DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
JURUSAN KEPERAWATAN
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Proses Keperawatan
Dalam Pelayanan Home Care” untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Komunitas.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi orang yang membacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
D. Sistematika Penulisan...................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Pengertian Home Care..................................................................................3
B. Proses Keperawatan Pada Home Care..........................................................4
C. Tujuan proses keperawatan...........................................................................9
D. Langkah-langkah Pelayanan Home Care....................................................59
E. Kasus Dengan Kondisi Khusus...................................................................10
1. Klien dengan Post-Partum.......................................................................10
2. Home Care Pada Klien Dengan Kondisi Lanjut Usia.............................21
3. Klien dengan Gangguan Kesehatan Mental…………………………….26
BAB III..................................................................................................................35
PENUTUP.............................................................................................................35
A. Kesimpulan...............................................................................................35
B. Saran...........................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................37
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan kesehatan dirumah merupakan salah satu
bentuk implikasi dari strategi pembangunan kesehatan dalam rangka
menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat
serta meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang berkualitas. Pelaksanaan pelayanan keperawatan kesehatan di
rumah yang profesional akan melibatkan keluarga pasien dan berbagai
disiplin ilmu sesuai kebutuhan. Kegiatan pelayanan keperawatan kesehatan
di rumah dilakukan guna menunjang proses penyembuhan,
pemulihan, maupun peningkatan kesehatan pasien.
1
Perawat yang melakukan pelayanan keperawatan di rumah (home
care) mempunyai peran untuk meningkatkan kemampuan keluarga untuk
mencegah penyakit dan pemeliharaan kesehatan sehingga penerapan proses
keperawatan di rumah, terjadi proses alih peran dari perawat kepada klien dan
keluarga (sasaran), dan diharapkan secara bertahap dapat mencapai
kemandirian klien beserta keluarga sasaran dalam menyelesaikan masalah
kesehatannya (Sinaga et al, 2017).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang diangkat pada
makalah ini adalah “Bagaimana proses keperawatan dalam pelayanan home
care”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana proses keperawatan dalam pelayanan home care
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian home care
b. Mengetahui tujuan proses keperawatan home care
c. Mengetahui tahap proses keperawatan home care
d. Penanganan kasus kondisi khusus home care
D. Sistematika Penulisan
1. Makalah ini diawali dengan halaman judul, kata pengantar, dan daftar isi.
2. BAB I yang merupakan pendahuluan dibagi menjadi beberapa sub-bab
seperti latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan
sistematika penulisan.
3. BAB II yang merupakan tinjauan pustaka dibagi menjadi beberapa
bagian sub-bab seperti pengertian, tujuan, tahap dan penanganan kasus
khusus home care
4. BAB III yang merupakan penutup yang dibagi menjadi beberapa sub-bab
yaitu kesimpulan dan saran.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
perawat komunitas dimana pasien berada, atau tim keperawatan khusus yang
menangani perawatan di rumah. Perawatan di rumah harus diberikan sesuai
dengan kebutuhan individu dan keluarga, direncanakan, dikoordinasikan dan
disediakan oleh pemberi pelayanan yang diorganisir untuk memberi
pelayanan di rumah melalui pengaturan berdasarkan perjanjian. Pelayanan
home care merupakan suatu komponen rentang keperawatan yang
berkesinambungan komprehensif diberikan kepada individu dan keluarga di
tempat tinggal mereka, yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan
atau memulihkan kesehatan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan
meminimalkan akibat dari penyakit termasuk penyakit terminal.
4
b) Bawa denah petunjuk arah tempat tinggal pasien, kenali kondisi
keamanan dan berbagai faktor resiko di lingkungan yang akan
dikunjungi.
c) Bawa kartu identitas diri atau identitas unit tempat kerja
saudara kepada pasien atau keluarga
d) Rencanakan kebutuhan alat untuk mencuci tangan, pengkajian
fisik dan intervensi keperawatan secara langsung, pastikan
perlengkapan yang dimiliki pasien di rumah
e) Siapkan file asuhan keperawatan pasien
f) Dapatkan informasi tentang sumber-sumber di keluarga dan
masyarakat.
g) Siapkan informasi dan alat bantu/media untuk pendidikan
kesehatan.
2) Pelaksanaan
a) Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
b) Observasi lingkungan berkaitan dengan keamanan perawat
c) Minta keluarga menandatangani form persetujuan pelayanan
keperawatan kesehatan di rumah (untuk kunjungan pertama
kali)
d) Lengkapi pengkajian data dasar pasien, review program
pengobatan mencakup efek terapi dan efek samping obat yang
diberikan, anjurkan pasien atau keluarga menginformasikan
masalah-masalah yang dihadapi.
e) Diskusikan rencana pelayanan yang telah dibuat untuk pasien
dan identifikasi kemajuan atau hal lain yang perlu ditingkatkan.
f) Lakukan perawatan langsung dan pendidikan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan
g) Diskusikan kebutuhan rujukan, kolaborasi dan konsultasi yang
diperlukan.
h) Diskusikan rencana kunjungan selanjutnya dan aktifitas yang
akan dilakukan
5
i) Dokumentasikan kegiatan/informasi yang diperoleh
3) Monitoring dan evaluasi
Monitoring dilakukan oleh tim kesehatan terkait dengan melihat
perubahan status medis, perubahan kemampuan fungsional pasien,
kebutuhan pendidikan pasien dan keluarga. Evaluasi berdasarkan :
a) Keakuratan dan kelengkapan pengkajian data awal
b) Menilai kesesuaian perencanaan dan ketepatan dalam melakukan
tindakan/pelayanan
c) Menilai efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tindakan yang
dilakukan oleh pelaksana
4) Proses penghentian pelayanan keperawatan kesehatan di rumah
kriteria kegiatan penghentian pelayanan keperawatan kesehatan di
rumah :
a) Hasil pelayanan telah tercapai sesuai tujuan
b) Kondisi pasien stabil
c) Program rehabilitasi tercapai secara maksimal
d) Keluarga sudah mampu melakukan perawatan pasien di rumah
e) Pasien dirawat kembali di rumah sakit
f) Pasien pindah ke sarana kesehatan lain
g) Pasien mengelola pelayanan lebih lanjut
h) Pasien pindah tempat ke lokasi lain
i) Pasien meninggal dunia
6
keperawatan melalui tahap-tahap pengkajian, penentuan diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, berdasarkan standar
keperawatan komunitas.
Gambaran aktifitas asuhan keperawatan pasien rawat rumah,
menurut Smith (1995), terbagi menjadi beberapa fase dari kunjungan
rumah sebagai berikut :
a. Pengkajian
Pengkajian keperawatan terdiri dari pengkajian fisik “head to toe”,
mengkaji sistem tubuh pasien, mengkaji kebutuhan psikososial,
kemampuan fungsi motorik dan sensorik, mengkaji pengobatan, nutrisi,
keamanan dan kenyamanan lingkungan pasien serta mengkaji
kebutuhan perawatan kolaborasi dengan tim medis atau non medis
lainnya.
Pengkajian difokuskan pada :
1) Pengkajian riwayat kesehatan:
a) Respon dan persepsi pasien terhadap status kesehatan
b) Riwayat penyakit masa lalu
c) Faktor resiko
d) Kemampuan mengatasi masalah
e) Riwayat penyakit keluarga
2) Pengkajian lingkungan sosial dan budaya
a) Status sosial ekonomi
b) Kondisi tempat tinggal dan lingkungan
c) Ketersediaan sumber-sumber yang dibutuhkan pasien
d) Tersedianya dukungan keluarga
e) Faktor budaya yang mempengaruhi kesehatan
3) Pengkajian spiritual mencakup nilai dan keyakinan yang dianut
yang mempengaruhi kesehatan
a) Pemeriksaan fisik dan status kesehatan saat ini
b) Pengkajian kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari.
7
c) Pengkajian kemampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data yang
terkumpul untuk merefleksi respon pasien. Diagnose keperawatan yang
dirumuskan berkaitan dengan masalah actual, dan resiko, atau potensial.
c. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses penyusunan strategi atau intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, mengurangi,
memelihara, atau mengatasi masalah kesehatan pasien yang telah
diidentifikasi dan telah divalidasi selama fase perumusan diagnosa.
Dalam merumuskan perencanaan ini menekankan pada partisipasi
pasien, keluarga, dan koordinasi dengan anggota tim kesehatan lain.
Perencanaan mencakup penentuan prioritas masalah, penentuan tujuan
serta penyusunan rencana tindakan secara komprehensif.
d. Implementasi
Intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan prosedur
keperawatan hasil pengkajian dan discharge planning yang ada,
menetapkan masalah dan kebutuhan pelayanan keperawatan serta
melaksanakan prosedur tindakan keperawatan sesuai kebutuhan pasien
seperti memasang kateter, merawat luka, perawatan kolostomi,
penggantian peritoneal dialysis, dll. Dalam melakukan keperawatan,
dilakukan kerjasama dengan pasien keluarga, pelaku rawat dan tenaga
lain (kesehatan maupun non kesehatan). Tindakan yang dilakukan
mengacu pada SOP (Standar Operating Procedure) yang berlaku. Jenis
tindakan yang dapat dilakukan yaitu tindakan yang bersifat mandiri
maupun tindakan kolaborasi.
e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengukur efektifitas dan efisiensi
pelayanan yang telah dilakukan dan sejauh mana pemanfaatan sumber-
sumber yang tersedia. Evaluasi dilakukan selama proses pemberian
8
pelayanan asuhan keperawatan maupun pada akhir pemberian asuhan
keperawatan.
9
1. Fase preinisiasi/persiapan
Pada fase ini perawat mendapatkan data yang akan dikunjungi dari
Puskesmas atau kader kesehatan. Perawat perlu membuat laporan
pendahuluan untuk kunjungan yang akan dilakukan dan kontrak waktu
dengan keluarga.
2. Fase inisiasi/perkenalan
Fase ini mungkin memerlukan beberapa kali kunjungan. Selama fase ini
perawat dan keluarga berusaha untuk saling mengenal dan mengetahui
keluarga menanggapi suatu masalah kesehatan.
3. Fase implementasi
Pada fase ini perawat melakukan pengkajian dan perencanaan untuk
menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Melakukan intervensi sesuai
rencana. Eksplorasi nilai-nilai keluarga dan persepsi keluarga terhadap
kebutuhan. Berikan pendidikan kesehatan sesuai sumber daya yang
dimiliki keluarga dengan berbagai media yang sesuai.
4. Fase terminasi
Perawat membuat kesimpulan hasil kunjungan berdasarkan pencapaian
tujuan. Menyusun rencana tindak lanjut. Tinggalkan nama dan alamat
perawat dengan nomer telpon.
5. Fase pasca kunjungan
Perawat membuat dokumentasi lengkap tentang hasil kunjungan untuk
disimpan di pelayanan kesehatan setempat.
10
puluh persen (60%) kematian ibu terjadi setelah persalinan, dan 50%
kematian pada masa nifas terjadi 24 jam pertama. Demikian halnya
dengan masa neonatus juga merupakan masa krisis dari kehidupan
bayi. Dua pertiga kematian bayi terjadi 4 minggu setelah persalinan,
dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi 7 hari setelah lahir.
b. Jadwal Kunjungan Rumah Pada Masa Nifas
11
berkontraksi baik, tinggi fundus uteri di bawah umbilikus,
tidak ada perdarahan abnormal.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan.
c) Memastikan ibu cukup istirahat, makanan dan cairan.
d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak
ada tanda-tanda kesulitan menyusui.
e) Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
3) Kunjungan III (2 minggu postpartum)
Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang
diberikan pada kunjungan 6 hari post partum.
4) Kunjungan IV (6 minggu postpartum), meliputi:
a) Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa
nifas.
b) Memberikan konseling KB secara dini.
c. Asuhan Lanjutan Masa Nifas Di Rumah
1) Prinsip pemberian asuhan lanjutan pada masa nifas di rumah
meliputi:
a) Asuhan postpartum di rumah berfokus pada pengkajian,
penyuluhan dan konseling.
b) Pemberian asuhan keperawatan di rumah, perawat dan
keluarga dilakukan dalam suasana rileks dan kekeluargaan.
c) Perencanaan kunjungan rumah.
d) Keamanan
12
hubungan baik dengan keluarga.
b) Melakukan tindakan yang sesuai standar pelayanan
keperawatan dalam pemberian asuhan.
c) Membuat pendokumentasian hasil kunjungan.
d) Menyediakan sarana telepon untuk tindak lanjut asuhan.
4) Keamanan pada saat kunjungan rumah meliputi:
a) Mengetahui alamat lengkap pasien dengan jelas.
b) Menggambar rute alamat pasien.
c) Memperhatikan keadaan di sekitar lingkungan rumah pasien
sebelum kunjungan.
d) Memberitahu rekan kerja ketika melakukan kunjungan.
e) Membawa telepon selular sebagai alat komunikasi.
f) Membawa cukup uang.
g) Menyediakan senter (kunjungan malam hari).
h) Memakai tanda pengenal dan mengenakan pakaian yang
sopan.
i) Waspada pada bahasa tubuh yang diisyaratkan dari siapa saja
yang ada selama kunjungan.
j) Menunjukkan perasaan menghargai di setiap kesempatan.
k) Saat perasaan tidak aman muncul, segeralah akhiri
kunjungan.
d. Pelaksanaan Asuhan Masa Nifas Di Rumah
1) Ibu baru pulang dari rumah sakit Ibu baru pulang dari RS meliputi:
a) Keputusan bersama antara tenaga kesehatan dengan
ibu/keluarga.
b) Perawat memberikan informasi tentang ringkasan proses
persalinan, hasil dan info lain yang relevan.
c) Mengulang kembali bilamana perlu.
13
c) Mengajarkan ibu untuk merawat diri.
d) Memberikan saran dan nasehat sesuai kebutuhan dan
realistis.
e) Perawat harus sabar dan telaten menghadapi ibu dan bayi.
f) Melibatkan keluarga saat kunjungan rumah.
3) Pengamatan pada psikologi ibu
a) Memberikan pendidikan kesehatan tanda bahaya masa nifas.
b) Perawat mengobservasi perilaku keluarga.
c) Meluangkan waktu untuk sharing dengan ibu dan keluarga.
d) Memberikan dukungan.
e) Melakukan dokumentasi pasca kunjungan.
f) Perencanaan skrining test.
g) Memberikan penyuluhan sehubungan dengan kebutuhan pada
masa nifas.
e. Pendidikan Kesehatan Masa Nifas
1) Gizi
Pendidikan kesehatan gizi untuk ibu menyusui antara lain:
konsumsi tambahan 500 kalori setiap hari, makan dengan diet
seimbang, minum sedikitnya 3 liter air setiap hari, tablet zat besi
harus diminum selama 40 hari pasca bersalin dan minum kapsul
vitamin A (200.000 unit).
14
Pendidikan kesehatan untuk ibu nifas dalam hal istirahat/tidur
meliputi: menganjurkan ibu untuk cukup istirahat, menyarankan
ibu untuk kembali ke kegiatan rumah secara perlahan-lahan,
menjelaskan pada ibu bahwa kurang istirahat akan pengaruhi ibu
dalam jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses involusi
uterus dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi dan
ketidakmampuan untuk merawat bayi serta diri sendiri.
4) Pemberian ASI
15
kabur/nyeri ulu hati, bengkak pada ekstremitas,
16
demam/muntah/sakit saat BAK, perubahan pada payudara,
nyeri/kemerahan pada betis, depresi postpartum, pasien post
partum blues.
f. Penerapan Edukasi Family Centered Maternity Care (FCMC) terhadap
Keluhan Ibu Postpartum Melalui Asuhan Home Care
Setelah diberikan asuhan home care, masalah puting susu ibu yang lecet
telah teratasi dengan mengajarkan ibu menyusui yang benar dan
menganjurkan ibu mengolesi puting susu sebelum dan sesudah
memberikan ASI pada bayinya. Pada ibu postpartum yang mengalami
puting susu datar diajarkan perawatan payudara dan mengajarkan cara
memanipulasi puting susu agar muncul saat akan menyusui Penjelasan
informasi tentang perawatan payudara umumnya dilakukan pada
kehamilan > 34 minggu karena bila dilakukan pada umur kehamilan
kurang dari 34 minggu, berisiko terjadi kontraksi uterus yang dapat
menyebabkan persalinan prematur. Perawatan payudara yang dilakukan
17
secara teratur sejak usia kehamilan diatas 34 minggu akan
menghasilkan payudara yang terawat baik dan membantu proses
menyusui pada bayi baru lahir (Geniofan, 2010). Perawatan payudara
pasca persalinan merupakan kelanjutan perawatan payudara semasa
hamil yang dilakukan 2x sehari dan dimulai sedini mungkin yaitu 1-2
hari sesudah bayi dilahirkan
18
tubuh, yang menyebabkan kaki dan bagian tubuh lain masih bengkak
walaupun sudah melahirkan. Penyebab lain kaki bengkak setelah
melahirkan adalah pembesaran rahim yang menekan aliran darah
sehingga aliran darah balik dari kaki ke jantung menjadi terhambat
sebagai akibatnya terjadilah bengkak pada kaki pasca persalinan.
Kelahiran nomal juga dapat berkontribusi terhadap bengkaknya kaki
pasca melahirkan, yaitu ketika ibu mengejan untuk melahirkan, tubuh
akan mengirimkan darah ekstra ke tangan dan kaki sehingga efek
belebihan dari itu adalah pembengkakan (Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk.
2010). Pemberian edukasi pada ibu dan keluarga secara tepat serta
dengan memberikan asuhan kepada ibu postpartum dapat mengurangi
ketidaknyamanan tersebut, yaitu diantaranya menganjurkan ibu untuk
melakukan mobilisasi suecara dini, istirahat yang tercukupi, memenuhi
kebutuhan nutrisi dan cairan, posisi kaki lebih tinggi saat tidur dan kaki
tidak menggantung saat menyusui bayi serta merendam kaki di air
hangat atau air garam.
Perawatan bayi baru lahir seperti memandikan bayi, merawat tali pusat,
membedong bayi dan memberikan ASI merupakan perawatan bayi baru
lahir yang sebaiknya dilakukan oleh ibu secara mandiri. Jika ibu tidak
memiliki pengetahuan terkait maka ibu akan mengalami kesulitan
dalam melakukan perawatan bayi baru lahir. Pada ibu yang belum
pernah melakukan perawatan bayi baru lahir atau belum mempunyai
pengalaman sebelumnya maka peneliti mengajarkan ibu dan keluarga
dalam melakukan perawatan pada bayi. Dalam hal ini peneliti
mengajarkan ibu dan keluarga cara memandikan bayi secara aman.
19
kualitas istirahat ibu berkurang sehingga dapat menyebabkan kelelahan.
Pada ibu selama masa nifas perlu beristirahat cukup untuk
mencegahkelelahan yang berlebihan. Istirahat merupakan salah satu
kebutuhan dasar ibu nifas dan merupakanhal yang sangat penting bagi
ibu bukan hanya karena tubuh ibu sedang dalam proses pemulihan
tetapi ibu juga memerlukan banyak energi agar dapat membuat jadwal
penyesuaian yang dibutuhkan (Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010). Istirahat
dan tidur merupakan kebutuhandasar yang mutlak harus dipenuhi oleh
semua orang. Dengan istirahat dan tiduryang cukup, tubuh baru dapat
berfungsi secara optimal. Ibu postpartum merasa istirahat malam hari
terganggu karena bayi ssering terbangun dan ibu lebih sering menyusui
di malam hari. Saat siang istirahat ibu juga berkurang karena mengurus
pekerjaan rumah. Peneliti menganjurkan ibu dan keluarga untuk secara
bergantian mengurus bayi dan pekerjaan rumah tangga. Saat siang hari
ibu dianjurkan untuk istirahat saat bayi tidur dan malam hari suami
lebih berjaga untuk merawat dan menjaga bayi.
20
Terdapat pengaruh pemberian edukasi sebelum dan sesudah
intervensi.Pencegahan dapat dilakukan postpartum dengan memberikan
edukasi pada ibu mengenai melakukan perawatan vulvahygiene secara
benar setelah setelah postpartum dengan asuhan home care
meningkatkan pengetahuan ibu dan mengajarkan ibu cara cebok yang
benar, sehingga ibu dapat melakukan dengan baik dan benar. Salah satu
cara untuk melakukan vulva hygiene secara benar yaitu: melakukan
vulva hygiene setiap pagi dan sore sebelum mandi, sesudah buang air
kecil atau buang air besar, mencuci tangan dengan menggunakan sabun
dan air bersih, sebaiknya cebok dilakukan dengan menggunakan air
hangat atau air mengalir, merawat luka jahitan dengan kapas dan
betadin, mengganti pembalut setidaknya 4 kali dalam sehari dan
sebelum dansesudah membersihkan daerah kemaluan, dan pada waktu
mencuci luka episiotomi, di lakukan mencuci luka dari arah depan ke
belakang dan mencuci daerah anus untuk yang terakhir. Vulvahygiene
yang dilaksanakan dengan benar akan menghindarkan ibu dari infeksi.
Ini bertujuan untuk peningkatan kesehatan selama masa nifas hingga
masa selanjutnya sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan
kenyamanan ibu (Bahiyatun, 2009).
21
Edukasi melalui sarana ini member ibu pengertian yang lebih baik, serta
meningkatkan motivasi dan kebahagiaannya. Cara penyampaian dapat
dilakukan satu kali saja atau berjenjang, baik secara individual maupun
kelompok. Model edukasi postnatal dengan pendekatan Family
Centered Maternity Care (FCMC) merupakan salah satu metode
edukasi dalam upaya peningkatan pengetahuan bagi ibu nifas dengan
melibatkan keluarga sebagai sosial support dalam deteksi dini masalah
pada masa nifas dan upaya promotif sehingga dapat mengurangi angka
kesakitan dan kematian pada ibu nifas. Menurut Bowman dkk (2014)
dalam Asmuji (2014) Model Edukasi Postnatal ini menjadi alternatif
pilihan yang tepat bagi petugas kesehatan untuk menyiapkan ibu nifas
dalam beradaptasi menjalankan tugas tugas perkembangan yang akan
dijalaninya.
22
b. Diagnosa keperawatan: Risiko terhadap trauma/cedera
1) Tujuan Khusus 1 : Klien dan keluarga akan mengamankan segala
bentuk bahaya yang mugkin terjadi dalam lingkungan rumah dan
sekitar
Kriteria hasil:
Intervensi:
Kriteria hasil:
Intervensi:
23
a. Diagnosa Keperawatan : Defisit perawatan Diri
1) Tujuan Khusus 1 : Klien memaksimalkan partisipasi dalam
aktivitas personal hygiene dan aktivitas perawatan diri
Kriteria Hasil:
Intervensi:
24
g) Gabungkan kegiatan harian ke dalam jadual aktivitas, ubah
waktu untuk berpakaian atau kebersihan klien jika masalah
meningkat
2) Tujuan Khusus 2 : Klien mempertahankan jadual tidur, istirahat
dan aktivitas yang cukup
Kriteria hasil:
a) Memahami faktor penyebab gangguan tidur
b) Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat
c) Tampak atau melaporkan dapat beristirahat dengan cukup
Intervensi:
25
b. Terapi
Metode terapi dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Terapi kelompok
a) Tingkatkan orientasi ke lingkungan dan diskusikan secara
singkat peristiwa-peristiwa yang terkait baru saja terjadi
b) Diskusikan keadaan disini dan saat ini untuk periode waktu yang
singkat
c) Dorong terapi mengenang, yang berfokus pada berbagai
pengalaman tentang memori masa lalu
d) Batasi pembicaraan pada hal-hal yang sudah dikenal dan
bermakna untuk member penguatan pada realita dan mendorong
klien untuk berpartisipasi
e) Bantu para partisipan untuk bicara mengenai masa lalu mereka
sebagai cara untuk meningkatkan harga diri
f) Dorong klien untuk berbicara dengan orang lain
2. Terapi di Keluarga
a) Sediakan informasi dan dukungan emosional untuk keluarga
selama tiga fase demensia
b) Bantu keluarga untuk membentuk jaringan pendukung sosial
c) Ajarkan kepada keluarga cara menangani atau memperjuangkan
kebutuhan perawatan diri klien
d) Identifikasi sumber-sumber komunitas, layanan keperawatan
dan layanan pembantu rumah tangga yang terampil, serta
kelompok pendukung untuk pemberi perawatan dan anggota
keluarga yang lain
e) Evaluasi lingkungan rumah, dan bantu keluarga untuk
menciptakan perubahan yang penting bagi keamanan
f) Dorong keluarga untuk menyatakan secara verbal perasaan,
kekhawatiran dan rasa frustrasi mereka berkenan dengan situasi
yang mereka hadapi
26
g) Bantu anggota keluarga untuk mengantisipasi rasa berduka
karena kehilangan yang mereka cintai
27
1.) Diskriminasi social. Terdapat hubungan antara stress kronis,
pengalaman mengalami diskriminasi social, dan buruknya
kesehatan mental (Rafferty, Abelson, Bryant, & Jackson, 2015).
2.) Pengalaman hidup yang tidak diharapkan pada usia dini atau
adverse Early Life Experience (AELF) merupakan kondisi yang
inkonsisten, menekan, mengancam, menyakitkan, traumatic, atau
berusaha diabaikan oleh seseorang. Kondisi ini bisa dialami bayi,
anak-anak, atau remaja (Koplan & Chard, 2015)
3.) Pendidikan yang buruk. Pendidikan dapat mempengaruhi
kesehatan seseorang dengan (1) meningkatkan perkembangan
otak, (2) menanamkan literasi yang sehat, (3) mendorong
perkembangan perilaku yang sehat, (4) memungkinkan anak-anak
mengembangkan kemampuan mengawasi, meraih prestasi, dan
memberdayakan dirinya sendiri; dan (5) mengembangkan diri
dalam pekerjaan dan penghasilan sepanjang hidup. Disamping itu
pendidikan yang baik dapat menyebabkan seseorang hidup dalam
kondisi yang lebih baik, meningkatkan hubungan interpersonal,
pengasuhan yang lebih baik, hubungan sosial yang lebih bagus,
dan meningkatkan kualitas hidup. Dengan demikian pendidikan
memiliki hubungan dengan kesehatan mental (Powers, 2015).
4.) Pengangguran (unemployment), pengangguran tidak kentara
(underemployment), dan ketidakpastian pekerjaan (job insecurity).
Berbagai studi menunjukkan hubungan ketiga faktor tersebut
berhubungan dengan buruknya kesehatan mental seperti depresi,
kecemasan, konsumsi alkohol, dan bunuh diri (McGregor &
Holden, 2015).
5.) Ketidakadilan secara ekonomi (economic inequality), kemiskinan
(poverty), dan pengucilan oleh tetangga (neighborhod
deprivation). Ketiganya merupakan faktor sosial ekonomi, yang
memiliki hubungan negatif dengan kesehatan mental yang secara
khusus dapat merusak dan mempengaruhi daya tahan anak-anak
28
(Manseau, 2015). Kemiskinan dan kesehatan mental merupakan
dua faktor yang saling berhubungan. Penyakit mental dapat
berkontribusi tehadap kemiskinan, sebaliknya kemiskinan dapat
menimbulkan risiko penyakit mental. Sehingga strategi
pencegahan kesehatan mental sebaiknya terintegrasi dengan
upaya penanggulangan kemiskinan (Jenkins, 2017).
Ketidakpastian ekonomi yang merupakan determinan
sosioekonomis terbukti memberikan efek negatif terhadap
kesehatan mental (Kopasker, Montagna, & Bender, 2018).
6.) Ketidakpastian terhadap pangan (Food insecurity), yaitu satu
kondisi yang terjadi ketika tidak adanya kemampuan dan akses
terhadap makanan pada masa yang akan datang, ketidakcukupan
dalam mendapatkan jumlah dan jenis makanan yang
menyehatkan, atau kebutuhan secara sosial untuk mendapatkan
makanan tidak diterima. Kondisi ini disebabkan oleh hambatan
terhadap sumberdaya dan fisik. Ketidakpastian terhadap pangan
berhubungan dengan gangguan depresi dan penyakit mental
spesifik lainnya (Compton, 2015).
7.) Kualitas perumahan yang buruk (poor housing quality) dan
ketidakstabilan dalam perumahan (housing instability). Pengertian
housing instability bervariasi dari yang menyatakan selalu
berpindah rumah lebih dari sekali dalam setahun, sampai
mendekati tidak memiliki tempat tinggal (homelessness) seperti
tidur di halte bus pada malam hari. Faktor-faktor ini berhubungan
dengan kesehatan mental dan fisik seseorang terutama orang
dewasa (ibu rumah tangga) dan anak-anak yang menghabiskan
waktunya lebih banyak di rumah (Suglia, Cahmbers, & Sandel,
2015).
8.) Pengembangan lingkungan yang tidak diharapkan (adverse
features of the built environment), merupakan kondisi yang
bersifat politis untuk kepentingan pembangunan masyarakat. Tapi
29
ternyata kondisi ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap
kesehatan mental seseorang yaitu pada rasa kesenjangan dan
ketidakadilan. Pengembangan lingkungan dapat mempengruhi
kesehatan mental secara langsung dan tidak langsung (Todman &
Holiday, 2015).
9.) Akses yang buruk terhadap pelayanan kesehatan mental, yang
dipengaruhi oleh tiga faktor (Langheim, Shim, & Druss, 2015):
Faktor pasien : tidak mengenali/memahami masalah
kesehatan, stigma terhadap dirinya, kesulitan mengenali
sistem kesehatan, transportasi, waktu kerja, dan kebutuhan
untuk merawat anak.
Faktor pemberi pelayanan kesehatan (provider): kemampuan
terbatas dalam melakukan janji dengan pasien, masalah
pelayanan pasien dan kualitas, masalah dengan hubungan
baik dan kolaborasi dalam terapi, dan ketidakcukupan tenaga
kesehatan.
Faktor sistem: stigma masyarakat, jaminan pembiayaan, tidak
memiliki asuransi kesehatan, fragmentasi pelayanan
kesehatan, paritas kesehatan mental yang lemah, dan
ketimpangan pembiayaan bagi sistem kesehatan mental.
30
2.) Pelayanan kesehetan mental oleh petugas kesehatan tingkat
pertama yang memiliki keterampilan, kemampuan, dan
dukungan terhadap pelayanan kesehatan mental
31
(biopsikososial)
Pencegahan Individu yang Mengobati manifestasi Intervensi terhadap pasien
primer bagi terdeteksi berisiko subklinis untuk mencegah yang secara klinis berisiko
individu tinggi dan terdapat gangguan mental mengalami psikosis (seperti
terindikasi manifestasi klinis, berkembang menjadi lebih memperlihatkan gejala-
namun belum luas. Mencegah kondisi gejala kelemahan psikis dan
ditemukan diagnosa yang menimbulkan risiko pengurangan fungsi dalam
secara klinis pda individu dan kehidupan)
memperkuat kemampuan
individu dalam membangun
ketahanan hidup. Intervensi
ini membutuhkan biaya
tinggi dan kemungkinan
berisiko tinggi.
Pencegahan Individu yang Deteksi dini dan melakukan Intervensi untuk
sekunder terdiagnonosis pencegahan terhadap pasien meningkatkan deteksi dini
secara klinis yang terdiagnosa dan akses terhadap
mengalami mengalami gangguan pelayanan kesehatan pada
gangguan mental mental. Intervensi ini pasien yang mengalami
tingkat awal menghasilkan pengobatan depresi agar tidak terlampau
yang memadai, lama tertangani.
meningkatkan kepuasan
terhadap pengobatan,
mengurangi
penyalahgunaan zat
terlarang, dan mencegah
kekambuhan.
Pencegahan Individu yang Mengobati penyakit mental Intervensi untuk
tersier memiliki gangguan yang sudah ada untuk menghentikan merokok dan
mental mencegah memburuknya memperbaiki pola pikir
penyakit, disabilitias, dan pasien skizoprenia.
kondisi-kondisi lanjutan. Mencegah bunuh diri
32
dengan terapi Lithium pada
pasien gangguan bipolar
(bipolar disorder)
33
1.) Undang-undang No.36 tahun 2009 BAB IX Pasal 144-151
mengatur tentang kesehatan jiwa. Pada undang-undang ini diatur
tentang upaya kesehatan jiwa, peran & tanggung jawa pemerintah,
hak masyarakat akan kesehatan jiwa, serta pemeriksaan kesehatan
jiwa untuk kepentingan penegakan hukum.
2.) Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.
Undang-undang ini mengatur tentang:
a) Asas-asas dan tujuan upaya kesehatan jiwa
b) Jenis-jenis upaya kesehatan jiwa secara lengkap
c) Sistem pelayanan kesehatan jiwa
d) Sumber daya dalam upaya kesehatan jiwa (tenaga kesehatan,
faskes, perbekalan kesehatan, teknologi dan produk teknologi,
pendanaan)
e) Hak dan kewajiban orang dengan masalah kejiwaan
f) Pemeriksaan kesehatan mental
g) Peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan jiwa
h) Ketentuan pidana bagi pelanggar aturan kesehatan jiwa
3.) Permenkes No. 54 tahun 2017 tentang Penanggulangan Pemasungan
pada Orang dengan Gangguan Jiwa. Dalam permenkes ini bukan
hanya mengatur tentang penanggulangan pemasungan ODGJ, tetapi
juga memjelaskan gambaran tentang pemasungan di Indonesia,
macam-macam gangguan jiwa, upaya pencegahan, penanganan dan
rehabilitasi pemasungan ODGJ, serta pencatatan dan pelaporan.
4.) Kepmenkes No. 220 tahun 2002 tentang Pedoman Umum Tim
Pembina, Tim Pengarah, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat
(TPKJM).
5.) Kepmenkes No. 48 tahun 2006 tentang Pedoman Penanggulangan
Masalah Kesehatan Jiwa dan Psikososial Masyarakat Akibat
Bencana Dan Konflik
6.) Kepmenkes No. 406 tahun 2009 tentang Kesehatan Jiwa Komunitas
34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
35
mempromosikan, mempertahankan atau memaksimalkan level
kemandirian serta meminimalkan efek ketidakmampuan dan
kesakitan termasuk di dalamnya penyakit terminal dan kondisi
khusus seperti : klien dengan post partum, klien dengan gangguan
kesehatan mental, klien dengan kondisi usia lanjut.
36
sangat penting karena keluarga adalah social support utama bagi klien.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
37
Asmuji dan Indriyani, D., (2014). Model Edukasi Postnatal Melalui Pendekatan
Family Centered Maternity Care (FCMC). Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jember.
Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nfas Normal. Jakarta : EGC
Bukit, Evi Karota. 2008. Perawatan kesehatan di rumah (home health care).
http://repository.usu.sc.id/bitstream/123456789/3585/1/eva karota bukit. pdf
Kholifah, Siti Nur. 2012. Home Care. Jurnal Keperawatan, Vol 5(1), 44-48
38
Notoatmodjo S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT
Rineka Cipta.
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info
Media.
Sri Astuti dkk. (2015). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta : Erlangga
39