A
DI RUANG IRNA 2 UTAMA RUMAH SAKIT KARTIKA CIBADAK
SUKABUMI
Disusun Oleh :
Rismawati
SUKABUMI 2023
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya dan kemurahan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Demam Thypoid Pada
An.A Di Ruang Irna 2 Utama Di Rumah Sakit Kartika Cibadak Sukabumi”.
Penulis berharap Askep ini bisa bermanfaat bagi semua karyawan khususnya
perawat RS. Kartika Cibadak yang memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang
profesional dan senantiasa melayani dengan sepenuh hati yang dilandasi dengan
keimanan dan ketaqwaan.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik maupun saran yang bersifat membangun
dari semua pihak sehingga dapat dijadikan acuan untuk penulis di kemudian hari. Atas
perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
E. Catatan Perkembangan .......................................................................
BAB 4 PEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................................
C. Intervensi Keperawatan ......................................................................
D. Implementasi ........................................................................................
E. Evaluasi .................................................................................................
BAB 5 PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................................
B. Saran ......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB 1
PENDAHULUAN
Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh infeksi bakteri salmonella
typhi (Lestari, 2016). Data dari WHO menyatakan bahwa penyakit demam Tifoid di
dunia mencapai 11-20 juta kasus pertahun yang mengakibatkan terjadinya sekitar
128.000-161.000 kematian setiap tahunnya dan saat ini sekitar 80% dari seluruh
kasus demam Tifoid terjadi di negara Afrika selatan, Bangladesh, Tiongkok, India,
Indonesia, Laos, Nepal, Pakistan serta Vietnam (WHO, 2018).
5
tahun) yaitu 1,9% dan terendah pada bayi yaitu 0,8%. (Badan Peneliti dan
Pengembangan Kesehatan, 2013).
Angka kejadian demam tifoid di Rumah Sakit Kartika dari Bulan Desember
2021 hingga Februari 2022 berjumlah 310 kasus. Angka tersebut naik turun dilihat
dari bulan Desember 2021 terdapat 107 Kasus, bulan Januari 2022 terdapat 122
kasus, bulan Februari 2022 terdapat 81 kasus
Penyakit demam Tifoid di sebabkan oleh infeksi kuman salmonella tpyhi yang
merupakan kuman negatif, dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada
suhu tubuh manusia serta dapat mati pada suhu 70℃ dan menggunakan antiseptic (
Wulandari & Erawati, 2016). Dampak demam Tifoid sendiri terhadap tubuh
manusia yaitu menimbulkan perasaan tidak enak badan, lesu, pusing, dan tidak
bersemangat yang kemudian disusul dengan gejalagejala klinis seperti nyeri bagian
perut, anoreksia, mual muntah, konstipasi, diare, dan demam / hipertermia. Gejala
klinis terbanyak adalah demam, anoreksia diikuti oleh mual, muntah, dan nyeri
perut (Homenta, 2016).
Komplikasi dapat lebih sering terjadi pada individu yang tidak diobati
sehingga memungkinkan terjadinya pendarahan dan perforasi usus ataupun infeksi
fecal seperti visceral abses (Naveed and Ahmed, 2016). Salmonella typhi adalah
bakteri gram negatif yang menyebabkan spektrum sindrom klinis yang khas
termasuk gastroenteritis, demam enterik, bakteremia, infeksi endovaskular, dan
infeksi fecal seperti osteomielitis atau abses (Naveed and Ahmed, 2016).
Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah penyakit demam
Tifoid dalam sebuah Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada
keperawatan pada Anak dengan Demam Thyfoid di Ruang IRNA 2 Utama Rumah
Sakit Kartika Cibadak Kabupaten Sukabumi”.
6
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
7
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan ini dilakukan dengan menggunakan referensi yang
didapatkan secara autoanamesa (berasal dari pasien), buku, internet, dan Rekam
Medis.
Bab ini berisikan teori yang berupa anatomi dan fisiologi sistem pencernaan,
pengertian demam tifoid, etiologi, patifisiologi, gejala klinis, pemeriksaan
diagnostik, komplikasi, penatalaksanaan medis, pencegahan, asuhan
keperawatan pada pasien demam tifoid.
3. BAB 3 Tinjauan Kasus
Bab ini berisikan mengenai hasil dari tinjauan kasus yang dimulai dari
pengkajian, pengelompokkan data fokus, analisa data, diagnosa keperawatan,
perencanaan pelaksanaan, dan evaluasi.
4. BAB 4 Pembahasan
Bab ini berisikan mengenai pembahasan mengenai teori yang didapatkan dari
literature dengan studi kasus yang didapatkan yang dimulai dari pengkajian, data
focus, analisa data, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
5. BAB 5 Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan Kesimpulan dan Saran yang berkaitan dengan analisa dan
optimalisasi dari yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
Secara mikroskopis atau histologis, dinding saluran cerna terdiri dari empat
lapisa, yaitu:
1. Tunika mukosa, terdiri dari lapisan epitel yang membatasi lumen saluran cerna,
lamina propria, dan tunika muskularis mukosa yang memisahkan mukosa
9
dengan submukosa. Berbagai segmen saluran cerna memiliki bentuk yang
banyak mengandung sel imun. Lamina propria merupakan lapisan dibawah
lapisan epitel yang banyak mengandung saluran limfa, pembuluh darah, dan
ujung-ujung saraf aferen maupun eferen.
2. Lapisan submukosa yang terdiri dari jaringan ikat elastis serta pembuluh darah
dan limfa. Pada lapisan ini, juga terdapat pleksus saraf Meissner yang berfungsi
untuk mempersarafi lapisan epitel dan mukularis mukosa.
3. Tunika muskularis yang tersusun dari jaringan otot polos sirkuler dan
longitudinal. Di antara lapisan otot sirkuler dan longitudinal usus halus, terdapat
kumpulan sel ganglion yang disebut dengan plexus Auerbach’s
4. Tunika serosa, yaitu jaringan ikat terluar yang menghasilkan cairan serous.
Meskipun memiliki struktur umum yang serupa, masing-masing segmen saluran
cerna memiliki karakteristik histologis tersendiri sesuai dengan fungsinya pada
proses digestif, yaitu fungsi motilitas (pergerakan makanan melalui traktus
digestifus), sekresi (pelepasan zat tertentu untuk membantu proses pencernaan
makanan), digesti (pemecahan makanan secara fisik maupun kimia), atau
absorpsi (pemindahan berbagai zat ke lingkungan dalam tubuh). Pada bagian
selanjutnya, akan dijelaskan mengenai fisiologi digesti secara umum dan
struktur serta proses spesifik yang berlangsung pada masing-masing segmen
saluran cerna.
Fungsi saluran cerna dapat dibagi menjadi empat komponen, yaitu motilitas,
sekresi, digesti, dan absorpsi. Fungsi motilitas melibatkan kontraksi otot polos
yang bertujuan untuk mendorong makanan melalui saluran cerna dan mencampur
makanan dengan jus digesti guna memfasilitasi proses digesti serta absorpsi. Secara
berurutan, motilitas saluran cerna mencakup proses ingesti (memasukkan makanan
ke dalam mulut), mastikasi (mengunyah), deglutisi (menelan), gerakan peristaltik
(gerakan ritmis saluran cerna), dan segmentasi (proses pencampuran di dalam
usus).
10
1. Rongga mulut
Setelah seseorang melakukan seleksi makanan dengan bantuan indra
penglihatan dan penciuman, proses pencernaan dimulai di dalam mulut dan
diawali dengan ingesti, yaitu memasukkan makanan ke dalam rongga mulut.
Pada saat makanan kontak dengan lidah, taste bud akan mendeteksi komposisi
kimia zat makanan. Proses ingesti dilanjutkan dengan mastikasi atau gerakan
mengunyah, yaitu digesti fisik oleh gigi dan lidah serta proses digesti kimia oleh
saliva. Gigi merupakan organ pertama yang melakukan digesti mekanis.
Pertama, makanan digigit oleh gigi depan (incisura), kemudian gigi taring
(kanina) memecah makanan menjadi bagian kecil. Selanjutnya, makanan
dipotong menjadi bagian lebih kecil lagi oleh gigi premolar. Setelah itu, gigi
molar menggiling makanan sebagai akhir dari proses digesti mekanis di rongga
mulut.
Gigi geligi sangat kuat, gigi depan yang memecah dan menggiling
makanan bisa mengeluarkan kekuatan sampai 40 kg, sedangkan gigi molar
mempunyai kekuatan menggilas hingga 50 - 125 kg. Kunyahan gigi
meningkatkan luas permukaan makanan sehingga penetrasi enzim digesti yang
terkandung dalam saliva menjadi lebih mudah. Selain itu, lidah turut membantu
gerakan ke depan, belakang, dan samping untuk mengoptimalkan pencampuran
makanan dengan saliva. Tidak hanya memecah makanan, digesti mekanis juga
merangsang impuls saraf yang memicu sekresi cairan lambung dan
mempersiapan proses menelan.
Bersamaan dengan proses mengunyah, tiga pasang kelenjar ludah di
mulut menghasilkan saliva. Dalam sehari, tubuh kurang-lebih menghasilkan
1-1,5 kuarta saliva yang berfungsi untuk menjaga kelembapan mulut,
melarutkan makanan agar dapat dirasakan oleh indra pengecap, membilas
gigi agar tetap bersih, dan melumasi makanan dengan musin agar mudah
ditelan. Selain itu, saliva juga mengandung enzim amilase atau ptyalin yang
berfungsi untuk memecah zat tepung menjadi maltosa serta mengandung
lisozim (lysozyme) yang dapat mencerna dinding sel bakteri sehingga
berfungsi dalam pertahanan tubuh terhadap kuman. Setelah proses digesti
11
mekanis dan kimia di rongga mulut, lidah akan memindahkan bolus-bolus
makanan ke dalam faring sebagai langkah awal menelan.
3. Lambung
Merupakan organ muskular yang berbentuk seperti kantong. Secara
anatomis, lambung dapat dibagi menjadi beberapa segmen, yaitu kardia yang
membatasi lambung dengan esofagus, fundus, korpus,dan pilorus Makanan
masuk ke dalam lambung dengan membukanya orifisium kardia. Di dalam
lambung, terjadi proses digesti fisik dan kimia yang akan menghasilkan
chyme atau kimus. Selain itu lambung juga berfungsi untuk menyimpan
makanan sebelum dilepaskan sedikit demi sedikit ke dalam usus halus.
Permukaan bagian dalam lambung dilapisi oleh rugae. Lapisan mukosa terdiri
atas beberapa jenis sel, yaitu:
12
a. Sel goblet, disebut juga dengan mucous neck cell, yang berfungsi untuk
mensekresi mukus. Mukus, bersamasama dengan HCO3, membentuk
sistem pertahanan nonspesifik lambung (gastric mucosal barrier) yang
berfungsi untuk melindungi epitel lambung.
b. Sel parietal, berfungsi untuk memproduksi asam klorida (HCl). Asam ini
berfungsi untuk membunuh bakteri dan denaturasi protein dan membuat
suasana lambung menjadi asam dengan PH 1,5 sampai dengan 3.
13
tertekan lebih dari 24 jam. Hal ini menerangkan mengapa konsumsi
makanan dapat berkurang saat perasaan kecewa atau tidak senang.
Pengosongan makanan dari lambung memerlukan waktu antara 2 – 6
jam. Setiap gerakan peristaltik dapat mengosongkan 3/100 ons isi
lambung. Jika lambung berkontraksi dengan frekuensi tiga kali per menit,
maka pengosongan satu kilogram makanan memakan waktu sekitar 5 jam.
Proses digesti dan pengosongan lambung tergantung pada jenis makanan.
Protein dicerna dalam suasana asam, sedangkan lemak membutuhkan
suasana netral. Air dan cairan meninggalkan lambung paling cepat.
Pengosongan karbohidrat paling cepat dibandingkan protein atau lemak,
sedangkan protein meninggalkan lambung lebih cepat dibandingkan lemak.
Dalam jangka waktu 5 menit setelah lemak masuk ke dalam lambung,
hormon enterogastron masuk ke dalam darah dan kemudian menuju
lambung. Hormon ini menghambat gerakan lambung dan menyebabkan
pengosongan lambung menjadi lebih lambat. Waktu pengosongan lambung
untuk berbagai jenis karbohidrat juga berbeda.
4. Usus Halus
Usus halus merupakan tabung yang memiliki panjang kurang-lebih 6 –
7 meter dan terdiri atas duodenum (20 cm), jejunum (1.8 m), serta ileum.
Sebagian besar proses digesti kimia dan absorpsi terjadi di dalam usus halus.
Usus halus memiliki permukaan yang luas dengan adanya plika (lipatan
mukosa), vili (tonjolan mukosa seperti jari atau jonjot usus), serta mikrovili
atau brush border. Vili mengandung banyak kapiler dan pembuluh limfa
(central lacteal) yang memiliki peran sentral dalam proses absorbsi. Selain
itu, vili juga bergerak seperti tentakel gurita yang membantu proses
pergerakan zat makanan di dalam rongga usus halus.
Digesti Kimia: Usus Halus dan Pankreas Brush border banyak
mengandung enzim yang berikatan dengan membran sel epitel dan berfungsi
dalam proses digesti kimia. Enzim-enzim tersebut berperan dalam proses
hidrolisis disakarida, polipeptida, dan lain sebagainya. Salah satu jenis enzim
14
yang terdapat pada brush border adalah enterokinase. Enzim ini berfungsi
untuk mengaktifkan enzim tripsin yang diproduksi oleh pankreas. Tripsin
selanjutnya berfungsi dalam proses pemecahan polipeptida menjadi peptida
rantai pendek dan asam amino. Adapun enzim disakaridase berfungsi untuk
memecah disakarida menjadi monosakarida, seperti sukrase yang memecah
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa serta laktase yang memecah laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa. Kelenjar eksokrin pankreas mensekresi jus
pankreas ke dalam duodenum. Jus tersebut mengandung beberapa enzim dan
elektrolit, yaitu (1) amilase yang berfungsi untuk memecah karbohidrat/zat
tepung; (2) tripsinogen yang diaktifkan menjadi tripsin oleh enterokinase; (3)
lipase dan ko-lipase yang berfungsi untuk mencerna trigliserida; (4) enzim-
enzim protease serta nuklease; dan (4) natrium bikarbonat (alkali) yang
berfungsi untuk menetralisir asam lambung.
Digesti Kimia: Liver Pada proses digesti kimia, liver memiliki fungsi
utama untuk mensekresi cairan empedu dan memetabolisme zat-zat yang
telah diabsorbsi. Cairan empedu yang dihasilkan oleh liver disimpan di dalam
kandung empedu (gall bladder) untuk kemudian disekresikan ke dalam
duodenum. Garam empedu berguna dalam proses emulsi/absorbsi lemak.
Selain itu, cairan empedu juga mengandung bilirubin yang merupakan hasil
pemecahan sel darah merah dan akan dibuang melalui saluran cerna. Berbagai
proses metabolisme terjadi di dalam hati. Darah kaya nutrien mengalir dari
vili usus ke sistem porta hepatik. Berbagai nutrien tersebut akan diproses
terlebih dulu di dalam liver sebelum masuk ke sirkulasi umum. Selain itu,
liver juga berfungsi dalam proses degradasi sampah metabolisme, hormon,
obat, dan lain sebagainya. Organ ini juga mensintesis protein plasma dan
menjadi tempat penyimpanan kelebihan glukosa dalam bentuk glikogen,
penyimpanan cadangan lemak, mineral, dan vitamin. Glikogen akan dipecah
kembali menjadi glukosa untuk mempertahankan kadar gula darah dalam
rentang normal dan menyuplai kebutuhan energi saat tubuh memerlukannya
Absorpsi Karbohidrat dan Protein Karbohidrat dan protein dipecah
berturutturut menjadi monosakarida dan asam amino/peptida rantai pendek.
15
Selanjutnya, partikel-partikel tersebut akan ditranspor ke permukaan epitel
oleh ko-transporter. Monosakarida dan asam amino/peptide rantai pendek
diserap melalui proses coupling dengan ion Na+ atau H+ ke dalam sel epitel
dan kemudian masuk ke dalam kapiler darah menuju sistem porta hepatik.
Absorpsi Lemak Sebelum diserap dan dipecah, lemak (lipid)
mengalami proses emulsifikasi oleh garam empedu. Pada proses ini, lipid
berinteraksi dengan garam empedu untuk membentuk droplet. Selanjutnya,
enzim lipase yang dihasilkan oleh pankreas akan memecah lemak
teremulfikasi menjadi asam lemak bebas dan monogliserida yang kemudian
diserap oleh epitelium. Di dalam sel epitel, asam lemak dan monogliserida
tersebut menjalani proses re-sintesis untuk kembali membentuk trigliserida.
Trigliserida kemudian berikatan dengan protein untuk membentuk
chylomicron yang dilepaskan ke dalam submukosa melalui proses eksositosis.
Selanjutnya, chylomicron memasuki sistem limfatik lakteal sentral dan
ditranspor ke dalam sirkulasi darah.
5. Usus Besar
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum yang
keseluruhannya memiliki panjang kurang-lebih 5 kaki. Kolon terdiri dari tiga
segmen, yaitu kolon asenden, transversum, serta desenden. Usus besar
terhubung dengan usus halus melalui katup ileosekal yang berfungsiuntuk
mengendalikan kecepatan masuknya makanan dari usus halus ke usus besar
dan mencegah refluks sisa makanan dari usus besar ke usus halus. Katup
ileosekal membuka ke bagian usus besar yang disebut sekum (caecum), yaitu
segmen yang berfungsi menerima sisa makanan. Bagian sekum yang
menonjol disebut apendiks. Posisi apendiks yang eksentrik mengakibatkan
sisa makanan mudah berakumulasi di rongga tersebut dan dapat
mengakibatkan peradangan atau apendisitis. Fungsi utama usus besar adalah
untuk menampung zat-zat yang tidak terdigesti dan tidak diabsorpsi (feses).
Sebagian kecil garam dan air sisa pencernaan juga diserap di dalam usus
besar. Apabila sisa makanan bergerak terlalu lambat atau berada di kolon
16
terlalu lama, akan terjadi absorpsi air yang berlebihan sehingga feses menjadi
keras dan mengakibatkan konstipasi. Kuranglebih 30% berat kering feses
mengandung bakteri E. coli. Bakteri ini hidup di dalam usus besar dan
memproduksi vitamin K.
17
melibatkan dua jenis refleks, yaitu refleks pendek (stimulasi efektor secara
langsung oleh makanan) dan refleks panjang (makanan menstimulasi nervus
vagus yang selanjutnya merangsang efektor untuk mengeluarkan ACH). Refleks
endokrin juga berperan dalam proses pencernaan. Jika ada stimulus berupa
makanan, lambung akan mengalami distensi dan mensekresi asam lambung yang
memicu reseptor dan integrator di sel endokrin lambung atau usus. Informasi
dari reseptor dan integrator selanjutnya diteruskan ke saraf eferen untuk
merangsang sekresi hormone gastrointestinal. Hormon gastrointestinal kemudian
merangsang efektor di sel otot polos, kelenjar eksokrin, dan sistem saraf untuk
melakukan kontraksi, sekresi atau sintesis, dan memicu rasa lapar
Demam Tifoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam Tifoid disebabkan
oleh infeksi salmonella typhi (Lestari, 2016). Demam Tifoid atau typhus
abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari seminggu, gangguan pada
pencernaan dan juga kesadaran (Price & M.wilson 2015). Tifoid fever atau demam
Tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu
minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan gangguan
kesadaran (sari, 2013).
2.3. Etiologi
Penyebab utama demam Tifoid ini adalah bakteri samonella typhi. Bakteri. berupa
basil gram negatif, mempunyai flagela, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora, dapat hidup di dalam air, sampah dan debu mempunyai tiga macam
antigen yaitu antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida),
antigen H (flagella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin)
terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan
18
fakultatif anaerob pada suhu 15-41℃ (optimum 37℃) dan pH pertumbuhan 6-8.
Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 70℃ selama 15-20 menit. Faktor
pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan
minuman yang terkontaminasi, formalitas dan lain sebagainya (Lestari, 2016).
2.4. Patofisiologi
19
terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk
ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan
tanda-tanda infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas, splenomegaly, dan
hepatomegaly.
Pada minggu selanjutnya dimana infeksi local intestinal terjadi dengan
tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase
bakterimia dan berlangsung terus-menerus (demam kontinu), lidah kotor, tepi lidah
hiperemis, penurunan peristaltic, gangguan digesti dan absorpsi sehingga akan
terjadi distensi, diare dan pasien merasa tidak nyaman. Pada masa ini dapat terjadi
perdarahan usus, perforasi, dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat,
peristaltic menurun bahkan hilang, melena, syok, dan penurunan kesadaran.
20
21
2.5. Manifestasi Klinis
Demam Tifoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas
10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan
jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala,
pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya di
temukan, yaitu (Lestari, 2016)
a. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten
dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan.
Pada abdomen dapat di temukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa
membesar disertai nyeri dan peradangan.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen.. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala yang juga dapat ditemukan pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik- bintik kemerahan
karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama
demam, kadang-kadang ditemukan pula takikardi dan epistaksis
d. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam Tifoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps
terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat
dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti (Lestari, 2016).
22
2.6. Komplikasi
Komplikasi intestinal : perdarahan usus halus , perporasi usus dan ilius paralitik.
Komplikasi extra intestinal :
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndrome uremia
hemolitik
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal glomerulus nefritis, pyelonephritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis, polyneuritis
perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia (Lestari, 2016).
23
e. Anti salmonella typhi ig M Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi
secara dini infeksi akut salmonella typhi, karena antibody ig M muncul pada
hari ke3 dan 4 terjadinya demam (Nurarif & Kusuma, 2015).
2.8. Penatalaksanaan
penatalaksanaan pada demam Tifoid yaitu (Lestari, 2016).
a. Perawatan
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila
ada komplikasi perdarahan.
b. Diet
1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi lembut
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
c. Obat-obatan
1) Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-
4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
2) Bila mana terdapat kontra indikasi pemberian kloramfenikol, diberikan
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
3) Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
4) Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari. 5) Pada kasus berat, dapat diberi
ceftriakson dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau
80 mg/kgBB/hari, sehari sekali, intravena selama 5-7 hari 6) Pada kasus
yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin, dan fluoroquinolon
24
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S. typhi, maka
setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang
mereka konsumsi. S. typhi akan mati dalam air yang dipanaskan setinggi 57o C
dalam beberapa menit atau dengan prose iodinasi/ klorinasi. Vaksinasi atau
imunisasi memberikan pendidikan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan secara
berkala terhadap penyaji makanan baik pada industri makanan maupun restoran
dapat berpengaruh terhadap penurunan angka kejadian demam tifoid (Soedarno,
Garna, Hadinegoro, 2012).
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin
yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan, mengkonsumsi
makanan sehat, memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat dengan budaya cuci tangan yang benar dan memakai
sabun, meningkatkan higiene makanan dan minuman, dan perbaikan sanitasi
lingkungan. Di Indonesia terdapat tiga jenis vaksin tifoid, yaitu:
1. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna
25
Secara garis besar, terdapat tiga strategi pokok untuk memutuskan
transmisi tifoid, yaitu (Widodo. 2006) :
1. Identifikasi dan eradikasi S. typhi baik pada kasus demam tifoid maupun
kasus karier tifoid. Pelaksanaanya dapat dilakukan secara aktif dengan
mendatangi sasaran dan pasif dengan menunggu bila ada penerimaan
pegawai di suatu instansi. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi
tertentu seperti pengelola sarana makanan/ minuman. Sasaran lainnya adalah
yang terkait dengan pelayanan masyarakat, yaitu petugas kesehatan, petugas
kebersihan, dan lainnya.
2. Pencegahan transmisi langsung dari pasien yang terinfeksi S. typhi akut
maupun karier. Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik, maupun di
rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman S.
typhi.
3. Proteksi pada orang yang berisiko terinfeksi dapat dilakukan dengan cara
vaksinasi tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik.
26
2) Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya klien mengeluh kepala terasa
sakit, demam, nyeri dan juga pusing, berat badan berkurang, klien
mengalami mual, muntah dan anoreksia, merasa sakit diperut dan
juga diare, dan mengeluh nyeri otot.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit lain/pernah menderita penyakit seperti
ini sebelumnya
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama
(penularan).
c. Riwayat kehamilan dan persalinan
1) Pre natal care Kehamilan yang keberapa, tanggal lahir, gestasi
(fulterm, premature, post matur), abortus atau lahir hidup, kesehatan
selama sebelumnya/kehamilan, dan obat-obatan yang dimakan serta
imunisasi.
2) Natal Lamanya proses persalinan, tempat melahirkan, obat-obatan,
penolong persalinan, penyulit persalinan.
3) Post natal Berat badan normal 2,5 kg – 4 kg, panjang badan normal
49-52 cm, kondisi kesehatan baik, apgar score, ada atau tidak ada
kelainan kongenital.
d. Riwayat imunisasi Menanyakan riwayat imunisasi dasar seperti Bacilus
Calmet Guirnet (BCG), Difteri Pertusis tetanus (DPT), Polio, Hepatitis,
Campak maupun imunisasi ulangan.
e. Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ
fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran
atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2–4 Kg/tahun dan
pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan
fungsi termasuk perubahan social dan emosi
1) Motorik kasar
27
a) Loncat tali
b) Badminton
c) Memukul
d) Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara
bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.
2) Motorik halus
a) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
b) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan
bermain alat musik.
3) Kognitif
a) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
b) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternative dalam pemecahan
masalah
c) Dapat membelika cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali
sejak awal
d) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
e)
4) Bahasa
a) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
b) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata
keterangan, kata penghubung dan kata depan
c) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
d) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
f. Pola kebiasaan sehari hari Mengindentifikasi pola aktivitas klien sebelum
dan sesudah sakit. Yang meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygiene,
istirahat tidur, aktivitas.
a) Nutrisi Menggambarkan pola nutrisi klien dari sebelum sakit sampai
saat klien sakit yang meliputi frekuensi makan, jenis makanan yang
dimakan, porsi makanan, frekuensi minum serta jenis minuman
yang klien minum berapa gelas atau liter/hari Yang perlu dikaji
adalah pola makan biasa dan masukan cairan klien, tipe makanan
28
dan cairan, peningkatan penurunan berat badan, nafsu makan,
pilihan makan. Pada klien yang mengalami demam Tifoid terdapat
keluhan mual muntah yang dapat berpengaruh pada pola perubahan
nutrisi klien (Wulandari & Erawati, 2016).
29
i. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum anak tidak enak badan, tampak lemah, lesu, nyeri
kepala, suhu tubuh meningkat 37-40℃, muka kemerahan dan tidak
bersemangat
2) Tingkat kesadaran tingkat kesadaran menurun, apatis sampai
samnolen, jarang terjadi supor, atau bahkan koma
3) Kepala rambut kusam, mudah dicabut/rontok
4) Mata posisi mata kiri dan kanan simetris, konjungtiva anemis, pupil
merespon terhadap cahaya, fungsi penglihatan tidak ada gangguan
5) Hidung pernapasan tidak menggunakan cupit hidung
6) Telinga pada anak demam Tifoid tidak mengalami gangguan
pendengaran
7) Mulut bibir pecah pecah, kering dan pucat, nafas berbau tidak sedap,
lidah tertutup selaput putih kotor
8) Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan tidak terlihat otot
bantu
9) Dada dada simetris, pernafasan vesikuler
10) Abdomen
saat dipalpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsitensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen, pada perkusi didapatkan perut
kembung, serta pada aulkultasi peristaltik usus meningkat
30
untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita Demam
Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi imaka penderita
membuat antibody (agglutinin)
4) Kultur
a) Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
b) Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
c) Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5) Anti salmonella typhi Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi
secara dini infeksi akut salmonella typhi, karena antibody muncul
pada hari ketiga dan keempat terjadinya demam.
B. Diagnosa Keperawatan
Sumber diagnosa untuk penyakit demam Tifoid yang diambil adalah dari
SDKI, SLKI, dan SIKI. Berikut ini adalah diagnosa yang biasa nya
terjadi pada pasien Demam Tifoid :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi) - Tanda
mayor
Ds : 1) tidak tersedia
Do : 1) suhu tubuh diatas nilai normal - Tanda minor
Ds : 1) tidak tersedia
Do :
1) kulit merah
2) kejang
3) takikardi
4) takipnea
5) kulit terasa hangat
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi) -
tanda mayor
Ds :
1) mengeluh nyeri
Do :
31
1) tampak meringis
2) bersikap protektif
3) gelisah
4) frekuensi nadi meningkat
5) sulit tidur –
tanda minor
Ds : 1) tidak tersedia
Do :
1) tekanan darah meningkat
2) pola nafas berubah
3) nafsu makan berubah
4) proses berpikir terganggu
5) menarik diri
c. Intoleransi aktivitas
Penyebab
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
Gejala dan tanda mayor :
Subjektif
1) Mengeluh lelah
Objektif
1) Frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat Gejala dan
tanda minor :
32
Subjektif
3) Merasa lemah
Objektif
4) Sianosis
1) Anemia
5) Aritmia
7) Gangguan metabolic
C. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan muskuloskelatal(SDKI, 2017, p. 128). Nutrisi,
ketidakseimbangan : kurang dari kebutuhan tubuh
33
1) Mempertahankan berat badan
34
kehilangan protein (mis., pasien anoreksia nervosa, penyakit glomerular
atau dialysis peritoneal)
2) Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan
lengkap, pemberian makanan melalui selang, atau nutrisi parental total
agar asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
3) Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
4) Rujuk ke program gizi dikomunitas yang tepat, jika pasien tidak dapat
membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat
Aktifitas lain
b. Hipertermi
35
1) Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu
Bayi akan :
Berikan obat antipiretik jika perlu. Gunakan matras dingin dan amndi
air hangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh, jika perlu
Aktifitas lain
36
2) Gunakan waslpa dingin (atau kantong es yang dibalut dengan kain) di
aksila, kening, tengkuk, dan lipat paha
3) Anjurkan asupan cairan oral, setidaknya 2 liter sehari, dengan tambahan
cairan selama aktifitas yang berlebihan atau aktifitas sedang dalam
cuaca panas
4) Gunakan kipas yang berputar diruangan pasien
c. Intoleransi aktifitas
Aktifitas keperawatan
37
3) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
Manajemen Energi (NIC) :
A. Tentukan penyebab keletihan (mis., perawatan, nyeri dan
pengobatan)
B. Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktifitas (mis.,
takikardia, distribmia lain, dispenia, diaphoresis, pucat, tekanan
hemodinamik dan frekuensi pernapasan)
Penyuluhan untuk pasien
38
Aktivitas lain
C. Implementasi
D. Evaluasi Keperawatan
39
telah dibuat dalam perencanaan keperawatan (Potter & Perry, 2014). Evaluasi
yang digunakan berbentuk S (Subjektif), O (Objektif), A (Analisis), P
(Perencanaan terhadap analisis). Evaluasi adalah proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan
kemajuan klien kearah pencapaian tujuan.
40
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : An.A
Umur : 13 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
No.medrec : 004858
Dx.medis : Typhoid
Nama : Ny.I
Umur : 38 Tahun
41
3. Alasan Masuk Rumah Sakit
Ibu klien mengatakan klien mengalami demam tinggi diserta lemas
4. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan demam
5. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Ibu klien mengatakan demam naik turun, sudah 5 hari disertai lemas
diseluruh badan. Saat dikaji An.A tampak lemah, tampak menggigil dan
akral panas saat dikaji ,TTV di dapatkan TD 110/70 mmHg, Spo2 98%, S
39,30 C, N 82x/menit. RR 24 x/menit.
2) Riwayat kesehatan dahulu
a. Riwayat resproduksi kehamilan dan kelahiran
a) Pre Natal
An.A merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, selama hamil ibu
klien selalu melakukan pemeriksaan rutin ke dokter obgyien, ibu klien
mengatakan saat hamil tidak mengalami kendala apapun.
b) Natal
Ibu klien mentakan usia kandungan ketika melahirkan An.A sudah
cukup bulan, ibu klien melahirkan dengan cara normal.
c) Post Natal
Ibu klien mengatakan setelah melahirkan tidak ada komplikasi apapun
b. Riwayat pemberian makan
Ibu klien mengatakan An.A saat lahir minum asi dan ditambah susu
formula, saat sudah beranjak besar An.A sering makan makanan yang
terdapat di kanti seperti bakso dll.
c. Penyakit,operasi, pemeriksaan atau tindakan medis/ edera sebelumnya
Ibu klien mengatkan klien belum pernah mengalami cedera yang
diharuskan dilakukan operasi atau tindakan medis lannya
d. Penyakit masa kanak-kanak
Ibu klien mengatakan klien pernah mengalami Kejang demam di usia 3
tahun sampai dengan usi 6 tahun
42
e. Riwayat alergi
Ibu klien mengatakan An.A tidak memiliki riwayat alergi pada
makanan maupun obat-obatan
f. Imunisai
Ibu klien mengatakan saat bayi sampai balita An.A diberikan imunasi
lengkap di dokter spesialis anak
g. Pengobatan
Ibu klien mengatakan An.A sebelum sakit tidak dalam masa pengobatan
apapun
43
9. Pola aktivitas sehari-hari
1 Nutrisi
a. Makan
Lauk dan sayur Lauk dan sayur
Jenis/kesukaan
3 kali sehari/ satu 3 kali sehari/satu
Frekuensi/Jum
porsi ½ porsi
lah
Tidak ada Tidak ada
Pantangan
Tidak ada Kurang nafsu
Keluhan
makan
b. Minum
Jenis/kesukaan
Air putih Air putih
Frekuensi/Jumlah
6-7 gelas 3-4 gelas
Pantangan
Tidak ada Tidak ada
Keluhan
Tidak ada Tidak ada
44
3 Eliminasi
a. BAK 4-5x/hari 4-5x/hari
Frekuensi kuning kuning
Warna pesing pesing obat
Bau tidakada tidak ada
Kesulitan
b. BAB
Frekuensi 1x/hari 1x/hari
Warna Kuning pekat Kuning pekat
Bau Khas Khas
Kesulitan Tidak ada Tidak ada
4 Personal Hygine
a. Mandi
Frekuensi 2x/hari 1x/hari diseka
Penggunaan Sabun 2x/hari dikamar mandi
Gosok Gigi 2x/hari
Gangguan Tidak ada Tidak ada
b. Berpakaian
Frekuensi 2x/hari
2x/hari
45
Tanda-tanda Vital
TD :110/70 mmhg
N : 82x/menit
R : 28x/menit
S : 39,3°C
Spo2 : 98%
4) Ukuran pertumbuhan
Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan sehat : 44 kg
Berat Badan sakit : 42 kg
5) Pemeriksaan Head to Toe
a) Rambut
Saat di inspeksi warna rambut hitam, persebaran rambut merata, rambut
tebal, tidak terdapat rambut rontok
b) Kepala
Tidak teraba benjolan, bentuk wajah simetris
c) Kulit kepala
Tidak ada lesi pada kulit kepala, tidak ada luka di kulit kepala.
d) Mata
Bulu mata tampak lentik, konjungtiva tampak anemis, sklera ikterik, pupil
simetris, respon pupil terhadap cahaya nomal, tidak ada pembengkakan pada
mata
e) Hidung
tidak ada polip, tidak terdapat secret yang keluar dari hidung
f) Mulut
Mulut tampak simetris mukosa bibir agak kering, mulut bersih, kemampuan
bicara baik An.A dapat menelam dan menggigit dengan baik
46
g) Telinga
Telinga tampak simetris antara kiri dan kanan, tidak terdapat lesi
maupun luka, tidak ada cairan yang keluar dari telinga dan dapat
merepon saat dipanggil sesuai dengan arah.
h) Leher
Tampak bentuk leher simetris tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid,
tidak ada lesi, tidak ada pembesaran KGB
i) Thorax
Saat diinfeksi dada tampak simetris, pengembangan paru kiri da kanan
simetris, saat diauskultasi tidak ada suara napas tambahan, bunyi irama
jantung normal lupdup.
j) Abdomen
Bentuk abdomen flat, umbilukus tampak bersih, tidak ada lesi maupun
bekas operai.Bising usus normal 6x/menit (bising usus normal
5-35x/menit), Tidak ada nyeri tekan di empat kuadran, tidak ada
pembengkakan.
k) Genitalia
Tidak ada kelainan bentuk normal dan lengkap tidak terpasang kateter.
l) Exterimitas
a. Atas
Tangan kiri klien terpasang infus RL 20 tetes/jam, tidak ada edema,
tidak ada memar, turgor kulit (+), tidak ada lesi, tidak ada
pembengkakan, akral teraba panas
b. Bawah
Tidak ada edema, tidak ada luka, tidak ada lesi, akral teraba panas,
tonua otot
5 5
5 5
47
11. Pemeriksaan Penunjang
Terapi Pengobatan
48
meningitis, pencegahan
infeksi sebelum operasi
Jenis Rute Dosis Kegunaan
Terapi
Elkana Po 1 x 5 mg Jsuplemen makan yag
berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan vitamin dan
kalsium terutama pada anak
dalam masa pertumbuhan
Paracetamol IV 3x 400 mg Meredakan rasa nyeri dan
menurunkan demam
a) Balance Cairan
BB : 42 kg
TB : 150
AM : 8cc/kgBB/hari = 8x42/24 jam = 336/24 jam
IWL : (30-usia) x kgBB/24 jam = (30-13) x 42/24 jam
= 17x 42/24 jam = 714cc/24 jam
IWL Kenaikan Suhu : IWL Normal + 200x (suhu sekarang –
36.8oC)
= 744 + 500
= 1.244/24 jam
Input
- Minum : 600 cc
- Terapi Obat : 55
49
- AM : 336
Total : 1.951
Output
- Urine : 600
- IWL : 1.244
Total : 1.844
DO :
pengkajian akral
panas saat
Masuk Usus halus
dikaji ,TTV di
dapatkan TD 110/70
50
mmHg, Spo2 98%, Perdaran darah masuk ke
S 39,30 C, N 82x/m, retikuo endthelia terutama
RR 24 x/menit. hati dan limfa di organ
-
Mengkibatkan komplikasi
seperti neuropsikriatrik,
pernapasan dll
Mempengaruhi pusat
thermogulerator di
hipotalamus
Hipertermia
↓
DO :
Berkembangbiak di usus
Klien tampak Lemas
↓
dan pucat
Imunitas humoral (Ig A)
51
kurang baik
↓
Ditelan makropag sel
fagosif
↓
Menembus dan masuk
aliran darah
↓
Bakterinemia II
Symptomatik
↓
Nyeri Otot
↓
Kelemahan fisik
↓
Intoleransi Aktivitas
52
Penurunan BB 2kg asam lambung
Konjungtiva merah
↓
muda. Nafsu makan
Peningkatan asam lambung
menurun. IMT = 18,3
(Berat Badan Normal) ↓
Mual, muntah
↓
Anoreksia
↓
Resiko
Ketidaksemimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
53
3.3 Intervensi Keperawatan
INTERVENSI
NO DIAGNOSA RENCANA
TUJUAN RASIONAL
KEPERAWAT TINDAKAN
AN
1 Hipertermi b.d proses Tujuan Observasi
penyakit Setelah dilakukan intervensi - Pantau suhu dan tanda-tanda - Untuk memantau peningkatan
keperawatan selama 3x24 jam vital lainya, suhu tubuh
maka ekspetasi membaik - Identifikasi penyebab - Untuk menghindari komplikasi
dengan kriteria hasil : hipertermi akibat hipertermi
- pernapasan pasien normal, - Monitor tanda dan gejala - Menentukan intervensi yang akan
tidak terjadi perubahan dilakukan
warna kulit, mencegah Teurapetik - Kompres hangat mambu
terjadinya kejang dan Sakit - berikan kompres air hangat membantu melancarkan aliran
kepala - monitor suhu setiap 3 jam darah
- suhu tubuh normal sesuai kebutuhan, - Memantau peningkatan suhu tubuh
- monitor dan laporkan adanya - Memantau kompliasi yang akan
tanda gejala hipertermia, terjadi yang disebabkan oleh
- tingkatkan intake cairan dan penginkatan suhuh tubuh
nutrisi adekuat - Untuk menghindari dehidrasi
54
Edukasi akibat laju metabolisme tubuh
- Anjurkan makan dan minum akibat hipertermi
hangat - Meningkatkan cairan dapat
- Berikan penjelasan mengenai membantu mengurangi dehidrasi
penyebab demam - Dalam menunjang upaya
kolaborasi perawatan
- berikan pengobatan
antipiretik paracetamol 500
mg
- Pemberian cairan RL
melalui IV 12 makro
2 Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan perawatan selama Observasi 1. Sebagai data dasar dalam
kelemahan fisik 3 x 24 jam diharapkan toleransi Obervasi Tanda – Tanda Vital melakukan intervensi
aktivitas teratasi dengan kriteria : - Observasi tingkat kemampuan keperawatan Untuk mengetahui
1. Tekanan darah Normal (sistolik pasien untuk berpindanh dari tempat kemampuan pasien dalam
100-120 mmhg, diastolic 70-90). tidur dan ambulasi. beraktivitas.
2. Klien dapat 2. Untuk membantu pasien dalam
Terapeutik
Beraktivitas melancarkan peredaran darah,
- Bantu pasien untuk mengubah posisi dan membantu pasien dalam
secara berkala, bersandar, duduk beraktivitas
55
berdiri dan ambulasi sesuai toleransi 3. Membantu pasien dalam
- Bantu pasien dalam tindakan untuk beraktivitas selama perawatan di
menghemat energy rumah sakit.
(contoh :menyimpan barang yang
sering digunakan di tempat yang
mudah dijangkau
3 Resiko Setelah dilakukan perawatan Observasi 1. Mual dan muntah sebagai tolak
Ketidakseimbangan selama 3x24 jam diharapkan - Observasi mual dan muntah ukur dalam intervensi keperawatan
nutrisi kurang dari nutrisi Edukasi Makanan hangat tidak
kebutuhan b.d - Anjurkan makan selagi hangat menyebabkan mual
anoreksia Kolaborasi 2. Ahli gizi memberikan diet sesuai
- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam 3. dengan kebutuhan nutrisi klien
pemberian diet demam tifoid
- Lanjutkan dalam pemberian obat 4. Obat elkana berfungsi dalam nafsu
(elkana 1x5ml) makan anak
56
3.4 Implementasi Keperawatan
1 18-02-2023 S: Risma
Dinas Siang Ibu klien mengatakan Demam masih naik turun disertai tidak
17.00 nafsu makan
O:
17.05
Kes Compos Mentis, IVFD RL 6 jam/Kolf, Suhu 37,6oC
A:
P:
57
Lanjutkan pemberian therapy
I:
18.00 2. Memberikan therapy obat Elkana 1x5ml dan antibiotic terfacep 1 gr.
R/ tidak ada alergi, kemerahan, dan gatal pada kulit pasien
3. Mengobservasi TTV
R/ TD = 110/70, N = 82, RR 24, S = 38o C
4. Mengajarkan kompres hangat dikeing dileher dan dikedua ketiak jika demam
R/ klien mengerti cara mengompres dengan benar. Suhu tubuh klien hangat.
5. Menganjurkan klien untuk menggunakan baju tipis
R/ Klien menggunakan baju tipis dan mengganti baju ketika banyak berkeringat.
6. Berkolaborasi dengan ahli gizi mengenai kebutuhan diet untuk pasien R/ ahli
gizi memberi diet sesuai dengan kebutuhan pasien
7. Menjelaskan pentingnya mengkonsumsi air minum 1,8 liter/hari
R/ Klien mengerti pentingnya mengkonsumsi air minum ketika demam.
E:
58
Suhu tubuh normal direntang 37,5
R:
Catatan Perkembangan
No Tanggal/Waktu Implementasi dan Evaluasi TTD
1 19-02-2023 S: Risma
20.00 Ibu klien mengatakan Demam masih naik turun disertai lemas
O:
A:
Hipertermi b.proses inflamasi
Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan fisik
59
20.10 P:
I:
1. Menganjurkan kompres hangat dikedua ketiak jika terjadi demam
R/ klien mengerti cara mengompres dengan benar. Suhu tubuh klien hangat
2. Menganjurkan klien untuk menggunakan baju tipis R/ Klien mengerti
20.30 3. Menganjurkan klien untuk bergerak bersandara dan melakukan kegiatan ringan
seperti mengambil barang pribadi klien
21.00 R/klien mengerti
21.05 4. Memberikan therapy obat Paracetamol 400 mg via IVR/ tidak ada alergi
kemerahan
21.06 5. Mengambil sampel darah untuk pengecekan h2tl sebanyak 1cc
R/klien tanpak tenang
21.30 6. Mengobservasi TTV dan KuR/ Ku Sedang Ke.Composmentis TD = 110/70, N
= 82, RR 24, S = 37o C
7. Memberikan therapy obat terfacep 1 gr
05.30 R/ obat terfacep 1 gr IV klien tidak terdapat alergi
60
8. Memberikan therapy obat Elkana 5 ml
06.00 R/ obat Elkana 5 ml terlayani
E:
4 20-02-2023 S: Risma
Ibu klien mengatakan Demam masih naik turun disertai
20.00 lemas
O:
61
20.05 Ku Sedang, Kes Compos Mentis, IVFD RL 20 ttes/jam ,
A:
Hipertermi b.proses inflamasi
I:
1. Menganjurkan kompres hangat dikedua ketiak jika terjadi demam
R/ klien mengerti cara mengompres dengan benar. Suhu tubuh klien hangat
21.06 kemerahan
5. Mengobservasi TTV dan KuR/ Ku Sedang Ke.Composmentis TD = 110/70,
62
N = 82, RR 24, S = 37o C
21.30 6. Memberikan therapy obat terfacep 1 gr
E:
07.00
63
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pada saat pengkajian telah dilakukan identifikasi pasien dengan nama
An.A berusia 13 tahun, lahir di sukabumi 09 Juli 2009 , dengan pendidikan
terakhir SMP, berjenis kelamin laki-laki, suku sunda, beralamatkan di
Kp.Ciheurang tonggoh Rt 02/05 Kab.Sukabumi
Dibawa ke IGD Rumah Sakit Kartika Cibadak dengan keluhan demam naik
turun sudah 5 hari disertai lemas
Hal ini sesuai dengan teori menurut Nurarif dan Kususma (2015) bahwa
pengkajian mengenai identititas pasien dapat dilakukan dengan menanyakan
jenis kelamin, kelompok umur, faktor yang mendukung terjadinya typus
abdominals adalah iklim tropis, social ekonomi yang rendah, sanitasi lingkungan
yang kurang.
Klien mengeluh demam sejak 5 hari yang lalu dengan suhu 39,3oC.
Demam naik ketika malam hari dan demam dirasakan turun ketika di pagi hari.
Hal ini sesuai dengan teori Muttaqin dan Sari 2011) bahwa tanda dan gejala dari
demam tipoid ini adalah demam berkisar 39oC pada malam hari dan biasanya
turun pada pagi hari.
Ketika klien masuk ke IGD pasien dalam keadaan sadar (kompos mentis)
dengan GCS 15. Hal ini tidak sama dengan teori yang mengatakan bahwa pasien
demam tifoid tampak terlihat sakit berat dan sering didapatkan terjadinya
penurunan kesadaran bahkan bisa hingga apatis dan delirium. (Muttaqin dan
Sari , 2011)
Selain dari demam An.A mengeluh pusing dan lemas. Menurut Wijaya
(2013) pasien yang terinfeksi bakteri salmonella thypi akibat dari makan
makanan yang tidak higienis. Pasien akan mengatakan badannya terasa panas,
mual, nyeri di abdomen, pasien akan tampak lemas dan pucat serta panas terasa
di seluruh tubuh.
64
Ketika pasien dilakukan pengkajian pada Sistem Pencernaan didapatkan
data sebagai berikut : mulut tampak bersih, mukosa bibir kering, abdomen tidak
takembung, terdapat nyeri ulu hati, peristaltic usus 5x/menit, BAB 1 x/hari,
tampak lkonsistensi lunak, diet lunak, nafsu makan menurun, porsi makan ½
eporsi. Menurut Teori Muttaqin dan Sari (2011) pada pasien dengan demam
tipoid pemeriksaan pada sistem pencernaan pasien akan mengalami lidah kotor
as berselaput putih dan tepi hiperemis disertai stomatitis hal ini nampak pada
danminggu kekdua berhubungan dengan infeksi sistemik dan endotoksin kuman.
padahaal ini tidak sama dengan yang alami. Selain pada lidah kotor pasien
dengan demam tifoid akan sering muntah, perut kembung, distensi abdomen dan
nyeri hal ini merupakan tanda yang diwaspadai terjadinya perforasi dan
peritonitis, selain itu terjadinya penurunan bising usus pada minggu pertama dan
terjadinya konstipasi serta selanjutnya meningkat akibat terjadinya diare. Hal ini
tidak sesuai dengan teori peristaltic usus An.A 5x/menit, BAB 1x/hari dan tidak
terjadi diare.
4.2 Diagnosa
Menurut SDKI (2017) diagnose keperawatan yang akan muncul pada
pasien dengan demam tifoid adalah Defisit Nutrisi, hipertermi, dan intoleransi
aktivitas. Defisit nutrisi adalah dimana asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolism tubuh.hal in disebabkan oleh
ketidakmampuan dalam menelan makanan, mencerna makanan, mengabsorbsi
makanan, peningkatan kebutuhan metabolism, faktor ekonomis dan faktor
psikologis. Hipertermi adalah suhu tubuh meningkat diatas rentang tubuh
normal, penyebab dari hipertermi tersebut adalah dehidrasi, terpaparnya
lingkungan panas, proses penyakit (infeksi dan kanker), ketidaksesuaian pakaian
dengan suhu lingkungan, peningkatan laju metabolism, respon trauma, aktivitas
berlebihan dan penggunaan incubator.
65
dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas dan gaya hidup
monoton.
Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang
dirasakan oleh An.A Diagnosa keperawatan pertama yang muncul pada masalah
An. A yaitu Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit infeksi dibuktikan
dengan data subjektif pasien mengeluh demam, tidak enak badan, data objektif
suhu tubuh diatas nilai normal, kulit pucat,dan akral hangat serta untuk diagnose
kedua resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia dan
intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang
telah dijabarkan diatas.
66
kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, Pantau nilai
laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit. Pada Tindakan
Penyuluhan untuk pasien yaitu Ajarkan metode untuk perencanaan makan,
Ajarkan pasien/keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal dan berikan
informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
Aktifitas kolaboratif yang bisa digunakan yaitu Diskusikan dengan ahli gizi
dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang mengalami ketidakadekuatan
asupan protein atau kehilangan protein (mis., pasien anoreksia nervosa, penyakit
glomerular atau dialysis peritoneal), Diskusikan dengan dokter kebutuhan
stimulasi nafsu makan, makanan lengkap, pemberian makanan melalui selang,
atau nutrisi parental total agar asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan,
Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi, Rujuk ke
program gizi dikomunitas yang tepat.
67
(36,5 oC – 37,5 oC). masalah pada diagnose resiko kekurangan nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d anoreksia teratasi ditandai dengan klien mengatakan mual
berkurang, makan 1 Porsi habis dan tidak muntah, masalah intoleransi aktifitas
b.d kelemahan fisik yang terjadi pada An.A teratasi ditandai dengan lemas
berkurang
68
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bacteremia tanpa keterlibatan struktur
edhothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi
kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau
air yang terkontaminasi (Nurarif & Kusuma, 2015).
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam tifoid dimulai
dengan pengkajian, menentukan diagnose keperawatan,
perencaan/intervensi, implementasi dan evaluasi. Pengkajian pada An.A
dengan demam sejak 5 hari yang lalu, pusing dan lemas, serta tidak nafsu
makan . diagnosa medis thypoid disease, diagnose keperawatan
hipertermi b.d proses inflamasi dan resiko ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan b.d anoreksia. Perencanaan sesuai dengan tabel
perencanaan pada Bab 3, Implementasi dan evaluasi masalah teratasi.
5.2 Saran
1. Bagi Pasien dan Keluarga
Saran untuk pasien dan keluarga yaitu kedepan nya untuk
menerapkan pola hidup sehat, memperhatikan lagi makanan yang
dimakan, menghindari hal hal yang dapat membuat tubuh menjadi
sakit, seperti tidak memperhatikan kebersihan diri, jajan
sembarangan, jika ada anggota keluarga yang mengalami demam
silahkan untuk menggunakan teknik nonfarmakologis yang sudah
diajarkan oleh penulis yaitu tindakan terapi kompres hangat.
69
2. Bagi Perawat
Tindakan Teknik kompres hangat ini dapat digunakan oleh perawat
untuk menurunkan demam dan menurunkan nyeri pada pasien
demam Tifoid karena terbukti bisa menurunkan demam dan nyeri
pada pasien Demam Tifoid sehingga dapat meningkatkan mutu
layanan rumah sakit yang lebih baik, khususnya pada pasien Demam
Tifoid masalah pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman.
3. Bagi rumah sakit Kartika Cibadak
Rumah sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
fasilitas kesehatan secara optimal bagi para tenaga medis seperti alat
yang digunakan. sehingga diharapkan proses perawatan dapat
berjalan dengan baik dan sesuai dengan standar operasional prosedur
yang sudah ada
70
DAFTAR PUSTAKA
71
Dokumentasi
72
73
Ujian Klinik
74