Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

AGAMA II
MENGENAL ALLAH DAN RASUL

Fasilitator :
Aria Aulia Nastiti, S,Kep., Ns., M.Kep
Disusun Oleh Kelompok 3
Kelas A2-2017
Ayu Hazrina 131711133085
Enggar Qur’ani A. 131711133091
Rizka Amalia S. 131711133092
Annisa Fitria 131711133094
Meilnda Galih S. 131711133112
Mardha Hawa 131711133114
Fitriana Syahputri 131711133118
Della Yolina 131711133148
Allivia Arvianti Putri 131711133150

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Agama II dengan judul “Mengenal Allah dan Rasul” ini tepat waktu. Meskipun banyak
hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya.
Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah
ini, maka penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Aria Aulia Nastiti, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku fasilitator mata kuliah Agama
II di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, yang memberikan
bimbingan dan saran.
2. Teman-teman anggota kelompok 3 kelas A2-2017 Program Studi S1
Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, yang
memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungannya kepada
penulis.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari rekan-rekan sangat kami butuhkan demi
penyempurnaan makalah ini.
Kami berharap agar makalah ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita
semua. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.

Surabaya, 13 September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantatar .......................................................................................................ii
Daftar isi ....................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................1
1.3 Tujuan .........................................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Urgensi Mengenal Allah................................................................................3
2.2 Cara Mengenal Allah SWT............................................................................9
2.3 Jalan Penghalang dalam Makrifatullah..........................................................15
2.4 Bukti Keberadaan Allah.................................................................................16
2.5 Makna Pengesaan Allah ................................................................................17
2.6 Cara Memurnikan Ibadah...............................................................................20
2.7 Bahaya Syirik.................................................................................................20
2.8 Makna Laa Ilaaha Illallah...............................................................................21
2.9 Cinta Kepada Allah........................................................................................24
2.10 Kebutuhan Manusia Terhadap Rasul.............................................................25
2.11 Definisi Rasul ................................................................................................27
2.12 Kedudukan Rasul...........................................................................................27
2.13 Sifat-Sifat Rasul.............................................................................................28
2.14 Tugas-Tugas Rasul.........................................................................................30
2.15 Karakteristik Risalah Muhammad SAW........................................................33
2.16 Kewajiban Terhadap Rasul............................................................................36
2.17 Aplikasi Makrifatullah dalam pekerjaan perawat..........................................38
2.18 Aplikasi Makrifaturrosul dalam pekerjaan perawat.......................................43
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .........................................................................................................45
3.2 Saran ....................................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................46

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ma’rifat berasal dari kata `arafa, yu’rifu, irfan, berarti: mengetahui,
mengenal,1 atau pengetahuan Ilahi. Orang yang mempunyai ma’rifat disebut arif.
Menurut terminologi, ma’rifat berarti mengenal dan mengetahui berbagai ilmu
secara rinci, atau diartikan juga sebagai pengetahuan atau pengalaman secara
langsung atas Realitas Mutlak Tuhan. Dimana sering digunakan untuk menunjukan
salah satu maqam (tingkatan) atau hal (kondisi psikologis) dalam tasawuf. Oleh
karena itu, dalam wacana sufistik, ma’rifat diartikan sebagai pengetahuan mengenai
Tuhan melalui hati sanubari. Dalam tasawuf, upaya penghayatan ma’rifat kepada
Allah SWT (ma’rifatullah) menjadi tujuan utama dan sekaligus menjadi inti ajaran
tasawuf.
Ma’rifat merupakan pengetahuan yang objeknya bukan hal-hal yang bersifat
eksoteris (zahiri), tetapi lebih mendalam terhadap penekanan aspek esoteris
(batiniyyah) dengan memahami rahasia-Nya. Maka pemahaman ini berwujud
penghayatan atau pengalaman kejiwaan. Sehingga tidak sembarang orang bisa
mendapatkannya, pengetahuan ini lebih tinggi nilai hakikatnya dari yang biasa
didapati orang-orang pada umumnya dan didalamnya tidak terdapat keraguan
sedikitpun.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pemapamaran latar belakang diatas, didapatkan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa urgensi mengenal Allah?
1.2.2 Bagaimana cara mengenal Allah?
1.2.3 Apa saja penghalang dalam ma’rifatullah?
1.2.4 Apa saja bukti keberadaan Allah?
1.2.5 Apa makna pengesaan Allah?
1.2.6 Bagaimana cara memurnikan Ibadah?
1.2.7 Apa saja bahaya syirik?
1.2.8 Apa makna laa ilaaha illallah?

1
1.2.9 Apa makna cinta kepada Allah?
1.2.10 Bagaimana kebutuhan manusia terhadap rasul?
1.2.11 Apa definisi rasul?
1.2.12 Bagaimana kedudukan rasul?
1.2.13 Apa saja sifat-sifat rasul?
1.2.14 Bagaimana tugas rasul?
1.2.15 Bagaimana karakterstik risalah muhammd saw?
1.2.16 Bagaimana kewajiban terhadap rasul?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah melakukan proses perkuliahan dihapkan mahasiswa dapat
menjelaskan tentang bagaimana mengenal Allah (Ma’rifalullah) dan
mengenal Rasul (Ma’rifaturrasul)
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Dapat menjelasakan urgensi mengenal Allah
b. Dapat menjelaskan bagaimana cara mengenal Allah
c. Dapat menjelaskan apa saja penghalang dalam ma’rifatullah
d. Dapat menjelaskan apa saja bukti keberadaan Allah
e. Dapat menjelaskan makna pengesaan Allah
f. Dapat menjelaskan bagaimana cara memurnikan Ibadah
g. Dapat menjelaskan apa saja bahaya syirik
h. Dapat menjelaskan apa makna laa ilaaha illallah
i. Dapat menjelaskan apa makna cinta kepada Allah
j. Dapat menjelaskam bagaimana kebutuhan manusia terhadap rasul
k. Dapat menjelaskan apa definisi rasul
l. Dapat menjelaskan bagaimana kedudukan rasul
m. Dapat menjelaskan apa saja sifat-sifat rasul
n. Dapat menjelaskan bagaimana tugas rasul
o. Dapat menjelaskan bagaimana karakterstik risalah muhammd saw
p. Dapat menjelaskan bagaimana kewajiban terhadap rasul

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Urgensi Mengenal Allah
2.1.1 Definisi
Ma’rifah berasal dari kata ‘arafa – ya’rifu – ma’rifah yang berarti
mengenal. Dengan demikian ma’rifatullah berarti usaha manusia untuk
mengenal Allah baik wujud maupun sifat-sifat-Nya. Manusia sangat
berkepentingan untuk mengetahui siapa penciptanya dan untuk apa ia
diciptakan. Karena itu, manusia pun mulai melakukan penelitian dan
mencari-cari siapa gerangan Tuhannya. Allah yang Maha Rahman dan
Maha Rahim tentu tidak akan membiarkan kita terkatung-katung tanpa
adanya pembimbing yaitu utusan-utusan-Nya para nabi dan rasul yang
akan menunjukkan kita ke jalan yang benar. Maka di antara manusia
ada yang berhasil mengetahui Allah dan banyak pula yang tersesat,
berjalan dengan angan-angannya sendiri.
“Maka berpalinglah kamu dari orang yang telah berpaling dari
peringatan Kami dan dia tidak menghendaki,kecuali kehidupandunia.
Itulahkesudahanpengetahuanmereka. Sungguh Tuhanmu lebih
mengetahui orang yang telah sesat dari jalan-Nya, dan Dia lebih
mengetahui orang yang dapat petunjuk”. (QS. An Najm: 29-30).
Definisi yang lain bahwa Ma’rifatullah (mengenal Allah)
bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau
oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin
manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas?.
Segelas susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui
seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu.
Menurut Ibn Al Qayyim : Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh
ahlul ma’rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang
membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi
dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.
Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun
ma’riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang

3
mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan
gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.

2.1.2 Manfaat Mengenal Allah (Makrifatullah)


Secara umum, manusia mengetahui bahwa suatu ilmu dikatakan
penting dan dirasakan mulia sebetulnya tergantung kepada dua hal yaitu
apakah yang menjadi obyek ilmu itu dan seberapa besar manfaat yang
dihasilkan darinya. Berdasarkan alasan tersebut, kita dapat menarik
kesimpulan bahwa ma’rifatullah merupakan ilmu yang paling mulia dan
penting karena materi yang dipelajarinya adalah Allah. Manfaat yang
dihasilkannya pun tidak saja untuk kepentingan dunia tapi juga untuk
kebahagiaan akhirat.
Orang yang mempelajari ma’rifatullah akan menjadi insan yang
beriman dan bertaqwa bila Allah memberi hidayah kepadanya. Dan bagi
muslim yang mempelajarinya, insya Allah akan menaikkan keimanan
dan ketaqwaannya (raf’ul iman wat taqwa). Sebagai balasan atas
keimanan dan ketaqwaan mereka, Allah SWT menjanjikan kebaikan-
kebaikan bagi mereka, di antaranya: 
 Al Khalifah. Bahwa Allah SWT menjanjikan kepada mereka untuk
menjadi penguasa di muka bumi ini. 
“Dan Allah telah menjanjikan bagi orang-orang yang beriman
di antaramu dan mengerjakan amal shaleh, bahwa Allah sungguh-
sungguh akan mengangkat mereka menjadi khalifah di muka bumi,
sebagaimana orang-orang dahulu menjadi khalifah…” (QS. An Nur:
55).
Melalui beberapa tahap pembinaan secara berkesinambungan,
insya Allah kekhalifahan Islam akan muncul kembali sebagaimana yang
dinubuahkan rasulullah saw. Rasulullah saw mengungkapkan bahwa
umat Islam setidaknya akan melalui lima periode dalam perjalanannya
hingga hari kiamat nanti, yaitu periode kenabian, periode kekhalifahan
yang tegak di atas nilai-nilai kenabian, periode mulkan adhan (penguasa
yang menggigit), periode mulkan jabbariyan (penguasa yang

4
menindas), dan terakhir sebelum datangnya kiamat, umat ini sekali lagi
akan berjaya dengan kembali ke periode kekhalifahan yang tegak di atas
nilai-nilai kenabian. (disarikan dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan Baihaqi).
 Tamkinuddin yaitu diteguhkannya Agama Islam di muka bumi.
“…dan Allah sungguh-sungguh akan meneguhkan agama
mereka yang diridhai-Nya…” (QS. An Nur: 55).
“Dia-lah yang telah mengutus rasul-Nya (dengan membawa)
petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya
atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai”.
(QS. At Taubah: 33 dan QS. Ash Shaf: 9).
“Dia-lah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk
dan agama yang hak, agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama.
Dan cukuplah Allah sebagai saksi” (QS. Al Fath: 28).
 Al Amnu, bahwa Allah SWT akan mengkondisikan orang-orang yang
beriman rasa aman dan tentram setelah sebelumnya mereka selalu
ditimpa keresahan dan ketakutan
“Dan Allah sungguh-sungguh akan menggantikan ketakutan
mereka dengan keamanan…” (QS. An Nur: 55).
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah
negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-
buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada
Allah dan hari kemudian”. (QS. Al Baqarah: 126).
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam
surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir).
(Dikatakan kepada mereka), “Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera
lagi aman”. (QS Al Hijr: 45-46).
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan
iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang
yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk”. (QS. Al An’am: 82).
 Al Barakat (keberkahan yang melimpah)

5
“Kalau sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa,
niscaya Kami tumpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan
bumi, tetapi mereka itu mendustakan, sebab itu Kami siksa mereka
disebabkan usahanya itu”. (QS. Al A’raf: 96).
 Al Hayatun thayyibah (kehidupan yang baik)
“Barangsiapa melakukan kebaikan-kebaikan, laki-laki maupun
perempuan dan dia beriman, pasti Kami akan memberinya kehidupan,
kehidupan yang menyenangkan. Dan Kami akan memberinya pahala,
sesuai dengan apa yang mereka lakukan secara lebih baik”. (QS. An
Nahl: 97).
 Al Jannah (surga)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal shalih, bagi mereka surga Firdaus-lah tempatnya, mereka kekal di
dalamnya tak hendak berpindah darinya”. (QS. Al Kahfi: 107-108).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, untuk
mereka itu surga na’im. Mereka kekal di dalamnya. Itulah janji Allah
yang sebenarnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS.
Lukman: 8-9).
Kesemua ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa ma’rifatullah
bila dipelajari dengan benar akan menambah keimanan dan ketaqwaan.
Orang-orang yang bijak dan memiliki akal sehat tentu akan memilih
beriman dan bertaqwa kepada Allah daripada mengingkari atau
mempersekutukan-Nya dengan ilah-ilah yang lain.\

2.1.3 Ciri-ciri dalam Makrifatullah:


Seseorang dianggap ma’rifatullah (mengenal Allah SWT) jika ia
telah mengenali:
 Asma’(nama) Allah SWT
 Sifat Allah SWT
 Af’al (perbuatan) Allah SWT, yang terlihat dalam ciptaan dan
tersebar dalam kehidupan alam ini.
Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan:

6
 Sikap shidq (benar) dalam ber -mu’amalah (bekerja) dengan Allah
SWT
 Ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah
SWT
 Pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran
jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah SWT
 Sabar/menerima pemberlakuan hukum/aturan Allah SWT atas
dirinya
 Berda’wah/ mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya
 Membersihkan da’wahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan
subyektifitas siapapun. Ia hanya menyerukan ajaran agama seperti
yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.

2.1.4 Figur-figur Teladan dalam Makrifat:


1. Rasulullah SAW. Dialah orang yang paling utama dalam mengenali
Allah SWT. Sabda Nabi: “Sayalah orang yang paling mengenal
Allah dan yang paling takut kepada-Nya”(HR Al Bukhary –
Muslim).Nabi mengucapkan hadist ini sebagai jawaban dari
pernyataan tiga orang yang ingin mendekatkan diri kepada allah
dengan keinginan dan perasaannya sendiri.
2. Ulama Amilun (ulama yang mengamalkan ilmunya). Firman Allah:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-
Nya,hanyalah ulama”(QS 35:28). Orang yang mengenali Allah SWT
dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai dirinyadengan
segala macam bentuk ibadah. Maka akan kita dapati sebagai orang
yang rajin shalat,pada saat lain kita dapati senantiasa
berdzikir,tilawah,pengajar,mujahid,pelayan
masyarakat,dermawan,dst. Tidak ada ruang dan waktu kecuali ibadah
kepada Allah SWT,serta menjauhi semua larangan-Nya.
Ada sebagian ulama yang mengatakan: “Duduk di sisi orang
yang mengenali Allah akan mengajak kita kepada enam hal dan
berpaling dari enam hal, yaitu: dari ragu menjadi yakin, dari riya

7
menjadi ikhlas, dari ghaflah (lalai) menjadi ingat, dari cinta dunia
menjadi cinta akhirat, dari sombong menjadi tawadhu’ (rendah hati),
dari buruk hati menjadi nasihat”.

2.1.5 Sarana-sarana yang Mengantarkan Seseorang pada Makrifatullah


adalah:
1. Akal sehat
Merenungkan ciptaan Allah SWT, banyak sekali ayat-ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan pengaruh perenungan makhluk
(ciptaan) terhadap pengenalan Al-Khaliq seperti firman Allah SWT:
“Katakanlah, tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-
rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman
(QS 10:10,atau QS 3:190-191). Sabda Nabi: berpikirlah tentang
ciptaan Allah dan janganlah kamu berpikir tentang Allah karena
kamu tidak akan mampu(HR.Abu Nu’aim)
2. Para Rasul
Para Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan
sejelas-jelasnya tentang ma’rifatullah dan konsekuensinya. Mereka
inilah diakui sebagai orang yang paling mengenali Allah
SWT.Firman Allah SWT: “Sesungguhnya Kami telah mengutus
Rasul-Rasul Kami dengan membawa bukti-bukti nyata dan telah
Kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan neraca(keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan (QS. 57:25).
3. Asma dan sifat Allah SWT
Mengenali asma(nama) dan sifat Allah SWT disertai dengan
perenungan makna dan pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi
sarana untuk mengenali Allah SWT.Cara inilah yang telah Allah
SWT gunakan untuk memperkenalkan diri kepada makhluk-
NYA,sehingga terbukalah jendela untuk mengenali Allah SWT lebih
dekat lagi. Selain itu juga akan menggerakkan dan membuka hati
manusia unuk menyaksikan dengan seksama pancaran cahaya Allah
SWT. Firman Allah SWT: “Katakanlah: Serulah Allah atau serulah

8
Ar-Rahman dengan nama yang mana saja kamu seru,Dia mempunyai
Al-asma Al-husna atau nama-nama yang terbaik(QS. 17:110). Allah
SWT memerintahkan kita dalam berdoa, “Hanya milik Allah asma
Al-husna,maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma Al-
Husna(QS. 7:180).

2.2 Cara Mengenal Allah SWT


Agar manusia dapat mengenal Allah SWT, ia harus tahu jalan yang
benar untuk menuju-Nya. Karena bila jalannya salah bisa jadi ia akan kesasar.
Orang yang benar jalannya hingga ia sampai pada tujuan yang sebenarnya, ia
menjadi orang yang ma’rifah dan semakin yakin serta membenarkan
keimanannya. Sedangkan orang-orang yang tersesat jalannya, tentu tidak akan
sampai pada tujuan yang sebenarnya, yaitu berma’rifah kepada Allah SWT.
Mereka kemudian menjadi orang yang penuh keragu-raguan (al irtiyab), hingga
kemudian menjadi orang-orang kafir mengingkari keberadaan Allah SWT.
a. Jalan yang dilalui bukan atas dasar petunjuk Islam
Dari dahulu hingga sekarang ada orang-orang yang masih
beranggapan bahwa Allah tidak ada, hanya gara-gara mereka tidak dapat
melihat-Nya dengan panca inderanya sendiri (al-hawas), dengan alasan
mereka tidak mempercayai sesuatu yang ghaib. Padahal panca indera kita
sangat terbatas kemampuannya dalam menganalisa benda-benda yang
nampak, apalagi terhadap benda-benda yang tidak nampak.
Hanya dengan berbekal panca indera, mereka tidak akan dapat
mengenal Allah. Manusia hanya dapat melihat-Nya di surga nanti bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Mereka tidak mampu melihat-Nya, bahkan
karena kesesatannya lalu mereka menjadikan benda-benda lain yang
mempunyai kekuatan tertentu yang mempengaruhi kehidupannya sebagai
Tuhan mereka selain Allah SWT (ghairullah). Tersebutlah kemudian
kepercayaan akan adanya dewa-dewa yang menguasai matahari, bintang,
langit, air, udara dan lainnya. Selain itu ada pula yang karena jenuh
mencari namun tak juga berhasil, lalu berkesimpulan bahwa Tuhan tidak
ada. Pencarian tak tentu arah ini lalu menimbulkan sikap skeptis. Segala

9
sesuatu yang berhubungan dengan diri dan juga gejala-gejala alam yang
terjadi dalam lingkungan kehidupannya dipandangnya dengan nalarnya
semata. Inilah yang mereka anggap lebih ilmiah dari pada harus
mempercayai hal-hal yang bersifat ghaib, mistik, takhayul dan
sebagainya. Ilmu filsafat kemudian muncul memuaskan segala nafsu dan
akal manusia.
Akal manusia bisa jadi akan mampu mengenal keberadaan Allah
SWT melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya yang tersebar di pelosok bumi.
Namun karena mereka tidak mempunyai keimanan, segala pengetahuan
itu kemudian dijadikan diskursus ilmu semata.
Penggambaran yang salah terhadap metode untuk mengenal Allah
SWT ini, dulu maupun sekarang, merupakan faktor terbesar yang
menjauhkan manusia dari metode iman yang benar kepada Allah SWT.
Padahal penggambaran macam ini jelas-jelas salah. Secara aksiomatik,
akal mengatakan bahwa Allah SWT adalah pencipta materi tetapi Dia
bukan materi. Sebab materi tidak bisa menciptakan materi. Jika puncak
pencerapan indera di dalam kehidupan dunia kita hanya terbatas pada
materi yang tercerap secara inderawi saja, maka Allah SWT tidak akan
bisa menjadi obyek pengetahuan kita. Bangsa atau orang kafir manapun
juga pasti akan muncul kekacauan di seputar metode inderawi untuk
mengenal Allah SWT ini. Itulah sebabnya mengapa di zaman sekarang
kita mendengar ada orang-orang tertentu yang menjadikan “tidak bisa
dilihat oleh mata” menjadi sebab musabab timbulnya atheisme. Demikian
pula, kita mendengar beberapa negara tertentu menegaskan demikian,
seperti yang dilakukan oleh siaran Uni Soviet ketika meluncurkan satelit
industrinya yang pertama ke ruang angkasa.
Kedua jalan tersebut, yaitu al hawas (panca indera) dan aqli (akal
pemikiran) karena tidak diikuti dengan keimanan terhadap hasil
pencariannya itu, timbullah prasangka dan keragu-raguan (al irtiyab) dan
pada akhirnya membuat mereka menjadi kafir.
b. Jalan yang dilalui berdasarkan petunjuk Islam 

10
Jalan mengenal Allah telah ditunjukkan oleh Islam dengan
menggunakan prinsip keimanan dan akal pemikiran melalui tanda-tanda
(al-ayat), yaitu melalui ayat-ayat qauliyah (Al-Qur’an dan hadits), ayat-
ayat kauniyah (alam semesta), dan melalui mu’jizat.
Dari ayat-ayat qauliyah, Allah SWT mewahyukan firman-Nya
kepada para utusan-Nya. Ada yang berupa shuhuf, al kitab dan juga hadits
qudsi. Dalam Al-Qur’an kita dapati maklumat Allah SWT mengenai
keberadaan diri-Nya.
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Ilah selain Aku,
maka mengabdilah pada-Ku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”
(QS. Thaha: 14).
Dari ayat-ayat kauniyah, kita dapati keyakinan adanya Allah
melalui apa-apa yang ada di alam semesta dan juga pada diri kita sendiri.
(lihat QS. Adz-Dzariyat: 21-22 dan QS. Fushshilat:53).
Misalnya adalah yang ada pada telapak tangan kita. Ruas-ruas
tulang jari (tapak tangan maupun telapak kaki) kita terkandung jejak-jejak
nama Allah, Tuhan yang sebenar pencipta alam semesta ini. Perhatikan
salah satu tapak tangan kita (bisa kanan bisa kiri). Perhatikan lagi dengan
seksama:
Jari kelingking = membentuk huruf alif
Jari manis, tengah dan jari telunjuk = membentuk huruf lam (double)
Jari jempol (ibu jari) = membentuk huruf ha
Jadi jika digabung, maka bagi Anda yang mengerti huruf Arab
akan mendapati bentuk tapak tangan itu bisa dibaca sebagai Allah (dalam
bahasa Arab).
Garis utama kedua telapak tangan kita, bertuliskan dalam angka
arab yaitu :
IɅ pada telapak tangan kanan, artinya: 18; dan ɅI pada telapak tangan
kiri, artinya: 81. Jika kedua angka ini dijumlahkan, 18+81 = 99, 99 adalah
jumlah nama/sifat Allah SWT, Asmaul Husna yang terdapat dalam Al-
Quran.

11
Mengenai sidik jari, polisi dapat mengidentifikasi kejahatan
berdasarkan sidik jari yang ditinggalkan oleh pelaku di tubuh korban. Hal
ini disebabkan struktur sidik jari setiap orang berbeda satu dengan
lainnya. Bila kelak penjahat itu telah ditemukan maka untuk
membuktikan kejahatannya sidik jarinya akan dicocokkan dengan sidik
jari yang ada dalam tubuh korban. Maka si penjahat tidak dapat
memungkiri perbuatannya di hadapan polisi.
Keistimewaan pada jari jemari manusia menunjukkan kebenaran
firman Allah SWT yang menyatakan bahwa segala sesuatu ada bekasnya.
Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan bekas-bekas ini untuk dituntut di
yaumil akhir nanti.
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami
menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang
mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab
Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)”(QS. Yaasin:12).
Adapun mengenai mu’jizat yang Allah SWT berikan kepada para
rasul dan nabi-Nya, telah cukup memperkuat eksistensi Allah SWT.
Mu’jizat terbesar yang hingga kini masih ada adalah Al-Qur’an. Berikut
adalah beberapa contoh mu’jizat yang terdapat dalam Al Qur’an.
Asal mula alam raya:“Kemudian Dia menuju pada penciptaan
langit dan langit itu masih merupakankabut, lalu Dia berkata,
“Datanglah kepada-Ku baik dengan suka maupun terpaksa”. Keduanya
berkata, “Kami datang dengan suka hati” (QS. Fushshilat: 11).
Tak seorangpun ahli saint mengira bahwa langit, bintang dan
planet-planet itu dasarnya adalah kabut (dukhan) setelah alat-alat ilmiah
berkembang pesat. Para peneliti menyaksikan sisa-sisa kabut yang hingga
kini selalu membentuk bintang-gemintang.
a. Bulan dan mentari:“Kami jadikan malam dan siang sebagai dua
tanda, lalu kami hapuskan tanda malam, kami jadikan tanda siang
itu terang” (QS. Al Isra: 12).
Para pakar ilmu astronomi pada saat ini telah menemukan
bahwa rembulan dulunya menyala kemudian padam dan sinarnya

12
sirna. Cahaya yang keluar dari rembulan di malam hari hanyalah
pantulan dari lampu (siraj) lain yaitu matahari.“Maha Suci Allah
yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang Dia juga
menjadikan padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” (QS.Al-
Furqan: 61).Di sini Allah menyatakan bahwa matahari bersinar,
sehingga dikatakannya “pelita/lampu”. Jika bulan bersinar pula,
tentu Allah akan berkata “dua lampu” (as sirajain). 
b. Kurangnya oksigen di langit:“Barangsiapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Dia menjadikan dadanya sesak lagi sempit
seolah-olah sedang mendaki ke langit” (QS. Al-An’am: 125).
Dahulu orang-orang beranggapan bahwa orang yang naik ke
atas merasa sesak napas karena udara buruk yang tidak sehat. Tetapi
manakala manusia berhasil membuat pesawat ruang angkasa super
canggih dan ia mampu naik ke langit, diketahuilah bahwa orang
yang naik ke langit dadanya terasa sesak, bahkan amat sesak,
dikarenakan udara (oksigen) berkurang dan bahkan hampa. Karena
itu para astronot harus memakai tabung oksigen ketika
mengangkasa.
Setelah mengkaji beberapa contoh hubungan kitabullah
dengan sains modern, pahamlah kita bahwa Al Qur’an benar-benar
suatu mukjizat yang tiada bandingnya. Mereka yang memiliki hati
nurani akan merasa takjub dengan keangungan-Nya. Sungguh benar
firman Allah SWT:“Sesungguhnya telah Kami datangkan kepada
kamu suatu kitab yang telah Kami jelaskan berdasarkan ilmu (dari
kami), sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman” (QS.
Al A’raf: 52).
Manusia yang beriman dan berakal lurus akan merasakan
keberadaan Allah SWT dan membenarkan keimanannya kepada
Allah SWT (tashdiqul mu’min ilallah). Sehingga rukun iman yang
enam perkara yang selalu kita hapalkan itu, bukan hanya keimanan
dalam lafadz semata, tapi juga telah tertashdiq (dibenarkan) dalam
hati dan pola tingkah kita sehari-hari. Hal ini sesuai dengan firman

13
Allah SWT dalam surat 53:11, “Hatinya tidak mendustai apa yang
telah dilihatnya”.
Ma’rifatullah merupakan jalan pembuka mengapa kita perlu
beribadah kepada-Nya dan mengapa jalan-Nya yang kita ambil
dalam menapaki kehidupan kita sehari-hari di alam fana ini.
Kita harus memahami dan mengenal Allah SWT dengan
benar (shahih) melalui sandaran yang benar pula. Dalam pandangan
Islam, faktor iman kepada yang ghaib, yang tak dapat kita lihat
dengan mata kepala, merupakan faktor yang dominan dalam upaya
mengenal Allah SWT, di samping faktor akal dan ayat-ayat Allah
SWT yang Allah SWT turunkan melalui utusan-Nya dan juga yang
terhampar di seluruh alam mayapada ini. Pengenalan Allah SWT
yang benar akan menghasilkan peningkatan iman dan taqwa (raf’ul
iman wat taqwa), juga pribadi merdeka dan bebas yang
membebaskan kita dari penghambaan kepada makhluk menuju
penghambaan kepada pencipta makhluk. Dengan mengenal Allah
SWT, akan tumbuh ketenangan, keberkatan dan kehidupan yang
baik, serta di akhirat dibalas dengan surga-Nya.
Ada banyak hal yang menyebabkan manusia tak mengenal
Allah SWT dan tak mau mengakui keberadaan-Nya. Ada yang
karena kesombongan, lalai, bodoh, ragu-ragu dan lainnya. Padahal
banyak sekali dalil yang menguatkan keberadaan Allah SWT dan
menyakinkan kita untuk beriman kepada-Nya. Tanda-tanda
kekuasaan-Nya bukan saja terdapat di alam semesta ini, bahkan
dalam diri kita pun, hal itu tampak dengan jelas.
“Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar.
Dan apakah Rabb-mu tidak cukup, bahwa sesungguhnya Dia
menyaksikan segala sesuatu?” (QS. Fushilat, 41: 53).

14
2.3 Jalan Penghalang dalam Makrifatullah
Ada beberapa hal yang menghalangi seseorang mengenal Allah,
diantaranya:
a. Al Kubru (sombong)
Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya)
dengan Kami, “Mengapakah tidak diturunkan kepada kita malaikat atau
(mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?” Sesungguhnya mereka
menyombongkan diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui
batas (dalam melakukan) kezaliman (Al Furqan, 25: 21).
b. Azh Zhulmu (zalim)
Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan, “Sesungguhnya aku
adalah Tuhan selain daripada Allah”, maka orang itu Kami beri balasan
dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada
orang-orang zalim (Al Anbiya, 21: 29).
c. Al Kadzibu (dusta)
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah agama yang bersih (dari syrik). Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), “Kami
tidak mnyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami
kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan
memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih
padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
pendusta dan sangat ingkar (QS. Az Zumar,39: 3).
d. Al Fusuqu (fasik)
Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku,
mengapa kalian menyakitiku padahal kalian tahu bahwa aku adalah
utusan Allah untuk kalian”. Maka tatkala mereka berpaling (dari
kebenaran), Allah palingkan hati mereka dan Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang fasik (QS. Ash Shaf, 61: 5).
e. Al Kufru (ingkar)
Wahai Rasul, janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang
bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang

15
yang mengatakan dengan mulut mereka, “Kami telah beriman”, padahal
hati mereka belum beriman(QS. Al Maidah, 5: 41).
f. Al Fasadu (fasad)
Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Allah, dan sesungguhnya Allah, Dia-lah yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kemudian jika mereka berpaling
(dari kebenaran), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-
orang yang berbuat kerusakan (QS. Ali Imran, 3: 62-63).
g. Al Ghaflah (lengah)
Dan sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dai jin
dan manusia, mereka mempunyai hati tapi tak digunakan untuk
memahami, mempunyai mata tapi tak digunakan untuk melihat, dan
mempunyai telinga tapi tak digunakan untuk mendengar. Mereka itu
bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai (QS. Al A’raf, 7: 179).
h. Katsratul Ma’ashi (banyak berbuat durhaka)
Dan ditimpakan kepada mereka nista dan kehinaan, serta mendapat kemurkaan
dari Allah. Hal itu karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi tanpa alibi yang benar. Demikian itu karena
mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas (QS. Al Baqarah, 2:
61).
i. Al Irtiyab (ragu-ragu)
Dan sesungguhnya mereka telah mengingkari Allah sebelum itu, dan
mereka menduga-duga tentang yang ghaib dari tempat yang jauh. Dan
dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini sebagaimana
yang dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka pada
masa dahulu. Sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) dalam keraguan
yang mendalam (QS. Saba’, 34: 53-54).

2.4 Bukti Keberadaan Allah


Ada beberapa dalil yang menyatakan atau menegaskan bahwasannya Tuhan
itu ada. Dalil-dalil tersebut antara lain:

16
a. Preuve Metaphisique. (Dalil akal semata).
Menurut akal, alam yang besar dan luas ini, tentu tidak akan terjadi
dengan sendirinya. Pasti ada yang menciptakan. Dan dialah yang disebut
sebagai Tuhan. Manusia, walaupun kuat dan pintar, namun tetaplah tidak
sempurna. Sedangkan Tuhan, yang notabene sebagai pencipta, tentu Dia
adalah sempurna, dan tentu dia tidak diciptakan.
b. Preuve Phisique. (Dalil yang terdiri dari alam).
Dalil ini pertama kali dipakai oleh Abul Huzail Al- Allaf. Dia
memulai dalil ini dengan teori atom. Menurutnya semua yang ada di alam ini
dapat dibagi-bagi sampai ke bagian yang terkecil yang dinamakan dengan
istilah molekul.Tiap molekul terdiri dari atom-atom. Atom ini berputar
disekitar atom lainnya. Dari perputaran ini menimbulkan daya tarik menarik
antara molekul – molekul. Dan yang menggerakkan itulah yang dinamakan
dengan istilah Tuhan.
c. Preuve Teleologique. (Dalil yang diambil dari susunan dan keindahan alam)
Di dalam alam ini, ada semacam susunan dan peraturan yang bagus.
Bintang-bintang maupun planet-planet beredar sesuai dengan garis edarnya
dan tidak saling bertabrakan. Begitu juga darah yag ada dalam manusia.
Beredar dengan teratur sesuai jalannya sendiri-sendiri. Dari fenomena itu
semua, tentu ada yang dinamakan Dieu Organisateur, Yang Maha Mengatur.
Dialah yang disebut dengan Tuhan.
d. Preuve Moral. (Dalil yang diambil dari moral)
Walaupun alam ini sudah diciptakan dengan baik dan indah, namun
tetap saja ada yang tidak beres dalam kehidupan kecil didalamnya (manusia).
Seakan tidak ada keadilan dalam kehidupan manusia di dunia ini. suatu saat,
pasti akan ada yang membereskan dari ketidakadilan – ketidakadilan
tersebut. Dialah Sang Maha Pemberes segala sesuatu, yang dinamakan
“Tuhan”.

2.5 Makna Pengesaan Allah


Mentauhidkan Allah SWT (mengEsakan) adalah inti akidah Islam. Di
dalam konsep tauhid ini kita mengesakan Allah dari segi Rububiyah, Mulkiyah

17
dan juga Uluhiyah. Dari segi Rububiyahnya, kita mengesakan Allah sebagai
pencipta yang telah menciptakan segala sesuatu dari yang paling kecil hingga
yang paling besar. Allah-lah yang memberi rezeki dan Allah-lah Raja yang
menguasai seluruh alam ini. Pengesaan ini diaplikasikan dalam setiap hari.
Allah bukan saja sekedar Rububiyah, tapi Allah SWT juga disebut
sebagai Mulkiyatullah. Mulkiyah Allah itu adalah milik mutlak Allah SWT yang
perlu kita esakan. Mulkiyah Allah ini bermakna Allah-lah sebagai penolong.
Sebagaimana tersebut didalam firman-Nya ”Allah (penolong) Wali orang-orang
yang beriman”. Allah-lah sebagai penguasa (Hakim) dan Allah juga sebagai
Pemerintah (Amir). Dengan tauhid mulkiyah ini sepatutnya kita menyadari
adanya kerajaan Allah di jagat raya ini. Maka dengan demikian wajib bagi kita
menolak kepemimpinan, hukum dan otoritas selain Allah dan menjadikan Allah
saja sebagai pemimpin, pembuat hukum dan tujuan hidup.
a. Rububiyatullah (Allah sebagai Satu-Satunya Tuhan)
Sifat rububiyah adalah sifat Allah sebagai Pencipta, Pemilik dan
Pengatur sistem kehidupan. Sifat ini diakui oleh semua manusia secara
fitrahnya. Tauhid rububiyah (mengesakan Allah sebagai satu-satunya tuhan)
adalah esensi ajaran Islam. Semenjak nabi Adam AS hingga nabi
Muhammad SAW selalu membawa pesan kepada pengesaan Allah baik
menjadikan Allah sebagai satu-satunya Rabb, Malik dan llah.
Namun demikian pengesaan Allah sebagai Rabb tidak merupakan
kesulitan bagi manusia karena pengakuan manusia kepada Allah sebagai
Rabb tidak menuntut adanya konsekuensi atas tindakan pengakuan tersebut.
Lain halnya dengan pengesaan Allah dari segi Ilah, mereka harus
melaksanakan konsekuensi dan kewajiban-kewajiban syariat seperti
menjalankan ibadah.
Allah SWT telah menyatakan pujian hanya bagi dirinya dan
menyifatkan diriNya sebagai Rabb Alamin. Manusia tidak berhak memuji
dirinya, karena segala sesuatu yang dihasilkannya merupakan ketentuan
Allah dan kebaikan Allah kepada manusia.
b. Mulkiyatullah (Kepenguasaan Allah)

18
Mentauhidkan Allah dalam mulkiyahnya, berarti kita mengesakan
Allah atas Kepemilikan, Pemerintahan dan Penguasaan-Nya terhadap alam
ini. Dialah pemimpin, Pembuat hukum dan Pemerintah alam ini. Hanya
kepemimpiuan yang dilaodasi oleh aturan Allah saja yang menjadi panutan.
Hanya hukum yang diturunkan oleh Allah saja yang kita pakai dan hanya
Perintah dari Allah saja yang kita agungkan dan iaksanakan.
Allah adalah Raja segala makhluk. Sifat ini adalah hak Allah saja.
Kehebatan ini seharusnya menjadikan kita senantiasa tunduk kepada
perintah-Nya sekalipun berlawanan dengan kehendak dan nafsu kita.
c. Ghaayatan (Tujuan)
Allah sebagai tempat orientasi atau tujuan. Apabila kita mengakui
keesaan Allah dengan segala bentuk Rububiyah dan Mulkiyah-Nya maka
seluruh hidup kita adalah tertuju kepada kehendak Allah. Maka Allah-lah
yang menjadi tujuan hidup kita sejalan dengan makhluk-makhluk lain yang
sepenuhnya tunduk kepada kehendak Allah.
Dengan pemahaman bahwa Allah sebagai Rabb dan Malik, kemudian
pemahaman ini diyakini dalam perbuatannya maka akan wujud satu kesatuan
visi dan misi di antara umat Islam. Kesamaan tujuan akan lahir dari sikap
yang sama terhadap Allah sebagai Rabb dan Malik. Dengan demikian semua
kegiatan kehidupan dan bahkan kematian ditujukan kepada Allah saja.
d. Ilaahan Ma'buudan (Allah sebagai Satu-Satunya Sesembahan)
Penghayatan terhadap keyakinan bahwa Allah sebagai Ilah yang
disembah dapat membuat manusia tunduk mengabdikan diri semata-mata
kepada-Nya.
Tanpa memahami yang benar Allah sebagai Rabb dan Malik maka
akan mengalami kesulitan untuk memahami dan mengamalkan nilai Allah
sebagai ilah. Konsekuensi pengakuan Allah sebagai ilah adalah mengakui
Allah sebagai Rabb dan Malik serta mengakui Allah sebagai ilah dengan
segala konsekuensinya seperti menjalankan syariat dan ibadah.

19
2.6 Cara Memurnikan Ibadah
Setelah kita meng-Esakan Allah (tauhidullah), maka selanjutnya dalam
beribadah harus kita implementasikan juga dengan cara meng-Esakan Allah.
Itulah yang disebut dengan tauhidulibadah yang maknanya dikenal dengan
ikhlas (pemurnian ibadah).
Pemurnian atau ikhlas dalam beribadah baru akan tercapai apabila kita
berprinsip:
a. Menolak Thoghut (al kufru bith thaghut)
Menurut shaikhul Islam Ibnu Taimiyah thaghut merupakan
sesuatu yang disikapi seseorang sebagaimana dia mensikapi Allah swt
dalam hidupnya baik berupa jin, manusia maupun makhluk-makhluk
lainnya. Maka sekecil apapun thaghut harus disingkirkan dan dijauhi (al
ibti’adu anith thaghut).
Kenapa thaghut harus dijauhi? Karena kalau tidak berarti kita
telah menyekutukan Allah swt (kita sudah musyrik). Padahal Allah
paling benci dengan kemusyrikan hambanya dan Allah nyatakan satu-
satunya dosa yang menyebabkan manusia tidak pernah masuk ke surga-
Nya adalah dosa syirik (Allah sangat pencemburu dan Dia tidak mau di
duakan, tigakan dst oleh para hambanya). Oleh karena itu sekali-kali
jangan kita melakukan kesyirikan (menyekutukan Allah dengan sesuatu
yang lain) kepada Allah swt. Dan Allah nyatakan dosa ini adalah dosa
yang paling besar terhadap-Nya.
b. Iman kepada Allah (al imanu billah)
Setelah kita berhasil menyingkirkan thaghut, maka kita harus
membangun iman di hati kepada Allah swt. Iman itu harus kita wujudkan
dalam bentuk ibaah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun dalam
melakukan ibadah kepada-Nya (‘ibadatullahi wahdahu)

2.7 Bahaya Syirik


Syirik berasal dari kata - ‫يشرك‬- ,bersekutu artinya yang ‫أشرك شركا إشراكا‬
berserikat5 atau bagian (nasib). Orang yang menyekutukan Allah SWT disebut
musyrik. Sedangkan Syirik secara istilah adalah anggapan atau iktikad

20
menyekutukan Allah SWT dengan yang lain, seakan-akan ada yang Maha Kuasa
di samping Allah SWT.6 Defenisi di atas menggambarkan bahwa syirik adalah
menyamakan selain Allah dengan Allah SWT seperti berdoa atau meminta
pertolongan kepada selain Allah SWT namun tetap meminta pertolongan kepada
Allah SWT. Atau memalingkan bentuk suatu ibadah, seperti bernazar, berkorban
dan sebagainya kepada selain Allah SWT. Oleh karena itu siapa saja
menyembah selain Allah SWT berarti ia menempatkan ibadahnya tidak pada
posisinya dan memberikannya kepada yang tidak berhak dan ini merupakan
kezaliman yang sangat besar, Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an Surah
Luqman ayat 13. Selain itu, syirik juga dapat menghilangkan semua amal
kebaikan yang telah dilakukan seseorang.
Bahaya Perbuatan Syirik
Diantara bahaya dari perbuatan syirik adalah sebagai berikut :
1. Dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah. Sebagaimana firman
Allahdalam Q.S. an-Nisa: 48
2. Orang yang meninggal dunia dlam keadaan musyrik akan masuk neraka dan
kekal didalamnya. “Allah SWT berfirman dalam surah Al Maidah : 72”
3. Amalan shaleh yang sudah dikerjakan oleh orang-orang yang berbuat syirik
akan lenyap dan sia-sia

2.8 Makna Laa Ilaaha Illallah.


Maknanya adalah, tidak ada yang disembah di langit dan di bumi
dengan haq kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sesuatu yang
disembah dengan bathil banyak jumlahnya, tapi yang disembah dengan haq
hanya Allah saja. Kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan berarti : “Tidak ada
pencipta selain Allah” sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang, karena
sesungguhnya orang-orang kafir Quraisy yang diutus kepada mereka Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam mengakui bahwa Sang Pencipta dan Pengatur
alam ini adalah Allah ta’ala, akan tetapi mereka mengingkari penghambaan
(ibadah) seluruhnya milik Allah semata, tanpa menyekutukanNya.
Sebagaimana firman Allah ta’ala:

21
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja ?
Sesungguhnya ini benar-benar satu hal yang sangat mengherankan” (Q.S:
Shad:5).

Dipahami dari ayat ini bahwa semua ibadah yang ditujukan kepada
selain Allah adalah batal. Artinya bahwa ibadah semata-mata untuk Allah.
Akan tetapi mereka (kafir Quraisy) tidak menghendaki demikian, oleh
karenanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memerangi mereka hingga
bersaksi bahwa tidak ada ilah yang disembah selain Allah serta menunaikan
hakhak-Nya yaitu mengesa-kannya dalam beribadah kepada-Nya semata.
Dengan pemahaman ini maka keliru apa yang diyakini oleh para
penyembah kuburan pada masa ini dan orang-orang semacam mereka yang
menyatakan bahwa makna Laa ilaaha illallah adalah persaksian bahwa Allah
ada atau bahwa Dia adalah Khaliq sang Pencipta yang mampu untuk
menciptakan dan yang semacamnya dan bahwa yang berkeyakinan seperti itu
berarti dia telah mewujudkan Tauhid yang sempurna meskipun dia melakukan
berbagai hal seperti beribadah kepada selain Allah, berdoa kepada orang mati
atau beribadah kepada orang mati dengan melakukan nazar atau thawaf
dikuburannya dan mengambil berkah dengan tanah kuburannya.
Orang-orang kafir Quraisy telah mengetahui sebelumnya bahwa Laa
ilaaha Illallah mengandung konsekwensi yaitu meninggalkan ibadah kepada
selain Allah dan hanya mengesakan Allah dalam ibadah. Seandainya mereka
mengucapkan kalimat tersebut dan tetap menyembah berhala, maka
sesungguhnya hal itu merupakan perbuatan yang bertolak belakang dan mereka
memang telah memulainya dari sesuatu yang bertentangan. Sedangkan para
penyembah kuburan zaman sekarang tidak memulainya dari sesuatu yang
bertentangan, mereka mengatakan Laa ilaaha Illallah, kemudian mereka
membatalkannya dengan doa terhadap orang mati yang terdiri dari para wali,
orangorang sholeh serta beribadah di kuburan mereka dengan berbagai macam

22
ibadah. Celakalah mereka sebagaimana celakanya Abu Lahab dan Abu Jahal
walaupun keduanya mengetahui Laa Ilaaha Illallah.
Banyak sekali hadits yang menerangkan bahwa makna Laa Ilaaha
Illallah adalah berlepas diri dari semua ibadah terhadap selain Allah baik
dengan meminta syafaat ataupun pertolongan, serta mengesakan Allah dalam
beribadah, itulah petunjuk dan agama yang haq yang karenanya Allah
mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Adapun orang yang
mengucapkan Laa Ilaaha Illallah tanpa memahami maknanya dan
mengamalkan kandungannya, atau pengakuan seseorang bahwa dia termasuk
orang bertauhid sedangkan dia tidak mengetahui tauhid itu sendiri bahkan justu
beribadah dengan ikhlas kepada selain Allah dalam bentuk doa, takut ,
menyembelih, nazar, minta pertolongan, tawakkal serta yang lainnya dari
berbagai bentuk ibadah maka semua itu adalah hal yang bertentangan dengan
tauhid bahkan selama seseorang melakukan yang seperti itu dia berada dalam
keadaan musyrik.
Ibnu Rajab berkata: “Sesungguhnya hati yang memahami Laa Ilaaha
Illallah dan membenarkannya serta ikhlas akan tertanam kuat sikap
penghambaan kepada Allah semata dengan penuh penghormatan, rasa takut,
cinta, pengharapan, pengagungan dan tawakkal yang semua itu memenuhi
ruang hatinya dan disingkirkannya penghambaan terhadap selain-Nya dari para
makhluk. Jika semua itu terwujud maka tidak akan ada lagi rasa cinta,
keinginan dan permintaan selain apa yang dikehendaki Allah serta apa yang
dicintai-Nya dan dituntut-Nya. Demikian juga akan tersingkir dari hati semua
keinginan nafsu syahwat dan bisikan-bisikan syaitan, maka siapa yang
mencintai sesuatu atau menta’atinya atau mencintai dan membenci karenanya
maka dia itu adalah tuhannya, dan siapa yang mencintai dan membenci semata-
mata karena Allah, ta’at dan memusuhi karena Allah, maka Allah adalah
tuhannya yang hakiki. Siapa yang mencintai karena hawa nafsunya dan
membenci juga karenanya, atau ta’at dan memusuhi karena hawa nafsunya,
maka hawa nafsu baginya adalah tuhannya, sebagaimana firman Allah ta’ala:

23
“Tidakkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhan?” (Q.S; Al Furqan: 43).

2.9 Cinta Kepada Allah


Al-Qur’an banyak menyinggung tentang cinta manusia kepada Allah.
Adapun yang dimaksud disini adalah cinta yang tumbuh kepada Allah Swt.,
bersamaan dengan ketaatan, dzikrullah, dan merasa diawasi oleh Allah.
Sebagian manusia berpendapat bahwa cinta dalam arti yang sebenarnya hanya
terjadi antara dua manusia yang berlainan jenis. Manusia hanya bisa mencintai
jenis manusia atau mencintai sesuatu yang bisa dilihat oleh indra dan di nikmati
oleh manusia, seperti kagum terhadap sesuatu yang ia lihat, suara yang ia
dengar, atau bau-bauan yang tercium di hidungnya karena hubungan antara
orang yang mencintai dan yang dicintai dibangun dengan pandangan mata,
pendengaran, ataupun penciuman. Perlu diketahui juga bahwa Allah Swt. Tidak
dapat dirasakan oleh salah satu indra manusia. Oleh karena itu, cinta manusia
kepada Allah dalam pemahaman seperti di atas jelas salah kaprah.
Analogi seperti inilah yang dipergunakan oleh sebagian orang dalam
memahami cinta kepada Allah sebagaimana yang disebutkan dalam al Qur‟an
maupun sunah Rasulullah Saw., yaitu dengan arti mengikuti semua perintah-
Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya. Menurut penafsiran Sayyid Qutub
pada surat al-Baqarah ayat 165 bahwasanya ada sebagaian manusia yang
menjadikan Tuhan tandingan selain Allah. Pada masa turunnya ayat ini Tuhan
tandingan itu berupa batu-batu, pohonpohon, bintang-bintang, malăikat,
syaîthan, dan lain-lainnya. Benda-benda tersebut sangat dicintai29 sehingga
melebihi cintanya pada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Semua itu
adalah syirîk, baik tingkatan yang samar maupun yang jelas. Orang yang
beriman lebih mencintai Allah dari pada apapun.
Imam Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Ibnul Qoyyim al-Jauziyah
berkata dalam kitabnya, Zădul Ma‟ăd fî Hadyî Khaîril „Ibăd, “barang siapa
yang merenungkan sejarah dan informasi-informasi yang shahih mengenai
persaksian (pengakuan) banyak kalangan Ahli Khitan dan kaum musyrikîn

24
akan kerasŭlan beliau dan bahwa beliau adalah benar, namun persaksian ini
tidak juga memasukkan mereka ke dalam islăm (tidak menjadikan mereka
secara otomatis menjadi muslim), maka dapatlah diketahui bahwa islăm adalah
sesuatu dibelakang itu semua. Islam adalah pengertian, pengakuan, ketundukan,
kepatuhan, dan ketaatan kepada Allah dan agama-Nya secara lahir dan bathin.

2.10 Kebutuhan Manusia Terhadap Rasul


Setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT sesuai dengan fitrah. Fitrah
berarti sesuai dengan kodrat penciptaan Allah. Fitrah manusia selalu suci, bersih
dan memiliki kecenderungan pada nilainilai kebaikan dan hal-hal positif.
Keyakinan yang benar (beragama tauhid) juga merupakan bagian fitrah manusia,
sejak ia dilahirkan.
Fitrah yang ada pada setiap manusia mendorong dirinya mampu menilai
baik atau buruk suatu tingkah laku. Sebab fitrah itu sendiri merupakan anugerah
Allah SWT sejak manusia dilahirkan, sekalipun seseorang dilahirkan oleh orang
tua kafir atau jahiliyah. Rasullullah bersabda: “ Seseorang tidak ada yang
dilahirkan melainkan dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orangtuanyalah
yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau majusi.
Sebagaimana binatang ternak melahirkan binatang tanpa cacat. Bisakah
engkau memperbaiki yang putus telinganya sejak awal?. Itulah fitrah Allah yang
sesuai dengan fitrah manusia. Yang demikian ituadalah agama yang lurus yang
tidak mungkin dapat diubah-ubah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Salah satu fitrah
manusia adalah mengakui Allah sebagai pencipta, juga keinginan untuk
beribadah dan menghendaki kehidupan teratur. Fitrah demikian perlu
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui petunjuk Al-quran (firman-
firman Allah) dan panduan sunnah (keteladanan dari rasul).
Fitrah manusia pada hari pengadilan akhirat kelak akan menjadi bukti
atau hujjahtuhan atas segala perbuatan dan amal manusia selama di dunia. Fitrah
manusia telah dibekali oleh Allah SWT dengan nilai-nilai asasi yang dapat
menilai suatu tingkah laku sehingga secara naluri manusia cenderung
berkeinginan untuk selalu berbuat baik, mengakui dan mengabdi kepada
penciptanya serta selalu berkeinginanuntuk hidup teratur. Manusia menjadi saksi

25
atas dirinya sendiri, sedangkan hati mereka meyakini kebenaran meski kerap
kali mengingkarinya.
Keberadaan rasul memperkuat fitrah manusia yang selalu ingin
dibimbing dan diarahkan kejalan yang lurus, yaitu jalan kehidupan yang selamat
di dunia dan akhirat. Umat manusia dari masa kemasa memiliki perbedaan
dalam hal menyikapi peran rasul dan ajaran tentang keesaan tuhan. Umat
terdahulu kerap kali mendebat para utusan Allah, menolak dan menentang ajaran
mereka.
Sedangkan umat sekarang jauh lebih keras penolakannya. Sikap arogansi
ini disebabkan dominasi egoisme yang berlebihan. Umat akhir zaman sering
merasa jauh lebih maju dan berpengetahuan. Walaupun pada dasarnya manusia
membutuhkan rasul dan pengajaran nilai-nilai agama, tetapi setan selalu
membisikkan ke dalam benak manusia untuk menentang Allah dan rasulnya.
Mereka beralasan bahwa syariat Allah dan rasulnya selalu menghalangi
kebebasan berfikir, menghambat kemajuan zaman, atau membekukan proses
kemajuan pengetahuan teknologi dan modernisasi.
Pada dasarnya manusia tetap memerlukan keberadaan rasul dan ajaran
agama demi menerangi jiwa dan memberikan petunjuk bagi akal pikiran. Peran
rasul dalam kehidupan manusia sebagai teladan dalam segala hal kebaikan,
menghantarkan manusia pada sisi kehidupan dan martabat yang jauh lebih baik
dan berkualitas, secara lahiriyah dan rohaniyah. Petunjuk Allah memandu
manusia ke arah jalan yang benar. Seluruh kebijakan Allah SWT adalah baik
bagi seluruh manusia dan sesuai dengan fitrah. Allah sebagai pencipta
mengetahui dan mengenal ciptaan secara pasti sehingga dia memberikan
panduan yang tepat bagi manusia.
Tanpa petunjuk Allah, hidup manusia menjadi tidak teratur dan tidak
terarah, bahkan cenderung mengikuti hawa nafsu yang akan menyesatkan diri
manusia itu sendiri. Manusia yang menjalankan perintah Allah adalah orang
yang berpedoman pada perintah rasul. Sebab diantara peran rasul adalah
membimbing manusia untuk dapat mengenal, mengabdi dan mencintai tuhannya
berdasarkan petunjuk yang benar. Dua kalimat shahadat pun terdiri dari

26
pengakuan pada dua hal utama, yaitu mengakui dan meyakini eksistensi Allah
dan rasulnya.

2.11 Definisi Rasul


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Rasul ialah orang yang menerima
wahyu tuhan untuk disampaikan kepada manusia; utusan tuhan; Nabi
Muhammad SAW.; murid Nabi Isa yang mulamula menyiarkan agama Kristen;
RK: rasul petrus dan paulus . Kata Rasul dalam bahasa Arab berarti utusan.
Secara Istilah, rasul berarti seorang manusia yang dipilih oleh Allah SWT
kepada umat manusiauntuk menyampaikan ajaraan agama samawi (ajaran
mengesakan Allah). Definisi ini menggambarkan secara jelas bahwa rasul
merupakan manusia terbaik (pilihan) sehingga apa yang dibawa, dikatakan, dan
dilakukan oleh rasul merupakan sesuatu yang terpilih terbaik dan mulia . Rasul
adalah lelaki yang dipilih dan diutus Allah dengan risalah Islam kepada manusia.
Rasul adalah manusia pilihan yang kehidupannya semenjak kecil termasuk ibu
dan bapanya sudah dipersiapkan untuk menghasilkan ciri-ciri kerasulannya yang
terpilih dan mulia. Mengenal rasul mesti mengetahui apakah peranan dan fungsi
rasul yang dibawanya. Terdapat dua peranan rasul yaitu membawa risalah dan
sebagai model

2.12 Kedudukan Rasul


Kedudukan Rasul Para Rasul mempunyai kedudukan, yaitu:
a. Rasul Sebagai Hamba Allah
Sebagai hamba Allah, rasul memiliki ciri yang sama dengan manusia biasa,
seperti mempunyai nasab dan jasad. Hal ini menunjukkan bahwa nabi adalah
manusia biasa yang Allah berikan kemuliaan berupa wahyu.
b. Rasul Sebagai Penyampai Risalah
Rasul menyampaikan risalah atau wahyu yang diturunkan Allah kepada
segenap umat manusia dikarenakan suatu alasan bahwa rasul dipandang
lebih mampu dari pada manusia biasa lainnya dalam menangkap makna-
makna dan tujuan yang diinginkan oleh Allah SWT tentang wahyu tersebut.
Nabi saw menjelaskan banyak hal yang belum dipahami oleh para sahabat

27
terkait dengan wahyu Allah SWT. Nabi SAW menerangkan dengan berbagai
cara, dengan lisan (penjelasan langsung), dengan sikap, dan terkadang
dengan aplikasi langsung.
c. Rasul Sebagai Pemimpin Umat
Setiap rasul adalah pemimpin umat. Dalam seluruh aspek kehidupan,
masyarakat tak lepas dari arahan dan bimbingan agar mereka hidup terarah.
Mereka membutuhkan pemimpin yang mampu mengatur dan mengurus
permasalahan sosial dan keagamaan. Allah SWT mengutus para rasul untuk
melakukan hal itu semua.
d. Rasul sebagai Sumber Hukum
Nabi Muhammad membawa ajaran sunnah, yaitu segala sesuatu yang
disebutkan, disetujui, dan diamalkan nabi saw dan dijadikan sebagai sumber
hukum bagi semua permasalahan umat manusia diakhir zaman ini. Setiap
rasul berperan sebagai figur yang bijaksana, memutuskan seluruh persoalan
menyangkut hukum, sosial, dan menciptakan suasana kondusif. Nabi
Muhammad saw dikenal dalam sejarah dengan keberhasilan
kepemimpinannya. Ia membangun komunikasi terbaik dengan banyak pihak,
kepala suku, tokoh masyarakat, dan para pemimpin negeri.

2.13 Sifat-Sifat Rasul


Mengenal rasul, juga harus mengenal sifat-sifatnya (karakteristik kerasulan).
Memahami karakteristik kerasulan merupakan hal yang sangat penting karena
tingkah laku, kepribadian dan penampilan diwarnai oleh sifat seseorang. Nabi
Muhammad saw dapat digambarkan melalui karakteristik kerasulannya.
Dengan mngetahui sifat-sifat ini, manusia akan mengenal rasul dengan baik,
dapat mengambil keteladanan darinya, mengikuti segala ajarannya dan
menujadikannya sebagai sumber rujukan untuk seluruh aspek kehidupan.
a. Al-„Ismah (terpelihara dari kesalahan)
Para rasul yang diberi amanah untuk menyampaikan dakwah dipelihara
oleh Allah SWT dari kesalahan dan dosa. Sebab segala apa yang
disampaikan oleh merekaadalah sesuatu yang berasal dari Allah, dan Allah
sendiriyang memelihara segala aturan dan firmannya dari kesalahan.

28
Dengan demikian rasul terjaga dari kesalahan perkataan dan perbuatannya.
Selain itu, Allah SWT juga mengingatkan dan meluruskan sikap para
rasulnya secara langsung apabila terdapat indikasi mereka akan melakukan
sesuatu yang tidak benar menurutnya.
b. Ash-Shidq (Benar) Para rasul memiliki sifat shidq (benar).
Mereka hadir ditengah umat manusia dengan membawa kebenaran.
Pembawa kebenaran adalah orang yang juga memiliki sifat benar sehingga
apa yang disampaikan dapat diterima. Kebenaran tingkah laku, ucapan dan
pikiran rasul telah teruji sebelum diangkat sebagai rasul sehingga dimata
publik seorang rasul telah masyur dengan karakteristik kebenarannya,
meski tidak semua manusia berkenan menerimanya.
c. Al-Fathaanah (cerdas)
Setiap rasul yang membawa risalah Allah SWT adalah orang yang cerdas.
Kecerdasan ini merupakan salah satu faktor mengapa Allah memilih
mereka untuk memikul tanggung jawab membawa risalahnya kepada umat
manusia. Kecerdasan rasul dapat dilihat dari cara mereka memillih metode
yang paling tepat dalam menyampaikan dakwah. Nabi Muhammad saw
telah menyusun strategi dakwah yang paling strategis. Di tengah
pengingkaran, perlawanan, dan upaya-upaya pembunuhan terhadap dirinya
dan orang-orang beriman, Nabi saw mengupayakan penyelamatan dengan
menyusun strategi berperang, membentuk masyarakat baru dengan tatanan
sosial-politik yang beradab, memperluas wilayah dakwah, dan masih
banyak lagi strategi lain yang dimiliki Nabi saw.
d. Al-Amaanah (terpercaya)
Amanah secara umum berarti bertanggung jawab terhadap apa yang
dibawanya, menepati janji, melaksanakan perintah, menunaikan keadilan,
memberikan hukum yang sesuai dan dapat menjalankan sesuatu yang
disepakatinya.
e. Al-Tabliigh (menyampaikan)
Setiap rasul memiliki kewajiban menyampaikan atau menyiarkan risalah
yang dibawanya kepada umat manusia. Kemanapun rasul melangkahkan
kaki, kepada siapa saja ia berjumpa, maka sifat dan sikap menyampaikan

29
dakwah selalu melekat pada dirinya. Sifat Tabliigh ini juga sifat yang
diwajibkan bagi setiap orang beriman agar risalah Allah tersebar luas ke
seluruh penjuru dunia dan didengar oleh seluruh umat manusia. Mengenai
diterima atau tidak, hal ini menjadi hak prerogative Allah sebagai satu-
satunya yang memberi petunjuk.
f. Al-Iltizaam (komitmren)
Para rasul dikenal dengan sikap iltizam, yakni komitmen terhadap
kebenaran risalah Allah. Mereka sabar dan tidak pernah merasa takut
sedikit pun menghadapi cobaan dan tantangan dakwah. Mereka selalu
berkomitmen dan dapat menghadapi cobaan dengan baik. Sifat iltizam ini
perlu ditanamkan dalam diri setiap mukmin karena dengan sifat ini nilai-
nilai islam senantiasa terjaga dengan baik. Tanpa sifat iltizam godaan
syetan dan gangguan para penentang dakwah akan semakin terasa berat.
Tanpa iltizam seorang muslim akan mudah menjadi lemah iman, bahkan
akan jauh tersesat. Keberhasilan dakwah sangat dipengaruhioleh sifat dan
sikap komitmen. Para rasul telah mengalami beragam cobaan yang sangat
berat dalam menyampaikan risala Allah, namun mereka senantiasa bersabar
dan tetap teguh hati dalam menjalankan dakwah. Diantara mereka ada yang
mengalami penyiksaan berat, seperti dipukul, dicambuk, dilempari batu dan
kotoran, dikatakan sebagai orang gila, dibakar, bahkan sampai ada yang
dibunuh. Ketabahan mereka telahmenginspirasi semangat orang-orang
beriman dari masa ke masa demi keberlangsungan ajaran Allah agar
senantiasa terpelihara.
g. Alaa Khuluqin Azhiim (Berakhlak Mulia)
Sifat-sifat yang dimiliki para rasul menggambarkan akhlak yang mulia.
Akhlak mulia berarti akhlak tinggi, yang untuk mencapainya perlu proses
dan latihan. Tidak semua manusia bisa

2.14 Tugas-Tugas Rasul


Terdapat perbedaan antara pengertian nabi dan rasul, perbedaan itu
adalah Nabi tidak diperingatkan menyampaikan wahyu Tuhan yang diterimanya
kepada umatnya, sedangkan Rasul di samping menerima wahyu kenabian untuk

30
dirinya sendiri, juga mempunyai tugas untuk menyampaikan wahyu itu kepada
kaumnya.
Menurut Muhammad Ali ash-Shabuni, para rasul mempunyai tugas
mulia dan terhormat, yaitu: diutusnya para rasul kepada umat manusia adalah
bertugas untuk menutup seluruh jalan yang ditempuh orang-orang dzalim dan
tidak membiarkan mereka beralasan bahwa Allah belum pernah menunjukkan
jalan terang yang harus mereka lalui.
Muhammad Ali ash-Shabuni dalam bukunya an-Nubuwwah wa al-Anbiya’
menerangkan tentang tugas para rasul yang terbagi menjadi 7, yaitu:
1. Menyeru makhluk untuk menyembah kepada Allah saja.
Dakwah kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah merupakan dasar
dan jalan dakwah para rasul seluruhnya, sebagaimana dikhabarkan Allah
dalam firman-Nya:

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu”,
maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberikan petunjuk oleh Allah
dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.
Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikan bagaimana kesudahan
orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). [An Nahl: 16/36].
Dalam ayat yang mulia ini, Allah menjelaskan tugas dasar dakwah dan
inti risalah para rasul, yaitu mengajak kepada tauhid, mengikhlaskan ibadah
hanya kepada Allah, dan menjauhi segala sesembahan selain-Nya. Hal ini
juga disebutkan dalam firman-Nya:

31
Artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan
Kami wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada Tuhan(yang hak)
melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. [Al
Anbiyaa’:21/25]
2. Menyampaikan perintah dan larangan Allah kepada manusia
Sebagaimana firman Allah:

Artinya: Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari


Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti)
kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari
(gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang kafir. [Al-Maidah: 5/67]
3. Menunjukkan dan membimbing manusia ke jalan yang lurus
Allah berfirman :

Artinya: Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah,
maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah
kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur’an)”. Al Qur’an itu tidak lain
hanyalah peringatan untuk segala umat. [Al An’am: 6/90].
4. Menjadi teladan yang baik bagi manusia
Sebagaimana Allah berfirman

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

32
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [Al Ahzab:
33/21].
5. Memperingatkan manusia mengenai tempat kembali sesudah kehidupan di dunia
6. Memalingkan perhatian manusia dari kehidupan fana ke kehidupan yang abadi
7. Para Rasul diutus agar manusia tidak dapat mengemukakan alasan untuk
membantah Allah

2.15 Karakteristik Risalah Muhammad SAW


Risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW. mempunyai ciri-ciri yang
khusus dibandingkan dengan para rasul sebelumnya. Ciri-ciri khusus itu adalah
sebagai nabi penutup, penghapus risalah sebelumnya, membenarkan nabi
sebelumnya, menyempurnakan risalah nabi sebelumnya, diperuntukkan untuk
seluruh manusia, dan sebagai rahmat bagi semesta alam. Ciri-ciri ini dimiliki
oleh Nabi Muhammad SAW dan tidak dimiliki oleh para rasul sebelumnya.
Karakteristik dan keistimewaan tersebut diantaranya :
1. Khatamul Anbiya (Penutup para Nabi)
Allah SWT. telah mengutus nabi dan rasul pada setiap kaum. Namun
yang disebutkan di dalam Al-Qur’an hanya sebanyak 25 orang. Perhatikan
Al-Qur’an surat Al-Mu’min: 78, An-Nisa’: 163-164, dan Al-An’am: 84-86.
Sedangkan penutup bagi semua rasul dan nabi itu adalah Nabi Muhammad
SAW.
2. Nasikhur Risalah (Peghapus Risalah)
Risalah nabi-nabi terdahulu hanya untuk kaum tertentu saja, sehingga
hanya sesuai untuk kaum tersebut. Selain itu risalah terdahulu mengikuti
keadaan dan situasi serta keperluan semasa waktu itu sehingga hanya sesuai
pada saat tersebut saja. Sementara, risalah Nabi Muhammad SAW adalah
untuk umat manusia dan berlaku hingga hari kiamat.
Sebagai penutup para nabi, maka risalah yang dibawa Nabi Muhamamd
SAW. menjadi penghapus risalah para rasul sebelumnya. Hal ini pernah
ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW. saat Umar bin Khattab membaca
Taurat. Beliau berkata kepada Umar bahwa jika Nabi Musa a.s. ada di antara

33
mereka, pasti Nabi Musa akan mengikuti risalah yang dibawa Nabi
Muhammad SAW.
3. Mushaddiqul Anbiya (Membenarkan para Nabi)
Risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW. melengkapi risalah yang
dibawa para rasul sebelumnya dan sekaligus memansukhkan risalah
sebelumnya. Risalah Nabi Muhammad SAW. sesuai dan dapat digunakan
oleh semua manusia dan dapat diamalkan hingga hari kiamat. Nabi Isa a.s.
sebagai nabi setelah Nabi Musa, membenarkan kenabian Nabi Musa.
Bahkan, Nabi Isa as mengabarkan kepada umatnya akan datang seorang
rasul setelahnya yang bernama Ahmad (Nabi Muhammad SAW).
Meski kedatangan Nabi Muhammad saw. sudah dikabarkan oleh para
nabi dan rasul sebelumnya, tetap saja ada usaha untuk mendustakannya.
Banyak tantangan dan usaha yang dicoba untuk menghapuskan agama Allah.
Namun demikian Allah swt senantiasa menjaga dan memeliharanya dari
serangan kaum kafir. Di antaranya dengan memenangkan Islam atas agama
lainnya atau dengan menurunkan para Rasul dan Nabi untuk kembali
meluruskan penyimpangan dan kejahiliyahan umat. Nabi Muhammad SAW
sebagai nabi akhir melengkapi risalah nabi-nabi sebelumnya dan dijadikan
sebagai rujukan utama bagi umat Islam.
4. Mukammilur Risalah (Penyempurna Risalah)
Selain membenarkan para Rasul dan Nabi sebelumnya yang membawa
risalah Islam, kehadiran Nabi Muhammad SAW juga diperuntukkan guna
menyempurnakan risalah sebelumnya. Risalah sebelumnya cenderung
diperuntukkan bagi suatu kaum tertentu saja dan untuk saat tertentu. Berbeda
dengan Nabi Muhammad SAW yang diutus untuk semua manusia dan
berlaku hingga kiamat.
5. Kaafatan Lin Naas (Untuk Seluruh Manusia)
Rasul Muhammad SAW. berbeda dengan para rasul dan nabi
sebelumnya, dimana Nabi Muhammad SAW. diutus bagi kepentingan umat
manusia secara keseluruhan dengan tidak membedakan suku, bangsa, warna
kulit, bahasa, dan sebagainya. Sehingga dapat dilihat perkembangan Islam
pada masa ini di mana kaum muslimin tersebar di seluruh pelosok dunia.

34
6. Rahmatan Lil Alamin (Rahmat Bagi Alam Semesta)
Kehadiran Nabi Muhammad SAW. di muka bumi ini adalah sebagai
rahmat bagi seluruh alam yang tidak saja manusia, tetapi juga alam, hewan,
pohon, dan sebagainya. Manusia mendapatkan rahmat dan kebaikan dengan
kehadiran Nabi Muhammad. Begitu juga manusia kafir dan jahiliyah,
mendapatkan rahmat dari kedatangan Islam. Dengan demikian Islam dan
Nabi Muhammad tidak hanya untuk umat Islam, tetapi kebaikannya juga
dirasakan oleh manusia lainnya.
Risalah dan ajaran yang dibawanya bukan merupakan hasil perenungan
akalnya sendiri atau hasil belajar kepada seseorang. Karena itu, risalah Islam
bukan isme apa pun. Bukan Muhammadisme, Ibrahimisme, atau Arabisme. Ia
adalah al-Islam. Ia adalah petunjuk dan dienul haq, sistem kebenaran yang dari
Allah al-Haq. Sistem yang sempurna ini harus disebarkan kepada seluruh umat
manusia agar mereka dapat merasakan rahmatnya dan mendapat pencerahan
darinya. Hal yang harus diperhatikan dalam mendakwahkannya dapat kita lihat
dari peran Nabi Muhammad saw. sebagaimana termaktub dalam surah al-Ahzab
ayat 45-46.
1. Sebagai saksi
Beliau, risalahnya, dan umatnya merupakan rujukan dalam masalah
kebenaran.
Allah berfirman: “Dan demikianlah, Kami jadikan kalian sebagai umat
pertengahan agar kalian menjadi saksi atas umat manusia dan rasul menjadi
saksi atas kalian.”
2. Sebagai pembawa kabar gembira.
Bagi yang menyambut seruan-Nya akan mendapat kehidupan yang baik
di dunia dan akhirat.
3. Sebagai pemberi peringatan
Bagi yang menolaknya akan mendapat kehidupan yang sempit di dunia
dan penderitaan yang abadi di akhirat.
4. Sebagai penyeru ke jalan Allah
Tidak menyerukan fanatisme kejahiliyahan apapun. Komitmen dan
loyalitas hanya diberikan kepada Allah dan hanya karena Allah.

35
5. Sebagai cahaya yang menerangi kehidupan manusia dan alam semesta
Tugas rasulullah saw. adalah mengeluarkan manusia dari kegelapan
menuju kepada cahaya. Risalahnya senantiasa menganjurkan manusia hidup
bersama alam semesta, maka alam semesta pun akan damai
sejahtera.Kewajiban Terhadap Rasul

2.16 Kewajiban Terhadap Rasul


Orang yang bersyahadat rasul mengakui bahwa Muhammad bin Abdullah adalah
nabi dan utusan Allah. Persaksian ini menuntut komitmen darinya. Sebagai
konsekuensi atas persaksiannya itu adalah:
1. Membenarkan apa yang disampaikannya
Apa yang dikatakannya bukan berdasarkan nafsu melainkan wahyu
Allah. Seorang muslim yang baik [seperti misalnya Abu Bakar ra,] selalu
membenarkannya. Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj tatkala kebanyakan orang
mendustakannya, Abu Bakar ra. Mengatakan: “Kalaupun dia mengatakan yang
lebih dari itu, aku tetap mempercayainya.” Maka Rasul pun menjulukinya
sebagai ash-Shiddiq.
2. Menaati apa yang diperintahkannya
Apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya dikerjakan sebatas
kemampuan karena Allah tidak membebani seseorang melebihi
kemampuannya. Artinya, kita harus berusaha maksimal untuk meramal yang
hasilnya terserah urusan Allah.
3. Menjauhi apa yang dilarang-Nya
Larangan agama harus ditinggalkan sama sekali. Bahkan secara preventif
harus dijauhi agar tidak terlibat kemaksiatan dan terjerumus dalam dosa.
4. Tidak beribadah kecuali dengan apa yang disyariatkannya
Sesungguhnya semua peribadatan itu haram, kecuali yang sudah ada
syariatnya. Sedangkan hal-hal yang mubah dapat ditingkatkan sehingga bernilai
ibadah manakala didasarkan pada niat ikhlas lillaahi ta’ala.
Penjabaran kewajiban seorang mukmin kepada Rasulullah saw. Adalah:
1. Mengimaninya

36
Banyak ayat yang menyebut iman kepada Allah dan Rasul secara
bersamaan. Ini artinya bahwa Iman kepada Rasul tidak dapat dipisahkan
dengan iman kepada Allah. Keislaman seseorang dianggap batal bila hanya
iman kepada Allah akan tetapi tidak iman kepada Rasul, dan disebut inkaru
sunnah.
2. Mencintainya
Iman seseorang dianggap sempurna bila ia telah mencintai Allah dan
Rasul-Nya lebih besar dibanding cintanya kepada orang lain bahkan dirinya
sendiri.
3. Mengagungkannya
Jasa dan pengorbanannya untuk umat ini berikut sifat-sifat
kesempurnaan yang Allah berikan kepadanya membuatnya layak untuk
diagungkan. Namun pengagungan ini tidak boleh melampaui batas karena
Islam melarang kultus.
4. Membelanya
Membelanya adalah kewajiban mukmin, caranya dengan ittiba’
kehidupannya, maka pasti Allah akan memberi penghargaan atasnya.

5. Mencintai mereka yang mencintainya


Mereka cinta karena Allah dan Rasul-Nya, mereka bertemu dan berpisah
karena dorongan cinta tersebut. Mereka bagaikan tubuh yang satu, bila ada
yang sakit, semua merasakan demam dan tidak bisa tidur.
6. Menghidupkan sunnahnya
Bukan hanya sunnah dalam ibadah khusus, bahkan termasuk aktivitas
sehari-hari yang kecil dan sederhana. Bila aktivitas tersebut dimaksudkan untuk
ittiba’ rasul, maka pasti bernilai ibadah.
7. Memperbanyak shalawat kepadanya
Satu shalawat nabi yang diucapkan seorang muslim akan dibalas dengan
sepuluh kali doa Rasul untuknya.
8. Mengikuti manhaj-nya
Manhaj yang dimaksud tidak lain adalah sistem Islam yang mengatur
segala aspek kehidupan manusia.

37
9. Mewarisi risalahnya
Dengan menjaga, membela, dan memperjuangkan dalam gerak dakwah dan
jihad.
2.17............................................................................................................................. Apli
kasi Makrifatullah dalam pekerjaan perawat
A. Membebaskan Diri dari Kesombongan
Profesi perawat merupakan profesi sebagai pelayan masyarakat. Dalam
melaksanakan tugasnya melayani masyarakat dalam bidang kesehatan, tentunya
sikap dan perilaku seorang perawat harus baik guna menjaga perasaan serta
kenyamanan pasien. Namun selama ini, masih sering dan banyak masyarakat yang
mengeluhkan sikap perawat di rumah sakit. Tidak ramah, jahat, sombong, hal-hal
seperti ini yang sering dikeluhkan oleh masyarakat kita. Sifat angkuh dan sombong
telah banyak mencelakakan makhluk ciptaan Allah subhanahu wata'ala, mulai dari
peristiwa terusirnya Iblis dari surga karena kesombongannya untuk tidak mau sujud
kepada Nabi Adam as tatkala diperintahkan oleh Allah untuk sujud hormat
kepadanya. Allah juga telah menenggelamkan Fir'aun dan bala tentaranya di lautan
karena kesombongan dan keangkuhannya terhadap Allah subhanahu wata'ala dan
juga kepada sesama kaumnya, dan karena kesombongannya itulah dia lupa diri
sehingga dengan keangkuhannya dia menyatakan dirinya adalah tuhan yang harus
disembah dan diagungkan.
Dalam QS Al-A’raf [7]: 146, Allah berfirman: “Aku akan memalingkan
orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar
dari tanda-tanda kekuasaan- Ku”. Rasulullah Saw, bersabda: “Tidak akan masuk
surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong walau seberat biji sawi.
Dan tidak akan masuk neraka orang yang di dalam hatinya terdapat keimanan
walau seberat biji sawi”. Sudah selayaknya sebagai perawat muslim kita bersikap
tawadhu terhadap pasien. Nabi Saw. telah mengangkat kedudukan akhlak mulia dan
menjelaskan bahwa sebaik baik bekal hamba kepada Tuhan-Nya pada hari kiamat
adalah akhlak mulia, dan sesuatu yang paling berat dalam timbangan orang mukmin
adalah akhlak mulia.

B. Membebaskan Diri dari Kelalaian

38
Orang lalai menurut Allah adalah orang yang tidak menggunakan mata, telinga dan
hati sesuai dengan fungsi yang sebenarnya. Bahkan Allah menyebutnya seperti
binatang atau lebih sesat lagi dari binatang. Hati yang lalai mengingat Allah sangat
mudah dipengaruhi oleh syaitan. Bagi orang lalai, hawa nafsu akan diperturutinya.
Allah berfirman QS 7:179 : Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka
Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-
ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai. Kelalaian sendiri disebabkan oleh sifat main-
main dalam melakukan tindakan. Ketika seorang perawat menganggap dunia
hanyalah permainan dan senda gurau maka akan berakibat pada tindakan
keperawatan yang dilakukannya. Kemungkinan besar akan terjadi kelalaian yang
merugikan klien dan berimbas pada perawat. Oleh karena itu selayaknya perawat
membebaskan diri dari kelalaian demi lancarnya tindak keperawatan.
Kelalaian yang dilakukan perawat di antaranya adalah Recklessness Criminal
Practice tindakan malpraktik kriminal yang bersifat ceroboh, contohnya melakukan
tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent. Selain itu adalah
Negligence Criminal Malpractice yaitu tindakan malpraktik kriminal yang bersifat
lalai misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat, atau meninggalnya
pasien, ketinggalam klem dalam perut pasien saat melakukan operasi. Diharapkan
dengan implikasi ma'rifatullah dalam dunia keperawatan akan memberikan manfaat
bagi hubungan perawat dengan klien, serta hubungan perawat dengan Allah SWT.
C. Membebaskan Diri dari Dosa
Segala tindak keperawatan yang dilakukan tentunya diharapkan akan
memberikan manfaat untuk klien. Perlu dipahami bahwa sedekah tidak hanya
berbentuk materi, tindakan tulus kita yang bermanfaat bisa dianggap sebagai
sedekah. Akan tetapi pahala sedekah itu hanya akan kita dapat ketika Allah
berkehendak. Ketika kita masih berbuat dosa dan tidak berusaha untuk
menghindarinya maka akan tercipta hijab yang menghalangi amalan kita untuk
sampai ke Arsy Allah SWT. Maka sebagai perawat, agar tindakan yang dilakukan

39
dapat memberi manfaat yang penuh dan barakah, selayaknya perawat berusaha
untuk membebaskan diri dari perbuatan dosa. Tindakan yang dapat menimbulkan
dosa dalam dunia keperawatan di antaranya adalah tindakan malpraktik kriminal
yang bersifat sengaja ( Intensional Criminal Malpractice) misalnya melakukan
euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP),
membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa
indikasi medis (pasal 299 KUHP)
D. Perawat Berbuat Baik (Al-Ihsaan)
Berbuat baik kepada diri sendiri, kepada orang lain, kepada makhluk lainnya dan
kepada Allah SWT adalah ciri orang yang menyadari bahwa perlunya kita
membalas kebaikan Allah dan adanya pengawasan Allah. Berbuat baik ini sebagai
respon dari pengenalan kepada Allah (ma’rifatullah) secara benar. Motivasi berbuat
baik karena menyadari secara baik pengawasan Allah kepada hambaNya seperti
pengawasan atas tingkah laku manusia, gerak-geriknya bahkan niat dalam hati
manusia bisa diketahui Allah melalui para malaikatnya. Para malaikat ini senantiasa
mencatat dan mengawasi segala tingkah laku manusia yang baik juga yang buruk.
Kesadaran mendalam bahwa Allah melihat kita dan mengawasi kita, tentunya akan
menjadikan perawat dalam bertindak penuh dengan kehati-hatian sebab tidak ingin
mendapatkan hukuman dari Allah.
E. Perawat Beramal Saleh (Al-Amal Ash-Shaalih)
Wujud dari keimanan kepada Allah dan RasulNya adalah beramal saleh. Perbuatan
yang baik sebagai wujud dari kesadaran akan budi baik Allah yang begitu banyak
mesti diamalkan dalam kerangka ibadah kepada Allah. Dalam Al Quran begitu
banyak rangkaian kata-kata iman dengan amal saleh. Bentuk amal saleh cukup
banyak diantaranya ibadah yang wajib, sunnah yang khusus dan ibadah umum.
Perawat yang bertugas memberikan jasa perawatan kepada klien menerapkan
prinsip caring merupakan salah satu ibadah kepada Allah. Ibadah ini merupakan
wujud suatu keimanan kepada Allah dengan beramal saleh melalui keikhlasan
dalam memberikan pelayanan kepada klien. Allah berfirman dalam QS 47:7 “Hai
orang – orang beriman , jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia
.............................................................................................................................akan

40
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu...” Perbuatan yang Ihsaan (Ihsaan Al
Amal) biasa disebut dengan pekerjaan yang baik dan profesional.
Walaupun munculnya dengan niat yang ikhlas dan proses kegiatan yang baik dan
profesional, perbuatan yang ihsan ini mesti didasari dengan semangat dan motivasi
yang baik, di antaranya untuk ibadah kepada Allah. Allah mengatakan berbuat
baiklah kamu sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada kita. Setelah niat yang
ikhlas menghasilkan kerja yang baik maka kemudian muncul penyelesaian
kerja yang baik pula. Allah SWT menyuruh kita untuk bekerja dengan sungguh -
sungguh (Jaudah Al Adaa) dalam surat 29:69. Selain itu, kita disuruh segera
mengerjakan berikutnya setelah suatu pekerjaan selesai disempurnakan. Dengan
demikian segala proses kegiatan tersebut akan menghasilkan pekerjaan yang ihsan
dan profesional.
F. Perawat Mencintai Apapun yang Dicintai Allah (Lawaazim Al-Mahabbah)
Loyalitas kepada Allah dapat dibuktikan dengan mencintai siapa saja yang
dincantai Allah. Misalnya Allah mencintai Nabi SAW, maka untuk mendapatkan
balasan dan cinta dari Allah, kita harus pula mencintai Nabi SAW. Hal ini dijelaska
dalam banyak Al Quran tentang cinta kepada Allah wajib diikuti dengan cinta
kepada Rasul. Mencintai siapapun yang dicintai kekasih merupakan bagian tingkah
laku yang wujud dari cinta kepada yang dicintai. Mencintai Nabi SAW maka kita
juga perlu mencintai umat Nabi yang dincintai Rasul. Perawat sebagai ujung
tombak tenaga kesehatan baik pada pelayanan primer dan sekunder akan
berinteraksi dengan klien dan keluarga selama 24 jam sehingga menerapkan apa
yang diperintahkan Allah untuk mencintai apa yang dicintai Nabi yakni seluruh
umat manusia tanpa membedakan kepercayaan mereka.
G. Peran Perawat dalam Ajaran Islam
Perawat adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dan tanggung jawab
yang berusaha berdasarkan kemanusiaan untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan bagi terwujudnya manusia yang sehat seutuhnya. Sehat secara bio-
psiko, sosial-spiritual- kultural, untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan klien tersebut seorang perawat di tuntut untuk mampu membantu
klien yang tidak mau, tidak mampu, dan tidak tahu menjadi mau, mampu, dan tahu.
Tokoh keperawatan yaitu sosok seorang muslimah RUFAIDAH, beliau adalah

41
tokoh wanita dari kabilah islam yang biasa mengobati orang yang terluka. Beliau
merawat pasien- pasiennya dengan landasan penuh keikhlasan. Seorang perawat
tidak hanya bertugas memberikan perawatan pada klien dengan ilmu-ilmu yang
dimilikinya, tapi di tuntut lebih dari itu bahkan ada hal yang sering dianggap sepele
dan jarang dilakukan oleh seorang perawat yaitu adalah membimbing pasien dalam
hal ibadahnya. Namun, seorang perawat profesional adalah yang mengutamakan
kepentingan klien namun tetap tanpa mendzolimi dirinya sendiri. Seandainya
mampu kita kerjakan walau kita sibuk, maka kerjakanlah, ini berarti seorang
perawat dituntut untuk mengutamakan menolong pasien ketimbang
mendahulukan kepentingan pribadinya. Islam sendiri telah menerangkan hal
tersebut, Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Hasyr ayat 9 : “... dan mereka tiada
meneruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang di berikan kepada
mereka (orang muhajirin) dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin,
atas diri mereka sendiri.” (Q.S Al-Hasyr : 9) Perawat yang holistik
mempertimbangkan aspek spirituality dan religion pasiennya. Karena hal tersebut
menjadi sumber kekuatan (energi), kedamaian, ketabahan, keyakinan, dan tata nilai
tahu tujuan hidup, merasa dibimbing Allah SWT keyakinan diri bahwa ada alam
perhitungan. Pandangan Islam terkait tanggung jawab perawat terhadap
pasien adalah memberikan pelayanan terbaik. Definisi terbaik dalam konsepsi
keperawatan memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar manusia pasien
secara holistik/menyeluruh (mencakup bio-psiko-sosio-dan spiritual), paripurna
(tuntas), dan berkesinambungan (baik selama pasien dirawat sampai pasien siap
atau mampu melakukan perawatan (mandiri/dibantu) keluarga dirumah. Terkait
bantuan pelaksanaan ibadah adalah bagian dari pemenuhan kebutuhan spiritual.
Perawat wajib memfasilitasi pasien memenuhi kewajiban ibadahnya sesuai dengan
tingkat kemampuan pasien. Bila pasien mampu menjalankan ibadah secara mandiri
perawat wajib memfasilitasi pasien tetap memenuhi kaidah syar’i dengan
mengingatkan waktu sholat, menyediakan tempat tidur yang akan jadi tempat
ibadah pasien sebersih dan sesuci mungkin, memposisikan pasien menghadap
kiblat, suasana ruangan yang tidak gaduh, dll). Bila pasien tidak mampu
menjalankan ibadah, maka perawat wajib membantunya. Bantuannya dapat berupa
memberikan pemahaman (ilmu) bila pasien tidak mampu menjalankan ibadah

42
karena tidak tau cara ibadah saat kondisi sakit, tidak tau cara tayamum, tidak tau
cara sholat dengan posisi tidur, tidak tau bahwa sakit tetap wajib sholat. Bila pasien
tidak mampu memenuhi terbiasa sholat tepat waktu, perawat perlu setidaknya
membisikan bahwa waktu sholat sudah tiba, mentayamumi dan bila perlu
membimbingnya sholat. Selain itu, perawat juga berkewajiban mentalqinkan pasien
saat kebutuhan ibadahnya karena tidak mau, maka perawat berkewajiban menggali
alasan ketidakmauan pasien, mengingatkan bila lupa, mencerahkan bila
ketidakmauan pasien karena belum tercerahkan. Jika pasien tidak ibadah karena
tidak mampu dalam artian secara fisik sangat lemah, tapi masih mampu mendengar,
mengingat, berbicara, perawat wajib membantunya untuk tetap melaksanakan
ibadah secara maksimal sesuai kemampuan pasien yg terbatas tersebut. Bila kondisi
tidak sadar dan pasien menjelang kematian. Namun bukan berarti bahwa perawat
harus melakukan semua ini sendiri. Perawat senantiasa mengajak pasien untuk
selalu berdoa dan beridah dan berkeyakinan bahwa doa yang penuh kekuatan iman
akan dapat memberikan kesembuhan pada pasien. Agar dalam keadaan sakit
pasien tidak meninggalkan kewajibannya untuk beribadah. (Herbert dan William,
1984). Perawat memberikan keyakinan untuk pasien agar selalu berpikiran positif
dan berharap untuk sembuh, untuk meyakinkan pasien bahwa doa dan ibadah
sangat berarti untuk kesembuhannya karena hanya Allah SWT yang memberikan
kesehatan pada umatnya dengan perantara tenaga kesehatan (dokter atau perawat).
Dalam pelaksanaanya perawat harus melibatkan keluarga pasien. Karenanya
keluarga juga menjadi salah satu sasaran intervensi keperawatan (menyiapkan
mereka agar mampu membantu pasien memenuhi kebutuhannya (termasuk
kebutuhan ibadah dan kebutuhan spiritual), keluarga juga perlu dipersiapkan
menghadapi kondisi yg mungkin tdak sesuai harapan (pasien meninggal misalnya).
2.18 Aplikasi Makrifaturrosul dalam pekerjaan perawat
Kita sebagai seorang perawat sebaiknya selalu terus dan terus menggali ilmu
sebanyak banyaknya karena dengan ilmu tersebut kita dapat memberikan informasi
kepada orang lain sehingga ilmu tersebut bermanfaat, walaupun kita sudah
mendapatkan ilmu kita tidak boleh sombong karena merasa kita lebih pintar dari
pada orang lain. Kita harus menggunakan ilmu yang kita miliki untuk jalan yang

43
benar sesuai dengan ajaran agama agar bermanfaat bagi orang lain. Karena benar
adanya semboyan : “agama tanpa ilmu buta, dan ilmu tanpa agama lumpuh”.
Dalam melaksanakan tugas pun kita harus meniatkan apa yang kita lakukan semata
– mata karna Allah, mengerjakan dengan sungguh – sungguh berusaha maksimal,
melakukan sesuai SOP, melaksanakan dengan ikhlas namun juga tetap berdoa
kepada Allah karena Allah SWT lah Maha dari segala kebaikan. Kita sebagai
perawat juga dapat meniru, mencontoh sifat nabi Muhammad SAW antara lain :
a. Manusia biasa : kita sebagaimana makhluk biasa juga tidak luput dari kesalahan,
namun dalam menjalankan tugas sebaiknya melatih diri kita untuk lebih teliti agar
kita terbiasa dan meminimalisir kesalahan, melakukan sesuai SOP.
b. Jujur : kita sebagai perawat harusnya menjunjung tinggi sifat jujur, karna jujur
kunci dari seseorang agar dapat dipercaya. Walaupun seberat apapun kondisi pasien
kita harus menyampaikan keadaan pasien baik pada keluarga maupun pada pasien,
tidak hanya itu juga kita harus jujur dalam menuliskan data apa saja yang kita
temukan agar tidak ada kerancuan.
c. Cerdas : kita sebagai perawat dituntut untuk cerdas karena kita tidak tahu
kondisi yang takterduga dari pasien sehingga apabila ada keadan darurat kita harus
bisa berfikir kritis serta memecahkan sebuah masalah.
d. Amanah : kita sebagai perawat karena kita harus merawat pasien maka kita
harus mendapatkan rasa kepercayaan baik dari pasien maupun rasa percaya dari
keluarga agar proses pengobatan berjalan dengan lancar. Bagaimana kita dapat
menjadi seseorang yang amanah? Contohnya setiap kita berinteraksi dg pasien
utamakan senyum, komunikasi terapeutik, sampaikan informasi yang benar.
e. Komitmen : kita sudah memilih jalan hidup kita sebagai seorang perawat maka
kita harus berkomitmen sampai akhir bahwa apapun rintangannya profesi perawat
sebagai ladang pahala untuk kita. Berkomitmen untuk belajar menggapai ilmu
dengan sungguh – sungguh. Mengerjakan sesuatu semaksimal mungkin.

44
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia sangat berkepentingan untuk mengetahui siapa penciptanya dan untuk
apa ia diciptakan. Karena itu, manusia pun mulai melakukan penelitian dan mencari-
cari siapa gerangan Tuhannya. Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim tentu tidak
akan membiarkan kita terkatung-katung tanpa adanya pembimbing yaitu utusan-
utusan-Nya para nabi dan rasul yang akan menunjukkan kita ke jalan yang benar.
Maka di antara manusia ada yang berhasil mengetahui Allah dan banyak pula yang
tersesat, berjalan dengan angan-angannya sendiri.
Agar manusia dapat mengenal Allah SWT, ia harus tahu jalan yang benar untuk
menuju-Nya. Karena bila jalannya salah bisa jadi ia akan kesasar. Orang yang benar
jalannya hingga ia sampai pada tujuan yang sebenarnya, ia menjadi orang yang
ma’rifah dan semakin yakin serta membenarkan keimanannya. Sedangkan orang-
orang yang tersesat jalannya, tentu tidak akan sampai pada tujuan yang sebenarnya,
yaitu berma’rifah kepada Allah SWT.
Rasul adalah lelaki yang dipilih dan diutus Allah dengan risalah Islam kepada
manusia. Rasul adalah manusia pilihan yang kehidupannya semenjak kecil termasuk ibu
dan bapanya sudah dipersiapkan untuk menghasilkan ciri-ciri kerasulannya yang terpilih
dan mulia. Mengenal rasul mesti mengetahui apakah peranan dan fungsi rasul yang
dibawanya. Terdapat dua peranan rasul yaitu membawa risalah dan sebagai model atau
contoh yang baik.
3.2 Saran
Dengan ini sepatutnya kita menyadari adanya kerajaan Allah di jagat raya ini.
Maka dengan demikian wajib bagi kita menolak kepemimpinan, hukum dan otoritas
selain Allah dan menjadikan Allah saja sebagai satu satunya raja, pemimpin, pembuat
hukum dan tujuan hidup. Serta mengenal rasul, juga harus mengenal sifat-sifatnya

45
(karakteristik kerasulan). Dengan mengetahui sifat-sifat rasul, manusia akan mengenal
rasul dengan baik, dapat mengambil keteladanan darinya, mengikuti segala ajarannya
dan menujadikannya sebagai sumber rujukan untuk seluruh aspek kehidupan.

46
DAFTAR PUSTAKA

Abū Dāud Sulaiman bin al-‘Asy‘aṡ al-Sijistānī al-Azdī, Sunan Abī Dāud Dār Ibnu
Haiṡam, Mesir, 2007.
Al- Mubarakfuri, Shafiyyurrahman. Al- Raḥīq al- Maḥtūm: Sirah al-Nabawiyah. Terj.
Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 2013.
Aziz, ‘Abdul bin Fathi as-Sayyid, Ensiklopedi Adab Islam Menurut al-Quran dan as-
Sunnah, Terj. Abu Ihsan al-Atsari, Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2007.
Djamaluddin, Mahbub, Al-Ghazali; Sang Ensiklopedi Zaman, Senja Publishing, 2015.
Hasiah. 2017. Syirik dalam Prespektif Al – Qur;an. Yurisprudentia Volume 3 Nomor 1
Juni 2017. Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimpuan
Hishām, Abu Muhammad Abdul Malik Ibnu. Sīrah al-Nabawiyah. Lebanon: Dar
Khotob Al- Ilmiyah, 2011.
https://www.islamme.net/2015/06/memurnikan-ibadah-atau-iklas-tauhidul-ibadah.html
(diakses tanggal 9 September 2020, pukul 12.00 WIB)
Kholis, Nur. 2015. “Bukti Eksistensi Tuhan Menurut Ibnu Rusyd Dan Thomas
Aquinas” Sripsi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Jurusan Aqidah Filsafat
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
Modul-1-PKBR2018.-ETIKA-TERHADAP-ALLAH_2.pdf (diakses tanggal 9
September 2020, pukul 11.00)
Mu’inudinillah basri. 2010. Tauhid & makna syahadatain.
Misbach, I. (2017). Perilaku Bisnis Syariah. Jurnal Al Idarah, 5, 33-44.
Rusli,Ris’an, 2013. Tasawuf dan Tarekat. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Riyadi, Abdul Kadir, 2016. Arkeologi Tasawuf; Melacak Jejak Pemikiran Tasawuf dari
Al-Muhasibi hingga Tasawuf Nusantara. Bandung : Penerbit Mizan.
Zulhammi. (2014). Kepribadian Rasulullah saw Sebagai Guru Profesional. Jurnal Daul
Ilmi, Vol. 2, No. 3, 59-73.

47

Anda mungkin juga menyukai