Halusinasi
Disusun oleh:
Npm : 201521038
TA 2017/2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi kami
kesehatan, kesempatan dan kemauan sehingga kami dapat menyelesaikan SAP “ halusinasi“
Penulisan SAP ini bertujuan untuk melengkapi tugas ujian praktek mata kuliah
PENDIDIKAN DALAM KEPERAWATAN, selain itu SAP ini juga bertujuan untuk
menggambarkan serta menjelaskan bagaimana komunikasi yang baik dalam pemberian Asuhan
Keperawatan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu hingga
makalah ini dapat terselesaikan. Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa kami adalah
manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Selain itu kami juga mempunyai
keterbatasan kemampuan, maka dari itu kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca,
agar makalah ini menjadi lebih baik.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar………………………………………………………………………….. 2
Daftar isi…………………………………………………………………………………3
A. Standar kompetensi………………………………......…………………………..4
B. Kompetensi dasar…………………………………….........……………………..4
C. Indikator………………………………………………..........…………………..4
D. Materi………………………………………………...........……………………..5
E. Metode pembelajaran………………………………………...…………………..5
F. Kegiatan belajar-mengajar………………………………………………………..5
G. Media atau alat…………………………………………………..……………….6
H. Referensi…………………………………………………………………………6
I. Penilaian atau evaluasi…………………………………………….……………..6
Daftar pustaka
3
SATUAN ACARA PENGAJARAN
Semester :1
Prodi : S1 Keperawatan
Waktu : 15 menit
Dosen pengampuh :
A. Standar Kompetensi
Mahasiswa mampu memahami tentang bagaimana komunikasi teraupetik yang baik
sesuai dengan kompentesi yang diharapkan.
B. Kompetesi dasar
1. Mahasiswa mampu menjelaskan Pengertian Halusinasi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Jenis Halusinasi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Tanda Gejala
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi Halusinasi
5. Mahasiswamampu menjelaskan Tindakan Keperawatan Keluarga dengan Halusinasi.
C. Indikator
1. mampu menjelaskan Pengertian Halusinasi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Jenis Halusinasi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Tanda Gejala
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi Halusinasi
5. Mahasiswamampu menjelaskan Tindakan Keperawatan Keluarga dengan Halusinasi.
4
D. Materi
1. Pengertian Halusinasi
2. Jenis Halusinasi
3. Tanda Gejala
4. Patofisiologi Halusinasi
5. Tindakan Keperawatan Keluarga dengan Halusinasi
6. Metode pembelajaran
1. Ceramah
2. Tanya jawab
7. Media / Alat
1. Infocus
2. Materi ajar dengan power point
5
7. memberi
reinforcement
positif
9. Evaluasi
Yosep, Yusnita. (2012). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama.
Rahmawati (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Renata Komalasari & Alfina Hany,
Penerjemah). Jakarta: EGC.
6
LAMPIRAN MATERI ACARA PENGAJARAN
Konsep Halusinasi
A. Pengertian Halusinasi
B. Jenis Halusinasi
Jenis halusinasi menurut Cancro dan Lehman dalam Videbeck (2008)
yaitu halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, taktil,
kinestetik atau gerakan. Stuart (2007) mengatakan bahwa halusinasi dapat
terjadi pada salah satu dari 5 modalitas sensosi utama penglihatan,
pendengaran, bau, rasa, dan perabaan persepsi terhadap stimulus eksternal
dimana stimulus tersebut sebenarnya tidak ada. Halusinasi pendengaran
merupakan halusinasi yang paling sering terjadi. Penelitian Sousa (2007)
menyebutkan bahwa tipe halusinasi yang sering muncul adalah halusinasi
pendengaran sebanyak 69,23%, diikuti dengan halusinasi penglihatan sebesar
8,59 %, selanjutnya halusinasi taktil sebesar 5,72%, dan sisanya halusinasi tipe
lain. Maka halusinasi dapat terjadi berupa stimuluspalsu terhadap seluruh panca
7
indera, tetapi yang paling banyak terjadi adalah halusinasi
pendengaran(Yusnipah, 2012).
D. Patofisiologi Halusinasi
8
Patofiologi halusinasi yaitu menurut Maramis (2004), halusinasi dapat
didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus, individu merasa ada stimulus yang sebetulnya tidak ada,
pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara, bisa juga berupa
suara-suara bising dan mendengung, tetapi paling sering berupa kata- kata yang
tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien,
sehingga klien menghasilkan respon tertentu seperti bicara sendiri. Suara bisa
berasal dari dalam diri individu atau dari luar dirinya. Isi suara tersebut dapat
memerintahkan sesuatu pada klien atau seringnya tentang perilaku klien sendiri,
klien merasa yakin bahwa suara itu dari Tuhan, sahabat dan musuh
(Rahmawati, 2014).
1) Tahap dirasakan oleh klien sebagai pengalaman yang memberi rasa nyaman,
dengan perilaku yang sering ditampilkan pada tahapan ini adalah tersenyum
atau tertawa sendiri, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi.
2) Tahap menyalahkan, pada tahap ini dikarakteristikan sebagai pengalaman
sensori dan isolasi diri.
3) Tahap mengontrol, perilaku yang ditampilkan pada tahap ini adalah perintah
halusinasi dituruti, sulit berhubungan dengan orang lain, dan rentang perhatian
hanya beberapa detik.
9
4) Tahap menguasai, perilaku yang sering dimunculkan pada tahap ini adalah
perilaku panik, perilaku mencederai diri sendiri atau orang lain, dan potensial
bunuh diri.
10
Merawat pasien berarti juga harus terlibat langsung dalam program
pengobatan pasien. Peran keluarga dibutuhkan dalam mengawasi pasien minum
obat. Oleh karena itu penting bagi keluarga untuk mengetahui tentang obat dan
efek samping obat. Keluarga diharapkan mengetahui manfaat obat, jenis, dosis,
waktu, cara pemberian, dan efek samping obat. Kondisi halusinasi dalam
perawatan dan pengobatannya bisa dikontrol oleh obat (Videbeck, 2008 dalam
Yusnipah, 2012). Penatalaksanaan terpentingnya adalah bagaimana pasien
dengan halusinasi tahu manfaat obat, kemudian mau minum obat dan patuh,
sehingga mampu mengikuti dan mempertahankan terapinya untuk mengontrol
halusinasinya (Suwardiman, 2011). Pemberian informasi yang Tingkat
pengetahuan tepat tentang obat pada keluarga penting untuk keberhasilan
perawatan pasien halusinasi. Faktor keluarga menempati hal vital penanganan
pasien gangguan jiwa di rumah. Hal ini mengingat keluarga adalah support
sistem terdekat dan 24 jam bersama-sama dengan pasien. Keluarga sangat
menentukan apakah pasien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang
mendukung secara optimal akan membuat pasien mampu survive dalam kondisi
apapun. Jika keluarga tidak mampu merawat pasien maka pasien akan kambuh
bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit. Perawat dituntut harus
melatih keluarga pasien agar mampu merawat pasien gangguan jiwa di rumah
(Keliat, 1996 dalam Yusnipah, 2012).
11
Daftar Pustaka
Yosep, Yusnita. (2012). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama.
Rahmawati (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Renata Komalasari & Alfina Hany,
Penerjemah). Jakarta: EGC.
12