Anda di halaman 1dari 64

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

S DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN : ASMA
DI IGD RUMAH SAKIT KARTIKA CIBADAK

MAKALAH

OLEH
Rulan Julianti

RUMAH SAKIT KARTIKA CIBADAK


SUKABUMI
2020
Kata Pengantar

Alhamdulillahirabbil‘alamin, tiada kata lain yang patut untuk saya


ungkapkan selain ucapan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan, kesehatan dan kemampuan kepada kami sehingga tugas makalah ini
dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada baginda
Muhammad SAW, parasahabat dan seluruh keluarga beliau serta para pengikut
hingga akhir zaman.
Selama penyusunan makalah ini, penulis telah mendapat bantuan dari
berbagai pihak, serta ucapan terimakasih juga penulis persembahkan kepada semua
pihak yang baik secara langsung atau pun tidak langsung ikut terlibat dalam
penyelesaian makalah ini.
Akhirnya, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan. Saya
mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun guna lebih menyempurnakan
makalah-makalah saya selanjutnya.

Cibadak, 04 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan............................................................................ 3
C. Ruang Lingkup Keperawatan……………………………………. 4
D. Metode Penulisan………………………………………………… 5
E. Sistem Penulisan…………………………………………………. 5

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Anatomi dan Fisiologis………………........................................... 6
B. Pengertian Asma …………………............................................ 12
C. Etiologi……………………………………................................... 13
D. Patofisiologi……………………………..….................................. 15
E. Klasifikasi ....................................................................................... 18
F. Manifestasi Klinis………………………………………………… 22
G. Komplikasi ………………………………………….................... 23
H. Penatalaksanaan…………………………………………………... 23
I. Pencegahan……………………………………………………….. 24
J. Asuhan Keperawatan……………………………………………... 25

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian....................................................................................... 37
B. Diagnosa Keperawatan…………………………………………... 43
C. Intervensi Keperawatan………………………………………….. 43
D. Implementasi dan Evaluasi…………………..…………………... 46
E. Analisis Sintesa Tindakan ............................................................. 57

ii
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian....................................................................................... 52
B. Diagnosa Keperawatan…………………………………………... 52
C. Intervensi Keperawatan………………………………………….. 53
D. Implementasi Keperawatan ............................................................ 53
E. Evaluasi Keperawatan .................................................................... 54

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………… 56
B. Saran…………………………………………………………….. 56
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 58
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat
reversible dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan
yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada
akibat penyumbatan saluran napas (Henneberger dkk., 2011).
Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya
terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data
laporan dari Global Initiatif for Asthma (GINA) pada tahun 2012
dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita asma seluruh dunia adalah
tiga ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang terus meningkat
hingga 180.000 orang per tahun (GINA,2012).
Data WHO di tahun 2017 menunjukkan asma menduduki
peringkat ke-5 sebagai penyakit paru utama yang menyebabkan kematian
didunia. Saat itu penderita asma di dunia mencapai 100 – 150 juta orang,
dan teus bertambah sekitar 180 ribu orang pertahun (WHO, 2017). Di
indonesia sendiri penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab
kesakitan dan kematian, prevalensi asma di indonesia sendiri berkisar
antara 5-7% (Suyono, 2011).
Pada umumnya penderita asma akan mengeluhkan gejala batuk,
sesak napas, rasa tertekan di dada dan mengi. Pada beberapa keadaan
batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Gejala asma sering terjadi
pada malam hari dan saat udara dingin, biasanya bermula mendadak
dengan batuk dan rasa tertekan di dada, disertai dengan sesak napas
(dyspnea) dan mengi. Batuk yang dialami pada awalnya susah, tetapi
segera menjadi kuat. Karakteristik batuk pada penderita asma adalah

1
2

berupa batuk kering, paroksismal, iritatif, dan non produktif, kemudian


menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental. Jalan napas yang
tersumbat menyebabkan sesak napas, sehingga ekspirasi selalu lebih sulit
dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk
tegak dan menggunakan setiap otot aksesori pernapasan. Penggunaan otot
aksesori pernapasan yang tidak terlatih dalam jangka panjang dapat
menyebabkan penderita asma kelelahan saat bernapas ketika serangan atau
ketika beraktivitas (Brunner & Suddard, 2002).
Tingkat gejala asma yang dialami oleh penderita asma telah
diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu: 1) intermiten merupakan jenis
asma yang terjadi bulanan dengan gejala kurang dari satu kali seminggu,
tidak menimbulkan gejala di luar serangan dan biasanya terjadi dalam
waktu singkat. 2) Persisten ringan yang serangannya terjadi mingguan
dengan gejala lebih dari satu kali seminggu tetapi kurang dari satu kali
sehari, yang dapat mengganggu aktivitas dan tidur. 3) Persisten sedang
dengan gejala yang muncul setiap hari dan membutuhkan bronkodilator
setiap hari. 4) Persisten berat yang terjadi secara kontinyu, gejala terus
menerus, sering kambuh dan aktivitas fisik terbatas (GINA, 2012).
Asma mempunyai dampak yang sangat mengganggu aktivitas
sehari-hari. Gejala asma dapat mengalami komplikasi sehingga
menurunkan produktifitas kerja dan kualitas hidup (GINA, 2012). Pada
penderita asma eksaserbasi akut dapat saja terjadi sewaktu-waktu, yang
berlangsung dalam beberapa menit hingga hitungan jam. Semakin sering
serangan asma terjadi maka akibatnya akan semakin fatal sehingga
mempengaruhi aktivitas penting seperti kehadiran di sekolah, pemilihan
pekerjaan yang dapat dilakukan, aktivitas fisik dan aspek kehidupan lain
(Brunner & Suddard, 2002)
Tujuan perawatan asma adalah untuk menjaga agar asma tetap
terkontrol yang ditandai dengan penurunan gejala asma yang dirasakan
atau bahkan tidak sama sekali, sehingga penderita dapat melakukan
aktivitas tanpa terganggu oleh asmanya. Pengontrolan terhadap gejala
3

asma dapat dilakukan dengan cara menghindari alergen pencetus asma,


konsultasi asma dengan tim medis secara teratur, hidup sehat dengan
asupan nutrisi yang memadai, dan menghindari stres. Gejala asma dapat
dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan secara lengkap, tidak
hanya dengan pemberian terapi farmakologis tetapi juga menggunakan
terapi nonfarmakologis yaitu dengan cara mengontrol gejala yang timbul
serta mengurangi keparahan gejala asma yang dialami ketika terjadi
serangan. (Wong, 2008).
Terapi non farmakologis yang umumnya digunakan untuk
pengelolaan asma adalah dengan melakukan terapi pernapasan. Terapi
pernapasan bertujuan untuk melatih cara bernapas yang benar,
melenturkan dan memperkuat otot pernapasan, melatih ekspektorasi yang
efektif, meningkatkan sirkulasi, mempercepat dan mempertahankan
pengontrolan asma yang ditandai dengan penurunan gejala dan
meningkatkan kualitas hidup bagi penderitanya. Pada penderita asma terapi
pernapasan selain ditujukan untuk memperbaiki fungsi alat pernapasan,
juga bertujuan melatih penderita untuk dapat mengatur pernapasan pada
saat terasa akan datang serangan, ataupun sewaktu serangan asma
(Nugroho, 2006).
Dari hasil pengkajian data sekunder bagian Rekam Medik di Rumah
Sakit Kartika Cibadak 3 bulan terakhir tahun 2018, diperoleh data sebanyak
476 orang yang telah diketahui dan didiagnosis menderita penyakit asma
dan pada bulan januari tahun 2019 didapat hasil 230 pasien. Seiring dengan
semakin banyaknya pasien yang terkena asma khususnya yang datang ke
IGD Rumah Sakit Kartika Cibadak, maka penulis tertarik melakukan studi
kasus mengenai asuhan keperawatan pada penderita asma.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Penulis mendapatkan pengalaman secara nyata dalam penerapan


Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Asma
4

2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui Anatomi dan Fisiologi Sistem pernapasan
b. Untuk Mengetahui Pengertian tentang asma
c. Untuk Mengetahui Etiologi asma
d. Untuk Mengetahui seperti apa Patofisiologi asma
e. Untuk Mengetahui Gejala klinis asma
f. Untuk Mengetahui Pemeriksaan diagnostic untuk asma
g. Untuk Mengetahui Komplikasi asma
h. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan medis asma
i. Untuk Mengetahui Pencegahan asma
j. Untuk Mengetahui Asuhan keperawatan pada pasien asma

C. Ruang Lingkup Keperawatan

Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi hanya membahas


satu kasus yaitu Asuhan Keperawatan pada klien Ny. S dengan Asma di
Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Kartika Cibadak selama 1 x 8
jam mulai tanggal 4 Maret 2020.

D. Metode penulisan

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif yang


di mulai dari mengumpulkan data, mengolah, menarik kesimpulan dan
menyajikan secara narasi. Data di dapat dari studi kepustakaan berupa
mempelajari sumber dari buku-buku dan kepustakaan yang terkait dengan
asuhan keperawatan pada klien dengan Asma yang disajikan dengan
landasan teori dan penerapan asuhan keperawatan, studi internet, catatan
keperawatan maupun catatan medis, studi kasus yaitu dengan mengambil
satu kasus tentang asuhan keperawatan Pada Pasien Asma di Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Kartika Cibadak dengan metode observasi dan
wawancara langsung dengan klien dan keluarga dan studi dokumentasi yaitu
memperoleh data-data dari Rekam Medis Rumah Sakit Kartika Cibadak.
5

E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 5 bab yang meliputi : Bab I Pendahuluan,
yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode
penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan teori terdiri dari :
Anatomi dan Fisiologi, Pengrtian, Etiologi, Patofisiologi, Gejala klinis,
Pemeriksaan Diagnosik, Komplikasi, Penatalaksaan Medis, Pencegahan,
Asuhan Keperawatan. Bab III Tinjauan Kasus : Pengkajian, Data Fokus,
Analisa data, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
keperawatan. Bab IV Pembahasan terdidi dari : pengkajian, data fokus,
Analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
keperawatan. Bab V terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Sistem Pernafasan Manusia (Arif Mutaqqin. 2012)

1. Rongga Hidung
Rongga hidung (nares anterior) adalah saluran-saluran
didalam lubang hidung. Saluran-saluran ini bermuara kedalam
bagian yang dikenal sebagai vestinulum hidung. Rongga hidung
dilapisis selaput lendir yang sangat kaya akan pemubluh darah, dan

6
7

bersambung dengan lapisan farink dan selaput lendir. Semua sinus


yang mempunyai lubang mauk kedalam rongga hidung.

Gambar 2 : Rongga Hidung (Arif Mutaqqin, 2012)

Rongga hidung sendiri berfungsi :


 Bekerja sebagai saluran udara pernafasan.
 Sebagai penyaring udra pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu
hidung
 Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa.
 Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara
pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir atau
hidung.
Pada bagian belakang rongga hidung terdapat ruangan yang
disebut nasophaynk. Rongga hidnug dan nasoparing berhubungan
dengan:
 Sinus paranasalis, yaitu rongga-rongga pada tulang kranial.
Berhubungan dengan rongga hidung melalui ostium (lubang).
Terdapat beberapa sinus paranasalis, sinus maksilaris dan sinus
ethmoidalis yang dekat dengan permukaan dan sinus sphenoidalis
yang terletak lebih dalam.
8

 Duktus nasolacrimalis, yang menyalurkan air mata kedalam hidung.


 Tuba eustachius, yang berhubungan dengan ruang telinga bagian
tengah.

2. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungannya dengan oesofagus pada
ketinggian tulang rawan krikoid. Bila terjadi redang disebut
pharyngitis. Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Nasofaring
Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang
membuka kearah rongga nasal melalui dua naris internal (koana),
yaitu:
1) Dua tuba eustachius (audiotorik) yang menghubungkan
nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk
menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi kendang
telinga.
2) Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan
limfatik yang terletak didekat naris internal. Pembesaran
pada adenoid dapat menghambat aliran darah.
b. Orofaring
Dipisahkan dari nasoparing oleh palatum lunak muscular,
suatu perpanjangan palatum keras tulang.
1) Uvula (anggur kecil) adalah prosesus kerucut (conical) kecil
yang menjulur kebawah dari bagian tengah tepi bawah
palatum lunak.
2) Amandel palatinum terletak pada kedua sisi ororfaring
posterior.
c. Laringofaring
Mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang merupakan
gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya
9

3. Laring
Laring berperan untuk pembentukan suara dan untuk
melindungi jalan nafas terhadap masuknya maknanan dan cairan.
Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing (gumpalan
makanan), infeksi (misalnya difetri) dan tumor.
Di bagian laring terdapat beberapa organ yaitu
a) Epiglotis, merupakan katup tulang rawan untuk menutup larynx
sewaktu orang menelan. Bila waktu makan kita berbicara
(epiglotis terbuka), makanan bisa masuk ke larynx sehingga kita
menjadi tersedak. Pada saat bernafas epiglotis terbuka tapi pada
saat menelan epiglotis menutup laring. Jika masuk kedalam laring
maka akan batuk dan dibantu bulu-bulu getar silia untuk
menyaring debu, kotoran-kotoran.
b) Jika bernafas melalui mulut udara yang masuk ke paru-paru tak
dapat disaring, dilembabkan atau dihangatkan yang
menimbulkan gangguan tubuh dan sel-sel bersilia akan rusak
adanya gas beracun dan dehidrasi.
c) Pita suara, terdapat dua pita suara yang dapat ditegangkan dan
dikendurkan, sehingga sela-sela antara pita-pita tersebut
berubah-ubah sewaktu bernafas dan berbicara. Selama
pernafasan pita suara sedikit terpisah sehingga udara dapat
keluar masuk.
10

Gambar 4 : Laring (Arif Mutaqqin, 2012)

4. Trakea
Trakea, merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh
16 sampai 20 cincin kartilago yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berbentuk seperti C. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang
terdiri atas epitilium bersilia dan sel cangkir.
11

Gambar 5 : Trakea (Arif Mutaqqin, 2012)

5. Percabangan bronkus
Bronkus, merupakan percabangan trachea. Setiap
bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronki
sekunder dan tersier dengan diameter semakin kecil. Struktur
mendasar dari paru-paru adalah percababgan bronchial yang
selanjutnya berurutan adalah bronki, bronkiolus, terminalis,
bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli. Dibagian
bronkus masih disebut pernafasan extrapulmonar dan sampai
memasuki paru-paru disebut intrapulmonar.
6. Paru-paru (bronkiolus, alveolus)
Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung
dalam sususnan tulang-tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan
mediastinum yaitu struktur blok padat yang berada dibelakang
tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri dan vena besar,
esofagus dan trakea. Paru-paru berbentuk seperti spons dan bersisi
idara dengan pembagian ruang sebagi berikut:
a) Paru kanan memiliki 3 lobus
b) Paru kiri memiliki 2 lobus.
12

Gambar 6 : Paru-Paru (Arif Mutaqqin, 2012)

Proses terjadinya pernafasan


Pernafasan adalah proses inspirasi udara kedalam paru-paru dan
ekspirasi udara dari paru-paru kelingkungan keluar tubuh. Inspirasi terjadi
bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus pernikus lalu
mengkerut datar. Saat ekspirasi otot akan kembali kendur dan dengan
demikian rongga dada menjadi kecil kembali maka udara didorong keluar .
jadi proses respirasi terjadi karena adanya perbedaaan tekanan antara rongga
pleura dan paru-paru.

Gambar 7 : Proses Inspirasi Dan Ekspirasi (Arif Mutaqqin, 2012)

B. Definisi
Asma adalah penyakit obstruktif jalan nafas intermiten, reversibel
dimana trakhea dan bronkhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap
stimuli teretentu (Smeltzer, 2002 : 611).
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik
saluran napasa yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa
mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam hari
13

atau dini hari yang umumnya bersifat revrsibel baik dengan atau tanpa
pengobatan (Depkes RI, 2009)
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis.
Ciri-ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada
malam hari yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang
sering ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode
obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada
ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi
saluran napas yang kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas
(Alsagaff. H, 2009).

Asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik dan lingkungan,


mengingat patogenesisnya tidak jelas, asma didefinisikan secara deskripsi
yaitu penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan
hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan, dengan gejala
episodik berulang berupa batuk, sesak napas, mengi dan rasa berat di dada
terutama pada malam dan atau dini hari, yang umumnya bersifat reversibel
baik dengan atau tanpa pengobatan. Karena dasar penyakit asma adalah
inflamasi, maka obat-obat anti inflamasi berguna untuk mengurangi reaksi
inflamasi pada saluran napas (Bernstein JA, 2007).

C. Etiologi
1) Adanya kontraksi otot di sekitar bronkhus sehingga terjadi penyempitan
jalan nafas
2) Adanya pembengkakan membrane bronkhus.
3) Terisinya bronkus oleh mokus yang kental
Beberapa Faktor Predisposisi dan Presipitasi timbulnya serangan Asma Bronkhial.
1) Faktor Predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimanacara penurunannya yang jelas. Penderita
14

dengan penyakit alergi biasanya mempunyaikeluarga dekat juga


1menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderitasangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2) Faktor Presipitasi
a. Alergen
Dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
(1) Inhalan: masuk saluran pernafasan. Seperti : debbu,bulu
binatang, bakteri dan polusi.
(2) Ingestan, masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan obat-
obatan.
(3) Kontaktan. Yang masuk melalui kontak dengan kulit. Seperti :
perhiasan,logam,dan jam tangan.
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab atau dingin juga menpengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadakdingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musism,
seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini,
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress.
Stress dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberatserangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati
d. Lingkungan Kerja
Lingkungan Kerja juag menjadi penyebab terjadinya
serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bek
15

erja di laboratoriumhewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu


lintas. Gejala ini membaik pada waktulibur atau cuti.
e. Olah raga atau aktivitas yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat.
Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut

D. PATOFISIOLOGI
Suatu serangan akut asma akan disertai oleh banyak perubahan
dijalan nafas yang menyebabkan penyempitan: edema dan peradangan
selaput lender, penebalan membrane basa, hipersekresi kalenjar mucus dan
yang lebih ringan kontraksi otot polos. Perubahan histology yang sama dpat
dijumpai pada keadaan tanpa serangan akut akibat pajanan kronik derajat
rendah ke satu atau lebih pemicu asma. Melalui berbagai jalur, zat-zat
pemicu tersebut merangsang degranulasi sel mast dijalan nafas yang
menyebabkan pembebasan berbagai mediator yang bertanggung jawab
untuk perubahan yang terjadi. Mediator yang terpenting mungkin adalah
leukotrien C, D dan E tetapi terdapat bukti bahwa histamine, PAF,
neuropeptida, zat-zat kemotaktik, dan berbagai protein yang berasal dari
eosinofil juga berperan penting dalam proses ini. obstruksi menyebabkan
peningkatan resistensi jala nafas (terutama pada ekspirasi karena penutupan
jalan nafas saat ekspirasi yang terlalu dini); hiperinflasi paru; penurunan
elastisitas dan frekuensi-dependent compliance paru; peningkatan usaha
bernafas dan dispneu; serta gangguan pertukaran gas oleh paru. Obstruksi
yang terjadi tiba-tiba besar kemungkinannya disebabkan oleh penyempitan
jalan nafas besar, dengan sedikit keterlibatan jalan nafas halus, dan biasanya
berespon baik terhadap terapi bronkodilator. Asma yang menetap dan
terjadi setiap hari hampir selalu memiliki komponen atau fase lambat yang
menyebabkan penyakit jalan nafas halus kronik dan kurang berespon
16

terhadap terapi bronkodilator saja. Eosinofil diperkirakan merupakan sel


efektor utama pada pathogenesis gejala asma kronik, dimana beberapa
mediatornya menyebabkan kerusakan luas pada stel epitel bronkus serta
perubahan-perubahan inflmatory. Walaupun banyak sel mungkin sitokin
(termasuk sel mast, sel epitel, makrofag dan eosinofil itu sendiri) yang
mempengaruhi diferensiasi, kelangsungan hidup, dan fungsi eosinofil, sel T
type TH2 dianggap berperan sentral, karena sel ini mampu mengenali
antigen secara langsung. Obstruksi pada asma biasanya tidak sama, dan
defek ventilasi-perkusi menyebabkan penurunan PaO2. Pada eksaserbasi
asma terjadi hiperventilasi yang disebabkan oleh dispneu. pada awalnya
banyak keluar dan Pa CO2 mungkin rendah namun seiring dengan
semakinparahnya obstruksi, PaCO2 meningkat karena hipoventilasi
alveolus. Efek obstruksi berat yang timbul mencakup hipertensi pulmonaris,
peregangan ventrik.
17

Pathway Asma (Brunner & Suddarth, 2002)

\
18

E. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
a. Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang
disebabkan oleh faktor-faktor pencetus spesifik (alergen),
seperti serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma ekstrinsik
biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi dalam keluarganya.
b. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi
terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti
udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran
pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.
c. Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare,
2002).
19

2. Berdasarkan Derajat Penyakit


Derajat
No Gejala Gejala Malam Faal Paru Pengobatan
Asma
1 Intermitten- Gejala <1x/minggu £ 2 kali sebulan - VEP1 atau APE ³80% - Inhalasi agonis B-2
- Tanpa gejala antar serangan - Variabilitas APE <20% jangka pendek
- Serangan singkat
2 Persisten - Gejala >1x/minggu tetapi > 2 kali sebulan - VEP1 atau APE ³80% - Bronkodilator
ringan <1x/hari - Variabilitas APE 20-30% jangka pendek +
- Serangan dapat mengganggu obat anti inflamasi
aktivitas dan tidur
3 Persisten - Gejala setiap hari > 2 kali sebulan - VEP1 atau APE 60-80% - Setiap hari
sedang - Serangan mengganggu - Variabilitas APE >30% memakai agonis B-
aktivitas dan tidur 2 jangka pendek
- Bronkodilator
jangka
pendek+kortikoster
oid
inhalasi+bronkodlat
20

or jangka panjang
(asma malam)
4 Persisten - Gejala terus menerus Sering - VEP1 atau APE £60%
berat - Sering kambuh - (Depkes RI, 2009; Mulia,
- Aktivitas fisik terbatas 2000)

3. Berdasarkan derajat serangan


Parameter Klinis, Fungsi Faal Ancaman Henti
Ringan Sedang Berat
Paru,Laboratorium Napas
Sesak (breathless) Aktivitas: Berjalan Aktivitas:Berbicara Aktivitas:Istirahat
Bayi : Bayi : Bayi :
Menangis keras Tangis pendek dan lemah, Tidak mau
kesulitan menetek/makan makan/minum
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang
lengan
Posisi Bisa Lebih suka duduk Duduk
berbaring bertopang
lengan
21

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata


Sianosis Tidak ada Ada Ada Nyata
Wheezing Sedang, Sulit/tidak
sering hanya terdengar
pada akhir
ekspirasi
Penggunaan otot bantu Biasanya Biasanya ya Ya Gerakan
napas tidak paradok
torako-
abdominal
Retraksi Dangkal, Sedang,ditambah Dalam, Takipnu
retraksi retraksi ditambah
interkostal suprasternal napas cuping
hidung
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi £90%

(Gina, 2006 dalam Depkes RI 2009)


22

F. MANISFESTASI KLINIK
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas
cepat dan dalam, gelisah,duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa
otot-otot bantu pernafasan bekerjadengan keras.
1. Gejala awal berupa:
a. Batuk terutama pada malam atau dini hari
b. Sesak napas
c. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
napasnya
d. Rasa berat di dada
e. Dahak sulit keluar.
f. Belum ada kelainan bentuk thorak
g. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
h. BGA belum patologis
2. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa atau disebut juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang berat
adalah:
a. Serangan batuk yang hebat
b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
c. Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan
duduk
e. Kesadaran menurun
f. Thorak seperti barel chest
g. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
h. Sianosis
i. BGA Pa O2 kurang dari 80%
j. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
23

Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis


dari asma, diantaranya:
a. Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Serangan
asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak
dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.
b. Sianosis karena hipoksia
c. Gejala retensi CO2 : diaforesis, takikardia, pelebaran tekanan nadi.

G. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema

H. Penatalaksanaan Medis
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi 2 golongan yaitu
antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol
penyakit serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan
bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi
eksaserbasi/ serangan, dikenal dengan pelega
Jenis Obat Golongan Nama Generik Bentuk/ kemasan
obat
24

Pengontrol Steroid Inhalasi Flutikason IDT


Antiinflamasi Sodium propionat IDT, Turbuhaler
Pelega kromoglikat Budesonide IDT
Bronkodilator Antileukotrin Kromolin IDT
Kortikosteroid Nedokromil Oral ,Injeksi
sistemik Metilprednisolon Oral
Agonis beta-2 Prednisolon Oral
kerja lama Prokaterol Oral
Agonis beta-2 Bambuterol Turbuhaler
kerja singkat Formoterol Oral, IDT, rotacap,
Antikolinergik Salbutamol rotadisk, Solutio
Metilsantin Terbutalin Oral, IDT, Turbuhaler,
Agonis beta-2 Prokaterol solutio
kerja lama Fenoterol Ampul (injeksi)
Kortikosteroid (s) Ipratropium IDT
bromide IDT, solutio
Teofilin IDT, Solutio
Aminofilin Oral
Teofilin lepas Oral, Injeksi
lambat Oral
Formoterol Turbuhaler
Metilprednisolon Oral, injeksi
Prednison

I. Pencegahan
Untuk itu keberhasilan pengobatan asma tidak hanya ditentukan
oleh obat-obatan yang dikonsumsi (terapi farmakologi) tapi juga harus
ditunjang dengan kehidupan sehari-harinya (terapi non farmakologi)
seperti, ( Rengganis, I.2010)
1. Diberikan latihan (exercise) dalam menunjang kebutuhan bernapas.
25

Salah satu bentuk upaya pengobatan tersebut adalah dengan senam


asma. Diluar senam asma terdapat olahraga dalam bentuk lain
seperti,jogging, berenang, dan senam merpati putih. Senam asma dapat
lebih efektif apabila penderita asma tersebut patuh terhadap waktu dalam
mengikuti terapi senam asma. Keseriusan dan kebenaran dalam
mengikuti beberapa gerakan senam asma yang sistematis dapat
membantu elastisitas otot-otot pernapasan.
2. Berhenti atau tidak pernah merokok
Asap rokok merupakan oksidan, menimbulkan inflamasi dan
menyebabkan ketidak seimbangan protease antiprotease. Penderita asma
yang merokok akan mempercepat perburukan fungsi paru dan
mempunyai risiko mendapatkan bronkitis kronik dan atau emfisema
sebagaimana perokok lainnya dengan gambaran perburukan gejala
klinis, berisiko mendapatkan kecacatan, semakin tidak produktif dan
menurunkan kualiti hidup. Oleh karena itu penderita asma dianjurkan
untuk tidak merokok. Penderita asma yang sudah merokok diperingatkan
agar menghentikan kebiasaan tersebut karena dapat memperberat
penyakitnya.
3. Lingkungan Kerja
Bahan-bahan di tempat kerja dapat merupakan faktor pencetus
serangan asma, terutama pada penderita asma kerja. Penderita asma
dianjurkan untuk bekerja pada lingkungan yang tidak mengandung
bahan-bahan yang dapat mencetuskan serangan asma. Apabila serangan
asma sering terjadi di tempat kerja perlu dipertimbangkan untuk pindah
pekerjaan. Lingkungan kerja diusahakan bebas dari polusi udara dan asap
rokok serta bahan-bahan iritan lainnya.

J. Asuhan Keperawatan
1. Identitas Klien
a. Riwayat kesehatan masa lalu :
Riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
26

b. Riwayat kesehatan sekarang :


Keluhan sesak napas, keringat dingin.
c. Status mental :
Lemas, takut, gelisah
d. Pernapasan :
Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
e. Gastro intestinal :
adanya mual, muntah.
f. Pola aktivitas :
Kelemahan tubuh, cepat lelah
2. Pemeriksaan Fisik
a. Dada
1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3) Keabnormalan struktur Thorax
4) Contour dada simetris
5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi
warna merata
6) RR dan ritme selama satu menit.
b. Palpasi
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
c. Auskultasi
1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
27

5) Wheezing
6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Spirometri
2) Tes provokasi
3) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
4) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
5) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
6) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
7) Pemeriksaan sputum.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola Napas Tidak Efektif
b. Bersihan Jalan Napas Tidak efektif
c. Kerusakan Pertukaran Gas
28

L. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Pola pernafasan tidak efektif NOC : NIC :
berhubungan dengan nafas  Respiratory status : Ventilation Airway Management
pendek, lender, bronkokonstriksi  Respiratory status : Airway patency 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
dan iritan jalan nafas.  Vital sign Status lift atau jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien untuk
Definisi : Pertukaran udara 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan memaksimalkan ventilasi
inspirasi dan/atau ekspirasi tidak suara nafas yang bersih, tidak ada 3. Identifikasi pasien perlunya
adekuat sianosis dan dyspneu (mampu pemasangan alat jalan nafas buatan
mengeluarkan sputum, mampu bernafas 4. Pasang mayo bila perlu
Batasan karakteristik : dengan mudah, tidak ada pursed lips) 5. Lakukan fisioterapi dada jika perl
 Penurunan tekanan 2. Menunjukkan jalan nafas yang paten 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
inspirasi/ekspirasi (klien tidak merasa tercekik, irama suction
 Penurunan pertukaran udara nafas, frekuensi pernafasan dalam 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
per menit rentang normal, tidak ada suara nafas suara tambahan
 Menggunakan otot abnormal 8. Berikan bronkodilator bila perlu
pernafasan tambahan 9. Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
29

 Nasal flaring 3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal 1. Pertahankan jalan nafas yang
 Dyspnea (tekanan darah, nadi, pernafasan) paten
 Orthopnea 2. Monitor aliran oksigen

 Perubahan penyimpangan 3. Pertahankan posisi pasien

dada 4. Observasi adanya tanda tanda

 Nafas pendek hipoventilasi

 Assumption of 3-point 5. Monitor adanya kecemasan pasien

position terhadap oksigenasi

 Pernafasan pursed-lip Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Tahap ekspirasi berlangsung
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
sangat lama
darah
 Peningkatan diameter
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
anterior-posterior
duduk, atau berdiri
 Pernafasan rata-rata/minimal
4. Auskultasi TD pada kedua lengan
Bayi : < 25 atau > 60
dan bandingkan
Usia 1-4 : < 20 atau > 30
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
Usia 5-14 : < 14 atau > 25
selama, dan setelah aktivitas
Usia > 14 : < 11 atau > 24
30

6. Monitor frekuensi dan irama


Faktor yang berhubungan : pernapasan
 Hiperventilasi 7. Monitor suara paru
 Deformitas tulang 8. Monitor pola pernapasan
 Kelainan bentuk dinding dada abnormal

 Penurunan energi/kelelahan 9. Monitor suhu, warna, dan

 Perusakan/pelemahan kelembaban kulit

muskulo-skeletal 10. Monitor sianosis perifer

 Obesitas 11. Monitor adanya cushing triad


(tekanan nadi yang melebar,
 Posisi tubuh
bradikardi, peningkatan sistolik
 Kelelahan otot pernafasan
12. Identifikasi penyebab dari
 Hipoventilasi sindrom
perubahan vital sign
 Nyeri
 Kecemasan
 DisfungsiNeuromuskuler
-
2 Bersihan jalan nafas tidak efektif NOC : NIC :
berhubungan  Respiratory status : Ventilation Airway Management
31

denganbronkokonstriksi,  Respiratory status : Airway patency 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
peningkatan produksi lender,  Aspiration Control chin lift atau jaw thrust bila perlu
batuk tidak efektif dan infeksi 2. Posisikan pasien untuk
bronkopulmonal. Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Mendemonstrasikan batuk efektif 3. Identifikasi pasien perlunya
Definisi : Ketidakmampuan dan suara nafas yang bersih, tidak pemasangan alat jalan nafas
untuk membersihkan sekresi ada sianosis dan dyspneu (mampu buatan
atau obstruksi dari saluran mengeluarkan sputum, mampu 4. Lakukan fisioterapi dada jika
pernafasan untuk bernafas dengan mudah, tidak ada perlu
mempertahankan kebersihan pursed lips) 5. Keluarkan sekret dengan batuk
jalan nafas. 2. Menunjukkan jalan nafas yang atau suction
paten (klien tidak merasa tercekik, 6. Auskultasi suara nafas, catat
Batasan Karakteristik : irama nafas, frekuensi pernafasan adanya suara tambahan
 Dispneu, Penurunan suara dalam rentang normal, tidak ada 7. Berikan bronkodilator bila perlu
nafas suara nafas abnormal) 8. Berikan pelembab udara Kassa
 Orthopneu 3. Mampu mengidentifikasikan dan basah NaCl Lembab
 Cyanosis mencegah factor yang dapat 9. Monitor respirasi dan status O2
menghambat jalan nafas
32

 Kelainan suara nafas


(rales, wheezing)
 Kesulitan berbicara
 Batuk, tidak efekotif atau
tidak ada
 Produksi sputum
 Gelisah
 Perubahan frekuensi dan
irama nafas

Faktor-faktor yang berhubungan:


 Lingkungan : merokok,
menghirup asap rokok,
perokok pasif-POK,
infeksi
 Fisiologis : disfungsi
neuromuskular,
hiperplasia dinding
33

bronkus, alergi jalan


nafas, asma.
 Obstruksi jalan nafas :
spasme jalan nafas,
sekresi tertahan,
banyaknya mukus, adanya
jalan nafas buatan, sekresi
bronkus, adanya eksudat
di alveolus, adanya benda
asing di jalan nafas.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan NOC : NIC :
dengan keletihan, hipoksemia,  Energy conservation Energy Management
dan pola pernafasan tidak efektif.  Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan
Kriteria Hasil : klien dalam melakukan aktivitas
Definisi : Ketidakcukupan 1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik 2. Dorong anak untuk
energu secara fisiologis maupun tanpa disertai peningkatan tekanan mengungkapkan perasaan
psikologis untuk meneruskan darah, nadi dan RR terhadap keterbatasan
atau menyelesaikan aktifitas 3. Kaji adanya factor yang
menyebabkan kelelahan
34

yang diminta atau aktifitas sehari 2. Mampu melakukan aktivitas sehari 4. Monitor nutrisi dan sumber
hari. hari (ADLs) secara mandiri energi tangadekuat
5. Monitor pasien akan adanya
Batasan karakteristik kelelahan fisik dan emosi secara
 Melaporkan secara berlebihan
verbal adanya kelelahan 6. Monitor respon kardivaskuler
atau kelemahan. terhadap aktivitas
 Respon abnormal dari 7. Monitor pola tidur dan lamanya
tekanan darah atau nadi tidur/istirahat pasien
terhadap aktifitas
 Perubahan EKG yang Activity Therapy
menunjukkan aritmia 1. Kolaborasikan dengan Tenaga
atau iskemia Rehabilitasi Medik dalam

 Adanya dyspneu atau merencanakan progran terapi

ketidaknyamanan saat yang tepat.

beraktivitas. 2. Bantu klien untuk


mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
35

Faktor factor yang berhubungan 3. Bantu untuk memilih aktivitas


: konsisten yangsesuai dengan
 Tirah Baring atau kemampuan fisik, psikologi dan
imobilisasi social
 Kelemahan menyeluruh 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
 Ketidakseimbangan mendapatkan sumber yang
antara suplei oksigen diperlukan untuk aktivitas yang
dengan kebutuhan diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
6. Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
36

9. Monitor respon fisik, emosi,


social dan spiritual
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal masuk RS : 4 Maret 2020


Jam masuk RS : 08.10 WIB
Tanggal Pengkajian : 4 Maret 2020
No. RM : 0.0xxxxx
Diagnosa : ASMA

A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Usia : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kp. Bojong Genteng
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. M
Usia : 60 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Hubungan Keluarga : Suami
Alamat : Kp. Bojong Genteng

3. Riwayat Penyakit Sekarang


a. Keluhan Utama
Klien mengatakan sesak
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang ke IGD dengan diantar oleh keluarganya dengan keluhan
sesak 1 minggu, disertai batuk berdahak berwarna kuning kehijauan 1

37
38

minggu, nyeri dada sampai belakang nyeri dirasakan seperti ditimpa


beban berat nyeri dirasakan hilang timbul dengan skala nyeri 5 (0-10),
pusing, lemes, mudah lelah saat beraktivitas, GCS 15 kesadaran
composmentis, TTV: TD: 140/90 mmhg, RR: 32 x/menit, SPO2: 89%
N: 95 x/menit
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan mempunyai riwayat asma
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan didalam keluarga tidak ada yang memiliki
riwayat penyakit seperti DM, hipertensi, asma dll

4. Pengkajian Primer
a. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas, terdapat suara nafas tambahan
whezing pada basal paru, terdapat retraksi dinding dada saat bernafas.
b. Breathing
RR: 32 x/menit, irama nafas: Dipsneu, terdapat retraksi dinding dada
terpasang nasal kanul 3 liter/menit, SPO2: 85%
c. Circulation
Warna kulit pucat, CRT < 2 detik, akral dingin, TTV: TD: 140/90
mmhg, Nadi: 95 x/menit, Suhu: 36,8 RR: 32x/menit
d. Disabilty
Kesadaran compos mentis
GCS 15 E : 4 M : 6 V : 5
e. Exposure
Pergerakan sendi dibebas, pasien mengeluhkan sesak nafas, kekuatan
otot 5 5
5 5
f. Foley Cateter
Tidak terpasang
e. TTV
39

TD : 140/90 mmHg S : 36.8°C SPO2: 89 %


N : 95 x/ Menit RR : 32x/menit

5. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit
Inspeksi : warna kulit terlihat pucat, terdapat keringat berlebih
Palpasi : turgor kulit < 2 detik, akral hangat, S: 36,8
b. Kepala, Wajah dan Leher
Inspeksi : Bentuk kepala simetris antara kiri dan kanan, tidak ada nyeri
tekan, konjungtiva anemis, sclera anikterik, terdapat
pernafasan cuping hidung, sianosis pada bibir, mucosa
kering, bentuk leher simetris
Palpasi : Tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesarana
kelenjar tiorid.
c. Dada
Inspeksi : Bentuk dada normal (anterior – posterior dengan
tranversal 1:2), nafas cepat & pendek, terdapat
penggunaan otot bantu nafas, terdapat retraksi dinding
dada, RR 32 x/menit
Palpasi : Tidak ada masa, tidak ada krepitasi, Adanya penurunan
taktil fremitus, peregerakan dada simestris, terdapat
nyeri tekan.
Perkusi : Terdegar suara redup
Auskultasi : Terdapat suara wheezing (terdengar suara ngiik ngiik
saat inspirasi akibat penyempitan bronkus) dan suara
ronkhi (akibat penumpukan dahak terdengar saat
inspirasi dan ekspirasi)
40

6. Pemeriksaan Penunjang dan Terapi Medis


Pemeriksaan Pemeriksaan Lain Terapi Medis Radiologi
Hematologi EKG - O2 3 Lpm
Hematologi Rutin I Hasil EKG : Sinus - Diberikkan
Hemoglobin : 14,3 gr% * rhythim terapi nebulizer
Hematokrit : 43,3% combivent +
Leukosit : 6.800 u/l pulmicot 1
Trombosit : 160000 u/l raspul

7. Analisa Data
No Problem Etiologi Symptom
1 DS : Faktor pencetus Pola nafas tidak efektif
Pasien mengatakan alergen b.d penurunan ekspansi
sesak saat bernafas paru
DO : anti gen yang terikat
- Wheezing (+) IGE pada permukaan
- RR 32 x/menit sel mast/basofil
- Terdapat retraksi
dinding dada mengeluarkan
- Terdapat sianosis mediator :
pada bibir histamine,platelet,
- Terdapat bradikinin
penggunaan otot
bantu nafas permiabilitas kapiler
- SPO2 : 89 %
edema mukosa, sekret
produktif
41

konsentrasi O2dalam
darah menurun

spasme otot polos

penyempitan
proksimal dari bronkus
pada ekspirasi dan
inspirasi

mucus berlebih

tekanan partial O2
dialveoli

penyempitan jalan
nafas

peningkatan kerja otot


pernafasan

Pola Nafas tidak


efektif
2 DS : tor pencetus allergen ketidakefektifan
Pasien mengatakan bersihan jalan nafas b.d
batuk berdahak dan anti gen yang terikat mucus berlebih
sesak. IGE pada permukaan
DO : sel mast/basofil
- RR : 32 x /menit
- Suara napas : mengeluarkan
wheezing mediator :
42

- Tampak sesak histamine,platelet,


- Terdapat dahak bradikinin
berwarna kuning
kehijauan permiabilitas kapiler
- Terpasang nasal
canule 3 lpm edema mukosa, sekret
- Terdapat retraksi produktif
dinding dada
- Batuk berdahak konsentrasi O2 dalam
darah menurun

spasme otot polos

penyempitan
proksimal dari bronkus
pada ekspirasi dan
inspirasi
mucus berlebih

ketidak efektifan
bersihan jalan nafas
3 DS : Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas
- Pasien mengatakan antara suplai dan berhubungan dengan
lemes saat aktivitas kebutuhan oksigen ketidakseimbangan
- Pusing antara suplai dan
DO : kebutuhan oksigen ke
- Klien tampak otak
lemes, pucat
- Spo2 : 85%,
- TD : 140/90
MmHg,
43

- RR : 32x/menit,
- N : 95x/menit,
- S : 36,8*
- Hasil EKG : sinus
Rythm

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke otak

C. Intervensi
Tgl / Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Jam Hasil
4/3/20 Pola Nafas Tidak Efektif NOC : NIC :
b.d penurunan ekspansi  Respiratory status : 1. Observasi TTV
paru Ventilation 2. Pertahankan jalan nafas
Ds : Pasien mengatakan  Respiratory status : yang paten
sesak dan sulit Airway Patency 3. Observasi adanya
bernafas  Vital sign status tanda-tanda
Do : - RR 32x/menit Kriteria Hasil : hipoventilasi
- Terdapat suara 1. Mendemonstrasikan 4. Pertahankan posisi
Whezing akibat batuk efektif dan suara semi fowler pada
penyempitan jalan nafas yang bersih, tidak pasien
nafas ada sianosis dan 5. Monitor adanya
- Terdapat retraksi dyspneu (mampu kecemasan pasien
dinding dada mengeluarkan sputum, terhadap oksigenasi
- Sianosis pada bibir mampu bernafas 6. Monitor frekuensi dan
pola nafas
44

- Terdapat otot bantu dengan mudah, tidak


nafas ada pursed lips)
- Batuk berdahak 2. Menunjukkan jalan
(kuning kehijauan) nafas yang paten (klien
- SPO2 89% tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
tambahan)
3. Tanda-tanda vital
dalam rentang normal
(Tekanan Darah, Nadi,
Respirasi, Suhu)

4/3/20 Ketidakefektifan NOC : NIC :


08.10 bersihan jalan nafas b.d  Respiratory Status : 1. Observsi TTV
peningkatan produksi Ventilation 2. Observasi bunyi nafas
sekret  Respiratory Status : 3. Posisikan pasien untuk
Ds : Pasien mengatakan airway Patency memaksimalkan
sesak.  Aspiration Control ventilasi
4. Lakukan fisioterapi
Do : - RR : 32 x /menit
Kriteria Hasil : dada bila perlu
- Suara napas ronki
1. Mendemonstrasikan 5. Auskultasi suara nafas,
- Tampak sesak
batuk efektif dan suara catat adanya suara
- Terdapat dahak
nafas yang bersih, tidak nafas tambahan
berwarna kuning
ada sianosis dan 6. Kolaborasi pemberian
kehijauan
dyspneu (mampu O2 dan Nebulizer
- Terpasang nasal
mengeluarkan sputum, 7. Monitor respirasi dan
canule 3 lpm
mampu bernafas status O2
45

- Terdapat retraksi dengan mudah, tidak


dinding dada ada pursed lips)
- Terdapat otot bantu 2. Menunjukkan jalan
nafas nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
tambahan)
3. Mampu
mengidentifikasi dan
mencegah faktor yang
dapat menghambat
jalan nafas
4/3/20 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan  Self Care : ADLs 1. Observasi TTV
ketidakseimbangan  Toleransi Aktivitas 2. Kaji status fisiologi
antara suplai oksigen ke  Konservasi energi pasien yang
otak Kriteria hasil : menyebabkan
Ds : Pasien mengatakan 1. Berpartisipasi dalam kelelahan dengan
sesaknya bertambah aktivitas fisik tanpa konteks usia dan
saat berajalan dan disertai peningkatan perkembangan
pusing tekanan darah, nadi, RR 3. Monitor respon
Do : 2. Mampu melakukan kardiovaskuler
aktivitas sehari-hari terhadap aktivitas
- Klien tampak
secara mandiri (takikardi, disritmia,
lemes, pucat
3. Keseimbangan sesak nafas, diaporesis,
- Spo2 : 89%,
aktivitas dan istirahat pucat, perubahan
- TD : 140/90
hemodinamik)
MmHg,
46

- RR : 32x/m, 4. Ajarkan pasien


- N : 95 x/menit mengenai pengolahan
- Hasil EKG : Sinus kegiatan dan teknik
Rythem manajemen waktu
untuk mencegah
kelelahan

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tgl / DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


Jam
4/3/20 Pola nafas tidak Jam : 08.20 S:
08.20 efektif b.d 1. Memposisikan kepala 30o, Pasienm mengatakan
penurunan ekspansi
tidur miring lebih baik dari
paru
R/ pasien mengatakan sebelumnya, sesak
terasa lebih nyaman sedikit berkurang
2. Mencatat kedalaman, O:
kecepatan pernafasan Keadaan Umum
R/ RR: 26x/menit Sedang, Kesadaran
Jam : 08.25 CM
3. Menciptakan lingkungan A:
yang tenang Pola nafas tidak
R/ pasien dapat beristirahat efektif
dengan nyaman P:
Intervensi no 1,2,3
dilanjutkan
47

I:
1. Memposisikan kepala
30o, tidur miring
2. Mencatat kedalaman,
kecepatan pernafasan
3. Menciptakan
lingkungan yang
tenang
4. Memberikan nasal o2
3lpm

R:
Pasien mengatakkan sesak
berkurang
TTV : TD: 130/70 mmHg,
N :82 x/menit, S : 36,8*,
RR : 26 Spo2 : 90%
4/3/20 Ketidakefektifan Jam : 08.35 S:
08.30 bersihan jalan nafas 1. Mengobservasi TTV : Pasien mengatakan
b.d mucus berlebih TD : 140/90 mmHg sesak
N : 95 x/menit, O:
R : 32 x/menit, TD : 140/90 mmHg, N
S: 36,8 0C :85x/menit, R : 32x/menit,
SPO2 : 90% S: 36,80C SPO2 94%
Jam : 08.40 A:
2. Mengobservasi bunyi Bersihan jalan nafas tidak
nafas efektif
R/ terdengar suara ronchi P:
akibat penumpukan secret Intervensi no 1,2,3,5
3. Memberikan posisi semi I:
fowler
48

Jam : 08.45 1. Mengobservasi


4. Mengajarkan teknik batuk TTV,
efektif dan nafas dalam Mengobservasi
R/pasien melakukannya bunyi nafas,
dan mengerti 2. Mengajarkan
5. Berkolaborasi pemberian teknik batuk efektif
O2 R/ oksigen 3 liter / dan nafas dalam,
menit terpasang 3. Memberikan posisi
semi fowler
4. Memberikan nasal
o2 3lpm
5. Memberikan
nebulizer
combivent 1 raspul
6. Memberikan
nebulizer pulmicot
1 raspul
E:
Masalah belum teratasi
R:
Pasien mengatakan
sesak sedikit
berkurang, dengan
tanda – tanda vital
TD : 140/80, SP02 :
95%
N : 90 x/menit,
R : 26 x/menit,
S: 36,80C
TTD
49

(Rulan )
4/3/20 Intoleransi aktivitas Jam : 09.00 S : Pasien mengatakan
08.50 berhubungan dengan 1. Mengkaji status fisiologi lemes saat beraktivitas,
ketidakseimbangan pasien yang menyebabkan pusing
antara suplai dan kelelahan dengan konteks O : keadaan umum lemah,
kebutuhan oksigen usia dan perkembangan kes CM
ke otak Jam : 09.05 - TD : 130/70
2. Memonitor intake/asupan mmHg
nutrisi untuk mengetahui - N : 82 x/menit
sumber yang adekuat - RR : 26x/menit
Jam : 09.10 - S : 36,7
3. Mengganjurkan pasien - SPO2 :99%
mengungkap perasaan - Hasil EKG : Sinus
secara verbal mengenai Rytem
keterbatasan yang dialami A : Intoleransi aktivitas
4. Menggajarkan pasien berhubungan dengan
mengenai pengolahan ketidakseimbangan
kegiatan dan teknik antara suplai dan
manajemen waktu untuk kebutuhan oksigen ke
mencegah kelelahan otak
Jam : 09.15
5. Mengobservasi adanya P:
pembatasan klien dalam - Intervensi 1,2,3,4
melakukan aktivitas dilanjutkan
6. Memonitor respon I:
kardivaskuler terhadap - Mengkaji status
aktivitas fisiologi pasien
yang menyebabkan
kelelahan dengan
50

konteks usia dan


perkekmbangan
- Mengganjurkan
pasien
mengungkap
perasaan secara
verbal mengenai
keterbatasan yang
dialami
- menggajarkan
pasien mengenai
pengolahan
kegiatan dan teknik
manajemen waktu
untuk mencegah
kelelahan
- Memonitor respon
kardivaskuler
terhadap aktivitas

R:
Pasien mengatakan
pusing berkurang,
badan terasa seger
TTV : TD: 130/70
mmHg, N : 80x/menit,
S : 36,8*, RR : 24 Spo2
: 99%
51

ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa Medis Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan
Asma 1. Ketidakefektifan 1. Memberikan posisi semi
bersihan jalan nafas b.d fowler
mucus berlebih 2. Terapi O2 3 lpm
2. Pola nafas tidak efektif 3. Nebulizer
b.d penurunan ekspansi 4. Melakukan pengukuran TD,
paru S, RR, Nadi
3. Intoleransi aktivitas 5. Dilakukan perekaman EKG
berhubungan dengan 6. Diberikan combivent 1 respul
ketidakseimbangan 7. Berikan pulmicot 1 raspul
antara suplai oksigen ke
otak
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama yang penulis lakukan di dalam proses
perawatan. Pengkajian ini melalui pengkajian pola fungsional menurut
Brunner & Suddart (2012) pemeriksaan fisik dengan metode head to toe, dan
pengumpulan informasi atau data – data, yang diperoleh dari wawancara
dengan pasien, keluarga pasien, melakukan observasi, catatan keperawatan,
dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian yang dilakukan oleh perawat menunjukan pasien mengeluh
sesak, pasien datang dengan keluhan sesak sudah ± 1 minggu yang lalu, disertai
disertai batuk berdahak, nyeri dada menjalar ke punggung, lemas. Berdasarkan
hal tersebut penulis melakukan pengkajian tidak berbeda jauh jika
dibandingkan dengan tinjauan teori yang ada.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita ASMA adalah
sebagai berikut Brunner & Suddart (2012):
1. Bersihan jalan nafas tidakefektif b/d bronkospasme.
2. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
3. Gangguan pertukaran gas b/d gangguan suplai o2
Sedangkan pada Ny. S didapatkan data yang mendukung timbulnya
masalah adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret
2. Ketidakefektipan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke otak
Berdasarkan hal tersebut penulis dalam kasus asuhan keperawatan pada
pasien dengan Asma menegakkan sebanyak tiga diagnosa karena disesuaikan
dengan kondisi pasien saat ini dan pengkajian yang dilakukan oleh penulis.

52
53

C. Perencanaan
Diagnosa yang pertama yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d
penignkatan produksi sekret Brunner & Suddart (2012). Perencanaan yang
dilakukan untuk diagnose pertama ini yaitu Observasi TTV, Observasi bunyi
nafas, Amati dan catat warna dan konsistensasi jenis sputum, Ajarkan teknik
batuk efektif dan nafas dalam, Kolaborasi pemberian O2.
Berdasarkan perencanaan tersebut penulis juga melakukan perencanaan
yang tidak jauh berbeda dengan tinjauan teori yang tersebut. Untuk diagnosa
kedua pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru, adapun
perencanaannya adalah, Kaji ttv, Observasi bunyi nafas dan catat adanya
wheezing, Tinggikan kepala 30o, tidur miring, Catat kedalaman, kecepatan
pernafasan dan pengembangan ,Ciptakan lingkungan yang tenang Untuk
diagnosa yang ketiga Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
Perencanaan yang dilakukan, Kaji status fisiologi pasien yang
menyebabkan kelelahan dengan konteks usia dan perkembangan, Monitor
intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber yang adekuat, Anjurkan pasien
mengungkap perasaan secara verbal mengenai keterbatasan yang dialami,
Ajarkan pasien mengenai pengolahan kegiatan dan teknik manajemen waktu
untuk mencegah kelelahan.
Dari kesembilan perencanaan keperawatan untuk tiga diagnosa yang
ditegakkan, penulis melakukan perencanaan yang tidak jauh beda dari masing
– masing diagnosa. Dimana dari masing – masing diagnose mempunyai criteria
hasil yang berbeda – beda.

D. Implementasi Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi secret
Monitoring tanda – tanda vital pada pasien untuk implementasi
diagnose pertama ,tujuan dilakukannya monitoring tanda – tanda vital ini
yaitu untuk mengetahui tingkat kesehatan dari pasien dan mengetahui
perkembangan kesehatan pasien.
54

2. Pola nafas tidak efektifan b.d penurunan ekspansi paru


Implementasi yang dilakukan adalah Memposisikan kepala 30o tidur
miring dengan respon pasien mengatakan lebih terasa nyaman, Mencatat
kedalaman, kecepatan pernafasan dan pengembangan
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen
Hal yang pertama penulis lakukan untuk mencegah terjadi
kelehan pada pasien yaitu Mengkaji status fisiologi pasien yang
menyebabkan kelelahan dengan konteks usia dan perkembangan

E. Evaluasi
Menurut Mareelli, 2010 evaluasi keperawatan merupakan tahap
akhir dari tahap – tahap proses keperawatan untuk mengetahui apakah
masalah – masalah keperawatan yang muncul pada kasus asuhan
keperawatan pada pasien dengan ASMA. Berdasarkan hal tersebut penulis
melakukan evaluasi keperawatan pada kasus ini antara lain :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi secret
Evaluasi yang di dapatkan dari masalah ini yaitu intervensi
dihentikan dikarenakan criteria hasil dalamt ujuan intervensi
keperawatan yang di targetkan oleh tim perawat sudah
teratasi/terpenuhi, evaluasi dilihat berdasarkan dari criteria hasil pada
intervensi pada masalah Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Pasien
mengatakan sesak sedikit berkurang R: 26x/menit
2. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
Evaluasi yang didapatkan dari masalah ini yaitu intervensi
dihentikan dikarenakan criteria hasil dalam tujuan intervensi
keperawatan yang di targetkan oleh tim perawat sudah
teratasi/terpenuhi. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui setelah
dilakukan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut tercapai atau
tidak dan perlu atau tidaknya melanjutkan intervensi. Kriteria
keberhasilan dilihat dari keadaan pasien yg RR 25 – 30 x/menit, Nafas
teratur.
55

3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen


Evaluasi yang didapatkan dari masalah ini yaitu intervensi
dihentikan dikarenakan kriteria hasil dalam tujuan intervensi
keperawatan yang di targetkan oleh tim perawat sudah
teratasi/terpenuhi. Intervensi dihentikan karena criteria hasil dalam
masalah intoleransi aktivitas telah tercapai seperti Pasien mengatakan
badan sudah terasa seger, pusing berkurang.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Intervensi keperawatan pada penderita dengan Asma lebih
cenderung kepada pola pernafasan. Sehingga evaluasi yang didapatkan
yaitu kearah pola nafas dan status respirasi pasien. Asuhan keperawatan
tidak terlepas kepada peran keluarga.
Keterlibatan keluarga dalam proses perawatan selama sakit akan
membantu meningkatkan kepuasan keluarga terhadap pelayanan asuhan
keperawatan sekaligus memandirikan keluarga dalam perawatans
elanjutnya. Keterlibatan keluarga dalam masa perawatan akan mempercepat
proses penyembuhan pasien dengan masalah asma.

B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian, maka peneliti mengajukan
beberapa saran untuk meningkatkan mutu pelayanan pasien agar sesuai
standar penatalaksanaan asma, sebagai berikut:
1. Terhadap Tenaga Kesehatan
Hendaknya selalu melakukan observasi selama 30 menit terhadap
pasien asma bronkial kategori ringan, dan pemantauan secara berkala
untuk pasien kategori sedang, maupun berat, guna memastikan apakah
keadaan pasien sudah benar-benar membaik atau belum. Selain itu
perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Asma harus mengetahui penyebab dari penyakit Asma yang
diderita pasien. Dalam hal ini perawat juga harus bekerja sama
dengan tenaga kesehatan lainya dalam melakukan pengobatan bagi
pasien asma.
2. Saran bagi Rumah sakit
Rumah sakit sebaiknya menyediakan atau melakukan
penambahan alat-alat kesehatan seperti alat nebulizer yang sangat

56
57

dibutuhkan untuk pasien asma, karena di IGD hanya disediakan 1 alat


saja
3. Saran Bagi pasien dan keluarga
Bagi pasien hendaknya menghindari faktor penyebab yang
dapat menimbulkan serangan Asma, selalu menjaga kebersihan baik itu
kebersihan diri maupun kebersihan lingkungan. Bagi keluarga
hendaknya mengetahui tentang penyakit Asma serta mengetahui
penyebab yang memungkinkan terjadinya serangan Asma yang
berulang, keluarga juga harus siap siaga dalam menjaga dan
merawat pasien dengan Asma.
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. (2010). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru . Surabaya: Airlangga


University Press. Halaman: 33 – 35.
Arif Muttaqin, 2012, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan, Jakarta : Salemba Medika.
Bernstein JA. Asthma in handbook of allergic disorders. Philadelphia: Lipincott
Williams & Wilkins. 2003:73-102
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta EGC
Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Indonesia.
Depkes,RI.(2009).Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Direktorat
pengendalian penyakit tidak menular Kemenkes RI.
Direktorat BIna Farmasi dan Klinik. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Asma.616.238 Ind P. Departemen Kesehatan RI.
Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,
Individualizing, and Documenting Client Care 3th Edition . Philadelphia: F. A.
Davis Company
Global Initiative for Asthma (GINA)., 2012. At-A-Glance Asthma Management
Reference
Heneberger. 2011. Mortality by Cause for 8 region of the world : Global Burden
of Disease philadhelpia ; Journal of the America Association. Vol.394. No. 5
Hudack&Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.
Mulia, J Meiyanti. 2000. Perkembangan Patogenesis Dan Pengobatan Asma
Bronkial. Jurnal Kedokteran Trisakti Vol 19 No. 3. Bagian Farmasi Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti
Smeltzer & Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
Suyono, S., 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit FK – UI, hlm. 21, 22, 23, 27, 28, 29, 31, 33, 41.

58
59

World Health Organization (WHO). (2017). Asthma. Diakses dari


http://www.who.int/news-room/facts-in-pictures/detail/asthma
Wong, D., N., (2003). Nursing Care of Infants and Children. St Louis Missauri,
USA: Mosby.
LAMPIRAN

60

Anda mungkin juga menyukai