Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH CASE STUDY

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

KESEHATAN SPIRITUAL

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Alda Renjani (1810913120010)

Asprila Fernando (1810913210025)

Febriyanti Paramita Puteri (1810913320016)

Farah Aulia Safitri (1810913120016)

Ketut Sunartiasih (1810913320027)

Maria Ulfah (1810913220011)

Nur Khalisah Hayati (1810913220011)

Prinandita Syafira (1810913220017)

Wida Yanti (1810913320003)

Zakianor Isnarawati (1810913120003)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Dosen
Pengampu : Endang Pertiwiwati, Ns., M.Kes

Kelompok : 3 (tiga)

Nama Anggota:

Alda Renjani (1810913120010)

Asprila Fernando (1810913210025)

Febriyanti Paramita Puteri (1810913320016)

Farah Aulia Safitri (1810913120016)

Ketut Sunartiasih (1810913320027)

Maria Ulfah (1810913220011)

Nur Khalisah Hayati (1810913220011)

Prinandita Syafira (1810913220017)

Wida Yanti (1810913320003)

Zakianor Isnarawati (1810913120003)

Banjarbaru, 10 Februari 2020

Endang Pertiwiwati, Ns., M.Kes

i
KATA PENGANTAR

Ungkapan rasa syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada


Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapatmenyelesaikan makalah Case Study denngan topik
“Kesehatan Spiritual” mata kuliah Psikososial dan Budaya Dalam Keperawatan.
Untuk itu semua, penulis memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
senantiasa memberikan limpahan rahmat-Nya kepada mereka yang telah memberi
bimbingan, petunjuk, nasihat, kemudahan dan do’a kepada penulis dengan tulus.
Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai media proses pembelajaran dalam
perkuliahan, semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi pembacanya.

Akhirnya penulis menyadari bahwa mungkin saja dalam makalah ini masih
terdapat kekurangan, karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun yang diharapkan akan menyempurnakan makalah ini.
Namun demikian, penulis berharap makalah ini tetap memberikan manfaat bagi
pembaca dan menambah khasanah ilmu keperawatan.

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1 KASUS ........................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN .........................................................................................3
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................15

iii
BAB I

KASUS CASE STUDY

Topik: Kesehatan Spiritual

Kasus1
Tn. Idris, 40 tahun, bercerai, dirawat dengan infark miokardial, agama Islam. Tn.
Idris sering tidak bisa tidur pada malam hari dan berkata kepada perawat yang
bertugas dinas malam “Apakah Anda sering mempertanyakan keberadaan
Tuhan?” Memahami bahwa pertanyaan ini mempunyai banyak arti bagi klien,
maka perawat mengajukan pertanyaan spesifik untuk menetapkan apakah klien
mempunyai kebutuhan spiritual yang tidak terpenuhi.

Dua hari kemudian, klien tetap tidak bisa tidur dan terus membahas tentang
Tuhan.Ketika harus masuk rumah sakit, Tn. Idris tidak bisa lagi aktif dalam
kegiatan agama dan mengikuti pengajian rutin seperti biasa.Ia berkata, “Ketika
saya berpikir tentang kematian dan tidak tahu apa yang terjadi setelah
kematian…, saya merasa sangat takut.” “Apakah orang lain juga merasakan hal
yang sama seperti saya?” “Mungkin Tuhan menghukum saya karena saya tidak
terlalu religius.”Tn. Idris ingin menggali keyakinan agamanya yang selama ini
tidak terlalu dihayatinya dan berkata ingin dikunjungi oleh pemuka agama Islam.

Diskusikan mengenai:
1. Tn. Idris mengatakan “……. saya tidak terlalu religius.” Apakah itu artinya
Tn. Idris bukan orang yang beragama?
2. Apakah perbedaan antara spiritualitas atau keyakinan spiritual, kepercayaan,
dan agama?
3. Berdasarkan kasus, data manakah yang menunjukkan bahwa Tn. Idris
mengalami distress spiritual?
4. Bagaimanakah perkembangan spiritual individu dalam setiap fase
kehidupan (bayi dan toddler, prasekolah, usia sekolah, dewasa, lansia)?

1
5. Bagaimana penyakit mampu memengaruhi spiritualitas atau agama
seseorang? Apakah ada faktor lain yang dapat memengaruhi spiritualitas
seseorang?
6. Sebagai seorang perawat, apa yang mungkin Anda katakan kepada Tn. Idris
untuk menunjukkan bahwa Anda berempati dengan kondisinya?
7. Proses keperawatan dan kesehatan spiritual: metode pengkajian kesehatan
spiritual yang perawat gunakan serta merencanakan tindakan keperawatan
yang sesuai.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Tidak, karena Tn. Indris tetep beragama hanya saja dia tidak taat pada
agamanya dan melalaikan kewajiban beribadahanya sehingga dia berfikir
bahwa dia itu orang yang tidak religius.
2.
 Spiritualitas

Spiritualitas adalah konsep yang luas dengan berbagai dimensi dan


perspektif yang ditandai adanya perasaan keterikatan (koneksitas) kepada
sesuatu yang lebih besar dari diri kita, yang disertai dengan usaha
pencarian makna dalam hidup atau dapat dijelaskan sebagai pengalaman
yang bersifat universal dan menyentuh. Beberapa individu
menggambarkan spiritualitas dalam pengalam-pengalaman hidupnya
seperti adanya perasaan terhubung/transendental yang suci dan
menentramkan, sebagaian individu yang lain merasaan kedamaian saat
berada di masjid, gereja, kuil atau tempat suci lainnya.

 Keagamaan

Keagaman adalah ajaran atau system yang mengatur tata keimanan


dan pribadatan kepada Tuhan serta kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia serta lingkungannya.

 Kepercayaan

Berasal dari bahasa latin Religere artinya berhati hati dan


berpegang teguh pada aturan aturan dasar. Jadi kepercayaan atau religi
berarti kecenderungan batin(Rohani) manusia yang terikat dengan hal hal
yang gaib, suci (Kekuatan alam) dan tebu.

3. Ketika pasien berkata “ketika saya berfikir tentang kematian dan tidak tahu
apa yang terjadi setelah kematian.., saya merasa sangat takut.” “Apakah

3
orang lain juga merasakan hal yang sama seperti saya?” “Mungkin Tuhan
menghukum saya karena saya tidak terlalu religius.”
4. Tahap awal perkembangan manusia dimulai dari masa perkembangan bayi.
Hamid (2000) menjelaskan bahwa perkembangan spiritual bayi merupakan
dasar untuk perkembangan spiritual selanjutnya. Bayi memang belum
memiliki moral untuk mengenal arti spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik
merupakan sumber dari terbentuknyaperkembangan spiritual yang baik pada
bayi. Oleh karena itu, perawat dapat menjalin kerjasama dengan orang tua
bayi tersebut untuk membantupembentukan nilai-nilai spiritual pada bayi.
Dimensi spiritual mulai menunjukkan perkembangan pada masa
kanak-kanak awal (18 bulan-3 tahun). Anak sudah mengalami
peningkatankemampuan kognitif. Anak dapat belajar membandingkan hal
yang baikdan buruk untuk melanjuti peran kemandirian yang lebih besar.
Tahap perkembangan ini memperlihatkan bahwa anak-anak mulai berlatih
untuk berpendapat dan menghormati acara-acara ritual dimana mereka merasa
tinggal dengan aman. Observasi kehidupan spiritual anak dapat dimulai dari
kebiasaan yang sederhana seperti cara berdoa sebelum tidur dan berdoa
sebelum makan, atau cara anak memberi salam dalam kehidupan sehari-hari.
Anak akan lebih merasa senang jika menerima -pengalaman baru, termasuk
pengalaman spiritual (Hamid, 2000).
Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun)
berhubungan erat dengan kondisi psikologis dominannya yaitu super ego.
Anak usia pra sekolah mulai memahami kebutuhan sosial, norma, dan
harapan, serta berusaha menyesuaikan dengan norma keluarga. Anak tidak
hanya membandingkan sesuatu benar atau salah, tetapi membandingkan
norma yang dimiliki keluarganya dengan norma keluarga lain. Kebutuhan
anak pada masa pra sekolah adalah mengetahui filosofi yang mendasar tentang
isu-isu spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena anak sudah
mulai berfikiran konkrit. Mereka kadang sulit menerima penjelasan mengenai
Tuhan yang abstrak, bahkan mereka masih kesulitan membedakan Tuhan dan
orang tuanya (Hamid, 2000)

4
Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami
peningkatan kualitas kognitif pada anak. Anak usia sekolah (6-12 tahun)
berfikir secara konkrit, tetapi mereka sudah dapat menggunakan
konsepabstrak untuk memahami gambaran dan makna spriritual dan agama
mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak dapat
diajak berdiskusi dan menjelaskan apakah keyakinan. Orang tua dapat
mengevaluasi pemikiran sang anak terhadap dimensi spiritual mereka (Hamid,
2000).
Remaja (12-18 tahun). Pada tahap ini individu sudah mengerti akan
arti dan tujuan hidup, Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil
keputusan saat ini dan yang akan datang. Kepercayaan berkembang dengan
mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan kepercayaan orang tua
mereka dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami, mereka dapat
bingung ketika menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten.
Pada tahap ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada
keluarga. Tetapi keyakinan yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip
dengan keluarga, walaupun mereka protes dan memberontak saat remaja. Bagi
orang tua ini merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas
otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali
muncul konflik orang tua dan remaja (Hamid, 2000).

Dewasa muda (18-25 tahun). Pada tahap ini individu menjalani proses
perkembangannya dengan melanjutkan pencarian identitas spiritual,
memikirkan untuk memilih nilai dan kepercayaan mereka yang dipelajari saat
kanak-kanak dan berusaha melaksanakan sistem kepercayaan mereka sendiri.
Spiritual bukan merupakan perhatian utama pada usia ini, merekalebih banyak
memudahkan hidup walaupun mereka tidak memungkiri bahwa mereka sudah
dewasa (Hamid, 2000).

Dewasa pertengahan (25-38 tahun). Dewasa pertenghan merupakan


tahap perkembangan spiritual yang sudah benar-benar mengetahui konsep
yang benar dan yang salah, mereka menggunakan keyakinan moral, agama

5
dan etik sebagai dasar dari sistem nilai. Mereka sudah merencanakan
kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap kepercayaan
dan nilai spiritual (Hamid, 2000).

Dewasa akhir (38-65 tahun). Periode perkembangan spiritual pada


tahap ini digunakan untuk instropeksi dan mengkaji kembali dimensi spiritual,
kemampuan intraspeksi ini sama baik dengan dimensi yang lain dari diri
individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual
spiritual meningkat (Hamid, 2000).

Lanjut usia (65 tahun sampai kematian). Pada tahap perkembangan ini,
pada masa ini walaupun membayangkan kematian mereka banyak menggeluti
spiritual sebagai isu yang menarik, karena mereka melihat agama sebagai
faktor yang mempengaruhi kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset
membuktikan orang yang agamanya baik, mempunyai kemungkinan
melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi lansia yang agamanya tidak baik
menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa tidak berharga, tidak dicintai,
ketidakbebasan dan rasa takut mati. Sedangkan pada lansia yang spiritualnya
baik ia tidak takut mati dan dapat lebih mampu untuk menerima kehidupan.
Jika merasa cemas terhadapkematian disebabkan cemas pada proses bukan
pada kematian itu sendiri (Hamid, 2000).

Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan


manusia. Karena setiap individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun
dengan tingkat pengalaman dan pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan
nilai dan keyaninan mereka yang mereka percaya. Setiap fase dari tahap
perkembangan individu menunjukkan perbedaan tingkat atau pengalaman
spiritual yang berbeda (Hamid, 2000).

5. Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang (Troth,


Craven, dan Hirnle). Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi
penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan kematian,
khusunya pada klien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang

6
buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut
merupakan pengalaman spiritual selain juga pengalaman yang bersifat fisikal
dan emosional.

Krisis bisa berhubungan dengan perubahan patofisiologis,


tritmen/terapi pengobatan yang diperlukan, atau situasi yang mempengaruhi
seseorang. Diagnosis penyakit atau penyakit terminal pada umumnya akan
menimbulkan pertanyaan tentang sistem kepercayaan seseorang.Krisis dan
perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering
dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan,
kehilangan, dan bahkan kematian. Bila klien dihadapkan pada kematian, maka
keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang atau berdoa lebih
meningkat dibandingkan dengan pasien yang penyakit tidak terminal. .

Dalam kasus Tn. Idris tidak bisa lagi aktif dalam kegiatan agam dan
mengikuti pengajian rutin seperti biasanya, dalam hal tersebut penyakit
mempengaruhi proses spiritual seseorang karena keterbatasan fisik yang sakit
dan waktu yang harus dirawat dirumah sakit, namun setelah kejadian itu Tn.
idris ingin memperkuat kedalaman tentang spiritual agamanya.

Faktor Yang Mempengaruhi Spirtualitas Pasein Manurut Dwidianti,


(2008) ada beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas
seseorang, faktor tersebut adalah:

a. Pertimbangan tahap perkembangan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan agama ang


berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi yang berbeda
tentang Tuhan dan cara sembahyang yang berbeda pula menurut usia, jenis
kelamin, agama, dan kepribadian anak.

b. Keluarga

Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritual


anak.Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan menjadi

7
tempat pengalaman pertama anak dalam mempersiapkan kehidupan di
dunia, pandangan anak diwarnai oleh pengalaman mereka dalam
berhubungan dengan keluarga.

c. Latar belakang, etnik dan budaya


Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan
social budaya. Umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan
spiritual keluarganya
d. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun yang negatif dapat
mempengaruhi tingkat spiritual seseorang. Peristiwa dalam kehidupan
sering dianggap sebagai ujian kekuatan iman bagi manuisa sehingga
kebutuhan spiritual akan meningkat dan memerlukan kedalaman tingkat
spiritual sebagai mekanisme koping untuk memenuhinya.
e. Terpisah dari ikatan spiritual

Menderita sakit terutama yang bersifat akut, seringkali individu terpisah


atau kehilngan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial.Kebiasaan
hidup sehari-harinya termasuk kegiatan spiritual dapat mengalami
perubahan.Terpisahnya individu dari ikatan spitual beresiko terjadinya
perubahan fungsi sosial.

f. Isu moral terkai dengan terapi


Kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan
untuk menunjukan kebesaran-Nya.
g. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai
Ketika memberikan ashuan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan
untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai
alasan ada kemungkinan perawat juga menghindari untuk memberikan
asuhan spiritual. Perawat merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual
klien bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama.
6. Sebagai seorang perawat, apa yang mungkin Anda katakan kepada Tn. Idris
untuk menunjukkan bahwa Anda berempati dengan konsdisinya?

8
Empati merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat
terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan “dunia
pribadi pasien”. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif, dan tidak
dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati
berbeda dengan simpati. Simpati merupakan kecenderungan berfikir atau
merasakan apa yang sedang pasien lakukan atau rasakan. Karenanya simpati
lebih bersifat subjektif dengan melihat “dunia orang lain” untuk mencegah
perspektif yang lebih jelas dari semua sisi yang ada tentang isu-isu yang
sedang dialami seseorang.

Empati cenderung tergantung pada kesamaan pengalaman di antara


orang yang terlibat komunikasi. Perawat akan lebih mudah mengatasi nyeri
pada pasien, sebagai misal, yang jika dia mempunyai pengalaman yang sama
tentang nyeri. Karena hal ini sulit dilakukan kecuali karena adanya
keseragaman atau kesamaan pengalaman atau situasi yang relevan, perawat
kadang susah untuk berperilaku empatik pada semua situasi. Namun
demikian, empati bisa dikatakan sebagai “kunci” sukses dalam berkomuniaksi
dan ikut memberikan dukungan tentang apa yang sedang dirasakan klien.

Sebagai “perawat empatik” haruslah berusaha keras untuk mengetahui


secara pasti apa yang sedang dipikirkan dan dialami klien. Pada kondisi
seperti ini empati dapat diekspresikan melalui berbagai cara yang dapat
dipakai ketika dibutuhkan, mengatakan sesuatu tentang apa yang perawat
pikirkan tentang klien dan mempelihatkan kesadaran tentang apa yang saat ini
sedang dialami pasien. Empati membolehkan perawat untuk berpartisipasi
sejenak tentang sesuatu yang terkait dengan emosi klien. Perawat yang
berempati dengan orang lain dapat menghindarkan penilaian berdasarkan kata
hati (impulsive judgement) tentang seseorang dan pada umumnya dengan
empati dia akan menjadi lebih sensitif dan ikhlas.

Pada kasus tersebut, Tn Idris sering tidak bisa tidur dimalam hari dan
klien terus membahas tentang Tuhan. Ketika masuk rumah sakit Tn Idris tidak

9
bisa lagi aktif dalam kegiatan agama dan pengajian rutin seperti biasa. Dan ia
berkata ingin dikunjungi oleh pemuka agama. Sebagai perawat kita bisa
menyampaikan kepada pasien “Pak, bapak jangan bicara seperti itu. Saya
mengerti keadaan bapak, kami berusaha untuk membantu bapak dalam
beribadah. Kami akan mendiskusikan dengan keluarga bapak dan membantu
untuk mendatangakn ustadz atau pemuka agama”.

7.
1) Proses Keperawatan dan Kesehatan Spiritual

Spiritual adalah sesuatu yang berhubungan denganspirit, semangat untuk


mendapatkan, keyakinan, harapan dan makna hidup. Perawat sebagai
tenaga kesehatan dan paling lama berada dengan pasien memiliki tugas
merawat dan dan memenuhi kebutuhahan dasar pasien termasuk aspek
spiritual. Ada beberapa indikator terpenuhi kebutuhan spiritualnya
seseorang, antara lain :

 Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaan


kehidupan di dunia,
 Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu
kejadian atau penderitaan.
 Menjalani hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa
percaya dan cinta kasih yang tinggi. Membina integritas personal dan
merasa diri berharga,
 Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
 Mengembangkan hubungan antara manusia dengan positif.

Sedangkan pada kasus di atas tidak terdapan indikator tersebut di diri


pasien oleh karena itu perawat memiliki peran yang penting untuk
membantu pasien menghadapi stressor yang dia miliki.

2) Metode pengkajian yang sesuai dengan spiritual berhubungan dengan


proses keperawatan spriritual.

10
Pengkajian spritual membutuhkan hubungan interpersonal yang baik
antara pasien dengan perawat. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya
dilakukan setelah perawatan dapat membentuk hubungan yang baik
dengan pasien atau dengan ornag terdekat pasien . Pengkajian yang
dilakukan berdasarkan kasus di atas dengan menggunakan pengkajian
objektif dan pengkajian subjektif, mengapa demikian karena dengan
pengkajian tersebut dapat membuka diri tentang permasalahan yang di
hadapi dan perawat pun harus berperan aktif di dalamnya.

 Pengkajian data subjektif


Pedoman pengkajian data subjektif dengan metode spiritual adalah
secara umum mencakup konsep dalam asuhan keperawatan spiritual
secara umum mencakup konsep tentang ketuhanan dan harapan,
praktik agama dan ritual dengan kondiri kesehatan.Untuk kasus di atas
yang dapat perawat lakukan yaitu memfasilitasi kebutuhan pasien
tentang masalah spiritual yang diperlukan dan memotivasi pasien agar
harapan hidup pasien meningkat.
 Pengkajian data objektif
Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinis yang
eliputi pengkkajian afeksi dan sikap, perilaku, dan verbalisasi
hubungan interpersonal, dan lingkungan.Pengkajian data objektif
umumnya dilakukan melalui observasi secara langsung.berdasarkan
kasus di atas perawat memiliki sangat banyak peran perawat harus
menggali kebutuhan pasien misalnya kebutuhan dasar pasien dengan
kopensi yang dia punya perawat harus berkomunikasi dengan pasien
dengan membina hubungan saling percara melalui komunikasi
terpeutik.
3) Rencana keperawatan dan tindakan kepeawatan yang sesuai.
 Diagnosis keperawatan berkaitan dengan masalah spiritual pasien
menurut NANDA adalah dispiritualisasi yang dapat di identifikasi
sebagai gangguan kemampuan dalam meintegrasikan arti dan tujuan

11
hidup seseorang yang berhungan dengan diri, orang lain, atau kekuatan
besar dalam dirinya.
Batasan karakteristik diagnosa keperawatan spiritual secara spesifik
dapat dijabarkan sebagai berikut :
 Berhubungan dengan diri meliputi kemampuan mengekspresikan
diri, kurang harapan, tujuan hidup, kedamaian penerimaan, cinta,
memaafkan diri, keberanian, marah, serta rsa bersalah.
 Berhubungan dengan orang lain dengan pemimpin agama, serta
merasa diri terasing.
 Berhubungan dengan kekuatan yang melebihi dirinya, meliputi
ketidakmampuan beribadah, mengekpresikan ditinggalkan atau
marah pada Tuhan, mengalami penderitaan tanpa harapan.
 Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan dan faktor yang berhubungan di
identifikasi selamjutnya perawat dan juga pasien menyusun kriteria
hasil rencana intervensi yang bisa di lakukan. Tujuannya pasien juga
ikut terlibat agar dapat mempertmbangkan riwayat penyakit pasien
yang berisiko, dan tanda-tanda disfungsi dengan tanda distress spiritual
pasien dengan cara :
 Memenuhi pasien memenuhi kewajiban agamanya
 Menbantu mengatasi situasi yang sedang di amalami pasien
 Mempertahankan atau membina hubungan personal yang dinamik
dengan Maha Pencipta ketika sedang menghadapi peristiwa yang
kurang menyenangkan
 Membantu pasien mencari arti keberadaannya dan situasi yang
sedang dihadapinya
 meningkatkan perasaan penuh harapan
 Memberikan sumber spiritual dengan cara relevan dan sesuai
dengan kepercyaan pasien.

12
 Implementasi

Pada tahap implementasi perawat harus menetapkan rencana


intervensi dengan menerapkan prinsip-prinsip kegitan asuhan
keperawatan denggan cara :

 Memfokuskan perhatian pada presepsi pasien pada kebutuhan


spiritualnya
 Memahami pesan non-verbal pada kebutuhan spiritualnya
 Membantu memfasilitasi pasien agar mampu memenuhi kewajiban
agama
 Serta mendatangkan pemuka agama untuk memenuhi pelayanan
spiritual yang ada di rumah sakit.
 Dukungan spiritual dan membantu pasien dalam keadaan seimbang
dan merasa berhubungan dengan kekuatan Yang Maha Besar.
 Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan agar apakah pasien telah mencapai kriteria
hasil yang ditetapkan pada perencanaan perawat dan perlu
mengumpulkan data terkait spiritual pasien. Tujuan keperawatan
tercapai apabila klien :
 Mampu beristirahat dengan tenang
 Menyatakan penerimaan
 Mengekpresikan rasa damai berhubungan dengan tuhan

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan :

Kesehatan spiritual sangat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang, karena


spiritual sangat berpengaruh terhadap pola pikir seseorang sehingga dalam
mempertahankan kesehatan diri seseorang juga harus sehat secara spiritual agar
pengobatan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik.

Saran :

Sebagai seorang perawat kita harus mampu memahami terkait spiritual seseorang
dan memahami fase-fase spiritual sesuai usia seseorang

14
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Ah. Dkk. 2016. Kebutuhan Spiritual Konsep dan Aplikasi dalam Asuhan
Keperawatan

Saharuddin, dkk. 2018. Penerapan Model Pelayanan Keperawatan Berbasis


Spriritual Ditinjau dari Aspe Poses Asuhan Keperawatan Spiritual Di Rumah Sakit
Islam Faisa Makasar. Vol. 10. No. 1

NANDA

NOC

NIC

Dwidiyanti, M. (2008).Keperawatan Dasar : Konsep caring, komunikasi, Etik dan


Aspek Spiritual dalam Pelayanan Keperawatan. Semarang : Hasani.

Ardhian Irwan. 2016. Konsep Spiritualitas Dan Religiusitas (Spiritual and religion)
Dalam Konteks Keperawatan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Semarang : Fakultas
Ilmu keperawatan, Universitas Islam Sultan Agung.

15

Anda mungkin juga menyukai