan respon yang maladaptif, kondisi ini dapat ditemukan pada pasien
gangguan fisik kronis (Damaiyanti & Iskandar, 2012).

c. Jenis harga diri rendah


a) Situasional
Harga diri rendah situasional dalam Wilkinson, Ahern (2009)
didefinisikan sebagai suatu perkembangan persepsi negatif terhadap harga diri
individu sebagai respon terhadap situasi tertentu misalnya akibat menderita suatu
penyakit, kondisi ini dapat di sebabkan akibat adanya ganggguan citra tubuh,
kegagalan dan penolakan, perasaan kurang menghargaan, proses kehilangan, dan
perubahan pada peran social yang dimiliki.
b) Kronik
Menurut Fitria (2012) menyatakan bahwa gangguan konsep diri: harga diri
rendah kronis biasanya sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan pasien
sebelum sakit atau sebelum dirawat. Sedangkan menurut Nurarif dan Hardhi
(2015, p. 55) harga diri rendah kronis merupakan evaluasi diri/ perasaan negatif
tentang diri sendiri atau kemampuan diri yang berlangsung lama.

d. Tahap Harga diri rendah


Keliat, dkk. (2011, p. 76) menyatakan bahwa diri rendah muncul apabila
lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuan.
Proses terjadinya harga diri rendah disebabkan karena sering disalakan pada masa
kecil, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Individu pada saat mencapai masa
remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima.
Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan, atau pergaulan.

e. Rentang Respon
Prabowo, (2014 hal 104) menjelaskan rentang respon adaptif dan maladaptif klien
dengan harga diri rendah adalah :
1) Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang
dihdapainya.
1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2. Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
posistif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang
negative dari dirinya.
2) Respon Maladaptif
Respon maladaptive adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak
mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1. Harga diri adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya negative
dan merasa dirinya lebih rendah dari orang lain.
2. Kerancuan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dan mencapai tujuan.
3. Depersonalisasi (tidak mengenal diri) yaitu mempunyai kepribadian secara
intim.
Respon adaptif Respon maladaptive

Aktualisasi Konsep Harga Diri Keracunan


Deper-
diri diri positif rendah identitas sonali-
sasi

f. Mekanisme Koping
Seseorang dengan harga diri rendah memiliki mekanisme koping jangka pendek
dan jangka Panjang. Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberikan hasil
yang telah diharapkan individu, maka individu dapat mengembangkan mekanis
koping jangka Panjang (Direja, 2011). Mekanisme tersebut mencakup sebagai berikut
:
1. Jangka Pendek
a. Aktivitas yang dilakukan untuk pelarian sementara yaitu : pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonton tv secara terus menerus.
b. Aktivitas yang memberikan penggantian indesitas bersifat sementara,
misalnya ikut kelompok social, agama, dan politik.
c. Aktivitas yang memberikan dukungan bersifat sementara misalnya
perlombaan.
2. Jangka Panjang
a. Penutupan identitas : terlalu terburu-buru mengadopsi identias yang disukai
dari orang-orang yang berarti tanpa memperhatikan keinginan atau potensi
diri sendiri.
b. Identitas negative : asumsi identitas yang bertentangan dengan nilai-nilai dan
harapan masyarakat.
g. Tanda dan Gejala
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit.
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3. Merendahkan martabat
4. Gangguan hubungan sosial
5. Percaya diri kurang
6. Mencederai

C. Pohon Masalah
Effect Isolasi sosial

Core Problem Harga Diri Rendah

Causa Ketidakefektifan mekanisme koping

Gambar Pohon masalah Harga Diri Rendah menurut Ade Herman 2011.

D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji :
a) Data Subjektif: Klien mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi,
Klien mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain, klien malu bertemu
dan berhadapan dengan orang lain.
b) Data Objektif: Klien terlihat lebih suka sendiri, Bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, Ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data yang perlu dikaji :
a) Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
b) Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
3. Koping individu tidak efektif
Data yang perlu dikaji :
a) Data subyektif
Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, Mengungkapkan sedih karena keadaan
tubuhnya, Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain, karena
keadaan tubuhnya yang cacat
b) Data obyektif
Ekspresi wajah sedih, Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara, Suara pelan
dan tidak jelas, Tampak menangis.

E. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan mekanisme koping
2. Harga diri rendah
3. Isolasi sosial

F. Penatalaksanaan
Menurut NANDA 2015 terapi yang dapat di berikan pada penderita Harga Diri
Rendah yaitu :
1. Psikoterapi
Terapi ini digunakan untuk mendorong klien bersosialisasi lagi dengan orang lain.
Tujuannya agar klien tidak menyendiri lagi karena jika klien menarik diri, klien dapat
membentuk kebiasaan yang buruk lagi.
2. Therapy aktivitas kelompok
Terapi aktivitas kelompok sangat relevan untuk dilkukan paa klien harga diri rendah.
Terapi aktivitas kelompok ini dilakukan dengan menggunakan stimulasi atau diskusi
untuk mengetahui pengalaman atau perasaan yang dirasakan saat ini dan untuk
membentuk kesepakatan persepsi atau penyelesaian masalah.

G. Rencana Tindakan Keperawatan


Table 2.1 Rencana Tindakan Keperawatan

RENCANA TINDAKAN
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Gangguan Konsep TUM : Klien mampu TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
Diri : Harga Diri meningkatkan harga dirinya dan Klien:
Rendah mempunyai sistem pendukung SP 1
yang dapat membentu a. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang
mengekspresikan perasaan dan dimiliki pasien.
pikirannya secara optimal. b. Bantu klien menilai kemampuan klien yang masih
TUK : dapat digunakan.
a. Klien dapat membina c. Bantu klien memilih kegiatan yang akan dilatih
hubungan saling percaya. sesuai kemampuan klien.
b. Klien dapat d. Latih klien sesuai kemampuan yang dipilih
mengidentifikasi aspek e. Berikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan
positif dan kemampuan klien
yang dimiliki. f. Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
c. Klien dapat menilai harian
kemampuan yang dimiliki SP 2
untuk dilaksanakan.
d. Klien dapat merencanakan a. Evaluasi kegiatan harian klien
kegiatan sesuai dengan b. Latih kemampuan kedua
kemampuan yang dimiliki. c. Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
e. Klien dapat melakukan harian
kegiatan sesuai rencana Keluarga
yang dibuat. SP 1
f. Klien dapat memanfaatkan a. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
sistem pendukung yang merawat klien
ada. b. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri
rendah yang dialami klien dan proses terjadinya
c. Jelaskan cara-cara merawat klien harga diri rendah
SP 2
a. Latih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
dengan harga diri rendah
b. Latih keluarga melakukan cara merawat langsung
kepada klien harga diri rendah
SP 3
a. Bantu keluarga membuat jadwal aktifitas dirumah
termasuk minum obat (discharge planning).
b. Jelaskan follow up klien setelah pulang.

H. Implementasi
Tindakan keperawatan merupakan standar dari standard asuhan yang
berhubungan dengan aktivitas keperawatan professional yang dilakukan oleh perawat,
dimana implementasi dilakukan kepada pasien, keluarga dan kominitas berdasarkan
rencana keperawatan yang dibuat (Damaiyanti, 2012).

I. Evaluasi
Merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai perkembangan klien dalam
mencapai hasil yang di harapkan, asuhan keperawatan adalah proses dinamik yang
melibatkan perubahan dalam status kesehatan klien sepanjang waktu, pemicu kebutuhan
terhadap data baru, berbagai diagnosa keperawatan dan modivikasi rencana keperawatan
asuhan sesuai kondisi klien (Damaiyanti, 2012).

A. Masalah Utama
1) Defisit Perawatan Diri
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan manusia dalam memenuhi
kebutuhannya sehari-hari guna mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien bisa dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri sendiri (Depkes,
2000).
Menurut Dermawan & Rusdi (2013) Defisit perawatan diri adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri seperti mandi, berhias, makan,
toileting. Deficit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-
hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir
rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
Deficit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada pasien
gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian
merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negative dan menyebabkan
pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyrakat (Yusuf, Rizky & Hanik,
2015).
B. Proses terjadinya DPD
a. Faktor Predisposisi
a) Biologis , dimana deficit perawatan diri disebabkan oleh adanya penyakit fisik
dan mental yang disebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri dan
dikarenakan adanya faktor herediter dimana terdapat anggota keluarga yang
mengallami gangguan jiwa.
b) Psikologis, adanya faktor perkembangan yang memegang peranan yang tidak
kalah penting, hal ini dikarenakan keluarga terlalu melindungi dan memanjakan
individu tersebut sehingga perkembangan inisiatif menjadi terganggu. Klien
yang mengalami deficit perawatan diri dikarenakan kemampuan realitas yang
kurang yang menyebabkan klien tidak peduli terhadap diri dan lingkungannya
termasuk perawatan diri.
c) Sosial, kurangnya dukungan sosial dan situasi lingkungan yang mengakibatkan
penurunan kemampuan dalam merawat diri.

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang menyebabkan deficit perawatan diri yaitu penurunan
motivasi, kerusakan kognitif/persepsi, cemas, lelah, lemah yang menyebabkan
individu kurang mampu melalukan perawatan diri.
Menurut Rochmawati (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah :
a) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
b) Praktik Sosial
Pada anak-anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c) Status Sosial Ekonomi
Ersonal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampoo, alat mandi semuanya yang memerlukan uang untuk menyediakannya.
d) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada klien penderita DM, ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
e) Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f) Kebiasaan Seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, shampoo, dan lain-lain.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene :
a) Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah :
Gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata
dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
b) Dampak Psikolososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri
dan gangguan interaksi sosial.

c. Rentang Respon
Menurut Keliat (2014), rentang respon perawatan diri pada klien adalah sebagai
berikut :
Adaptif Maladaptif

Pola perawatan diri kadang perawatan diri, tidak melakukan


Seimbang kadang tidak perawatan saat stres
Keterangan :
a) Pola perawatan diri seimbang, saat klien mendapatkan stressor dan mampu
untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
b) Kadang perawatan kadang tidak, saat klien mendapatkan stressor kadang-
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
c) Tidak melakukan perawatan diri, klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak
bisa melakukan perawatan saat stressor.

d. Mekanisme Koping
Menurut (sutria, 2020), mekanisme koping berdasarkan penggolongan dibagi
menjadi 2 yaitu :
a. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integritas pertumbuhan
belajar dan mencapai tujuan. Kategori ini adalah klien bisa memenuhi
kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
b. Mekanisme koping maladaptive
Mekanisme koping yang menghabat fungsi integritas, memecahkan
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah tidak ingin merawat diri.

e. Jenis-jenis Defisit perawatan diri


Menurut Nanda (2012), jenis perawatan diri terdiri dari :
a. Deficit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
b. Deficit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
c. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
makan secara mandiri
d. Deficit perawata diri : eliminasi/toileting
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri

f. Tanda dan gejala


Menurut Fitria (2012) tanda dan gejala yang tampak pada klien yang mengalami
deficit perawatan diri adalah sebagai berikut :
a. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidak mampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air
mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, meringankan tubuh, serta
masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat
yang memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mempunyai ketidak mampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, mengambil
makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi
makan,mencerna makanan menurut cara yang diterima
masyarakat,mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
makanan dengan aman.
d. BAB/BAK (toiletting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan
tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil. Keterbatasan diri di atas
biasanya diakibatkan karena stresor yang cukup berat dan sulit ditangani
oleh klien (klien bisa mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya
tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi,
berpakaian, berhias, makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak
dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan bisa mengalami
masalah resiko tinggi isolasi social.
C. Asuhan Keperawatan pada klien Defisit Perawatan Diri
1. Pohon Masalah
Effect Risiko Tinggi Isolasi Sosial

Core Problem Defisit Perawatan Diri

Causa Harga Diri Rendah

2. Pengkajian
Menurut NANDA (2012) dalam Mukhripah Damaiyanti (2014) pengkajian Defisit
Perawatan Diri yaitu:
1) Komponen yang harus di perhatikan oleh seorang perawat dalam mengkaji Defisit
Perawatan Diri:
a. Kaji membran mukosa oral dan kebersihan tubuh setiap hari
b. Kaji kondisi kulit saat mandi
c. Bantu perawatan diri: mandi/hygiene (Nic): pantau kebersihan kuku sesuai
kemampuan perawatan diri pasien
d. Kaji tingkat energi dan toleransi terhadap aktivitas
e. Kaji kemampuan untuk mengunyah dan menelan
f. Kaji asupan terhadap keadekuatan asupan nutrisi
2) Data yang bisa ditemukan dalam Defisit Perawatan Diri:
a. Data Primer (Subjektif) :
a) Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin, atau di RS
tidak tersedia alat mandi
b) Klien mengatakan dirinya malas berdandan
c) Klien mengatakan ingin disuapin makan
d) Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah BAK
maupun BAB
b. Data Sekunder (Objektif):
a) Ketidak mampuan mandi / membersihkan diri ditandai dengan rambut
kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan berbau, serta kuku panjang dan kotor.
b) Ketidak mampuan berpakaian/berhias ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, tidak bercukur
(laki-laki), atau tidak berdandan (perempuan).
c) Ketidak mampuan makan secara mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makanan sendiri, makan berceceran, dan
makan tidak pada tempatnya
d) Ketidak mampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai dengan BAB/BAK
tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah
BAB/BAK

3. Diagnosa Keperawatan
Menurut Heather (2015)
1) Defisit perawatan diri: mandi.
2) Defisit perawatan diri: berpakaian.
3) Defisit perawatan diri: makan.
4) Defisit perawatan diri: eliminasi.

4. Rencana Tindakan Keperawatan


Menurut NANDA NIC-NOC dalam Budi Anna Keliat (2010)
Table 2.2 Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Dx Keperawatan
1. Defisit Tujuan umum: 1. Ekspresi wajah Bina hubungan saling
perawatan klien tidak bersahabat. percaya dengan
diri: mandi, mengalami deficit 2. Menunjukkan menggunakan prinsip
berpakaian, perawatan diri. rasa senang. komunikasi terapeutik:
makan, Tujuan Khusus: 3. Klien bersedia 1 Sapa klien dengan
eliminasi TUK 1: berjabat tangan. ramah, baik verbal
Klien dapat 4. Klien bersedia maupun non verbal.
membina menyebutkan 2 Perkenalkan diri
hubungan saling nama. dengan sopan.
percaya dengan 5. Ada kontak 3 Tanyakan nama
perawat. mata. lengkap dan nama
6. Mau bersedia panggilan yang
berdampingan disukai klien.
dengan perawat. 4 Jelaskan tujuan
7. Mau pertemuan.
mengutarakan 5 Jujur dan menepati
masalah yang janji.
dihadapi. 6 Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien apa
adanya.
7 Beri perhatian dan
perhatikan
kebutuhan dasar
klien.
2. Defisit TUK 2: klien 1 Klien dapat Berikan pendidikan
perawatan Mampu menyebutkan kesehatan dan latih
diri: mandi. melakukan pentingnya klien cara-cara
kebersihan diri kebersihan diri. perawatan kebersihan
secara mandiri. 2 Klien mampu diri:
menyebutkan 1 Identifikasi
tanda kebersihan diri,
kebersihan diri. berdandan,makan
3 Klien mampu dan eliminasi.
menyebutkan 2 Jelaskan pentingnya
fungsi menjaga kebersihan
kebersihan diri diri.
untuk 3 Dorong klien untuk
kesehatan. menyebutkan 3
4 Klien mampu tanda kebersihan
menyebutkan diri.
tujuan dari 4 Diskusikan fungsi
kebersihan diri. kebersihan diri
5 Klien mampu untuk kesehatan
menyebutkan dengan menggali
alat-alat untuk pengetahuan klien
menjaga terhadap hal yang
kebersihan diri. berhubungan
6 Klien mampu dengan kebersihan
mempraktikkan diri.
cara menjaga 5 Bantu klien
kebersihan diri. mengungkapkan arti
7 Klien mampu kebersihan diri dan
menyebutkan tujuan memelihara
cara-cara kebersihan diri.
melakukan 6 Beri reinforcement
kebersihan diri. positif setelah klien
mampumengungkap
kan arti kebersihan
diri.
7 Jelaskan alat-alat
untuk menjaga
kebersihan diri.
8 Jelaskan cara-cara
melakukan
kebersihan diri.
9 Latih klien
mempraktikkan cara
menjaga kebersihan
diri.
10 Beri reinforcemen
positif setelah klien
mampu
mempraktikkan cara
menjaga kebersihan
diri.
11 Bantu klien
memasukkan ke
dalam jadwal
kegiatan klien.
12 Diskusikan rencana
tindak lanjut
bersama klien
(SP2).
3. Defisit TUK 3: Klien 1 Klien mampu Berikan pendidikan
perawatan mampu menyebutkan kesehatan dan latih
diri: melakukan cara berhias klien
berpakaian. berhias/berdanda yang baik. berhias/berdandan:
n dengan baik 2 Klien mampu 1 Sapa klien dengan
menyebutkan ramah, baik verbal
cara menyisir maupun non verbal.
rambut. 2 Evaluasi jadwal
3 Klien mampu kegiatan klien.
menyebutkan 3 Jelaskan cara
cara bercukur berhias yang baik.
(laki-laki) dan 4 Jelaskan cara
berdandan menyisir rambut.
(perempuan). 5 Jelaskan cara
4 Klien mampu bercukur (laki-laki),
mempraktikkan dan berdandan
cara berhias (perempuan).
yang baik. 6 Latih klien
mempraktikkan cara
berhias yang baik.
7 Ber reinforcemen
positif setelah klien
mampu
mempraktikkan cara
berhias yang baik.
8 Bantu klien
memasukkan
kedalam jadwal
kegiatan.
9 Diskusikan rencana
tindak lanjut
bersama klien (SP3)
4. Defisit TUK 4: Klien 1 Klien mampu Berikan pendidikan
perawatan mampu menyebutkan kesehatan dan latih
diri: makan melakukan makan cara klien makan secara
dengan baik. mempersiapkan mandiri:
makanan. 1 Sapa klien dengan
2 Klien mampu ramah, baik verbal
menyebutkan maupun non verbal.
cara makan 2 Evaluasi jadwal
yang tertib. kegiatan klien.
3 Klien mampu 3 Jelaskan cara
menyebutkan mempersiapkan
cara merapikan makan.
peralatan 4 Jelaskan cara
makanan makan yang tertib
setelah makan. dan baik.
4 Klien mampu 5 Jelaskan cara
mempraktikkanj merapikan
cara makan peralatan makan
yang baik. setelah makan.
6 Latih cara makan
yang baik.
7 Beri reinforcement
positif setelah klien
mampu
mempraktikkan
cara makan yang
baik.
8 Bantu klien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan
klien.
9 Diskusikan rencana
tindak lanjut
bersama klien
(SP4).
5 Defisit TUK 5: Klien 1 Klien mampu Berikan pendidikan
perawatan mampu menyebutkan kesehatan dan ajarkan
diri:eliminasi melakukan tempat buang klien melakukan buang
eliminasi dengan air besar/buang air besar/buang air
mandiri (buang air kecil yang kecil secara mandiri:
air besar/buang sesuai. 1 Sapa klien dengan
air kecil) 2 Klien mampu ramah,baik verbal,
menyebutkan maupun non verbal.
cara 2 Evaluasi jadwal
membersihkan kegiatan klien.
diri setelah 3 Jelaskan tempat
buang air buang air
besar/buang air besar/buang air
kecil. kecil yang sesuai.
3 Klien mampu 4 Jelaskan cara
mempraktikkan membersihkan diri
cara buang air setelah buang air
besar/buang air besar/buang air
kecil yang kecil.
sesuai. 5 Latih klien
mempraktikkan
cara buang air
besar/buang air
kecil yang sesuai.
6 Beri reinforcement
positit setelah klien
mampu
mempraktikkan
cara eliminasi yang
baik dan benar.
7 Evaluasi tindakan
keperawatan.
3. Strategi Pelaksanana Tindakan Keperawatan.
Menurut Mukhripah, Damaiyanti (2014)
Tabel 2.3 Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Klien Keluarga
SP1P SP1K
1 Menjelaskan pentingnya kebersihan 1 Mendiskusikan masalah yang
diri. dirasakan keluarga dalam merawat
2 Menjelaskan cara menjaga kebersihan klien.
diri. 2 Menjelaskan pengertian, tanda dan
3 Membantu klien mempraktikkan cara gejala defisit perawatan diri, dan jenis
menjaga kebersihan diri. deficit perawatan diri yang dialami
4 Menganjurkan klien memasukkan klien beserta proses terjadinya.
dalam jadwal kegiatan harian. 3 Menjelaskan cara-cara merawat klien
deficit perawatan diri.
SP2P SP2K
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1 Melatih keluarga mempraktikkan cara
klien. merawat klien dengan defisit
2 Menjelaskan cara makan yang baik. perawatan diri.
3 Membantu klien mempraktikkan cara 2 Melatih keluarga mempraktikkan cara
makan yang baik. merawat langsung kepada klien deficit
4 Menganjurkan klien memasukkan perawatan diri.
dalam jadwal kegiatan harian.
SP3P SP3K
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1 Membantu keluarga membuat jadwal
klien. aktivitas di rumah termasuk minum
2 Menjelaskan cara eliminasi yang baik. obat (discharge planning).
3 Membantu klien mempraktikkan cara 2 Menjelaskan follow up pasien setelah
eliminasi yang baik. pulang.
4 Menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan klien.
SP4P
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien.
2 Menjelaskan cara berdandan.
3 Membantu klien mempraktikkan cara
berdandan.
4 Menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan harga diri rendah diambarkan sebagai perasaan yang negative terhadap
diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri merasa gagal mencapai
keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan
pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara
sosial.
Salah satu penyebab dari harga diri rendah yaitu berduka disfungsional. Berduka
disfungsional adalah merupakan pemanjangan atau tidak sukses dalam menggunakan
respon intelektual dan emosional oleh individu dalam melalui prosess modifikasi konsep
diri berdasarkan persepsi kehilangan.
Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit perawatan diri hendaknya di berikan
perhatian yang lebih dalam perawatan diri sehinngga peningkatan kebersihan klien dapat
lebih meningkat lebih baik. Klien yang sering menyendiri merupakan resiko menjadi
isolasi sosial maka komunikasi terapeutik yang di gunakan sebagai landasan untuk
membina saling percaya sehingga dapat mengggali semua permasalahan.
Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit perawatan diri harus selalu di libatkan
dalam kegiatan dan di temani setiap tindakan yang lebih.Identifikasi diri mengenai
penyebab awal terjadinya gangguan tersebut menjadi focus perhatian pemberian
pelayanan kesehatan. Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit perawatan diri
membutuhkan dukungan dari keluarganya sehingga dapat mempercepat proses
penyembuhan klien.

B. Saran
Klien diharapkan dalam mengikuti program penyembuhan yang direncanakan
oleh dokter dan perawat mau dan mampu untuk mengikuti guna kesembuhan klien.
Keluarga nantinya mampu memberikan motivasi dan semangat kepada klien untuk
mengembalikan kepercayaan diri baik di rumah maupun di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Anna Keliat, Budi. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :Buku
Kedokteran EGC.

Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika

Keliat, Budi Anna. (2006). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Nanda. (2015).Diagnosis Keperawatan Definisi & Klarifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor T


Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai