Anda di halaman 1dari 119

ISSN : 2085 - 0204

JURNAL ILMIAH KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN MAJAPAHIT

ERFIANI MAIL
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II
Di BPS Sri Wahyuni, AMd.Keb Desa Melirang Bungah
Gresik
NUR SAIDAH
Perilaku Pantang Makanan Pada Ibu Nifas Di Polindes
Desa Lebak Rejo Kecamatan Purwodadi
Kabupaten Pasuruan
NURUN AYATI
Karakteristik Ibu Hamil Yang Mempengaruhi Keikutsertaan
Senam Hamil Di BPS M Wates Magersari Mojokerto
SARI PRIYANTI
Pengaruh Pengetahuan Terhadap Sikap Remaja Terhadap Penyakit
Yang Menular Akibat Hubungan Seksual Di MAN Mojokerto
SRI WARDINI
Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan
Perdarahan Post Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika
Kota Mojokerto
WIWIT SULISTYOWATI
Teknik Menyusui Yang Benar Pada Ibu Primigravida Di Desa Gayaman
Mojoanyar Mojokerto

HOSPITAL
MAJAPAHIT

VOL 3

NO. 2

Hlm.
1 - 111

Mojokerto
Nopember 2011

ISSN
2085 - 0204

JURNAL ILMIAH KESEHATAN


POLITEKNIK KESEHATAN MAJAPAHIT MOJOKERTO

HOSPITAL MAJAPAHIT
Media ini terbit dua kali setahun yaitu pada bulan Pebruari dan Bulan Nopember
diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Politeknik Kesehatan Majapahit, berisi artikel hasil penelitian tentang kesehatan
yang ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris
Pembina
Ketua Yayasan Politeknik Kesehatan Majapahit
Nurwidji
Pelindung
Direktur Politeknik Kesehatan Majapahit
Sarmini Moedjiarto, S.Pd., MM.Pd.
Ketua Penyunting
Eka Diah Kartiningrum, SKM.
Wakil Ketua Penyunting
Nurul Hidayah, S.Kep., Ners.
Penyunting Pelaksana
Dwi Helyanarti, S.Si
Anwar Holil, M.Pd.
Penyunting Ahli
Prof. Dr. Moedjiarto, M.Sc.
dr. Rahmi, S.A.
dr. Mohammad Husin
Sri Sudarsih, S.Kp., M.Kes.
Henry Sudyanto, S.Kp., M.Kes.
Abdul Muhith, MM.Kes.
Lilis Majidah, MM.Kes.
Distribusi
Sunarto
Alamat Redaksi :
Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
Jl. Jabon Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363
Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736,
Email : Hospitalmajapahit@yahoo.com
BIAYA BERLANGGANAN
Rp. 20.000,-/Eks + Biaya Kirim

HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 3. No. 2, Nopember 2011

ISSN : 2085 - 0204

Pengantar Redaksi,
Jurnal Hospital Majapahit volume 3 no 2 tahun 2011 ini didominasi oleh berbagai penelitian dibidang
kesehatan ibu dan anak, sehingga mayoritas penulisnya adalah bidan. Kemajuan ilmu dan teknologi
dibidang kesehatan ibu dan anak tak lepas dari perkembangan penelitian dalam bidang kesehatan
khususnya kesehatan ibu dan anak.
Penelitian yang pertama ditulis oleh Erfiani Mail dengan judul Faktor-faktor yang
berhubungan dengan lama kala II di BPS Sri Wahyuni, Amd Keb Desa Melirang Bungah Gresik.
Hasil penelitian membahas bahwa ada hubungan usia Hamil Dengan Lama Persalinan Kala II di BPS
Sri Wahyuni, Amd.Keb Desa Melirang, Bungah, Gresik. Kehamilan diusia kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 35 tahun dapat menyebabkan gangguan pada proses persalinan seperti kondisi psikologis
yang kurang siap pada usia kurang dari 20 tahun, dan kondisi fisik yang cenderung menurun pada usia
lebih dari 35 tahun.Oleh sebab itu tenaga kesehatan seperti bidan atau dokter harus selalu memberikan
pendidikan kesehatan pada ibu hamil karena usia ibu hamil sangat berpengaruh khususnya dalam
proses persalinan kala II.
Penelitian yang kedua ditulis oleh Nursaidah dengan judul Perilaku Pantang Makanan Pada
Ibu Nifas Di Polindes Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan. Hasil penelitian membahas bahwa ada
hubungan pengetahuan dengan perilaku pantang makanan pada masa nifas. Penyembuhan luka yang
lambat pada ibu nifas dipengaruhi oleh perilaku pantang makanan. Oleh sebab itu disarankan ibu lebih
meningkatkan pengetahuan tentang dampak dari pantang makanan dengan cara membaca buku,
bertanya pada tenaga kesehatan dan mengikuti seminar-seminar sehingga ibu tidak melakukan pantang
makanan untuk membantu proses penyembuhan luka. Tenaga Kesehatan meningkatkan penyuluhan
tentang dampak dari perilaku pantang makanan pada ibu nifas dan keluarga sehingga ibu dapat
mengubah kebiasaan pantang makanan.
Hasil penelitian yang ketiga ditulis oleh Nurun Ayati dengan judul Karakteristik Ibu Hamil
Yang Mempengaruhi Keikutsertaan Senam Hamil Di BPS M Wates Magersari Mojokerto. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada karakteristik ibu hamil yang mempengaruhi keikutsertaan senam
hamil di BPS M Wates Magersari Mojokerto. Pendidikan sangat mempengaruhi pemahaman
seseorang sehingga dalam penelitian ini didapatkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi
keikutsertaan ibu dalam senam hamil. Diharapkan hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai
masukan atau referensi bagi mahasiswa tentang senam hamil dan dapat membantu agar ibu yang tidak
mengikuti senam hamil menjadi mau mengikuti senam hamil setelah membaca penelitian ini.
Hasil penelitian yang keempat ditulis oleh Sari Priyanti dengan judul Pengaruh Pengetahuan
Terhadap Sikap Remaja Terhadap Penyakit Menular Akibat Hubungan Seksual di MAN Mojokerto.
Penelitian ini membahas bahwa ada pengaruh pengetahuan terhadap sikap remaja terhadap penyakit
yang menular akibat hubungan seksual di MAN Mojokerto.Pengetahuan yang cukup tentang penyakit
menular seksual akan mendorong seseorang untuk bersikap positif untuk menanggapi tentang penyakit
menular seksual.
Hasil penelitian yang kelima ditulis oleh Sri Wardini dengan judul Keterkaitam Pelaksanaan
Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan Post Partum Di RS Kamar Medika Kota
Mojokerto. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada keterkaitan yang bermakna/signifikan antara
inisiasi menyusu dini dengan kejadian perdarahan pasca persalinan, dengan Fishers Exact Test secara
SPSS didapatkan hasil
= 0,000 < = 0,05. Inisiasi menyusu dini dapat mencegah terjadinya
perdarahan pasca persalinan. Peningkatan pengetahuan ibu hamil menjelang persalinan melalui
komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan membuat leaflet, brosur, poster dan buku tentang inisiasi
menyusu dini. Sehingga ibu bisa kooperatif pada pelaksanaan inisiasi menyusu dini.
Hasil penelitian yang keenam ditulis oleh Wiwit Sulistyowati dengan judul Teknik Menyusui
Yang Benar Pada Ibu Primipara Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan teknik

HOSPITAL MAJAPAHIT
menyusui yang benar Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto, dengan nilai
korelasi spearmans rho 0,491 yang termasuk dalam kategori cukup erat.Banyaknya responden yang
salah dalam melakukan teknik menyusui selain dikarenakan kurangnya pengetahuan juga banyak
dipengaruhi oleh faktor usia, pendidikan, pekerjaan ibu primipara dalam melakukan laktasi.

Redaksi,

HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 3. No. 2, Nopember 2011

ISSN : 2085 - 0204

Kebijakan Editorial dan Pedoman Penulisan Artikel


Kebijakan Editorial
Jurnal Hospital Majapahit diterbitkan oleh Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto secara berkala
(setiap 6 bulan) dengan tujuan untuk menyebarluaskan informasi hasil penelitian, artikel ilmiah
kepada akademisi, mahasiswa, praktisi dan lainnya yang menaruh perhatian terhadap penelitianpenelitian dalam bidang kesehatan. Lingkup hasil penelitian dan artikel yang dimuat di Jurnal Hospital
Majapahit ini berkaitan dengan pendidikan yang dilakukan oleh Politeknik Kesehatan Majapahit
Mojokerto.
Jurnal Hospital Majapahit menerima kiriman artikel yang ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa
Inggris. Penentuan artikel yang dimuat dalam Jurnal Hospital Majapahit dilakukan melalui proses
blind review oleh editor Hospital Majapahit. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam penentuan pemuat
artikel, antara lain : terpenuhinya syarat penulisan dalam jurnal ilmiah, metode penelitian yang
digunakan, kontribusi hasil penelitian dan artikel terhadap perkembangan pendidikan kesehatan.
Penulis harus menyatakan bahwa artikel yang dikirim ke Hospital Majapahit, tidak dikirim atau
dipublikasikan dalam majalah atau jurnal ilmiah lainnya.
Editor bertanggung jawab untuk memberikan telaah konstruktif terhadap artikel yang akan dimuat,
dan apabila dipandang perlu editor menyampaikan hasil evaluasi artikel kepada penulis. Artikel yang
diusulkan untuk dimuat dalam jurnal Hospital Majapahit hendaknya mengikuti pedoman penulisan
artikel yang dibuat oleh editor. Artikel dapat dikirim ke editor Jurnal Hospital Majapahit dengan
alamat :

Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto


Jl. Jabon Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363
Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736,
Email : Hospitalmajapahit@yahoo.com

HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 3. No. 2, Nopember 2011

ISSN : 2085 - 0204

Pedoman Penulisan Artikel.


Penulisan artikel dalam jurnal kesehatan hospital majapahit yang diharapkan menjadi pertimbangan
penulis.
Format.
1. Artikel diketik dengan spasi ganda pada kertas A4 (210 x 297 mm).
2. Panjang artikel maksimum 7.000 kata dengan Courier atau Times New Roman font 11 12 atau
sebanyak 15 sampai dengan 20 halaman.
3. Margin atas, bawah, samping kanan dan samping kiri sekurang kurangnya 1 inchi.
4. Semua halaman sebaiknya diberi nomor urut.
5. Setiap table dan gambar diberi nomor urut, judul yang sesuai dengan isi tabel atau gambar serta
sumber kutipan.
6. Kutipan dalam teks menyebutkan nama belakang (akhir) penulis, tahun, dan nomor halaman jika
dipandang perlu. Contoh :
a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis (Rahman, 2003), jika disertai dengan halaman
(Rahman, 2003:36).
b. Satu sumber kutipan dengan dua penulis (David dan Anderson, 1989).
c. Satu sumber kutipan dengan lebih dari satu penulis (David dkk, 1989).
d. Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama (David, 1989, 1992), jika tahun publikasi
sama (David, 1989a, 1989b).
e. Sumber kutipan dari satu institusi sebaiknya menyebutkan singkatan atau akronim yang
bersangkutan (BPS, 2007: DIKNAS, 2006).
Isi Tulisan.
Tulisan yang berupa hasil penelitian disusun sebagai berikut :
Abstrak, bagian ini memuat ringkasan artikel atau ringkasan penelitian yang meliputi masalah
penelitian, tujuan, metode, hasil, dan kontribusi hasil penelitian. Abstrak disajikan diawal teks dan
terdiri antara 200 sampai dengan 400 kata (sebaiknya disajikan dalam bahasa inggris). Abstrak diberi
kata kunci (key word) untuk memudahkan penyusunan indeks artikel.
Pendahuluan, menguraikan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan
untuk menjadi hipotesis dan model penelitian.
Kerangka Teoritis, memaparkan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan
untuk mengembangkan hipotesis dan model penelitian.
Metode Penelitian, memuat pendekatan yang digunakan, pengumpulan data, definisi
Dan pengukuran variable serta metode dan teknik analisis data yang digunakan.
Hasil Penelitian, berisi pemaparan data hasil tentang hasil akhir dari proses kerja teknik analisis data,
bentuk akhir bagian ini adalah berupa angka, gambar dan tabel.
Pembahasan, memuat abstraksi peneliti setelah mengkaji hasil penelitian serta teori teori yang
sudah ada dan dijadikan dasar penelitian.
Daftar Pustaka, memuat sumber-sumber yang dikutip dalam artikel, hanya sumber yang diacu saja
yang perlu dicantumkan dalam daftar pustaka.

HOSPITAL MAJAPAHIT
Jurnal :
Berry, L. 1995. Ralationship Marketing of Service Growing Interest, Emerging Perspective. Journal
of the Academy Marketing Science. 23. (4) : 236 245.
Buku :
Asnawi SK dan Wijaya C. 2006. Metodologi Penelitian Keuangan, Prosedur, Ide dan Kontrol.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Artikel dari Publikasi Elekronik :
Orr. 2002. Leader Should do more than reduce turnover. Canadian HR Reporter. 15, 18,
ABI/INFORM Research. 6 & 14 http://www.proquest.com/pqdauto[06/01/04].
Majalah :
Widiana ME, 2004. Dampak Faktor-Faktor Pemasaran Relasional dalam Membentuk Loyalitas
Nasabah pada Bisnis Asuransi. Majalah Ekonomi. Tahun XIV. (3) : 193-209.
Pedoman :
Joreskog and Sorbom. 1996. Prelis 2 : Users Reference Guide, Chicago, SSI International.
Simposium :
Pandey. LM. 2002. Capital Structur and Market Power Interaction : evidence from Malaysia, in Zamri
Ahmad, Ruhani Ali, Subramaniam Pillay. 2002. Procedings for the fourt annual Malaysian Finance
Assiciation Symposium. 31 May-1. Penang. Malaysia.
Paper :
Martinez and De Chernatony L. 2002. The Effect of Brand Extension Strategies Upon Brand Image.
Working Paper. UK : The University of Birmingham.
Undang-Undang & Peraturan Pemerintah :
Widiana ME, 2004. Dampak Faktor-Faktor Pemasaran Relasional dalam Membentuk Loyalitas
Nasabah pada Bisnis Asuransi. Majalah Ekonomi. Tahun XIV. (3) : 193-209.
Skripsi, Thesis, Disertasi :
Christianto I. 2008. Penentuan Strategi PT Hero Supermarket Tbk, Khususnya pada Kategori
Supermarket di Kotamadya Jakarta Barat berdasarkan Pendekatan Analisis Konsep Three Stage Fred
R. David (Skripsi). Jakarta : Program Studi Manajemen, Institut Bisnis dan Informatika Indonesia.
Surat Kabar :
Gito. 26 Mei 2006. Penderes. Perajin Nira Sebagian Kurang Profesional. Kompas: 36 (Kolom 4-5).
Penyerahan Artikel :
Artikel diserahkan dalam bentuk compact disk (CD) dan dua eksemplar cetakan kepada :

Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto


Jl. Jabon Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363
Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736,
Email : Hospitalmajapahit@yahoo.com

HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol 3. No. 2, Nopember 2011

ISSN : 2085 - 0204

DAFTAR ISI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA KALA II
DI BPS SRI WAHYUNI, AMD.KEB DESA MELIRANG BUNGAH GRESIK ..............
Erfiani Mail
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
PERILAKU PANTANG MAKANAN PADA IBU NIFAS DI POLINDES
DESA LEBAK REJO KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN PASURUAN ........
Nur Saidah
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MEMPENGARUHI KEIKUTSERTAAN
SENAM HAMIL DI BPS M WATES MAGERSARI MOJOKERTO ............................
Nurun Ayati
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

20

38

PENGARUH PENGETAHUAN TERHADAP SIKAP REMAJA TERHADAP


PENYAKIT YANG MENULAR AKIBAT HUBUNGAN SEKSUAL
DI MAN MOJOKERTO .......................................................................................................
Sari Priyanti
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

54

KETERKAITAN PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI MENYUSU DINI


DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM DI RUMAH SAKIT KAMAR MEDIKA
KOTA MOJOKERTO...........................................................................................................
Sri Wardini
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

79

TEKNIK MENYUSUI YANG BENAR PADA IBU PRIMIGRAVIDA


DI DESA GAYAMAN MOJOANYAR MOJOKERTO ......................................................
Wiwit Sulistyowati
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto


Jl. Jabon Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363
Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736,
Email : Hospitalmajapahit@yahoo.com

95

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA KALA II


DI BPS SRI WAHYUNI, Amd.Keb. DESA MELIRANG BUNGAH
GRESIK
Erfiani Mail
ABSTRAK
Usia ibu hamil terhadap kala II persalinan sangat berpengaruh seperti lamanya tahapan kala
dua (proses pengeluaran bayi). Pada usia hamil kurang dari 20 tahun atau lebih 35 tahun juga akan
terhambat pada penurunan fungsi hormon kewanitaan, karena pada usia tersebut hormon perempuan
mengalami penurunan fungsional karena sudah melewati masa puncaknya, yaitu usia 20-30 tahun.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan lama
kala II di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb Desa Melirang, Bungah, Gresik.
Rancang bangun penelitian menggunakan analitik dengan pendekatan retrospective. Variabel
penelitian ini adalah usia ibu hamil dan lama persalinan kala II. Responden berjumlah 25 responden
yang diambil dengan teknik convinience samping dari seluruh populasi rata-rata perbulan 32
responden. Penelitian dilakukan pada tanggal 01 Juni 01 Juli 2010. Instrumen pengumpulan data
menggunakan check list yang diambil langsung dari responden, kemudian dianalisa menggunakan uji
fisher exact test dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang.
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara usia ibu hamil dengan lama kala II di
dapatkan data bahwa lebih dari 50% responden berada dalam usia resiko tinggi kehamilan yaitu 15
responden (60%) dan lebih dari 50% responden mengalami persalinan kala II tidak normal yaitu 14
responden (56%).
Hasil uji fishers exact test didapatkan nilai probabilitas hasil perhitungan () = 0,049 > 0,05
berarti Ho di tolak sehingga ada hubungan usia Hamil Dengan Lama Persalinan Kala II di BPS Sri
Wahyuni, Amd.Keb Desa Melirang, Bungah, Gresik.
Kehamilan diusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun dapat menyebabkan
gangguan pada proses persalinan seperti kondisi psikologis yang kurang siap pada usia kurang dari
20 tahun, dan kondisi fisik yang cenderung menurun pada usia lebih dari 35 tahun.
Tenaga kesehatan seperti bidan atau dokter harus selalu memberikan pendidikan kesehatan
pada ibu hamil karena usia ibu hamil sangat berpengaruh khususnya dalam proses persalinan kala II.
Kata Kunci : usia ibu hamil, lama kala II
A. PENDAHULUAN.
Persalinan dan kelahiran adalah kejadian fisiologis yang normal yang mana kelahiran
seorang bayi merupakan peristiwa social yang dinantikan ibu dan keluarga selama 9 bulan.
Ketika persalinan dimulai, peranan ibu adalah untuk melahirkan bayinya, sedangkan peran
petugas kesehatan adalah memantau persalinan dan mendeteksi dini adanya komplikasi selama
persalinan, disamping juga bersama keluarga memberikan bantuan dan dukungan pada ibu
bersalin (Sarwono, 2002:100).
Kondisi psikis yang tidak sehat dapat membuat kontraksi selama proses persalinan tidak
berjalan lancar sehingga kemungkinan oprasi sesar lebih besar. Usia ibu hamil terhadap kala II
persalinan sangat berpengaruh seperti lamanya tahapan kala dua (proses pengeluaran bayi).
Risiko kehamilan pada ibu yang terlalu muda biasanya timbul karena belum siap secara fisik
maupun psikis .Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun
kejalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) ,lahir spontan dengan persentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18-24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. Pada usia
hamil kurang dari 20 tahun atau lebih 35 tahun juga akan terhambat pada penurunan fungsi
hormon kewanitaan, karena pada usia tersebut hormon perempuan mengalami penurunan
fungsional karena sudah melewati masa puncaknya, yaitu usia 20-30 tahun (Prianggoro, 2009).

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Usia ibu hamil yang terlalu muda atau terlalu tua dapat menyebabkan resiko tinggi pada
kehamilannya. Hasil penelitian di Indonesia sampai saat ini menunjukkan, kebanyakan anak
yang lahir dari ibu yang hamil di atas 40 tahun, persentase untuk menderita kelainan kongenital
makin besar. (Prianggoro, 2010). Jumlah ibu hamil risiko tinggi di Jatim tahun 2005 sebesar
6.325, dengan ibu hamil yang dirujuk sebanyak 617 (9,75%). Sementara itu target Indonesia
Sehat 2010 untuk ibu hamil risiko tinggi yang dirujuk sebesar 100% (Depkes, 2008). Dampak
lanjut dari resiko tinggi kehamilan adalah dapat menyebabkan tingginya angka kematian ibu
(AKI) (Prianggoro, 2010).
Laporan Pembangunan Manusia tahun 2009 menyebutkan angka kematian ibu di
Malaysia jauh di bawah Indonesia yaitu 41 per 100 ribu kelahiran hidup, Singapura 6 per 100
ribu kelahiran hidup, Thailand 44 per 100 ribu kelahiran hidup, dan Filiphina 170 per 100 ribu
kelahiran hidup. Padahal, tahun 2005 itu angka kematian ibu masih berkisar di angka 307 per
100 ribu kelahiran hidup. Bahkan Indonesia kalah dibandingkan Vietnam, Negara yang belum
lama merdeka, yang memiliki angka kematian ibu 160 per 100 ribu kelahiran hidup (Farmacia,
2010).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan bayi di Jawa Timur di tahun 2009 menurun. Untuk
kematian bayi berdasarkan data Dinas Kesehatan tahun 2007, sebanyak 854 ribu kematian atau
sekitar 35 persen 1.000 bayi meninggal per tahun. Angka ini menurun menjadi 32,8 persen di
tahun 2009 atau 246 ribu bayi meninggal. Tahun 2014, angka kematian bayi ditarget turun 26
persen. Sementara untuk AKI, selama 2009 sebanyak 260 ribu ibu meninggal setiap 10.000
kelahiran per tahun. Angka ini menurun dibanding 2007, yakni 320 ribu ibu meninggal setiap
10.000 kelahiran per tahun.
Menurut dr. Sri Hermiyanti, penyebab langsung kematian ibu adalah pendarahan 28%,
eklamsi 24%, infeksi 11%, partus lama 5%, abortus 5%, dan lain-lain (SKRT 2001). Sedangkan
menurut hasil Riskesdas 2007, penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalah
gangguan pernapasan 36,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%, kelainan
darah/ikterus 6,6% dan lain-lain. Penyebab kematian bayi 7-28 hari adalah sepsis 20,5%,
kelainan kongenital 18,1%, pnumonia 15,4%, prematuritas dan BBLR 12,8%, dan RDS 12,8%.
Oleh karena itu, upaya penurunan AKB dan AKI perlu memberikan perhatian yang besar pada
upaya penyelematan bayi baru lahir dan penanganan penyakit infeksi (diare dan pneumonia)
(Dinkes, RI, 2010).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 26-28 April 2010 di
BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb Desa Melirang, Bungah, Gresik didapatkan data ibu hamil
sebanyak 40 ibu hamil. Hasil observasi studi awal didapatkan sebanyak 5 ibu bersalin, 3 di
antaranya (60%) berusia antara 20-35 tahun, 2 ibu bersalin lainnya (40%) berusia kurang dari
20 tahun. Dari 3 ibu bersalin yang berusia antara 20-35 tahun di dapatkan hasil 2 orang
(66,67%) mengalami persalinan kala II nya normal dan sisanya 1 orang (33,33%) mengalami
kala II yang lama. 2 ibu bersalin yang berusia kurang dari 20 tahun, semuanya (100%)
mengalami kala II yang lama.
Menurut Dr. Seno (2009) Semakin bertambah usia, semakin sulit hamil karena sel telur
yang siap dibuahi semakin sedikit. Selain itu, kualitas sel telur juga semakin menurun. Itu
sebabnya, pada kehamilan pertama di usia lanjut, risiko perkembangan janin tidak normal dan
timbulnya penyakit kelainan bawaan juga tinggi, terutama sindroma Down. Meningkatnya usia
juga membuat kondisi dan fungsi rahim menurun. Salah satu akibatnya adalah jaringan rahim
tak lagi subur. Padahal, dinding rahim tempat menempelnya plasenta. Kondisi ini memunculkan
kecenderungan terjadinya plasenta previa atau plasenta tidak menempel di tempat semestinya.
Selain itu, jaringan rongga panggul dan otot-ototnya pun melemah sejalan pertambahan usia.
Hal ini membuat rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi komplikasi yang
berat, seperti perdarahan. Pada keadaan tertentu, kondisi hormonalnya tidak seoptimal usia
sebelumnya. Itu sebabnya, risiko keguguran, kematian janin, dan komplikasi lainnya juga
meningkat.
Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun bisa menimbulkan masalah, karena kondisi fisik
belum 100% siap. Kehamilan dan persalinan di usia tersebut, meningkatkan angka kematian ibu

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

dan janin 4-6 kali lipat dibanding wanita yang hamil dan bersalin di usia 20-30 tahun. Beberapa
risiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun adalah kecenderungan
naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat. Bisa jadi secara mental pun si wanita
belum siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan kandungannya rendah. Di
luar urusan kehamilan dan persalinan, risiko kanker leher rahim pun meningkat akibat hubungan
seks dan melahirkan sebelum usia 20 tahun ini (Seno, 2009).
Penting bagi setiap ibu hamil untuk melakukan ANC atau pemeriksaan kehamilan
secara teratur, yang bermanfaat untuk memonitor kesehatan ibu hamil dan bayinya, sehingga
bila terdapat permasalahan dapat diketahui secepatnya dan diatasi sedini mungkin. Juga
hiduplah dengan cara yang sehat (hindari rokok, alcohol, dll),serta makan makanan yang bergizi
sesuai kebutuhan anda selama kehamilan (Suririnah, 2007).
B.
1.

TINJAUAN PUSTAKA.
Konsep Usia Ibu Hamil
a. Fenomena ibu hamil berdasarkan usia
Menurut Lestariningsih (2009:1) yang mengutip pernyataan Seno Adjie, SpOG.,
ahli kebidanan dan kandungan dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, usia dan fisik wanita
berpengaruh terhadap proses kehamilan pertama, pada kesehatan janin dan proses
persalinan. World Health Organisation (WHO) memberikan rekomendasi untuk usia yang
dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 30 tahun. Tapi
mengingat kemajuan teknologi saat ini, sampai usia 35 tahun masih bolehlah untuk hamil.
Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun bisa menimbulkan masalah, karena kondisi
fisik belum 100% siap. Kehamilan dan persalinan di usia tersebut, meningkatkan angka
kematian ibu dan janin 4-6 kali lipat dibanding wanita yang hamil dan bersalin di usia 2030 tahun. Beberapa risiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun
adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat. Bisa jadi
secara mental pun si wanita belum siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan
diri dan kandungannya rendah. Di luar urusan kehamilan dan persalinan, risiko kanker
leher rahim pun meningkat akibat hubungan seks dan melahirkan sebelum usia 20 tahun.
Setelah usia 35 tahun, sebagian wanita digolongkan pada kehamilan berisiko tinggi. Di
kurun usia ini, angka kematian ibu melahirkan dan bayi meningkat. Itu sebabnya,
sebenarnya, tidak dianjurkan menjalani kehamilan di atas usia 40 tahun.
b. Hamil di usia 20-an
Menurut AyahBunda (2010:1) hamil di usia ini secara fisik, memiliki banyak
keuntungan. Hanya secara psikologis, emosi calon ibu terkadang masih fluktuatif.
1) Kondisi Fisik
a) Elastisitas panggul masih bagus.
b) Rahim dalam kondisi prima.
c) Risiko keguguran kecil karena sel telur relatif muda dan kuat meski di trimester
pertama.
d) Kualitas sel telur yang baik memperkecil kemungkinan bayi lahir cacat akibat
ketidaknormalan jumlah kromosom.
e) Fisik masih cukup kuat.
2) Kondisi psikologis
a) Punya cukup waktu untuk aktif mengasuh dan membesarkan anak.
b) Berani mencoba hal-hal baru atau bereksperimen dengan cara baru.
c) Merasa ada penghambat ambisi dan pencapaian karir.
d) Ingin punya anak, tapi belum tentu menyukai fase kehamilan. Beberapa calon ibu
menampilkan reaksi emosi yang negatif selama kehamilan akibat cemas
menghadapi persalinan dan kondisi fisik yang tidak menyenangkan.
e) Suasana hati lebih fluktuatif karena masih bimbang dalam memutuskan sesuatu
dan secara mental harus mempersiapkan diri menjadi ibu

HOSPITAL MAJAPAHIT
c.

d.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Hamil di usia 30-an


Menurut AyahBunda (2010 :1) memasuki usia 35, secara fisik wanita mengalami
masa ovulasi yang tidak teratur sehingga kesehatan reproduksi menurun. Namun secara
mental, lebih siap menjadi ibu.
1) Kondisi fisik
a) Memasuki usia 35, kesehatan reproduksi menurun, kesempatan untuk hamil
tinggal 15%. Karena jarak antarmasa ovulasi menjauh, atau masa ovulasi tidak
teratur.
b) Karena kondisi kesehatan menurun, maka kualita sel telur pun menurun. Ini
meningkatkan risiko keguguran, serta kelainan/cacat bawaan pada janin akibat
kelainan kromosom.
c) Merupakan masa transisi, hamil perlu kondisi tubuh dan kesehatan, termasuk gizi
dalam keadaan baik.
d) Mulai muncul berbagai keluhan kesehatan saat hamil, seperti tekanan darah tinggi
dan diabetes yang sering mempengaruhi proses persalinan. Faktor inilah yang
menyebabkan persalinan di usia 30-an cenderung lebih sering dilakukan melalui
operasi Caesar.
2) Kondisi psikologis
a) Karena memang ingin hamil makan lebih menghayati kehamilannya.
b) Karena paham tentang kondisi fisiknya, ia jadi lebih cemas.
c) Lebih siap mental untuk menjadi ibu, hamil dan melahirkan maupun mengakses
berbagai sumber informasi tentang kehamilan.
d) Emosi sudah lebih stabil dan matang. Kondisi finansial yang lebih mantap,
mengungtunkan ayah, bunda, dan bayi. Karena jumlah anak yang dimiliki
biasanya sedikit, bahkan tak jarang menjadi anak tunggal.
Hamil di usia 40-an
Menurut AyahBunda (2010:1) meski emosi sudah jauh lebih stabil, kualitas
kromosom tidak sebaik usia muda, sehingga risiko melahirkan anak dengan cacat fisik atau
mental akan lebih besar.
1) Kondisi fisik
a) Kualitas kromosom tidak sebaik di usia muda. Maka risiko melahirkan anak
dengan cacat fisik atau mental aan lebih besar.
b) Elastisitas panggul makin berkurang yang menyebabkan kesulitan saat
melahirkan.
c) Rongga panggul dan otot-ototnya melemah sehingag tidak mudah lagi
menghadap komplikasi yang berat seperti pendarahan.
d) Sebagian besar persalinan dilakukan dengan operasi Caesar.
e) Kualitsa sel telur tidak bagus lagi, bisa menyebabkan cacat bawaan bayi.
f) Rentang usia pengasuhan anak tidak panjang. Misalnya: ibu punya bayi di usia
43, saat anak remaja, usia ibu sudah masuk usia punya cucu.
g) Kemungkinan melahirkan bayi dengan sindroma down 1:100 pada perempuan
yang pertama kali melahirkan di usia 40-45, dan 1:40 bila Anda berusia 45 tahun
ke atas saat pertama kali melahirkan.
2) Kondisi Psikologis
a) Merasa aman karena karir dan finansial sudah mapan.
b) Emosi sudah jauh lebih stabil.
c) Bersikap overprotective karena merasa inilah satu-satuanya kesempatan untuk
punya anak dan mengasuh anak secara overtreatment.
d) Kesiapan ayah dan bunda untuk menjadi orangtua mempengaruhi reaksi emosi
selama kehamilan. Misalnya besarnya harapan akan kehamilan menimbulkan
kecemasan kondisi bayi serta proses kelahiran.

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

e)

e.

f.

g.

Kelelahan akibat perubahan kondisi dan hormonal postpartum serta kondisi fisik
secara umum pad aibu usia 40-an, merupakan tekanan yang beasar bagi ayah dan
bunda.
Resiko Kehamilan Di Usia Muda
Menurut Handayani (2006:1) risiko kehamilan pada ibu yang terlalu muda
biasanya timbul karena mereka belum siap secara psikis maupun fisik. Secara psikis,
umumnya remaja belum siap menjadi ibu. Bisa saja kehamilan terjadi karena "kecelakaan".
Akibatnya, selain tidak ada persiapan, kehamilannya pun tidak dipelihara dengan baik.
Kondisi psikis yang tidak sehat ini dapat membuat kontraksi selama proses persalinan tidak
berjalan lancar sehingga kemungkinan operasi sesar jadi lebih besar.
Risiko fisiknya pun tak kalah besar karena beberapa organ reproduksi remaja putri
seperti rahim belum cukup matang untuk menanggung beban kehamilan. Bagian panggul
juga belum cukup berkembang sehingga bisa mengakibatkan kelainan letak janin.
Kemungkinan komplikasi lainnya adalah terjadinya keracunan kehamilan/preeklamsia dan
kelainan letak ari-ari (plasenta previa) yang dapat menyebabkan perdarahan selama
persalinan.
Kurangnya persiapan untuk hamil juga dikaitkan dengan defisien asam folat dalam
tubuh. "Akibat kurangnya asam folat, janin dapat menderita spina bifida (kelainan tulang
belakang) atau janin tidak memiliki batok kepala. Risiko akan berkurang pada ibu yang
hamil di usia tua karena biasanya mereka sudah mempersiapkan kehamilan dengan baik.
Selain itu, konsumsi gizinya pun cukup karena kehidupan yang sudah mapan
Resiko Kehamilan Di Usia Tua
Menurut Handayani (2006:1) Risiko kehamilan yang akan dihadapi pada
premigravida tua hampir mirip pada premigravida muda. Hanya saja, karena faktor
kematangan fisik yang dimiliki maka ada beberapa risiko yang akan berkurang pada
premigravida tua. Misalnya menurunnya risiko cacat janin yang disebabkan kekurangan
asam folat. Risiko kelainan letak janin juga berkurang karena rahim ibu di usia ini sudah
matang. Panggulnya juga sudah berkembang baik. Bahaya yang mengancam premigravida
tua justru berkaitan dengan fungsi organ reproduksi di atas usia 35 tahun yang sudah
menurun sehingga bisa mengakibatkan perdarahan pada proses persalinan dan preeklamsia.
Hal yang patut dipertimbangkan adalah meningkatnya risiko kelainan sindrom
down pada janin, yaitu sebuah kelainan kombinasi dari retardasi mental dan abnormalitas
bentuk fisik yang disebabkan kelainan kromosom. "Pada kehamilan di bawah usia 30 tahun
kemungkinan adanya sindrom down hanya 1:1600, tapi di atas 35 tahun menjadi 1:600, dan
di usia 40 tahun menjadi 1:160. Peningkatan beberapa kali lipat ini dikarenakan perubahan
kromosom akibat usia ibu yang semakin tua.
Deteksi dan pencegahan kehamilan di usia rawan
Menurut Soelaeman (2006) semua kelainan yang menjadi risiko kehamilan di usia
rawan sudah bisa dideteksi. Sebagian malah dapat dicegah dan yang lain bisa dirawat
sehingga mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitasnya. Tekanan darah, misalnya bisa
diukur dan diobati sehingga dapat mencegah terjadinya preeklamsia. Kasus plasenta previa
juga dapat ditangani dengan bedah sesar "Jadi sebagian kelainan bisa dikoreksi. Sebagian
lagi bisa dipantau dengan ketat dan yang lain bisa diatasi dengan melakukan tindakan untuk
pertolongan.
Kelainan yang tidak dapat dicegah adalah sindrom down. Satu-satunya cara untuk
meminimalkan risiko ini adalah ibu harus hamil di usia reproduksi sehat. Namun menurut
Indra, kelainan tersebut dapat dideteksi dengan screening darah dan USG pada kehamilan
dini. Tapi deteksi terakurat hanyalah melalui tindakan amniosentesis atau mengambil
contoh jaringan janin untuk dilihat kromosomnya. "Jika janin terbukti menderita down
syndrome maka dokter bisa melakukan konseling pada suami-istri. Apa yang akan terjadi,
apa yang bisa dilakukan oleh dokter, apakah kehamilan akan diteruskan atau tidak. Bila
diteruskan bagaimana risikonya dan lainnya.

HOSPITAL MAJAPAHIT
h.

2.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Hal-hal yang harus dilakukan pada kehamilan di usia berisiko


Menurut Soelaeman (2006:1) agar risiko berkurang, ada beberapa hal yang
sebaiknya dilakukan ibu jika hamil pertama di usia rawan, yaitu:
1) Konsultasikan kehamilan pada ahlinya karena ibu yang hamil di usia rawan
memerlukan pengawasan khusus selama kehamilan dan pada proses persalinan.
Sebaiknya ibu ditangani dokter spesialis dan bukan bidan atau dokter umum. Bila
kondisi tidak memungkinkan, setidaknya ibu pernah satudua kali berkonsultasi dengan
dokter spesialis agar mendapat pemeriksaan yang khusus dan teliti, seperti
pemeriksaan panggul, tekanan darah dan pemeriksaan USG.
2) Proses persalinan sebaiknya dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang memenuhi
standar. "Rumah sakit yang tidak memiliki NICU (Neonatal Intensive Care Unit) tentu
tak dapat memberikan fasilitas yang memadai bagi bayi yang lahir prematur. Padahal
risiko ini bisa terjadi pada ibu yang hamil di usia rawan. Sarana dan prasarana yang
baik juga berguna bila terjadi suatu kelainan pada proses persalinan, umpamanya, ibu
mengalami perdarahan. "Bila di tempat ibu melahirkan tidak tersedia transfusi darah,
bukankah berbahaya?"
3) Berkonsultasi dengan ahli gizi. Terutama untuk ibu yang hamil di usia sangat muda.
Umumnya, pengetahuan kehamilan yang dimiliki masih kurang sehingga pola
makannya pun tidak baik. Jadi bukan tak mungkin, walau hamil dia tetap
mengonsumsi junk food, misalnya. Di sinilah ahli gizi berperan membimbing pola
makannya agar menjadi lebih baik. Sedangkan ahli gizi pada premigravida tua tidak
begitu diperlukan karena ibu di usia ini biasanya sudah sadar akan gizi yang baik. Pola
makan yang baik dapat menghindari anemia, hipertensi dan diabetes pada ibu hamil.
4) Lakukan tes amniosentesis pada awal kehamilan bagi wanita berusia 35 tahun atau
lebih pada kehamilan pertama untuk menemukan kemungkinan sindrom down dan
abnormalitas kromosom lain.
5) Penuhi konsumsi 0,4 miligram asam folat setiap hari selama 3 bulan sebelum
kehamilan (pada kehamilan yang direncanakan). Bila tidak, asam folat bisa diberikan
pada 3 bulan pertama kehamilan untuk mengejar ketinggalan kebutuhannya.
6) Jangan lupa lakukan aktivitas untuk menjaga kondisi fisik selama hamil. Senam hamil
pun sangat disarankan untuk mempelancar proses persalinan.
7) Selalu berdoa dan berpasrah kepada kekuasan-Nya.

Konsep Dasar Persalinan


a. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah suatu pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar (Sarwono, 2006:180).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup
bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (Wiknjosastro, 2007:37)
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Persalinan
Menurut Muhimah (2010:70-72) banyak faktor yang meningkatkan risiko seorang
wanita hamil untuk mengalami hal di atas, di antara faktor tersebut adalah:
1) Faktor ibu
Peranan seorang ibu sangat penting dalam menentukan kelancaran proses
persalinan. Oleh karena itu dianjurkan bagi setiap wanita hamil untuk mempersiapkan
proses ini dengan sebaik-baiknya. Faktor ibu yang menentukan kelancaran proses
persalinan antara lain:
a) Umur saat kehamilan
b) Pendidikan ibu
c) Pengetahuan ibu terkait kesehatan ibu hamil
d) Status gizi ibu selama masa kehamilan
e) Kondisi fisik dan psikologis selama hamil dan persalinan

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

2)

c.

Faktor Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan melahirkan memberikan kontribusi
yang cukup besar terhadap keberlangsungan proses persalinan yang aman. Pada
beberapa pusat pelayanan kesehatan tertentu sudah tersedia pelayanan khusus bagi ibu
hamil (antenatal care) dan melahirkan (prenatal care). Beberapa faktor pelayanan
kesehatan yang berkontribusi, yaitu:
a) Tenaga atau petugas kesehatan yang terlatih (bidan, dokter),
b) Fasilitas pelayanan dan perlengkapan kesehatan, dan
c) Prosedur penanganan persalinan oleh institusi pelayanan kesehatan
3) Faktor Lingkungan
Lingkungan yang mendukung saat proses kehamilan memberi efek terhadap
kondisi psikologis ibu hamil dalam menghadapi proses persalinan. Faktor tersebut,
antara lain:
a) Sikap tenaga kesehatan.
b) Dukungan keluarga selama proses kehamilan dan persalinan.
c) Kehadiran suami saat proses persalinan.
d) Situasi, kondisi, dan suasana tempat saat persalinan
Faktor-faktor penting yang mendukung dalam persalinan
1) Power
Tenaga untuk melahirkan yaitu kontraksi atau his dan tenaga mengejan ibu.
Fisiologi otot polos telah diteliti dengan baik selama tahun 1960-an dan ketersediaan
oksitosin juga menabah stimulus lebih lanjut. Dan 3P, power adalah satu-satunya
yang tidak dipengaruhi oleh tindakan operasi dan morbiditas (angka kesakitan) serta
(angka kematian) akibat pembedahan tersebut (Henderson, 2006:282).
2) Passage
Jalan kelahiran yang terdiri dari rangka panggul, uterus dan vagina. Sejalan
dengan waktu, patologi pelvis akibat buruknya nutrisi pada masa kanak-kanak dan
remaja menyebabkan bertambahnya deformasi panggul, sehingga mengakibatkan
berkurangnya dimensi panggul secara jelas. Akibatnya adalah disproporsi sefalopelvis (cephalo-pelvic disproportion, CPD) (Henderson, 2006:282).
3) Passanger
Anak, air ketuban, dan plasenta sebagai isi dari uterus yang akan dilahirkan.
Derajat fleksi atau defleksi memengaruhi dimensi presentasi. Fleksi dan rotasi
didorong oleh geometnis kepala dan pelvis yang relatif serta oleh tenaga yang efektif.
Karena dahulu kita tidak memiliki kontrol terhadap Kondisi ini, maka masalah
menjadi terbiasa dikonsentrasikan pada cara manipulasi tenaga ketika mekanisme
persalinan mengalami penundaan (Henderson, 2006:282).
4) Psikis
Kontraksi rahim memang menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman pada ibu
hamil. Rasa sakit karena kontraksi otot rahim sangat individual, tidak hanya
tergantung pada keadaan normal orangnya. Perasaan takut dapat menimbulkan
ketegangan sehingga dapat menyebabkan gangguan his. Dukungan keluarga akan
membuat ibu lebih tenang sehingga persalinan dapat berlangsung lancar (Gulardi,
2004:3-5).
5) Penolong
Sebagian besar penolong akan memimpin persalinan dengan mengintruksikan
untuk menarik nafas panjang dan meneran,segera setelah pembukaan lengkap.
Biasanya ibu di bimbing untuk meneran tanpa berhenti selama 10 detik atau lebih,3
sampai 4 kali perkontraksi (Gulardi, 2004:3-5).
6) Posisi ibu
Wanita mungkin ingin melakukan beberapa posisi seperti jongkok. Untuk
posisi ini dibutuhkan alas yang keras dan wanita membutuhkan penyangga samping.
Pada ranjang bersalin,tersedia palang untuk membantu wanita berjongkok. Posisi yang

HOSPITAL MAJAPAHIT

d.

e.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

lain adalah posisi berbaring miring dengan tungkai diatas ditahan oleh perawat atau
pemimpin persalinan atau diletakkan diatas banta. Sebagian wanita menyukai posisi
fowler,sebagaian yang lain menyukai posisi tangan dan lutut atau posisi berdiri saat
mengedan.(Bobak, 2004:334).
Tanda-tanda dan gejala persalinan
1) Tanda Permulaan Persalinan
Pada permulaan persalinan/kata pendahuluan (preparatory stage of labor)
yang terjadi beberapa minggu sebelum terjadi persalinan, dapat terjadi tanda-tanda
sebagai berikut:
a) Lightening atau setting/deopping, yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul
terutama pada primigravida.
b) Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
c) Perasaan sering kencing (polikisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian
terbawah janin.
d) Perasaan sakit di perut dan di pinggang karena kontraksi ringan otot rahim dan
tertekannya fleksus frankenbauser yang tenletak pada sekitar serviks (tanda
persalinan false-false labour pains).
e) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar karena terdapat kontraksi otot rahim.
f) Terjadi pengeluaran lendir, di mana lendir penutup serviks dilepaskan dan bisa
bercampur darah (bloody show)
2) Tanda-Tanda in partu
a) Kekuatan dan rasa sakit oleh adanya his datang lebih kuat, sering dan teratur
dengan jarak kontraksi yang semakin pendek.
b) Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil
pada serviks.
c) Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d) Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks: perlunakannnya,
pendataran, dan tenjadinya pembukaan serviks.
(Muhimah, 2010:66-67).
Pembagian Tahap Persalinan
1) Kala I
Partus di mulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang
bersemu darah (blody sow). Proses pembukaannya serviks sebagai akibat his dibagi
dalam 2 fase :
a) Fase laten : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai
mencapai ukuran 3 cm.
b) Fase aktif : Dibagi dalam 3 fase :
(1) Fase akselerasi : Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.
(2) Fase dilatasi maksimal : Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat
cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
(3) Fase deselerasi : Pembukaan menjadi lambat sekali, dalam waktu 2 jam
pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
2) Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit
sekali. Karena biasanya dalam hal mi kepala janin sudah masuk di ruang panggul,
maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang. secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepada rektum dan hendak
buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus
membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam
vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak
masuk lagi di luar his, dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin
dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati
perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

anggota bayi. Para primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada
multipara rata-rata 0,5 jam (Muhimah, 2010:69).
a) Perubahan fisiologis kala II
Persasuhan alinan Kala II (kala pengeluaran) dimulai dan pembukaan
lengkap (10 cm) sampai bayi lahir :
(1) His menjadi lebih kuat dan lebih sering => faetus axis pressure
(2) Timbul tenaga untuk meneran
(3) Perubahan dalam dasar panggul
(4) Lahirnya fetus (Asri, 2010:61)
b) Respons fisiologis kala II
(1) Sistem cardivaskuler
(a) Kontraksi menurunkan aliran darah menuju uterus sehingga jumlah
darah dalam sirkulasi ibu meningkat
(b) Resistensi perifer meningkat sehingga tekanan darah meningkat
(c) Saat mengejan => cardiac output meningkat 40-50%
(d) TD sistolik meningkat rata-rata 15mm Hg saat kontraksi
(e) Janin normalnya dapat beradaptasi tanpa masalah
(f) Oksigen yang menurun selama kontraksi menyebabkan hipoksia tetapi
dengan kadar yang masih adekuat tidak menimbulkan masalah serius
(2) Respirasi
(a) Respon terhadap perubahan sistem kardiovaskuler: Konsumsi oksigen
meningkat
(b) Percepatan pematangan surfaktan (fetus- labor speeds maturation of
surfactant) Penekanan pada dada selama proses persalinan
membersihkan paru-paru janin dan cairan yang berlebihan
(3) Pengaturan suhu
(a) Aktivitas otot yang meningkat menyebabkan sedikit kenaikan suhu
(b) Keseimbangan cairan kehilangan cairan meningkat oleh karena
meningkatnya kecepatan dan kedalarnan respirasi restriksi cairan
(4) Urinaria
(a) Perubahan
(i) Ginjal memekatkan urine
(ii) Berat jenis meningkat
(iii) Ekskresi protein trace
(b) Penekanan kepala janin menyebabkan tonus vesica kandung kencing
menurun
(5) Musculoskeletal
(a) Hormon relaxin menyebabkan pelunakan kartilago di antara tulang
(b) Fieksibilitas pubis meningkat
(c) Nyeri punggung
(d) Janin tekanan kontraksi mendorong janin sehingga terjadi fleksi
maksimal
(6) Saluran cerna
(a) Praktis inaktif selama persalinan
(b) Proses pencernaan dan pengosongan lambung memanjang
(7) Sistem Syaraf
(a) Janin kontraksi menyebabkan penekanan pada kepala janin DJJ
menurun
c) Respons psikologis kala II
(1) Emotional distress
(2) Nyeri menurunkan kemampuan mengendalikan emosi => cepat marah
(3) lemah
(4) takut

HOSPITAL MAJAPAHIT

f.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

(5) Kultur (Respons terhadap nyeri, Posisi, Pilihan kerabat yang mendampingi,
Perbedaan kultur harus diperhatikan) (Asri, 2010:61)
d) Kebutuhan dasar selama persalinan
Peran Petugas Kesehatan adalah memantau dengan seksama dan
memberikan dukungan serta kenyamanan pada ibu, bagi segi/perasaan maupun
fisik, seperti:
(1) Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu dengan:
(a) Mendampingi Ibu agar merasa nyaman
(b) Menawarkan minum, mengipasi, dan memijat ibu
(2) Menjaga kebersihan diri:
(a) Ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar dan infeksi
(b) Jika ada darah lendir atau cairan ketuban segera dibersihkan
(3) Kenyamanan bagi ibu
(a) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan/ ketakutan
ibu, dengan cara:
(b) Menjaga privasi ibu
(c) Penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan
(d) Penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan keterlibatan ibu
(e) Mengatur posisi ibu.
(f) Menjaga kandung kemih tetap kosong, ibu dianjurkan berkemih
sesering mungkin (Asri, 2010:63)
e) Tanda bahaya kala II
(1) Tanda bahaya bagi janin
(a) Takikardia
(b) Bradikardia
(c) meconium staining
(d) Deselerasi
(e) Hiperaktif
(f) Asidosis
(2) Tanda-tanda bahaya pada ibu
(a) Perubahan tekanan darah
(b) Abnormalitas nadi
(c) Abnormalitas kontraksi
(d) Cincin retraksi patologis
(e) Abnormalitas kontur perut bawah
(f) Gelisah atau kesakitan (Asri, 2010:63-64)
3) Kala III
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dan
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan
keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta dengan
pengeluaran darah.
4) Kala IV
Kala ini dianggap perlu untuk mengamat-amati apakah ada perdarahan
postpartum (Henderson, 2006:287).
Masalah selama persalinan
Menurut Henderson (2006:317-322) beberapa masalah dapat terjadi selama masa
persalinan diantaranya adalah :
1) Kegagalan kemajuan dalam persalinan
Tidak ada peraturan yang tegas dan cepat berkenaan dengan waktu
pelaksanaan intervensi untuk mengintervensi persalinan yang tidak mengalami
kemajuan.
2) Pelahiran dengan operatif dengan instrumen

10

HOSPITAL MAJAPAHIT

g.

h.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Jika dibuat keputusan untuk melahirkan bayi dengan menggunakan forsep


vakum, seksio sesarea maka bidan berada dalam posisi yang ideal untuk memastikan
bahwa ibu mengetahui prosedur yang akan dijalani dan kira-kira berapa lama prosedur
tersebut akan berlangsung.
3) Distosia bahu
Distosia bahu adalah kegawatan obstetrik yang jarang terjadi dengan angka
kejadian 0,1-0,38% (Resnick, 1980) yang meningkat sampai 0,9% (Omu etal. 19950
dan 1,4% (Nocon et al) pada semua kelahiran pervaginam
4) Retensi plasenta
Plasenta umumnya dianggap tertahan jika ia tidak keluar dalam 1 jam setelah
kelahiran bayi, walaupun beberapa pendapat dapat menyebutkan batasan waktu yang
lebih pendek sehingga kala tiga telah ditangani secara aktif
5) Perdarahan pasca partum
Kehilangan darah lebih dari 500 ml dikatakan sebagai perdarahan pascapartum. Perhitungan darah yang hilang pada saat kelahiran terkenal tidak akurat.
Tindakan Sewaktu Persalinan Dimulai
Penting untuk pertama kali diketahui, bahwa sensasi ini merupakan sakit pinggang
atau ketidaknyamanan perut. Yang mengherankan, betapa banyak wanita yang tidak
percaya bahwa mereka dalam keadaan persalinan karena hanya itu yang mereka rasakan.
Sulit memberikan batas yang mutlak tentang saat masa pertama kali memasuki persalinan.
Variasi utama dalam urutan frekuensi kejadian yang tersering adalah:
1) Show yang tampak sebagai awal haid, sering Setelah permintaan buang air besar pada
saat yang tidak biasa. Hal ini biasa datang beberapa hari sebelum persalinan dimulai
dalam keadaan normal atau setelah kejadian di bawah ini.
2) Sensasi sakit pinggang seperti sekitar waktu mulainya haid, yang kadang hilang dan
timbul, biasanya dalam interval yang teratur. Ia bias dating lebih cepat atau lebih
lambat serta bias segera setelah show. Perasaan ini dapat disertai dengan pengerasan
rahim yang dapat diraba dengan meletakkan tangan di atas dinding perut.
3) Pecahnya selaput ketuban (kantong tempat bayi hidup dalam rahim) dengan pancaran
atau cucuran cairan yang bukan air seni. Peristiwa ini hanya terjadi dalam persentase
sebagian kecil wanita, karena biasanya selaput ketuban pecah kemudian dalam
persalinan (Muhimah, 2010:68).
Lama persalinan
Tabel 1. Perbedaan Lama Persalinan Antara Primigravida Dan Multigravida
Tahap Persalinan
Primigravida
Multigravida
1. Kala I
10-12 jam
6-8 jam
2. Kala II
1,5 jam
0,5 jam
3. Kala III
10 menit
10 menit
4. Kala IV
2 jam
2 jam
5. Jumlah (tanpa memasukkan kala
10-12 jam
7-10 jam
IV yang bersifat observasi)
Sumber : (Hanifa, 2005:182 )
Jika ibu adalah primigravida dan bayinya belum lahir atau persalinan tidak
akan segera terjadi setelah dua jam meneran maka ia harus segera dirujuk kefasilitas
rujukan. Lakukan hal yang sama apabila seorang multigravida belum juga melahirkan
bayinya atau persalinan tidak akan segera terjadi setelah satu jam meneran (Azwar,
2007:83).

11

HOSPITAL MAJAPAHIT
3.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Kerangka Konseptual.
Faktor-Faktor yang
mempengaruhi persalinan :
1. Power
2. Passage
3. Passanger
4. Psikis
5. Penolong
6. Posisi ibu
Normal
Usia waktu hamil :
1. < 20 tahun
2. 20-35 tahun
3. 35 tahun

Primigravida
120m menit
Multigravida
60 menit

Proses persalinan :
1. Kala I
2. Kala II
3. Kala III
4. Kala IV

Primigravida
>120 menit
Tidak normal

Multigravida
<60 menit

Sumber : Modifikasi Henderson (2006) dan Lestariningsih (2009)


Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
Gambar 1.

Kerangka Konseptual Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama


Kala II DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik

C. METODE PENELITIAN.
1. Desain Penelitian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Observasi dengan rancang bangun
retrospective analitic yaitu rancangan bangun dengan melihat kebelakang dari suatu kejadian
yang berhubungan dengan kejadian kesakitan yang diteliti (Hidayat, 2007:57).
2.

Hipotesis.
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian
menegaskan apakah hipoteisis tersebut dapat diterima atau harus ditolak berdasarkan fakta atau
data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian.
H1 : Ada Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II.
Ho : Tidak ada Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II.

3.

Populasi, Sampel, Variabel, Instrumen Penelitian, dan Definisi Operaisonal.


Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh ibu bersalin di BPS Sri Wahyuni,
Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik berjumlah 25 orang pada bulan Mei 2010 dan 15
orang pada bulan Juni 2010. sampelnya yaitu ibu bersalin di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb Desa
Melirang, Bungah, Gresik. Teknik sampling yang digunakan adalah Nonprobability Sampling
dengan convinience samping yaitu sampel yang diambil secara spontanitas. Dengan kata lain
sampel diambil/terpilih karena ada ditempat dan waktu yang tepat. Teknik penarikan
convinience samping sering disebut dengan accidental sampling (Somantri, 2006).

12

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah usia ibu hamil,
sedangkan variabel dependennya yaitu lama persalinan kala II. Teknik pengumpulan data untuk
variabel usia ibu hamil menggunakan data primer berupa kuesioner dengan teknik wawancara
untuk menanyakan usia ibu hamil yang terakhir kali atau pada waktu penelitian berlangsung,
untuk variabel lama kala II menggunakan data primer berupa lembar cheklist dengan teknik
observasi dimana peneliti langsung mengamati kejadian kala II pada ibu bersalin. Instrumen
pengumpulan data yang dipakai pada penelitian ini adalah checklist.
Tabel 2.

Definisi Operasional Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II


DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik

Variabel

4.

Definisi Operasional

Independen:
Usia ibu hamil

Usia ibu pada waktu


menjalani kehamilan
terakhir di ukur
dengan checklist

Dependen:
Lama persalinan
kala II

Waktu yang
diperlukan untuk
menyelesaikan proses
persalinan mulai dari
pembukaan 10 cm
sampai bayi lahir,
yang di ukur dengan
lembar observasi

Kriteria
1. Resiko tinggi
< 20 atau > 35 tahun
2. Tidak beresiko
20-35 tahun
(Lenteraimpian, 2007)
Persalinan kala II:
1. Normal :
a. Multigravida 60 menit
b. Primigravida 120 menit
2. Tidak Normal:
a. Multigravida >60 menit
b. Primigravida >120menit
(Lenteraimpian, 2007)

Skala
Nominal

Nominal

Teknik Analisis Data.


a. Univariat
1) Usia Ibu hamil
Untuk kode sub variabel resiko usia ibu hamil hamil sebagai berikut :
a) Beresiko :
(1) < 20 Tahun : 1
(2) > 35 Tahun : 1
b) Tidak beresiko :
(1) 20 35 Tahun : 0
(Lenteraimpian, 2007)
2) Kejadian lama persalinan kala II
a) Normal :
(1) Multigravida
60 menit :0
(2) Primigravida :
120 menit : 0
b) Tidak Normal:
(1) Multigravida:
> 60 menit :1
(2) Primigravida:
> 120 menit: 1
(Lenteraimpian, 2007)
b. Bivariate
Setelah data di kelompokkan sesuai dengan subvariabel yang diteliti.
Instrumen yang telah diisi dilakukan pengolahan data dengan cara tabulasi silang
dalam bentuk prosentase (%) dan untuk mengetahui Hubungan usia ibu hamil
Dengan Lama Persalinan Kala II menggunakan uji statistik chi square.

13

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

fe )2

( f0
fe

Keterangan :
Fo : frekuensi observasi
Fe : frekuensi harapan

(Hidayat, 2007:137)

Dengan hipotesis H0 ditolak bila hit tab, berarti ada Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Lama Kala II DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang
Bungah Gresik bila hit tab, berarti tidak ada Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Lama Kala II DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah
Gresik.
D. HASIL PENELITIAN.
1. Data Umum.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan.
Tabel 3. Karakteristik Pendidikan Responden di BPS Sri Wahyuni,
Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik Pada Tanggal 01 Juni 01 Juli 2010.
No.
Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
1.
SD
10
40
2.
SMP
9
36
3.
SMA
6
24
4.
Perguruan Tinggi
0
0
Total
25
100
Tabel 3 diketahui bahwa paling banyak responden berpendidikan SD.
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan.
Tabel 4. Karakteristik Pekerjaan Responden di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb.
Desa Melirang Bungah Gresik Pada Tanggal 01 Juni - 01 Juli 2010.
No.
Pekerjaan
Frekuensi
Persentase (%)
1.
IRT
9
36
2.
Swasta
9
36
3.
Tani
7
28
4.
PNS
0
0
Total
25
100
Tabel 4 menunjukkan bahwa paling banyak pekerjaan responden swasta dan IRT
mempunyai proporsi yang sama.
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak.
Tabel 5. Karakteristik Jumlah Anak Responden di BPS Sri Wahyuni,
Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik Pada Tanggal 01 Juni 01 Juli 2010.
No.
Jumlah Anak
Frekuensi
Persentase (%)
1.
1
10
40
2.
23
15
60
3.
4
0
0
Total
25
100
Tabel 5 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden mempunyai anak 2 3
orang.

14

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

2.

Data Khusus.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Resiko Kehamilan.
Tabel 6. Karakteristik Usia Resiko Kehamilan Responden di BPS Sri
Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik Pada Tanggal
01 Juni - 01 Juli 2010.
No.
Usia Resiko Kehamilan
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Tidak Beresiko
10
40
2.
Resiko Tinggi
15
60
Total
25
100
Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari 50 % usia resiko kehamilan responden
tinggi.
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Waktu Persalinan Kala II.
Tabel 7. Karakteristik Waktu Persalinan Kala II Responden di BPS Sri
Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik Pada Tanggal
01 Juni - 01 Juli 2010.
No.
Waktu Persalinan Kala II
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Normal
11
44
2.
Tidak Normal
14
56
Total
25
100
Tabel 7 menunjukkan bahwa lebih dari 50% Waktu Persalinan Kala II responden
tidak normal.
c. Usia Resiko Kehamilan Dengan Waktu Persalinan Kala II.
Tabel 8. Tabulasi Silang Usia Resiko Kehamilan Dengan Waktu Persalinan
Kala II Responden di BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang
Bungah Gresik Pada Tanggal 01 Juni - 01 Juli 2010.
Waktu Persalinan Kala II
TOTAL
Usia Resiko
No.
Normal
Tidak Normal
Kehamilan
f
(%)
f
(%)
f
(%)
1. Tidak Beresiko
7
28
3
12
10
40
2. Resiko Tinggi
4
16
11
44
15
60
11
44
14
56
25
100
Jumlah
Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 25 responden didapatkan responden yang hamil
pada usia tidak beresiko paling banyak mengalami lama kala II normal yaitu 7 responden
(28%) sedangkan responden yang hamil pada usia beresiko tinggi kehamilan paling banyak
mengalami lama kala II yang tidak normal yaitu sebanyak 11 responden (44%).
Berdasarkan hasil uji chi-square pada tingkat kemaknaan = 0,05 diperoleh hasil
bahwa hit tab = 4,573 3,841 berarti Ho di tolak. Namun karena nilai frekuensi
harapan dari uji chi-square tidak terpenuhi maka peneliti menggunakan uji Fishers exact
test didapatkan nilai probabilitas hasil perhitungan () = 0,049 > 0,05 berarti Ho di tolak
sehingga ada Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II DI BPS Sri
Wahyuni, Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik.

E.
1.

PEMBAHASAN.
Usia Hamil
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari 50 % usia resiko kehamilan
responden tinggi yaitu 15 responden (60%).
Menurut Lestariningsih (2009:1) yang mengutip pernyataan Seno Adjie, SpOG., ahli
kebidanan dan kandungan dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, usia dan fisik wanita
berpengaruh terhadap proses kehamilan pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan.
World Health Organisation (WHO) memberikan rekomendasi untuk usia yang dianggap paling
aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 30 tahun. Tapi mengingat kemajuan
teknologi saat ini, sampai usia 35 tahun masih bolehlah untuk hamil.

15

HOSPITAL MAJAPAHIT

2.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Fakta lain dari penelitian ini didapatkan berdasarkan pendidikan, paling banyak wanita
hamil pada usia beresiko tinggi berpendidikan SMP yaitu sebanyak 12 responden (20%).
Menurut Erfandi (2009) dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak
informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan
terutama tentang usia yang aman waktu hamil.
Banyaknya responden berpendidikan rendah yang hamil pada usia beresiko tinggi
mungkin banyak diakibatkan kurangnya informasi dan sulitnya menyerap informasi.
Hasil tabulasi silang dengan pekerjaan, didapatkan paling banyak responden yang ibu
rumah tangga, pegawai swasta dan petani mengalami hamil pada usia beresiko tinggi yaitu
sebanyak 5 responden (20%). Menurut Erfandi (2009) lingkungan adalah segala sesuatu yang
ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu
yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik
ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu terutama
pengetahuan tentang usia yang aman untuk hamil.
Banyaknya responden yang hamil pada usia beresiko tinggi maka banyak hal yang harus
dilakukan seperti harus selalu mengonsultasikan kehamilannya pada ahlinya karena ibu yang
hamil di usia rawan memerlukan pengawasan khusus selama kehamilan dan pada proses
persalinan. Sebaiknya ibu ditangani dokter spesialis dan bukan bidan atau dokter umum. Bila
kondisi tidak memungkinkan, setidaknya ibu pernah satudua kali berkonsultasi dengan dokter
spesialis agar mendapat pemeriksaan yang khusus dan teliti, seperti pemeriksaan panggul,
tekanan darah dan pemeriksaan USG. Berkonsultasi dengan ahli gizi. Terutama untuk ibu yang
hamil di usia sangat muda. Umumnya, pengetahuan kehamilan yang dimiliki masih kurang
sehingga pola makannya pun tidak baik. Jadi bukan tak mungkin, walau hamil dia tetap
mengonsumsi junk food, misalnya. Di sinilah ahli gizi berperan membimbing pola makannya
agar menjadi lebih baik. Sedangkan ahli gizi pada premigravida tua tidak begitu diperlukan
karena ibu di usia ini biasanya sudah sadar akan gizi yang baik. Pola makan yang baik dapat
menghindari anemia, hipertensi dan diabetes pada ibu hamil.
Lama Persalinan Kala II
Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa lebih dari 50% Waktu Persalinan Kala II
responden tidak normal yaitu 14 responden (56%).
Persalinan adalah suatu pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus
melalui vagina ke dunia luar (Sarwono, 2006:180). Persalinan adalah proses dimana bayi,
plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya
terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit
(Wiknjosastro, 2007:37)
Banyaknya responden yang mengalami kala II lama dapat dipengaruhi oleh beberapa
hal, menurut hasil tabulasi silang responden yang berpendidikan SMP dan SD mengalami lama
kala II tidak normal dan responden berpendidikan SMA banyak yang mengalami lama kala II
normal. Pendidikan yang tinggi dapat mempermudah responden dalam menerima informasi dari
tenaga kesehatan. Pada waktu proses persalinan tenaga kesehatan banyak memberikan informasi
atau masukan-masukan pada ibu termasuk informasi tentang cara-cara melakukan persalinan
yang aman dan normal. Jika pendidikan ibu kurang maka sulit untuk menerima informasi dari
tenaga kesehatan tersebut sehingga banyak terjadi kesalahpahaman dari ibu yang dapat
menyebabkan lama kala II menjadi tidak normal berdasarkan waktunya.
Fakta lain adalah dari pekerjaan, paling banyak responden yang mengalami lama kala II
tidak normal adalah responden pegawai swasata dan petani yaitu sebanyak 5 responden (20%).
Menurut Muhimah (2010:70-72) banyak faktor yang meningkatkan risiko seorang wanita hamil
salah satunya adalah status gizi ibu selama masa kehamilan. Status gizi tersebut dapat dicukupi
bila responden mempunyai pekerjaan.
Pekerjaan secara tidak langsung berpengaruh terhadap persalinan, namun responden
yang mempunyai pekerjaan cenderung mempunyai kondisi ekonomi yang lebih baik sehingga

16

HOSPITAL MAJAPAHIT

3.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

mereka dapat mencukup kebutuhan nutrisi selama hamil, bagaimanapun juga asupan gizi pada
ibu hamil sangat menolong pada waktu persalinan. Asupan gizi yang cukup akan membuat
power ibu pada waktu persalinan menjadi lebih kuat.
Jumlah anak juga mempunyai pengaruh pada ibu proses persalinan kala II. Responden
yang mempunyai 2-3 anak cenderung mengalami proses persalinan kala II normal yaitu
sebanyak 8 responden (32%). Responden yang telah mengalami beberapa kali persalinan
cenderung mempunyai kondisi psikis yang lebih baik dari pada responden yang baru sekali atau
dua kali mengalami persalinan. Menurut Gulardi (2004:3-5) Kontraksi rahim memang
menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman pada ibu hamil. Rasa sakit karena kontraksi otot
rahim sangat individual, tidak hanya tergantung pada keadaan normal orangnya. Perasaan takut
dapat menimbulkan ketegangan sehingga dapat menyebabkan gangguan his. Dukungan keluarga
akan membuat ibu lebih tenang sehingga persalinan dapat berlangsung lancar.
Kontraksi rahim memang menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman pada ibu hamil.
Rasa sakit karena kontraksi otot rahim sangat individual, tidak hanya tergantung pada keadaan
normal orangnya. Perasaan takut dapat menimbulkan ketegangan sehingga dapat menyebabkan
gangguan his. Dukungan keluarga akan membuat ibu lebih tenang sehingga persalinan dapat
berlangsung lancar.
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Kala II DI BPS Sri Wahyuni,
Amd.Keb. Desa Melirang Bungah Gresik
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 8 dari 25 responden didapatkan responden
yang hamil pada usia tidak beresiko paling banyak mengalami lama kala II normal yaitu 7
responden (28%) sedangkan responden yang hamil pada usia beresiko tinggi kehamilan paling
banyak mengalami lama kala II yang tidak normal yaitu sebanyak 11 responden (44%).
Berdasarkan hasil uji chi-square pada tingkat kemaknaan = 0,05 diperoleh hasil
bahwa hit tab = 4,573 3,841 berarti Ho di tolak. Namun karena nilai frekuensi harapan
dari uji chi-square tidak terpenuhi maka peneliti menggunakan uji Fishers exact test
didapatkan nilai probabilitas hasil perhitungan () = 0,049 > 0,05 berarti Ho di tolak sehingga
ada faktor-faktor yang berhubungan dengan lama kala II DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa
Melirang Bungah Gresik.
Menurut Ayah Bunda (2010:1) hamil di usia ini secara fisik, memiliki banyak
keuntungan. Hanya secara psikologis, emosi calon ibu terkadang masih fluktuatif. Memasuki
usia 35, secara fisik wanita mengalami masa ovulasi yang tidak teratur sehingga kesehatan
reproduksi menurun. Namun secara mental, lebih siap menjadi ibu. Sedangkan pada usia lebih
dari 35 tahun meski emosi sudah jauh lebih stabil, kualitas kromosom tidak sebaik usia muda,
sehingga risiko melahirkan anak dengan cacat fisik atau mental akan lebih besar.
Sedangkan menurut Muhimah, (2010 : 69) pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih
cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal mi kepala janin sudah
masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang.
secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepada rektum dan
hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus
membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva
pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar
his, dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan
suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat
sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Para primigravida kala II
berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam.
Berdasarkan teori diatas dapat dijelaskan bahwa responden yang berusia kurang dari 20
lebih mempunyai keuntungan dari segi power terutama pada kala II his menjadi lebih kuat dan
lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali, usia yang lebih mudah dapat memenuhi his yang
cenderung lebih kuat dan cepat, namun dari segi psikis mereka cenderung belum siap menjadi
ibu. Kondisi psikis yang tidak sehat ini dapat membuat kontraksi selama proses persalinan tidak
berjalan lancar sehingga kemungkinan operasi sesar jadi lebih besar. Sedangkan pada usia lebih
dari 35 tahun hampir mirip pada premigravida muda. Hanya saja, karena faktor kematangan

17

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

fisik yang dimiliki maka ada beberapa risiko yang akan berkurang pada premigravida tua.
Misalnya menurunnya risiko cacat janin yang disebabkan kekurangan asam folat. Risiko
kelainan letak janin juga berkurang karena rahim ibu di usia ini sudah matang. Panggulnya juga
sudah berkembang baik. Bahaya yang mengancam premigravida tua justru berkaitan dengan
fungsi organ reproduksi di atas usia 35 tahun yang sudah menurun sehingga bisa mengakibatkan
perdarahan pada proses persalinan dan preeklamsia.
Sedangkan responden yang hamil pada usia aman (20-35 tahun) paling banyak
mendapatkan keuntungan baik dari segi power yang diperlukan untuk his maupun kondisi psikis
yang lebih mapan sehingga menurut hasil penelitian pada usia ini responden lebih banyak yang
mengalami persalinan kala II normal.
Namun masih terdapat sedikit kesenjangan pada hasil penelitian dimana pada usia aman
(20-35 tahun) masih terdapat responden yang mengalami persalinan tidak normal yaitu
sebanyak 3 responden (12%) banyak dikarenakan panggul sempit sehingga menyebabkan
responden menjalani proses kala II menjadi lebih lama.
Masih terdapatnya responden yang mengalami proses persalinan kala II yang tidak
normal pada usia rawan (>35 tahun dan < 20 tahun) harus dapat diantisipasi oleh para tenaga
kesehatan. Pemberian konseling tentang kehamilan dan gizi sangat diperlukan bagi ibu hamil
pada usia rawan dan juga pemberian melakukan tes amniosentesis pada awal kehamilan bagi
wanita berusia 35 tahun atau lebih pada kehamilan pertama untuk menemukan kemungkinan
sindrom down dan abnormalitas kromosom lain. Dan selalu memotivasi ibu untuk selalu
melakukan aktivitas untuk menjaga kondisi fisik selama hamil untuk meningkatkan power pada
saat persalinan kala II.
F.

PENUTUP.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 25 responden didapatkan responden yang
hamil pada usia tidak beresiko paling banyak mengalami lama kala II normal yaitu 7 responden
(28%) sedangkan responden yang hamil pada usia beresiko tinggi kehamilan paling banyak
mengalami lama kala II yang tidak normal yaitu sebanyak 11 responden (44%).
Berdasarkan hasil uji chi-square pada tingkat kemaknaan = 0,05 diperoleh hasil
bahwa hit tab = 4,573 3,841 berarti Ho di tolak. Namun karena nilai frekuensi harapan
dari uji chi-square tidak terpenuhi maka peneliti menggunakan uji Fishers exact test
didapatkan nilai probabilitas hasil perhitungan () = 0,049 > 0,05 berarti Ho di tolak sehingga
ada faktor-faktor yang berhubungan dengan lama kala II DI BPS Sri Wahyuni, Amd.Keb. Desa
Melirang Bungah Gresik.
Bagi tenaga kesehatan diharapkan untuk lebih meningkatkan KIE tentang usia yang
aman untuk hamil sebagai wujud pelayanan antenatal care bagi ibu hamil karena usia ibu hamil
sangat berpengaruh khususnya dalam proses persalinan kala II. Institusi pendidikan memberikan
informasi lebih banyak lagi tentang usia yang aman untuk hamil kepada mahasiswa sehingga
dapat menambah pengetahuan mahasiswa tentang usia yang aman untuk hamil dan manfaatnya
bagi proses persalinan.

DAFTAR PUSTAKA.
Ari, Hidayat. (2010). Asuhan kebidanan persalinan. Yogyakarta : Nuha Medika
Ayahbunda. (2010). Hamil di usia 30an. (http://www.ayahbunda.co.id, diakses tanggal 2 Mei 2010).
Bobak. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Farmacia. (2009). Kematian Ibu, Petaka yang Sulit Surut. (http://www.majalah-farmacia.co.id,
diakses tanggal 28 April 2010).
Handayani. (2006). Hamil di usia rawan. (http://www.mail-archive.com, diakses tanggal 5 Mei
2010).
Henderson. Christine. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC.
Hidayat, A.A. (2007). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayat, A.A. (2009). Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba
Medika.

18

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Hidayat, A.A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba
Medika.
JatimProv. (2010). Angka Kematian Ibu Dan Bayi Di Jatim Menurun. (http://www.jatimprov.go.id,
diakses tanggal 28 April 2010).
Lentera Impian. (2007). Kala 2 persalinan. (http://www.lenteraimpian.blogspot.com, diakses tanggal
9 Mei 2010).
Lestariningsih. (2009). Hamil di Usia 20, 30, atau 40-an. (http://www.ibu-dan-bayi.blogspot.com,
diakses tanggal 2 Mei 2010).
Muhimah. (2010). Senam sehat selama kehamilan. Jakarta : Afabeta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Prianggoro, Hasto. (2009). Hamil Tenang di Usia Matang. (http://www.tabloidnova.com, diakses
tanggal 23 April 2010).
Sarwono, Prawirohardjo. (2002). Ilmu kebidanan. Jakarta : YBP-SP.
Sarwono, Prawirohardjo. (2006). Ilmu kandungan. Jakarta : YBP-SP.
Seno. (2009). info penting : Hamil di Usia 20, 30, atau 40-an. (http://www.yuwie.com, diakses
tanggal 23 April 2010.
Solaeman. (2006). Hamil di usia rawan. (http://www.mail-archive.com, diakses tanggal 5 Mei 2010).
Somantri, Ating. (2006). Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Jakarta : Pustaka Setia.
Sugiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Jakarta : Alfabeta.
Suririnah. (2007). Anda Termasuk Ibu Hamil Dengan Kehamilan Resiko Tinggi?.
(http://www.infoibu.com, diakses tanggal 23 April 2010).

19

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

PERILAKU PANTANG MAKANAN PADA IBU NIFAS


DI POLINDES DESA LEBAKREJO
PURWODADI PASURUAN
Nur Saidah
ABSTRAK
Masa nifas memerlukan perawatan khusus untuk memulihkan kondisi kesehatan tubuhnya
termasuk dengan perilaku makan pada ibu nifas untuk membantu proses penyembuhan luka. Saat ini
masih banyak terjadi pada sebagian kalangan ibu nifas yang masih melakukan tarak atau pantang
mengkonsumsi makanan tertentu, padahal mereka masih harus memberikan ASI pada anaknya.
Tujuan penelitian mengetahui perilaku pantang makanan pada ibu nifas di Polindes Desa Lebakrejo
Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan.
Jenis penelitian analitik cross sectional. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
perilaku pantang makanan. Pada penelitian ini populasinya adalah ibu nifas di Polindes Desa
Lebakrejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan sebanyak rata-rata 34 orang.Penelitian ini
dilakukan pada tanggal 11-27 Juni 2010 dengan jumlah sampel 30 responden. Dengan Teknik
Sampling purposive sampling. Iinstrumen penelitian menggunakan checklist. Uji statistik mann
whitney.
Hasil didapatkan bahwa sebagian besar responden melakukan pantang makanan sejumlah 21
respondem (70%), setengah responden mengalami penyembuhan luka perineum ibu nifas adalah
lambat sejumlah 15 orang (50%). Hasil uji Rank Spearman dengan SPSS didapatkan bahwa hitung
lebih kecil dari tabel yaitu 0,004 < 0,05, artinya ada hubungan pengetahuan dengan perilaku
pantang makanan pada masa nifas.
Penyembuhan luka yang lambat pada ibu nifas dipengaruhi oleh perilaku pantang makanan.
Disarankan ibu lebih meningkatkan pengetahuan tentang dampak dari pantang makanan dengan cara
membaca buku, bertanya pada tenaga kesehatan dan mengikuti seminar-seminar sehingga ibu tidak
melakukan pantang makanan untuk membantu proses penyembuhan luka. Tenaga Kesehatan
meningkatkan penyuluhan tentang dampak dari perilaku pantang makanan pada ibu nifas dan
keluarga sehingga ibu dapat mengubah kebiasaan pantang makanan.
Kata Kunci : Pantang makanan, Ibu nifas
A. PENDAHULUAN.
Masa nifas merupakan masa setelah partus selesai dan setelah 6 minggu. Akan tetapi,
seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 40 hari
(Prawirohardjo, 2009:325). Kebutuhan gizi seimbang, baik kualitas maupun kuantitasnya
sangatlah penting bagi ibu pada masa nifas atau menyusui. Namun fenomena yang sering terjadi
di masyarakat pedesaan adalah kuatnya pengaruh sosial budaya terhadap kebiasaan sehari-hari.
Adat dan tradisi merupakan dasar perilaku tersebut. Fenomena inilah yang masih mempengaruhi
kebiasaan masyarakat dalam hal memilih dan menyajikan makanan. Masyarakat masih
mempercayai adanya pantangan makanan, mereka menerima dan menolak jenis makanan
tertentu (Tiran, 2006:37). Dalam masa nifas banyak yang terjadi bersifat karakteristik yang
memberikan ciri ibu nifas melakukan perawatan khusus untuk memulihkan kondisi kesehatan
tubuhnya termasuk dengan perilaku makan pada ibu nifas untuk membantu proses
penyembuhan (Prawirohardjo, 2009:356).
Saat ini masih banyak terjadi pada sebagian kalangan ibu yaitu, 53% ibu nifas yang
masih melakukan tarak atau pantang mengkonsumsi makanan tertentu yang mana hal tersebut
dikarenakan pengaruh dari budaya orang tua terdahulu yang diyakini dapat menimbulkan
sesuatu yang merugikan bagi mereka, padahal mereka masih harus memberikan ASI pada
anaknya. Hal inilah yang membuat mereka ingin melakukan pantang makanan, Mereka tidak
sadar bahwa tindakannya berpengaruh terhadap pertumbuhan bayinya (Kardinan, 2008).

20

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Berdasarkan data tahun 2008 di Indonesia dengan total ibu nifas 5.067.000 orang dan
89% (4.509.630 orang) dari total ibu nifas yang ada mempunyai kebiasaan pantang makanan
pada masa nifas seperti tidak boleh makan ikan laut, telur, makan sayur, dan makan makanan
yang pedas. Data Jawa timur tahun 2008 dengan total ibu nifas 21.043 orang didapatkan data
bahwa 68% ibu nifas melakukan pantang makanan dan 32% ibu nifas tidak melakukan pantang
makanan. Tingginya angka pantang makanan yang dilakukan oleh ibu nifas ini menjadi
penyebab terhadap lamanya penyembuhan luka akibat persalinan dan terham batnya proses
laktasi. Data ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi pada masa nifas
atau menyusui kurang sesuai dengan kaedah pemenuhan gizi yang baik dan seimbang. Hal ini
disebabkan karena anjuran atau budaya yang berlaku dalam keluarga. Pantang makanan yang
sering terjadi misalnya dilarang makan daging, telur dan ayam (53,5%), sayur sawi dan bayam
(12,4%), pantang dengan makanan yang panas (6,3%), dan pantangan terhadap ikan laut
(27,8%) (Nasya, 2008). Berdasarkan penelitian di Timur angka pantang makanan pada masa
nifas mencapai 1.983.214 (80%) dari jumlah ibu nifas yang ada pada tahun 2008 dan
penyebabnya adalah pengetahuan yang kurang 26,5%, budaya/anjuran dalam keluarga 37,6%
dan status ekonomi sebanyak 25,4% dan paritas 10,5% (Badan Litbang Kesehatan, 2009).
Berdasarkan studi pendahuluan tanggal 22 25 April 2010 secara wawancara pada 8
ibu nifas di Polindes Desa Lebakrejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan didapatkan 7
ibu melakukan pantang makanan (seperti sayur sawi, bayam, ikan laut, daging, ayam, telur), 1
ibu tidak melakukan pantang makanan dan terdapat 5 ibu nifas mengalami proses penyembuhan
luka lambat yang ditandai dengan lochea berbau, bekas luka belum kering masih mengeluarkan
darah dan nanah.
Dampak dari perilaku pantang makanan pada ibu nifas adalah lamanya penyembuhan
luka bahkan bisa menyebabkan infeksi yang mengganggu pengecilan rahim (involusi) sehingga
rahim akan tetap membesar (sub-involusi). Infeksi yang sudah menjalar ke rahim dapat
mengakibatkan perdarahan sehingga ibu biasanya akan diberi obat-obatan untuk membuat
dinding dalam rahim berkontraksi sehingga darah dapat dikeluarkan (Rahmi, 2005:13).
Kekurangan zat gizi pada masa nifas bisa menimbulkan infeksi. Apalagi pada ibu nifas tentu
sangat membutuhkan makanan bergizi untuk memulihkan kondisi, mempercepat kesembuhan
luka, dan proses laktasi (Zalilah, 2005:2). Adanya komplikasi masa nifas yaitu infeksi
Puerperalis, trauma Tractus Genitourinarius, Mastitis, Trombophlebitis, abses payudara,
bendungan ASI dan puting susu lecet (Prawirohardjo, 2009:356).
Upaya yang dilakukan agar ibu hamil tidak menerapkan perilaku tarak yaitu dengan
penyampaian informasi pada waktu kehamilan khususnya tentang dampak dari pantang
makanan pada masa nifas untuk dapat merubah perilaku masyarakat terutama pada ibu nifas.
Pelatihan bagi tenaga kesehatan dan kader masyarakat tentang konseling dampak melakukan
pantang makanan melalui kegiatan di posyandu arisan dan pertemuan di Desa dengan
menyebarkan leafled dan mengikutsertakan suami dan keluarga sangat diperlukan guna
menunjang peningkatan pengetahuan ibu nifas tentang dampak pantang makanan sehingga ibu
tidak melakukan pantang makanan (Asiandi, 2009).
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan judul Perilaku pantang makanan pada ibu nifas di Polindes Desa Lebakrejo Kecamatan
Purwodadi Kabupaten Pasuruan.
B.
1.

TINJAUAN PUSTAKA.
Konsep Perilaku
a. Pengertian
Semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun tidak
langsung yang diamati oleh pihak luar. (Notoatmodjo, 2007:62) perilaku adalah keyakinan
mengenai tersedianya atau tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan.
1) Menurut ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi
Organisasi yang bersangkutan.
2) Menurut Benjamin Bloom perilaku ada 3 domain : perilaku, sikap dan tindakan.

21

HOSPITAL MAJAPAHIT

b.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Menurut Roger menjelaskan bahwa sebelum orang menghadapi perilaku baru dalam
diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan
a) Awareness (kesadaran dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap struktur atau obyek).
b) Interest (dimana orang tersebut adanya ketertarikan).
c) Evaluation (menimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut).
d) Trial (dimana orang telah mencoba perilaku baru).
e) Adoption (dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan
terhadap stimulus) (Notoatmodjo, 2007:144).
Teori Determinan Terbentuknya Perilaku menurut Notoatmodjo (2007:178)
1) Teori Lawrence Green
Menurut Lawrence Green bahwa perilaku manusia berangkat dari tingkat
kesehatan dimana kesehatan ini dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku
(behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). selanjutnya
perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor, yaitu:
a) Faktor predisporisi : yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan
keyakinan dan nilai-nilai
b) Faktor pendukung : yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
bersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Misalnya :
Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban.
c) Faktor pendorong : yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas lainnya yang merupakan kelompok retefensi dari perilaku
masyarakat.
2) Teori Snehandu B. Kar
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku
merupakan fungsi dari :
a) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan
kesehatannya (behavior itention)
b) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support)
c) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accesebility of information)
d) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau
keputusan (personal autonomy)
e) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation)
3) Teori WHO
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu
adalah :
a) Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek
kesehatan)
(1) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain
(2) Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.
Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu
(3) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat.
Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek
lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu
terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan
diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti
atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya
pengalaman seseorang.

22

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

b)

c.

d.

e.

f.

Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka
apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh
c) Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan
sebagainya
d) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada
umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama
dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat
manusia
(Notoatmodjo, 2007:126)
Faktor yang mempengaruhi Perilaku
1) Faktor Genetik : Perilaku terbentuk dari dalam individu itu sendiri sejak ia dilahirkan.
2) Faktor Eksogen : Meliputi faktor lingkungan, pendidikan, agama, sosial, faktor-faktor
yang lain yaitu susunan saraf pusat persepsi emosi.
3) Proses Belajar : Bentuk mekanisme sinergi antara faktor heriditas dan lingkungan
dalam rangkat terbentuknya perilaku (Sunaryo, 2004:12).
Bentuk Perilaku
1) Perilaku Pasif : Perilaku yang sifatnya tertentu, terjadi dalam diri individu dan tidak
bisa diamati. Contoh : berfikir dan bernafas
2) Perilaku Aktif
Perilaku yang sifatnya terbuka berupa tindakan yang nyata dan dapat diamati secara
langsung
(Sunaryo, 2004:16)
Domain Perilaku
Pembagian perilaku ke dalam 3 domain (kewarasan)
1) Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu, sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
pembentukan tindakan seseorang over (over behavior)
2) Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek.
New Comb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan sikap perilaku.
3) Praktik/practice
Setelah seseorang mengetahui stimulasi atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapatan terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang
diketahuinya (Sunaryo, 2004:23).
Beberapa Teori Perubahan Perilaku
1) Teori Stimulus Organisme (S-O-R)
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan
perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme. Sehingga perilaku dapat berubah bila stimulus yang diberikan benar-benar
melebihi dari stimulus semula.
2) Teori Testinger (Disconance Theory)
Teori ini didasarkan karena ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh
ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai. keseimbangan kembali. Karena dalam

23

HOSPITAL MAJAPAHIT

g.

h.

2.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

diri individu terdapat 2 elemen kogrisi yang saling bertentangan. Sehingga


ketidakseimbangan dalam diri seseorang akan menyebabkan perubahan perilaku
karena adanya perbedaan 2 elemen dan sama-sama penting.
3) Teori Fungsi.
Teori ini berdasarkan anggapan perubahan perilaku individu tergantung
kepada kebutuhan. Sehingga teori fungsi berkeyakinan bahwa perilaku mempunyai
fungsi untuk menghadapi dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri
dengan lingkungannya menurut kebutuhannya.
4) Teori Kurt Lewin
Berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan untuk seimbang
antara kekuatan-kekuatan pendorong dan penahan Perilaku itu dapat diubah apabila
terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang
sehingga ada 3 kemungkinan perubahan perilaku pada diri seseorang : kekuatankekuatan pendorong meningkat kekuatan-kekuatan penahan menurun dan gabungan
(Notoatmodjo, 2007:183-187).
Bentuk Perubahan Perilaku
1) Perubahan Alamiah (Natural Change)
Perilaku manusia selalu berubah, sebagian perubahan itu disebabkan karena
kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan
lingkungan fisik atau sosial. budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat
didalamnya yang akan mengalami perubahan.
2) Perubahan Rencana (Planed Change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh
subjek.
3) Kesediaan Untuk Berubah (Readiness To Change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam
masyarakat. maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk
menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian lagi sangat lambat untuk
menerima perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan
untuk berubah yang berbeda-beda.
Strategi Perubahan Perilaku
1) Menggunakan Kekuatan / Kekuasaan
Perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran/masyarakat sehingga ia mau
melakukan seperti yang diharapkan. Contoh ini dapat dilakukan pada penerapan
Undang- Undang.
2) Pemberian Informasi
Dengan memberikan informasi-informasi. penyuluhan dan sebagainya akan
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya di
pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan
menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
3) Diskusi Partisipasi
Dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak searah tetapi dua arah.
Hal ini masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif
berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimannya. Diskusi
partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi dan
pesan-pesan kesehatan.
(Notoadmodjo, 2007:189).

Konsep Dasar Pantang Makanan Pada Ibu Nifas


a. Pengertian
Makanan pantang adalah bahan makanan atau masakan yang tidak boleh dimakan
oleh para individu dalam masyarakat karena alasan yang bersifat budaya. Adat menantang
tersebut diajarkan secara turun temurun dan cenderung ditaati walaupun individu yang

24

HOSPITAL MAJAPAHIT

b.

c.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

menjalankan tidak terlalu paham atau yakin dari alasan menantang makanan yang
bersangkutan (Swasono, 2004:6). Tarak atau pantangan makanan adalah kebiasaan, budaya
atau anjuran yang tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu
misalnya sayuran, buah, ikan dan biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik
misalnya yang dapat mempengaruhi produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang
dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi (Iskandar, 2006)
Jenis pantang makanan menurut (Swasono, 2004:10)
1) Jenis makanan yang dipantang saat bayi berumur satu bulan sampai satu tahun
a) Bermacam-macam ikan seperti ikan mujair, udang, ikan belanak, ikan lele, ikan
basah karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi sakit
b) Ibu melahirkan pantang makan telur karena akan mempersulit penyembuhan luka
dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
Jika ibu alergi dengan telur maka makanan pengganti yang dianjurkan adalah
tahu, tempe dsb
c) Buah-buahan seperti pepaya, mangga, semua jenis pisang, semua jenis buahbuahan yang asam atau kecut seperti jeruk, cerme, jambu air, karena dianggap
akan menyebabkan perut menjadi bengkak dan cepat hamil kembali
d) Semua jenis makanan yang licin antara lain daun talas, daun kangkung, daun
genjer, daun kacang, daun seraung, semua jenis makanan yang pedas tidak boleh
dimakan karena dianggap akan mengakibatkan kemaluan menjadi licin
e) Semua jenis buah-buahan yang bentuknya bulat, seperti nangka, durian, kluih,
talas, ubi, waluh, duku dan kentang karena dianggap akan menyebabkan perut
menjadi gendut seperti orang hamil
2) Jenis makanan yang dipantang saat bayi lahir sampai bayi disapih dan dapat duduk
(Sumarsono, 2006:16)
a) Jenis makanan yang dipantang adalah roti, kue apem, makanan yang mengandung
cuka, ketupat dan makanan yang ditusuk seperti sate dengan alasan bahwa
semuanya dianggap akan menyebabkan perut menjadi besar seperti orang hamil.
b) Hanya boleh makan lalapan pucuk daun tertentu, nasi, sambel oncom dan kunyit
bakar. Kunyit bakar sangat dianjurkan agar alat reproduksi cepat kembali pulih
dan sepet.
c) Hindari makan makanan yang berserat seperti agar-agar, sayur dan buah karena
makanan berserat hanya akan memperpanjang masa diare. Makanan berserat
hanya baik untuk penderita susah buang air besar.
d) Ibu nifas minum abu dari dapur dicampur air, disaring, dicampur garam dan asam
diminumkan supaya ASI banyak.
Hal ini tidak benar karena abu, garam dan asam tidak mengandung zat gizi yang
diperlukan oleh ibu menyusui untuk memperbanyak produksi ASI nya.
Pola Makan yang sehat selama masa nifas
Petunjuk pola makan yang sehat adalah makanan yang dikonsumsi memiliki
jumlah kalori dan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan seperti karbohidrat, lemak,
protein, vitamin, mineral, serat dan air. Selain itu, pola makan harus diatur secara rasional,
yaitu 3 kali sehari (pagi,siang dan malam). Selain makanan utama ibu nifas harus
mengkonsumsi cemilan dan jus buah-buahan sebagai makanan selingan (Krisnatuti, 2009).
Ibu nifas hendaknya mengusahakan mengkonsumsi daging khususnya daging sapi
agar penurunana berat badan berjalan lebih cepat. Dan produksi ASI tetap lancar, karena
daging sapi memiliki banyak serat yag dapat memperlancar buang air besar. Sehingga
tanpa diet ibu tetap memiliki badan yang ideal. Selain itu sayur dan buah pun juga
mengandung banyak serat yang dapat memperlancar air besar pula (Iping, 2009).
Oleh karena itu, pola makan dengan menu seimbang sangat dianjurkan yang mana
menu seimbang terdiri dari jumlah kalori serta zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan
seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, serat dan air. Sebagai contoh
makanan yang terdiri dari nasi, ikan, sayur bayam, apel dan susu. Sedangkan jenis makanan

25

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

yang sebaiknya dihindari oleh ibu nifas diantaranya adalah makanan yang mengandung zat
aditif atau bahan pengawet makanan yang berkalori tinggi, daging atau makanan yang
tidak diolah dengan sempurna serta makanan yang merangsang seperti makanan pedas
(Krisnatuti, 2009).
d. Faktor-faktor melakukan pantang makan
Masih banyaknya ibu nifas yang melakukan pantang makanan disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya: 1) faktor predisposisi yang meliputi: pengetahuan, hal ini
dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, pekerjaan, usia dan ekonomi, 2) faktor
lingkungan yang meliputi: dukungan keluarga dan kebiasaan, serta 3) faktor petugas yang
terdiri dari KIE dan sikap atau perilaku petugas kesehatan yang kurang peka terhadap
masalah sosial budaya pada ibu nifas. Faktor yang mempunyai pengaruh lebih besar pada
pola sosial budaya ibu nifas adalah faktor predisposisi yaitu pengetahuan yang dipengaruhi
oleh pendidikan, pengalaman, pekerjaan, usia, dan status ekonomi dari ibu sendiri (Paath,
2005).
e. Perilaku Makan pada ibu nifas
Perilaku makan ibu nifas secara kualitatif dapat diketahui dari frekuensi, jenis, dan
porsi makan ibu selama menyusui bayinya. Frekuensi makan ibu nifas yang dianjurkan
yaitu makan 3 kali sehari (pagi, siang dan malam) dan sesuai dengan porsinya. Sedangkan
jenis makanan yang dianjurkan adalah semua makanan yang mengandung semua unsur
utama dalam tubuh terutama karbohidrat, protein, dan lemak yang mana dikonsumsi secara
seimbang dan tidak berlebihan dengan porsi makan 2 kali porsi makan waktu hamil. Ibu
menyusui diwajibkan menambah konsumsi protein hewani hingga 1,5 kali dengan jumlah
normal (Krisnatuti, 2009).
f. Alasan budaya tarak di masyarakat
Adanya pantangan makanan merupakan gejala yang hampir universal berkaitan
dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur
dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu
panas atau terlau dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan
keseimbangan unsur-unsur tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau
menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku
bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin"
sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang
"dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang hamil (Reddy, 2005).
Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam
membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu
kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua
praktek/perilaku masyaiakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya
adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan medis/kesehatan (Fatma,
2005:12).
g. Dampak melakukan pantang makanan
1) Tidak terpenuhi Kebutuhan ASI pada bayi secara maksimal
2) Tidak terpenuhi gizi pada ibu nifas
3) Ibu nifas cenderung mengalami anemia
4) Lambatnya proses penyembuhan luka perineum
5) Ibu nifas mudah terserang penyakit
(Krisnatuti, 2009).
3.

Konsep Penyembuhan Luka Perineum


a. Fase-fase Penyembuhan Luka
Fase-fase penyembuhan luka menurut Smeltzer (2002:490) adalah sebagai berikut :
1) Fase Inflamasi, berlangsung selama 1 sampai 4 hari.
Respons vaskular dan selular terjadi ketika jaringan teropong atau mengalami
cedera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplatelet terbentuk dalam

26

HOSPITAL MAJAPAHIT

b.

c.

d.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

upaya untuk mengontrol pendarahan. Reaksi ini berlangsung dari 5 menit sampai 10
menit dan diikuti oleh vasodilatasi venula. Mikrosirkulasi kehilangan kemampuan
vasokonstriirsinya karena norepinefrizr dirusak oleh enzim intraselular. Juga histamin
dilepaskan yang meningkatkan permeabilitas kapiler .
2) Fase Proliferatif, berlangsung 5 sampai 20 hari
Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang
bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka, kuncup ini
berkembang menjadi kapiler yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi
yang baru. Setelah 2 minggu, luka hanya memiliki 3% sampai 5% dan kekuatan
aslinya. Sampai akhir bulan, hanya 35% sampai 59% kekuatan luka tercapai. Tidak
akan lebih dari 70% sampai 80% kekuatan dicapai kembali. Banyak vitamin, terutama
vitamin C, membantu dalam proses metabolisme yang terlibat dalam penyembuhan
luka.
3) Fase Maturasi, berlangsung 21 hari sampai sebulan atau bahkan tahunan Sekitar 3
minggu setelah cedera, fibroblast mulai meninggal luka. Jaringan parut tampak besar
sampai fibril kolagen menyusun kedalam posisi yang lebih padat. Hal ini sejalan
dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya.
Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam
10 atau 12 minggu, tetapi tidak pemah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan
sebelum luka.
Bentuk-Bentuk Penyembuhan Luka
Penyembuhan melalui Intensi Pertama (Penyatuan Primer). Luka dibuat secara
aseptik, dengan pengrusakan jaringan minimum, dan penutupan dengan baik, sehingga
dengan suture, sembuh dengan sedikit reaksi jaringan melalui intensi pertama. Ketika luka
sembuh melalui intensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan pembentukan jaringan
parut minimal.Penyembuhan melalui Intensi Kedua (Granulasi). Pada luka dimana terjadi
pembentukan pus (supurasi) atau dimana tepi luka tidak saling merapat, proses
perbaikannya kurang sederhana dan membutuhkan waktu lebih lama.Penyembuhan melalui
Intensi Ketiga (Suture Sekunder). Jika luka dalam baik yang belum disuture atau terlepas
dan kemudian disuture kembali nantinya, dua permukaan granulasi yang berlawanan
disambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas.
Lama Penyembuhan Luka Periuneum (Potter, 2005:1252)
1) Cepat : Jika luka parineum sembuh dalam waktu 1 6 hari
Penutupan luka baik, jaringan granulasi tidak tampak, pembentukan jaringan
parut minimal
2) Normal : Jika luka parineum sembuh dalam waktu 7 14 hari
Penutupan luka baik, jaringan granulasi tidak tampak, pembentukan jaringan
parut minimal, akan tetapi waktu lebih lama
3) Lambat : Jika luka parineum sembuh dalam waktu > 14 hari
Tepi luka tidak saling merapat, proses perbaikan kurang, kadang disertai
adanya pus dan waktu penyembuhannya lebih lama.
Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
1) Semua keadaan yang menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak,
diabetes, preeklamsi, malnutrisi, anemia, kelelahan juga infeksi yaitu pneumonia,
penyakit jantung dan sebagainya.
2) Proses persalinan bermasalah seperti partus lama/macet terutama dengan ketuban
pecah lama, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan
infeksi dan manipulasi yang berlebihan.
3) Vulva hygiene seperti membersihkan luka perineum, mengganti pembalut
4) Nutrisi/gizi
5) Pengetahuan tentang cara merawat luka (Wikjosastro, 2008:32)

27

HOSPITAL MAJAPAHIT
4.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Konsep Dasar Nifas


a. Pengertian
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu (Saifudin, 2006:67).
b. Pembagian Masa Nifas
Nifas dibagi dalam 3 periode menurut (Sarwono, 2007:234):
1) Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan.
Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2) Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat genitalis yang lamanya 6 8
minggu.
3) Remote puerperium, waktui yang diperlkan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
c. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas menurut (Varney, 2005:326)
1) Sistem reproduksi
a) Uterus
Uterus secara berangsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil.
(1) Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gr
(2) Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat dengan
berata uterus 750 gr.
(3) Satu minggu post partum tinggi fundus uteri teraba pertengan pusat simpisis
dengan berat uterus 500 gr
(4) Dua minggu post partum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis
dengan berat uterus 350 gr
(5) Enam minggu post partum fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus
50 gr
b) Lochia
Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina
dalam masa nifas. Macam Lochia:
(1) Lochia rubra (Cruenta ): berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel
desidua, verniks kaseosa, lanugo, dam mekonium, selama 2 hari post partum.
(2) Lochia Sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lendir, hari 3 7
post partum.
(3) Lochia serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7 14 post partum
(4) Lochia alba : cairan putih, setelah 2 minggu
(5) Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk
(6) Lochiastasis : lochia tidak lancar keluarnya.
c) Serviks
Serviks mengalami involusi bersama dengan uterus. Setelah persalinan,
ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tangan, setelah 6 minggu
persalinan serviks menutup.
d) Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah
proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam
vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia manjadi
lebih menonjol.
e) Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5,

28

HOSPITAL MAJAPAHIT

d.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap


lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
f) Payudara
Perubahan pada payudara dapat meliputi :
(1) Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatan hormon
prolaktin setelah persalinan.
(2) Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi pada hari ke-2
atau hari ke-3 setelah persalinan.
(3) Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi
2) Sistem Perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama kemungkinan terdapat
spasme sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi
antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan.
Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 36 jam
sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat
menahan air akan memgalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan
diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
3) Sistem Gastrointestinal
Kerapkali diperlukan waktu 3 4 hari sebelum faal usus kembali normal.
Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, namun asupan makanan
juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak tubuh berkurang dan usus
bagian bawah sering kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema. Rasa sakit
didaerah perineum dapat menghalangi keinginan ke belakang.
4) Sistem Kardiovaskuler
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen,
volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan
hemoglobin kembali normal pada hari ke-5.
Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama
masa nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah
tidak begitu mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat.
Pembekuan darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada
ambulasi dini.
5) Sistem Endokrin
a) Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam post partum.
Progesteron turun pada hari ke 3 post partum.
b) Kadar prolaktin dalam darah berangsur hilang.
6) Sistem muskuloskeletal
Ambulasi pada umumnya dimulai 4 8 jam post partum. Ambulasi dini sangat
membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi.
7) Sistem integumen
a) Penurunan melanin umumnya setelam persalinan menyebabkan berkurangnya
hiperpigmentasi kulit
b) Perubahan pembuluh darah yang tampak pada kulit karena kehamilan dan akan
menghilang pada saat estrogen menurun.
Perawatan Pasca Persalinan menurut (Varney, 2006:24)
1) Perawatan payudara (mammae)
Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu
lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila bayi
meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara :
a) Pembalutan mammae sampai tertekan.
b) Pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet lynoral dan parlodel
Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat baik untuk
kesehatan bayinya.

29

HOSPITAL MAJAPAHIT
2)

3)

4)

5)

5.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Perawatan perineum
Perawatan luka perineum adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk
mengurangi rasa tidak nyaman menjaga kebersihan, mencegah infeksi dan
meningkatkan penyembuh (Hamilton, 2005:289).
Diet (Pantang makanan)
Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya makan
makanan yang mengandong protein, banyak cairan, sayuran dan buah.
Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam
pasca persalinan. Kemudian boleh miring kekanan dan kekiri ubtuk mencegah
terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke-2 diperbolehkan duduk, hari ke 3
jalan-jalan, dan hari ke-4 atau 5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas
mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya
luka.
Senam nifas
Senam nifas adalah latihan jasmani yang dilakukan setelah melahirkan guna
mengembalikan kondisi kesehatan dan memperbaiki regangan pada otot-otot setelah
kehamilan. Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama melahirkan
setiap hari sampai hari yang kesepuluh (Widyastuti, 2008).

Kerangka Konseptual.
Faktor yang
mempengaruhi perilaku :
1 Faktor Genetik
2 Faktor Eksogen
3 Proses Belajar

Perilaku ibu nifas:


1. Perawatan payudara
6.
2. Perawatan perineum
7.
3. Pantang makanan
8.
4. Mobilisasi
9.
5. Senam nifas
10.

Faktor yang mempengaruhi pantang


makanan:
1. Faktor predisposisi
a. Pengetahuan
b. Pendidikan
c. Pengalaman
2. Faktor Lingkungan
a. Dukungan keluarga
b. Kebiasaan
3. Faktor petugas
a. KIE
b. Sikap Perilaku petugas kesehatan

Pantang
makanan

Normal 714 hari

Penyembuhan luka
perineum

Lambat
> 14 hari

Cepat
1 6 hari

Sumber: Notoatmodjo, 2007:178, 189) dan Potter (2005:1252)


Gambar 3. Kerangka Konseptual Perilaku Pantang Makanan Pada Ibu Nifas di Desa
Lebakrejo Purwodadi Pasuruan.
C. METODE PENELITIAN.
1. Desain Penelitian.
Jenis penelitian analitik korelasi dan rancang bangun yang digunakan adalah cross
sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat
bersamaan (sekali waktu) antara kedua variabel yaitu variabel Independent (Perilaku pantang
makanan) dan Dependent (penyembuhan luka perkineum) (Hidayat, 2007:83).

30

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

KERANGKA KERJA
Perilaku Tentang
Pantang Makan
Gambar 4.

Penyembuhan Luka
perineum

Kerangka Kerja Perilaku Pantang Makanan Pada Ibu Nifas di Desa


Lebakrejo Purwodadi Pasuruan.

2.

Hipotesis.
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian
menegaskan apakah hipoteisis tersebut dapat diterima atau harus ditolak berdasarkan fakta atau
data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian.
H1 : Ada hubungan perilaku pantang makanan pada ibu nifas dengan penyembuhan luka
perineum.
.Ho : Tidak ada hubungan perilaku pantang makanan pada ibu nifas dengan penyembuhan luka
perineum.

3.

Populasi, Sampel, Variabel, Instrumen Penelitian, dan Definisi Operaisonal.


Dalam penelitian ini populasinya adalah ibu nifas di Polindes Desa Lebakrejo
Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan sebanyak 34 orang rata rata tiap bulan yang
dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2010.
Pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah Non Probability sampling yaitu
bahwa setiap subjek dalam populasi mempunyai kesempatan untuk terpilih dan tidak terpilih
sebagai sampel. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling
yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria atau ciri yang telah ditentukan oleh peneliti
(Nursalam, 2003:98).
a. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Semua Ibu nifas dengan luka perineum pada hari ke 1-15
2) Ibu nifas yang bisa baca tulis
3) Ibu nifas yang bersedia menjadi responden
b. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Ibu nifas yang tidak kooperatif
2) Ibu nifas yang mengalami komplikasi kehamilan
3) Ibu nifas dengan riwayat alergi
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perilaku pantang
makanan, sedangkan variabel dependennya yaitu penyembuhan luka perineum.
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan data primer yaitu data yang didapatkan
langsung dari responden melalui kuesioner, wawancara dan lembar checklist. Instrumen yang
digunakan untuk perilaku adalah kuesioner dengan wawancara, sedangkan untuk penyembuhan
luka perineum dengan menggunakan checklist.
Tabel 9.

Definisi Operasional Perilaku Pantang Makanan Pada Ibu Nifas di Desa


Lebakrejo Purwodadi Pasuruan.

Variabel
Variabel
independen
perilaku
pantang
makanan

Definisi Operasional

Kriteria

Tindakan ibu untuk tidak


memakan beberapa jenis
makanan tertentu karena
dianggap dapat
mempengaruhi proses
penyembuhan dengan
menggunakan kuesioner

Skala

Pantang:Ibu melakukan pantang Nominal


makanan
Tidak pantang:Ibu boleh makan
semua jenis makanan
(Swasono, 2004)

31

HOSPITAL MAJAPAHIT
Variabel
dependen
proses
penyembuhan
luka perineum
4.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Proses
dimana
luka Cepat:luka sembuh 1 6 hari
perineum sembuh, setelah Lambat:luka sembuh > 14 hari
melahirkan
Normal : luka sembuh 7 14 hari
(Potter, 2005)

Ordinal

Teknik Analisis Data.


a. Analisis Univariat
1) Perilaku ibu tentang pantang makanan pada masa nifas
Perilaku pantang makanan dianalisis dengan menggunakan rumus :
f
P=
X 100%
N
Keterangan :
P
: Persentase
f
: Jumlah ibu yang melakukan pantang makanan
N
: Jumlah semua responden (Budiarto, 2002)
Setelah prosentasenya diketahui kemudian hasilnya diprosentase dengan
kriteria :
a) Seluruh
:
100%
b) Hampir seluruh
:
76-99%
c) Sebagian besar
:
51-75%
d) Setengahnya :
50%
e) Hampir setengahnya : 26-49%
f) Sebagian kecil
:
1-25%
g) Tidak satupun
:
0% (Sugiono, 2007)
2) Penyembuhan luka perineum
a) Cepat
: luka sembuh 1 6 hari
b) Lambat : luka sembuh > 14 hari
c) Normal : luka sembuh 7 14 hari (Potter, 2005)
b. Analisis Bivariat
Untuk mengetahui hubungan antara variabel, dilakukan uji statistik mann whitney
dengan tingkat signifikan 0,05 menggunakan SPSS 16 for windows untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tergantung yang
berskala nominal dan ordinal (Sugiyono, 2007:244). Jika
< 0,05 maka Ho (hipotesa nol)
ditolak, artinya ada hubungan perilaku pantang makanan pada ibu nifas dengan proses
penyembuhan luka perineum di Polindes Desa Lebakrejo Purwodadi Pasuruan.

D. HASIL PENELITIAN.
1. Data Umum.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan.
Tabel 10. Karakteristik Pendidikan Responden di Polindes Desa Lebakrejo
Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 27 Juni 2010.
No.
Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Tidak tamat sekolah
4
13,3
2.
SD
14
46,7
3.
SMP
8
26,7
4.
SLTA
3
10,0
5.
Akademi/PT
1
3,3
Total
30
100
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa hampir setengah responden
berpendidikan SD sejumlah 14 orang (46,7%).

32

HOSPITAL MAJAPAHIT
b.

c.

d.

2.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur.


Tabel 11. Karakteristik Umur Responden di Polindes Desa Lebakrejo
Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 27 Juni 2010.
No.
Umur
Frekuensi
Persentase (%)
1.
< 20 tahun
13
43,3
2.
20-35 tahun
8
26,7
3.
> 35 tahun
9
30
Total
30
100
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa umur responden hampir setengah
responden berumur < 20 tahun sejumlah 13 responden (43,3%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan.
Tabel 12. Karakteristik Pekerjaan Responden di Polindes Desa Lebakrejo
Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 27 Juni 2010.
No.
Pekerjaan
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Petani
6
20
2.
Swasta
5
16,7
3.
Wiraswasta
4
13,3
4.
PNS
2
6,7
5.
IRT
13
43,3
Total
30
100
Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa hampir setengah responden tidak
bekerja (IRT) sejumlah 13 responden (43,3%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Anjuran Keluarga.
Tabel 13. Karakteristik Anjuran Keluarga Responden di Polindes Desa
Lebakrejo Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 27 Juni 2010.
No.
Anjuran Keluarga
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Ya
23
76,7
2.
Tidak
7
23,3
Total
30
100
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mendapat
anjuran keluarga untuk melakukan tarak sejumlah 23 responden (76,7%).

Data Khusus.
a. Perilaku Pantang Makan Pada Ibu Nifas.
Tabel 14. Perilaku Pantang Makan Pada Ibu Nifas di Polindes Desa Lebakrejo
Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 27 Juni 2010.
No.
Perilaku Pantang Makan
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Pantang
21
70,0
2.
Tidak Pantang
9
30,0
Total
30
100
Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden melakukan
pantang makanan sejumlah 21 responden (70%).
b. Penyembuhan Luka Perineum.
Tabel 15. Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas di Polindes Desa
Lebakrejo Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 27 Juni 2010.
No. Penyembuhan Luka Perineum
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Lambat
15
50,0
2.
Normal
18
26,7
3.
Cepat
7
23,3
Total
30
100
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa setengah responden mengalami
penyembuhan luka perineum ibu nifas adalah lambat sejumlah 15 orang (50%).

33

HOSPITAL MAJAPAHIT
c.

E.
1.

2.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Perilaku Pantang Makan Dengan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas.
Tabel 16. Tabulasi Silang Perilaku Pantang Makan Dengan Penyembuhan
Luka Perineum Pada Ibu Nifas di Polindes Desa Lebakrejo
Purwodadi Pasuruan Pada Tanggal 11 27 Juni 2010.
Penyembuhan Luka Perineum
TOTAL
Perilaku
No.
Lambat
Normal
Cepat
Pantang Makan
f
(%)
f
(%)
f
(%)
f
(%)
1. Pantang
15
50
6
20
0
0
21
70,0
2. Tidak Pantang
0
0
2
6,7
7
23,3
9
30,0
15
50
8
26,7
7
23,3
30
100
Jumlah
Berdasarkan Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 15 responden yang melakukan
pantang makanan, 15 (50%) diantaranya mengalami penyembuhan luka perineum yang
lambat. Berdasarkan hasil uji Rank Spearman dengan SPSS didapatkan bahwa hitung
lebih kecil dari tabel yaitu 0,004 < 0,05, artinya ada hubungan pengetahuan dengan
perilaku pantang makanan pada masa nifas.

PEMBAHASAN.
Perilaku Pantang Makanan
Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden melakukan
pantang makanan sejumlah 21 responden (70%). Perilaku pantang makanan pada masa nifas
meliputi ibu tidak makan telur dengan alasan gatal-gatal, tidak makan sayuran karena
beranggapan menyebabkan diare, ibu menghindari makan udang, ikan lele, mujair, dan lain
sebagainya.
Perilaku ibu terhadap budaya tarak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
pengetahuan, informasi. Pengetahuan yang kurang akan mempengaruhi seseorang untuk
berperilaku dengan benar. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat langgeng (long lasting).
Pekerjaan adalah serangkaian tugas atau kegiatan yang harus dilaksanakan atau
diselesaikan oleh seseorang sesuai dengan jabatan atau profesi masing-masing. Status pekerjaan
yang rendah sering mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Adanya pantangan makanan merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan
konsepsi "panas-dingin" yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh
manusia -tanah, udara, api dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau
dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur
tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang
bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui
kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang
"panas" dan menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang
sedang hamil (Reddy, 2005).
Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam
membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu atau kelompok sosial
untuk memenuhi kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua praktek/perilaku masyarakat yang
pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai
dengan ketentuan medis/kesehatan. (Fatma, 2005).
Perilaku pantang makanan pada masa nifas disebabkan karena kurangnya pengetahuan
ibu tentang dampak dari pantang makanan, adanya anjuran atau budaya masyarakat yang
beranggapan bahwa makan telur, ayam dapat menyebabkan gatal-gatal, dan adanya kepercayaan
makan makanan yang berkuah dapat menyebabkan bayi diare dan luka perineum sulit sembuh.
Penyembuhan Luka Perineum
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa setengah responden mengalami
penyembuhan luka perineum ibu nifas adalah lambat sejumlah 15 orang (50%). Penyembuhan
luka perineum sebagian besar pada hari ke 16 20 masa nifas, luka belum merapat, masih
mengeluarkan nanah.

34

HOSPITAL MAJAPAHIT

3.

F.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Proses penyembuhan luka cepat ditandai dengan luka parineum sembuh dalam waktu 1
6 hari, penutupan luka baik, jaringan granulasi tidak tampak, pembentukan jaringan parut
minimal. Lama penyembuhan luka perineum terdiri meliputi cepat (jika luka parineum sembuh
dalam waktu 1 6 hari, penutupan luka baik, jaringan granulasi tidak tampak, pembentukan
jaringan parut minimal, normal (jika luka parineum sembuh dalam waktu 7 14 hari, penutupan
luka baik, jaringan granulasi tidak tampak, pembentukan jaringan parut minimal, akan tetapi
waktu lebih lama, dan lama (jika luka parineum sembuh dalam waktu > 14 hari, tepi luka tidak
saling merapat, proses perbaikan kurang, kadang disertai adanya pus dan waktu
penyembuhannya lebih lama (Wikjosastro, 2004).
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh sebagian besar responden berusia < 20
tahun yang mana responden masih muda dan belum pengalaman dalam melakukan perawatan
perineum, serta menentukan cara yang tepat dalam rangka membantu cepatnya proses
penyembuhan luka perineum.
Lamanya penyembuhan luka juga dipengaruhi oleh sebagian besar ibu sebagai ibu
rumah tangga yang mana ibu tidak mempunyai kesempatan untuk bertukar informasi dengan
tenaga kesehatan tentang proses penyembuhan luka perineum sehingga pengetahuan yang
dimiliki ibu kurang dan ibu tidak tahu bagaimana cara perawatan perineum di rumah.
Kurangnya perawatan perineum akan mengakibatkan lamanya penyembuhan luka
bahkan bisa menyebabkan infeksi. Terjadinya infeksi juga akan mengganggu pengecilan rahim
(involusi) sehingga rahim akan tetap membesar (sub-involusi). Infeksi yang sudah menjalar ke
rahim dapat mengakibatkan perdarahan sehingga ibu biasanya akan diberi obat-obatan untuk
membuat dinding dalam rahim berkontraksi sehingga darah dapat dikeluarkan (Rahmi, 2005).
Untuk itu pengetahuan masyarakat tentang perawatan perineum dan infeksi nifas dan tindakan
cepat untuk segera meminta pertolongan ke fasilitas kesehatan terdekat menjadi kunci utama
dalam upaya menurunkan angka kematian ibu (Syamsul, 2003).
Selain itu proses penyembuhan luka juga dipengaruhi oleh hampir setengah responden
berpendidikan SD sejumlah 14 orang (46,7%). Sehingga pengetahuan responden kurang dan
responden tidak tahu apa yang harus dilakukan, makanan apa yang harus di konsumsi dan
dihindari dalam rangka mempercepat penyembuhan luka.
Hubungan Antara Perilaku Pantang Makanan Dengan Penyembuhan Luka Perineum
Pada Ibu Nifas
Berdasarkan Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 15 responden yang melakukan pantang
makanan, 15 (50%) diantaranya mengalami penyembuhan luka perineum yang lambat.
Berdasarkan hasil uji Rank Spearman dengan SPSS didapatkan bahwa hitung lebih kecil dari
tabel yaitu 0,004 < 0,05, artinya ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pantang
makanan pada masa nifas.
Masih banyaknya ibu nifas yang melakukan pantang makanan disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya: 1) faktor predisposisi yang meliputi: pengetahuan, hal ini
dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, pekerjaan, usia dan ekonomi, 2) faktor lingkungan
yang meliputi: dukungan keluarga dan kebiasaan, serta 3) faktor petugas yang terdiri dari KIE
dan sikap atau perilaku petugas kesehatan yang kurang peka terhadap masalah sosial budaya
pada ibu nifas. Faktor yang mempunyai pengaruh lebih besar pada pola sosial budaya ibu nifas
adalah faktor predisposisi yaitu pengetahuan yang dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman,
pekerjaan, usia, dan status ekonomi dari ibu sendiri (Paath, 2005).
Perilaku pantang makanan pada ibu nifas misalnya tidak makan daging, tidak makan
sayuran dan buah-buahan menyebabkan proses penyembuhan luka lambat. Hal ini dikarenakan
kurangnya kebutuhan gizi pada masa nifas. Karena nutrisi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi proses kesembuhan luka karena dengan nutrisi yang adekuat menyebabkan luka
cepat sembuh.
PENUTUP.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden melakukan pantang makanan
sejumlah 21 responden (70%) dan setengah responden mengalami penyembuhan luka perineum

35

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

ibu nifas adalah lambat sejumlah 15 orang (50%). 15 responden yang melakukan pantang
makanan, 15 (50%) diantaranya mengalami penyembuhan luka perineum yang lambat.
Berdasarkan hasil uji Rank Spearman dengan SPSS didapatkan bahwa hitung lebih
kecil dari tabel yaitu 0,004 < 0,05, artinya ada hubungan pengetahuan dengan perilaku
pantang makanan pada masa nifas.
Bagi Tenaga Kesehatan hendaknya meningkatkan penyuluhan tentang dampak dari
perilaku pantang makanan pada ibu nifas dan keluarga sehingga ibu dapat mengubah kebiasaan
pantang makanan. Ibu nifas lebih meningkatkan pengetahuan tentang dampak dari pantang
makanan baik melalui media massa maupun media elektronik sehingga ibu tidak melakukan
pantang makanan untuk membantu proses penyembuhan luka.
DAFTAR PUSTAKA.
Alimul. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Asiandi. (2009). Konseling Masa Nifas (http://www.suara-medika.com.id, diakses pada tanggal 4
Januari 2009).
Budiarto. (2005). Biostatistik. Jakarta : EGC.
Fatma. (2005). Budaya Pantang Makanan Setelah Kelahiran. (http://www.info-kia.com.id, diakses
pada tanggal 4 Maret 2010).
Hamilton. (2005). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Iskandar. (2006). Pantang makanan Setelah Kelahiran. (http://www.memokita.com, diakses pada
tanggal 4 Maret 2010).
Iping. (2009). Pantang Makanan Pada Masa Nifas. Bandung : Alfabeta.
Kardinan. (2008). Pantang Makanan. (http://www.nikita.com.id, diakses pada tanggal 4 Januari 2009
Krisnatuti.2009. Tarak Selama Masa Nifas. http://www.bali-post.com.id diakses pada tanggal 4
Maret 2010).
Badan litbang Kesehatan. (2009). (http://www.litbang kesehatan.co.id, diakses pada tanggal 4
Januari 2009).
Nazir. (2005). Metodelogi Penelitian. Bogor : Galia Pustaka.
Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Nasya. (2008). Budaya Pantang Makanan. (http://www.y-maile.id, diakses pada tanggal 4 Januari
2009).
Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Konsep Perilaku. Jakarta : PT Rineka Cipta
------------. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Paath. (2005). Risiko Tinggi Kehamilan. (http://www.info-cyber-neth.com., diakses tanggal 15 April
2010).
Reddy. (2005). Alasan Budaya Tarak. (http://www.kalila-neth.com., diakses tanggal 15 April 2010).
Potter. (2005). Fundamental keperawatan Jilid I . Jakarta : EGC.
Rahmi. (2005). Pantang Makanan. Bandung : EGC.
Prawirohardjo. (2009). Ilmu kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saifudin. (2006). Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sarwono, (2007). Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Smeltzer. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Sunaryo,M.Kes. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Sugiyono. (2007). Statistik Untuk Kesehatan. Bandung : ALFABETA.
Sumarsono. (2006). Perawatan Kehamilan, Kelahiran, Nifas Berdasarkan Perspektif. Bandung :
ALFABETA.
Swasono. (2004). Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks Budaya. Jakarta :
UI.
Tiran. (2006). Kehamilan dan Permasalahannya. Jakarta : EGC.
Varney. (2005). Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC.
Varney. (2006). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC.

36

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Widyastuti. (2008). Perawatan Ibu Nifas. (http//www.kreasi.com., diakses tanggal 20 Mei 2010).
Wikjosastro. (2008). Ilmu Kandungan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Zalilah. (2005). Tarak Pada Masa Nifas. (http//.jadul online.co.id., diakses tanggal 18 Mei 2010).

37

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MEMPENGARUHI


KEIKUTSERTAAN SENAM HAMIL DI BPS M WATES
MAGERSARI MOJOKERTO
Nurun Ayati
ABSTRAK
Pada ibu hamil sangat dibutuhkan tubuh yang sehat dan bugar, diupayakan dengan makan
teratur, istirahat cukup dan olah tubuh sesuai takaran. Jenis olah tubuh yang paling sesuai untuk ibu
hamil adalah senam hamil, disesuaikan dengan banyaknya perubahan fisik seperti pada organ
geinital, perut membesar dan lain-lain. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis karakteristik ibu
hamil yang mempengaruhi keikutsertaan senam hamil di BPS M Wates Magersari Mojokerto.
Jenis penelitian penelitian ini menggunakan analitik cross sectional. Variabel dalam
penelitian ini terdiri dari variabel independent yaitu karakteristik ibu hamil dan variabel dependent
yaitu keikutsertaan senam hamil. Populasi yang diambil sejumlah 25 ibu, sedangkan sampel yang
diambil sejumlah 25 ibu hamil dengan teknik total sampling. Penelitian ini dilaksanakan di BPS M
Kota Mojokerto pada tanggal 3- 4 Juli 2010. Tekhnik pengumpulan data dengan menggunakan data
sekunder dan instrument yang digunakan Cheklist. Analisa data menggunakan uji mann whitney.
Hasil penelitian persentase terbesar ibu hamil berpendidikan menengah sebesar 48% dan
persentase terbesar ibu hamil ikut senam hamil sebesar 76%.Dengan menggunakan uji mann whitney
didapatkan < 0,013 < 0,05, hal ini menunjukkan Ho ditolak dan H1 diterima yang artinya ada
karakteristik ibu hamil yang mempengaruhi keikutsertaan senam hamil di BPS M Wates Magersari
Mojokerto.
Pendidikan sangat mempengaruhi pemahaman seseorang sehingga dalam penelitian ini
didapatkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi keikutsertaan ibu dalam senam hamil.
Simpulan dalam penelitian ini adalah bahwa ada karakteristik ibu hamil yang mempengaruhi
keikutsertaan senam hamil di BPS M Wates Magersari Mojokerto. Diharapkan hasil penelitian ini
dapat di gunakan sebagai masukan atau referensi bagi mahasiswa tentang senam hamil dan dapat
membantu agar ibu yang tidak mengikuti senam hamil menjadi mau mengikuti senam hamil setelah
membaca penelitian ini.
Kata Kunci : karakteristik, senam hamil, ibu hamil
A. PENDAHULUAN.
Kehamilan dan persalinan pada seorang wanita merupakan suatu proses alami. Peristiwa
kehamilan melibatkan suatu perubahan fisik, emosional dari ibu maupun perubahan social
dalam keluarga (Miranti, 2009). Pada ibu hamil sangat dibutuhkan tubuh yang sehat dan bugar,
diupayakan dengan makan teratur, istirahat cukup dan olah tubuh sesuai takaran. Jenis olah
tubuh yang paling sesuai untuk ibu hamil adalah senam hamil, disesuaikan dengan banyaknya
perubahan fisik seperti pada organ geinital, perut membesar dan lain-lain (Deltapapa, 2009).
Olah raga selama kehamilan dapat membantu mempersiapkan kelahiran dengan memperkuat
otot dan membentuk daya tahan tubuh. Dengan mengikuti senam hamil diharapkan ibu dapat
menjalani persalinan dengan lancar (Arief, 2010).
Saat hamil ibu tidak perlu membuat catatan harian dan menganalisis semua makanan
dan camilan, ibu cukup memper-hatikan beberapa pedoman dasar. Makan secara teratur dan
bervariasi senam hamil sangat membantu selama proses melahirkan anak, selain itu manfaat
senam hamil lebih terasa lagi saat mengeluarkan bayi. Beberapa kondisi ibu hamil untuk
melaksanakan senam hamil yaitu: status ekonomi, tingkat pendidikan dan tempat tinggal. Senam
hamil sebaiknya dilakukan bersama dengan pelatih yang mengerti, sehingga kita tahu apa yang
harus dilakukan setiap tahapnya (Yuni, 2009). Selain itu pendidikan juga menjadi faktor penting
bagi seseorang agar informasi yang ada dapat tersampaikan.Pendidikan biasanya berawal pada
saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Termasuk bagi seorang ibu

38

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

hamil, pendidikan mengenai hal seputar kehamilan juga sangat penting agar ibu semakin
mengerti dan memahami apa saja hal yang harus dilakukan selama masa kehamilan agar
kehamilannya berjalan sehat dan nyaman (Khadiyanto, 2009).
Berdasarkan penelitian wanita yang melakukan senam secara teratur Selama
kehamilannya melaporkan tingkat kelemahan yang rendah selama kehamilan dan persalinan,
sedikit mengalami ketidaknyamanan dan lebih cepat sembuh pada masa pasca persalinan
daripada ibu yang tidak melakukan senam hamil (Dep.Kes.RI, 2003).
Pada sebuah serial penelitian atas 876 pasien hamil di Pennylvania dan New York yang
melakukan olahraga rekreasional,persalinan lebih mudah di kalangan yang melakukan latihan
secara teratur dibandingkan dengan yang hanya latihan sedikit atau yang tidak melakukan
latihan sama sekali,juga dijumpai penurunan resiko persalinan terlalu cepat atau terlalu lama.
Disamping itu juga didapatkan penurunan resiko persalinan preterm Menurut Survey Demografi
Kesehatan yang dilaksanakan tahun 2002 2003 tercatat AKI 307 / 100.000 akibat komplikasi
kehamilan, serta 262 / 100.000 pada tahin 2007 (Cetak, kompas).
Hasil AMP (Audit Maternal dan perinatal) salah satu rumah sakit rujukan di Jawa
Timur, selama periode Januari sampai Desember 2009 mendapatkan bahwa penyulit ibu
terbanyak adalah partus lama (16%), disusul partus kasep (11%), preeklamsia dan eklamsia
(6,4%). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Timur (Dinkes) pada 2008 lalu kematian ibu
hamil mencapai 15 kasus dari jumlah 18.293 ibu bersalin berbagai faktor penyebab kematian
ibu hamil di antaranya, akibat pendarahan mencapai 47 persen.
Penyebab lainya adalah kejang-kejang yang dialami ibu hamil yang jumlahnya
sebanyak 46%, serta lilitan tali pusat mencapai 6%. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan
di BPS Hj Siti Malicha pada tanggal 4 - 5 Mei 2010 didapatkan pada bulan april jumlah ibu
hamil sebanyak 20 0rang, yang mengikuti senam hamil sebanyak 8 oranag (40%) dan yang tidak
mengikuti senam hamil sebanyak 12 orang (60%).Dari 20 orang ibu hamil sebanyak 14 orang (
70%) berpendidikan SLTP / SMA dan 6 orang (30%) berpendidikan SD. Ibu hamil memerlukan
tubuh yang sehat dan bugar sehingga bisa menjalankan tugas rutinnya, sebab wanita hamil pada
umumnya mengalami perubahan yang ada di bagian tubuhnya.
Salah satu efek yang dapat dirasakan untuk ibu hamil apabila tidak melakukan senam
hamil adalah nyeri punggung. Hal ini sering dialami pada kehamilan trimester 3 karena dengan
pembesaran rongga perut dan pertambahan berat badan bayi maka tubuh akan mulai
membengkak.Kondisi ini akan menyebabkan ternggangnya otot sekitar tulang belakang
sehingga terdapat rasa nyeri didaerah punggung (Dougall JM,2003). Diharapkan ibu yang
mengikuti senam hamil dapat memperpendek proses persalinan, angka kejadian pada ibu
bersalin karena mengalami komplikasi dapat dikurangi.
Sebagai tenaga kesehatan didapatkan solusi dari masalah tersebut dengan cara
mengikutsertakan senam hamil sebagai salah satu pelayanan kesehatan bagi ibu
hamil,mengadakan senam hamil di pos - pos kesehatan yang ada, memberikan motivasi pada ibu
hamil untuk mengikuti senam hamil ketika melakukan kunjungan antenatal.
B.
1.

TINJAUAN PUSTAKA.
Konsep Dasar Pendidikan
a. Definisi
Menurut UU No. 20 Tahunv2003, Jenjang pendidikan adalah Tahapan pendidikan
yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan di
capai, dan kemampuan yang di kembangkan.
b. Jenjang pendidikan dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Pendidikan dasar
Adalah jenjang pendidikan awal selama 9 tahun pertama masa sekolah anak
anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
2) Pendidikan menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan
dasar.

39

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

3)

c.

d.

Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan menengah yang mencakup
program sarjana, magister, doctor dan spesialis yang di selenggarakan oleh perguruan
tinggi.
Jalur pendidikan
Adalah Wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi siri
dalam suatu proses pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan. Jalur pendidikan dibagi 3:
1) Pendidikan formal
Merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah sekolah pada
umumnya. Jalur ini mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai
pendidikan tinggi.
2) Pendidikan Non formal
Paling banyak terdapat pada usia dini , serta pendidikan dasar adalah TPA atau
taman pendidikan Al-Quran.Selain itu ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus
music, bimbingan belajar dan sebagainya.
3) Pendidikan informal
Jalur
pendidikan
keluarga
dan
lingkungan
berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab.
Jenis pendidikan
Kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan
pendidikan. Jenis pendidikan ada 7 yaitu:
1) Pendidikan umum
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang
mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya SD, SMP dan SMA.
2) Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan
peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuknya SMK (Sekolah
memenengah kejuruan).
3) Pendidikan Akademik
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pasca
sarjana yang diarahkan terutama pada disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
4) Pendidikan Profesional
Pendidikan profesi merupakan pendidikan setelah program sarjana yanag
mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang
profesional.
5) Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta
dididk untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam
jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (S1).
6) Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah,dan tinggi
yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut
penguasaan pengetahuan dan pengalaman terhadap ajaran agama atau menjadi ahli
ilmu agama.
7) Pendidikan khusus
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta
didik yang berkelainan atau pesrta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara eksklusif (bergabung dengan sekolah luar biasa) atau beberapa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

40

HOSPITAL MAJAPAHIT
2.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Konsep Dasar Ibu Hamil


a. Definisi
Ibu hamil adalah : Seorang ibu yang mengandung dalam jangka waktu 9 bulan atau
40 minggu yang dibagi dalam 3 bulan atau trimester, trimester 1 pada minggu 1 sampai ke
minggu 13,kedua dari 14 sampai 26 minggu dan ketiga minggu ke 27 sampai akhir
kehamilan atau aterm (38, 40 minggu) (Bobak dan Jansen, 2005).
Ibu hamil adalah: Sebutan untuk orang perempuan yang mengandung, wanita yang
bersuami, panggilan untuk wanita hamil. (Poerwodarminto, 2003 :62) Masa hamil adalah :
Masa yang dilalui seorang wanita dengan kebutuhan berbagai unsur gizi yang jauh lebih
banyak dari pada yang diperlukan dalam keadaan biasa.
Masa kehamilan di mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.Lamanya hamil
normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari partama haid
terakhir (Sarwono, 2006 :89).
b. Tanda tanda kehamilan
Menurut Januadi (2009:24) Tanda tanda kehamilan adalah sebagai berikut:
1) Gejala kehamilan tidak pasti
a) Menstruasi terlambat (Amenorea)
Umumnya wanita hamil terlambat menstruasi atau tidak menstrusai lagi.
Gejala ini biasanya dialami wanita dengan riwayat menstruasi normal.
b) Merasa mual dan muntah.
Umumnya terjadi pada bulan bulan pertama kehamilan dan sering
terjadi pada pagi hari.
c) Sulit buang air besar.
Gejala ini disebabkan tonus traktus digestivus yang berkurang karena
hormone steroid (progesteron).
d) Sering buang air kecil.
Gejala ini disebabkan uterus yang mulai membesar sehingga menekan
kandung kemih. Begitu uterus keluar dri rongga panggul keluhan ini berkurang.
2) Tanda kehamilan tidak pasti..
a) Perubahan payudara.
b) Perubahan pada perut.
c) Leukore (Keputihan).
d) Epulis ( Pembengkakan pada gusi ).
e) Suhu basal yang meningkat dan tetap tinggi setelah ovulasi.
f) Perubahan rahim yang dapat berupa :
(1) Tanda Chadwick.
(2) Tanda Goodel.
(3) Tanda Piscaseck.
(4) Tanda Hegar.
(5) Periksa dalam.
(6) Tes Kehamilan.
3) Tanda Kehamilan Pasti.
a) Terlihat adanya gambaran janin melalui USG (Ultrasonography).
b) Pemeriksa merasakan gerakan janin dalam rahim pada usia kehamilan 20
minggu.
c) Terliahat adanya gambaran kerangka janin dengan pemeriksaan radiology.
d) Terdengarnya denyut jantung janin.
c. Perubahan wanita pada saat hamil
Pada kehamilan terdapat perubahan pada seliruh tubuh wanita , khususnya pada
alat genitalia eksterna dan interna dan pada payudara (mammae). Menurut (Sarwono,
2005:89).

41

HOSPITAL MAJAPAHIT

1)

2)

3)

4)

5)

6)

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Perubahan yang terdapat pada wanita hamil antara lain:


Uterus
Uterus akan membesar pada bulan bulan pertama di bawah pengaruh
esterogen dan progesteron yang kadarnya menungkat. Pembesaran ini pada dasarnya
disebabkan oleh Hipertrofi otot polos uterus. Berat uterus normal lebih kurang 30
gram pada akhir kehamilan (40 minggu) berat uterus ini menjadi 1000 garm , dengan
panjang lebih kurang 20 cm dan dinding lebih kurang 2,5 cm. Hubungan antara
besarnya uterus dengan tuanya kehamilan sangat penting diketahui, antara lain untuk
membuat diagnosis apakah wanita tersebut hamil fisiologik, atau hamil ganda , atau
menderuta penyakit seperti mola hidatidosa , dan sebagainya. Uterus pada wanita tidak
hamil kira kira sebesar telur ayam. Pada kehamilan 8 minggu uterus membesar
sebesar telur bebek, dan pada kehamilan 12 minggu kira kira sebesar telur angsa.
Pada kehamilan 16 minggu besar uterus kira kira sebesar kepala bayi atau sebesar
tinju orang dewasa. Pada kehamilan 20 minggu fundus uteri terletak kira- kira di
pinggir bawah pusat , sedangkan pada kehamilan 24 minggu fundus uteri berada tepat
di pinggir atas pusat. Pada 28 minggu fundus uteri terletak kira kira 3 jari diatas
pusat atau sepertiga jarak antara pusat ke prosessus xipoideus. Pada kehamilan 32
minggu fundus uteri terletak diantara setengah jarak pusat dan prosessus xipoideus.
Pada kehamilan 36 minggu fundus uteri terletak kira - kira 1 jari di bawah prosessus
xipoideus.
Serviks uteri
Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan karena hormon
esterogen. Jika korpus uteri mengandung lebih banyak jaringan otot, maka serviks
lebih banyak mengandung jaringan ikat, hanya 10 % jaringan otot. Serviks yang terdiri
atas jaringan ikat dan hanya sedikit mengandung jaringan otot mempunyai fungsi
sebagai sfingter.Kelenjar kelenjar di serviks akan mengeluarkan sekresi lebih
banyak.Kadang kadang wanita yang sedang hamil mengeluh mengeluarkan cairan
pervaginam lebih banyak. Keadaan ini sampai batas tertentu masih keadaan yang
fisiologik.
Vagina dan vulva
Vagina dan vulva akibat hormon esterogen mengalami perubahan pula.
Adanya hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vulva tampak lebih merah ,
agak kebiru biruan (livide). Tanda ini disebut tanda Chadwick.
Ovarium
Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditatis sampai
terbenttuknya plasenta kira kira kehamilan 16 minggu. Diperkirakan korpus luteum
adalah tempat sintesis dari relaxin pada awal kehamilan. Kadar relaxin di sirkulasi
maternal dapat ditentukandan meningkat dalam trimester pertama.
Mamma
Mamma akan membesar dan tegang akibat hormone somatomammotropin
esterogen dan progesterone, akan tetapi belum mengeluarkan air susu.
somatomammotropin mempengaruhi pertumbuhan sel sel asinus pula dan
menimbulkan perubahan dalam sel- sel, sehingga terjadi pembuatan kasein
,laktalbumin dan laktoglobulin. Dengan demikian, mamma dipersiapkan untuk laktasi.
Disamping itu dibawah pengaruh progesterone dan somatoma mmotropin, terbenyuk
lemak di sekitar kelompok kelompok alveolus, sehingga mamma menjadi lebih
besar. Papilla mamma akan membesar, lebih tegak dan tampak lebih hitam. Glandula
Montgomery tampak lebih jelas menonjol di permukaan areola mamma.
Sirkulasi darah
Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan di pengaruhi oleh adanya sirkulasi ke
placenta,uterus yang membesar dengan pembuluh pembuluh darah yang membesar
pula, mamma dan alat lain lain yang berfungsi berlebihan dalam kehamilan. Volume
darah akan bertambah banyak , kira kira 25% dengan puncak kehamilan 32

42

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

minggu,diikuti dengan cardiac output yang meninggi sekitar 30%.Jumlah leukosit


meningkat sampai 10.000 per ml, dan produksi trombosit pun meningkat pula.
7) Sistem respirasi
Seorang wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang mengeluh
tentang rasa sesak dan pendek nafas.Hal ini di temukan pada kehamilan 32 minggu
keatas, oleh sehingga diafragma kurang leluasa bergerak. Untuk memenuhi kebutuhan
oksigen yang meningkat kira kira 20%,seorang wanita hamil selalu bernafas lebih
dalam dan bagian bawah toraksnya juga melebar ke sisi.
8) Traktus urinaria
Pada bulan bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus
yang mulai membesar , sehingga timbul sering kencing. Keadaan ini hilang dengan
makin tuanya kehamilan bila uterus gravidus keluar dari rongga panggul. Dalam ureter
kanan dan kiri membesar karena pengaruh progesteron. Akan tetapi ureter kanan lebih
membesar daripada ureter kiri, karena mengalami lebih banyak tekanan dibandingkan
ureter kiri.hal ini disebabkan oleh karena uterus lebih sering memutar kearah kanan.
Mungkin karena orang bergerak lebih sering meakai tangan kanannya, atau
disebabkan oleh letak kolon dan sigmoid yang berada di belakang kiri uterus. Di
samping sering kencing tersebut diatas terdapat pula poliuria.poliuria disebabkan oleh
adanya peningkatan sirkulasi darah di ginjal pada kehamilan, sehingga filtrasi di
glomelurus juga meningkat sampai 69%. Reabsorpsi di tubulus tidak berubah,
sehingga lebih banyak dapat dikeluarkan urea, asam urik, glukosa, asam amino, asam
folik dalam kehamilan.
9) Kulit
Pada kulit terdapat deposit pigmen dan hiperpigmentasi alat alat tertentu.
Pigmentasi disebabkan oleh pengaruh melanophore stimulating hormone (MSH) yang
meningkat.MSH ini adalah salah satu hurmon yang juga dikeluarkan oleh lobus
anterior hipofisis. Kadang kadang terdapat deposit pigmen pada dahi , pipi , dan
hidung,dikenal sebagai kloasma gravidarum.
10) Metabolisme dalam kehamilan
Pada wanita hamil basal metabolic rate (BMR) meninggi , sistem endokrin
juga meniggi, dan tampak lebih jelas kelenjar gondoknya (glandula teroidea). BMR
menigkat hingga 15 sampai 20%yang umunya ditemukan pada triwulan terakhir.
Keseimbangan asam alkali sedikit mengalami kadar sebesar 155mEq per liter menurun
sampai 145 - 147 mEq per liter. Sehubungan dengan ini , serum Na menurun dari
142mEq per liter sampai 135 137mEq per liter dan disertai oleh turunnya plasma
bikarbonat dari 25 ke 22mEq per liter. Wnita dalam kehamilan memerlukan tambahan
besi sekitar 800mg. Sayang sekali kebanyakan wanita hamil disini tidak mempunyai
cukup persediaan besi pada awal kehamilan. Sebaiknya diet wanita hamil ditambah
dengan 30- 50 mg bei sehari, ini dapatdiberikan sebagai sulfas ferrosus atau glukonas
ferrosus sesudah makan.
3.

Kosep Dasar Senam Hamil


Senam hamil pada kehamilan normal atas nasihat dari dokter atau bidan, dapat di mulai
pada kehamilan kurang lebih 16 38 minggu. Ibu hamil dapat mengikuti kelass senam hamil
yang disediakan di fasilitas kesehatan dengan instruktur yang bersertifikat. Pelaksanaan senam
sedikitnya seminggu sekali dan memggunakan pakaian yang longgar dan sesuai.Lakukan
pemanasan dan pendinginan setiap kali senam (Salmah,2006:118). Pernafasan untuk relaksasi
akan sangat berguna . Selain itu , akan melatih tubuh anda dan memperkuat pernyataan bahwa
pengasahan tenaga fisik bisa di dampingi oleh pernafasan lambat.Pernafasan juga membantu
member oksigen pada tubuh dengan baik yang diperlukan selama senam (Arief,2010).Beberapa
faktor yang mempengaruhi keikutsertaan ibu terhadap senam hamil antara lain: status ekonomi,
tingkat pendidikan dan tempat tinggal (Sahala, 2009).

43

HOSPITAL MAJAPAHIT
a.

b.

c.

d.

e.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Definisi
Senam hamil adalah : Terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil, secara
fisik atau mental, pada persalinan cepat, aman dan spontan (Deltapapa, 2009).
Senam hamil adalah : melatih pernafasan menjelang persalinan sehaingga pada
saat detik detik kelahiran si bayi sang ibu bisa rileks dan menguasai keadaan (Miranti,
2009).
Manfaat senam hamil
Menurut (Salmah, 2006:118) manfaat senam hamil adalah sebagai berikut:
1) Memperbaiki sirkulasi darah.
2) Mengurangi pembengkakan.
3) Memperbaiki keseimbangan otot.
4) Menguatkan otot perut.
5) Mengurangi kram atau kejang pada kaki.
6) Mempercepat proses penyembuhan setelah melahirkan.
Tujuan senam hamil
1) Menguasai tekhnik pernafasan. Latihan pernafasan sangat bermanfaat untuk
mendapatkan oksigen, sedangkan tekhnik pernapasan dilatih agar ibu siap menghadapi
persalinan.
2) Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot otot dinding perut sehingga dapat
mencegah atau mengatasi keluhan nyeri di daerah bokong, nyeri di daerah perut
bagian bawah , dan keluhan wasir.
3) Melatih sikap tubuh selama hamil sehingga mengurangi keluhan yang timbul akibat
perubahan bentuk tubuh.
4) Melatih relaksasi sempurna dengan latihan latihan kontraksi dan relaksasi (relaksasi
diperlukan untuk mengatasi ketegangan atau rasa sakit).
5) Ibu dapat melahirkan tanpa kesulitan sehingga ibu dan bayi sehat setelah persalinan.
Kontra indikasi senam hamil
Ada wanita yang tidak boleh melakukan olahraga selama kehamilan. Ibu hamil
tidak boleh melakukan olah raga selama kehamilan jika mengalami:
1) Tekanan darah tinggi pada awal kehamilan.
Meningkatnya tekanan darah disebabkan oleh meningkatnya hambatan dalam
pembuluh darah perifer ,terutama akibat vasokontreaksi umum (Prawirohardjo,
2005:444).
2) Diagnosa penyakit jantung.
Dalam kehamilan frekuensi detak jantung agak meningkat dan nadi rata- rata
mencapai 88 per menit dalam kehamilan 34 36 minggu. Jadi dapat di simpulkan
bahwa penyakit jantung menjadi lebih berat karena kehamilan.Bahkan dapat berlanjut
menjadi dekompensasi kordis (Prawirohardjo, 2005:430).
Pedoman keselamatan untuk senam antenatal
Menurut WHO (2001:2-99) Pedoman keselamatan untuk senam hamil adalah
sebagai berikut:
1) Boleh melakukan smua bentuk senam dalam kehamilan yang sudah terbiasa
dilakukan oleh seorang wanita.
2) Minum yang cukup sebelum, selama dan sesudah melakukan senam adalah sangat
penting.Wanita hendaknya mengkonsumsi 1-2 liter air dalam sehari.
3) Senam aerobic pada bagian kaki terbatas sampai 20-30 menit bagi wanita yang merasa
kurang fit dan 30-45 menit bagi wanita yang merasa yang lebih fit.
4) Hindari senam jika sudah terjadi perdarahan , ancaman persalinan kurang bulan
,serviks yang tidak kuat (Inkopeten serviks), pertumbuhan lambat intrauterine dan
demam.
5) Senam teratur dengan ringan hingga sedang atau 3 kali seminggu lebih disukai hingga
kegiatan senam secara aktif sesekali.

44

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

6)

f.

g.

Hindari senam telentang dengan kaki lurus, melompat, pengangkatan kaki secara lurus
dan sit up (duduk) penuh.
7) Jangan meregangkan otot sehingga melampaui resistansi maksium oleh karena itu efek
hormonal dari kehamilan atas relaksasi ligamen.
8) Warming up (pernafasan) dan colling down (pendinginan) harus secara berangsur
angsur.
9) Bangkit dari lantai hendaknya secara beragsur- angsur untuk enghindari hipertensi
orthostatis.
Menurut Gill thorn (2004:61) Ada 5 langkah untuk ibu hamil menjadi lebih bugar
antara lain:
1) Lakukan pemanasan otot dengan beberapa pergangan yang lebih ringan. Bisa juga
dengan music.
2) Lakukan latihan dasar untuk wilayah panggul.
3) Lakukan latihan lain, ganti- gantilah selama seminggu tapi usahakan untuk melakukan
sekurangnya satu latihan untuk setiap bagian tubuh.
4) Terus pikirkan dengan sadar tentang postur tubuh setiap latihan.
5) Akhiri setiap sesi olahraga dengan latihan pendinginan dan relaksasi, rileks dengan
seksama selam mungkin , kemudian bangun perlahan.
Pengaruh perubahan tubuh pada tiap trimester terhadap pelatihan senam hamil.
1) Trimester pertama
Latihan yang dikerjakan secara teratur akan bermanfaat :
a) Membantu perkembangan system peredaran darah dalam menyediakan oksigen
untuk bayi anda.
b) Mengurangi rasa tidak nyaman (yang dialami oleh kebanyakan perempuan)
semasa kehamilan, seperti kepala pusing, mual, dank ram otot.
c) Membantu dalam menjaga berat badan agar tetap seimbang atau ideal sesuai
dengan usia kehamila, sehingga tidak terjadi kegemukan dan tidak terkena gejala
diabetes semasa kehamilan.
d) Terhindar dari rasa setres.
e) Membantu menyiapkan diri anda secara fisik untuk tetap melakuka aktifitas rutin
seperti bekerja, memasak, dan lain- lain.
2) Trimester kedua
Pada trimester kedua ini latihan yang teratur akan mempunyai manfaat, antara
lain :
a) Mengurangi rasa tidak nyaman.
b) Menjaga berat badan seperti yang sudah direkomendasikan.
c) Menurunkan resiko penyakit diabetes.
d) Mengurangi konstipasi.
e) Mengurangi resiko kram otot.
f) Membantu anda menyiapkan secara fisik agar kuat dalam melakukan aktifitas
ringan sehari-hari dan mempunyai fisik yang sehat dalam menghadapi persalinan
nanti.
g) Meningkatkan rasa percaya diri.
3) Trimester ketiga
Latihan pada trimester ketiga ini akan membantu anda menyiapkan diri secara
fisik dan mental untuk menghadapi kelahira bayi anda. Manfaatnya antara lain :
a) Meningkatkan daya tahan tubuh
b) Membantu proses melahirkan berjalan cepat (normal) dengan sedikit tindakan
medis.
c) Mengurangi tersobeknya vagina pada saat proses melahirkan.
d) Mengurangi tindakan operasi melahirkan (operasi caesarea).
Rangkaian gerakan Senam Hamil
1) Rangkaian peregangan otot

45

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

a)

2)

Peregangan otot leher dan punggung bagian atas


Genggam tangan anda, tarik keluar kedua tangan anda kedepan setinggi
dada.
b) Peregangan otot bahu dan dada
Berdirilah menghadap tembok, taruhlah telapak tangan dan lengan bagian
bawah anda ketembok, kemudian putar secara lembut tubuh anda menjauh
tembok sampai anda merasakan otot bagian dada dan bahu tertarik. Usahakan
siku hanya sedikit tertekuk.
c) Peregangan otot paha
Peganglah bagian belakang kursi untuk keseimbangan, tekuk salah satu
kaki keatas adan genggang bagian pergelangan kaki. Secara perlahan turunkan
kaki anda sampai anda merasakan otot paha tertarik. Anda juga bisa mendorong
pinggul anda kedepan dengan lembut untuk menambah daya regang otot paha.
d) Peregangan otot Hams tring
Gunakan sebuah kursi untuk membantu keseimbangan, tempatkan salah
satu kaki anda ke depan dengan tumit masih menyentuh lantai. Jagalah agar tetap
lurus dan tekuk keepan secara perlahan sampai anda merasakan otoot kaki bagian
belakang dan pantat tertarik. Usahakan agar perut tidak memantul.
e) Peregangan otot betis
Gunakan sebuah kursi atau tembok untuk membantu gerakan ini, dorong
salah satu kaki kebelakang, jagalah agar kedua kaki datar kelantai dengan jari
kaki tetap menunjuk kedepan.
f) Peregangan ileotibial
Dalam posisi berdiri , silangkan kaki kiri di depan kaki kanan anda,
kemudian miringkan ke kiri sambil menyondongkan pinggul bagian kanan sejauh
mungkin ke kanan. Ulangi gerakan untuk bagian yang berlawanan.
g) Peregangan otot paha bagian dalam.
Ambil posisi duduk, temukan kedua telapak kaki anda.Taruh kedua
tangan anda di belakang tubuh untuk keseinbangan , gerakkan kedua lutut anda
kearah lantai.
h) Peregangan Gluteal
Rebahkan tubuh anda sambil menekuk lutut kaki kiri , kaki kanan
disilangkan sehingga pergelangan kaki kanan menumpu pada lutut kaki kiri atau
paha atas. Raih dan tarik kaki kiri kearah anda. Gerakan ini juga bisa dilakukan
dengan cara duduk di kursi.
Rangkaian senam inti
a) Punggung menempel tembok
Berdirilah membelakangi tembok dengan kaki selebar bahu, ambil jarak
dengan tembok kira kira 12 30 cm. Tekuk lutut anda sehingga punggung
menempel di dindiing. Secara perlahan luruskan lutut dengan punggung tetap
menempel di tembok dan otot abdominal terasa mengencang, Tahan posisi ini
selama 20 detik dengan tetap rileks (santai), ulangi sampai 5x.
b) Melengkung seperti kucing
Bertumpulah dengan kedua tangan dan lutut anda,buatlah punggung
mengencang tetapi usahakan agar punggung anda tetap lentur. Kerutkan otot
otot abdominal dan lengkungkan punggung anda.Tahan posisi ini selama 20 detik
kemudian kendurkan (istirahat), ulangi lagi sampai 4 6 x.
c) Miring dan melingkar
Berbaringlah dengan badan miring, tekuk lutut anda dengan kedua
bahu,paha dan lutut berada segaris. Angkat tubuh bagian atas sampai ujung
tangan anda mencapai kaki. Lakukan gerakan ini 10 15 x pada masing masing
sisi.

46

HOSPITAL MAJAPAHIT
d)

e)

4.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Mengangkat punggung
Letakkan handuk yang panjang di bawah kedua paha anda, dan lekattan
pada keduanya.sambil menekuk lutut anda 45 derajat dan paha 90 derajat,
luruskan pinggang anda. Tahan posisi ini selama 20 detik, kemudian beristirahat.
Ulangi gerakan ini 10 15 x.
Bagian atas melengkung
Duduklah di kursi dengan menghadap sebuah meja, Letakkan kedua
tangan diatas meja tersebut.Kencangkan abdominal anda dan tundukkan (dengan
sedikit dorongan) kepala anda kebawah sambil kedua lengan anda menahannya.
Ulangi gerakan ini 10 15 x.

Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah model konseptual yang berkaitan denagn bagaimana
seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis atau menghubungkan secara
logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2008).
Faktor faktor yang
mempengaruhi keikutsertaan ibu
hamil untuk senam hamil :
1. Status ekonomi
2. Tempat tinggal
3. Tingkat pendidikan

Dasar
(SD, SMP)

Menengah
(SMA)

Mengikuti
senam hamil
Pelaksanaan

senam hamil

Tidak
mengikuti
senam hamil

Tinggi
(PT)

Sumber : Sahala (2009)


Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 5.

Kerangka Konseptual Karakteristik Ibu Hamil Yang Mempengaruhi


Keikutsertaan Senam Hamil Di BPS M Wates Magersari Mojokerto

C. METODE PENELITIAN.
1. Desain Penelitian.
Jenis penelitian adalah analitik, sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah cross sectional. Cross sectional adalah jenis penelitian dengan melakukan pengukuran
atau pengamatan pada saat bersamaan(sekali waktu) (Hidayat,2008).
2. Hipotesis.
Hipotesis adalah Jawaban sementara dari pertanyaan penelitian atau rumusan masalah
(Nursalam, 2008). Pada penelitian ini hipotesisnya adalah :
H1 : Ada Karakteristik Ibu Hamil Yang Mempengaruhi Keikutsertaan Senam Hamil.
Ho : Tidak ada Karakteristik Ibu Hamil Yang Mempengaruhi Keikutsertaan Senam Hamil.
3. Populasi, Sampel, Variabel, Instrumen Penelitian, dan Definisi Operaisonal.
Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh ibu hamil yang ada di BPS M pada
bulan Juni 2010 sebanyak 25 orang. Sampel penelitian ini diambil dari seluruh ibu hamil yang
ada di BPS M pada bulan Juni 2010 sebanyak 25 orang dengan teknik sampling yang
digunakan oleh peneliti adalah Total sampling, yaitu Teknik penentuan sampel dengan

47

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel.Hal tersebut dilakukan bila
jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang (Sugiyono,2010).
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik ibu
hamil, sedangkan variabel dependennya yaitu Keikutsertaan senam hamil.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder
yaitu : Data yang telah ada/dikumpulkan oleh pihak lain dan data sudah ada, dengan instrument
pengumpulan data yang di gunakan adalah Cheklist.
Tabel 17. Definisi Operasional Karakteristik Ibu Hamil Yang Mempengaruhi
Keikutsertaan Senam Hamil Di BPS M Wates Magersari Mojokerto
Variabel
Variabel
independen:
karakteristik ibu
hamil

Variabel
Dependen:
Keikutsertaan
senam hamil

4.

Definisi Operasional
Tahapan pendidikan
yang di tentukan
berdasarkan tingkat
perkembangan peserta
didik. Diukur dengan
Cheklist
Terapi latihan gerak
untuk mempersiapkan
ibu hamil secara fisik
dan mental.
Diukur dengan
Absensi senam hamil
& Cheklist

Kriteria

Skala

Pendidikan dasar = SD SMP


Pendidikan menengah = SMA
Pendidikan tinggi = PT
(Khadiyanto, 2009)

Ordinal

Mengikuti senam hamil = 2


Tidak mengikuti senam hamil = 1

Nominal

Teknik Analisis Data.


a. Analisa Univariat
Menggunakan data dari setiap variabel yaitu variabel Independent tentang tingkat
pendidikan dan variabel dependent keikutsertaan senam hamil dengan menggunakan tabel
distribusi frekuensi dalam bentuk presentase. Dimana penilaiannya dipersentasekan dengan
rumus:

Keterangan :
N
: Persentase
SP : Angka kejadian
SM : Populasi (Arikunto, 2006)

b.

Pembacaan tabel dikutip dari Eko Budiarto (2001), dimana pada data distribusi
relatif kita dapat mengetahui prosentase suatu kelompok terhadap seluruh pengamatan
dengan menuliskan hasil prosentase terbesar.
Analisa Bivariat
Analisa Bivariat merupakan langkah awal dalam melihat struktur hubungan antar
variabel apakah memang ada hubungan, perbedaan atau pengaruh antara 2 variabel.
Analisa penelitian ini menggunakan rumus Mann-Whitney dengan SPSS rumus MannWhitney yaitu :
U1 = n1 n2 + n1 ( n1 +1 ) R1
2
U2 = n1 n2 + n2 ( n2 + 1 ) R2
2

48

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Keterangan :
n1 : Jumlah sampel 1
n2 : Jumlah sampel 2
U1 : Jumlah peningkatan 1
U2 : Jumlah peningkatan 2
R1 : Jumlah rangking pada sampel 1
R2 : Jumlah rangking pada sampel 2
D. HASIL PENELITIAN.
1. Data Umum.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur.
Tabel 18. Karakteristik Umur Responden di BPS M Wates Magersari
Mojokerto Pada Tanggal 03 04 Juli 2010.
No.
Umur
Frekuensi
Persentase (%)
1.
> 20
0
0
2.
20-35
23
92
3.
> 35
2
8
Total
25
100
Tabel 18 Menunjukkan bahwa persentase terbesar responden berumur 20-35 tahun
sebesar 23 orang (92%).
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak.
Tabel 19. Karakteristik Jumlah Anak Responden di BPS M Wates
Magersari Mojokerto Pada Tanggal 03 04 Juli 2010.
No.
Jumlah Anak
Frekuensi
Persentase (%)
1.
1
10
40
2.
2
10
40
3.
3
5
20
4.
>3
0
0
Total
25
100
Tabel 19 Menunjukkan bahwa persentase terbesar dengan jumlah anak 1 dan 2
sebesar 10 responden (40%).
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan.
Tabel 20. Karakteristik Pekerjaan Responden di BPS M Wates Magersari
Mojokerto Pada Tanggal 03 04 Juli 2010.
No.
Pekerjaan
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Bekerja
11
44
2.
Tidak bekerja
14
56
Total
25
100
Tabel 20 Menunjukkan bahwa persentase terbesar responden tidak bekerja sebesar
14 responden (56%).
2.

Data Khusus.
a. Tingkat Pendidikan Ibu Hamil.
Tabel 21. Tingkat Pendidikan Ibu Hamil di BPS M Wates Magersari
Mojokerto Pada Tanggal 03 04 Juli 2010.
No.
Tingkat Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Dasar
9
36
2.
Menengah
12
48
3.
Tinggi
4
16
Total
25
100
Tabel 21 Menunjukkan bahwa persentase terbesar responden berpendidikan
menengah (SMA) sebesar 12 responden (48%).

49

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

b.

E.
1.

Keikutsertaan Senam Hamil.


Tabel 22. Keikutsertaan Senam Hamil di BPS M Wates Magersari
Mojokerto Pada Tanggal 03 04 Juli 2010.
No.
Keikutsertaan Senam Hamil
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Mengikuti senam hamil
19
76
2.
Tidak mengikuti senam hamil
6
24
Total
25
100
Tabel 22 Menunjukkan bahwa persentase terbesar reponden ikut senam hamil
sebesar 19 responden (76%).
c. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Hamil Dengan Keikutsertaan Senam Hamil.
Tabel 23. Tabulasi Silang Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Hamil Dengan
Keikutsertaan Senam Hamil di BPS M Wates Magersari
Mojokerto Pada Tanggal 03 04 Juli 2010.
Keikutsertaan Senam Hamil
TOTAL
Pendidikan Ibu Mengikuti Senam Tidak Mengikuti
No.
Hamil
Hamil
Senam Hamil
f
(%)
f
(%)
f
(%)
1. Dasar
0
0
4
16
4
16
2. Menengah
11
44
1
4
12
48
3. Tinggi
8
32
1
4
9
36
19
76
6
24
25
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 23 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan ibu hamil pendidikan
menengah cenderung ikut senam hamil sebanyak 11 responden (44%).
Sedangkan pendidikan ibu hamil dengan keikutsertaan senam hamil, berdasarkan uji
korelasional mann whitney diperoleh nilai = 0,013 < 0,05. Hal ini menunjukkan adanya
hubungan pendidikan ibu hamil dengan keikutsertaan senam hamil.
.
PEMBAHASAN.
Tingkat Pendidikan Ibu Hamil
Tabel 21 Menunjukkan bahwa persentase terbesar responden berpendidikan menengah
(SMA) sebesar 12 responden (48%).
Menurut UU No.20 Tahun 2003 Jenjang pendidikan adalah Tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan di capai, dan
kemampuan yang di kembangkan
Pendidikan sangat mempengaruhi ibu hamil untuk ikut dalam mendapatkan informasi
seputar kehamilan. Ibu yang mempunyai Pendidikan menengah (SMA) sangat wajar jika
mempunyai wawasan yang luas yang diperoleh dari petugas kesehatan, maupun pengalaman
orang lain serta bisa berfikir lebih matang akan hal hal apa saja yang perlu di lakukan untuk
kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Dilihat dari faktor pendidikan, ibu yang
berpendidikan menengah akan lebih mudah untuk memperoleh wawasan sehingga berminat
untuk ikut mengikuti program yang berkenaan dengan kehamilannya. Seorang ibu hamil yang
berpendidikan rendah biasanya hanya memiliki sedikit pengalaman dan tabu akan apa saja yang
berkenaan dengan kehamilan.
Dari hasil penelitian di dapatkan persentase terbesar adalah pada usia 20 - 35 sebesar 23
responden (92%).
Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi akan mampu menerima informasi yang
diberikan sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah , akan menghambat
perkembangan seseorang dalam menerima informasi dan nilai nilai yang di perkenalkan
(Khadiyanto, 2009).
Rentan usia sangat mempengaruhi seseorang dalam menempuh pendidikan karena
kesiapan dan waktu yang ditempuh setiap orang berbeda beda untuk mencapai tingkat
pendidikan tertentu.

50

HOSPITAL MAJAPAHIT

2.

3.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Dari hasil penelitian persentase terbesar adalah pada jumlah anak 1 dan 2 sebesar 10
responden (40%).
Banyaknya anak dari seseorang ibu mulai dari 1 sampai dengan anak yang terakhir
pengetahuan ibu pada multigravida (jumlah anak lebih dari 1) lebih banyak dari pengetahuan
ibu primigravida ( jumlah anak 1) oleh karena faktor pengalaman (Soetjiningsih,2003).
Semakin banyak jumlah anak semakin banyak pengalaman yang didapat dan tentunya di
dukung dengan pendidikan ibu. Dari hasil penelitian persentase terbesar adalah pada ibu tidak
bekerja sebesar 14 responden (56%). Lingkungan pekerjaan juga dapat menjadikan seseorang
memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung
(Khadiyanto, 2009). Pekerjaan yang didapatkan tentu sangat di pengaruhi oleh pendidikan yang
dimiliki seseorang.
Keikutsertaan Senam Hamil
Tabel 22 Menunjukkan bahwa persentase terbesar reponden ikut senam hamil sebesar
19 responden (76%). Senam hamil adalah Terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil,
secara fisik atau mental, pada persalinan cepat, aman dan spontan. Senam hamil adalah melatih
pernafasan menjelang persalinan sehaingga pada saat detik detik kelahiran si bayi sang ibu
bisa rileks dan menguasai keadaan (Miranti, 2009).
Senam hamil juga bermanfaat untuk mengurangi pembengkakan, memperbaiki
keseimbangan otot dan menguatkan otot perut. Hal ini sangat penting agar pada saat melahirkan
bisa berjalan dengan normal. Manfaat lain dari senam hamil dapat mengurangi kram atau kejang
pada kaki dan mempercepat proses penyembuhan setelah melahirkan. Senam hamil juga
berpengaruh untuk membantu perkembangan system peredaran darah dalam menyediakan
oksigen untuk bayi anda, mengurangi rasa tidak nyaman (yang dialami oleh kebanyakan
perempuan) semasa kehamilan, seperti kepala pusing, mual, dan kram otot dan membantu
dalam menjaga berat badan agar tetap seimbang atau ideal sesuai dengan usia kehamila,
sehingga tidak terjadi kegemukan dan tidak terkena gejala diabetes semasa kehamilan (Salmah,
2006).
Ibu hamil yang aktif melakukan senam hamil sangat bermanfaat untuk memperbaiki
sirkulasi darah, karena dengan sirkulasi darah yang lancar akan membuat ibu hamil sehat dan
janin yang dikandungnya sehat sampai tiba waktu lahir. Dari hasil penelitian persentase terbesar
adalah pada usia 20 - 35 sebesar 23 responden (92%). Dari segi kepercayaan usia seseorang
yang lebih dewasa akan dipercaya dari pada orang orang yang belum cukup tinggi
kedewasaanya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya (Nursalam,
2001). Semakin dewasa usia seseorang maka semakin siap seseorang untuk menerima hal- hal
baru termasuk dengan adanya senam hamil. Mereka yang paham akan mengikuti senam hamil
ini. Dari hasil penelitian persentase terbesar adalah pada jumlah anak 1 dan 2 sebesar 10
responden (40%). Ibu yang primigravida akan cenderung lebih tertarik mengikuti senam hamil
karena ini adalah awal mereka menjadi seorang ibu dan pastinya mereka ingin yang terbaik bagi
dirinya dan janin nya sehingga mereka mau mengikuti senam hamil.Dari hasil penelitian
persentase terbesar adalah ibu yang tidak bekerja sebesar 14 responden (56%). Ibu yang tidak
bekerja cenderung memiliki lebih banyak waktu untuk mengikuti senam hamil di bandingkan
ibu hamil yang bekerja.
Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Hamil Dengan Keikutsertaan Senam Hamil.
Berdasarkan tabel 23 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan ibu hamil pendidikan
menengah cenderung ikut senam hamil sebanyak 11 responden (44%).
Berdasarkan tabel 23 diketahui bahwa persentase terbesar responden mengikuti senam
hamil sebesar 19 responden (76%).Melalui uji mann whitney dengan software SPSS
menunjukkan = 0,013< = 0,05 sehingga H0 ditolak yang artinya adanya hubungan tingkat
pendidikan ibu hamil dengan keikutsertaan senam hamil. Sehingga ada karakteristik ibu hamil
yang mempengaruhi keikutsertaan senam hamil.
Faktorfaktor yang mempengaruhi Ibu hamil untuk melaksanakan senam hamil ada 3
yaitu : Status Ekonomi, tingkat pendidikan, dan tempat tinggal. Dimana tingkat pendidikan juga
mempengaruhi sejauh mana Ibu hamil tahu dan memahami tentang senam hamil (Sahala, 2009).

51

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Dimana senam hamil adalah suatu terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil baik
secara fisik dan mental pada persalinan cepat , aman dan spontan (Deltapapa, 2009)
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu hamil maka ibu hamil
semakin aktif melakukan senam hamil. Dengan pendidikan menengah ibu hamil memiliki
pemahaman dan wawasan yang luas tentang manfaat dari senam hamil. Selain itu ibu hamil
yang berpendidikan menengah lebih mudah memahami cara melakukan senam hamil dengan
benar sehingga akan membuat sirkulasi darah lancar, tidak terjadi pembengkakan kaki pada ibu
hamil dan proses persalinan dapat berjalan dengan normal.Dalam penelitian juga didapatkan ada
6 orang yang tidak mengikuti senam hamil, hal tersebut dikarenakan sebagian besar ibu hamil
tersebut berpendidikan dasar. Kita tahu bahwa seseorang yang memiliki pendidikan dasar sangat
sulit menerima informasi yang ada. Oleh karena itu mereka tidak mengikuti senam hamil.
Pengetahuan yang didapat kurang dan juga kurangnya minat atau keinginan dari sang ibu hamil
membuatnya juga takut untuk mengikuti senam hamil. Selain itu walaupun seorang ibu hamil
berpendidikan tinggi ada juga seorang ibu yang tidak mengikuti senam hamil. Hal tersebut
dipengaruhi pekerjaaan ibu.Kesibukan bekerja membuat ibu hamil yang berpendidikan tinggi
tidak dapat mengikuti senam hamil. Ibu hamil yang bekerja pastinya akan sedikit kerepotan
membagi waktu antara bekerja dengan mengikuti senam hamil. Jadi jelas bahwa ada hubungan
antara tingkat pendidikan ibu hamil dengan keikutsertaan senam hamil.
F.

PENUTUP.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan ibu hamil persentase terbesar
berpendidikan menengah sebanyak 12 orang (48%), keikutsertaan senam hamil persentase
terbesar sebanyak 19 orang (76%). Tingkat pendidikan ibu hamil pendidikan menengah
cenderung ikut senam hamil sebanyak 11 responden (44%). Berdasarkan uji mann whitney
menunjukkan = 0,013 < = 0,05 sehingga H0 ditolak artinya hubungan tingkat pendidikan ibu
hamil dengan keikutsertaan senam hamil. Sehingga ada karakteristik ibu hamil yang
mempengaruhi keikutsertaan senam hamil.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi seluruh ibu hamil dan
denagn adanya senam hamil ini di harapkan dapat mengurangi kasus penyulit bagi ibu hamil
saat menghadapi persalinannya nanti. Diharapkan juga dapat mengembangkan faktor - faktor
lain yang mempengaruhi keikutsertaan senam hamil dan meningkatkan pelayanan kesehatan
terutama program senam hamil ini misalnya dengan bekerja sama dengan pihak sponsor
sehingga ibu yang tidak mengikuti senam hamil menjadi tertarik untuk mengikuti senam hamil.

DAFTAR PUSTAKA.
Arikunto. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan analitik. Jakarta : Rhineka Cipta.
Brayshaw, E. (2007). Senam hamil dan nifas. Jakarta : Erlangga.
Bobak , Lawdermik. (2005).Buku ajar keperawatan maternitas. Jakarta : EGC.
Budiarto, Eko. (2001). Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta : EGC
Dougall, J.M. (2003).Kehamilan minggu demi minggu. Jakarta : Erlangga.
Hidayat, Alimul aziz. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta :
Salemba Medika.
Januadi, E. (2009). Memprsiakan kehamilan sehat. Jakarta : Puspa Swara.
Nurhaeni, Arief. (2010). Kehamilan dan kelahiran sehat. Yogyakarta: Pyramedia.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Kerperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Nursalam. (2001). Pendekatan praktis metodologi riset keperawatan. Jakarta : EGC.
Puti,Fania dr. (2010). Buku pintar ibu hamil. Yogyakarta : Second hope.
Puspitorini,Mtra dr. (2009). Panduan praktis senam hamil. Yogyakarta : Diglossia Media Baru.
Prawirohardjo, Sarwono. (2006). Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta
: YBP-SP.
Prawirohardjo, Sarwono. (2005). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : YBP-SP.
Poerwodarminto. (2003). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta : ALFABETA.

52

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Salmah. (2006). Asuhan kebidanan antenatal. Jakarta : EGC.


Sugiyono. (2010). Statistika untuk penelitian. Bandung : Alfabeta.
Soetjiningsih. (2003). Tumbuh kembang anak. Surabaya : EGC.
Thorn, Gill. (2004). Kehamilan sehat. Jakarta : Erlangga.
WHO. (2001). Konsep asuhan kebidanan. Jakarta : JHPIEGO.
Deltapapa. (2009). Senam hamil. (http://www.deltapapa.wordpress.com/2009/01/14/senam hamil,
diakses tanggal 21 april 2010).
Miranti. (2009). Senam Hamil Mempermulus Persalinan, (http://www.kaltimpost.web.id, diakses
tanggal 21 april 2010.
Hamonangan, Sahala. (2009). Kelas Status Sosial. (http://www.quicksmile.com/kelas status sosial,
diakses tanggal 27 april 2010).
Khadiyanto, Pharfi. (2009). Pendidikan, (http://www.wikipedia.org., diakses tanggal 27 april 2010).

53

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

PENGARUH PENGETAHUAN TERHADAP SIKAP REMAJA TERHADAP


PENYAKIT YANG MENULAR AKIBAT HUBUNGAN SEKSUAL
DI MAN MOJOKERTO
Sari Priyanti
ABSTRAK
Penyakit Menular Seksual adalah kelompok penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai
jenis mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa dan jamur) yang menimbulkan gejala klinik utama
disaluran kemih dan reproduksi (maupun sistemik) atau penularannya melalui hubungan seksual.
Sangat sedikit remaja yang menerima informasi tentang penyakit menular seksual, ada yang
mendengar dari radio 8,9%, TV 8,7 % dan Koran 7,5% . Sebesar 42% mengetahui HIV dan AIDS
dan hanya hanya 24% mengetahui tentang penyakit menular seksual. Untuk usia 15 s/d 24 tahun,
pengetahuan laki-laki hanya 46,1% dan perempuan 43,1%
Desain penelitian ini adalah Analitik Observasional dengan pendekatan cross sectional.
Variabel yang diteliti yaitu variabel independent (pengetahuan remaja tentang penyakit menular
seksual) dan variabel dependent (sikap remaja terhadap penyakit menular seksual). Populasi dalam
penelitian ini adalah semua siswa kelas X MAN Mojokerto T.A 2010 sebanyak 439 siswa. Sampel
dalam penelitian ini adalah Siswa kelas X MAN Mojokerto T.A 2010. Dalam penelitian ini
pengambilan sampling menggunakan Probability sampling dengan teknik pengambilan sampling
Cluster random sampling. Lokasi penelitian ini adalah di MAN Mojokerto. Waktu penelitian
dilaksanakan pada tanggal 21 - 23 Juni 2010. Instrument yang digunakan adalah kuesioner yang
dipilih secara acak melalui undian. Data yang diambil adalah data primer yang dikumpulkan secara
langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner. Teknik analisa data menggunakan Chi
Square.
Hasil penelitian diperoleh bahwa dari 210 responden menunjukkan bahwa sebagian besar
remaja siswa kelas X mempunyai pengetahuan cukup (61,9%)dan sikap remaja terhadap penyakit
menular seksual sebagian besar siswa mempunyai sikap positif (55,7%). Hasil analisa data dengan
menggunakan Chi Square dengan taraf signifikan 0,05 pada df = 2 diperoleh hasil 22,819 maka
dapat disimpulkan Ho ditolak artinya ada pengaruh pengetahuan terhadap sikap remaja terhadap
penyakit yang menular akibat hubungan seksual di MAN Mojokerto.
Berdasarkan simpulan diatas Pengetahuan yang cukup tentang penyakit menular seksual
akan mendorong seseorang untuk bersikap positif untuk menanggapi tentang penyakit menular
seksual. Diharapkan setelah diadakannya penelitian ini pengetahuan remaja yang sebelumnya cukup
dan kurang menjadi baik terutama sikap remaja terhadap penyakit menular seksual yang sebelumnya
negatif meningkat menjadi positif.
Kata Kunci : penyakit menular seksual, pengetahuan, sikap
A. PENDAHULUAN.
Penyakit Menular Seksual adalah kelompok penyakit yang disebabkan oleh infeksi
berbagai jenis mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa dan jamur) yang menimbulkan gejala
klinik utama disaluran kemih dan reproduksi (maupun sistemik) atau penularannya melalui
hubungan seksual (Sarwono, 2006).
Penyakit menular seksual juga diartikan sebagai penyakit kelamin atau infeksi yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Harus diperhatikan bahwa Penyakit menular seksual
menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut,
saluran pencernaan, hati, otak dan organ tubuh lainya. Contohnya, HIV/AIDS dan Hepatitis B
dapat ditularkan melalui hubungan seks tapi keduanya tidak terlalu menyerang alat kelamin
(Kespro, 2010).
Tahun 2000 jumlah penduduk remaja Indonesia adalah sebesar 43,6 juta, dengan
perincian : kelompok umur 15-19 tahun sebesar 22,3 juta dan kelompok umur 20-24 tahun 21,3

54

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

juta (BPS, 2002). Sangat sedikit remaja yang menerima informasi tentang penyakit menular
seksual, remaja pendengar radio 8,9%, TV 8,7 % dan Koran 7,5% (BKKBN, 2009). Sebesar
42% mengetahui HIV dan AIDS dan hanya hanya 24% mengetahui tentang penyakit menular
seksual. Untuk usia 15 s/d 24 tahun, pengetahuan laki-laki hanya 46,1% dan perempuan 43,1%
(Waspada, 2009).
Berdasarkan survey yang dilakukan pada bulan Januari 2008, didapatkan dari 10
responden yang diteliti, ternyata 6 responden menjawab bahwa mereka tidak mengerti atau
kurang mengerti tentang penyakit menular seksual.Karena mereka menganggap bahwa
hubungan seksual tidak berbahaya. Dan ada juga dari mereka yang tidak mau mengatakan hal
hal yang berhubungan dengan seksual. Sehingga apa bila mereka melakukan hubungan seksual
lebih dari 1x, dan tanpa menggunakan alat pelindung, maka kemungkinan mereka akan terkena
Penyakit Menular Seksual (Syarif, 2008).
Hasil penelitian dari Tria Puspita sari menunjukan dari 85 responden tingkat
pengetahuan responden tentang penyakit menular seksual sebagian besar mempunyai
pengetahuan baik (58,8%), sebagian berpengetahuan cukup (38,8%), dan yang berpengetahuan
kurang hanya (2,4%) (Digital Library, 2009). Tidak heran bila kemudian dampak dari
kebutuhan, dan minimnya informasi remaja tersebut menimbulkan berbagai persoalan
dikalangan remaja, mulai dari narkoba, HIV dan AIDS sampai dengan hubungan seks sebelum
nikah (waspada, 2009).
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Indonesia Reproductive Right and Health
Monitoring and Advocacy (IRRMA) di 5 Propinsi di Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jambi, Lampung dan Bengkulu) terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku seksual remaja
tahun 2007, dari 1.450 remaja yang menjadi responden, sebanyak 78,95% remaja tidak memiliki
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksual (Brigther-me.blogspot, 2010).
Menunda perkawinan sampai masa remaja berfaedah bagi para wanita, tetapi juga
membuat mereka rentan terhadap risiko tertentu. Seorang wanita yang menunda perkawinan
mungkin dapat melanjutkan pendidikannya, mungkin bisa memegang peran yang lebih besar
dalam memutuskan kapan dan dengan siapa dia akan kawin, dan mungkin akan mempunyai
lebih banyak pengaruh terhadap apa yang terjadi dalam perkawinan dan keluarganya
(Idamblogdetik, 2009).
Pentingnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yang perlu ditingkatkan
dan dengan melakukan upayaupaya untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
seksual dengan cara memberikan penyuluhan atau pendidikan serta masalahmasalah yang
berhubungan dengan penyakit menular seksual (Wordpress, 2008).
B.
1.

TINJAUAN PUSTAKA.
Konsep Dasar Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah knowledge, kata dasarnya tahu, mendapat awalan dan
akhiran pe dan an. Imbuhan pe dan an berarti menunjukan adanya proses jadi,
pengetahuan adalah proses mengetahui, dan menghasilkan sesuatu (Suparlan, 2005).
Pengetahuan adalah segenap yang diketahui manusia tentang suatu objek tertentu.
Pengetahuan meliputi Agama, seni, dan ilmu (Supartono, 2005). Pengetahuan terdiri dari :
1) Pengetahuan Akal (logika).
2) Pengetahuan Perasaan (estetika).
3) Pengetahuan Pengalaman (etika).
b. Tingkat Pengetahuan di Dalam Kongnitif :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, mengingat kembali termasuk (recall) terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima.

55

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

2)

c.

d.

Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tesebut secara
luas.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis ( Synthesis )
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek (Mubarok, 2007).
Sumber sumber pengetahuan ada beberapa sumber, yaitu :
1) Kepercayaan berdasarkan tradisi, adat istiadat dan agama.
Kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama adalah berupa nilai-nilai
warisan nenek moyang. Biasanya berbentuk norma-norma dan kaidah-kaidah baku
yang berlaku didalam kehidupan sehari-hari. Didalam norma-norma dan kaidahkaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya boleh jadi tidak dapat
dibuktikan secara rasional dan empiris, tertapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja.
Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan cenderung bersifat tetap (mapan) tetapi
subjektif.
2) Kesaksian orang lain.
Pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kasksian orang lain, juga masih
diwarnai oleh kepercayaan. Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran pengetahuan
yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan
sebagainya.
3) Pancaindra (pengalaman).
Pengalaman indrawi adalah alat vital penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari
hari. Tetapi, apakah daya kemampuan pancaindra dalam menangkap kebenaran objek
bisa dipercaya dan diyakini? Karena sesungguhnya kemampuan pancaindra itu amat
terbatas. Terbatas hanya pada sisi-sisi tertentu dari objek objek fisis yang menampak
dan menggejala (appearance), didepan indra saja. Oleh sebab itu, kemampuan
pancaindra sering diragukan kebenarannya.
4) Akal pikiran.
Akal pikiran memiliki sifat lebih ruhani.Akal mampu menangkap hal-hal yang
meta fisis, spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan yang bersifat tetap, tidak
berubah-ubah. Akal pikiran cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum,
objektif dan pasti, serta yang bersifat tetap., tidak berubah-ubah. Sehingga dengan
demikian dapat diyakini kebenarannya, meskipun bersifat apriorik-deduktif.
5) Intuisi.
Sumber ini berupa gerak hati yang paling dalam. Jadi bersifat spiritual,
melampui ambang batas ketinggian akal pikiran dan kedalaman pengalaman.
Kelima sumber tersebut memberikan gambaran umum mengenai sebab
musabab adanya pengetahuan yang kiranya dapat disederhanakan sebagai berikut Pada
mulanya pengetahuan didapat dengan cara percaya, yaitu adat istiadat, agama-agama
dan kesaksian orang lain. Kemampuan pancaindra/pengalaman kepercayaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahun
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
1) Pendidikan

56

HOSPITAL MAJAPAHIT

e.

2.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin


mudah pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Jika seseorang tingkat pendidikannya rendah akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan
nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2) Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
3) Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek
fisik dan psikologis (mental).
4) Minat
Minat merupakan keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan
seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh
pengetahuan yang lebih yang mendalam.
5) Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
6) Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita.
7) Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat
seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
Cara Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan kuesioner tentang
objek pengetahuan yang mau diukur, selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap
jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0
1) Baik
: 76% - 100%
2) Cukup
: 56% - 75%
3) Kurang
: 40% - 55%
4) Tidak Baik : < 40 %
(Erfandi, 2009)

Konsep Remaja
a. Pengertian Remaja
Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere kata bendanya,
adolescentia yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Remaja berasal dari
kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah
adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental,
emosional sosial dan fisik (Elizabeth, Hal 206).
Secara umum masa remaja dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1) Masa remaja awal (1215 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan
berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada
orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerima terhadap bentuk dan kondisi fisik serta
adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
2) Masa remaja pertengahan (1518 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.
Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih
mampu mengarahkan diri sendiri (self-directed). Pada masa ini remaja mulai
mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengandalkan impulsivitas, dan
membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang
ingin dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

57

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

3)

b.

c.

d.

3.

Masa remaja akhir (19-22 tahun)


Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang
dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan
mengembangkan sense of person identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang
dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari
tahap ini (Agustiani, 2006).
Ciri-ciri masa remaja :
1) Masa Remaja sebagai Periode yang Penting
2) Masa Remaja sebagai Periode Peralihan
3) Masa Remaja sebagai Periode Perubahan
4) Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah
5) Masa Remaja sebagai Masa mencari Identitas
6) Masa Remaja sebagai Usia yang menimbulkan Ketakutan
7) Masa Remaja sebagai Masa yang tidak Realistik
8) Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa
Perubahan Tubuh Selama Masa Remaja
1) Perubahan Eksternal
a) Tinggi
b) Berat
c) Proporsi Tubuh
d) Organ Seks
e) Ciri ciri seks sekunder
2) Perubahan Internal
a) Sistem Pencernaan
b) Sistem peredaran Darah
c) Sistem Pernafasan
d) Sistem Endokrin
e) Jaringan Tubuh
Kondisi-Kondisi yang Mempengaruhi Konsep Diri Remaja
1) Usia Kematangan
2) Penampilan Diri
3) Kepatutan Seks
4) Nama dan Julukan
5) Hubungan Keluarga
6) Teman-teman Sebaya
7) Kreatifitas
8) Cita-cita

Konsep Penyakit Menular Seksual


a. Pengertian Penyakit Menular Seksual
Penyakit Menular Seksual adalah Sekelompok penyakit yang disebabkan oleh
infeksi berbagai jenis mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa dan jamur) yang
menimbulkan gejala klinik utama disaluran kemih dan reproduksi (maupun sistemik) atau
penularannya melalui hubungan seksual (Sarwono, 2006).
Penyakit Menular Seksual adalah suatu infeksi atau penyakit yang kebanyakan
ditularkan melalui hubungan seksual (oral, anal atau lewat vagina). Penyakit Menular
Seksual menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata,
mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya. Contohnya, HIV/AIDS dan
Hepatitis B dapat ditularkan melalui hubungan seks tapi keduanya tidak menyerang alat
kelamin (Kespro, 2010).

58

HOSPITAL MAJAPAHIT
b.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Macam macam Penyakit Menular Seksual


1) Herpes
Herpes adalah infeksi akut oleh virus herpes simpleks ( virus herpes hominis)
tipe I atau II yang ditandai adanya vesikel berkelompok diatas kulit yang eritematosa
didaerah mukokutan. Dapat berlangsung primer maupun rekurens. Herpes simpleks
disebut juga fever blister, cold score, herpes febrilis, herpes labialis, herpes
progenitalis (genetalis) (Arief. M, 2000).
a) Etiologi
Virus Herpes simpleks (VHS) tipe I dan tipe II adalah virus Herpes
hominis yang termasuk virus DNA. Cara penularan melalui hubungan kelamin,
tanpa melalui hubungan kelamin seperti : melalui alat-alat tidur, pakaian,
handuk,dll atau sewaktu proses persalinan/partus pervaginam pada ibu hamil
dengan infeksi herpes pada alat kelamin luar.
Tabel 24. Perbedaan HSV tipe I dengan tipe II
HSV tipe I

HSV tipe II

Predileksi

Kulit dan mukosa di


luar

Kulit dan mukosa daerah


genetalia dan perianal

Kultur pada
chorioallatoic membran
(CAM) dari telur ayam
Serologi

Membentuk bercak
kecil

Membentuk pock besar dan


tebal

Antibodi terhadap
HSV tipe I
Tidak bersifat
onkogeni

Antibodi terhadap HSV tipe


II
Bersifat onkogeni

Sifat lain

b) Gambaran Klinis
Masa inkubasi umumnya berkisar antara 3-7 hari, tapi dapat lebih lama. Infeksi
herpes genitalis dapat sebagai infeksi primer maupun sebagai infeksi rekuren.
(1) Infeksi primer : Berlangsung kira-kira 3 minggu dan disertai gejala
sistemik, misalnya demam, anoreksia dan dapat ditemukan pembengkakan
kelenjar getah bening regional.
(2) Infeksi rekuren : Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi
primer dan berlangsung kira-kira 7-10 hari.Dapat dipicu oleh trauma fisik
(demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan sebagainya), trauma
psikis (gangguan emosional), obat-obatan (kortikosteroid, imunosupresif),
menstruasi dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang
merangsang.
c) Komplikasi
(1) Gangguan mobilitas, vaginitis, urethritis, sistitis dan fisura ani herpetika
terjadi bila mengenai region genetalia.
(2) Abortus
(3) Anomali kongenital
(4) Infeksi pada neonatus (konjungtifitis/ keratis, ensefalitis, vesikulitis kutis,
ikterus, dan anomali konvulsi).
d) Penanganan
(1) Lakukan pemeriksaan serologi (STS).
(2) Atasi nyeri dan demam dengan parasetamol 3 x 500 mg.
(3) Bersihkan lesi dengan larutan antiseptic dan kompres dengan air hangat.
(4) Keringkan dan oleskan acyclovir 5% topikal setelah nyeri berkurang.

59

HOSPITAL MAJAPAHIT

2)

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

(5) Berikan acyclovir tablet 200 mg tiap 4 jam.


(6) Rawat inap bila terjadi demam tinggi, nyeri hebat, retensi urin, konvulsi,
neurosis, reaksi neurologik lokal, ketuban pecah dini maupun partus
prematurus.
(7) Berikan pengobatan pada pasangan berupa acyclovir oral selama 7 hari.
(8) Bila terpaksa partus pervaginam, hindari transmisi ke bayi atau penolong.
Gonore
Gonore adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
(N.gonorrhoeae).
Gonorhea adalah penyakit kelamin yang bisa terjadi pada pria maupun
wanita.Disebut juga penyakit kencing nanah atau GO.
a) Patogenesis
Kuman N.gonorrhoeae paling mudah menginfeksi daerah dengan
mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur),
misalnya pada vagina wanita sebelum pubertas. Kuman ini menyerang selaput
lendir dari :
(1) Vagina, saluran kencing dan daerah rahim/ leher rahim.
(2) Saluran tuba fallopi.
(3) Anus dan rektum.
(4) Kelopak mata.
(5) Tenggorokan
b) Tanda Dan Gejala
Penularan melalui oral, anal dan vaginal seks. Hampir 90% penderita
GO tidak memperlihatkan keluhan dan gejala. Tanda pada penderita GO baik
lelaki dan perempuan, bisa tanpa keluhan dan gejala.
(1) Laki laki
(a) Keluar cairan putih kekuning-kuningan melalui penis.
(b) Terasa panas dan nyeri pada waktu kencing.
(c) Sering buang air kecil.
(d) Terjadi pembengkakan pada pelir (testis).
(2) Perempuan
(a) Pengeluaran cairan vagina tidak seperti biasa.
(b) Panas dan nyeri saat kencing.
(c) Keluhan dan gejala terkadang belum tampak meskipun sudah menular
ke saluran tuba fallopi.
Bila gejala sudah meluas ke arah PID (Pelvic Inflamatory Disease)
maka sering timbul :
(1) Nyeri perut bagian bawah.
(2) Nyeri pinggang bagian bawah.
(3) Nyeri sewaktu hubungan seksual.
(4) Perdarahan melalui vagina diantara waktu siklus haid.
(5) Mual-mual.
(6) Terdapat infeksi rektum atau anus.
c) Komplikasi
(1) Pada Pria :
(a) Tysonitis, terjadi pada pasien dengan preputium yang sangat panjang
dan kebersihan yang kurang baik. Ditemukan butir pus atau
pembekakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan.
(b) Parauretritis, sering terjadi pada orang yang hipospadia. Ditandai
infeksi pada duktus dengan adanya butir pus pada kedua muara
parauretra.
(c) Radang kelenjar Littre ( Littre), pada urin ditemukan benang-benang
atau butir-butir.

60

HOSPITAL MAJAPAHIT

3)

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

(d) Infeksi pada kelenjar Cowper (Cowperitis), dapat menyebabkan abses.


(e) Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak didaerah
perineum dan suprapubis.
(f) Gejala Prostatitis kronik ringan dan intermiten, tetapi kadang-kadang.
(g) Vesikulitis ialah radang akut yang mengenai vesikula seminalisdna
duktus ejakulatorius dapat timbul menyertai prostatitis akut atau
epididimitis akut.
(h) Pada vas deferentitis atau funikulitis, gejala berupa perasaan nyeri
pada daerah abdomen bagian bawah pada sisi yang sama.
(i) Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epidedimitis biasanya
disertai
(2) Pada Wanita :
(a) Parauretritis. Kelenjar parauretra dapat terkana, tetapi abses jarang
terjadi.
(b) Kelenjar Bartholin dan labium mayor pada sisi yang terkena
membengkak, merah dan nyeri tekan, terasa nyeri sekali bila pasien
berjalan dan pasien sukar duduk
(c) Salpingitis, dapat bersifat akut, sub akut atau kronis.
d) Pencegahan
(1) Menghindari seks bebas (free sex).
(2) Monogami.
(3) Penggunaan kondom saat vaginal, oral maupun anal seks.
e) Penanganan
(1) Pada masa kehamilan, berikan antibiotika seperti : (a) Ampisilin 2 gram IV
dosis awal, lanjutkan dengan 3 x 1 gram per oral selama 7 hari. (b)
Ampisilin + Sulbaktan 2,25 gram oral dosis tunggal. (c) Spektinomisin 2
gram IM dosis tunggal. (d) Seftriakson 500 mg IM dosis tunggal.
(2) Masa nifas, berikan antibiotika seperti : (a) Xiprofloksasin 1 gram dosis
tunggal.(b) Trimethroprim + Sulfamethoksazol (160 mg + 800 mg) 5 kaplet
dosis tunggal.
(3) Oftalmia neonatorum (konjungtivitis) : (a) Garamisin tetes mata 3 x 2 tetes.
(b) Antibiotika Ampisilin 50 mg/ kgBB IM selama 7 hari; Amoksisilin +
asam klamtanat 50 mg/ kgBB IM selama 7 hari; Seftriakson 50 mg/ kgBB
IM dosis tunggal.
(4) Lakukan konseling tentang metode barier dalam melakukan hubungan
seksual.
(5) Berikan pengobatan yang sama pada pasangannya.
(6) Buat jadwal kunjungan ulang dan pastikan pasangan dan pasien akan
menyelesaikan pengobatan hingga tuntas.
Sifilis
Sifilis adalah penyakit infeksi oleh Treponema Pallidum, bersifat kronik
adanya remisi dan eksaserbasi. Nama lain adalah Lues venereal atau raja singa.
a) Penyebab
Penyebabnya adalah Treponema Pallidum, termasuk ordo
Spirochaecrales, familia Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuk spiral
teratur, panjang 6-15 m, lebar 0,15 m, terdiri atas 8-24 lekukan. Pembiakan
secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam.
b) Klasifikasi
Sifilis terbagi menjadi sifilis congenital dan sifilis akuista.
(1) Sifilis Kongenital, terbagi atas : (a) Dini (sebelum 2 tahun); (b) Lanjut
(sesudah 2 tahun); Stigmata
(2) Sifilis Akuista, terbagi : (a) Klinik; (b) Epidemiologik

61

HOSPITAL MAJAPAHIT

4)

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Menurut caranya sifilis dibagi menjadi tiga stadium yaitu : Stadium I


(SI); Stadium II (SII); Stadium III (SIII). Secara epidemiologik, WHO membagi
menjadi :
(1) Stadium dini menular (dalam waktu 2 tahun sejak infeksi), terdiri dari SI,
SII, stadium rekuren dan stadium laten dini.
(2) Stadium lanjut tak menular (setelah 2 tahun sejak infeksi), terdiri atas
stadium laten lanjut dan SIII.
c) Komplikasi
Pada kehamilan: i) Kurang dari 16 minggu : kematian janin (sifilis
fetalis). ii) Stadium lanjut : prematur, gangguan pertumbuhan intra uterin, cacat
berat (pnemonia, sirosis hepatika, splenomegali, pankreas kongenital, kelainan
kulit dan osteokondritis).
d) Tanda dan gejala
(1) Lesi (berupa ulkus, soliter, dasar bersih, batas halus, bentuk
bulat/longitudinal).
(2) Tanpa nyeri tekan.
e) Penanganan
(1) Menerapkan prinsip pencegahan infeksi pada persalinan.
(2) Menerapkan prinsip pencegahan infeksi pada penggunaan instrumen.
(3) Pemberian antibiotika, misal : Benzalin pensilin 4,8 juta unit IM setiap
minggu dengan 4x pemberian; Dofsisiklin 200 mg oral dosis awal,
dilanjutkan 2100 mg oral hingga 20 hari; Sefriakson 500 mg IM selama
10 hari.
(4) Sebelum pemberian terapi pada bayi dengan dugaan/ terbukti menderita
sifilis kongenital, maka dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis dan
uji serologik tiap bulan sampai negatif. Berikan antibiotik : Benzalin
pensilin 200.000 IU/ kgBB per minggu hingga 4x pemberian; Sefriakson
50 mg/ kg BB dosis tunggal (per hari 10 hari).
(5) Lakukan konseling preventif, pengobatan tuntas dan asuhan mandiri.
(6) Memastikan pengobatan lengkap dan kontrol terjadwal.
(7) Pantau lesi kronik atau gejala neurologik yang menyertai.
Chlamydia
Chlamydia adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman Chlamydia
trachomatis dan dapat diobati.
a) Penyebab
Kuman Chlamydia trachomatis.
b) Penularan
Kuman ini menyerang sel pada selaput lendir : (1) Uretra, vagina,
serviks dan endometrium. (2) Saluran tuba fallopi. (3) Anus dan rektum. (4)
Kelopak mata. (5) Tenggorokan (insiden jarang).
Chlamydia paling sering menyerang pada usia muda dan remaja.
Penularannya dapat melalui : hubungan seksual secara oral, anal maupun oral
seks; hubungan seksual dengan tangan, sehingga cairan mani terpercik ke mata;
dari ibu ke bayi sewaktu proses persalinan.
c) Tanda dan gejala
Sekitar 75% perempuan dan 50% laki-laki yang tertular Chalmydia
tidak menunjukkan tanda dan gejala. Keluhan dan gejala biasanya timbul sekitar
3 minggu setelah tertular kuman chlamydia.
Adapun tanda dan gejalanya adalah :
(1) Menderita proktitis (radang rektum), urethritis (radang saluran kencing)
dan konjungtivitis (radang selaput putih mata).
(2) Pada wanita : keluar cairan dari vagina; perasaan panas dan nyeri sewaktu
buang air kecil

62

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

(3) Bila sudah menyebar ke tuba fallopi, akan timbul : nyeri perut bagian
bawah; nyeri sewaktu coitus; timbul perdarahan pervaginam diantara siklus
haid; demam dan mual-mual
(4) Pada pria : keluar cairan kuning seperti pus dari penis; nyeri dan rasa
terbakar sewaktu kencing; nyeri dan bengkak pada testis
Tabel 25. Komplikasi yang ditimbulkan oleh Chalmydia.
Perempuan
Laki-laki
Bayi baru lahir
PID
Prostitis Timbul
Kebutaan Pneumoni
Infertil
jaringan parut pada
(radang paru)
Radang kandung
urethra
Kematian
kencing (cyctitis)
Infertil
Radang serviks
Epididimis
(servisitis)
d)

5)

Pencegahan
1) Hindari seks bebas;
2) Monogami;
3) Gunakan kondom saat hubungan seks baik dengan oral, anal maupun
vaginal seks.
e) Penanganan
1) Doksisiklin per oral 2x sehari selama 7 hari.
2) Asitromisin dengan pemberian dosis tunggal (kontraindikasi untuk ibu
hamil, gunakan eritromisin, amoksilin, azitromisin).
3) Lakukan follow-up pada penderita dengan : a) Apakah obat yang diberikan
sudah diminum sesuai anjuran. b) Pasangan seksual juga harus diperiksa
dan diobati. c) Jangan melakukan hubungan seks, bila pengobatan belum
selesai. d) Lakukan periksa ulang 3-4 bulan setelah selesai pengobatan.
HIV/AIDS
AIDS atau sindrom kehilangan kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala
penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh
virus HIV.
a) Tanda-tanda dan gejala HIV/AIDS
(1) Penurunan berat badan sehingga 10% yang tidak diketahui puncaknya
(2) batuk yang kronik dan berterusan
(3) Demam yang berpanjangan. Demam ini berlaku secara berkala ataupun
berterusan
(4) Pembengkakan nodus limfa terutamanya di leher, ketiak dan selakangan.
(5) Terserang herpes zoster yang berulang-ulang. Herpes zoster merupakan
infeksi saraf oleh virus yang dicirikan oleh kehadiran lepuhan pada kulit.
(6) Kandidiasis di mulut dan tekak. Kandidiasis merupakan sejenis penyakit
yang disebabkan oleh sejenis kulat (fungus).
b) Cara menghindar dari HIV/AIDS?
(1) Lebih aman berhubungan seks dengan pasangan tetap (tidak berganti-ganti
pasangan seksual).
(2) Hindari hubungan seks di luar nikah.
(3) Menggunakan kondom jika melakukan hubungan seksual berisiko tinggi
seperti dengan pekerja seks komersial.
(4) Sedapat mungkin menghindari tranfusi darah yang tidak jelas asalnya;
menggunakan alat-alat medis dan non media yang terjamin streril.

63

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

6)

c.

Kandidiasis
Kandidasis Vaginalis / vulvoginal adalah penyakit jamur yang bersifat akut
atau subakut pada vagina atau vulva dan disebabkan oleh kandida, biasanya oleh C.
Albicans.
a) Tanda dan Gejala
Gejala khas adalah rasa gatal/iritasi disertai keputihan tidak berbau atau
berbau asam. Keputihan bisa banyak, putih keju, seperti krim, atau seperti susu
pecah. Pada dinding vagina biasanya dijumpai gumpalan keju (cottage cheeses)
yang menempel. Pada vulva atau vagina terdapat tanda-tanda radang disertai
maserasi, pseudomembran fisura dan lesi papulopustular.
b) Penanganan
(1) Mikonazol/klotrimazol 200 mg intravaginal/hari selama 3hari
(2) Klotrimazol 500 mg intravaginal dosis tunggal
(3) Nistatin 100.000 IU intravaginal/hari selama 14 hari
(4) Untuk vulva dapat diberikan krim klotrimazol 1% atau mikonazol 2%
selama 7-14 hari, atau salep tiokonazol 6,5% sekali oles.
7) Trikomoniasis
Trikomoniasis adalah infeksi saluran urogenital yang dapat bersifat akut atau
kronik dan disebabkan oleh Trichomonas vaginalis .
a) Tanda dan Gejala
Adanya keputihan yang banyak dan sangat gatal. Cairan keputihan
keluar berwarna hijau kekuningan, berbau dan berbuih. Biasanya selaput lendir
vagina sembab dan memperlihatkan adanya bintik-bintik merah yang memberi
tanda khas dan nyeri saat kencing.
b) Penanganan
Pemberian metronidazole 250 mg yang diminum dengan dosis yang
sama untuk wanita maupun pria yaitu setiap 8 jam selama 5 hari.
Pengetahuan seputar penyakit menular
1) Bagaimana kita bisa terinfeksi Penyakit Menular Seksual?
Kebanyakan penyakit menular seksual didapat dari hubungan seks yang
tidak aman. Yang dimaksud dengan seks yang tidak aman, adalah:
a) Melakukan hubungan seksual lewat vagina tanpa kondom (penis di dalam
vagina)
b) Melakukan hubungan seksual lewat anus tanpa kondom (penis di dalam anus)
c) Hubugan seksual lewat oral atau karaoke (penis di dalam mulut tanpa kondom
atau mulut menyentuh alat kelamin wanita)
2) Adakah cara lain orang dapat tertular Penyakit Menular Seksual ?
Cara lain seseorang dapat tertular penyakit menular seksual juga melalui
Darah Dari tansfusi darah yang terinfeksi, menggunakan jarum suntik bersama, atau
benda tajam lainnya ke bagian tubuh untuk menggunakan obat atau membuat tato.
Ibu hamil kapada bayinya Penularan selama kehamilan, selama proses
kelahiran. Setelah lahir, HIV bisa menular melalui menyusui.
3) Apakah Penyakit Menular Seksual tidak menular?
Ya.
Penyakit menular seksual tidak menular melalui:
a) Duduk bersebelahan dengan penderita penyakit menular seksual
b) Penggunaan toilet bersama penderita
c) Bekerja terlalu keras
d) Menggunakan kolam renang umum, pemandian air panas atau sauna bersama
e) Berjabatan tangan dengan penderita
f) Bersin-bersin
g) Keringat

64

HOSPITAL MAJAPAHIT

4)

5)

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Penyakit menular seksual sering ditemukan pada cairan seksual (cairan


vagina dan sperma) dan darah. Penyakit menular seksual ditularkan saat cairan
seksual dari orang yang terinfeksi memasuki tubuh orang lain.
Apakah setiap Penyakit Menular Seksual memiliki gejala?
Tidak!
Terkadang, penyakit menular seksual tidak menunjukkan gejala sama sekali,
sehingga kita tidak tahu kalau kita sudah terinfeksi. Penyakit menular seksual dapat
bersifat asymptomatic (tidak memiliki gejala) baik pada pria atau wanita. Beberapa
penyakit menular seksual baru menunjukkan tanda-tanda dan gejala bermingguminggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelah terinfeksi. Pada wanita,
penyakit menular seksual bahkan tidak dapat terdeteksi. Walaupun seseorang tidak
menunjukkan gejala-gejala terinfeksi penyakit menular seksual, dan tidak
mengetahui bahwa mereka terkena penyakit menular seksual, mereka tetap bisa
menulari orang lain. Orang yang terinfeksi HIV biasanya tidak menunjukkan gejala
setelah bertahun-tahun terinfeksi. Tidak seorangpun dapat menentukan apakah betul
atau tidak seseorang terinfeksi hanya berdasarkan penampilannya saja. Walaupun
orang tersebut mungkin terlihat sehat, mereka masih bisa menularkan HIV kepada
orang lain. Kadang, orang yang sudah terinfeksi HIV tidak sadar bahwa mereka
mengidap virus tersebut, karena mereka merasa sehat dan bisa tetap aktif. Hanya tes
laboratorium yang dapat menunjukkan seseorang telah terinfeksi HIV atau tidak.
Apa gejala Penyakit Menular Seksual yang paling umum?
Penyakit menular seksual kadang tidak memiliki gejala. Gejala yang
mungkin muncul termasuk: Keluar Cairan/keputihan yang tidak normal dari vagina
atau penis. Pada wanita, terjadi peningkatan keputihan. Warnanya bisa menjadi lebih
putih, kekuningan, kehijauan, atau kemerahmudaan. Keputihan bisa memiliki bau
yang tidak sedap dan berlendir.
Pada pria, rasa panas seperti terbakar atau sakit selama atau setelah kencing,
biasanya disebabkan oleh penyakit menular seksual. Pada wanita, beberapa gejala
dapat disebabkan oleh penyakit menular seksual tapi juga disebabkan oleh infeksi
kandung kencing yang tidak ditularkan melalui hubungan seksual.
a) Luka terbuka dan atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut. Luka
tersebut dapat terasa sakit atau tidak.
b) Tonjolan kecil-kecil (papules) disekitar alat kelamin
c) Kemerahan di sekitar alat kelamin
d) Pada pria, rasa sakit atau kemerahan terjadi pada kantung zakar
e) Rasa sakit diperut bagian bawah yang muncul dan hilang, dan tidak
berhubungan dengan menstruasi
f) Bercak darah setelah hubungan seksual.
Tabel 26. Tentang gejala umum Penyakit Menular Seksual
Gejala
Perempuan
Laki-laki
Luka
Luka dengan atau tanpa rasa sakit, disekitar alat kelamin, anus,
mulut atau bagian tubuh yang lain. Tonjolan kecil-kecil, diikuti
luka yang sangat sakit di sekitar alat kelamin
Cairan tidak normal Cairan dari vagina bisa gatal, Cairan bening atau berwarna
kekuningan, kehijauan, berbau berasal dari pembukaan kepala
atau berlendir. Cairan bisa juga penis atau anus.
keluar dari anus.
Sakit pada saat
Penyakit menular seksual pada Rasa terbakar atau rasa sakit
buang air kecil
wanita biasanya tidak
selama atau setelah urination
menyebabkan sakit atau
terkadang diikuti dengan cairan
burning urination
dari penis

65

HOSPITAL MAJAPAHIT
Gejala
Perubahan warna
kulit
Tonjolan seperti
jengger ayam
Sakit pada bagian
bawah perut

Kemerahan

Gejala lain dari


HIV/AIDS

6)

7)

8)

Vol 3. No. 2, Nopember 2011


Perempuan
Laki-laki
Terutama di bagian telapak tangan atau kaki. Perubahan biasa
menyebar ke seluruh bagian tubuh
Tumbuh tonjolan seperti jengger ayam di sekitar alat kelamin
Rasa sakit yang muncul dan hilang, yang tidak berkaitan
dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi saluran
reproduksi (infeksi yang telah berpindah ke bagian dalam
system reproduksi, termasuk servik, tuba falopi, dan ovarium)
Kemerahanpada sekitar alat
Kemerahan pada sekitar alat
kelamin, atau diantara kaki
kelamin, kemerahan dan sakit
di kantong zakar
Demam
Keringat malam
Sakit kepala
Kemerahan di ketiak, paha atau leher
Mencret yang terus menerus
Penurunan berat badan secara cepat
Batuk, dengan atau tanpa darah
Bintik ungu kebiruan pada kulit

Walaupun seseorang mungkin mengalami beberapa dari gejala-gejala


tersebut, diperhatikan bahwa penyakit yang lain juga dapat menyebabkan gejalagejala ini. Jika muncul gejala-gejala tersebut, lebih baik dikonsultasikan dengan
dokter secepatnya.
Apa hubungan organ-organ reproduksi dengan Penyakit Menular Seksual ?
Kebanyakan penyakit menular seksual membahayakan organ-organ
reproduksi. Pada wanita, penyakit menular seksual menghancurkan dinding vagina
atau leher rahim, biasanya tanpa tanda-tanda infeksi. Pada pria, yang terinfeksi lebih
dulu adalah saluran air kencing. Jika penyakit menular seksual tidak diobati dapat
menyebabkan keluarnya cairan yang tidak normal dari penis dan berakibat sakit pada
waktu buang air kecil. Penyakit menular seksual yang tidak diobati dapat
mempengaruhi organ-organ reproduksi bagian dalam dan menyebabkan kemandulan
baik pada pria atau wanita.
Kenapa perempuan lebih berisiko tertular Penyakit Menular Seksual dari pada pria?
Perempuan lebih rentan tertular penyakit menular seksual dibandingkan
dengan laki-laki. Alasan utamanya adalah:
a) Saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar oleh
cairan sperma. Jika sperma terinfeksi oleh penyakit menular seksual, maka
perempuan tersebut pun bisa terinfeksi
b) Jika perempuan terinfeksi penyakit menular seksual, dia tidak selalu
menunjukkan gejala. Tidak munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi
meluas dan menimbulkan komplikasi
c) Banyak orang - khususnya perempuan dan remaja - enggan untuk mencari
pengobatan karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat tahu mereka
menderita penyakit menular seksual
Bagaimana Akibat buruk Penyakit Menular Seksual bagi seseorang?
Jika dibiarkan saja tanpa ditangani, Penyakit Menular Seksual dapat
menghancurkan orang yang terinfeksi, seperti:
a) Kemandulan baik pria atau wanita
b) Kanker leher rahim pada wanita
c) Kehamilan di luar rahim

66

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

d) Infeksi yang menyebar


e) Bayi lahir dengan kelahiran yang tidak seharusnya, seperti lahir sebelum cukup
umur, berat badan lahir rendah, atau terinfeksi PMS
f) Infeksi HIV
9) Bagaimana kamu bisa terhindar dari Penyakit Menular Seksual ?
a) Bagi kamu yang belum menikah, cara yang paling ampuh adalah tidak
melakukan hubungan seksual.
b) Saling setia bagi pasangan yang sudah menikah.
c) Hindari hubungan seks yang tidak aman atau beresiko.
d) Selalu menggunakan kondom untuk mencegah penularan PMS.
e) Selalu menjaga kebersihan alat kelamin.
10) Apakah Penyakit Menular Seksual dapat diobati?
Penyakit menular seksual dapat diobati. Satu-satunya cara adalah berobat ke
dokter atau tenaga kesehatan. Jika kita terkena penyakit menular seksual, pasangan
kita juga harus diperiksa dan diobati. Jangan mengobati diri sendiri. Patuhi cara
pengobatan sesuai petunjuk yang diberikan oleh dokter atau tenaga kesehatan untuk
memastikan kesembuhan. Hindari hubungan seksual selama masih ada
keluhan/gejala. Bila kamu hamil, beritahukan dokter atau tenaga kesehatan.
11) Apa yang bisa kamu lakukan untuk membantu temanmu yang terkena Penyakit
Menular Seksual?
a) Anjurkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter atau petugas kesehatan, bila
perlu kamu mengantarkannya.
b) Anjurkan untuk Jangan malu menyampaikan keluhan keluhan kepada dokter
atau petugas kesehatan.
c) Anjurkan untuk mematuhi aturan pengobatan sesuai petunjuk dokter/petugas
kesehatan.
d) Anjurkan untuk tidak melakukan hubungan seksual lagi kecuali pakai kondom.
e) Anjurkan agar pasangan seksual temanmu sebaiknya juga diperiksa oleh dokter
atau petugas kesehatan.
f) Beritahukan tentang akibat-akibat PMS yang berbahaya bagi kesehatan
reproduksi.
g) Beritahukan untuk menghindari mengobati diri sendiri.
4.

Konsep Dasar Sikap


a. Pengertian Sikap
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi / reaksi perasaan, sikap seseorang terhadap
suatu objek adalah perasaan mendukung / memihak (favorable) maupun perasaan tidak
mendukung / memihak (unfavorable) pada obyek tersebut (Azwar, 2009).
b. Komponen sikap
Sikap mempunyai 3 komponen yang membentuk struktur sikap yang saling
menunjang (Azwar, 2009).
1) Komponen kognitif (cognitif)
Dapat juga disebut juga komponen perceptual yang berisi kepercayaan
individu, kepercayaan tersebut berhubungan dengan hal-hal bagaimana individu
mempersepsi terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui
(pengetahuan) pandang, kepercayaan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan
emosional dan informasi dari orang lain.
2) Komponen Afektif
Komponen menunjukkan pada dimensi emosional subjektif individu, terhadap
objek sikap, baik yang positif (rasa senang) maupun negatif (rasa tidak senang).
Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu objek sikap.
Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap

67

HOSPITAL MAJAPAHIT

b.

c.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

sesuatu. Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai
suatu yang benar terhadap objek sikap tersebut.
3) Komponen Konatif atau Komponen Prilaku
Disebut juga komponen prilaku yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan
predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.
Fungsi Sikap
Sikap mempunyai 4 fungsi :
1) Fungsi Instrumental
Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat dan
menggambarkan keadaan keinginan. Sebagaimana kita maklumi bahwa untuk
mencapai suatu tujuan, diperlukan suatu sarana yang disebut sikap. Apabila objek
sikap dapat membantu individu mencapai individu akan bersikap positif terhadap
objek tersebut atau sebaliknya.
2) Fungsi pertahanan ego
Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari kecemasan atau
ancaman dirinya.
3) Fungsi pernyataan nilai
Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu system nilai apa
yang ada pada diri individu, dapat dilihat dari sikap yang diambil dari individu yang
bersangkutan terhadap nilai tertentu.
4) Fungsi Pengetahuan
Sikap ini membantu individu untuk memahami dunia yang membawa
keteraturan terhadap bermacam-macam informasi yang perlu diasimilasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu ingin mengerti
dan ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan.
(Azwar,2009)
Pembentukan sikap
1) Pengalaman Pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus social. Pengalaman yang terjadi
secara tiba-tiba atau mengejutkan yang meninggalkan kesan paling mendalam pada
jiwa seseorang. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang
ikut mempengaruhi sikap kita.
3) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
dalam pembentukan sikap kita.
4) Media massa
Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian informasi
melalui media masa dan elektronik mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap.
5) Lembaga pendidikan dan Lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu system mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarena-kan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam individu.
6) Pengaruh Faktor Emosional
Tidak semua sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi
seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari
emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau penglihatan bentuk
mekanisme pertahanan ego. Sikap yang demikian merupakan sikap sementara, dan

68

HOSPITAL MAJAPAHIT

d.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

segera berlalu setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih
persisten dan bertahan lama (Azwar, 2009).
Pengukuran Sikap
Skala sikap adalah berupa kumpulan pernyataan pernyataan mengenai suatu
objek sikap respon individu terhadap stimulus (pernyataan pernyataan) sikap yang berupa
jawaban setuju atau tidak setuju itulah yang menjadi indicator sikap seseorang. Pernyataan
sikap dapat berisi kalimat yang mendukung atau memihak pada objek sikap (favorable) dan
dapat juga berisi yang bersifat tidak mendukung ataupun kontra terhadap objek sikap
(unfavorable) ( Azwar, 2007 ).
Subjek menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap isi pernyataan dalam
empat kategori jawaban yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), tidak Setuju (TS), atau
Setuju (S), Sangat Setuju (SS).
Untuk menilai sikap dapat dilakukan dengan skala likert yaitu dengan menentukan
nilai skala dengan deviasi normal yang bertujuan untuk memberikan bobot yang tinggi bagi
kategori jawaban yang unfavorable. Jawaban favorable adalah respon setuju terhadap suatu
pernyataan yang favorable dan respon yang tidak setuju terhadap pernyataan tidak
favorable dan sebaiknya.
Pernyataan Positif
Pernyataan Negatif
STS
:1
STS
:4
TS
:2
TS
:3
S
:3
S
:2
SS
:4
SS
:1
Skor individu pada skala sikap yang merupakan skor sikap adalah jumlah skor dari
keseluruhan pernyataan yang ada dalam skala.
(Hidayat, 2007)
Salah satu skor standar yang biasa digunakan dalam skala likert adalah skor T, kemudian
hasil dikorelasi dengan rumus :

50 10

(x x)
s

Keterangan :
T = Tingkat responden
X = Skor responden pada skala sikap yang dikehendaki dirubah menjadi skor T
x = mean skor kelompok
S = Defiasi standart kelompok
Hasil positif bila skor > mean T ( T> )
Hasil negatif bila skor < mean T ( T< )
(Azwar, 2009)
4.

Kerangka Konseptual.
Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana
seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang
dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2007).

69

HOSPITAL MAJAPAHIT

Faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan :
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Umur
4. Minat
5. Pengalaman
6. Kebudayaan
7. Informasi
Faktor-faktor yang
mempengaruhi Sikap :
1. Pengalaman Pribadi
2. Pengaruh Orang Lain
yang dianggap
Penting
3. Pengaruh
Kebudayaan
4. Media Massa
5. Lembaga pendidikan
dan lembaga Agama

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Pengetahuan Remaja
tentang penyakit
menular seksual
1. Pengertian PMS
2. Macam-macam PMS
3. Penularan PMS
4. Gejala PMS
5. Dampak PMS
6. Pencegahan PMS

Sikap Remaja terhadap


penyakit Menular
Seksual

Baik
76%-100%
Cukup
56%-75%
Kurang
40%-55%
Tidak Baik
< 40%
Positif
Skor T > mean
T (50) dengan
skor : 1
Negatif
Skor T < mean
T (50) dengan
skor : 0

Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
Sumber : Mubarok (2007), Erfendi (2009), Azwar (2005)
Gambar 7. Kerangka Konseptual Pengaruh Pengetahuan Terhadap Sikap Remaja
Terhadap Penyakit Yang Menular Akibat Hubungan Seksual Di MAN
Mojokerto
C. METODE PENELITIAN.
1. Desain Penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian Analitik
Observasional adalah dengan menggunakan rancangan cross sectional yaitu rancangan
penelitian dengan melakukan pengukuran dan pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu)
antara faktor resiko/paparan dengan penyakit.
2.

Hipotesis.
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian
(Sugiono, 2007).
H1 : Ada Pengaruh Pengetahuan Terhadap Sikap Remaja Terhadap Penyakit Yang Menular
Akibat Hubungan Seksual Di MAN Mojokerto.

70

HOSPITAL MAJAPAHIT
3.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Populasi, Sampel, Variabel, Instrumen Penelitian, dan Definisi Operaisonal.


Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X MAN Mojokerto T.A 2010
sebanyak 439 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah Siswa kelas X MAN Mojokerto T.A
2010.
Dalam penelitian ini pengambilan sampling menggunakan Probability sampling adalah
teknik sampling (teknik pengambilan sampel ) yang memberikan peluang yang sama bagi setiap
unsur (anggota) untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiono, 2007) dengan teknik
pengambilan sampling Cluster random sampling adalah suatu cara pengambilan sampel bila
obyek yang diteliti atau sumber data sangat luas atau besar, yakni populasinya heterogen dan
terdiri atas kelompok yang masing-masing heterogen. Cluster dilakukan dengan cara melakukan
randomisasi dalam dua tahap yaitu randomisasi untuk cluster/daerah, kemudian
randomisasi/menentukan orang yang ada diwilayah dari populasi cluster yang terpilih (Hidayat,
2007).

N
1 N (d ) 2

439
1 43 9 (0,05) 2
439
n
1 439 (0,0025)
439
n
1 1,1
439
= 210,04
n
2,1
n

Jadi = 210 siswa


Keterangan :
N : Besar populasi
n : Jumlah sampel
d2 : Tingkat kesalahan, ketetapan (0,05)
Tabel 27. Daftar Siswa Kelas X MAN Mojokerto T.A 2010
No.
Kelas
Populasi
Sampel
1.
Kelas X-1
43 siswa
21 siswa
2.
Kelas X-2
43 siswa
21 siswa
3.
Kelas X-3
44 siswa
21 siswa
4.
Kelas X-4
44 siswa
21 siswa
5.
Kelas X-5
44 siswa
21 siswa
6.
Kelas X-6
46 siswa
22 siswa
7.
Kelas X-7
46 siswa
22 siswa
8.
Kelas X-8
45 siswa
21 siswa
9.
Kelas X-9
45 siswa
21 siswa
10. Kelas X-10
39 siswa
19 siswa
Total
439 siswa
210 siswa
Diperhitungkan memakai rumus two stage simple cluster random sampling (lokasi
proposional ) karena jumlah masing-masing kelas tidak sama.

ni
71

Ni
n
N

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Keterangan :

ni
N
n
Ni

= Jumlah sampel tiap kelas


= Jumlah Populasi seluruh kelas
= Jumlah sampel keseluruhan
= Jumlah Populasi tiap kelas (Somantri, 2006)

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target
yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2003).
a) Siswa kelas X MAN Mojokerto
b) Siswa yang bersedia menjadi responden
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria
inklusif dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2003).
a) Siswa yang tidak masuk pada saat penelitian
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pengetahuan remaja tentang Penyakit Menular
Seksual. Variabel terikat pada penelitian ini adalah sikap remaja terhadap penyakit menular
seksual.
Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner yang bertujuan untuk
mendapatkan data tentang pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual dengan cara
diberikan kuesioner.
Tabel 28. Definisi Operasional Pengaruh Pengetahuan Terhadap Sikap Remaja
Terhadap Penyakit Yang Menular Akibat Hubungan Seksual Di MAN
Mojokerto
Variabel
Independent
pengetahuan
tentang Penyakit
Menular Seksual

Dependent
Sikap remaja
terhadap Penyakit
Menular Seksual

4.

Definisi Operasional
Hasil tahu ini terjadi
setelah orang
melakukan pengindraan
terhadap Penyakit
Menular Seksual
1. Pengertian PMS
2. Macam macam
3. Penularan
4. Gejala
5. Dampak
6. Pencegahan
Respon remaja
terhadap penyakit
menular seksual

Kriteria
1.

Baik
Nilai = 76%-100%
2. Cukup
Nilai = 56%-75%
3. Kurang
Nilai = 40%-55%
4. Tidak baik
Nilai = < 40%
Benar = 1
Salah = 0
(Erfandi, 2009)
1. Pernyataan Positif
Skor T > mean T (50) dengan
skor : 1
2. Pernyataan Negatif
Skor T < mean T (50) dengan
skor : 0
(Azwar, 2009)

Skala
Ordinal

Nominal

Teknik Analisis Data.


Pengolahan data yang digunakan pada studi kasus ini adalah teknik non statistik, yaitu
pengolahan data dengan tidak menggunakan analisisi statistik, melainkan pengolahan data
dengan menggunakan analisa kualitatif. Data kualitatif adalah data yang berhubungan dengan
kategorisasi, karakteristik atau sifat variabel (Notoatmojo, 2005). Dimana setiap jawaban pada
subvariabel positif diberi skor = 1 dan pada subvariabel negatif diberi skor = 0.

72

HOSPITAL MAJAPAHIT
a.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Analisa Univariat
1) Pengetahuan
Data yang diperoleh akan dihitung atau diukur dengan cara. dijumlahkan lalu
dibandingkan dengan jumlah total soal dan dikalikan 100% hasilnya berupa
prosentase.

SP
X 100%
SM

N
Keterangan :
N
= nilai akhir
SP = skor perolelan
SM = skor maksimal / total item
Baik
Cukup
Kurang
Tidak Baik
2)

: 76% - 100%
: 56% - 75%
: 40% - 55%
: < 40 %
(Erfandi, 2009)

Sikap
Skala Likert
Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang
tentang gejala atau masalah yang ada. (Hidayat : 2007)
Pernyataan positif
Sangat setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat tidak setuju

: SS
:S
: TS
: STS

Nilai
4
3
2
1

Pernyataan positif
Sangat Penting
Penting
Tidak Penting
Sangat Tidak penting

Nilai
: SP 4
Sangat Penting
:S
3
Penting
: TP 2
Tidak Penting
: STP 1 Sangat Tidak Penting: STP

Pernyataan positif
Sangat Puas
Puas
Tidak Puas
Sangat Tidak Puas

: SS
:S
: TP
: STP

Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju

Nilai
4
3
2
1

Sangat Puas
Puas
Tidak Puas
Sangat Tidak Puas

: SS
:S
: TS
: STS

Nilai
1
2
3
4

Nilai
: SP 1
:P 2
: TP 3
4

: SP
:P
: TP
: STP

Nilai
1
2
3
4

Salah satu skor standar yang biasa digunakan dalam skala likert adalah skor
T, kemudian hasil dikorelasi dengan rumus :

50 10

(x x)
s

Keterangan :
T = Tingkat responden
X = Skor responden pada skala sikap yang dikehendaki dirubah menjadi skor T
x = mean skor kelompok
S = Defiasi standart kelompok

73

HOSPITAL MAJAPAHIT

b.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Hasil positif bila skor > mean T ( T> )


Hasil negatif bila skor < mean T ( T< )
Bivariat
Melihat pengaruh pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual dengan
sikap remaja terhadap penyakit menular seksual menggunakan rumus chi square :

fh) 2

( fo
fh

Keterangan :
X2 = chi square
fo = frekuansi yang diperoleh
fh = frekuansi yang diharapkan
Setelah didapatkan hasilnya X2 hitung lalu membandingkan denagn harga tabel X2
tabel dengan taraf kesalahan 5% hasil X2 hitung X2 tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima
yang berarti ada pengaruh antara keduanya.
(Sugiono, 2007)
D. HASIL PENELITIAN.
1. Data Umum.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur.
Tabel 29. Karakteristik Umur Responden Kelas X di MAN Mojokerto Pada
Tanggal 21 23 Juni 2010.
No.
Umur
Frekuensi
Persentase (%)
1.
15 Tahun
40
19,0
2.
16 Tahun
99
47,1
3.
17 Tahun
69
32,9
4.
18 Tahun
2
1,0
Total
210
100
Berdasarkan tabel 29 yang diperoleh dari 210 responden kurang dari 50% usia
responden 16 tahun sebanyak 99 orang (47,1%).
b. Karakteristik Jumlah Siswa.
Tabel 30. Karakteristik Jumlah Sisiwa Kelas X di MAN Mojokerto Pada
Tanggal 21 23 Juni 2010.
No.
Kelas X
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Kelas X-1
21
10,0
2.
Kelas X-2
21
10,0
3.
Kelas X-3
21
10,0
4.
Kelas X-4
21
10,0
5.
Kelas X-5
21
10,0
6.
Kelas X-6
22
10,5
7.
Kelas X-7
22
10,5
8.
Kelas X-8
21
10,0
9.
Kelas X-9
21
10,0
10. Kelas X-10
19
9,0
Total
210
100
Berdasarkan tabel 30 dapat diketahui bahwa kelas X memiliki proporsi yang tidak
sama yaitu 21 siswa (10%), 22 siswa (10,5%), 19 siswa (9,0%).

74

HOSPITAL MAJAPAHIT
c.

d.

e.

2.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.


Tabel 31. Karakteristik Jenis Kelamin Responden Kelas X di MAN Mojokerto
Pada Tanggal 21 23 Juni 2010.
No.
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Laki-laki
99
43,3
2.
Perempuan
119
56,7
Total
210
100
Berdasarkan tabel 31 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar perempuan
sebanyak 119 responden (56,7%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Penerimaan Informasi.
Tabel 32. Karakteristik Penerimaan Informasi Remaja Tentang Penyakit
Menular Seksual Pada Siswa Kelas X di MAN Mojokerto Pada
Tanggal 21 23 Juni 2010.
No.
Penerimaan Informasi
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Pernah
172
82,3
2.
Tidak Pernah
38
17,7
Total
210
100
Berdasarkan tabel 32 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar responden
pernah mendapat informasi tentang penyakit menular seksual sebanyak 172 siswa (82,3%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi.
Tabel 33. Karakteristik Sumber Informasi Remaja Tentang Penyakit Menular
Seksual Pada Siswa Kelas X di MAN Mojokerto Pada Tanggal 21
23 Juni 2010.
No.
Penerimaan Informasi
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Media Massa
115
55,0
2.
Teman/Keluarga/Tetangga
50
23,4
3.
Tenaga Kesehatan
45
21,5
Total
210
100
Berdasarkan tabel 33 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar responden
mendapat informasi dari media massa sebanyak 115 siswa (55,0%).

Data Khusus.
a. Pengetahuan Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual.
Tabel 34. Pengetahuan Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual Pada Siswa
Kelas X di MAN Mojokerto Pada Tanggal 21 23 Juni 2010.
No.
Pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Baik
48
22,9
2.
Cukup
130
61,9
3.
Kurang
32
15,2
Total
210
100
Berdasarkan tabel 34 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar responden
memiliki pengetahuan cukup sebanyak 130 siswa (61,9%).
b. Sikap Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual.
Tabel 35. Sikap Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Kelas
X di MAN Mojokerto Pada Tanggal 21 23 Juni 2010.
No.
Sikap
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Negatif
93
44,3
2.
Positif
117
55,7
Total
210
100
Berdasarkan tabel 35 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar responden
memiliki sikap positif sebanyak 117 siswa (55,7%).

75

HOSPITAL MAJAPAHIT
c.

E.
1.

2.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Pengaruh Pengetahuan Remaja dengan Sikap Remaja Terhadap Penyakit Menular


Seksual.
Tabel 36. Tabulasi Silang Pengaruh Pengetahuan Remaja dengan Sikap
Remaja Terhadap Penyakit Menular Seksual Pada Siswa Kelas X di
MAN Mojokerto Pada Tanggal 21 23 Juni 2010.
Sikap
TOTAL
No.
Pengetahuan
Negatif
Positif
f
(%)
f
(%)
f
(%)
1. Baik
14
6,7
34
16,2
48
22,9
2. Cukup
53
25,2
77
36,7
130
61,9
3. Kurang
26
12,4
6
2,9
32
15,2
93
44,3
117
55,7
100
Jumlah
210
Tabel 36 menunjukkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
remaja mempunyai pengetahuan cukup tentang penyakit menular seksual diantaranya
mempunyai sikap positif 77 responden (36,7%) mempunyai sikap negatif terhadap penyakit
menular seksual 53 responden (25,2%). Sebanyak 26 responden (12,4%) mempunyai
pengetahuan kurang tentang penyakit menular seksual mempunyai sikap negatif 26
responden (12,6%) dan bersikap positif 6 responden (2,9%).
Hasil tabulasi silang selanjutnya dilakukan perhitungan dengan bentuk SPSS
dengan uji Chi Square dan diperoleh hasil 22,819 dengan menggunakan nilai signifikan
0,05 sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak artinya ada pengaruh pengetahuan remaja
tentang penyakit menular seksual dengan sikap remaja terhadap penyakit menular seksual
di MAN Mojokerto.

PEMBAHASAN.
Pengetahuan Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual
Berdasarkan tabel 34 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar responden
memiliki pengetahuan cukup sebanyak 130 siswa (61,9%) karena siswa sudah mendapat
informasi dari media massa, teman, keluarga, tetangga dan tenaga kesehatan sehingga siswa
memahami dan tahu tentang penyakit menular seksual, 48 siswa (22,9%) berpengetahuan baik
karena siswa sedikit menerima informasi dari media massa, teman, keluarga, tetangga dan
tenaga kesehatan sehingga pengetahuan siswa tentang penyakit menular seksual dan 32 siswa
(15,2%) berpengetahuan kurang karena informasi yang diketahui siswa tentang penyakit
menular seksual hanya sekedar tahu secara umum tetapi siswa kurang mengerti dan memahami
dampak selanjutnya.
Menurut Mubarok (2007) pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur,
minat, pengalaman, kebudayaan dan informasi. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang
menentukan pengetahuan seseorang tentang suatu hal (Mubarok, 2007) makin tinggi pendidikan
seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi dan makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki.
Banyak remaja siswa MAN Mojokerto yang berpengetahuan cukup. Faktor-faktor yang
menyebabkan responden mempunyai pengetahuan cukup yaitu disebabkan kurangnya
responden memperoleh informasi tentang penyakit menular seksual.
Sikap Remaja Terhadap Penyakit Menular Seksual
Berdasarkan tabel 35 yang diperoleh dari 210 responden sebagian besar responden
memiliki sikap positif sebanyak 117 siswa (55,7%) karena siswa memahami tentang penyakit
menular seksual serta dampak dari penyakit menular seksual dan 93 siswa (44,3%) bersikap
negatif karena siswa tidak memahami penyakit menular seksual dan dampak dari penyakit
menular seksual.
Menurut teori Azwar (2009) yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi,
pengaruh orang lain, pengaruh budaya, media massa, serta lembaga pendidikan dan agama.
Sebagian besar siswa bersikap positif, hal ini terjadi karena responden sudah
mendapatkan informasi dari media massa seperti majalah dan koran. Bersikap positif berarti

76

HOSPITAL MAJAPAHIT

3.

F.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

siswa setuju terhadap penyakit menular seksual dan berdasarkan hasil data kuesioner sikap
dapat diketahui lebih banyak siswa yang setuju pada pertanyaan mengenai pokok pembahasan
pengertian penyakit menular seksual, pencegahan penyakit seksual, cara menghindari penyakit
seksual, sedangkan sikap negatif adalah tidak menanggapi terhadap pencegahan atau bagaimana
cara menghindari terkena penyakit menular seksual.
Pengaruh Pengetahuan Remaja dengan Sikap Remaja Terhadap Penyakit Menular
Seksual
Hasil tabel tabulasi silang yang dilakukan perhitungan dengan SPSS dengan Chi Square
menunjukkan hasil 22,819 dengan menggunakan nilai signifikan 0,05 sehingga Ho ditolak
artinya adanya pengaruh pengetahuan dan sikap remaja terhadap penyakit menular seksual di
MAN Mojokerto. Dari hasil analisa yang dibuat menunjukkan bahwa sikap remaja terhadap
penyakit menular seksual positif.
Hal ini sesuai dengan (Mubarok, 2007) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang
semakin mudah mereka menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan
yang dimiliki dalam menyikapi suatu hal. Karena terbentuknya sikap dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain lembaga pendidikan (Azwar, 2009) maka pendidikan SMU atau sederajat pasti
akan ditanamkan dasar-dasar pengetahuan secara umum pengetahuan kesehatan reproduksi.
Pengetahuan remaja sangat mempengaruhi pembentukan sikap remaja dalam
menanggapi apa yang mereke ketahui. Fungsi sikap dalam pengetahuan adalah membantu
remaja untuk memahami dunia yang membawa keteraturan terhadap bermacam-macam
informasi yang perlu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan remaja siswa
kelas X tentang penyakit menular seksual akan berkembang sesuai pengetahuan yang
didapatkannya dan diaplikasikan dalam bentuk sikap positif terhadap adanya penyakit menular
seksual.
PENUTUP.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengetahuan siswa kelas X MAN Mojokerto
tentang penyakit menular seksual pada remaja cukup yaitu sebanyak 130 siswa (61,9%), sikap
siswa kelas X MAN Mojokerto terhadap penyakit menular seksual pada remaja sebagian besar
yaitu bersikap positif 117siswa (55,7%) dan paling sedikit bersikap negatif sebanyak 85 siswa
(40,7%).
Hasil tabel tabulasi silang yang dilakukan perhitungan dengan SPSS dengan Chi Square
menunjukkan hasil 22,819 dengan menggunakan nilai signifikan 0,05 sehingga Ho ditolak
artinya adanya Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Remaja Terhadap Penyakit Menular Seksual
di MAN Mojokerto.
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengalaman bagi peneliti dan lebih
memperkaya wawasan dalam usaha meningkatkan derajat kesehatan reproduksi khususnya
kesehatan reproduksi remaja serta dapat mengaplikasikannya di masyarakat. Sebagai
sumbangan pengetahuan bidan tentang penyakit menular seksual, bahaya penyakit menular dan
cara penanganannya serta dapat mengaplikasikannya di masyarakat.Setelah menjadi tempat
penelitian diharapkan menjadi pertimbangan dan menjadikan suatu landasan untuk memberikan
pendidikan tentang penyakit menular seksual dan pendidikan seks pada remaja siswa MAN
Mojokerto serta bagaimana cara menyikapi terhadap penularan penyakit menular seksual dan
adanya pendidikan seks.Bagi siswa lebih meningkatkan pengetahuan tentang penyakit menular
seksual dan mengubah sikap siswa yang dulu bersikap negatif menjadi bersikap positif terhadap
penyakit menular seksual.

DAFTAR PUSTAKA.
Agustiani, Dr Hendrianti. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung : Refika Aditama.
Anonim. (2007). Apa Itu Penyakit Menular Seksual?.(Online), (http://www.kesreproinfo// diakses
April 2010)
Anonim. (2009). Data dan Fakta Kesehatan Repro remaja.(Online), (http://pikkrrmentari.co.cc/www.bkkbn.go.id diakses April 2010)

77

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Anonim. (2010). Hubungan Pengetahuan Dan Informasi Media Audio-Visual Dengan Perilaku
Seksual Remaja Siswa-Siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu Tahun 2010.(online)
(http//brigther-me.blogspot.com// diakses April 2010)
Anonim.
(2007).
Penyakit
Menular
Seksual
dan
HIV
/
AIDS.
(Online),
(http://www.smallcrab.com/anak-anak/598-penyakit-menular-seksual-dan-hiv-aids diakses
April 2010)
Azwar, Saifuddin. (2005). Sikap Manusia Teori dan Pengukuran Edisi ke 2, Yogyakrta : Pustaka
Pelajar.
B.Hurlock Elizabeth. Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga.
Hidayat, Alimul Aziz. (2003). Konsep Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data,Jakarta :
Salemba Medika.
Laksana. (2010). Konsep Dasar Pengetahuan.(online). (http://bidan.Perawat.mojokerto.
blogspot.com// diakses Mei 2010)
Mansjoer, Arif dkk. (2000). Kapita Selecta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius
Mubarok. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam
Pendidikan, Yogya,Graha Ilmu.
Nur Salam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta :
Salemba Medika.
Notoatmodjo S. (2003). Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Rejeki,
dr
Sri.
(2009).
Waktu
Seks
dan
Perkawinan
Beda,(Online)
(http://Idham020273.blogdetik.com//diakses Mei 2010)
Sarwono, Prawiroharjo. (2006). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka.
Soepartono, dkk. (2005). Filsafat Ilmu Kedokteran, Surabaya : GRAMIK.
Somantri, Muhidin. (2006). Aplikasi Statistika Dalam penelitian. Bandung : Pustaka Setia.
Sugiono. (2003). Variabel dan Paradigma Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Suhartono, Suparlan. (2005). Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta : Ar-Ruzz.
Ridin. (2010). Masih rendah pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi.(Online),
(http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62110:bkkb
n-masih-rendah-pengetahuan-remaja-tentang-kesehatan-reproduksi, diakses April 2010)

78

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

KETERKAITAN PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI MENYUSU DINI


DENGAN PERDARAHAN POST PARTUM DI RUMAH SAKIT KAMAR
MEDIKA KOTA MOJOKERTO
Sri Wardini
ABSTRAK
Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kematian maternal yang masih tinggi, 75
persen hingga 85 persen disebabkan obstetri langsung, terutama akibat perdarahan. Pemerintah
Indonesia mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang merekomendasikan inisiasi menyusu dini
(early latch on) sebagai tindakan life saving. Tujuan penelitian ini adalah keterkaitan pelaksanaan
program inisiasi menyusu dini dengan perdarahan post partum di Rumah Sakit Kamar Medika Kota
Mojokerto Tahun 2009.
Jenis penelitian analitik retrospektif dengan desain cross sectional. Populasi adalah seluruh
ibu bersalin di Kamar Medika Hospital Kota Mojokerto pada bulan Januari-Pebruari 2009 sebanyak
60 orang. Teknik pengambilan sampel adalah dengan teknik sampling jenuh sebanyak 60 responden.
Variabel penelitian adalah variabel independent atau bebas adalah inisiasi menyusu dini dan variabel
dependen atau tergantung adalah kejadian perdarahan pasca persalinan. Pengambilan data dengan
check list, setelah ditabulasi, dianalisa menggunakan uji Chi Square.
Penelitian ini didapatkan sebagian besar responden memberikan inisiasi menyusu dini yaitu
52 orang (87%), sebagian besar responden tidak mengalami perdarahan pasca persalinan yaitu 53
orang (88%) dan ada keterkaitan yang bermakna/signifikan antara inisiasi menyusu dini dengan
kejadian perdarahan pasca persalinan, dengan Fishers Exact Test secara SPSS didapatkan hasil =
0,000 < = 0,05
Kesimpulannya adalah inisiasi menyusu dini dapat mencegah terjadinya perdarahan pasca
persalinan. Peningkatan pengetahuan ibu hamil menjelang persalinan melalui komunikasi informasi
edukasi (KIE) dengan membuat leaflet, brosur, poster dan buku tentang inisiasi menyusu dini.
Sehingga ibu bisa kooperatif pada pelaksanaan inisiasi menyusu dini.
Kata Kunci : inisiasi menyusu dini, perdarahan pasca persalinan
A. PENDAHULUAN.
Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kematian maternal yang masih tinggi.
Selain faktor kemiskinan dan masalah aksesibilitas penanganan kelahiran, 75 persen hingga 85
persen kematian maternal disebabkan obstetri langsung, terutama akibat perdarahan. Pada awal
Agustus lalu, pekan ASI sedunia 2007 juga dirayakan di Indonesia dengan tema Satu Jam
Pertama Kehidupan Dilanjutkan dengan Menyusu Eksklusif 6 Bulan, Menyelamatkan Lebih
dari Satu Juta Bayi. Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang
merekomendasikan inisiasi menyusu dini (early latch on) sebagai tindakan life saving (Anonim,
2009).
Inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai
menyusu sendiri segera setelah lahir (Roesli, 2008:3). Pemberian ASI secara dini dapat
mencegah perdarahan pascapersalinan, karena isapan bayi pada payudara akan merangsang
terbentuknya hormon oksitosin yang dapat menimbulkan kontraksi uterus dan mencegah
terjadinya perdarahan. Menurut penelitian, bahwa dengan melakukan inisiasi menyusu dini,
akan membantu meningkatkan daya tahan tubuh si bayi terhadap penyakit, kanker syaraf,
leukimia, dan beberapa penyakit lainnya (Dika, 2008).
AKI dilaporkan telah menurun dari 408 pada tahun 1990, menjadi 304 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2000 dan menurun lagi menjadi 262 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2005 (Dinkes Jatim, 2008). Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia
adalah perdarahan 40-60%, infeksi 20-30% dan keracunan kehamilan 20-30%, sisanya sekitar
5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan. Perdarahan

79

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan
postpartum. Di berbagai negara, paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan
oleh perdarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10% sampai hampir 60% (Suyono,
2009).
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya ; paling
sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian
tersebut terjadi dalam waktu empat jam setelah melahirkan dan merupakan akibat dari masalah
yang timbul selama persalinan (Wahid, 2008). Sentuhan, emutan, dan jilatan bayi pada puting
ibu selama proses inisiasi menyusu dini akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting
untuk menyebabkan rahim berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan
mengurangi perdarahan pada ibu (Eman, 2008).
Setelah partus terjadi sekresi prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang berasal dari
isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise yang kemudian dikeluarkan oksitosin.
Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi
pada uterus sehingga membantu lepasnya plasenta dan mengurangi perdarahan (Mansjoer, 2005:
322). Oksitosin salah satu hormon yang juga mengakibatkan otot-otot polos rahim berikut
pembuluh darahnya mengkerut. Efek ini akan bekerja maksimal jika setelah melahirkan, ibu
langsung mulai menyusui bayinya. Dengan demikian, penyempitan pembuluh darah yang
terbuka saat melahirkan bisa dipercepat. Hal ini jelas berdampak positif, karena perdarahan di
rahim bekas proses persalinan akan cepat terhenti (Nurmah, 2008). Hormon oksitosin juga
bermanfaat untuk mengeringkan rahim, meningkatkan kontraksi otot-ototnya yang terajut satu
sama lain seperti jaring, dan serat otot-otot yang terjaring tersebut berkontraksi sedemikian rupa
sehingga menyempitkan celah-celah rajutan tersebut yang diantara matanya terdapat kantong
darah lembut dan mengeluarkan darah. Hal ini menyebabkan berhentinya perdarahan secara
bertahap (Ratulangi, 2009). Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah
mengalami perdarahan pasca persalinan (PPP), namun ia akan menderita akibat kekurangan
darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan..
Studi pendahuluan yang dilakukan di Kamar Medika Hospital Kota Mojokerto tahun 2007
sebanyak 7 kasus perdarahan pasca persalinan rujukan bidan dan tahun 2008 sebanyak 5 kasus
perdarahan pasca persalinan rujukan bidan (tensi tinggi, retensio plasenta, grande multipara) dan
semuanya tidak melaksanakan inisiasi menyusu dini karena partus lama, penyakit yang diderita
ibu (TBC) dan berat bayi < 2500 gram.
Untuk peningkatan pelaksanaan inisiasi menyusui dini dapat dilakukan dengan
melakukan sosialisasi melalui penyuluhan perorangan atau kelompok di Puskesmas, Posyandu
atau Polindes dan Rumah Sakit. Konseling dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan
pemahaman ibu terutama saat kunjungan pemeriksaan kehamilan. Perlunya dukungan dari
suami dan keluarga untuk pelaksanaan keberhasilan inisiasi menyusu dini, maka petugas
kesehatan perlu melibatkan mereka pada saat pemberian inisiasi menyusu dini.
B.
1.

TINJAUAN PUSTAKA.
Konsep Program Inisiasi Menyusui Dini
a. Pengertian Inisiasi Menyusui Dini
Inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi
mulai menyusu sendiri setelah lahir pada satu jam pertama (Roesli, 2008 : 3)
b. Tujuan Inisiasi Menyusui Dini
1) Membantu Mengurangi Kemiskinan
Jika seluruh bayi yang lahir di Indonesia dalam setahun disusui secara eksklusif enam
bulan, berarti :
a) Harga rata-rata satu kaleng susu formula Rp. 60.000,- (tahun 2007).
b) Jumlah bayi lahir di Indonesia 5,5 juta per tahun
c) Biaya pembelian susu formula selama enam bulan untuk bayi ini adalah :
5,5 juta x 55 kaleng x Rp. 60.000,- = Rp 18,120 triliun

80

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

d) Setiap bayi memerlukan sekitar 3 juta dalam enam bulan. Biaya ini lebih dari

c.

d.

100% pendapatan buruh yang Cuma Rp. 500.000 per bulan.


(Roesli, 2008:33).
2) Membantu Mengurangi Kelaparan
Bagi anak usia dua tahun, sebanyak 500 cc ASI ibunya mampu memenuhi kebutuhan
kalori 31%, protein 38%, vitamin A 45% dan vitamin C 95%. ASI masih memenuhi
kebutuhan kalori 70% untuk bayi 6-8 bulan, 55% untuk bayi 9-11 bulan, dan 40%
untuk bayi 12-23%. Keadaan ini akan secara bermakna memenuhi kebutuhan makanan
bayi sampai usia dua tahun. Dengan kata lain, pemberian ASI membantu mengurangi
angka kejadian kurang gizi dan pertumbuhan yang terhenti yang umumnya terjadi
pada usia ini (Roesli, 2008:34).
3) Membantu Mengurangi Angka Kematian Balita
Menurut penelitian WHO (2000) di enam negara berkembang, risiko kematian bayi
antara usia 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui. Untuk bayi
berusia di bawah dua tahun, angka kematian ini meningkat menjadi 480%. Peran
inisiasi menyusu dini dalam mengatasi masalah tersebut adalah :
a) Sekitar 40% kematian balita terjadi pada satu bulan pertama kehidupan bayi.
Inisiasi menyusu dini dapat mengurangi 22% kematian bayi 28 hari. Berarti
inisiasi menyusu dini mengurangi angka kematian balita 8,8%.
b) Inisiasi menyusu dini meningkatkan keberhasilan menyusu eksklusif dan lama
menyusu sampai dua tahun. Dengan demikian, dapat menurunkan kamtian anak
secara menyeluruh.
(Roesli, 2008:35).
Manfaat Inisiasi Menyusui Dini
Sentuhan, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu selama proses inisiasi menyusu
dini akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting untuk menyebabkan rahim
berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan pada
ibu (Eman, 2008).
Setalah partus terjadi sekresi prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang berasal
dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise yang kemudian dikeluarkan
oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat
menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga membantu lepasnya plasenta dan mengurangi
perdarahan (Mansjoer, 2005:322).
Menurut penelitian, bahwa dengan melakukan inisiasi menyusu dini, akan
membantu meningkatkan daya tahan tubuh si bayi terhadap penyakit, kanker syaraf,
leukimia, dan beberapa penyakit lainnya (Dika, 2008).
Lima Tahapan Perilaku (Pre-Feeding Berhaviour)
1) 30 menit pertama : stadium istirahat/diam dalam keadaan siaga (rest/quite alert stage).
Bayi diam tidak bergerak. Sesekali matanya trebuka lebar melihat ibunya. Masa
tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam
kandungan ke keadaan di luar kandungan. Bonding (kasih sayang) ini merupakan
dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman. Hal ini meningkatkan kepercayaan diri
ibu terhadap kemampuan menyusu dan mendidik bayi. Kepercayaan diri ayah pun
menjadi bagian keberhasilan menyusui dan mendidik anak bersama-sama ibu.
2) 30-40 menit : mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium dan
menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan air ketuban yang ada di tanggannya.
Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan
membimbing bayi untuk menemukan payudara dan putting susu ibu.
3) Mengeluarkan air liur, saat menyadari ada makanan disekitarnya, bayi mulai
mengeluarkan air liur.
4) Bayi mulai bergerak ke arah payudara. Areola (kalang payudara) sebagai sasaran,
dengan kaki menekan perut ibu. Bayi menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan

81

HOSPITAL MAJAPAHIT

e.

f.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan kiri, serta menyentuh dan meremas daerah
putting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil.
5) Menemukan, menjilat, mengulum putting, membuka mulut lebar dan melekat dengan
baik.
(Roesli, 2008:15-17).
Tata Laksana Inisiasi Menyusui Dini
Tata Laksana Inisiasi Menyusui Dini berdasarkan penelitian Ilmiah adalah :
1) Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan.
2) Disarankan juga tidak menggunakan bahan kimia saat persalinan, karena akan
mengganggu dan mengurangi kepekaan bayi untuk mencari puting susu ibu.
3) Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering.
4) Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua tangannya,
5) Tali pusat dipotong lalu diikat.
6) Vernix (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan
karena zat ini membuat nyaman kulit bayi.
7) Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu sehingga terjadi
kontak kulit bayi dan kulit ibu.
8) Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu, bayi diberi topi untuk mengurangi
pengeluaran panas dari kepalanya.
Pentingnya Kontak Kulit & Menyusu Sendiri
1) Mengapa kontak kulit dengan kulit segera setelah bayi lahir dan bayi menyusu sendiri
dalam satu jam pertama kehidupan sangat penting.
2) Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari
payudara. Ini akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypothermia).
3) Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi
akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi.
4) Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya, dan
dia akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri baik di kulit ibu. Bakteri baik ini akan
berkembang biak membentuk koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi bakteri jahat
dari lingkungan.
5) Ikatan kasih sayang antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi
dalam keadaan siaga. Setelah itu biasanya bayi tidur dalam waktu lama.
6) Makanan awal non ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu
manusia, misalnya susu hewan. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan fungsi usus
dan mencetuskan alergi lebih awal.
7) Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui eksklusif dan akan
lebih lama disusui.
8) Letakkan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi diputing susu dan sekitarnya,
emutan dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin
(Zuraidah, 2008).

2. Konsep Ibu Bersalin


a. Pengertian
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Winkjosastro, 2005 : 180).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun
kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuba didorong keluar
melalui jalan lahir (Saifudin, 2001:100).
b. Proses Terjadinya Persalinan
Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui benar, yang ada
hanyalah merupakan teori-teori yang komplit antara lain:
1) Teori Keregangan
a) Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu

82

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

b) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai
c) Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu,
sehingga menimbulkan proses persalinan
Teori Penurunan Progesteron
a) Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu.
b) Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif
terhadap oksitosin.
c) Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan
progesteron tertentu.
3) Teori Oksitosin Internal
a) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior.
b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas
otot rahim, sehingga sering terjadi Braxton Hicks.
c) Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin
dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat dimulai.
4) Teori Prostaglandin
a) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur hamil 15 minggu, yang
dikeluarkan oleh desidua.
b) Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim
sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
c) Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
5) Teori Hipotalamus-Pituitari dan Glandula Suprarenalis
a) Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi
kelambatan persalinan karena tidak berbentuk hipotalamus. Teori ini
dikemukakan oleh Linggin 1973.
b) Malpar pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan, ahsilnya kehamilan
kelinci berlangsung lebih lama.
c) Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi
(mulainya) persalinan.
d) Dari percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituitari
dengan mulainya persalinan
e) Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan.
Besar kemungkinan semua faktor bekerjasama, sehingga pemicu persalinan
menjadi multifaktor (Manuaba, 1998:159).
Tanda Permulaan Persalinan
Tanda kala pendahuluan (Preparatory Stage Labour) adalah :
1) Lightening/Settling/Dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul
terutama pada primigravida. Pada multi para tidak begitu kentara.
2) Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun
3) Perasaan sering/susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh
bagian terendah janin.
4) Perasaan sakit diperut dan dipinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari
uterus, kadan-kadang disebut False Labour Pains
5) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa bercampur
darah (bloody show) (Manuaba, 1998:160).
Tanda Persalinan
1) Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin
pendek.
2) Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu : pengeluaran lendir atau lender
bercampur darah.
3) Dapat disertai ketuban pecah
2)

c.

d.

83

HOSPITAL MAJAPAHIT
4)
1).
2).
3).

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks :


Perlunakan serviks
Pendataran serviks
Terjadi pembukaan serviks (Manuaba, 1998:160).

3. Konsep Perdarahan Post Partum


a. Pengertian
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan lebih dari 500 CC yang terjadi
setelah anak lahir. Perdarahan primer : terjadi dalam waktu 24 jam pascapersalinan.
Perdarahan sekunder : terjadi dalam waktu sesudah 24 jam pertama pasca persalinan
(Wiknjosastro, 2005:653).
b. Penyebab
1) Atonia uteri
2) Retensio plasenta
3) Trauma jalan lahir
4) Inversio uteri
5) Ruptur uteri
6) Gangguan sistem pembekuan darah (Mansjoer, 2005:313)
Faktor presdiposisi yang hars dipertimbangkan adalah riwayat perdarahan pascapersalinan,
multiparitas, perdarahan antepartum dan partus lama (Mansjoer, 2005:313).
c. Indikasi
Indikasi yang dimaksud, adalah hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan
perdarahan pasca persalinan yaitu : Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu, grande multipara (lebih dari empat
anak), jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun), bekas operasi Caesar dan
pernah abortus (keguguran) sebelumnya (Dady, 2008).
d. Diagnosis
1) Perdarahan banyak yang terus menerus setelah bayi lahir
2) Pada perdarahan melebih 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah,
nadi dan nafas cepat, pucat, ekstremitas dingin, sampai terjadi syok.
3) Perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi
jalan lahir. Bila karena retensio plasenta, perdarahan terhenti setelah plasenta lahir.
4) Pada perdarahan setelah plasenta lahir, perlu dibedakan sebabnya antara atonia teri,
sisa plasenta atau trauma jalan lahir. Pada pemeriksaan obstetri, mungkin kontraksi
uterus lembek dan membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uetrs baik, eksplorasi
untuk mengetahi adanya sisa plasenta atau trauma lahir.
5) Riwayat partus lama, partus presipitatus, perdarahan antepartum atau etiologi lainnya
(Mansjoer, 2005:314).
e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perdarahan Pasca Persalinan
1) Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat
mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun
fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan
pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk
terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan akan lebih besar.
Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita
hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi daripada
perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan
pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun.

84

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

2)

g.

Perdarahan pascapersalinan dan gravida


Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravida
mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pascapersalinan
dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama
kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan
sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.
3) Perdarahan pascapersalinan dan paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas
tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih
tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi
persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil
dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas.
4) Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care
Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental
ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas sehingga angka
morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat diturunkan. Pemeriksaan antenatal yang
baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan
yang selalu mungkin terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan kematian maternal
dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda-tanda
dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat.
5) Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin
dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%.
Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau
lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat
akan mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.
Pencegahan
Yang dimaksud pencegahan dengan obat adalah pemberian obat uterotonika setelah
lahirnya plasenta. Namun, pemberian obat ini sama sekali tidak dibolehkan sebelum bayi
lahir. Keuntungan pemberian uterotonika ini adalah untuk mengurangi perdarahan kala III
dan mempercepat lahirnya plasenta. Karena itu, pemberian pencegahan dapat diberikan
pada setiap persalinan atau bila ada indikasi tertentu. Obat-obatan yang dipakai untuk
pencegahan adalah Oksitosin dan Ergometrin. Caranya, disuntikkan intra muskuler atau
intravena (bila diinginkan kerja cepat), setelah anak lahir. Bila terjadi perdarahan sebelum
plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit
terdekat. Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan
tindakan dengan urutan sebagai berikut:
1) Pasang infus.
2) Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin
0,5cc hingga 1cc.
3) Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
4) Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
5) Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
6) Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;
7) Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi
aorta.
Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:
1) Pemberian uterotonika intravena.
2) Kosongkan kandung kemih.
3) Menekan uterus-perasat Crede.
4) Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta.

85

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong
memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi
histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan
sebagai pertolongan pertama.
Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras,
bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu
penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka
tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat. Untuk robekan yang
lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon padat liang senggama/vagina dan
segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus dan pemberian uterotonika
intravena.
4.

Keterkaitan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Dengan Kejadian Perdarahan Pasca


Persalinan
Hormon adalah substansi atau zat yang dihasilkan berbagai kelenjar dalam tubuh dan
beredar dalam darah. Menjelang proses persalinan pun dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon.
Pada usia kehamilan 40 minggu, kerja plasenta menjadi berkurang. Estrogen dan progesteron
juga menurun. Pada saat ini hormon oksitosin mulai berperan sehingga ibu merasakan mulas
dan kontraksi. Selain itu oksitosin juga merangsang produksi ASI. Bila hormon tersebut dalam
keadaan tidak seimbang dan tak bekerja sebagaimana mestinya, misalnya estrogennya
meningkat, akibatnya ibu tidak merasakan mulas-mulas. Kehamilan jadi lewat waktu sementara
kemungkinan janin bisa meninggal dalam kandungan. Menjelang persalinan, dihasilkan pula
hormon prostaglandin. Hormon ini membuat mulut rahim ibu jadi melunak dan perlahan
membuka, sehingga janin semakin terdesak masuk ke dalam jalan lahir. Tekanan ini
menghasilkan lebih banyak oksitosin, sehingga rasa mulas akan timbul secara teratur dan ritmik.
Jika sudah efektif bisa terjadi 2-3 kali dalam 10 menit dengan lama 60-90 detik. Begitu rahim
terbuka, ibu hamil akan memperoleh dorongan atau kontraksi. Selanjutnya, dengan tenaga yang
terkumpul dan mengedan, bayi dilahirkan. Untuk keluarnya ASI yang berperan penting adalah
hormon oksitosin. Usai melahirkan, diperlukan waktu minimal sekitar enam minggu atau lebih
untuk penormalan kembali hormon-hormon reproduksi (Kurniasih, 2008).
Sentuhan, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu selama proses inisiasi menyusu dini
akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting untuk menyebabkan rahim berkontraksi
sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan pada ibu (Eman, 2008).
Setalah partus terjadi sekresi prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang berasal dari
isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise yang kemudian dikeluarkan oksitosin.
Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi
pada uterus sehingga membantu lepasnya plasenta dan mengurangi perdarahan (Mansjoer,
2005:322). Oksitosin salah satu hormon yg berperan dlm proses produksi ASI. Manfaat
oksitosin ini juga nyata. Selain mengerutkan otot-otot saluran untuk pengeluaran ASI, hormon
ini juga mengakibatkan otot-otot polos rahim berikut pembuluh darahnya mengkerut. Efek ini
akan bekerja maksimal jika setelah melahirkan, ibu langsung mulai menyusui bayinya. Dengan
demikian, penyempitan pembuluh darah yang terbuka saat melahirkan bisa dipercepat. Hal ini
jelas berdampak positif, karena perdarahan di rahim bekas proses persalinan akan cepat terhenti.
Kalau otot-otot di rahim mengkerut, otomatis pembuluh darah yang terbuka itu akan terjepit
sehingga perdarahan akan segera berhenti (Nurmah, 2008). Hormon oksitosin (hormon yang
dihasilkan neurohipofisa, bekerja untuk merangsang kontraksi otot polos dinding rahim selama
coitus dan melahirkan) yang membantu proses kelahiran. Caranya, hormon oksitosin tersebut
menyatu dengan reseptomya memulai kontraksi otot yang teratur secara bertahap, sehingga
menyebabkan perluasan leher rahim dan terjadilah proses kelahiran. Setelah persalinan, hormon
oksitosin juga bermanfaat untuk mengeringkan rahim, meningkatkan kontraksi otot-ototnya
yang terajut satu sama lain seperti jaring, dan serat otot-otot yang terjaring tersebut berkontraksi
sedemikian rupa sehingga menyempitkan celah-celah rajutan tersebut yang diantara matanya
terdapat kantong darah lembut dan mengeluarkan darah. Hal ini menyebabkan berhentinya

86

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

perdarahan secara bertahap (Ratulangi, 2009). Walaupun seorang perempuan dapat bertahan
hidup setelah mengalami perdarahan pasca persalinan (PPP), namun ia akan menderita akibat
kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang
berkepanjangan.
5.

Kerangka Konseptual.
Ibu bersalin

Inisiasi Menyusu Dini

Hormon Oksitosin

Kontraksi Uterus
Pelepasan Plasenta
Perdarahan Pasca
Persalinan

Penyempitan
pembuluh darah di
rahim

Perdarahan
berhenti

Anemia Berat
Kematian Ibu
Sumber : Modifikasi Roesli (2008), Nurmah (2008) dan Ratulangi (2009)
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
Gambar 9.

Kerangka Konseptual Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu


Dini Dengan Perdarahan Post Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota
Mojokerto

C. METODE PENELITIAN.
1. Desain Penelitian.
Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian
analitik retrospektif dengan menggunakan desain cross sectional yaitu suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor efek dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat/point time approach (Notoatmodjo, 2005:146).
Penelitian ini bertujuan mengetahui keterkaitan pelaksanaan program inisiasi menyusu dini
dengan perdarahan post partum.
2.

Hipotesis.
H1 : Ada Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan Post
Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto.
Ho : Tidak ada Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan
Post Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto.

87

HOSPITAL MAJAPAHIT
3.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Populasi, Sampel, Variabel, Instrumen Penelitian, dan Definisi Operaisonal.


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di Kamar Medika Hospital Kota
Mojokerto pada bulan Januari-Pebruari 2009 sebanyak 60 orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu bersalin di Kamar Medika Hospital Kota
Mojokerto pada bulan Januari-Pebruari 2009 sebanyak 60 orang yang diambil menggunakan
teknik sampling jenuh yaitu mengambil semua anggota populasi menjadi sampel (Hidayat,
2007:83).
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu
(benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2001:41). Variabel independen atau bebas pada
penelitian ini adalah inisiasi menyusu dini. Variabel dependen atau tergantung adalah
perdarahan post partum.
Tabel 36. Definisi Operasional Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini
Dengan Perdarahan Post Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota
Mojokerto
Variabel

4.

Definisi Operasional

Kriteria

Skala

Variabel
independen/
bebas = inisiasi
menyusu dini

Bayi mulai menyusu


sendiri segera setelah
lahir

Ya = bayi mulai menyusu setelah


lahir selama 1 jam pertama
Tidak = bayi tidak menyusu sendiri
atau menyusu lebih dari 1 jam

Nominal

Variabel
dependen atau
tergantung=
perdarahan post
partum

perdarahan lebih dari


500 CC yang terjadi
setelah anak lahir.

Ya = terjadi perdarahan (>500 cc)


Tidak = tidak terjadi perdarahan
(< 500 cc)

Nominal

Teknik Analisis Data.


Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square untuk mengidentifikasi hubungan
antara inisiasi menyusu dini dengan kejadian perdarahan pasca persalinan dengan rumus :
(f0-fe)2
Rumus = 2 =
fe
Keterangan : f0 : frekuensi yang diperoleh berdasarkan data
fe : frekuensi yang diharapkan
Hasil pengolahan data dinterpretasikan dengan menggunakan skala kualitatif yaitu :
100%
= seluruh responden
76-90% = hampir seluruh responden
51-75% = sebagian besar responden
50%
= setengah dari responden
25-49% = hampir setengah dari responden
1-24% = sebagian kecil dari responden
0%
= tidak satupun dari responden (Arikunto, 1998:246).

88

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

D. HASIL PENELITIAN.
1. Data Umum.
a. Umur Responden
6 orang (10%)

8 orang (13%)

< 20 tahun
20-35 tahun
> 35 tahun

46 orang (77%)

b.

Gambar 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Responden di Rumah


Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2009
Berdasarkan Gambar 10 diperoleh informasi bahwa hampir seluruh responden berumur
20-35 tahun yaitu 46 orang (77%)
Pendidikan Responden
1 orang (2%)

6 orang (10%)

25 orang (42%)
SD

SMP
SMU

PT

28 orang (46%)

c.

Gambar 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Rumah Sakit


Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2009
Berdasarkan Gambar 11 diperoleh informasi bahwa hampir setengah responden
berpendidikan SMP yaitu 28 orang (46%)
Pekerjaan Responden
5 orang (8%)
1 orang (2%)
Tidak bekerja

16 orang (27%)

Pegawai swasta

PNS
Wiraswasta

38 orang (63%)

Gambar 12. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Sakit


Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2009
Berdasarkan Gambar 12 diperoleh informasi bahwa sebagian besar responden tidak bekerja
yaitu 38 orang (63%).

89

HOSPITAL MAJAPAHIT
d.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Jumlah Anak
1 orang (2%)

15 orang (25%)

1 anak
2-4 anak
> 5 anak

44 orang (73%)

Gambar 13. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak di Rumah Sakit


Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2009
Berdasarkan Gambar 13 diperoleh informasi bahwa sebagian besar responden memiliki
2-4 anak yaitu 44 orang (73%)
2.

Data Khusus
a. Pemberian Inisiasi Menyusu Dini
8 orang (13%)

Ya
Tidak

52 orang (87%)

b.

Gambar 14. Pemberian Inisiasi Menyusu Dini di Rumah Sakit Kamar Medika Kota
Mojokerto Tahun 2009
Berdasarkan Gambar 14 diperoleh informasi bahwa hampir seluruh responden memberikan
inisiasi menyusu dini yaitu 52 orang (87%)
Kejadian Perdarahan Post Partum
7 orang (12%)

Ya
Tidak

53 orang (88%)

Gambar 15 Kejadian Perdarahan Pasca Persalinan di Rumah Sakit Kamar Medika


Kota Mojokerto Tahun 2009
Berdasarkan Gambar 15 diperoleh informasi bahwa hampir seluruh responden tidak
mengalami perdarahan pasca persalinan yaitu 53 orang (88%).

90

HOSPITAL MAJAPAHIT
c.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan Post Partum
Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto
Tabel 37. Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan
Perdarahan Post Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto
Tahun 2009
Kejadian Perdarahan Post Partum
TOTAL
Inisiasi Menyusu
No.
Ya
Tidak
Dini
f
(%)
F
(%)
f
(%)
1. Ya
0
0
52
87
52
87
2. Tidak
7
11,4
1
1,6
8
13
7
12
53
88
60
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 37 diketahui seluruhnya responden yang memberikan inisiasi
menyusu dini tidak mengalami perdarahan pasca persalinan sebanyak 52 orang (100%),
sedangkan hampir seluruhnya responden yang tidak memberikan inisiasi menyusu dini
mengalami perdarahan pasca persalinan sebanyak 7 orang (88%).
Dari hasil penghitungan data dengan menggunakan uji statistik Chi Square (2)
didapatkan hasil :
1) Cara Menentukan fe
Ftax = (Ka)(Bx)
T
Keterangan :
ftax : Frekuensi teoritis pada kotak dengan kolom a pada baris x
Ka : Jumlah pada kolom A
Bx : Jumlah pada baris X
T
: Jumlah sampel total

2)

a). Perdarahan pasca persalinan dengan pemberian inisiasi menyusu dini:


7 x 52 = 6,06
60
b). Perdarahan pasca persalinan dengan tidak memberi inisiasi menyusu dini:
7 x 8 = 0,93
60
c). Tidak Terjadi Perdarahan pasca persalinan dengan pemberian inisiasi menyusu
dini:
53 x 52 = 45,93
60
d). Tidak Terjadi Perdarahan pasca persalinan dengan tidak memberi inisiasi
menyusu dini:
53 x 8 = 7,07
60
Menentukan 2 hitung
2==

(f0-fe)2
fe
Kategori

f0

Fe

fo-fe

(fo-fe) 2

(fo-fe) 2
fe

Perdarahan Post Partum


IMD
Tidak IMD
Jumlah

0
7
7

91

6,06
0,93
6,99

-6,06
6,07
0,01

36,7236
36,8449
73,5685

6,06
39,62
45,68

HOSPITAL MAJAPAHIT
Tidak Terjadi Perdarahan
Post Partum
IMD
Tidak IMD
Jumlah
Jadi jumlah total 2 hitung adalah

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

52
1
53

45,93
7,07
53

6,07
-6,07
0

36,8449
36,8449
73,6898

0,80
5,21
6,01

= 45,68+ 6,01
= 51,69

dk = (k-1) x (b-1)
= (2 -1) x (2-1)
=1
Taraf signifikan 5% jadi 2 tabel = 3,84
2
2
Jadi hitung > tabel = 51,69 > 3,84
E.
1.

2.

PEMBAHASAN.
Pemberian Inisiasi Menyusu Dini
Berdasarkan Gambar 14 diperoleh informasi bahwa hampir seluruh responden
memberikan inisiasi menyusu dini yaitu 52 orang (87%). Inisiasi menyusu dini (early initiation)
atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir pada satu jam
pertama (Roesli, 2008:3).
Pemberian ASI secara dini dapat mencegah perdarahan
pascapersalinan, karena isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya hormon
oksitosin yang dapat menimbulkan kontraksi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan.
Menurut penelitian, bahwa dengan melakukan inisiasi menyusu dini, akan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh si bayi terhadap penyakit, kanker syaraf, leukimia, dan
beberapa penyakit lainnya (Dika, 2008).
Dari data di atas menunjukkan bahwa hampir seluruh responden memberikan inisiasi
menyusu dini, hal ini disebabkan insiasi menyusu dini telah menjadi suatu program yang
dilaksanakan di Kamar Medika Hospital Kota Mojokerto. Hal tersebut dilakukan untuk
mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang merekomendasikan inisiasi menyusu dini (early
latch on) sebagai tindakan life saving. Masih ada ibu bersalin yang tidak melaksanakan insiasi
menyusu dini karena indikasi partus lama, TBC, dan berat bayi < 2500 gr sebanyak 8 orang
(13%). Insisiasi menyusu dini memberikan manfaat bagi ibu (mencegah perdarahan pasca
persalinan) dan bayi (meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, kanker syaraf,
leukemia dan beberapa penyakit lainnya, selain itu bisa menjadi indikator keberhasilan
pemberian ASI Eksklusif.
Perdarahan Post Partum
Berdasarkan Gambar 15 diperoleh informasi bahwa hampir seluruh responden tidak
mengalami perdarahan pasca persalinan yaitu 53 orang (88%)
Setelah partus terjadi sekresi prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang berasal dari
isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise yang kemudian dikeluarkan oksitosin.
Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi
pada uterus sehingga membantu lepasnya plasenta dan mengurangi perdarahan (Mansjoer, 2005:
322). Oksitosin salah satu hormon yang juga mengakibatkan otot-otot polos rahim berikut
pembuluh darahnya mengkerut. Efek ini akan bekerja maksimal jika setelah melahirkan, ibu
langsung mulai menyusui bayinya. Dengan demikian, penyempitan pembuluh darah yang
terbuka saat melahirkan bisa dipercepat. Hal ini jelas berdampak positif, karena perdarahan di
rahim bekas proses persalinan akan cepat terhenti (Nurmah, 2008).
Dari data diatas diperoleh data hampir seluruh responden tidak mengalami perdarahan
pasca persalinan. Hal ini disebabkan hampir seluruh responden memberikan inisiasi menyusu
dini (87%). Sesuai dengan teori diatas, bahwa setelah partus, rangsangan isapan bayi
mengeluarkan hormon oksitosin yang dapat menimbulkan kontraksi uterus dan mengurangi
perdarahan. Selain itu oksitosin adalah hormon yang membantu mempercepat penyempitan
pembuluh darak yang terbuka pasa saat melahirkan sehingga perdarahan bisa terhenti.

92

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

3.

Keterkaitan Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Dengan Perdarahan Post


Partum Di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto
Berdasarkan tabel 37 diketahui seluruhnya responden yang memberikan inisiasi
menyusu dini tidak mengalami perdarahan pasca persalinan sebanyak 52 orang (100%),
sedangkan hampir seluruhnya responden yang tidak memberikan inisiasi menyusu dini
mengalami perdarahan pasca persalinan sebanyak 7 orang (88%) .
Dari hasil penghitungan data dengan menggunakan uji statistik Chi Square (2)
didapatkan hasil 2 hitung > 2 tabel, yaitu 51,69 < 3,84, sehingga Hi diterima, yang berarti
adanya hubungan yang bermakna/signifikan antara inisiasi menyusu dini dengan kejadian
perdarahan pasca persalinan.
Sentuhan, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu selama proses inisiasi menyusu dini
akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting untuk menyebabkan rahim berkontraksi
sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan pada ibu (Eman, 2008).
Hormon oksitosin (hormon yang dihasilkan neurohipofisa, bekerja untuk merangsang kontraksi
otot polos dinding rahim selama coitus dan melahirkan) yang membantu proses kelahiran.
Caranya, hormon oksitosin tersebut menyatu dengan reseptomya memulai kontraksi otot yang
teratur secara bertahap, sehingga menyebabkan perluasan leher rahim dan terjadilah proses
kelahiran. Setelah persalinan, hormon oksitosin juga bermanfaat untuk mengeringkan rahim,
meningkatkan kontraksi otot-ototnya yang terajut satu sama lain seperti jaring, dan serat otototot yang terjaring tersebut berkontraksi sedemikian rupa sehingga menyempitkan celah-celah
rajutan tersebut yang diantara matanya terdapat kantong darah lembut dan mengeluarkan darah.
Hal ini menyebabkan berhentinya perdarahan secara bertahap (Ratulangi, 2009).
Dari data diatas diperoleh data seluruhnya responden yang memberikan inisiasi
menyusu dini tidak mengalami perdarahan pasca persalinan, sedangkan hampir seluruhnya
responden yang tidak memberikan inisiasi menyusu dini mengalami perdarahan pasca
persalinan. Sesuai dengan teori diatas maka bayi yang sejak dini melakukan sentuhan, emutan
dan jilatan pada puting susu ibu akan merangsang keluarnya hormon oksitosin. Manfaat hormon
oksitosin untuk mengeringkan rahim, meningkatkan kontraksi otot-ototnya yang terajut satu
sama lain seperti jaring, dan serat otot-otot yang terjaring tersebut berkontraksi sedemikian rupa
sehingga menyempitkan celah-celah rajutan tersebut yang diantara matanya terdapat kantong
darah lembut dan mengeluarkan darah. Hal ini menyebabkan berhentinya perdarahan secara
bertahap.

F.

PENUTUP.
Berdasarkan hasil penelitian hampir seluruh responden di Rumah Sakit Kamar Medika
Kota Mojokerto memberikan inisiasi menyusu dini yaitu 52 orang (87%), hampir seluruh
responden di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto tidak mengalami perdarahan pasca
persalinan yaitu 53 orang (88%). Ada keterkaitan yang bermakna/signifikan antara inisiasi
menyusu dini dengan kejadian perdarahan post partum, dengan uji Chi Square (2) didapatkan
hasil 2 hitung > 2 tabel, yaitu 51,69 < 3,84
Sebaiknya dilakukan Peningkatan pengetahuan ibu hamil menjelang persalinan melalui
komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan membuat leaflet, brosur, poster dan buku tentang
inisiasi menyusu dini.

DAFTAR PUSTAKA.
Anonim. (2009). Bagaimana Agar Anak Kita Sehat dan Cerdas. (http://www.medicastore.com/
med/index.php, diakses 21 Maret 2009).
Dika. (2009). Inisiasi Menyusu Dini. (http://www.iloveblue.com, diakses 16 Maret 2009).
Dede Kurniasih. (2009). Hormon Di Masa Kehamilan. (http://dedekurniasih.blogspot.com, diakses
12 Maret 2009).
Eman. (2008). Inisiasi Menyusu Dini Untuk Awali ASI Eksklusif. (http://www.info@gizi.net, diakses
17 September 2008).
Hanifa, Wiknjosastro, (2005). Ilmu Bedah Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

93

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Manuba Ida Bagus Gede. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana,
Jakarta : EGC.
Nurmah. (2008). Air Susu Ibu. (http://www.nurmah.com, diakses 10 Desember 2008).
Nursalam. Pariani, S. (2001). Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Ratulangi, Ramon Deny. (2009). Peranan Kurma Pada Wanita Hamil, Melahirkan, Nifas dan
Menyusui. (http://www.ratulangiphotography.com, diakses 24 Januari 2009).
Roesli, Utami. (2008). Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta : Pustaka Bunda.
Saifudin, 2001, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI
Suyono, dkk. (2009). Hubungan antara umur ibu hamil dengan frekuensi solusio plasenta di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. (http://www.kalbe.co.id/cdk, diakses 01 Februari 2009).
Wahid, Ibnu Dian. (2008). Perdarahan Postpartum atau Hemoragia Postpartum.
(http://perdarahanpostpartum.com, diakses 28 Nopember 2008).
Zuraidah. (2008). Satu Jam Pertama Yang Menakjubkan. (http://www.promosikesehatan.com,
diakses 26 Desember 2008).

94

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

TEKNIK MENYUSUI YANG BENAR PADA IBU PRIMIPARA


DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR
KABUPATEN MOJOKERTO
Wiwit Sulistyowati
ABSTRAK
Menurut UNICEF, cakupan ASI eksklusif enam bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata
dunia, yaitu 38%. Menyusui merupakan pemberian makanan kepada bayi yang secara langsung dari
payudara ibu sendiri. Walaupun demikian dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal
yang sifatnya alamiah tidaklah selalu mudah untuk dilakukan oleh para ibu-ibu menyusui. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Teknik Menyusui Yang Benar Pada Ibu Primipara Di
Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.
Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional. Variabel
yang diteliti adalah pengetahuan ibu primipara tentang menyusui dan teknik menyusui yang benar.
Populasi berjumlah 30 ibu primipara dengan sampel sejumlah 30 ibu primipara yang diambil dengan
teknik total sampling. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 16-17 Juli 2010. Instrumen pengumpulan
data menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas. Teknik analisa menggunakan spearmans
rank dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.
Hasil penelitian didapatkan data bahwa paling banyak responden mempunyai pengetahuan
kurang tentang teknik menyusui yang benar yaitu sebanyak 12 ibu primipara (40%) lebih dari 50%
responden melakukan teknik menyusui dengan benar yaitu sebanyak 16 ibu primipara (53,3%). Hasil
uji spearmans rho dengan derajat kemaknaan 0,05 didapatkan nilai signifikansi 0,006, sehingga
nilai 0,006 < 0,05 yang berarti H0 ditolak dan ada hubungan antara pengetahuan ibu primipara
dengan teknik menyusui yang benar Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten
Mojokerto, dengan nilai korelasi spearmans rho 0,491 yang termasuk dalam kategori cukup erat.
Banyaknya responden yang salah dalam melakukan teknik menyusui selain dikarenakan
kurangnya pengetahuan juga banyak dipengaruhi oleh faktor usia, pendidikan, pekerjaan ibu
primipara dalam melakukan laktasi.
Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara pengetahuan ibu primipara
dengan teknik menyusui yang benar. Petugas kesehatan harus berperan aktif untuk senantiasa
memberikan bimbingan, arahan, yang berupa penyuluhan kesehatan kepada masyarakat melalui
kegiatan posyandu seperti dengan menggalakkan program teknik menyusui yang benar secara rutin
dan berkala
Kata Kunci : pengetahuan, ibu primipara, teknik menyusui yang benar
A. PENDAHULUAN.
Menyusui merupakan pemberian makanan kepada bayi yang secara langsung dari
payudara ibu sendiri. Menyusui adalah proses alamiah, dimana berjuta-juta ibu melahirkan
diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang pemberian ASI.
Walaupun demikian dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang sifatnya
alamiah tidaklah selalu mudah untuk dilakukan oleh para ibu-ibu menyusui. Menyusui
merupakan cara pemberian makan yang diberikan secara langsung oleh ibu kepada anaknya,
namun seringkali ibu menyusui kurang memahami dan kurang mendapatkan informasi, bahkan
sering kali ibu-ibu mendapatkan suatu informasi yang salah tentang manfaat ASI ekslusif itu
sendiri, tentang bagaimana cara menyusui ataupun langka-langkah menyusui yang benar kepada
bayinya, dan kurangnya informasi yang diberikan tentang dampak apabila Asi esklusif itu tidak
diberikan dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui secara ekslusif
kepada bayinya (Utami Roesli, 2000).
WHO, British Nutrition Foundation, ESPGAN (European Society for Pediatric
Gastroenterology and Nutrition), WHO (World Health Organization) dan FAO (Food

95

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Agriculture Organization) merekomendasikan pemberian ASI selama enam bulan pertama


setelah kelahiran. Selama itu bayi tidak perlu mendapatkan makanan dan minuman apa pun
selain ASI (Surjadi, 2008).
Hasil SDKI 2007 menunjukkan penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif hingga 7,2%. Pada saat yang sama, jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu
formula meningkat dari 16,7% pada 2002 menjadi 27,9% pada 2007. UNICEF menyimpulkan,
cakupan ASI eksklusif enam bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia, yaitu 38%. Dari
survei yang dilaksanakan pada tahun 2007 oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS)
yang berkerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International di 4 perkotaan (Jakarta,
Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 perdesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng,
Jatim, NTB, Sulsel), menunjukan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara
4%-12%, sedangkan dipedesaan 4%-25%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perkotaan
berkisar antara hanya 1%-13% sedangkan di pedesaan 2%-13%. Sedangkan untuk wilayah
Mojokerto cakupan pada tahun 2008 sebanyak 70%, sedangkan target pada 2010 sebanyak 90%
(DinkesJatim, 2010). Permasalahan yang utama rendahnya angka cakupan ASI ini adalah karena
faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas
kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung serta gencarnya promosi susu (Arief, 2009).
Kurangnya informasi dan tidak adanya tenaga terlatih menunjukkan bahwa kesadaran
pemberian ASI hanya akan tumbuh dengan topangan informasi yang baik dan adanya dukungan
dari masyarakat. gencarnya promosi susu formula benar-benar merubah paradigma masyarakat
terhadap ASInya, dan menurunkan kepercayaan diri ibu bahwa ASI adalah sumber nutrisi
terbaik dan satu-satunya nutrisi ideal bagi bayi (Sugianto,2008).
Kecenderungan ibu primipara mempunyai pengetahuan rendah dimungkinkan karena
melahirkan seorang anak merupakan pengalaman baru, sehingga dapat menjadi stressor yang
pada akhirnya dapat menimbulkan krisis. Untuk itu mereka membutuhkan pemahaman atau
pengetahuan dan ketrampilan yang harus diperoleh melalui praktek tentang bagaimana cara
menyusui yang benar (WHO, 2002; 37). Pengetahuan tentang teknik menyusui harus dikuasai
dengan benar demi kelancaran pemberian ASI Eksklusif. Teknik tersebut meliputi posisi dan
perlekatan yang benar, langkah-langkah menyusui, cara pengamatan teknik menyusui dan lama
frekuensi menyusui. Yang paling penting dari teknik menyusui setelah tidak terdapat kendala
dari ibu maupun bayi adalah lama dan frekuensi yang tidak dijadwal sehingga tindakan
menyusui bayi dilakukan di setiap saat bayi membutuhkan, karena bayi akan menentukan
sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain
(kencing, kepanasan/kedinginan atau sekedar ingin didekap) atau ibu sudah merasa perlu
menyusui bayinya (Pernisa, 2004, dikutip Creasoft, 2008).
Teknik menyusui yang tidak dikuasai oleh ibu maka akan berdampak pada ibu dan bayi
itu sendiri. Dampak pada ibu bisa berupa mastitis, payudara bergumpal, puting sakit, sedangkan
pada bayi dapat dipastikan, bayi tidak akan mau menyusu yang berakibat bayi tidak akan
mendapat ASI eksklusif (Idrus, 2009).
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi sejak awal sangat penting dilakukan. Oleh
karena itu sudah menjadi tugas tenaga kesehatan khususnya bidan untuk dapat memberikan
pendidikan kesehatan baik itu melalui konseling, penyuluhan, media informasi seperti liflet,
lembar balik dan sebagainya. Pemberian HE sebaiknya diberikan pada waktu ibu masih hamil
sehingga ibu mempunyai motivasi untuk memberikan ASI eksklusif sejak awal.
B.
1.

TINJAUAN PUSTAKA.
Konsep Dasar Pengetahuan
a. Definisi
Pengetahuan (knowledge) adalah kebiasaan, keahlian / kepakaran, keterampilan,
pemahaman, atau pengertian yang diperoleh dari pengalaman, latihan atau melalui proses
belajar (Pratomo, 2005).
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep,

96

HOSPITAL MAJAPAHIT

b.

c.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh
manusia melalui pengamatan akal.Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan
akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau
dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru
dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan
tersebut (Wikipedia Indonesia, 2010).
Pengetahuan adalah hasil dan tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1) Tahu (know)
Tahu di artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari
sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang
di terima, ini adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk
mengukur dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya
2) Memahami (comprehension)
Memahami di artikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang di ketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang di pelajari.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
di pelajari pada situasi atau kondisi real (sebenamya). Aplikasi di sini dapat di artikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen - komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi,.
kemampuan analisis ini dapat di lihat dan penggunaan kata kerja, seperti
menggambarkan, membedakan, memisahkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formula baru dan formulasi
yang ada. Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian - bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru
misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, dan sebagainya terhadap suatu
teori atau rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek, penilaian di dasarkan pada suatu kriteria
yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada.
Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005), terdapat 2 cara untuk memperoleh pengetahuan
yaitu:
1) Cara tradisional
Cara tradisional di pakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan
sebelum di temukannya metode ilmiah, cara penemuan pengetahuan pada periode ini
antara lain:

97

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

a)

d.

e.

Cara coba - salah (Trial and error)


Cara ini telah di pakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin
sebelum adanya peradapan, cara coba salah ini di lakukan dengan
menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila
kemungkinan tersebut berhasil, di coba kemungkinan yang lain.
b) Kekuasaan (otoritas)
Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintahan, tokoh agama, maupun ahli
ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme sama di dalam
pengetahuan. Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang di
kemukakan orang yang mempunyai otoritas, tanpa lebih dulu menguji atau
membuktikan kebenaranya, baik berdasar fakta empiris maupun penalaran
sendiri.
c) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengetahuan adalah guru yang baik pepatah ini mengandung maksud bahwa
pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
d) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia pun ikut berkembang.
Dan sini manusia telah mampu menggunakan penalaranya dalam memperoleh
kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikiranya, baik
melalui induksi (proses penarikan kesimpulan ) maupun deduksi (pembuatan
kesimpulan).
2) Cara modern
Cara baru atau modem dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih
logis dan ilmiah, cara ini di sebut metode penelitian ilmiah
Jenis Pengetahuan
Menurut Pratono (2005) ada dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan eksplisit
dan pengetahuan tacit. Pengetahuan eksplisit dapat diungkapkan dengan kata-kata dan
angka, disebarkan dalam bentuk data, spesifikasi, dan buku petunjuk, sedangkan
pengetahuan tacit sifatnya sangat personal yang sulit diformulasikan sehingga sulit
dikomunikasikan kepada orang lain.
1) Explicit Knowledge. Bentuk pengetahuan yang sudah terdokumentasi/terformalisasi,
mudah disimpan, diperbanyak, disebarluaskan dan dipelajari. Contoh: manual, buku,
laporan, dokumen, surat dan sebagainya.
2) Tacit Knowledge. Bentuk pengetahuan yang masih tersimpan dalam pikiran manusia.
Misalnya gagasan, persepsi, cara berpikir, wawasan, keahlian/kemahiran, dan
sebagainya.
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Meliono yang dikutip di Wikipedia Indonesia (2010) pengetahuan
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:.
1) Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu
mencerdaskan manusia.
2) Media
Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi
contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.
3) Keterpaparan informasi
Pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary, adalah that of which one
is apprised or told: intelligence, news. Kamus lain menyatakan bahwa informasi
adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun ada pula yang menekankan informasi
sebagai transfer pengetahuan. Selain itu istilah informasi juga memiliki arti yang lain
sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi informasi yang mengartikannya sebagai

98

HOSPITAL MAJAPAHIT

f.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi,


mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.
Sedangkan informasi sendiri mencakup data, teks, image, suara, kode, program
komputer, databases .
Sedangkan menurut Erfandi (2009) yang mengutip dari beberapa sumber, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
1) Pendidikan.
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak
2) Mass media/informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan
tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media
massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.
3) Sosial budaya dan ekonomi.
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan
menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,
sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
4) Lingkungan.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses
masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal
ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon
sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5) Pengalaman.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh
dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam
bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional
serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan
mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara
ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
6) Usia.
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Dua sikap tradisional
mengenai jalannya perkembangan selama hidup.
Pengukuran Pengetahuan
Menurut Erfandi (2009) Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
memberikan seperangkat alat tes / kuesioner tentang object pengetahuan yang mau diukur,
selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing
pertanyaan diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0.

99

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan


skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa prosentase
dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:

Sp
x100%
Sm

Keterangan :
N
= Nilai pengetahuan
Sp
= Skor yang didapat
Sm = Skor tertinggi maksimum
Selanjutnya prosentase jawaban diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif dengan
acuan sebagai berikut :
1) Baik
: Nilai = 76-100%
2) Cukup
: Nilai = 56-75%
3) Kurang
: Nilai = 40-55%
4) Tidak baik : Nilai < 40%
Erfandi (2009)
2.

Konsep Dasar Menyusui


a. Definisi
Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air
susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan refleks menghisap untuk
mendapatkan dan menelan susu (Wikipedia, 2010). Menyusui adalah proses memberikan
makanan pada bayi dengan menggunakan air susu ibu langsung dari payudara ibu. Jadi
yang dimaksud disini bukan memberikan susu dengan menggunakan botol atau sarana
lainnya (Blogdokter, 2008)
b. Anjuran Inisiasi Menyusui Dini
Menurut Marimbi (2010) beberapa alasan ibu dianjurkan menyusui bayinya segera
setelah lahir sebagai berikut:
1) Menyusui bayi akan memberikan kepuasan dan ketenangan pada ibu, beberapa ahli
menyatakan bahwa menyusui akan memberikan rasa bangga pada ibu, karena ia telah
dapat memberikan kehidupan pada bayinya.
2) Hisapan bayi akan mempercepat proses kembalinya uterus keukuran yang normal
3) Hisapan bayi akan memperlancar produksi ASI
4) Penelitian membuktikan bahwa bayi yang disusui segera setelah lahir lebih jarang
menderita penyakit infeksi dan gizi bayi pada tahun pertama jauh lebih baik dibanding
dengan bayi yang terlambat diberi ASI.
c. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan frekuensi pemberian ASI
Menurut Marimbi (2010) adapun alasan penggunaan jarak waktu pemberian ASI,
ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan frekuensi pemberian ASI:
1) Jarak waktu menyusui yang terlalu dekat sering menyebabkan bayi tidak mampu
menghabiskan ASI yang ada dalam payudara ibu.
2) Payudara yang tidak habis/kosong terhisap akan melemahkan rangsangan terhadap selsel yang menghasilkan ASI, sehingga produksi ASI akan cepat menurun.
3) Seorang ahli kesehatan anak Share mengemukakan pendapatnya bahwa anak yang
makannya sedikit-sedikit akan mengakibatkan hilangnya nafsu makan karena kadar
gula dalam darah anak selalu tinggi, keadaan ini akan mengurangi nafsu makan anak
secara keseluruhan.
d. Teknik Menyusui
Menurut Perinasia yang dikutip Creasoft (2008) yang mengutip teknik menyusui
dapat dilihat sebagai berikut :
1) Posisi dan perlekatan menyusui
Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyususi yang tergolong
biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring

100

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

2)

e.

f.

3.

Langkah-langkah menyusui yang benar


Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi,
jangan hanya leher dan bahunya saja, kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi ke
dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu, dekatkan badan bayi
ke badan ibu, menyetuh bibir bayi ke puting susunya dan menunggu sampai mulut
bayi terbuka lebar
Cara pengamatan teknik menyusui yang benar
Menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu
menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya
atau bayi enggan menyusu. Apabila bayi telah menyusui dengan benar maka akan
memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut :
1) Bayi tampak tenang.
2) Badan bayi menempel pada perut ibu.
3) Mulut bayi terbuka lebar.
4) Dagu bayi menempel pada payudara ibu.
5) Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk.
6) Bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan.
7) Puting susu tidak terasa nyeri.
8) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
9) Kepala bayi agak menengadah.
Tips Untuk menyusui
1) Berikan ASI Sesuai Kebutuhan.
2) Cari Posisi yang Nyaman. Untuk menghindari nyeri di punggung bagian bawah,
jangan membungkuk saat memberikan AS1. Bawa bayi mendekati payudara. Duduk
di kursi yang menyediakan sandaran yang nyaman bagi punggung. Pilihan lain adalah
dengan berbaring menyamping atau berbaring menyamping dan bayi menghadap ke
ibu.
3) Gunakanlah Baju yang Lebar. Biasanya para ibu memilih menggunakan baju yang
lebar dengan kancing di bagian depan. ini akan mempermudah jika saat menyusui tiba.
4) Biarkan Bayi Mencari Posisinya sendiri. Saat menyusu adalah saat makan bagi bayi.
Diajuga akan membutuhkan kenyamanan. Bayi mungkin akan berhenti sebentar saat
menyusu, melihat ibunya dan sekeliling ruangan. ini sering terjadi dan hanyalah
istirahat sebentar. Tidak ada masalah dengan proses rnenyusu itu sendiri.
5) Hindari Ketergesaan dalam Menyusui. Jangan tergesa-gesa ketika sedang menyusui.
Gunakan waktu ini untuk menjalin ikatan di antara ibu dengan anak.
6) Tawarkan Kedua-duanya. Gunakan payudara yang berbeda saat memulai menyusui.
Susui bayi hingga payudara pertama terasa lembut. Apabila bayi bersendawa, coba
tawarkan payudara yang kedua.
7) Ikuti petunjuk bayi untuk mengetahui kapan saatnya berhenti. Kebanyakan bayi akan
berhenti menghisap ASI bila sudah kenyang. Kadang bayi langsung tertidur atau
melepaskannya begitu saja
8) Biasakan Puting. Puting mungkin akan terasa sedikit teriritasi pada beberapa minggu
pertama. Memang tidak nyaman, namun ini sangat normal dan akan terbiasa dengan
sendirinya.
9) Jangan Merokok ataupun Meminum Alkohol. Sangat penting untuk menghindari asap
rokok, baik sebagai perokok aktif ataupun perokok pasif. Dan hindari mengkonsumsi
minuman beralkohol karena kandungan alkohol dapat diteruskan pada bayi melalui
ASI. Keduanya sangat tidak baik bagi kesehatan ibu dan bayinya. Weni (2009)

Konsep Dasar ibu Paritas


a. Pengertian
Pengertian Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat
hidup (viabel) (Wiknjosastro,2002). Paritas adalah keadaan pada wanita yang telah

101

HOSPITAL MAJAPAHIT

b.

4.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

melahirkan janin yang beratnya 500 gram atau lebih, mati atau hidup dan apabila berat
badan tidak diketahui maka dipakai batas umur gestasi 22 minggu terhitung dari hari
pertama haid terakhir yang normal (UNPAD, 1998, dikutip oleh Nikilah, 2009).
Paritas ibu yang bersangkutan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas ibu dan
anak. Risiko terhadap ibu dan anak pada kelahiran bayi pertama cukup tinggi,akan tetapi
risiko ini tidak dapat di hindari. Kemudian risiko itu menuru pada paritas kedua dan ketiga
serta meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya (Mochamad, 2000; Cahyono,
2000, dikutip oleh Nikilah, 2009).
Macam-macam Paritas
1) Nullipara Seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang viable untuk
pertama kali
2) Primipara Wanita yang telah melahirkan bayi yang _iable untuk pertama kalinya
3) Multipara (pleuripara) Seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah _iable
beberapa kali, yaitu 2-4 kali
4) Grandemultipara Seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah _iable lima
kali atau lebih.
5) Great grandemultipara Seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah _iable
10 kali atau lebih. (Nikilah, 2009)

Kerangka Konseptual.
Ibu Primipara

Faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan :
1. Pendidikan
2. Media massa /
informasi
3. Sosial budaya
dan ekonomi.
4. Lingkungan
5. Pengalaman
6. Usia

Baik
76-100%

Pengetahuan ibu primipara tentang


teknik menyusui :
1. Definisi
2. Anjuran Inisiasi Menyusui Dini
3. Hal yang perlu dipertimbangkan
dalam menentukan frekuensi
pemberian ASI
4. Teknik Menyusui
5. Cara pengamatan teknik
menyusui yang benar
6. Tips Untuk menyusui

Cukup
56-75%

Kurang
40-55%

Teknik Menyusui :
1. Posisi dan
perlekatan
menyusui
2. Langkah-langkah
menyusui yang
benar

Benar

Salah

Tidak Baik
< 40%

Sumber : Modifikasi Perinasia yang dikutip Creasoft (2008) dan Erfandi (2009)
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
Gambar 16. Kerangka Konseptual Teknik Menyusui Yang Benar Pada Ibu Primipara Di
Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto

102

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

C. METODE PENELITIAN.
1. Desain Penelitian.
Peneliti menggunakan metode analitik karena bertujuan menganalisa, menjelaskan suatu
hubungan, menguji berdasarkan teori yang ada dan menggunakan pendekatan Cross Sectional
yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel
independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat dan tidak ada tindak lanjut
(Nursalam, 2008 : 83).
KERANGKA KERJA
Pengetahuan Ibu

1.
2.
3.
4.
5.

Teknik Menyusui Yang Benar

Informasi
Sosial budaya dan ekonomi
Lingkungan
Pengalaman
Usia

Gambar 17. Kerangka Kerja Teknik Menyusui Yang Benar Pada Ibu Primipara Di Desa
Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto
2.

Hipotesis.
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian
menegaskan apakah hipoteisis tersebut dapat diterima atau harus ditolak berdasarkan fakta atau
data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian.
H1 : Ada hubungan pengetahuan ibu primipara dengan teknik menyusui yang benar di Desa
Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.
Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan ibu primipara dengan teknik menyusui yang benar di
Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto.

3.

Populasi, Sampel, Variabel, Instrumen Penelitian, dan Definisi Operaisonal.


Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui di Desa Gayaman Kecamatan
Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada bulan Juli 2010 sebanyak 30 ibu primipara menyusui
dengan sampel yang digunakan adalah ibu menyusui di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar
Kabupaten Mojokerto tahun 2010 sebanyak 30 ibu primipara menyusui.
Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah Non probability Sampling dengan
sampling jenuh yaitu cara mengambil semua anggota populasi menjadi sampel (Hidayat, 2009).
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu
primipara tentang teknik menyusui, sedangkan variabel dependennya yaitu teknik menyusui
yang benar.
Instrumen penelitian ini menggunakan :
a. Pengetahuan
Lembar kuesioner untuk variabel pengetahuan dengan tipe kuesioner tertutup yang
sudah diuji validitas dan reliabilitasnya untuk variabel.
1) Uji validitas
Uji validitas instrumen/kuesioner dilakukan pada 10 responden dan hasilnya
dihitung pada = 0,05 dengan menggunakan rumus person products moment:

103

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Keterangan:
r
: koefisien korelasi
X
: jumlah skor item
Y
: jumlah skor total item
n
: jumlah responden
Kemudian menghitung nilai uji T dengan rumus:

2)

Keterangan:
r : koefisien korelasi
n : jumlah responden, (n-2=dk, derajat kebebasan)
Jika thit > ttabel berarti instrumen valid demikian sebaliknya jika thit < ttabel berarti
instrumen tidak valid yang tentunya tidak dapat digunakan dan dapat diperbaiki/
dihilangkan (Hidayat, 2007).
Uji reliabilitas
Reliabilitas data diukur dengan teknik belah dua atau rumus spearman Brown:

Keterangan:
r11 : koefisien reliabitas seluruh item
rb : koefisien products moment antar belahan
Analisis keputusan, apalagi r11 > rtabel berarti reliabel dan apabila r11< rtabel tidak reliabel
yang di hitung pada derajat kebebasan dk= n-2 dan = 0,05. (Hidayat, 2007)
b. Teknik Menyusui
Menggunakan lembar observasi. Peneliti menyusun lembar observasi berbentuk
chek list untuk memudahkan observasi.
Tabel 38. Definisi Operasional Teknik Menyusui Yang Benar Pada Ibu Primipara Di
Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto
Variabel
Independen :
Pengetahuan ibu
primipara tentang
menyusui

Definisi Operasional
Segala sesuatu yang diketahui
ibu primipara tentang teknik
menyusui, meliputi :
1. Definisi
2. Anjuran Inisiasi Menyusui
Dini
3. Hal yang perlu
dipertimbangkan dalam
menentukan frekuensi
pemberian ASI
4. Teknik Menyusui
5. Cara pengamatan teknik
menyusui yang benar
6. Tips Untuk menyusui
Alat ukur menggunakan
kuesioner

104

Kriteria
1. Baik : Nilai = 76-100%
2. Cukup : Nilai = 60-75%
3. Kurang : Nilai = < 60%
Arikunto (2006)

Skala
Ordinal

HOSPITAL MAJAPAHIT
Variabel
Dependen :
Teknik menyusui
yang benar

4.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011


Definisi Operasional

Kriteria

Kemampuan ibu untuk


1. Benar
melakukan teknik menyusui
Jika melakukan kedua
dengan benar :
teknik menyusui dengan
a. Posisi dan perlekatan
benar
menyusui
2. Salah
b. Langkah-langkah menyusui
Jika hanya melakukan
yang benar
salah satu teknik
Alat Ukur Mengunakan check
menyusui dengan benar
list
atau salah satunya

Skala
Nominal

Teknik Analisis Data.


a. Analisis Univariat
1) Pengetahuan ibu tentang menyusui
Setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 dan jika
salah diberi nilai 0 kemudian diinterpretasikan sebagai berikut :
a) Baik
: Nilai = 76-100%
b) Cukup
: Nilai = 56-75%
c) Kurang
: Nilai = 40-55%
d) Tidak baik : Nilai < 40%
2) Teknik Menyusui
a) Benar
Jika melakukan kedua teknik menyusui dengan benar
b) Salah
Jika hanya melakukan salah satu teknik menyusui dengan benar atau salah
satunya
b. Analisis bivariat
Setelah data di kelompokkan sesuai dengan subvariabel yang diteliti. Instrumen
yang telah diisi dilakukan pengolahan data dengan cara tabulasi silang dalam bentuk
prosentase (%) dan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu primipara dengan teknik
menyusui yang benar di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto
menggunakan uji statistik chi square.
( f0 fe )2
2
fe
Keterangan :
Fo : frekuensi observasi
Fe : frekuensi harapan
(Hidayat, 2007 : 137)
Dengan hipotesis H0 ditolak bila Xhit Xtab, berarti ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan ibu primipara dengan teknik menyusui yang benar di Desa
Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto bila Xhit Xtab.

105

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

D. HASIL PENELITIAN.
1. Data Umum.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur.
Tabel 39. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Desa Gayaman
Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada tanggal 16-17
Juli 2010.
No.
Umur
Frekuensi
Persentase (%)
1.
< 20 tahun
11
36,7
2.
20 35 tahun
19
63,3
3.
> 35 tahun
0
0
Total
30
100
Berdasarkan tabel 39 diketahui bahwa lebih dari 50% responden adalah berumur
20-35 tahun yaitu sebanyak 50 orang (61,7%).
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan.
Tabel 40. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Desa Gayaman
Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada tanggal 16-17
Juli 2010.
No.
Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
1.
SD
9
30
2.
SMP
9
30
3.
SMA
12
40
4.
Perguruan Tinggi
0
0
Total
30
100
Berdasarkan tabel 40 diketahui bahwa paling banyak responden berpendidikan
SMA yaitu sebanyak 12 orang (75,3%).
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan.
Tabel 41. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di Desa Gayaman
Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada tanggal 16-17
Juli 2010.
No.
Pekerjaan
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Bekerja
15
50
2.
Tidak bekerja
15
50
Total
30
100
Berdasarkan tabel 41 menunjukkan bahwa hampir setengahnya responden

bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 37 orang (45,7%).


2.

Data Khusus.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan.
Tabel 42. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan di Desa
Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada
tanggal 16-17 Juli 2010.
No.
Pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Baik
7
40
2.
Cukup
11
36,7
3.
Kurang
12
23,3
Total
30
100
Berdasarkan tabel 42 menunjukkan bahwa paling banyak responden

mempunyai pengetahuan kurang tentang teknik menyusui yang benar


sebanyak 12 orang (40%).

106

yaitu

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

b.

Karakteristik Responden Berdasarkan Pelaksanaan Teknik Menyusui.


Tabel 43. Karakteristik Responden Berdasarkan Pelaksanaan Teknik
Menyusui di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten
Mojokerto pada tanggal 16-17 Juli 2010.
No.
Teknik Menyusui
Frekuensi
Persentase (%)
1.
Salah
14
46,7
2.
Benar
16
53,3
Total
30
100
Berdasarkan tabel 43 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden melakukan
teknik menyusui dengan benar yaitu sebanyak 16 orang (53,3%).

c.

Analisa data hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan tehnik menyusui
yang benar.
Tabel 44. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Ibu Primipara Dengan
Tehnik Menyusui Yang Benar di Desa Gayaman Kecamatan
Mojoanyar Kabupaten Mojokerto pada tanggal 16-17 Juli 2010.
Pengetahuan
TOTAL
Tehnik
No.
Kurang
Cukup
Baik
Menyusui
f
(%)
f
(%)
f
(%)
f
(%)
1. Benar
3
10
7
23,3
6
20
16
53,3
2. Salah
9
30
4
13,3
1
3,3
14
46,7
12
40
11
36,7
7
23,3
30
100
Jumlah
Nilai sig (2-tailed) = 0,006
Nilai koefisien korelasi spearmans rho = 0,491
Berdasarkan Tabel 44 di atas dapat dilihat bahwa dari 30 responden dalam
penelitian ini, paling banyak responden yang melakukan teknik menyusi dengan benar
adalah responden berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 7 responden (23,3%). Sedangkan
paling banyak responden yang melakukan teknik menyusui salah adalah responden
berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 9 responden (30%).
Hasil Tabel tabulasi silang, selanjutnya dilakukan perhitungan spearmans rho
dengan bantuan SPSS v16 for windows. Hasil uji spearmans rho derajat kemaknaan 0,05
didapatkan nilai signifikansi 0,006, sehingga nilai 0,006 < 0,05 yang berarti H0 ditolak dan
ada hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan tehnik menyusui yang benar Di
Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Untuk melihat seberapa erat
hubungan tersebut dapat dilihat dari nilai korelasi spearmans rho sebesar 0,491, menurut
Somantri (2006) nilai tersebut termasuk dalam kategori cukup erat.

E.
1.

PEMBAHASAN.
Pengetahuan ibu di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto
Berdasarkan tabel 42 didapatkan data bahwa paling banyak responden mempunyai
pengetahuan kurang tentang teknik menyusui yang benar yaitu sebanyak 12 orang (40%). Fakta
lain yang didapat dari penelitian berdasarkan kuesioner adalah paling banyak responden tidak
dapat menjawab bahwa kepala bayi agak menengadah adalah teknik menyusui yang benar dan
bagaimana cara perlekatan yang benar. Sedangkan paling banyak responden mengetahui bahwa
menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI)
dari payudara ibu.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca
indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Tingkat
pengetahuan ibu tentang teknik menyusui nantinya akan diaplikasikan dalam penyusuan
bayinya, aplikasi sendiri menurut Notoatmodjo (2003) diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi real ( sebenamya). Aplikasi

107

HOSPITAL MAJAPAHIT

2.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

di sini dapat di artikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa paling banyak responden mempunyai
pengetahuan yang kurang tentang teknik menyusui yang benar, dapat mempengaruhi
keberhasilan pemberian ASI. Perlu diketahui adalah bahwa pengetahuan seseorang tidak dapat
terbentuk dengan sendirinya. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan baik dengan cara kuno
seperti coba-salah, otoriter, pengalaman pribadi ataupun jalan pikiran. Adapula yang
memperoleh pengetahuan dengan cara modern seperti metode penelitian ilmiah dan lain-lain.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan seseorang dalam hal ini
adalah pengetahuan tentang teknik menyusui yang benar.
Faktor utama yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah umur. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa dari 30 responden penelitian, paling banyak responden yang
mempunyai pengetahuan kurang adalalah responden berusia 20-35 tahun yaitu sebanyak 7
responden (23,3%), dan paling sedikit responden yang berpengetahuan baik adalah responden
yang berusia kurang dari 20 tahun yaitu sebanyak 1 responden (3,3). Dari beberapa teori
menyebutkan bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Oleh karena itu banyaknya responden yang
berpengatahuan kurang dikarenakan mereka belum matang dalam menerima informasi yang
didapatkan terutama tentang teknik menyusui yang benar dan hal tersebut sangat mempengaruhi
perilaku pemberian ASI pada bayi mereka nantinya.
Faktor pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan responden tentang teknik
menyusui yang benar. Berdasarkan hasil tabulasi silang pengetahuan dengan pendidikan, paling
banyak responden yang berpengetahuan baik adalah responden berpendidikan SMA yaitu
sebanyak 7 responden (23,3%) sedangkan responden yang berpendidikan SD tidak satupun yang
berpengetahuan baik. Menurut Erfandi (2009) pengetahuan sangat erat kaitannya dengan
pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan
semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan
rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak
berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan
formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Tidak ada satupun
responden yang berpendidikan SD berpengetahuan baik harus selalu dapat mengakses sumbersumber informasi tentang teknik menyusui yang benar terutama dari lingkungan sekitar
(tetangga, keluarga, teman, dll) dan juga dari tenaga kesehatan supaya mereka dapat
meningkatkan pengetahuan mereka.
Pekerjaan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan responden tentang
teknik menyusui yang benar. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 30 responden
penelitian, paling banyak responden yang tidak bekerja mempunyai pengetahuan kurang tentang
teknik menyusui yang benar yaitu sebanyak 8 responden (26,7%). Pekerjaan sangat
berhubungan dengan interaksi seseorang dengan orang lain di lingkungan pekerjaannya.
Menurut Erfandi (2009) lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena
adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu.
Banyaknya responden yang berinteraksi dengan seseorang di lingkungan pekerjaan
dapat menambah banyaknya referensi tentang teknik menyusui yang benar dan hal tersebut akan
dapat meningkatkan pengetahuannya, pekerjaan juga dapat menyediakan informasi lebih banyak
dari berbagai media, seperti media cetak dan elektronik. Oleh karena itu responden yang bekerja
cenderung mempunyai pengetahuan lebih baik tentang teknik menyusui yang benar.
Pelaksanaan teknik menyusui di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten
Mojokerto

108

HOSPITAL MAJAPAHIT

3.

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

Berdasarkan tabel 43 di atas menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden melakukan
teknik menyusui dengan benar yaitu sebanyak 16 orang (53,3%). Fakta lain yang didapat dari
penelitian melalui observasi adalah kebanyakan ibu tidak tahu teknik perlekatan yang benar dan
paling banyak ibu mengetahui teknik menyusui dengan rebahan.
Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu
(ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan refleks menghisap untuk mendapatkan dan
menelan susu (Wikipedia, 2010). Menurut Perinasia yang dikutip Creasoft (2008) terdapat
berbagai macam posisi menyusui. Cara menyususi yang tergolong biasa dilakukan adalah
dengan duduk, berdiri atau berbaring. Sedangkan langkah-langkah menyusui yang benar adalah
Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi, jangan hanya
leher dan bahunya saja, kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga
hidung bayi berhadapan dengan puting susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyetuh bibir
bayi ke puting susunya dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.
Banyaknya responden yang melakukan teknik menyusui dengan benar dapat
mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI, namun responden yang melakukan teknik
menyusui dengan salah juga masih banyak. Kebanyakan mereka tidak mengetahui posisi
perlekatan payudara dengan mulut bayi dengan benar. Banyak faktor yang mempengaruhi
teknik menyusui yang dilakukan oleh ibu primipara.
Berdasarkan tabulasi silang usia dengan teknik menyusui didapatkan paling banyak
responden berusia 20-35 tahun melakukan teknik menyusui dengan benar. Menurut Erfandi
(2009) semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Walaupun responden merupakan
ibu primipara namun pada rentang usia ini responden sudah matang dalam menerima dan
menerapkan informasi yang telah diterimanya terutama pada penerapan teknik menyusui yang
benar.
Faktor pendidikan juga berpengaruh terhadap penerapan teknik menyusui. Berdasarkan
tabulasi silang paling banyak responden berpendidikan SMA melakukan teknik menyusui
dengan benar yaitu sebanyak 9 responden (30%). Menurut Meliono (2010) Pendidikan adalah
sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita
kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia. Dengan pendidikan yang
tinggi responden semakin dewasa untuk menerima dan menerapkan informasi yang didapatkan,
dengan pengetahuan yang baik tentang teknik menyusui yang benar dan manfaatnya terhadap
keberhasilan menyusui, maka mereka cenderung untuk patuh melakukan dari informasi yang
telah diterimanya.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi pelaksanaan teknik menyusui yang benar adalah
pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian paling banyak responden yang tidak bekerja melakukan
teknik menyusui yang salah yaitu sebanyak 10 responden (33,3%). Banyaknya responden yang
tidak bekerja menerapkan teknik menyusui yang salah sangat disayangkan karena mengingat
waktu mereka yang banyak untuk melakukan penyusuan pada bayinya, dengan seringnya
menyusui pada bayinya seharusnya pengalaman mereka lebih banyak dari ibu bekerja. Menurut
Erfandi (2009) pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Hasil penelitian tersebut mungkin tidak sesuai
dengan teori yang ada namun perlu ditekankan ibu yang bekerja pun dapat melakukan teknik
menyusui yang benar walaupun waktu mereka terbatas untuk menyusui bayinya, hal tersebut
banyak diakibatkan mereka mengerti akan pentingnya ASI sehingga mereka selalu berusaha
untuk menyusui bayinya dengan teknik yang benar.
Hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan tehnik menyusui yang benar Di
Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto
Berdasarkan analisa data pada tabel 44 didapatkan dari 30 responden dalam penelitian
ini, paling banyak responden yang melakukan teknik menyusi dengan benar adalah responden
berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 7 responden (23,3%). Sedangkan paling banyak

109

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

responden yang melakukan teknik menyusui salah adalah responden berpengetahuan kurang
yaitu sebanyak 9 responden (30%).
Hasil Tabel tabulasi silang, selanjutnya dilakukan perhitungan spearmans rho dengan
bantuan SPSS v16 for windows. Hasil uji spearmans rho derajat kemaknaan 0,05 didapatkan
nilai signifikansi 0,006, sehingga nilai 0,006 < 0,05 yang berarti H0 ditolak dan ada hubungan
antara pengetahuan ibu primipara dengan tehnik menyusui yang benar Di Desa Gayaman
Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Untuk melihat seberapa erat hubungan tersebut
dapat dilihat dari nilai korelasi spearmans rho sebesar 0,491, menurut Somantri (2006) nilai
tersebut termasuk dalam kategori cukup erat.
Menurut Nikilah (2009) primipara adalah wanita yang telah melahirkan bayi yang
viabel untuk pertama kalinya. Kemampuan primipara untuk melakukan penyusuan dengan benar
berhubungan dengan pengalaman dan pengetahuan. Menurut Erfandi (2009) Pengalaman
sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan
dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan
keterampilan serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan
mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan
etik yang bertolak dari masalah nyata dalam apa yang akan dilakukannya.
Sedangkan menurut Perinasia (2008) teknik menyusui yang benar dapat memberikan
efek antara lain bayi tampak tenang, badan bayi menempel pada perut ibu, mulut bayi terbuka
lebar, dagu bayi menempel pada payudara ibu, sebagian areola masuk kedalam mulut bayi,
areola bawah lebih banyak yang masuk, bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan,
puting susu tidak terasa nyeri, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus, kepala bayi
agak menengadah.
Terdapatnya hubungan antara pengetahuan ibu primipara dengan tehnik menyusui yang
benar menegaskan bahwa pengetahuan teknik menyusui yang benar harus diketahui oleh ibu
menyusui khususnya ibu primipara. Karena dengan keberhasilan menyusui dengan teknik yang
benar maka bayi akan mendapatkan nutrisi yang cukup yang terkandung dalam ASI. Selain itu
terdapat juga kebanggaan dalam diri si ibu bahwa dia juga mampu memberikan ASI pada
bayinya secara lancar, selain itu dampak lain seperti dampak ekonomi dimana ibu tidak harus
mengeluarkan uang untuk membeli susu.
Masih terdapatnya responden yang berpengetahuan baik namun masih salah
menerapkan teknik menyusui, dikarenakan ibu tersebut masih ragu untuk bisa menyusui
bayinya dengan benar mengingat ibu tersebut adalah ibu primipara yang baru pertama kali
melakukan penyusuan terhadap bayinya.
Peran tenaga kesehatan sangat penting untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan juga
penerapan teknik menyusui yang benar, seperti dengan mengadakan program penyuluhan
tentang cara melakukan teknik menyusui yang benar ataupun dengan kunjungan rumah untuk
memantau pemberian ASI yang dilakukan oleh ibu menyusui khususnya ibu primipara.
F.

PENUTUP.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa paling banyak responden mempunyai pengetahuan
kurang tentang teknik menyusui yang benar yaitu sebanyak 12 orang (40%). Lebih dari 50%
responden melakukan teknik menyusui dengan benar yaitu sebanyak 16 orang (53,3%). Hasil uji
spearmans rho derajat kemaknaan 0,05 didapatkan nilai signifikansi 0,006, sehingga nilai
0,006 < 0,05 yang berarti H0 ditolak dan ada hubungan antara pengetahuan ibu primipara
dengan teknik menyusui yang benar Di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten
Mojokerto
Bagi masyarakat khususnya ibu-ibu yang mempunyai bayi, walaupun masih merupakan
pengalaman pertama menyusui namun harus selalu mencari informasi tentang teknik menyusui
yang benar baik itu melalui tenaga kesehatan atau lingkungan sekitar. Dan terutama bagi kader
untuk turut serta berperan aktif dalam rangka meningkatkan pengetahuan ibu tentang teknik

110

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol 3. No. 2, Nopember 2011

menyusui yang benar melalui bimbingan atau penyuluhan pada pertemuan rutin dan pengajian
ibu-ibu secara rutin dan berkala.
DAFTAR PUSTAKA.
Arief, B. (2009). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Menyusui Yang Mengalami Putting Susu
Lecet Pada Saat Awal Laktasi. (http://ebdosama.blogspot.com, diakses tanggal 30 April
2010).
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Budiarto, Eko. (2002). Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.
Creasoft. (2008). Teknik Menyusui yang benar. (http://creasoft.wordpress.com/, diakses tanggal 3
Mei 2010).
Erfandi, Prohealth. (2009). Pengetahuan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. diakses tanggal
28 April 2010
Hidayat, A.A. (2007). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayat, A.A. (2009). Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba
Medika.
Hidayat, A.A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba
Medika.
Marimbi. Hanum. (2010). Tumbuh Kembang, Status Gizi Dan Imunisasi Dasar Balita. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Pratomo. Budiman. (2005). Manajemen Pengetahuan. (http://Arfandi0900.Blog.Binusian.Org,
diakses tanggal 28 April 2010).
Roesli, Utami. (2000). Menyusui. (http://tutorialkuliah.blogspot.com, diakses tanggal 25 April 2010).
Somantri, 2006. Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Bandung : Pustaka Setia.
Sugianto. (2008). Menyusui, langkah Perlindungan, (http://sentralaktasiindonesia.wordpress.com,
diakses tanggal 30 April 2010).
Sugiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Jakarta : Alfabeta.
Surjadi, Pratiwi. (2008). Mungkinkah ASI Kurang. (http://corpusalienum.multiply.com, diakses
tanggal 25 April 2010).
Wikipedia Indonesia. (2010). Pengetahuan. (http://Id.Wikipedia.com, diakses tanggal 25 April
2010).

111

Anda mungkin juga menyukai