Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Skizofrenia

1. Definisi

Skizofrenia adalah gangguan mental yang berat. Gangguan ini ditandai dengan

gejala-gejala seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan kognitif

dan persepsi. Tampak bahwa gejala-gejala skizofrenia menimbulkan dampak berat

dalam kemampuan individuterhadap berpikir dan memecahkan masalah, serta

kehidupan afek yang mengganggu kehidupan sosial. Kesemuanya itu mengakibatkan

pasien dengan skizofrenia mengalami fungsi ataupun ketidakmampuan dalam

menjalani hidupnya, sangat terhambat produktivitasnya dan nyaris terputus relasi

dengan orang lain (Arief, 2009).

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu

gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi,

pikiran afek, dan prilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan

intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat

berkembang dalam perjalanan penyakit ini (Hawari, 2011).

2. Etiologi

Skizofrenia pada seseorang dapat disebabkan oleh beberapa faktor dibawah ini

antara lain :

a. Faktor Genetik

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gen yang mewarisi seseorang sangat

kuat mempengaruhi resiko seseorang mengalami skizofrenia. Studi pada keluarga

telah menunjukkan bahwa semakin dekat relasi seseorang dengan pasien

skizoprenia, makin besar resikonya untuk mengalami penyakit tersebut.


b. Faktor Biokimia

Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang

disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron

berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia

berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-

bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap

dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang

berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain

seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan.

c. Faktor Psikologis dan Sosial

Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga

mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic

mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang

memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi

penyebab skizofrenia pada anak-anaknya.

3. Tipe-Tipe

Diagnosis skizofrenia berawal dari Diagnostic and Statitical Manual of

Mental Disorders (DSM). Untuk itu skizofrenia dibagi menjadi beberapa tipe.

Diagnosis skizofrenia ditegakkan berdadarkan gejala yang dominan. Adapun tipe-

tipe skizofrenia adalah sebagai berikut :

a. Tipe Paranoid

Kriteria diagnostik untuk menegakkan skizofrenia tipe paranoid adalah :

1) Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering mengalami halusinasi

audiotorik.

2) Tidak ada ciri berikut yang mencolok : bicara kacau, motorik kacau, atau afek

yang tidak sesuai atau datar (Arif, 2007).


b. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)

Kriteria diagnostik untuk menegakkan skizofrenia tipe disorganized adalah :

1) Semua kriteria berikut cukup menonjol yaitu : pembicaraan kacau, tingkah

laku kacau, afek datar atau inappropriate.

2) Tidak memenuhi kriteria untk tipe katatonik.

c. Tipe Katatonik

Kriteria diagnostik untuk menegakkan skizofrenia tipe paranoid adalah :

1) Ketidakbergerakan motorik sebagaimana terbukti dengan adanya catalepsy

atau gemetar.

2) Aktivitas motor yang berlebihan yang tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi

oleh stimulus eksternal.

3) Gerakan-gerakan yang khas tidak terkendali.

4) Menirukan bicara dan prilaku orang lain. (Arif, 2009).

d. Tipe Undifferentiated

Kriteria diagnostik untuk menegakkan skizofrenia tipe paranoid adalah

sejenis skizofrenia dimana gejal-gejala memenuhi kriteria tipe A tetapi tidak

memenuhi kriteria untuk skizofrenia tipe paranoid, disorganized, ataupun

katatonik.

e. Tipe Residual

Kriteria diagnostik untuk menegakkan skizofrenia tipe paranoid adalah :

1) Tidak ada yang menonjol dalam hal delusi, halusinasi, pembicaraan kacau,

tingkah laku kacau atau tingkah laku katatonik.

4. Tanda dan Gejala

Menurut Keliat (2011) tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh klien dengan

skizofrenia adalah sebagai berikut :


a. Gejala Positif

1) Waham : keyakinan yang salah, tidak sesuai dengan kenyataan, dipertahankan

dan disampaikan berulang-ulang.

2) Halusinasi : gangguan penerimaan panca indera tanpa ada stimulus eksternal

(halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman, dan perabaan).

3) Perubahan arus pikir

a) Arus piker terputus : dalam pembicaraan tiba-tiba tidak dapat melanjutkan

isi pembicaraan.

b) Inkoheren : berbicara tidak selaras dengan lawan bicara

c) Neologisme : menggunakan kata-kta yang hanya dimengerti oleh diri

sendiri, tetapi tidak dimengerti oleh orang lain.

4) Perubahan perilaku

a) Hiperaktif : perilaku motoric yang berlebihan

b) Agitasi : perilaku yang menunjukkan kegelisahan

c) Iritabilitas : mudah tersinggung.

b. Gejala Negatif

1) Sikap masa bodoh (apatis)

2) Pembicaraan terhenti tiba-tiba (blocking)

3) Menarik diri dari pergaulan sosial (isolasi diri)

4) Menurunnya kinerja dan aktivitas sehari-hari.

B. Konsep Risiko Bunuh Diri

1. Definisi Risiko Bunuh Diri

Risiko bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan

dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri

karenapasien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang

maladaptif.Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara

berulang tanpa rencanayang spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang
spesifik untuk bunuh diri. Olehkarena itu, diperlukan pengetahuan dan keterampilan

perawat yang tinggi dalam merawatpasien dengan tingkah laku bunuh diri, agar

pasien tidak melakukan tindakan bunuh diri (Nihiyati, 2015).

Risiko bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individuresiko menyakiti diri

sendiri atau melakukan tindakan ynag dapat mengancam nyawa. Perilaku destruktif

diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Pada umumnya bunuh diri

adalah suatu tindakan meladaktir dengan cara mencederai bahkan menghilangkan

nyawa sendiri yang dilakukan secara sadar untuk mengakhiri keputusan (Azizah,

2016). Resiko bunuh diri suatu penyakit yang mencederai nyawa sendiri dan akan

mengakibatkan kematian.

2. Penyebab Resiko Bunuh Diri


Penyebab resiko bunuh diri berdasarkan proses terjadinya menurut ( Benjamin
& Virginia, 2010 ) sebagai berikut :
1. Faktor Sosiologis

- Teori Durkheim

Membagi bunuh diri menjadi tiga kategori :

a. Bunuh diri eguistik berlaku bagi mereka yang tidak terintegrasi kuat
kedalam kelompok sosial manapun
b. Bunuh diri altruistik berlaku untuk mereka yang rentang terhadap buhuh diri
karena integrasi mereka yang berlebihan kedalam kelompok.
c. Bunuh diri anomik berlaku bagi orang yang itegrasinya kedalam masyarakat
terganggu sehingga mereka tidak dapat mengikuti norma prilaku yang
lazim

2. Faktor Psikologis

- Teori Freud : Keyakinan bahwa bunuh diri menunjukkan agresi yang di


arahkan untuk melawan objek cinta yang di introjeksikan
serta “cathected” secara ambivelen.

- Teori Menninger : Bahwa bunuh diri sebagai pembunuhan yang dibalik


kedalam diri sendiri karena kemarahan pasien pada orang
lain.
- Teori Terkini : keinginan bunuh diri dari khayalan mereka mengenai
apa yang akan terjadi dan apa akibatnya jika mereka
bunuh diri.

3. Faktor Biologis

Berkurangnya serotonim sentral memainkan peran didalam prilaku bunuh


diri.

4. Faktor Genetik

Suatu perilaku bunuh diri, seperti gangguan psikiatrik lainnya, cenderung


menurun didalam keluarga. Pada pasien psikatrik, riwayat bunuh diri didalam
keluarga meningkatkan risiko percobaan bunuh diri dan bunuh diri yang
berhasil pada sebagian besar kelompok diagnostik.

1. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Bunuh Diri

Terdapat banyak faktor yang dapat mengakibatkan seseorang

melakukan percobaan bunuh diri, menurut Husain (2010:67) diantaranya

yaitu:

a. Adanya gangguan psikologis

Gangguan psikologis dapat menimbulkan tindakan-tindakan

berbahaya, baik itu merupakan tindakan bunuh diri yang mematikan,

maupun bunuh diri yang tidak mematikan. Depresi dan skizophrenia

merupakan gangguan psikologis yang sering berkaitan dengan percobaan

bunuh diri. dalam studi yang digelar pada tahun 1990, ditemukan bahwa

dari 60% laki-laki dan 44% perempuan yang melakukan percobaan

bunuh diri menderita depresi. (Apter&Freudenstein, 2000) selain itu

antara 30% sampai 50% penderita skizophrenia minimal sekali

melakukan percobaan bunuh diri.

b. Penggunaan alkohol dan narkotik (Substance Abuse)

Penggunaan alkohol dan narkotik merupakan factor yang sangat

penting dalam percobaan bunuh diri, hal ini dapat dilihat dari berbagai
penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan narkotik dan obat-

obatan lainnya iku ambil bagian dalam kasus bunuh diri dengan

prosentase antara 25% sampai 55%.

c. Krisis kepribadian (Personality Disorder)

Meskipun hubungan antara krisis kepribadian dan bunuh diri belum

diyakini secara umum, tapi beberapa penelitian terkini menunjukkan

bahwa krisis kepribadian merupakan faktor penting dalam melakukan

percobaan bunuh diri. (Linehan et al, 2000) Krisis kepribadian didapatka

pada 40%-53% dari orang-orang yang melakukan percobaan bunuh diri.

(Brent et al, 1994 ; Lesage et al, 1997 ; Roy&Draper, 1996)

d. Penyakit-penyakit jasmani (Physical Illnesses)

Penyakit-penyakit jasmani termasuk hal-hal yang paling sering

mengakibatkan bunuh diri, khususnya bagi orang-orang tua.

(Harwood&Jacoby, 2000) Rasa sakit merupakan faktor penting dalam

sekitar 20% dari kasus bunuh diri yang dilakukan orang-orang tua.

banyak riset yang mengkaji hubungan antara penyakit jasmani yang

kronis dan bunuh diri.

e. Faktor-faktor genetis (Genetic Factors)

Para pakar yang akhir-akhir ini meneliti bunuh diri secara biologis

menyatakan bunuh diri memiliki kesiapan-kesiapan genetis. Meskipun

tindakan bunuh diri yang dilakukan salah satu anggota keluarga atau

kerabat bukanlah sebab langsung bagi bunuh diri, namun para anggota

keluarga ini lebih rentan terhadap bunuh diri dari pada yang lain. Hal ini

mengacu pada kenyataan bahwa depresi dan penyakit-penyakit lainnya


memiliki kesiapan genetis. Jika tidak mendapatkan penanganan,

penyakit-penyakit ini bisa jadi mengakibatkan tindakan bunuh diri.

f. Perubahan dalam bursa kerja (Labour Market)

Revolusi ekonomi dan teknologi yang terjadi di dunia telah

membawa dampak positif dan negatif, disengaja dan tidak sengaja, baik

dalam bidang ekonomi, sosial, kejiwaan, politik dan budaya. Semua ini

mempengaruhi kesehatan penduduk dunia, diantara permasalahan serius

yang dihadapi dunia secara bersama adalah semakin bertambahnya

jumlah pengangguran. Krisis moneter dan ekonomi di dunia

mengakibatkan bertambahnya pengangguran dan menimbulkan bahaya

yang serius.

g. Kondisi keluarga

Kebanyakan remaja yang memiliki prilaku bunuh diri menghadapi

berbagai problem keluarga yang membawa mereka kepada kebimbangan

tentang harga diri, serta menumbuhkan perasaan bahwa mereka tidak

disukai, tidak diperlukan, tidak dipahami dan tidak dicintai. Mayoritas

mereka berasal dari keluarga yang menerapkan system pendidikan yang

tidak layak. Biasanya para orangtua yang berada disekitar anak berlaku

keras terhadapnya, mengabaikannya, atau hanya memperhatikan

pertumbuhan fisiknya saja dan bukan prilakunya. Hilangnya cinta kadang

ikut berperan bagi perkembangan bahaya bunuh diri. Kehilangan cinta ini

bisa terjadi karena faktor kematian, perceraian, atau menurunnya kasih


sayang orantua dan orang-orang yang memiliki kedudukan penting

dalam kehidupan seseorang.

h. Pengaruh media massa

Berita tentang bunuh diri kadang dapat memicu

tindakan bunuh diri, terutama bagi orang-orang yang memang

telah mempersiapkan diri untuk melakukannya. Ketika mereka

tahu bahwa orang yang mati bunuh diri sebelumnya hidup

dengan posisi dan keadaan yang sama dengan yang mereka

alami, maka itu bisa mendorong mereka untuk meniru dan

melakukan perbuatan yang sama.

3. Proses Terjadinya Risiko Bunuh Diri


Penyebab bunuh diri , dari masing-masing golongan usiamenurut
(Azizah, 2016) adalah sebagai berikut :
1. Pada Anak
a. Pelarian dalam penganiayaan atau pemerkosaan
b. Situasi keluarga yang kacau
c. Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
d. Gagal sekolah
e. Takut atau dihina disekolah
f. Kehilangan orang yang dicintai
g. Dihukum orang lain
2. Pada Remaja
a. Hubungan antarpersonal yang tidak bermakna
b. sulit mempertahanakan hubungan antarpersonal
c. pelariaan dari penganiayaan fisi atau pemerkosaan
d. pemeriksaan tidak dimengerti orang lain
e. keadaan fisik
f. masalah dengan orang tua
g. masalah seksual
3.Pada Dewasa
a. self ideal terlalu tinggi
b. cemas akan tugas akademik yang abnyak
c. kegagalana akademik
d. kehilangan penghargaan dan kekasih tersayang
e. kompetisi untuk sukses
4.Pada Usia Lanjut
a. Perubahan status dari amndiri ketus dari amndiri ke
ketergantuangan
b. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
c. Perasaan tidak bearti di masyarakat
d. Kesepian dan isolasi sosial
e. Kehilangan ganda
f. Sumber hidup berkurang

4. Rentang Respon Resiko Bunuh Diri


Rentang respon resiko bunuh diri adalah :
Respon Adaptif Respon maladaptif

Peningkat Pengambilan Perilaku Pencederaan Bunuh diri


an Diri resiko yang destruktif-diri diri
meningkatkan tidak langsung
pertumbuhan

Keterangan :
1. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri.
2. Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami prilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang
seharusnya dapt mempertahankan diri.
3. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat terhadap situasi
ynag membutuhkan dirinya untuk memeprtahankan diri
4. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada (putus asa)
5. Bunuh diri
Seseorang telah emlakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang (Azizah, 2016).

5. Tahapan Resiko Bunuh Diri


Tahapan resiko bunuh diri adalah :
1. Suicide ideation
Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau
sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi / tindakan,
bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengunkapkan idenya
apabila tidak ditekan
2. Suicide Intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri
3. Suicide Threat
Pada tahap ini klien mengeksperesikan adanya keinginan atau
hasrat yang dalam, bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya
4. Suicide Gesture
Pada tahap ini klien menunjukan prilaku destruktif yang diarahkan
pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam
kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh
diri. Hal ini terjadi karenan inidividu mengalami imbivalen antara
mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati.
5. Suicide attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi
ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang
mematikan.
6. Suicide
Tindakan yang bermasud membunuh diri sendiri (Azizah, 2016).

6. Tanda Dan Gejala Risiko Bunuh Diri


Tanda dan gejala risiko bunuh diri adalah:
1) Mengungkapkan keinginan untuk mati
2) Mengunkapkan rasa bersalah dan keputuasaan
3) Implusif
4) Menunjukkan perilaku yang mencurigakan
5) Verbal terselubung
6) Status emosional (Azizah, 2016).

C. Konsep Asuhan Keperawatan

Klien yang mengalami risiko bunuh diri sukar mengontrol diri dan

emosi. Untuk itu perawat harus mempunyai kesadaran diri yang tinggi agar

dapat menerima diri sendiri dan klien dengan baik sehingga dapat melakukan

terapeutik dalam merawat klien.

1. Pengkajian

Menurut Ilyus Yosep (2009), data dasar pengkajian pada klien

dengan Risiko Bunuh Diri ditunjukkan pada semua aspek, yaitu

biopsikososial-kultural dan spiritual.

a. Aspek biologis
Respon biologis timbul karena kegiatan saraf otonom berekasi

terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat.

Takikardi, muka merah.

b. Aspek psikologis

Kehilangan objek berkaitan dengan agresi dan kemarahan, perasaan

negative terhadap diri, dan depresi. Pola kognitif negativ yang

berkembang, memandang rendah diri sendiri.

c. Aspek sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan

ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain.

Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah

laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan

mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai dengan suara

yang keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri,

menjauhkan diri dari orang lain, dan menolak mengikut aturan.

d. Aspek spiritual

Kepercayaan nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu

dengan lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang dimiliki

dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan moral

dan terasa tidak berdosa.

Sedangkan menurut Keliat dkk (2019) data yang perlu dikaji pada

klien dengan Risiko bunuh diri adalah :

a) Data Subjektif : Klien mengancam ingin bunuh


diri,mengungkapkan ingin mati, menyatakan

putus asa.
b) Data Objektif : Banyak diam, murung, menyiapkan alat untuk

melakukan rencana bunuh diri, kontak mata

kurang, banyak melamun, terlihat sedih.

2. Pohon Masalah

Menurut Direja (2013), Koping keluarga dan regimen terapeutik

yang tidak efektif dapat menyebabkan klien mengalami kekambuhan

berulang dapat menyebabkan risiko bunuh diri yang pernah dialami oleh

klien sebelumnya kambuh kembali sehingga klien beresiko untuk

melakukan perilaku kekerasan.

Penyebab lainnya yaitu harga diri rendah yang merupak suatu

perilaku negatif dan perasaan terhadap diri atau kemampuan diri yang

negatif, perilaku ini dapat diekspresikan secara langsung maupun tak

langsung.

Harga diri klien yang rendah menyebabkan klien merasa malu dan

mengisolasi dirinya (isolasi sosial), sehingga dapat terjadi halusinasi,

dampak lanjut dari kejadian ini adalah klien beresiko mengalami perilaku

kekerasan yaitu klien tidak mampu mengekspresikan marahnya secara tak

konstruktif, klien akan melakukan tindakan yang dapat menciderai diri

sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Pohon masalah resiko perilaku

kekerasan dapat dilihat pada bagan 2.1 berikut ini :


Bagan 2.1
Risiko Bunuh Diri
Resiko Tinggi Mencederai Diri, Orang Lain, dan Lingkungan

Risiko Bunuh Diri

Regimen Terapeutik
Inefektif Harga Diri Rendah
Koping Keluarga

Sumber : Direja (2011)

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat

profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan

klien, baik aktual maupun potensial, yang ditetapkan berdasarkan analisis

dan interprestasi data hasil pengkajian (Asmadi, 2015).

Menurut Direja (2013) diagnosa keperawatan meliputi :

a. Risiko Bunuh diri

b. Risiko perilaku kekerasan

c. Prilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, dan lingkungan).

d. Harga diri rendah.

4. Intervensi

Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien,

keluarga, dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan

keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami klien. (Asmadi, 2015).


Rencana asuhan keperawatan secara teoritis pada klien yang

mengalami Risiko Bunuh Diri (Keliat, 2019) adalah :

1) Mengamankan lingkungan dari risikobunuh diri (lingkungan

aman)

2) Membangun harapan dan masa depan

a. Diskusikan tujuan dari kehidupan

b. Diskusikan membangun harapan terkait diri sendiri, orang

yang berarti dalam kehidupan

c. Diskusikan cara dan tekad untuk mencapai harapan dan

masa depan

d. Latih untuk mencapai harapan dan masa depan

3) Latih cara mengendalikan dorongan bunuh diri :

a. Diskusikan dan buat daftar aspek positif diri dan lakukan

afirmasi positif

b. Diskusikan dan buat daftar aspek positif dari orang yang

berarti dalam hidup dan lakukan afirmasi positif

c. Diskusikan dan buat daftar aspek positif dari lingkungan

dan lakukan afirmasi positif

d. Latih semua aspek positif yang dimiliki dari diri sendiri,

orang yang berarti dan

e. Latih mengevaluasi perasaan dan pikiran atas

keberhasilan latihan
4) Berikan motivasi untuk membangun harapan dan

mengendalikan dorongan bunuh diri

5) Minta klien menghubungi care giver (keluarga) dan tenaga

kesehatan jika tidak dapat mengendalikan dorongan bunuh

diri

6) Berikan pengawasan ketat dan terkendali jika klien tidak

dapat mengendalikan dorongan bunuh diri (perawatan

intensif).

5. Implementasi

Implementasi proses keperawatan terdiri dari rangkaian aktivitas

keperawatan dari hari ke hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan

dengan cermat. Perawat melakukan pengawasan terhadap efektifitas

intervensi yang dilakukan, bersamaan pula menilai perkembangan klien

terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. (Dinarti, 2009).

6. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,

rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan

perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap

pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi dengan menggunakan

Subjek (S) Objek (O) Analisa (A) Perencanaan (P) (Nursalam, 2010).

Anda mungkin juga menyukai