Anda di halaman 1dari 43

PROSES KEPERAWATAN DALAM PELAYANAN HOME CARE

KEPERAWATAN HOME CARE HEALTH (HCN)

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6

1. LILIK SUPARWATI P07220218010


2. LOIS GREIS DOMBULAN P07220218011
3. MARIA REGOLINDA OLO P07220218012
4. M. BALEGH PRASTA PRIBADI P07220218017
5. PRISKA P07220218026
6. RIZA NUR FAUZI P07220218028
7. YUDISTIRA WAHYU PRADANA P07220218039

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Proses Keperawatan
Dalam Pelayanan Home Care” untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Komunitas.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, oleh


sebab itu kami berterima kasih kepada bapak Ns. Andi Parellangi,
S.Kep.,M.Kep.MH.Kes selaku pembimbing dalam menyusun makalah ini,
sehingga penulis dapat menyusun makalah ini sesuai dengan kaidah dalam
membuat karya tulis.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi orang yang membacanya.

Samarinda, 08 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
D. Sistematika Penulisan...................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Pengertian Home Care..................................................................................3
B. Proses Keperawatan Pada Home Care..........................................................4
C. Tujuan proses keperawatan...........................................................................9
D. Langkah-langkah Pelayanan Home Care....................................................59
E. Kasus Dengan Kondisi Khusus...................................................................10
1. Klien dengan Post-Partum.......................................................................10
2. Home Care Pada Klien Dengan Kondisi Lanjut Usia.............................21
3. Klien dengan Gangguan Kesehatan Mental…………………………….26

BAB III..................................................................................................................35
PENUTUP.............................................................................................................35
A. Kesimpulan...............................................................................................35
B. Saran...........................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................37

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan kesehatan dirumah merupakan salah satu
bentuk implikasi dari strategi pembangunan kesehatan dalam rangka
menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat
serta meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang berkualitas. Pelaksanaan pelayanan keperawatan kesehatan di
rumah yang profesional akan melibatkan keluarga pasien dan berbagai
disiplin ilmu sesuai kebutuhan. Kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan
di rumah dilakukan guna menunjang proses penyembuhan,
pemulihan, maupun peningkatan kesehatan pasien.

Pelayanan keperawatan yang berkualitas mempunyai arti bahwa


pelayanan yang diberikan kepada individu, keluarga ataupun masyarakat
haruslah baik (bersifat etis) dan benar (berdasarkan ilmu dan hukum
yang berlaku). Hukum yang mengatur praktik keperawatan telah tersedia
dengan lengkap, baik dalam bentuk undang-undang kesehatan, maupun
surat keputusan Menkes tentang praktik keperawatan. Dengan demikian
melakukan praktik keperawatan bagi perawat di Indonesia adalah
merupakan hak sekaligus kewajiban profesi untuk mencapai visi Indonesia
sehat tahun 2010. Implementasi praktik keperawatan yang dilakukan oleh
perawat sebenarnya tidak harus dilakukan di rumah sakit, klinik, ataupun di
gedung puskesmas tetapi dapat juga dilaksanakan dimasyarakat maupun
dirumah pasien. Pelayanan keperawatan yang dilkukan dirumah pasien
disebut Home Care

Home Care adalah suatu pelayanan kesehatan secara komprehensif


yang diberikan kepada klien individu dan atau keluarga di tempat tinggal
mereka (di rumah), bertujuan untuk memandirikan klien dalam pemeliharaan
kesehatan, meningkatkan derajat kesehatan, upaya pencegahan penyakit dan
resiko kekambuhan serta rehabilitasi kesehatan (Warhola dalam Bukit, 2008).
Kebutuhan akan layanan home care sangatlah tinggi, hal ini seiring dengan
peningkatan prevalensi penyakit kronis atau long life disease, seperti stroke,
penyakit jantung dan diabetes melitus.

1
Perawat yang melakukan pelayanan keperawatan di rumah (home
care) mempunyai peran untuk meningkatkan kemampuan keluarga untuk
mencegah penyakit dan pemeliharaan kesehatan sehingga penerapan proses
keperawatan di rumah, terjadi proses alih peran dari perawat kepada klien dan
keluarga (sasaran), dan diharapkan secara bertahap dapat mencapai
kemandirian klien beserta keluarga sasaran dalam menyelesaikan masalah
kesehatannya (Sinaga et al, 2017).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang diangkat pada
makalah ini adalah “Bagaimana proses keperawatan dalam pelayanan home
care”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana proses keperawatan dalam pelayanan home care
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian home care
b. Mengetahui tujuan proses keperawatan home care
c. Mengetahui tahap proses keperawatan home care
d. Penanganan kasus kondisi khusus home care

D. Sistematika Penulisan
1. Makalah ini diawali dengan halaman judul, kata pengantar, dan daftar isi.
2. BAB I yang merupakan pendahuluan dibagi menjadi beberapa sub-bab
seperti latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan
sistematika penulisan.
3. BAB II yang merupakan tinjauan pustaka dibagi menjadi beberapa
bagian sub-bab seperti pengertian, tujuan, tahap dan penanganan kasus
khusus home care
4. BAB III yang merupakan penutup yang dibagi menjadi beberapa sub-bab
yaitu kesimpulan dan saran.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Home Care


Home Care adalah komponen dari pelayanan kesehatan yang
komprehensif dimana pelayanan kesehatan disediakan untuk individu dan
keluarga di tempat tinggal mereka dengan tujuan mempromosikan,
mempertahankan atau memaksimalkan level kemandirian serta
meminimalkan efek ketidakmampuan dan kesakitan termasuk di dalamnya
penyakit terminal. Definisi ini menggabungkan komponen dari home care
meliputi pasien, keluarga, pemberi pelayanan yang profesional (multidisiplin)
dan tujuannya, yaitu untuk membantu pasien kembali pada level kesehatan
optimum dan kemandirian.

Menurut Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Departemen


Kesehatan RI dalam makalahnya pada seminar nasional 2007 tentang home
care: “Bukti Kemandirian Perawat” menyebutkan bahwa pelayanan
keperawatan kesehatan di rumah sebagai salah satu bentuk praktik mandiri
perawat. Pelayanan keperawatan di rumah merupa sintesis dari pelayanan
keperawatan kesehatan komunitas dan keterampilan teknis keperawatan
klinik yang berasal dari spesialisasi keperawatan tertentu. Pelayanan
keperawatan kesehatan di rumah mencakup upaya untuk menyembuhkan,
mempertahankan, memelihara dan meningkatkan kesehatan fisik, mental atau
emosi pasien. Pelayanan diberikan di rumah dengan melibatkan pasien dan
keluarga atau pemberi pelayanan yang lain.

Perawatan kesehatan di rumah merupakan salah satu jenis dari


perawatan jangka panjang (long term care) yang dapat diberikan oleh tenaga
profesional maupun non profesional yang telah mendapatkan pelatihan.
Perawatan di rumah merupakan lanjutan asuhan keperawatan yang dilakukan
di rumah sakit yang sudah termasuk dalam rencana pemulangan (discharge
planing) dan dapat dilaksanakan oleh perawat dari rumah sakit semula, oleh

3
perawat komunitas dimana pasien berada, atau tim keperawatan khusus yang
menangani perawatan di rumah. Perawatan di rumah harus diberikan sesuai
dengan kebutuhan individu dan keluarga, direncanakan, dikoordinasikan dan
disediakan oleh pemberi pelayanan yang diorganisir untuk memberi
pelayanan di rumah melalui pengaturan berdasarkan perjanjian. Pelayanan
home care merupakan suatu komponen rentang keperawatan yang
berkesinambungan komprehensif diberikan kepada individu dan keluarga di
tempat tinggal mereka, yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan
atau memulihkan kesehatan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan
meminimalkan akibat dari penyakit termasuk penyakit terminal.

B. Proses Keperawatan Pada Home Care


1. Mekanisme Pelayanan Home Care
Berikut ini adalah mekanisme pelayanan Home Care menurut Triwibowo
(2012)
a. Proses Penerimaan Kasus
1) Unit pelayanan keperawatan kesehatan di rumah menerima pasien
dari rumah sakit, puskesmas, sarana pelayanan kesehatan lain dan
dikirim dari keluarga/kelompok atau masyarakat.
2) Pimpinan pelayanan keperawatan kesehatan di rumah menunjuk dan
memberikan mandat kepada salah seorang perawat untuk menjadi
seorang manajer kasus untuk mengelola kasus tersebut.
3) Manajer kasus membuat surat persetujuan dan dilanjutkan untuk
melakukan proses pengelolaan kasus.
b. Proses Pelayanan Keperawatan Kesehatan di Rumah
1) Persiapan
a) Pastikan tentang nama, alamat, nomer telpon pasien atau
keluarga yang dituju.

4
b) Bawa denah petunjuk arah tempat tinggal pasien, kenali kondisi
keamanan dan berbagai faktor resiko di lingkungan yang akan
dikunjungi.
c) Bawa kartu identitas diri atau identitas unit tempat kerja
saudara kepada pasien atau keluarga
d) Rencanakan kebutuhan alat untuk mencuci tangan, pengkajian
fisik dan intervensi keperawatan secara langsung, pastikan
perlengkapan yang dimiliki pasien di rumah
e) Siapkan file asuhan keperawatan pasien
f) Dapatkan informasi tentang sumber-sumber di keluarga dan
masyarakat.
g) Siapkan informasi dan alat bantu/media untuk pendidikan
kesehatan.
2) Pelaksanaan
a) Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
b) Observasi lingkungan berkaitan dengan keamanan perawat
c) Minta keluarga menandatangani form persetujuan pelayanan
keperawatan kesehatan di rumah (untuk kunjungan pertama
kali)
d) Lengkapi pengkajian data dasar pasien, review program
pengobatan mencakup efek terapi dan efek samping obat yang
diberikan, anjurkan pasien atau keluarga menginformasikan
masalah-masalah yang dihadapi.
e) Diskusikan rencana pelayanan yang telah dibuat untuk pasien
dan identifikasi kemajuan atau hal lain yang perlu ditingkatkan.
f) Lakukan perawatan langsung dan pendidikan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan
g) Diskusikan kebutuhan rujukan, kolaborasi dan konsultasi yang
diperlukan.
h) Diskusikan rencana kunjungan selanjutnya dan aktifitas yang
akan dilakukan

5
i) Dokumentasikan kegiatan/informasi yang diperoleh
3) Monitoring dan evaluasi
Monitoring dilakukan oleh tim kesehatan terkait dengan melihat
perubahan status medis, perubahan kemampuan fungsional pasien,
kebutuhan pendidikan pasien dan keluarga. Evaluasi berdasarkan :
a) Keakuratan dan kelengkapan pengkajian data awal
b) Menilai kesesuaian perencanaan dan ketepatan dalam melakukan
tindakan/pelayanan
c) Menilai efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tindakan yang
dilakukan oleh pelaksana
4) Proses penghentian pelayanan keperawatan kesehatan di rumah
kriteria kegiatan penghentian pelayanan keperawatan kesehatan di
rumah :
a) Hasil pelayanan telah tercapai sesuai tujuan
b) Kondisi pasien stabil
c) Program rehabilitasi tercapai secara maksimal
d) Keluarga sudah mampu melakukan perawatan pasien di rumah
e) Pasien dirawat kembali di rumah sakit
f) Pasien pindah ke sarana kesehatan lain
g) Pasien mengelola pelayanan lebih lanjut
h) Pasien pindah tempat ke lokasi lain
i) Pasien meninggal dunia

2. Gambaran Pelayanan Asuhan Keperawatan Home Care


Menurut Azwar (1996), pelayanan asuhan keperawatan profesional
membutuhkan strategi dan standar kompetensi tertentu, untuk menjamin
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu. American Nurses
Association (ANA) 1998 telah mengembangkan standar praktek perawatan
rawat rumah yang mewajibkan perawat untuk selalu mengkaji mutu
asuhan dan mengembangkan upaya untuk meningkatkan mutu asuhan
keperawatan. Standar ini dikembangkan menggunakan pendekatan proses

6
keperawatan melalui tahap-tahap pengkajian, penentuan diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, berdasarkan standar
keperawatan komunitas.
Gambaran aktifitas asuhan keperawatan pasien rawat rumah,
menurut Smith (1995), terbagi menjadi beberapa fase dari kunjungan
rumah sebagai berikut :
a. Pengkajian
Pengkajian keperawatan terdiri dari pengkajian fisik “head to toe”,
mengkaji sistem tubuh pasien, mengkaji kebutuhan psikososial,
kemampuan fungsi motorik dan sensorik, mengkaji pengobatan, nutrisi,
keamanan dan kenyamanan lingkungan pasien serta mengkaji
kebutuhan perawatan kolaborasi dengan tim medis atau non medis
lainnya.
Pengkajian difokuskan pada :
1) Pengkajian riwayat kesehatan:
a) Respon dan persepsi pasien terhadap status kesehatan
b) Riwayat penyakit masa lalu
c) Faktor resiko
d) Kemampuan mengatasi masalah
e) Riwayat penyakit keluarga
2) Pengkajian lingkungan sosial dan budaya
a) Status sosial ekonomi
b) Kondisi tempat tinggal dan lingkungan
c) Ketersediaan sumber-sumber yang dibutuhkan pasien
d) Tersedianya dukungan keluarga
e) Faktor budaya yang mempengaruhi kesehatan
3) Pengkajian spiritual mencakup nilai dan keyakinan yang dianut
yang mempengaruhi kesehatan
a) Pemeriksaan fisik dan status kesehatan saat ini
b) Pengkajian kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari.

7
c) Pengkajian kemampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data yang
terkumpul untuk merefleksi respon pasien. Diagnose keperawatan yang
dirumuskan berkaitan dengan masalah actual, dan resiko, atau potensial.
c. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses penyusunan strategi atau intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, mengurangi,
memelihara, atau mengatasi masalah kesehatan pasien yang telah
diidentifikasi dan telah divalidasi selama fase perumusan diagnosa.
Dalam merumuskan perencanaan ini menekankan pada partisipasi
pasien, keluarga, dan koordinasi dengan anggota tim kesehatan lain.
Perencanaan mencakup penentuan prioritas masalah, penentuan tujuan
serta penyusunan rencana tindakan secara komprehensif.
d. Implementasi
Intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan prosedur
keperawatan hasil pengkajian dan discharge planning yang ada,
menetapkan masalah dan kebutuhan pelayanan keperawatan serta
melaksanakan prosedur tindakan keperawatan sesuai kebutuhan pasien
seperti memasang kateter, merawat luka, perawatan kolostomi,
penggantian peritoneal dialysis, dll. Dalam melakukan keperawatan,
dilakukan kerjasama dengan pasien keluarga, pelaku rawat dan tenaga
lain (kesehatan maupun non kesehatan). Tindakan yang dilakukan
mengacu pada SOP (Standar Operating Procedure) yang berlaku. Jenis
tindakan yang dapat dilakukan yaitu tindakan yang bersifat mandiri
maupun tindakan kolaborasi.
e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengukur efektifitas dan efisiensi
pelayanan yang telah dilakukan dan sejauh mana pemanfaatan sumber-
sumber yang tersedia. Evaluasi dilakukan selama proses pemberian

8
pelayanan asuhan keperawatan maupun pada akhir pemberian asuhan
keperawatan.

C. Tujuan proses keperawatan


Hidayat (2021), tujuan proses keperawatan secara umum adalah untuk
menghasilkan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi sehingga masalah
kebutuhan klien dapat teratasi. Sedangkan untuk mencapai tujuan umum
tersebut terdapat tujuan khusus yang sesuai dengan tahapan dari proses
keperawatan yang harus dicapai yaitu:

1. Perawat mampu mengidentifikasi berbagai kebutuhan dasar klien.


2. Perawat mampu menentukan masalah keperawatan pada klien setelah
dilakukan identifikasi masalah.
3. Perawat mampu menentukan rencana tindakan keperawatan yang cocok
untuk mengatasi masalah klien.
4. Perawat melakukan evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan, untuk
menentukan tingkat keberhasilan asuhan keperawatan.

Manurung (2011), tujuan proses keperawatan adalah sebagai berikut:

1. Mengaplikasikan metode pemecahan masalah dalam praktik


keperawatan.
2. Menggunakan standar untuk praktik keperawatan.
3. Memperoleh metoda yang baku dan sesuai, rasional dan sistematis dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
4. Memperoleh metoda yang dapat digunakan dalam segala situasi.
5. Memperoleh hasil asuhan keperawatan dengan kualitas tinggi.

D. Langkah-langkah Pelayanan Home Care


Kholifah (2012), ada beberapa fase dalam memberikan pelayanan
keperawatan di keluarga/rumah :

9
1. Fase preinisiasi/persiapan
Pada fase ini perawat mendapatkan data yang akan dikunjungi dari
Puskesmas atau kader kesehatan. Perawat perlu membuat laporan
pendahuluan untuk kunjungan yang akan dilakukan dan kontrak waktu
dengan keluarga.
2. Fase inisiasi/perkenalan
Fase ini mungkin memerlukan beberapa kali kunjungan. Selama fase ini
perawat dan keluarga berusaha untuk saling mengenal dan mengetahui
keluarga menanggapi suatu masalah kesehatan.
3. Fase implementasi
Pada fase ini perawat melakukan pengkajian dan perencanaan untuk
menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Melakukan intervensi sesuai
rencana. Eksplorasi nilai-nilai keluarga dan persepsi keluarga terhadap
kebutuhan. Berikan pendidikan kesehatan sesuai sumber daya yang
dimiliki keluarga dengan berbagai media yang sesuai.
4. Fase terminasi
Perawat membuat kesimpulan hasil kunjungan berdasarkan pencapaian
tujuan. Menyusun rencana tindak lanjut. Tinggalkan nama dan alamat
perawat dengan nomer telpon.
5. Fase pasca kunjungan
Perawat membuat dokumentasi lengkap tentang hasil kunjungan untuk
disimpan di pelayanan kesehatan setempat.

E. Kasus Dengan Kondisi Khusus

1. Klien dengan Post-Partum


a. Definisi Pelayanan Nifas
Pelayanan nifas merupakan pelayanan kesehatan yang sesuai
standar pada ibu mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan
oleh tenaga kesehatan. Asuhan masa nifas penting diberikan pada ibu
dan bayi, karena merupakan masa krisis baik ibu dan bayi. Enam

10
puluh persen (60%) kematian ibu terjadi setelah persalinan, dan 50%
kematian pada masa nifas terjadi 24 jam pertama. Demikian halnya
dengan masa neonatus juga merupakan masa krisis dari kehidupan
bayi. Dua pertiga kematian bayi terjadi 4 minggu setelah persalinan,
dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi 7 hari setelah lahir.
b. Jadwal Kunjungan Rumah Pada Masa Nifas

Kunjungan pada masa nifas dilakukan minimal 4 x. Adapun tujuan


kunjungan rumah untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir serta
mencegah, mendeteksi dan menangani komplikasi pada masa nifas.
Kunjungan rumah memiliki keuntungan sebagai berikut: perawat
dapat melihat dan berinteraksi dengan keluarga dalam lingkungan
yang alami dan aman serta perawat mampu mengkaji kecukupan
sumber yang ada, keamanan dan lingkungan di rumah. Sedangkan
keterbatasan dari kunjungan rumah adalah memerlukan biaya yang
banyak, jumlah perawat terbatas dan kekhawatiran tentang keamanan
untuk mendatangi pasien di daerah tertentu.

Jadwal kunjungan rumah pada masa nifas sesuai dengan program


pemerintah meliputi :

1) Kunjungan I (6-8 jam postpartum), meliputi:


a) Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atonia uteri.
b) Deteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan serta
lakukan rujukan bila perdarahan berlanjut.
c) Pemberian ASI awal.
d) Konseling ibu dan keluarga tentang cara mencegah
perdarahan karena atonia uteri.
e) Mengajarkan cara mempererat hubungan ibu dan bayi baru
lahir.
f) Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi.

2) Kunjungan II (6 hari postpartum), meliputi:


a) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus

11
berkontraksi baik, tinggi fundus uteri di bawah umbilikus,
tidak ada perdarahan abnormal.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan.
c) Memastikan ibu cukup istirahat, makanan dan cairan.
d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak
ada tanda-tanda kesulitan menyusui.
e) Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
3) Kunjungan III (2 minggu postpartum)
Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang
diberikan pada kunjungan 6 hari post partum.
4) Kunjungan IV (6 minggu postpartum), meliputi:
a) Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa
nifas.
b) Memberikan konseling KB secara dini.
c. Asuhan Lanjutan Masa Nifas Di Rumah
1) Prinsip pemberian asuhan lanjutan pada masa nifas di rumah
meliputi:
a) Asuhan postpartum di rumah berfokus pada pengkajian,
penyuluhan dan konseling.
b) Pemberian asuhan keperawatan di rumah, perawat dan
keluarga dilakukan dalam suasana rileks dan kekeluargaan.
c) Perencanaan kunjungan rumah.
d) Keamanan

2) Perencanaan kunjungan rumah meliputi:


a) Kunjungan rumah tidak lebih 24-48 jam setelah pasien
pulang.
b) Memastikan keluarga sudah mengetahui rencana kunjungan
rumah dan waktu kunjungan perawat telah direncanakan
bersama.
c) Menjelaskan maksud dan tujuan kunjungan.
3) Merencanakan tujuan yang ingin dicapai dan menyusun alat
serta perlengkapan yang digunakan.
a) Memikirkan cara untuk menciptakan dan mengembangkan

12
hubungan baik dengan keluarga.
b) Melakukan tindakan yang sesuai standar pelayanan
keperawatan dalam pemberian asuhan.
c) Membuat pendokumentasian hasil kunjungan.
d) Menyediakan sarana telepon untuk tindak lanjut asuhan.
4) Keamanan pada saat kunjungan rumah meliputi:
a) Mengetahui alamat lengkap pasien dengan jelas.
b) Menggambar rute alamat pasien.
c) Memperhatikan keadaan di sekitar lingkungan rumah pasien
sebelum kunjungan.
d) Memberitahu rekan kerja ketika melakukan kunjungan.
e) Membawa telepon selular sebagai alat komunikasi.
f) Membawa cukup uang.
g) Menyediakan senter (kunjungan malam hari).
h) Memakai tanda pengenal dan mengenakan pakaian yang
sopan.
i) Waspada pada bahasa tubuh yang diisyaratkan dari siapa saja
yang ada selama kunjungan.
j) Menunjukkan perasaan menghargai di setiap kesempatan.
k) Saat perasaan tidak aman muncul, segeralah akhiri
kunjungan.
d. Pelaksanaan Asuhan Masa Nifas Di Rumah
1) Ibu baru pulang dari rumah sakit Ibu baru pulang dari RS meliputi:
a) Keputusan bersama antara tenaga kesehatan dengan
ibu/keluarga.
b) Perawat memberikan informasi tentang ringkasan proses
persalinan, hasil dan info lain yang relevan.
c) Mengulang kembali bilamana perlu.

2) Kunjungan postnatal rutin Kunjungan postnatal rutin meliputi:


a) Kunjungan rumah dilakukan minimal 2x setiap hari.
b) Mengajarkan ibu dan keluarga tentang perawatan bayi baru
lahir.

13
c) Mengajarkan ibu untuk merawat diri.
d) Memberikan saran dan nasehat sesuai kebutuhan dan
realistis.
e) Perawat harus sabar dan telaten menghadapi ibu dan bayi.
f) Melibatkan keluarga saat kunjungan rumah.
3) Pengamatan pada psikologi ibu
a) Memberikan pendidikan kesehatan tanda bahaya masa nifas.
b) Perawat mengobservasi perilaku keluarga.
c) Meluangkan waktu untuk sharing dengan ibu dan keluarga.
d) Memberikan dukungan.
e) Melakukan dokumentasi pasca kunjungan.
f) Perencanaan skrining test.
g) Memberikan penyuluhan sehubungan dengan kebutuhan pada
masa nifas.
e. Pendidikan Kesehatan Masa Nifas
1) Gizi
Pendidikan kesehatan gizi untuk ibu menyusui antara lain:
konsumsi tambahan 500 kalori setiap hari, makan dengan diet
seimbang, minum sedikitnya 3 liter air setiap hari, tablet zat besi
harus diminum selama 40 hari pasca bersalin dan minum kapsul
vitamin A (200.000 unit).

2) Kebersihan diri/ bayi


Pendidikan kesehatan kebersihan diri untuk ibu nifas antara lain:
menganjurkan kebersihan seluruh tubuh, mengajarkan ibu cara
membersihkan daerah kelamin, menyarankan ibu untuk mengganti
pembalut, menyarankan ibu untuk cuci tangan sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelamin, jika ibu mempunyai luka
episiotomi atau laserasi, menyarankan untuk menghindari
menyentuh daerah luka.
3) Istirahat/ tidur

14
Pendidikan kesehatan untuk ibu nifas dalam hal istirahat/tidur
meliputi: menganjurkan ibu untuk cukup istirahat, menyarankan
ibu untuk kembali ke kegiatan rumah secara perlahan-lahan,
menjelaskan pada ibu bahwa kurang istirahat akan pengaruhi ibu
dalam jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses involusi
uterus dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi dan
ketidakmampuan untuk merawat bayi serta diri sendiri.

4) Pemberian ASI

Pendidikan kesehatan untuk ibu nifas dalam pemberian ASI sangat


bermanfaat, karena pemberian ASI merupakan cara yang terbaik
untuk ibu dan bayi. Oleh karena itu, berikan KIE tentang proses
laktasi dan ASI, mengajarkan cara perawatan payudara.
5) Latihan/ senam nifas
Pendidikan kesehatan tentang latihan/senam nifas meliputi:
mendiskusikan pentingnya pengembalian otot-otot perut dan
panggul kembali normal; menjelaskan bahwa latihan tertentu
beberapa menit setiap hari dapat bantu mempercepat pengembalian
otot-otot perut dan panggul kembali normal.
6) Hubungan seks dan keluarga berencana
Pendidikan kesehatan tentang seks dan keluarga berencana yaitu:
hubungan seks dan KB dapat dilakukan saat darah nifas sudah
berhenti dan ibu sudah merasa nyaman, keputusan untuk segera
melakukan hubungan seks dan KB tergantung pada pasangan yang
bersangkutan, berikan KIE tentang alat kontrasepsi KB.
7) Tanda-tanda bahaya selama masa nifas
Pendidikan kesehatan tanda-tanda bahaya masa nifas meliputi:
berikan pendidikan kesehatan tanda bahaya masa nifas untuk
mendeteksi komplikasi selama masa nifas. Tanda bahaya berupa:
perdarahan dan pengeluaran abnormal, sakit daerah
abdomen/punggung, sakitkepala terus menerus/penglihatan

15
kabur/nyeri ulu hati, bengkak pada ekstremitas,

16
demam/muntah/sakit saat BAK, perubahan pada payudara,
nyeri/kemerahan pada betis, depresi postpartum, pasien post
partum blues.
f. Penerapan Edukasi Family Centered Maternity Care (FCMC) terhadap
Keluhan Ibu Postpartum Melalui Asuhan Home Care

Pada masa nifas umumnya banyak masalah atau keluhan yang


menyertai ibu postpartum. Pemberian asuhan dan edukasi masa nifas
yang benar akan mengurangi adanya ketidaknyamanan dan infeksi
perineum. Salah satu jembatan untuk mengoptimalkan upaya edukasi
postnatal adalah melalui keterlibatan keluarga. Ibu dengan dukungan
keluarga melalui pendekatan Family Centered Maternity Care (FCMC)
diharapkan memiliki kemampuan yang optimal dalam beradaptasi
secara maternal pada masa nifas.

Dalam masa nifas, perawatan payudara sangat penting untuk menjaga


keindahan payudara serta menghindari masalah-masalah dalam proses
menyusui. Masalah payudara yang sering dihadapi oleh ibu postpartum
diantaranya puting tenggelam atau datar, payudara teraba keras karena
pengeluaran ASI yang tidak adekuat, puting susu lecet dan bahkan
terjadi infeksi payudara seperti mastitis hingga abses payudara.

Setelah diberikan asuhan home care, masalah puting susu ibu yang lecet
telah teratasi dengan mengajarkan ibu menyusui yang benar dan
menganjurkan ibu mengolesi puting susu sebelum dan sesudah
memberikan ASI pada bayinya. Pada ibu postpartum yang mengalami
puting susu datar diajarkan perawatan payudara dan mengajarkan cara
memanipulasi puting susu agar muncul saat akan menyusui Penjelasan
informasi tentang perawatan payudara umumnya dilakukan pada
kehamilan > 34 minggu karena bila dilakukan pada umur kehamilan
kurang dari 34 minggu, berisiko terjadi kontraksi uterus yang dapat
menyebabkan persalinan prematur. Perawatan payudara yang dilakukan

17
secara teratur sejak usia kehamilan diatas 34 minggu akan
menghasilkan payudara yang terawat baik dan membantu proses
menyusui pada bayi baru lahir (Geniofan, 2010). Perawatan payudara
pasca persalinan merupakan kelanjutan perawatan payudara semasa
hamil yang dilakukan 2x sehari dan dimulai sedini mungkin yaitu 1-2
hari sesudah bayi dilahirkan

Masalah menyusui yang sering dialami oleh ibu postpartum adalah


mengatur posisi menyusui yang nyaman, menyusui hanya salah satu
payudara saja, dan tidak yakin ASI dapat mencukupi kebutuhan nutrisi
bayi. Praktek cara menyusui yang benar perlu diajarkan pada setiap ibu
yang baru saja melahirkan karena menyusui itu sendiri bukan suatu hal
yang relaktif atau instingtif, tetapi merupakan suatu proses. Proses
belajar menyusui yang baik bukan hanya untuk ibu yang baru pertama
kali melahirkan, tetapi juga untuk ibu yang pernah menyusui bayinya.
Menyusui dengan posisi yang benar maka isapan bayi yang kuat sampai
seluruh bagian besar kalang payudara merangsang puting susu dan
ujung syaraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan yang berasal dari hisapan bayi akan dilanjutkan ke
hipotalamus sehingga akan merangsang keluarnya oksitosin sehingga
terjadi kontraksi sel miopethilium kelenjar-kelenjar susu, sehingga
pengeluaran ASI dilaksanakan. (Soetijiningsih, 2013). Peneliti
melakukan intervensi home care dengan mengajarkan ibu cara
menyusui yang benar dengan posisi yang nyaman bagi ibu dan
mengajarkan ibu menyusui secara bergantian masingmasing pada
payudara.

Penyebab paling sering pembengkakan postpartum adalah hormonal.


Tubuh menghasilkan sejumlah besar progesteron selama kehamilan.
Progesteron kelebihan ini menyebabkan retensi air dan natrium dalam

18
tubuh, yang menyebabkan kaki dan bagian tubuh lain masih bengkak
walaupun sudah melahirkan. Penyebab lain kaki bengkak setelah
melahirkan adalah pembesaran rahim yang menekan aliran darah
sehingga aliran darah balik dari kaki ke jantung menjadi terhambat
sebagai akibatnya terjadilah bengkak pada kaki pasca persalinan.
Kelahiran nomal juga dapat berkontribusi terhadap bengkaknya kaki
pasca melahirkan, yaitu ketika ibu mengejan untuk melahirkan, tubuh
akan mengirimkan darah ekstra ke tangan dan kaki sehingga efek
belebihan dari itu adalah pembengkakan (Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk.
2010). Pemberian edukasi pada ibu dan keluarga secara tepat serta
dengan memberikan asuhan kepada ibu postpartum dapat mengurangi
ketidaknyamanan tersebut, yaitu diantaranya menganjurkan ibu untuk
melakukan mobilisasi suecara dini, istirahat yang tercukupi, memenuhi
kebutuhan nutrisi dan cairan, posisi kaki lebih tinggi saat tidur dan kaki
tidak menggantung saat menyusui bayi serta merendam kaki di air
hangat atau air garam.

Perawatan bayi baru lahir seperti memandikan bayi, merawat tali pusat,
membedong bayi dan memberikan ASI merupakan perawatan bayi baru
lahir yang sebaiknya dilakukan oleh ibu secara mandiri. Jika ibu tidak
memiliki pengetahuan terkait maka ibu akan mengalami kesulitan
dalam melakukan perawatan bayi baru lahir. Pada ibu yang belum
pernah melakukan perawatan bayi baru lahir atau belum mempunyai
pengalaman sebelumnya maka peneliti mengajarkan ibu dan keluarga
dalam melakukan perawatan pada bayi. Dalam hal ini peneliti
mengajarkan ibu dan keluarga cara memandikan bayi secara aman.

Kehadiran anggota keluarga baru, yaitu hadirnya seorang anak


merupakan hal yang sangat dinantikan bagi orangtua, namun
tanggungjawab dan pekerjaan orangtua semakin bertambah. Sejalan
dengan itu, orangtua khususnya seorang ibu harus siaga untuk
keperluan bayi sepanjang hari (Bobak, 2012). Hal ini menyebabkan

19
kualitas istirahat ibu berkurang sehingga dapat menyebabkan kelelahan.
Pada ibu selama masa nifas perlu beristirahat cukup untuk
mencegahkelelahan yang berlebihan. Istirahat merupakan salah satu
kebutuhan dasar ibu nifas dan merupakanhal yang sangat penting bagi
ibu bukan hanya karena tubuh ibu sedang dalam proses pemulihan
tetapi ibu juga memerlukan banyak energi agar dapat membuat jadwal
penyesuaian yang dibutuhkan (Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010). Istirahat
dan tidur merupakan kebutuhandasar yang mutlak harus dipenuhi oleh
semua orang. Dengan istirahat dan tiduryang cukup, tubuh baru dapat
berfungsi secara optimal. Ibu postpartum merasa istirahat malam hari
terganggu karena bayi ssering terbangun dan ibu lebih sering menyusui
di malam hari. Saat siang istirahat ibu juga berkurang karena mengurus
pekerjaan rumah. Peneliti menganjurkan ibu dan keluarga untuk secara
bergantian mengurus bayi dan pekerjaan rumah tangga. Saat siang hari
ibu dianjurkan untuk istirahat saat bayi tidur dan malam hari suami
lebih berjaga untuk merawat dan menjaga bayi.

Kurangnya pengetahuan mengenai kebersihan vagina dan rasa cemas


atau rasa takut untuk membersihkan daerah vagina yang terdapat luka
jahitan pasca melahirkan sering dialami oleh ibu nifas. Kurangnya
pengetahuan dan rasa cemas pada ibu postpartum akan kebersihan
daerah vagina akan berdampak buruk bagi kesehatannya. Karena
kuman dapat masuk melalui vagina sehingga akan terjadi infeksi pada
ibu nifas. Masa nifas dapat menimbulkan komplikasi diantaranya
menimbulkan infeksi pada luka jahitan maupun kulit, hingga
memperlambat proses penyembuhan luka jahitan sehingga
perludilakukan kebersihan pada vulva dan perineum karena dapat
mencegah timbulnya iritasi dan memberikan rasa nyaman pada ibu
nifas.

20
Terdapat pengaruh pemberian edukasi sebelum dan sesudah
intervensi.Pencegahan dapat dilakukan postpartum dengan memberikan
edukasi pada ibu mengenai melakukan perawatan vulvahygiene secara
benar setelah setelah postpartum dengan asuhan home care
meningkatkan pengetahuan ibu dan mengajarkan ibu cara cebok yang
benar, sehingga ibu dapat melakukan dengan baik dan benar. Salah satu
cara untuk melakukan vulva hygiene secara benar yaitu: melakukan
vulva hygiene setiap pagi dan sore sebelum mandi, sesudah buang air
kecil atau buang air besar, mencuci tangan dengan menggunakan sabun
dan air bersih, sebaiknya cebok dilakukan dengan menggunakan air
hangat atau air mengalir, merawat luka jahitan dengan kapas dan
betadin, mengganti pembalut setidaknya 4 kali dalam sehari dan
sebelum dansesudah membersihkan daerah kemaluan, dan pada waktu
mencuci luka episiotomi, di lakukan mencuci luka dari arah depan ke
belakang dan mencuci daerah anus untuk yang terakhir. Vulvahygiene
yang dilaksanakan dengan benar akan menghindarkan ibu dari infeksi.
Ini bertujuan untuk peningkatan kesehatan selama masa nifas hingga
masa selanjutnya sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan
kenyamanan ibu (Bahiyatun, 2009).

Rekomendasi atau intervensi oleh keluarga dan petugas medis melalui


pemberian edukasi Family Centered Maternity Care (FCMC) dengan
pelayanan home care diharapkan menguatkan motivasi ibu untuk dapat
melewati masa nifas dengan aman dan nyaman. Arahan yang kurang
tepat dapat berakibat pada tidak tercapainya tujuan yang diharapkan
keluarga dengan norma yang berlaku. Promosi kesehatan adalah suatu
usaha untuk menambah wawasan dengan harapan akan lebih
berkembangnya sikap dan perilaku dalam apa yang dipromosikan
tersebut. Sentuhan Promosi Kesehatan dapat dilakukan melalui
berbagai cara, antara lain melalui sarana penyuluhan dan bacaan.

21
Edukasi melalui sarana ini member ibu pengertian yang lebih baik, serta
meningkatkan motivasi dan kebahagiaannya. Cara penyampaian dapat
dilakukan satu kali saja atau berjenjang, baik secara individual maupun
kelompok. Model edukasi postnatal dengan pendekatan Family
Centered Maternity Care (FCMC) merupakan salah satu metode
edukasi dalam upaya peningkatan pengetahuan bagi ibu nifas dengan
melibatkan keluarga sebagai sosial support dalam deteksi dini masalah
pada masa nifas dan upaya promotif sehingga dapat mengurangi angka
kesakitan dan kematian pada ibu nifas. Menurut Bowman dkk (2014)
dalam Asmuji (2014) Model Edukasi Postnatal ini menjadi alternatif
pilihan yang tepat bagi petugas kesehatan untuk menyiapkan ibu nifas
dalam beradaptasi menjalankan tugas tugas perkembangan yang akan
dijalaninya.

2. Home Care Pada Klien Dengan Kondisi Lanjut Usia


a. Strategi komunikasi pada pasien dengan kondisi lanjut usia
1) Dekati klien dari depan, jangan dari belakang untuk mencegah
respons terkejut
2) Orientasi dan perkenalkan diri kepada klien dengan tepat
3) Berbicara dengan perlahan, tenang dan tidak berburu buru
4) Meluruskan klien secara perlahan tentang kesalahan persepsinya
setelah terjalin hubungan saling percaya
5) Gunakan sentuhan yang bijaksana, dan minta ijin sebelum
menyentuh klien
6) Perinci setiap perintah menjadi langkah-langkah sederhana yang
dapat dicapai
7) Perhatikan saat klien menggunakan konfabulasi (suka mengarang
hal-hal yang tidak bisa diingat)
8) Buat pernyataan yang spesifik dan terfokus (contoh “Anda
membutuhkan jaket anda”)
9) Berkomunikasi secara nonverbal jika klien sudah kehilangan
penggunaan bahasa.

22
b. Diagnosa keperawatan: Risiko terhadap trauma/cedera
1) Tujuan Khusus 1 : Klien dan keluarga akan mengamankan segala
bentuk bahaya yang mugkin terjadi dalam lingkungan rumah dan
sekitar

Kriteria hasil:

a) Dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko


trauma/cedera
b) Mengurangi potensi mengalami trauma/cedera

Intervensi:

a) Ciptakan agar lingkungan aman dengan cara menyimpan


semua benda yang berpotensi berbahaya di dalam tempat
aman, terkunci dan diberi label
b) Identifikasi tempat yang aman bagi klien di dalam rumah dan
pertahankan supaya tempat tersebut tetap bebas dari berbahaya
c) Simpan semua obat-obatan seperti aspirin dll
d) Beri label pada ruangan dan pintu, dengan menggunakan nama
atau sebuah gambar
e) Pasang pagar pengaman dan perlengkapan pengaman lain di
tempat tidur
2) Tujuan Khusus 2 : Klien berpartisipasi dalam aktivitas kegiatan
sehari-hari yang Menyenangkan dengan pengawasan yang ketat

Kriteria hasil:

a) Meningkatkan tingkat aktivitas


b) Keluarga mengenali potensial di lingkungan dan
mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya

Intervensi:

a) Dampingi klien selama ambulasi, dan bawa klien ke luar


ruangan untuk olahraga jika memungkinkan
b) Minimal dan awasi secara ketat setiap pengolahan makanan
dan minuman

23
a. Diagnosa Keperawatan : Defisit perawatan Diri
1) Tujuan Khusus 1 : Klien memaksimalkan partisipasi dalam
aktivitas personal hygiene dan aktivitas perawatan diri

Kriteria Hasil:

a) Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan


tingkat kemampuan
b) Mampu melakukan aktivitas persona hygiene sesuai dengan
tingkat kemampuan
c) Mampu melakukan aktivitas ke toilet sesuai dengan tingkat
kemampuan

Intervensi:

a) Identifikasi kesulitan dalam melakukan aktivitas perawatan diri


(perawatan rambut/kuku/kulit) personal hygiene (mandi/gosok
gigi) toileting (Eliminasi urin dan feses) keterbatasan gerak
fisik, kesadaran apatis, depresi atau penurunan kognitif
b) Identifikasi kebutuhan perawatan diri (Perawatan
rambut/kuku/kulit) Personal hygiene (mandi/gosok gigi)
Toileting (eliminasi urin dan feses) dan berikan bantuan jika
diperlukan
c) Dorong klien untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri
(rambut/kuku/kulit) personal hygiene (mandi/gosok gigi)
Toileting (eliminasi urin dan feses) yang dapat dilakukan
dengan aman, mandiri dan tanpa mengeluarkan banyak energy.
d) Memiliki perlengkapan khusus seperti tempat duduk toilet
yang dapat ditinggikan atau pagar pengaman
e) Dorong klien untuk menggunakan pakaian yang rapid an
nyaman
f) Bantu klien mengenakan pakaian rapi dan nyaman

24
g) Gabungkan kegiatan harian ke dalam jadual aktivitas, ubah
waktu untuk berpakaian atau kebersihan klien jika masalah
meningkat
2) Tujuan Khusus 2 : Klien mempertahankan jadual tidur, istirahat
dan aktivitas yang cukup
Kriteria hasil:
a) Memahami faktor penyebab gangguan tidur
b) Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat
c) Tampak atau melaporkan dapat beristirahat dengan cukup

Intervensi:

a) Buat jadwal aktivitas yang mencakup istirahat setelah


melakukan aktivitas
b) Jangan menganjurkan klien tidur siang apabila berefek
negative terhadap tidur pada malam hari
c) Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan
kebiasaan klien(missal minum susu hangat sebelum tidur)
d) Memberikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan
kualitas tidur, seperti mematikan lampu, ventilasi ruang
adekuat dll
e) Pantau toleransi aktivitas klien dengan memberikan kegiatan
sesuai kemampuan, jika mungkin program olahraga harian
f) Beri kesempatan pada klien untuk ikut serta dalam aktivitas
sosial yang sederhana dan sudah dikenal serta aktivitas yang
berorientasi pada tugas, seperti saling membantu dalam
melakukan tugas dalam keluarga
g) Tentukan bagaimana pengaruh olahraga, jam istirahat, dan
aktivitas terhadap kemampuan tidur klien
h) Anjurkan klien tidur dengan kaos kaki atau pakaian tertentu
i) Buat jadual tidur secara teratur

25
b. Terapi
Metode terapi dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Terapi kelompok
a) Tingkatkan orientasi ke lingkungan dan diskusikan secara
singkat peristiwa-peristiwa yang terkait baru saja terjadi
b) Diskusikan keadaan disini dan saat ini untuk periode waktu yang
singkat
c) Dorong terapi mengenang, yang berfokus pada berbagai
pengalaman tentang memori masa lalu
d) Batasi pembicaraan pada hal-hal yang sudah dikenal dan
bermakna untuk member penguatan pada realita dan mendorong
klien untuk berpartisipasi
e) Bantu para partisipan untuk bicara mengenai masa lalu mereka
sebagai cara untuk meningkatkan harga diri
f) Dorong klien untuk berbicara dengan orang lain
2. Terapi di Keluarga
a) Sediakan informasi dan dukungan emosional untuk keluarga
selama tiga fase demensia
b) Bantu keluarga untuk membentuk jaringan pendukung sosial
c) Ajarkan kepada keluarga cara menangani atau memperjuangkan
kebutuhan perawatan diri klien
d) Identifikasi sumber-sumber komunitas, layanan keperawatan
dan layanan pembantu rumah tangga yang terampil, serta
kelompok pendukung untuk pemberi perawatan dan anggota
keluarga yang lain
e) Evaluasi lingkungan rumah, dan bantu keluarga untuk
menciptakan perubahan yang penting bagi keamanan
f) Dorong keluarga untuk menyatakan secara verbal perasaan,
kekhawatiran dan rasa frustrasi mereka berkenan dengan situasi
yang mereka hadapi

26
g) Bantu anggota keluarga untuk mengantisipasi rasa berduka
karena kehilangan yang mereka cintai

3. Klien Dengan Gangguan Kesehatan Mental


a. Definisi Kesehatan Mental
Definisi menurut WHO, kesehatan mental adalah “a state of well-
being in which the individual realizes his or her own abilities, can
cope with the normal stresses of life, canwork productively and
fruitfully, and is able to contribute to his or her community”. Dengan
demikian berdasarkan definisi WHO, orang yang sehat mental
setidaknya memenuhi empat aspek yaitu:
1.) Mampu menyadari kemampuannya
2.) mengatasi tekanan hidup secara normal
3.) Dapat melakukan pekerjaan secara produktik dan menghasilkan
manfaat
4.) Mampu berkontribusi terhadap komunitas

b. Determinan Kesehatan Mental


Faktor determinan/penyebab penting terjadinya penyakit mental pada
seluruh populasi meliputi empat fktor yang bersifat sosial sehingga
sering disebut dengan Sosial Determinant antara lain (Herrman,
Moodie, Saxena, Izutsu, & Tsutsumi, 2017) :
1.) Kemiskikinan (baik kemiskinan absolut atau relative)
2.) Ketidaksetaraan gender
3.) Pengucilan secara social
4.) Kekerasan (violance)

Dalam buku berjudul The Social Determinants of Mental Health


disebutkan sembilan determinan sosial dari kesehatan mental, antara
lain (Shim, et al., 2015) :

27
1.) Diskriminasi social. Terdapat hubungan antara stress kronis,
pengalaman mengalami diskriminasi social, dan buruknya
kesehatan mental (Rafferty, Abelson, Bryant, & Jackson, 2015).
2.) Pengalaman hidup yang tidak diharapkan pada usia dini atau
adverse Early Life Experience (AELF) merupakan kondisi yang
inkonsisten, menekan, mengancam, menyakitkan, traumatic, atau
berusaha diabaikan oleh seseorang. Kondisi ini bisa dialami bayi,
anak-anak, atau remaja (Koplan & Chard, 2015)
3.) Pendidikan yang buruk. Pendidikan dapat mempengaruhi
kesehatan seseorang dengan (1) meningkatkan perkembangan
otak, (2) menanamkan literasi yang sehat, (3) mendorong
perkembangan perilaku yang sehat, (4) memungkinkan anak-anak
mengembangkan kemampuan mengawasi, meraih prestasi, dan
memberdayakan dirinya sendiri; dan (5) mengembangkan diri
dalam pekerjaan dan penghasilan sepanjang hidup. Disamping itu
pendidikan yang baik dapat menyebabkan seseorang hidup dalam
kondisi yang lebih baik, meningkatkan hubungan interpersonal,
pengasuhan yang lebih baik, hubungan sosial yang lebih bagus,
dan meningkatkan kualitas hidup. Dengan demikian pendidikan
memiliki hubungan dengan kesehatan mental (Powers, 2015).
4.) Pengangguran (unemployment), pengangguran tidak kentara
(underemployment), dan ketidakpastian pekerjaan (job insecurity).
Berbagai studi menunjukkan hubungan ketiga faktor tersebut
berhubungan dengan buruknya kesehatan mental seperti depresi,
kecemasan, konsumsi alkohol, dan bunuh diri (McGregor &
Holden, 2015).
5.) Ketidakadilan secara ekonomi (economic inequality), kemiskinan
(poverty), dan pengucilan oleh tetangga (neighborhod
deprivation). Ketiganya merupakan faktor sosial ekonomi, yang
memiliki hubungan negatif dengan kesehatan mental yang secara
khusus dapat merusak dan mempengaruhi daya tahan anak-anak

28
(Manseau, 2015). Kemiskinan dan kesehatan mental merupakan
dua faktor yang saling berhubungan. Penyakit mental dapat
berkontribusi tehadap kemiskinan, sebaliknya kemiskinan dapat
menimbulkan risiko penyakit mental. Sehingga strategi
pencegahan kesehatan mental sebaiknya terintegrasi dengan
upaya penanggulangan kemiskinan (Jenkins, 2017).
Ketidakpastian ekonomi yang merupakan determinan
sosioekonomis terbukti memberikan efek negatif terhadap
kesehatan mental (Kopasker, Montagna, & Bender, 2018).
6.) Ketidakpastian terhadap pangan (Food insecurity), yaitu satu
kondisi yang terjadi ketika tidak adanya kemampuan dan akses
terhadap makanan pada masa yang akan datang, ketidakcukupan
dalam mendapatkan jumlah dan jenis makanan yang
menyehatkan, atau kebutuhan secara sosial untuk mendapatkan
makanan tidak diterima. Kondisi ini disebabkan oleh hambatan
terhadap sumberdaya dan fisik. Ketidakpastian terhadap pangan
berhubungan dengan gangguan depresi dan penyakit mental
spesifik lainnya (Compton, 2015).
7.) Kualitas perumahan yang buruk (poor housing quality) dan
ketidakstabilan dalam perumahan (housing instability). Pengertian
housing instability bervariasi dari yang menyatakan selalu
berpindah rumah lebih dari sekali dalam setahun, sampai
mendekati tidak memiliki tempat tinggal (homelessness) seperti
tidur di halte bus pada malam hari. Faktor-faktor ini berhubungan
dengan kesehatan mental dan fisik seseorang terutama orang
dewasa (ibu rumah tangga) dan anak-anak yang menghabiskan
waktunya lebih banyak di rumah (Suglia, Cahmbers, & Sandel,
2015).
8.) Pengembangan lingkungan yang tidak diharapkan (adverse
features of the built environment), merupakan kondisi yang
bersifat politis untuk kepentingan pembangunan masyarakat. Tapi

29
ternyata kondisi ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap
kesehatan mental seseorang yaitu pada rasa kesenjangan dan
ketidakadilan. Pengembangan lingkungan dapat mempengruhi
kesehatan mental secara langsung dan tidak langsung (Todman &
Holiday, 2015).
9.) Akses yang buruk terhadap pelayanan kesehatan mental, yang
dipengaruhi oleh tiga faktor (Langheim, Shim, & Druss, 2015):
 Faktor pasien : tidak mengenali/memahami masalah
kesehatan, stigma terhadap dirinya, kesulitan mengenali
sistem kesehatan, transportasi, waktu kerja, dan kebutuhan
untuk merawat anak.
 Faktor pemberi pelayanan kesehatan (provider): kemampuan
terbatas dalam melakukan janji dengan pasien, masalah
pelayanan pasien dan kualitas, masalah dengan hubungan
baik dan kolaborasi dalam terapi, dan ketidakcukupan tenaga
kesehatan.
 Faktor sistem: stigma masyarakat, jaminan pembiayaan, tidak
memiliki asuransi kesehatan, fragmentasi pelayanan
kesehatan, paritas kesehatan mental yang lemah, dan
ketimpangan pembiayaan bagi sistem kesehatan mental.

Akses pelayanan kesehatan yang buruk mempengaruhi kesehatan


fisik, mental, serta meningkatkan risiko gangguan mental, angka
kesakitan, dan kematian dini (Langheim, Shim, & Druss, 2015).

c. Pelayanan Kesehatan Mental


Pelayanan kesehatan mental tingkat pertama atau primary care
mental health menurut WHO berkaitan dengan dua aspek (Gask,
Lester, Kendrick, & Paveler, 2009) :
1.) Intervensi kesehatan mental tingkat pertama yang merupakan
bagian dari pelayanan kesehatan keseluruhan

30
2.) Pelayanan kesehetan mental oleh petugas kesehatan tingkat
pertama yang memiliki keterampilan, kemampuan, dan
dukungan terhadap pelayanan kesehatan mental

Strategi Pencegahan dalam Kesehatan Mental

Jenis Intervensi Sasaran Populasi Tujuan Contoh


Promosi Masyarakat secara Meningkatkan kehidupan Program kesehatan mental
kesehatan umum atau seluruh secara psikologis dan di sekolah tingkat dasar
mental populasi mempertinggi kemampuan untuk mengajarkan cara
untuk menerima tahap-tahap makan yang sehat, atau
perkembangan hidup. untuk meningkatkan
Memperkuat kemampuan keterampilan mengatasi
untuk beradaptasi dalam masalah mental.
rangka membangun
ketahanan dan kompetensi,
Pencegahan Masyarakat secara Mencegah berkembangnya Program kesehatan mental
primer secara umum atau seluruh satu atau lebih kondisi yang di sekolah yang bertujuan
universal populasi, terutama berisiko terhadap gangguan mengatasi “bullying”
pada individu yang mental pada seluruh
berisiko populasi. Intervensi ini
memiliki efeftivitas tinggi,
aman dan berbiaya rendah
Pencegahan Individu atau Mengembangkan Intervensi terhadap pasien
primer secara kelompok populasi kemampuan individu atau yang memiliki keturunan
selektif yang memiliki risiko kelompok individu dalam menderita gangguan mental
lebih tinggi mencegah kondisi yang
dibandingkan yang dapat menimbulkan
lainnya terhadap gangguan mental. Intervensi
gangguan mental ini efektif dan berisiko
berdasarkan faktor- rendah terhadap efek
faktor biologis, samping serta berbiaya
psikologis dan sosial sedang.

31
(biopsikososial)
Pencegahan Individu yang Mengobati manifestasi Intervensi terhadap pasien
primer bagi terdeteksi berisiko subklinis untuk mencegah yang secara klinis berisiko
individu tinggi dan terdapat gangguan mental mengalami psikosis (seperti
terindikasi manifestasi klinis, berkembang menjadi lebih memperlihatkan gejala-
namun belum luas. Mencegah kondisi gejala kelemahan psikis dan
ditemukan diagnosa yang menimbulkan risiko pengurangan fungsi dalam
secara klinis pda individu dan kehidupan)
memperkuat kemampuan
individu dalam membangun
ketahanan hidup. Intervensi
ini membutuhkan biaya
tinggi dan kemungkinan
berisiko tinggi.
Pencegahan Individu yang Deteksi dini dan melakukan Intervensi untuk
sekunder terdiagnonosis pencegahan terhadap pasien meningkatkan deteksi dini
secara klinis yang terdiagnosa dan akses terhadap
mengalami mengalami gangguan pelayanan kesehatan pada
gangguan mental mental. Intervensi ini pasien yang mengalami
tingkat awal menghasilkan pengobatan depresi agar tidak terlampau
yang memadai, lama tertangani.
meningkatkan kepuasan
terhadap pengobatan,
mengurangi
penyalahgunaan zat
terlarang, dan mencegah
kekambuhan.
Pencegahan Individu yang Mengobati penyakit mental Intervensi untuk
tersier memiliki gangguan yang sudah ada untuk menghentikan merokok dan
mental mencegah memburuknya memperbaiki pola pikir
penyakit, disabilitias, dan pasien skizoprenia.
kondisi-kondisi lanjutan. Mencegah bunuh diri

32
dengan terapi Lithium pada
pasien gangguan bipolar
(bipolar disorder)

Contoh pelayanan kesehatan mental di fasilitas kesehatan primer antara


lain (World Health Organization, 2003) :

1.) Dokter umum, perawat, dan petugas kesehatan lainnya


memberikan layanan di faskes primer seperti menyediakan layanan
diagnostic, pengobatan dan layanan rujukan bagi gangguan mental
2.) Dokter umum, perawat dan petugas kesehatan lainnya melakukan
kunjungan rumah (home visit) untuk mengelola gangguan mental
pasien
3.) Staff non-medis terlibat dalam promosi kesehatan promosi
kesehatan dan upaya pencegahan, seperti memberikan edukasi
kesehatan mental, dan deteksi dini gangguan mental di sekolah
4.) Petugas kesehatan faskes pertama dan petugas perbantuan
memberikan intervensi berbentuk penyampain informasi, edukasi,
pedoman, dan pengobatan terhadap trauma pada bencana alam dan
aksi-aksi kekerasan

d. Kebijakan Kesehatan Mental


Kebijakan kesehatan mental adalah penrnyataan tertulis yang secara
intens dibuat oleh pemerintah dalam isu-isu kesehatan mental dan
pelayanan kesehatan mental. Dalam lingkup nasional, kebijakan
kesehatan mental mencakup isu-isu ruang lingkup kesehatan, angka
kesakitan, disabilitas, dan angka kematian yang kemungkinan dapat
ditangani. Kebijakan dalam kesehatan mental membutuhkan kolaborasi
antar disiplin dan sektor dalam lingkup pengembangan manusia
(Jenkins, 2017).

33
1.) Undang-undang No.36 tahun 2009 BAB IX Pasal 144-151
mengatur tentang kesehatan jiwa. Pada undang-undang ini diatur
tentang upaya kesehatan jiwa, peran & tanggung jawa pemerintah,
hak masyarakat akan kesehatan jiwa, serta pemeriksaan kesehatan
jiwa untuk kepentingan penegakan hukum.
2.) Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.
Undang-undang ini mengatur tentang:
a) Asas-asas dan tujuan upaya kesehatan jiwa
b) Jenis-jenis upaya kesehatan jiwa secara lengkap
c) Sistem pelayanan kesehatan jiwa
d) Sumber daya dalam upaya kesehatan jiwa (tenaga kesehatan,
faskes, perbekalan kesehatan, teknologi dan produk teknologi,
pendanaan)
e) Hak dan kewajiban orang dengan masalah kejiwaan
f) Pemeriksaan kesehatan mental
g) Peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan jiwa
h) Ketentuan pidana bagi pelanggar aturan kesehatan jiwa
3.) Permenkes No. 54 tahun 2017 tentang Penanggulangan Pemasungan
pada Orang dengan Gangguan Jiwa. Dalam permenkes ini bukan
hanya mengatur tentang penanggulangan pemasungan ODGJ, tetapi
juga memjelaskan gambaran tentang pemasungan di Indonesia,
macam-macam gangguan jiwa, upaya pencegahan, penanganan dan
rehabilitasi pemasungan ODGJ, serta pencatatan dan pelaporan.
4.) Kepmenkes No. 220 tahun 2002 tentang Pedoman Umum Tim
Pembina, Tim Pengarah, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat
(TPKJM).
5.) Kepmenkes No. 48 tahun 2006 tentang Pedoman Penanggulangan
Masalah Kesehatan Jiwa dan Psikososial Masyarakat Akibat
Bencana Dan Konflik
6.) Kepmenkes No. 406 tahun 2009 tentang Kesehatan Jiwa Komunitas

34
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Home Care adalah komponen dari pelayanan kesehatan yang


komprehensif dimana pelayanan kesehatan disediakan untuk
individu dan keluarga di tempat tinggal mereka dengan tujuan

35
mempromosikan, mempertahankan atau memaksimalkan level
kemandirian serta meminimalkan efek ketidakmampuan dan
kesakitan termasuk di dalamnya penyakit terminal dan kondisi
khusus seperti : klien dengan post partum, klien dengan gangguan
kesehatan mental, klien dengan kondisi usia lanjut.

Gambaran aktifitas asuhan keperawatan pasien rawat rumah


terbagi menjadi beberapa fase yaitu: Pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. pengkajian
yang difokuskan pada pengkajian riwayat kesehatan, pengkajian
lingkungan sosial dan budaya, pengkajian spiritual mencakup nilai
dan keyakinan yang dianut yang mempengaruhi kesehatan,
pemeriksaan fisik dan status kesehatan saat ini, pengkajian
kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, dan
pengkajian kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang sakit.

Dokumentasi keperawatan merupakan suatu dokumen atau


catatan yang berisi data tentang keadaan pasien dilihat tidak saja
dari tingkat kesakitan akan tetapi juga dilihat dari jenis, kualitas,
dan kuantitas dari layanan yang diberikan perawat dalam memenuhi
kebutuhan pasien.

Model Edukasi Family Centered Maternity Care (FCMC) bisa


menjadi alternative pilihan yang tepat bagi petugas kesehatan untuk
menyiapkan klien dalam beradaptasi menjalankan tugas-tugas
perkembangan yang akan dijalaninya. Melalui model ini titik strategi yang
diambil oleh petugas kesehatan adalah dengan melibatkan keluarga secara
aktif dalam proses pemberian edukasi. Keterlibatan keluarga ini dipandang

36
sangat penting karena keluarga adalah social support utama bagi klien.

B. Saran

Dari paparan materi di atas diharapkan pembaca dapat


meningkatkan pengetahuan kita khususnya mahasiswa keperawatan
mengenai proses keperawatan dalam homecare dan dokumentasi
dalam home care.

DAFTAR PUSTAKA

37
Asmuji dan Indriyani, D., (2014). Model Edukasi Postnatal Melalui Pendekatan
Family Centered Maternity Care (FCMC). Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jember.

Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nfas Normal. Jakarta : EGC

Bobak, Lowdermilk, Jense. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:


EGC

Bowman, M. A., and Neale, A. V. (2014). Investigating patient-centered


care.Journal Of The American Board Of Famil.y Medicine: JABFM, 27(2),
169171.doi:10.3122/jabfm.2014.02.140009

Bukit, Evi Karota. 2008. Perawatan kesehatan di rumah (home health care).
http://repository.usu.sc.id/bitstream/123456789/3585/1/eva karota bukit. pdf

Geniofan.(2010). Mempersiapkan dan Menjaga Kehamilan. Yogyakarta: Grafina


Mediacipta.

Hamranani. (2012). Gambaran Pengetahuan Primipara tentang Perdarahan


Postpartum. Jurnal Keperawatan.

Hidayat, Aziz Alimul. 2021. Proses Keperawatan Pendekatan NANDA, NIC,


NOC, SDKI. Surabaya: Health Books Publishing

International, T. & Education, C., (2015). Family Centered Maternity Care,


International Childbirth Education Association

Kholifah, Siti Nur. 2012. Home Care. Jurnal Keperawatan, Vol 5(1), 44-48

Kirana.(2015). Hubungan Tingkat Kecemasan Post Partum Dengan Kejadian Post


Partum Blues Di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal Ilmu Keperawatan.
Volume III, No. 1 April-2015.

Manurung, Santa. 2011. Keperawatan Profesional. Jakarta: Tim

38
Notoatmodjo S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT
Rineka Cipta.

Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info
Media.

Soetjiningsih. (2013). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

Sri Astuti dkk. (2015). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta : Erlangga

39

Anda mungkin juga menyukai