Anda di halaman 1dari 25

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERSYARAFAN

1. Konsep dasar sistem syaraf


 Sistem syaraf pusat (SSP)
- Otak
- Medula spinalis
 Sistem syaraf perifer
- Motorik (eferen)
- Sensorik (aferen)
 Sistem syaraf otonom
- Simpatik
- Parasimpatik
2. Sistem syaraf pusat (Otak)
 Serebrum
- Lobus :
1) Frontalis : kepribadian, penilaian, berpikir abstrak, perilaku sosial,
ekspresi bahasa, gerakan.
2) Temporalis : pendengaran, pemahaman bahasa, menyimpan dan
mengingat memori.
3) Parietalis : rasa (suhu, nyeri, sentuhan, ukuran, bentuk jarak)
4) Oksipitalis : stimulus visual
5) Pusat broca : kontrol motorik fungsi bicara
6) Area wernicke : menginterpretasi bicara
 Serebelum
- 2 hemisfer
- Fungsi : tonus otot, gerakan otot dan keseimbangan
 Batang otak
- Pons : salah satu pusat pernapasan
- Mesensefalon (midbrain) : refleks auditorius dan visual
- Medula oblongata : respirasi, vasomotor, kardiak.
 Struktur primitif
- Talamus :nyeri, fokus perhatian
- Hipotalamus : suhu tubuh, selera makan, keseimbangan air, hormon,
emosi, tidur atau bangun.
3. Sistem syaraf pusat (Medula spinalis)
 Menghubungkan batang otak → foramen magnum →vertebrae lumbalis ke-2
 Penghubung otak dan syaraf perifer
 33 segmen ruas tulang belakang (7 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral, 4
koksigeus)
 31 pasang saraf spinal (8 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral, 1 koksigeus)
 Medula spinalis :
- Syaraf motorik
- Syaraf sensorik
- Syaraf otonom (simpatik dan parasimpatik)
 Syaraf kranial
- Nervus kranialis
4. Sistem syaraf perifer
 Nervus spinalis
- 31 nervus kranialis :
1) 8 syaraf servikal
2) 12 syaraf thorakal
3) 5 syaraf lumbal
4) 5 syaraf sakral
5) 1 syaraf coccyigeal
5. Sistem syaraf otonom
 Sistem syaraf simpatik
- Efek fisiologis :
 Vasokontriksi
 Tekanan darah meningkat
 Aliran darah ke otot skeletal meningkat
 Frekuensi dan kontraktilitas jantung menigkat
 Frekuensi napas meningkat
 Relaksasi otot polos bronkus, GI tract, urinarius tract
 Kontraksi spingter
 Pelebaran pupil dan relaksasi muskulus siliaris
 Sekresi pankreas menurun
 Sistem syaraf parasimpatik
- Efek fisiologis :
 Vasodilatasi pembuluh darah genetalia eksterna
 Tonus otot GI tract, peristaltis meningkat
 Pengecilan pupil
 Sekresi pankreas, saliva, lakrimalis meningkat
 Frekuensi dan kotranktilitas otot jantung menurun
 Kontriksi otot polos bronkus
 Relaksasi spingter sistem urinarius dan meningkatnya tonus
kandung kemih
6. Pengkajian
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan kesadaran dan fungsi luhur
 Pemeriksaan syaraf otak
 Pemeriksaan tanda rangsang meningeal
 Pemeriksaan refleks
 Pemeriksaan sistem motorik
 Pemeriksaan sistem sensorik
 Pemeriksaan Gait dan sistem koordinasi
 Pemeriksaan provokasi sindroma nyeri
3) Pemeriksaan penunjang
7. Anamnesis pada kasus neurologis mencakup hal berikut :
1) Identitas pasien yaitu nama, usia, alamat, status pernikahan, pekerjaan dan
sebagainya.
2) Keluhan utama, yaitu keluhan yang membuat pasien datang untuk berobat.
3) Riwayat penyakit sekarang, merupakan penjabaran dari keluhan utama dan
keluhan-keluhan yang menyertai, meliputi :
a. Site, yaitu lokasi keluhan
b. Onset, yait sejak kapan keluhan tersebut dirasakan, mendadak atau
progresif.
c. Characteristic, yaitu deskripsi atau karakteristik dari keluhan yang
dirasakan.
d. Radiating, yaitu apakah keluhan tersebut hanya dirasakan pada lokasi
tersebut atau ada penjalaran.
e. Accompanied, yaitu keluhan-keluhan lain yang menyertai, misalnya
keluhan sistem motorik, sistem sensorik, sistem otonom, syaraf otak,
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial dan sebagainya.
f. Timing, yaitu durasi, frekuensi, pada saat apa keluhan, dan sebagainya.
g. Exacerbate and relieve, yaitu kondisi-kondisi yang memperberat dan
memperingan keluhan.
h. Severity, yaitu intensitas atau derajat keparahan dari keluhan yang
dirasakan.
i. Status of health between attack, yaitu status kesehatan diantara beberapa
serangan.
4) Riwayat penyakit dahulu, yaitu riwayat penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelumnya yang mungkin berkaitan dengan keluhan saat ini misalnya riwayat
tumor, trauma, stroke, dan sebagainya.
5) Riwayat penyakit dalam keluarga
6) Riwayat pengobatan
8. Pemeriksaan fisik (Tingkat kesadaran)
Kesadaran merupakan keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen
dan aferen.
 Bedakan tingkat kesadaran dan isi kesadaran
 Tingkat kesadaran menunjukkan kewaspadaan / reaksi seseorang dalam
menanggapi rangsangan dari luar yang ditangkap oleh panca indera.
 Isi kesadaran berhubungan dengan fungsi kortikal seperti bahasa, menulis,
membaca, intelektual dan sebagainya.
 Tingkat kesadaran diukur dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
9. Pemeriksaan orientasi
Prosedur pemeriksaan orientasi :
 Orientasi orang : tanyakan namanya, usia, kerja, kapan lahir, kenal dengan
orang di sekitarnya.
 Orientasi tempat : tanyakan sekarang dimana, apa nama tempat ini, di kota
mana berada.
 Orientasi waktu : tanyakan hari apa sekarang, tanggal berapa, bulan apa, tahun
berapa.
10. Pemeriksaan fungsi luhur
Fungsi luhur yang khas bagi manusia mencakup aktivitas yang memiliki hubungan
dengan kebudayaan, bahasa, ingatan dan pengertian.
1) Pemeriksaan Afasia
2) Pemeriksaan Apraksia
3) Pemeriksaan Agnosia
4) Pemeriksaan Memori
11. Pemeriksaan syaraf otak
1) Nervus olfaktorius (NI)
Syarat pemeriksaan :
a. Jalan napas harus dipastikan bebas dari penyakit
b. Bahan yang dipakai harus dikenal oleh penderita
c. Bahan yang dipakai bersifat non iritating
Catatan : bahan yang cepat menguap tidak boleh digunakan dalam pemeriksaan
ini sebab bahan tersebut dapat merangsang nervus trigeminus (NV) dan alat-alat
pencernaan.
Prosedur pemeriksaan nervus olfaktorius (NI):
a. Memberitahukan kepada penderita bahwa daya penciumannya akan diperiksa.
b. Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan atau kelainan
pada rongga hidung.
c. Meminta penderita untuk menutup salah satu lubang hidung.
d. Meminta penderita untuk mencium bau-bauan tertentu (misalnya : ekstrak
kopi, ekstrak jeruk, vanili, atau tembakau) melalui lubang hidung yang
terbuka.
e. Meminta penderita menyebutkan jenis bau yang diciumnya.
f. Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung kontralateral.
Adapun interpretasi hasil pemeriksaan :
a. Terciumnya bau-baunan secara tepat menandakan fungsi nervus olfaktorius
kedua sisi adalah baik.
b. Hilangnya kemampuan mengenali bau-bauan (anosmia) yang bersifat
unilateral tanpa ditemukan adanya kelainan pada rongga hidung merupakan
salah satu tanda yang mendukung adanya neoplasma pada lobus frontalis
cerebrum.
c. Anosmia yang bersifat bilateral tanpa ditemukan adanya kelainan pada rongga
hidung merupakan salah satu tanda yang mendukung adanya meningioma
pada cekungan olfaktorius pada cerebrum. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat
dari trauma maupun pada meningitis. Pada orang tua dapat terjadi gangguan
fungsi indera penciuman ini dapat terjadi tanpa sebab yang jelas. Gangguan ini
dapat berupa penurunan daya pencium (hiposmia). Bentuk gangguan lainnya
dapat berupa kesalahan dalam mengenali bau yang dicium, misalnya minyak
kayu putih tercium sebagai bawang goreng, hal ini disebut parosmia.
d. Selain keadaan di atas, dapat juga terjadi peningkatan kepekaan penciuman
yyang disebur hiperosmia, keadaan ini dapat terjadi akibat trauma kapitis,
tetapi kebanyakan hiperosmia terkait dengan kondisi psikiatrik yang disebut
konversi histeri. Sensasi bau yang muncul tanpa adanya sumber bau disebut
halusinasi olfaktorik. Hal ini dapat muncul sebagai aura pada epilepsi maupun
pada kondisi psikosis yang terkait dengan lesi organik pada unkus.
2) Nervus optikus (N II)
a. Pemeriksaan daya penglihatan (visus)
Pemeriksaan visus pada bagian neurologi pada umumnya tidak dikerjakan
menggunakan kartu Snellen tetapi dengan melihat kemampuan penderita
dalam mengenali jumlah jari-jari, gerakan tangan dan sinar lampu.
b. Prosedur pemeriksaan daya penglihatan (visus)
- Memberitahukan kepada pasien bahwa akan diperiksa daya
penglihatannya.
- Memastikan bahwa penderita tidak mempunyai kelainan pada mata
misalnya, katarak, jaringan parut atau kekeruhan pada kornea, peradangan
pada mata (iritis, uveitis), glaukoma, korpus alienum.
- Pemeriksa berada pada jarak 1-6 meter dari penderita.
- Meminta penderita untuk menutup mata sebelah kiri untuk memeriksa
mata sebelah kanan.
- Melakukan pemeriksaan hitungan jari, gerakan tangan, dan lampu.
- Melakukan prosedur yang sama untuk mata sebelah kiri.
c. Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan lapangan pandang bertjuan memeriksa batas-batas penglihatan
bagian perifer. Pemeriksaan ini dapat dikerjakan dengan 3 teknik, yaitu :
- Test konfrontasi dengan tangan
- Test dengan kampimeter
- Test dengan perimeter
Dalam latihan pemeriksaan nervus cranialis ini jenis test pertama yang akan
dilatihkan, sedangkan test kedua dan ketiga akan dilatihkan pada topik
ophtalmologi.
Jenis-jenis kelainan lapangan pandang (visual field defect) :
- Total blindness : tidak mampu melihat secara total
- Hemianopsia : tidak mampu melihat sebagian lapangan pandang
(temporal, nasal, bitemporal, binasal)
- Homonymous hemianopsia
- Homonymous quadrantanopsia
Prosedur pemeriksaan lapangan pandang (test konfrontasi dengan tangan)
- Meminta penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak 1
meter
- Meminta penderita menutup mata kirinya dengan tangan untuk memeriksa
mata kanan
- Meminta penderita melihat hidung pemeriksa
- Pemeriksa menggerakkan jari tangannya dari samping kanan ke kiri dan
dari atas ke bawah.
- Meminta penderita untuk mengatakan bila masih melihat jari-jari tersebut.
- Menentukan hasil pemeriksaan
- Mengulangi prosedur pemeriksaan untuk mata sebelah kiri dengan
menutup mata sebelah kanan.
3) Pemeriksaan nervi okularis (N III, IV, VI)
Nervus okularis terdiri dari dua komponen dengan fungsi yang berbeda, yaitu :
a. Motor somatik, menginervasi empat dari enam otot-otot ekstraokular dan
muskulus levator palpebra superior. Komponen ini berfungsi mengontrol
kontraksi otot ekstraokular dalam melihat dan fiksasi objek penglihatan.
b. Motor viseral, memberikan inervasi parasimpatis pada muskulus konstriktor
pupil dan muskulus siliaris. Komponen ini bertanggung jawab dalam refleks
akomodasi pupil sebagai respon terhadap cahaya.
Pemeriksaan nervi okularis meliputi 3 hal, yaitu :
a. Pemeriksaan gerakan bola mata
b. Pemeriksaan kelopak mata
c. Pemeriksaan pupil
Prosedur pemeriksaan gerakan bola mata :
- Memberitahukan penderita bahwa akan dilakukan pemeriksaan terhadap
gerakan bola matanya.
- Memeriksa ada tidaknya gerakan bola mata di luar kemauan penderita
(nistagmus)
- Meminta penderita untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang
digerakan ke segala jurusan.
- Mengamati ada tidaknya hambatan pada pergerakan matanya (hambatan
dapat terjadi pada salah satu atau kedua mata)
- Meminta penderita untuk menggerakkan sendiri bola matanya.
Prosedur pemeriksaan kelopak mata :
- Meminta penderita untuk membuka kedua mata dan menatap ke depan
selama satu menit.
- Meminta penderita untuk melirik ke atas selama satu menit.
- Meminta penderita untuk melirik ke bawah selama satu menit.
- Pemeriksa melakukan pengamatan terhadap celah mata dan
membandingkan lebar celah mata (fsura palpebralis) kanan dan kiri.
- Mengidentifikasi ada tidaknya ptosis, yaitu kelopak mata yang menutup.
Prosedur pemeriksaan pupil :
- Melihat diameter pupil penderita (normal 3 mm)
- Membandingkan diameter pupil mata kanan dan kiri (isokor atau anisokor)
- Melihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak
- Memeriksa refleks pupil terhadap cahay direk : menyorotkan cahaya ke
arah pupil lalu mengamati ada tidaknya miosis dan mengamati apakah
pelebaran pupil segera terjadi ketika cahaya dialihkan dari pupil.
- Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya indirek : mengamati perubahan
diameter pupil pada mata yang tidak disorot cahaya ketika mata yang
satunya mendapatkan sorotan cahaya langsung.
Memeriksa refleks akomodasi pupil
- Meminta penderita melihat jari telunjuk pemeriksa pada jarak yang agak
jauh.
- Meminta penderita untuk terus melihat jari telunjuk pemeriksa yang
digerakkan mendekati hidung penderita.
- Mengamati gerakan bola mata dan perubahan diameter pupil penderita
(pada keadaan normal kedua mata akan bergerak ke medial dan pupil
meyempit)

4) Pemeriksaan nervus trigeminus (N V)


Nervus trigeminus berfungsi menginervasi bagian muka dan wajah. Nervus ini
mempunyai 3 bagian :
a. Cabang yang menginervasi dahi dan mata (V1)
b. Pipi (V2)
c. Muka bagian bawah dan dagu (V3)
Pemeriksaan N V meliputi motorik dan sensorik.
Pemeriksaan fungsi motorik :
- Meminta penderita untuk merapatkan gigi sekuat-kuatnya.
- Pemeriksa mengamati muskulus masseter dan muskulus temporalis
(normal : kekuatan kontraksi sisi kanan dan kiri sama)
- Meminta penderita untuk membuka mulut.
- Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak simetris dengan acuan gigi seri
atas dan bawah (apabila ada kelumpuhan, dagu akan terdorong ke arah
lesi)
Pemeriksaan fungsi sensorik :
- Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri dengan jarum pada daerah dahi, pipi
dan rahang bawah (sentuhan).
- Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapas ynag dibasahi air
hangat pada daerah dahi, pipi dan rahang bawah (garpu tala dengan suhu
yang dingin.
Melakukan pemeriksaan refleks kornea :
- Menyentuh kornea dengan ujung kpaas (normal penderita akan menutup
mata atau berkedip)
- Menanyakan apakah penderita dapat merasakan sentuhan tersebut.
Melakukan pemeriksaan refleks masster :
- Meminta penderita untuk sedikit membuka mulutnya.
- Meletakkan jari telunjuk kiri pemeriksa di garis tengah dagu penderita.
- Mengetok jari telunjuk kiri pemeriksa dengan jari tengan tangan kanan
pemeriksa atau dengan palu refleks.
- Mengamati respon yang muncul : kontraksi muskulus masseter dan mulut
akan menutup.
5) Pemeriksaan nervus fasialis (N VII)
Nervus fasialis (N VII) mempunyai komponen somatosensorik eferen dan aferen
dengan fungsi yang dapat dibedakan, yaitu :
a. Branchial motor (special visceral efferent) yang menginervasi otot-otot
fasialis, otot digastrik bagian belakang, otot stylohyoideus dan stapedius.
b. Viseral motor (general visceral efferent) yang memberikan inervasi
parasimpatik pada kelenjar lakrimal, submandibular dan sublingual serta
mukosa menginervasi mukosa nasofaring, palatum durum dan mole.
c. Sensorik khusus (special afferent) yaitu memberikan sensasi rasa pada 2/3
anterior lidah dan inervasi palatum durum dan mole.
d. Sensorik umum (general somatic afferent) menimbulkan sensasi kulit pada
konka, auricula, dan area di belakang telinga.
Pemeriksaan fungsi nervus V II meliputi :
- Pemeriksaan motorik nervus fasialis
- Pemeriksaan viserosensorik dan viseromotorik nervus intermedius
Prosedur pemeriksaan nervus fasialis.
Pemeriksaan motorik
- Meminta penderita untuk duduk dengan posisi istirahat (rileks).
- Pemeriksa mengamati muka penderita bagian kiri dan kanan apakah
simetris atau tidak.
- Pemeriksa mengamati lipatan dahi, tinggi alis, lebar celah mata, lipatan
kulit nasolabial, dan sudut mulut.
- Meminta penderita menggerakkan mukanya dengan cara sebagai berikut :
 Mengerutkan dahi, bagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
 Mengangkat alis.
 Menutup mata dengan rapat, lalu pemeriksa mencoba membuka
dengan tangan.
 Memonyongkan bibir atau nyengir.
 Meminta penderita menggembungkan pipinya, lalu pemeriksa
menekan pipi kiri dan kanan untuk mengamati apakah kekuatannya
sama. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar dari bagian
yang lumpuh.
Pemeriksaan viseromotorik (parasimpatis)
- Memeriksa kondisi kelenjar lakrimalis, basah atau kering.
- Memeriksa kelenjar sublingualis.
- Memeriksa mukosa hidung dan mulut.
- Pemeriksaan sensorik.
- Meminta pemeriksa menjulurkan lidah.
- Meletakkan gula, asam, garam atau sesuatu yang pahit pada sebelah kiri
dan kanan dari 2/3 bagian depan lidah.
- Meminta penderita untuk menuliskan apa yang dirasakannya pada secarik
kertas. Catatan : pada saat dilakukan pemeriksaan hendaknya :
 Lidah penderita terus menerus dijulurkan keluar.
 Penderita tidak diperkenankan bicara.
 Penderita tidak diperkenankan menelan
6) Pemeriksaan Nervus Vestibulokokhlearis (N VIII)
a. Nervus kokhlearis yang bertanggungjawab menghantarkan impuls
pendengaran
b. Nervus vestibularis yang bertanggungjawab menghantarkan impuls
keseimbangan
Pemeriksaan nervus VIII meliputi :
a. Pemeriksaan fungsi pendengaran
b. Pemeriksaan fungsi vestibular
Pemeriksaan fungsi pendengaran :
 Pemeriksaan weber :
1. Tujuan untuk membandingkan daya transport melalui tulang di telinga
kanan dan kiri penderita
2. Garputala diletakkan di dahi penderita
3. Pada keadaan norma kiri dan kanan sama keras (penderita tidak dapat
menentukan di mana yang lebih keras)
4. Bila terdapat tuli konduksi di sebelah kiri, misal oleh karena otitis
media, pada tes weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat tuli
persepsi di sebelah kiri, maka tes weber terdengar lebih keras di kanan.
Pemeriksaan Rinne :
1. Tujuan untuk membandingkan pendengaran melaui tulang dan udara
dari penderita.
Pada telinga sehat, pendengaran melalui udara di dengar lebih lama
daripada melalui tulang.
2. Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai penderita tidak
dapat mendengarnya lagi, kemudian garpu tala dipindahkan ke depan
meatus eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar
dikatakan test positif, pada orang normal atau tuli persepsi, test Rinne
ini positif. Pada tuli konduksi test Rinne negatif.
Pemeriksaan Schwabach :
1. Tujuan membandingkan hantaran tulang penderita dengan hantaran
tulang pemeriksa (dengan anggapan pendengaran pemeriksa adalah
baik).
2. Garputala yang telah digetarkan di prosesus masoideus penderita. Bila
penderita sudah tidak mendengar lagi suara garputala tersebut, maka
segera garputala dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa.
3. Bila hantaran tulang penderita baik, maka pemeriksa tidak akan
mendengar suara mendenging lagi. Keadaan ini dinamakan Schwabach
normal.
4. Bila hantaran tulang si penderita kurang baik, maka pemeriksa masih
mendengar suara getaran garputala tersebut. Keadaan ini dinamakan
Schwabach memendek.
7) Pemeriksaan Nervus Vestibularis :
Pemeriksaan keseimbangan :
 Uji rombeng
 Jalan ditempat dengan mata tertutup
 Menggerak-gerakkan kedua anggota badan bagian atas, ke atas, ke bawah
dengan menutup mata.
Interpretasi :
 Rombeng
 Jalan berubah arah ke sisi labirin yang rusak
 Deviasi ke arah labirin yang rusak
Pemeriksaan dengan Past Ponting Test :
Penderita diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya,
kemudian dengan mata tertutup penderita diminta untuk mengulangi, normal
penderita harus dapat melakukannya.
8) Pemeriksaan Nervus Glusofaringeus (N IX)
Nervus Glusofaringeus terdiri dari serabut-serabut motorik dan sensorik. Serabut
motoriknya sebagian bersifat somatomotorik dan sebagian lainnya bersifat
sekretomotorik.
Prosedur pemeriksaan Nervus Glusofaringeus :
1. Penderita diminta untuk membuka mulutnya.
2. Dengan penekan lidah, lidah hendaknya ditekan ke bawah, sementara itu
penderita diminta untuk mengucapkan ‘a-a-a’ panjang.
3. Maka akan tampak bahwa langit-langit yang sehat akan bergerak ke atas.
Lengkung langit-langit di sisi yang sakit tidak bergerak ke atas.
4. Adanya gangguan pada m. Stylopharingeus, maka uvula tidak simetris tetapi
tampak miring tertarik ke sisi yang sehat.
5. Adanya gangguan sensibilitas, maka jika dilakukan perabaan pada bagian
belakang lidah atau menggores dinding pharing kanan dan kiri, refleks muntah
tidak terjadi.
Pemeriksaan fungsi menelan :
 Minta penderita minum air
 Perhatikan mampu minum air atau air masuk ke hidung
Interpretasi :
 Normal : mampu minum air dengan baik
 Kelaianan : air akan masuk ke hidung pada lesi Nervus IX bilateral.
Pemeriksaan fonasi suara :
 Minta pasien untuk mengucapkan ‘a-a-a’
Interpretasi :
 Normal
 Gangguan fonasi suara “sangau”
9) Pemeriksaan Nervus Vagus (N X)
Prosedur pemeriksaan Nervus Vagus :
1. Buka mulut penderita, bila terdapat kelumpuhan maka akan terlihat uvula tidak
di tengah tetapi tampak miring ke sisi yang sehat.
2. Refleks faring / refleks muntah tidak ada.
3. Untuk memeriksa plica vokalis diperlukan laringoscope. Bila terdapat
kelumpuhan satu sisi pita suara, maka pita suara tersebut tidak bergerak
sewaktu fonasi atau inspirasi dan pita suara akan menjadi atonis dan lama
kelamaan atopi, suara penderita menjadi parau.
4. Bila kedua sisi pita suara mengalami kelumpuhan, maka pita suara itu akan
berada di garis tengah dan tidak bergerak sama sekali sehingga akan timbul
afoni dan stridor inspiratorik.
10) Pemeriksaan Nervus Aksesorius (N XII)
Nervus Aksesorius tersusun atas komponen kranial dan spinal yang merupakan
serabut motorik. Kedua komponen tersebut menginervasi otot yang berbeda, yaitu
:
1. Brachial motor (komponen kranial) yang bertanggung jawab memerikan
inervasi otot-otot laring dan faring.
2. Brachial motor (komponen spinal) yang bertangung jawab memberikan
inervasi otot-otot trapezlus dan sternokleudomastoideus.
Prosedur pemeriksaan Nervus Aksesorius :
1. Untuk mengetahui adanya paralisis m. Sternokleudomastoideus :
Penderita diminta menolehkan kepalanya ke arah sisi yang sehat, kemudian
kita raba m. Sternokleudomastoideus. Bila terdapat paralisis N. IX di sisi
tersebut, maka akan teraba m. Sternokleudomastoideus itu tidak menegang.
2. Untuk mengetahui adanya paralisis m. Trapezeus
Bahu penderita di sisi yang sakit adalah lebih rendah daripada di sisi yang
sehat. Margo vertebralis skapula di sisi yang sakit tampak lebih ke samping
daripada di sisi yang sehat.
11) Pemeriksaan Nervus Hipoglosus (N XIII)
Nervus hipoglosus hanya mempunyai satu komponen motor somatik. Nervus ini
menginervasi semua otot intrinsik dan sebagian besar otot ekstrinsik lidah
(genioglosus, styloglosus dan hyoglosus).
12. Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Pemeriksaan Rangsang Meningeal, meliputi :
 Kaku duduk
 Tanda laseque
 Tanda brudzinski I
 Tanda kerniq
 Tanda brudzinski II
Meningeal Sign timbul karen atertariknya radiks-radiks saraf tepi yang
hipersensitif karena adanya perangsangan atau peradangan pada meninges.
Hasil positif pada :
1. Meningitis
2. Pendarahan Subarachnoid (SAH)
Pemeriksaan kaku duduk
1. Penderita berbaring terlentang di atas tempat tidur.
2. Secara pasif kepala penderita dilakukan fleksi dan ekstensi.
3. Kaku duduk positif jika sewaktu dilakukan gerakan, dagu penderita tidak
dapat menyentuh dua jari yang diltakkan di incisura jugularis, terdapat satu
tahanan.
Pemeriksaan brudzinski I :
1. Pasien berbaring terlentang.
2. Tangan kiri pemeriksa diletakkan di bawah kepala pasien .
3. Kemudian dilakukan gerakan fleksi pada kepala pasien dengan cepat, gerakan
fleksi ini dilakukan semaksimal mungkin.
4. Tanda brudzinski I positif jika sewaktu dilakukan gerakan fleksi pada kepala
pasien timbul fleksi involunter pada kedua tungkai.
Test Laseque :
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. Ischiadicus.
Tanda kerning :
1. Pasien berbaring terlentang
2. Pemeriksa melakukan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut dari pasien.
3. Kemudian dilakukan ekstensi pada sendi lutut.
4. Tanda kerning positif jika pada waktu dilakukan ekstensi pada sendi lutut
kurang dari 135 derajat, timbul rasa nyeri, sehingga ekstensi sendi lutut tidak
bisa maksimal.
Tanda Brudzinki II
1. Pasien berbaring terlentang,
2. Tungkai bawah pasien dilakukan fleksi secara pasif pada sendi panggul dan
sendi lutut
3. Tanda Brunzinski II psitif jika sewaktu dilakukan gerakan di atas tadi, tungkal
yang kontralateral secara involunter ikut fleksi.
\
Pemeriksaan Refleks adalah pemeriksaan jawaban terhadap suaru organ suatu
perangsang, dengan unsur jaras aferan, busur sentral, dan jaras eferen. Perubahan ketiganya
mengakibatkan perubahan dalam kualitas maupun kuantutas dan releks. Intergritas dari areus
refleks akan terganggu jika terdapat malfungsi dari organ resptor, nercus sensorik, ganglion
radiks posteiror, gray matter medula spinal, radik anterior, motor end plate, atau organ
efektor.

PEMERIKSAAN FISIK PADA SISTEM KARDIOVASKULER


 Proyeksi jantung pada permukaan dada :
1. Atrium kanan : bagian jantung yang terletak paling jauh di sisi kanan, yaitu 2cm
sebelah kanan tepi sternum setinggi sendi kostosternalis ke 3 sampai ke 6
2. Ventikel kanan : menempati sebagian besar proyeksi jantung pada dinding dada.
Batas bawahnya adalah garis yang menghubungkan sendi kostosternalis ke 6 dengan
apeks jantung.
3. Ventrikel kiri : tidak begitu tampak jika dilihat dari depan. Pada proyeksi jantung
pada dada, daerah tepi kiri-atas selebar 1,5cm.
4. Atrium kiri : bagian jantung yang letaknya paling posterior dan tidak terlihat dari
depan.
 Pemeriksaan fisik kardiovaskuler adalah sebuah proses dari seorang ahli medis yang
memeriksa seluruh bagian tubuh pasien yang berhubungan dengan jantung dan pembuluh
darah.
a. Inspeksi jantung :
 Tanda-tanda yang diamati : 1. Bentuk prekordium (simetris/asimetris)
2.Denyut pada apeks jantung
3. Denyut nadi pada dada
4. Denyut vena
b. Palpasi jantung : 1. Pemeriksaan iktus cordis ( teraba atau tidaknya iktus)
2. Pemeriksaan getaran/thrill
3. pemeriksaan gerakan trachea
c. Perkusi jantung : menentukan batas kiri dan kanan jantung
d. Auskultasi jantung : menggunakan 2 corong pada stetoskop (belt untuk mendengarkan
suara lemah jantung dan difragma mendengarkan suara keras)
 Nadi memompa 60-100x dalam 1 menit. Mendengarkan nadi berada di bawah puting, jika
terdengar ditempat lain maka jantung membesar
 Bising jantung / cardiac murmur
 Bunyi jantung 1 (S1)
1. Daerah auskultasi untuk BJ I :
a. Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.
b. Pada ruang interkostal IV – V kanan, pada tepi sternum : katub
trikuspidalis terdengar disini
c. Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum : merupakan tempat
yang baik pula untuk mendengar katub mitral.
2. Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:
a. stenosis mitral
b. interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
c. pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat
misalnya pada kerja fisik, emosi, anemia, demam dll.
3. Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :
a. shock hebat
b. interval PR yang memanjang
c. decompensasi hebat.
- Bunyi jantung 2 (S2)
1. Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :
a. hipertensi
b. arterisklerosis aorta yang sangat.
2. Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :
a. kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri,
stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital
3. BJ I dan II akan melemah pada :
a. orang yang gemuk
b. emfisema paru-paru
c. perikarditis eksudatif
d. penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung
 Cara termudah untuk menentukan bising systole atau diastole ialah dengan membandingkan
terdengarnya bising dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah
bising systole.
 Mengapa mendengarkan jantung harus miring?
Karena jika miring jantung akan mendekat ke kosta agar mudah didengarkan, jantung bebas
bergerak.

Pratikum
1. Hal pertama yang perlu diperhatikan pada saat akan melakukan pemeriksaan fisik jantung
adalah mencari tanda kebiruan pada tubuh seperti jari (clupping finger).
2. Pada saat melakukan tensi nadi yang dicari adalah nadi brasialis, tensi diletakkan 3 jari di atas
siku, lalu mendengar stetoskop dup pertama (dihitung sebagai sistol) dan dup kedua sebelum
berhenti (dihitung sebagai diastol).
3. Pada saat menggunkan tensi raksa, tensi diletakkan lurus dengan arah arteri, tutup klep lalu
pompa, untuk melihat angka yang akurat pada tensi mata harus diletakkan sejajar dengan
tensi raksa.
4. Stetoskop yang paling bagus digunakan adalah jenis stetoskop yang memiliki 2 selang / kabel
yang tidak bercabang.
5. Bagian bell pada stetoskop digunakan untuk mendengar suara jantung yang lemah sedangkan
bagian diafragma digunakan untuk mendengar suara jantung yang kuat (normal).
6. Jika bagian besi pada stetoskop terbuka maka bagian stetoskop yang digunakan adalah bell
sedangkan jika bagian besi pada stetoskop tertutup maka bagian yang digunakan adalah
diafragma.
7. JVP normal adalah di bawah 3 – 5.
8. Cara menguku JVP adalah sebagai berikut :
 Melihat nadi di leher
 Posisi pasien 30° atau 40° dalam keadaan baring setengah duduk
 Titik 0 cm berada di cekungan leher dan dada (tempat mengukur)
 Letakkan penggaris pada cekungan
 Lihat denyut nadi yang paling tinggi
 Pengukuran JVP dilakukan untuk melihat aktivitas vena kava superior. Sedangkan,
vena kava inferior biasanya terletak di bagian rangka.
9. Pada orang tua (lanjut usia) JVP biasanya meningkat. Hal ini dikarenakan fungsi kerja
jantung cenderung melemah sehingga saat memompa darah, jantung akan bekerja lebih keras
(lebih dipaksa)
10. Sebelum pemeriksaan suara jantung, maka perlu dilakukan perkusi dan palpasi terlebih
dahulu.
11. Pada pemeriksaan suara jantung menggunakan stetoskop maka pada laki-laki suara yang
paling keras berada pada bagian bawah puting susu dan intercostae ke 2 dan 5.

PENGKAJIAN SISTEM PENCERNAAN


1. Pengkajian keperawatan atau kesehatan :
- Anamnesa: metode wawancara,
- Pemeriksaan fisik: metode inspeksi – ouskultasi – perkusi – palpasi secara
berurutan
2. Anamnesa merupakan teknik memperoleh suatu informasi/data tentang masalah
kesehatan pasien melalui wawancara antara perwat dengan pasien dan atau orang lain
yang mengetahui tentang kesehatan pasiennya/keluarga. Dengan tujuan untuk
memperoleh informasi atau data tentang masalah kesehatan pasien dan untuk
membina hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien.
- Antoanamnesa : sumber langsung akurat dari pasien.
- Alloanamnesa : pasien anak-anak, tidak sadar
- Heteroanamnesa : wawancara pada orang lain yang mengetahui masalah
kesehatan yang dialami pasien.
Struktur Anamnesa :
a. Data umum pasien : nama, jenis kelamin, alamat lengkap, pekerjaan, status
perkawanan, agama, suku bangsa.
b. Keluhan utama : keluhan yang dirasakan sangat mengganggu
c. Riwayat penyakit sekarang : kronologi atau perjalanan penyakit, gambaran atay
deskripsi keluhan utama, keluhan atau gejala penyerta, dan usaha berobat
d. Pola BAB
e. Riwayat penyakit dahulu : riwayat penyakit lama, alergi, pembedahan
f. Riwayat penyakit keluarga : penyakit orang tua, saudara, kakek/nenek,
paman/bibi, sepupu
g. Riwayat kebiasaan/sosial
h. Paparan lingkungan : polusi
3. Abdomen :
Untuk menentukan letak organ :
a. Pembagian 4 kuadran
Secara visual buat garis vertikal dr px (processus xiphoideus) ke arah simpisis
pubis dan garis horizontal memotong umbilkus.

1) Kuadran kanan atas / Right Upper Quadran / RUQ


2) Kuadran kiri atas / Left Upper Quadran / LUQ
3) Kuadran kanan bawah / Right Lower Quadran / RLQ
4) Kuadran kiri bawah / Left Lower Quadran / LLQ
b. Pembagian 9 region
Dua garis vertikal yg ditarik keatas dr titik tegah ligamen inguinal dan 2 garis
horizontal ( satu grs sejajar dengan tulang rusuk terbawah dan satu grs sejajar
dengan puncak iliaca ) pembagain ini menghasilkan :
1) Epigastrium
2) Hipokondria kiri
3) Hipokondria kanan
4) Umbilikus
5) Lateral / lumbal kiri
6) Lateral / lumbal kanan
7) Suprapubis
8) Inguinal / iliaca kiri
9) Inguinal kanan
2. Pemeriksaan fisik
Persiapan pemeriksaan fisik
 Hangatkan tangan
 Ruang periksa aman, nyaman, terang
 Stetoskop (hangat)
 Meteran antropometri
 Timbangan badan
 Meteran Tinggi Badan
Urutan pelaksanaan pemeriksaan fisik
 Inspeksi
 Auskultasi
 Perkusi
 Palpasi
3. Inspeksi
Perhatikan :
1) Kulit : apakah ada sikatriks, striae atau vena yang melebar. Striae yang
berwarna ungu terdapat pada sindroma Cushing dan vena yang melebar
dapat terlihat pada cirrhosis hepatic atau bendungan vena cava inferior.
Perhatikan pula apakah ada rash atau lesi-lesi kulit lainnya. Periksa adanya
icterus
2) Umbillikus: perhatikan bentuk dan lokasinya, apakah ada tanda-tanda
inflamasi atau hernia.
3) Perhatikan bentuk permukaan (countour) abdomen termasuk daerah
inguinal dan femoral : datar, bulat, protuberant, atau scaphoid. Bentuk
yang melendung mungkin disebabkan oleh asites, penonjolan suprapubik
karena kehamilan atau kandung kencing yang penuh. Tonjolan asimetri
mungkin terjadi karena pembesaran organ setempat atau massa.
4) Simetri dinding abdomen.
5) Pembesaran organ : mintalah penderita untuk bernapas, perhatikan apakah
nampak adanya hepar atau lien yang menonjol di bawah arcus costa.
6) Apakah ada massa abnormal, bagaimana letak, konsistensi, mobilitasnya
7) Peristaltik. Apabila Anda merasa mencurigai adanya obstruksi
usus,amatilah peristaltik selama beberapa menit. Pada orang yang kurus,
kadang-kadang peristaltik normal dapat terlihat.
4. Auskultasi
 Perannya relatif kecil. Dengan mempergunakan diafragma stetoskop
didengarkan 15 atau 20 detik pada seluruh abdomen.
 Ada 3 hal yang harus diperhatikan yaitu :
1) Apakah suara usus ada ?
2) Bila ada apakah meningkat atau melemah (kuantitas)?
3) Perkiraan asal dari suara (kualitas)?
 Gerakan peristaltik disebut bunyi usus, yang muncul setiap 2-5 detik.
 Pada proses radang serosa seperti pada peritonitis bunyi usus jarang
bahkan hilang sama sekali.
 Bila terjadi obstruksi intestin maka intestin berusaha untuk mengeluarkan
isinya melalui lubang yang mengalami obstruksi dan saat itu muncul bunyi
usus yang sering disebut "rushes". Kemudian diikuti dengan penurunan
bunyi usus gemerincing yang disebut "tinkles," dan kemudian menghilang.
 Pada pasca operasi didapatkan periode bunyi usus menghilang.

5. Perkusi
 Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, untuk
o Memperkirakan ukuran hepar, lien,
o Menemukan asites,
o Mengetahui apakah suatu masa padat atau kistik, dan
o Mengetahui adanya udara pada lambung dan usus.
 Prosedur:
1) Orientasi
2) Tehnik perkusi yaitu pertama kali yakinkan tangan pemeriksa hangat
sebelum menyentuh perut pasien
3) Kemudian tempatkan tangan kiri dimana hanya jari tengah yang melekat
erat dengan dinding perut.
4) Selanjutnya diketok 2-3 kali dengan ujung jari tengah tangan kanan
5) Lakukanlah perkusi pada keempat kuadran untuk memperkirakan
distribusi suara timpani dan redup.
6) Biasanya suara timpanilah yang dominan karena adanya gas pada saluran
gastrointestinal, tetapi cairan dan faeces menghasilkan suara redup.
7) Pada sisi abdomen perhatikanlah daerah dimana suara timpani berubah
menjadi redup.
8) Periksalah daerah suprapublik untuk mengetahui adanya kandung kencing
yang teregang atau uterus yang membesar.
9) Perkusilah dada bagian bawah, antara paru dan arkus costa, akan terdengar
suara redup hepar disebelah kanan, dan suara timpani di sebelah kiri
(karena gelembung udara pada lambung dan fleksura splenikus kolon).
10) Suara redup pada kedua sisi abdomen mungkin menunjukkan adanya
asites.
6. Hepar
Untuk menentukan ukuran hati, dikerjakan sebagai berikut:
1) Mulai perkusi dibawah payudara kanan pada LMC kanan dan merupakan
daerah paru kanan, hasilnya suara sonor dari paru.
2) Kemudian perkusi beberapa sentimeter kebawah sampai suara perkusi lebih
pekak dan perhitungan mulai dari titik ini.
3) Teruskan kebawah sampai ada perubahan suara perkusi.
a. Titik ini merupakan titik akhir dan kemudian diukur dari titik awal
sampai titik akhir. Panjang ukuran disebut liver span yang mempunyai
angka normal 6-12 cm.
7. Lien (Limpa)
 Lien yang normal terletak pada lengkung diafragma, disebelah posterior
garis midaxiler. Suatu daerah kecil suara redup dapat ditemukan di antara
suara sonor paru dan suara timpani.
 Perkusi lien hanya berguna kalau dicurigai atau didapatkan splenomegali.
Apabila membesar, lien akan membesar ke arah depan, ke bawah dan ke
medial, mengganti suara timpani dari lambung dan kolon, menjadi suara
redup.
 Apabila dicurigai splenomegali, cobalah pemeriksaan berikut:
1) Perkusilah daerah spatium intercosta terbawah di garis axilaris anterior
kiri. Daerah ini biasanya timpanik.
2) Kemudian mintalah penderita untuk menarik napas panjang, dan
lakukan perkusi lagi.
3) Apabila lien tidak membesar,suara perkusi tetap timpani. Apabila suara
menjadi redup pada inspirasi, berarti ada pembesaran lien.
4) Walaupun demikian kadang-kadang terdapat juga suara redup pada lien
normal (falsely positive splenic percuission sign) Perkusilah daerah
redup lien dari berbagai arah. Apabila ditemukan daerah redup yang
luas, berarti terdapat pembesaran lien.
8. Palpasi
 Palpasi ringan (superficial) berguna untuk mengetahui adanya ketegangan
otot, nyeri tekan abdomen, dan beberapa organ dan masa superficial.
 Dengan posisi tangan dan lengan bawah horizontal, dengan menggunakan
telapak ujung jari-jari secara bersama-sama, lakukanlah gerakan menekan
yang lembut, dan ringan.
 Hindarkan suatu gerakan yang mengentak.
 Dengan perlahan, rasakan semua kuadran. Carilah adanya masa atau
organ, daerah nyeri tekan atau daerah yang tegangan ototnya lebih tinggi
(spasme).
 Apabila terdapat tegangan, carilah apakah ini disadari atau tidak, dengan
cara mencoba merelakskan penderita, dan melakukan palpasi pada waktu
ekspirasi.
 Palpasi dalam biasanya diperlukan untuk memeriksa masa abdomen.
 Dengan menggunakan permukaan pallar dari ujung jari, lakukan palpasi
dalm untuk mengetahui adanya masa. Tentukanlah lokasinya, ukurannya,
bentuknya, konsitensinya, mobilitasnya, apakah terasa nyeri pada tekanan.
 Apabila palpasi dalam sulit dilakukan (misalnya pada obesitas atau otot
yang tegang), gunakan dua tangan, satu di atas yang lain.
 Masa di abdomen dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis : fisiologi
(uterus dalam kehamilan); inflamasi (diverticulitis colon atau pesudocyst
pancreas); vaskuler (aneurisma aorta); neoplastik (uterus miomatosa,
karsinoma kolon, atau ovarium); atau obstruktif (kandung kencing yang
teregang).

Anda mungkin juga menyukai