Disusun oleh :
Kelompok 1
JURUSAN S1 KEPERAWATAN
STIKes WIDYA DHARMA HUSADA
TAHUN AJARAN 2022/2023
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Jiwa yang diampu oleh Ns. Dhia Diana Fitriani, M.Kep . Penyusun
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga
makalah ini selesai sesuai dengan waktunya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
khususnya dari dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa sangat penyusun harapkan,
guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penyusun untuk lebih baik di
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
B. Tujuan Penulisan................................................................................ 2
E. Tahapan Halusinasi............................................................................ 10
iii
N. Fase-fase Waham ............................................................................... 24
A. Kesimpulan ......................................................................................... 35
B. Saran ................................................................................................... 35
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa
bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di
butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta
mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya.
Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Kemenkes, 2013).
Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna
yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu
atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2014).
Upaya Kesehatan Jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan
jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat
(UU Kesehatan Jiwa, 2014).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak
permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat. Pada study
terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara- negara berkembang, sekitar
76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama
(Hardian, 2018)
1
Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons
pada realitas. Klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak
dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberi respons secara
akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan
Gangguan orientasi realitas: halusinasi dan waham
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam pembuatan makalah ini agar mahasiswa mampu :
a. Mampu menjelaskan pengertian dan penyebab dari Gangguan orientasi realitas:
halusinasi dan waham
b. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Gangguan orientasi realitas:
halusinasi dan waham
c. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan Gangguan
orientasi realitas: halusinasi dan waham
d. Mampu melakukan intervensi keperawatan pada klien dengan Gangguan
orientasi realitas: halusinasi dan waham
e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan Gangguan orientasi
realitas: halusinasi dan waham
f. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan Gangguan orientasi realitas:
halusinasi dan waham
g. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat pada teori dan kasus
2
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Halusinasi
a. Pengertian
Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu tanggapan
dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Ada lima jenis halusinasi yaitu pendengaran,
penglihatan, penghiduan, pengecapan dan perabaan. Halusinasi pendengaran
merupakan jenis halusinasi yang paling banyak ditemukan terjadi pada 70%
pasien, kemudian halusinasi penglihatan 20%, dan sisanya 10% adalah
halusinasi penghiduan, pengecapan dan perabaan.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi, seperti merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan, klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Muhith, 2011).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
3
indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu (Prabowo,
2014).
b) Faktor Psikologis
tidak bekerja.
2) Faktor Presipitasi
4
untuk menghadapinya. Seperti adanya rangsangan dari lingkungan,
komunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga suasana sepi atau
ketakutan tersebut.
5
seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien.
d) Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
bangun tidur klien merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
takdirnya memburuk.
c. Jenis-jenis Halusinasi
1) Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-
suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
2) Halusinasi Pengihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan
kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3) Halusinasi Penghidu (Olfaktori)
6
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau
busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses.
Kadang-kadangterhidubauharum.Biasanya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dementia.
4) Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5) Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis, dan menjijikkan.
6) Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
7) Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya, meliputi :
Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah
tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis. Misalnya sering merasa
dirinya terpecah dua.
Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak sesuai
dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang dialaminya seperti
dalam mimpi.
d. Tahapan Halusinasi
Halusinasi yang dialami pasien memiliki tahapan sebagai berikut
1) Tahap I :
Halusinasi bersifat menyenangkan, tingkat ansietas pasien sedang.Pada
tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan.
Karakteristik :
7
Karakteristik tahap ini ditandai dengan adanya perasaan bersalah dalam diri
pasien dan timbul perasaan takut. Pada tahap ini pasien mencoba
menenangkan pikiran untuk mengurangi ansietas.Individu mengetahui
bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa
diatasi (non psikotik).
Perilaku yang teramati:
a) Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai
b) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c) Respon verbal yang lambat
d) Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan.
2) Tahap II :
Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas tingkat berat
dan halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.
Karakteristik :
Pengalaman sensori yang dialami pasien bersifat menjijikkan dan
menakutkan, pasien yang mengalami halusinasi mulai merasa kehilangan
kendali, pasien berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang
dipersepsikan, pasien merasa malu karena pengalaman sensorinya dan
menarik diri dari orang lain (nonpsikotik).
Perilaku yang teramati :
a) Peningkatan kerja susunan saraf otonom yang menunjukkan timbulnya
ansietas seperti peningkatan nadi, tekanan darah dan pernafasan.
b) Kemampuan kosentrasi menyempit.
c) Dipenuhi dengan pengalaman sensori, mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan realita.
3) Tahap III :
Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasien,
pasienberada pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori menjadi
menguasai pasien.
8
Karakteristik:
Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini menyerah untuk melawan
pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi
halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian
jika pengalaman tersebut berakhir (Psikotik).
Perilaku yang teramati:
a) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya dari pada menolak.
b) Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
c) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari
ansietas berat seperti : berkeringat, tremor, ketidakmampuan
mengikuti petunjuk.
4) Tahap IV :
Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tingkat ansietas
berada pada tingkat panik.Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan
saling terkait dengan delusi.
Karakteristik :
Pengalaman sensori menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah
halusinasinya. Halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau harap
apabila tidak diintervensi (psikotik).
Perilaku yang teramati :
a) Perilaku menyerang - teror seperti panik.
b) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
c) Amuk, agitasi dan menarik diri.
d) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek .
e) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
9
e. Rentang Respon Neurobiologis
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus
sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis, persepsi akurat,
emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon maladaptif yang
a) Respon adaptif
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
tersebut.
Respon adaptif :
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
dan lingkungan
b) Respon psikosossial
Meliputi :
10
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
orang lain.
c) Respon maladapttif
teratur.
11
4) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai
terganggu waham
terorganisir
harmonis
f. Mekanisme koping
a) Regresi
12
b) Proyeksi
lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
c) Menarik diri
Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
1) Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindar diri dari
orang lain
4) Bicara sendiri
jengkel
13
8) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
1. Pohon Masalah
Data Subjektif :
memukul, dsb
Data Objektif :
14
b. Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Data Subjektif :
memukul. Dsb.
Data Objektif :
Klien gelisah
Data Subjektif:
Data Objektif :
3. Diagnosa Keperawatan
15
4. Strategi pelaksanaan
16
Diagosa Pasien: Keluarga:
Keperawatan
SP 1 SP 1
Perubahan a. Mengenal halusinasi: a. Mengidentifikasi masalah
sensori - Frekuensi keluarga dalam merawat
persepsi: - Waktu terjadinya pasien
Halusinasi - Situasi pencetus b. Menjelaskan proses
- Perasaan saat terjadi terjadinya halusinasi
halusinasi c. Menjelaskan cara merawat
b. Latihan mengontrol pasien
halusinasi dengan cara: d. Bermain peran cara
- Menghardik merawat
c. Memasukan dalam jadwal e. RTL keluarga/jadwal
kegiatan pasien keluarga untuk meerawat
pasien
SP 2 SP 2
a. Evaluasi kegiatan yang lalu a. Evaluasi kemampuan
(SP 1) keluarga (SP 1)
b. Melatih berbicara dengan b. Latih keluarga merawat
orang lain saat halusinasi pasien
muncul c. RTL keluarga/jadwal
c. Memasukan jadwal untuk merawat pasien
SP 3 SP 3
a. Evaluasi kegiatan yang lalu a. Evaluasi kemampuasn (SP
(SP 1 & 2) 2)
b. Melatih kegiatan agar b. Latih keluarga merawat
halusinasi tidak muncul pasien
c. Memasukan jadwal c. RTL keluarga/jadwal untuk
merawat pasien
SP 4 SP 4
a. Evaluasi jadwal pasien yang a. Evaluasi kemampuan
lalu (SP 1, 2, 3 ) keluarga
17
b. Menanyakan pengobatan b. Evaluasi kemampuan
sebelumnya. pasien
c. Menjelaskan tentang c. RTL keluarga:
5. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang diberikan pada klien tidak hanya berfokus pada masalah
halusinasi sebagai diagnose penyerta lain. Hal ini dikarenakan tindakan yang
dilakukan saling berkontribusi terhadap tujuan akhir yang akan dicapai. Rencana
tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa gangguan persepsi sensori
halusinasi meliputi pemberiantindakan keperawatan berupa terapi generalis individu
yaitu (Kanine, E.,2012) :
18
1) Diskusikan masalah yang dihadap keluarga dalam merawat pasien
2) Berikan penjelasan meliputi : pengertian halusinasi, proses terjadinya halusinasi,
jenis halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya
halusinasi.
3) Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi :
menghardik, minum obat, bercakap-cakap, melakukan aktivitas.
4) Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya
halusinasi.
5) Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan
6) Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk follow up
anggota keluarga dengan halus
6. Evaluasi
1) Apakah klien dapat mengenal halusinasinya, yaitu isi halusinasi, situasi, waktu
dan frekuensi munculnya halusinasi.
19
2) Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul.
3) Apakah klien dapat mengontrol halusinasi dengan menggunakan empat cara
baru, yaitu menghardik, menemui orang lain dan bercakap-cakap, melaksanakan
aktivitas terjadwal dan patuh minum obat.
4) Apakah keluarga dapat mengetahui pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, dan cara-cara merawat pasien
halusinasi.
5) Apakah keluarga dapat merawat pasien langsung dihadapan pasien.
6) Apakah keluarga dapat membuat perencanaan follow up dan rujukan pasien.
2. Waham
a. Pengertian
Waham adalah suatu kepercayaan yang terpaku dan tidak dapat dikoreksi
atas dasar fakta dan kenyataan. Tetapi harus dipertahankan, bersifat patologis dan
20
tidak terkait dengan kebudayaan setempat. Adanya waham menunjukkan suatu
gangguan jiwa yang berat, isi waham dapat menerangkan pemahaman terhadap
bersifat waham adalah sebagai perlindungan diri terhadap rasa takut dan untuk
tentang eksternal, tidak sejalan dengan intelegensia pasien dan latar belakang
kultural, yang tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan (Zukna, 2017). Waham
adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang tetap dipertahankan
dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari
suatu keyakinan yang salah dan dipertahankan dengan kuat oleh klien tanpa disertai
1) Faktor Predisposisi
a) Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat yang muncul di kaitkan dengan delusi atau
gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi untuk mengalaminya di bandingkan
dengan populasi umum. Studi pada manusia kembar juga menunjukan bahwa ada
21
b) Teori Psikososial
sendiri yang berlebihan dan tidak percaya pada individu. Klien menjadi orang
c) Teori Interpersonal
ansietas tinggi. Hal ini jika di pertahankan maka konsep diri anak akan
mengalami ambivalen.
d) Psikodinamika
munculnya ego yang rapuh karena kerusakan harga diri yang parah,perasaan
22
Menurut Damayanti (2017) Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya waham
adalah:
orang lain.
2) Faktor Presipitasi
a) Biologi
Menurut Direja (2018) Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik
Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi
b) Stres lingkungan
(Direja, 2018).
23
c) Pemicu gejala
episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon
c. Jenis-jenis Waham
Contoh : “ Saya ini bekerja didepartemen kesehatan loh” atau “ saya punya
tambang emas”.
Contoh : “saya tahu….. seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya
ucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh : “ kalau saya
mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari”.
24
ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang
kanker.
5. Waham Nihilistis Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/ meninggal, di
ucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh : “ini kan
Menurut Eriawan (2019) Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu:
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin
untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan
di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan
25
yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal
yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apaapa yang ia
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal
ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan
menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
26
yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
( Super Ego ) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong
(Eriawan, 2019)
5) Fase comforting
6) Fase improving
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul
sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan- kebutuhan yang
tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting
27
Respon Adaptif Respon Maladatif
terganggu waham
terorganisir
harmonis
f. Mekanisme Koping
klien dari pengalaman yang berhubungan dengan respon neurobiologist yang mal
adaptif meliputi :
mengatasi ansietas.
3. Menarik diri
28
Menurut Herman.A (2011), tanda dan gejala yang terjadi pada klien dengan waham
adalah:
1) Menolak makan
5) Mudah tersinggung
8) Mendominasi pembicaraan
9) Berbicara kasar
1. Pohon Masalah
29
2. Data yang perlu dikaji
Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang
lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai
lingkungan/ realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung
3. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2) Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah
4. Strategi pelaksanaan
SP 3 :
Mengajarkan dan melatih
minum obat yang benar
30
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan
waham.
Tujuan umum : Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
Tujuan khusus :
31
b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan
saat ini yang realistis.
c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan
diri).
d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
32
a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan
waktu).
b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
Diagnosa 2: Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum : Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham dan klien akan
meningkat harga dirinya.
Tujuan khusus :
33
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak
yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
34
Tindakan :
Tindakan :
6. Evaluasi
1) Klien percaya dengan perawat, terbuka untuk ekspresi waham
2) Klien menyadari kaitan kebutuhan yg tdk terpenuhi dg keyakinannya (waham)
saat ini
3) Klien dapat melakukan upaya untuk mengontrol waham
4) Keluarga mendukung dan bersikap terapeutik terhadap klien
5) Klien menggunakan obat sesuai program
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons
pada realitas. Klien tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan.
35
Gangguan orientasi realita dibagi menjadi beberapa macam, dalam makalah ini kami
membahas 2 macam, yakni gangguan orientasi realita Halusinasi dan Waham.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan, klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak
ada.
Waham merupakan suatu keyakinan yang salah dan dipertahankan dengan kuat
oleh klien tanpa disertai bukti-bukti yang jelas. Ada lima jenis waham yaitu waham
kebesaran, waham curiga, waham agama, waham somatic, waham nihilistis.
Dalam asuhan keperawatan dijelaskan mulai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi. Dan pada pasien halusinasi dan waham terdapat strategi pelaksanaan yang
dilaksanakan baik untuk pasien maupun untuk keluarga pasien.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Hendaknya mahasiswa/i dapat melakukan askep sesuai dengan tahapan-tahapan dari
Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan baik dan benar yang diperoleh selama
masa pendidikan baik di akademik maupun dilapangan praktek.
2. Bagi Pasien
Diharapkan pasien dapat menerapkan terapi yang telah diberikan baik secara medik
maupun terapi keperawatan yang telah diajarkan demi percepatan penyembuhan
penyakit dengan masalah gangguan jiwa.
3. Bagi Perawat
Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan strategi
pertemuan 1-4 pada klien dengan waham sehingga dapat mempercepat proses
pemulihan klien.
4. Bagi Keluarga
Agar keluarga selalu memberikan motivasi kepada klien dan juga perawatan
gangguan proses pikir: waham kebesaran dirumah.
36
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. 2004. Keperawatan jiwa, terapi aktifitas kelompok. Jakarta: EGC
37
Prabowo, E. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Stuart, G.W., & Laraia, M.T .2009.Principle and practice of psyciatric nursin9th
ed. St Louis : Mosby year book
38