Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH ASKEP TEORITIS

KEPERAWATAN KRITIS

ASMA

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

Abdul wahid Rahmi rahayu

Roby suhendra Viona anisa salsabila

Rini juanda Novtri silalahi

Silvi deputrianda Muthia arista putri

Silvi febriani Marisa rahmi

DOSEN PEMBIMBING :

Ns.MUHAMMAD ARIF, M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
TAHUN 2022/2023
DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
LATAR BELAKANG.....................................................................................................................4
RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………………………4
MASALAH KEPERAWATAN…………………………………………………………………..4
TUJUAN..........................................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
A. Defenisi asma
B. Etiologiasma
C. Tanda dan gejala
D. Patofisiologi dan mekanisme terjadinya asma
E. Fakror resiko asma
F. Pencegahan asma
G. Klasifikasi asma
H. Aatomi dan fisiologi asma
I. Manifestasi klinis
BAB III..........................................................................................................................................13
PENUTUP.....................................................................................................................................13
KESIMPULAN..........................................................................................................................13
SARAN......................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................14
KATA PENGANTAR

Bismillahirramanirahim Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya terutama nikmat sehat dan kesempatan sehingga kelompok 3 mampu
menyelesaikan tugas makalah “ dengan judul “konsep dasar dan tujuan fungsi pengarahan”.

“sholawat beserta salam kepada Nabi besar Baginda Muhammad Saw yang telah menjadi
suri tauladan bagi umat diseluruh alam.Makalah ini dibuat untuk memenuhi Mata kuliah
“keperawatan kritis”

Selanjutnya kelompok mengucapkan terimah kasih yang sebanyak-banyaknya kepada


dosen mata ajar,Akhirnya kelompok menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini, untuk itu kelompok mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk pembuatan makalah yang akan datang

Bukittinggi, maret 2023

Kelompok 3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit asma merupakan gangguan inflamasi kronis dijalan napas akibat adanya inflamasi atau
pembengkakan dinding dalam saluran napas. Akibatnya saluran napas menyempit, dan jumlah
udara yang masuk ke dalam paru berkurang. Hal ini menyebabkan timbulnya napas berbunyi
(wheezing), batuk-batuk, dada sesak, dan gangguan bernapas (Soedarto, 2012).

Penyakit asma merupakan masalah kesehatan dunia yang terjangkit di negara maju dan juga di
negara berkembang. Menurut data dari WHO diperkirakan sebanyak 300 juta orang di dunia
terkena penyakit asma. Terdapat sekitar 250.000 kematian yang disebabkan oleh serangan asma
setiap tahunnya, dengan jumlah terbanyak di negara dengan ekonomi rendahsedang. Prevalensi
asma terus mengalami peningkatan terutama di negaranegara berkembang akibat perubahan gaya
hidup dan peningkatan polusi udara (Ditjen Yankes, 2018). Survei Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia pada tahun 2018 mencatat 57,5% orang terkena penyakit asma di daerah
Jawa Barat (RISKESDAS, 2018).

Penyakit asma tidak bisa disembuhkan, akan tetapi dengan penanganan yang tepat asma dapat
terkontrol sehingga kualitas hidup penderita dapat terjaga. Gejala klinis asma yang khas adalah
sesak napas yang berulang dan suara mengi (wheezing) akan tetapi gejala ini bervariasi pada
setiap individu, berdasarkan tingkat keparahan dan frekuensi kekambuhannya (WHO, 2016).

Masalah keperawatan yang lazim muncul pada pasien asma sepertiketidakefektifan pola nafas,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, penurunan curah jantung, gangguan pertukaran gas, nutrisi
kurang dari kebutuhan dan intoleransi aktifitas. Ketidakefektifan pola nafas dapat disebabkan
oleh peningkatan kerja otot pernafasan (Nurarif dan Kusuma, 2015). Dalam hal ini perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan melalui tindakan mandiri dan kolaboratif, memfasilitasi
pasien untuk menyelesaikan masalah keperawatan dengan memberikan intervensi. Intervensi
yang diberikan berupa latihan nafas dalam (pernafasan buteyko) (Juwita & Permata Sary, 2019)
monitor tanda tanda vital, auskultasi bunyi napas,evaluasi ada nyeri dada,kaji faktor yang
menimbulkan keletihan,jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur, dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen.

Perawat sebagai tenaga kesehatan dapat memberikan kontribusi dalam penanganan asma sesuai
dengan perannya. Peran perawat tersebut sebagai pemberi asuhan keperawatan secara
komprehensif dengan memberikan terapi farmakologi maupun non farmakologi. Dalam
melakukan penanganan pola nafas tidak efektif secara non farmakologi sangat efektif untuk
memudahkan klien asma dalam mengatur nafas. Peran perawat juga sangat dominan dalam
melalukan latihan nafas dalam (teknik buteyko) yang dapat merelaksasikan otot pernafasan klien
asma.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Defenisi asma
2. Etiologi asma
3. Tanda dan gejala asma
4. Patofisologi dan mekanisme terjadinya asma
5. Faktor resiko asma
6. Pencegahan asma
7. Klasifikasi asma
8. Anatomi dan fisiologi asma
9. Manifestasi klinis asma

C. Masalah keperawatan
1. Defenisi asma
2. Etiologi asma
3. Tanda dan gejala asma
4. Patofisologi dan mekanisme terjadinya asma
5. Faktor resiko asma
6. Pencegahan asma
7. Klasifikasi asma
8. Anatomi dan fisiologi asma
9. Manifestasi klinis asma
BAB II

PEMBAHASAN

1. Konsep Asma
A. Defenisi asma
Istilah asma berasal dari bahasa yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan
napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan gambaran klinis
napas pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditunjukkan untuk
keadaan-keadaan yang menunjukkan respon abnormal saluran napas terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas.
Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak
mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan
dapat menimbulkan kematian.
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai
dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada
terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan
atau tanpa pengobatan.
Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai
adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas,
termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik. Asma mempunyai tingkat
fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam
masyarakat. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk
dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000
orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300
juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila
tidak di cegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan
prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang serta mengganggu proses
tumbuh kembang anak dan kualitas hidup pasien.
Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjadi di negara maju tetapi
juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari GlobalInitiatif for Asthma (GINA)
pada tahun 2012 dinyatakan bahwa jumlah penderita asma seluruh dunia adalah tiga ratus
juta orang, dengan jumlah kematian yang terus meningkat hingga 180.000 orang per
tahun (GINA, 2012).

B. Etiologi asma
Menurut Muttaqin (2008) dan Widjaya (2010) faktor-faktor yang dapat menimbulkan
serangan asma yaitu: Genetik, alergennfeksi saluran pernapasan, tekanan jiwa, olahraga
atau kegiatan berlebih, obat-obatan, iritan, lingkungan kerja. Selain itu factor pemicu
timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus RSV), iklim (perubahan suhu,
tekanan udara), inhalan (debu, kapuk, tungau, sisa-sisa serangga mati, bulu binatang,
serbuk sari, bau asap, uap cat), makanan (putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-
bijian, tomat), aspirin, kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak),
dan emosi (Nurarif dan Kusuma, 2015).

C. Tanda dan gejala


Menurut Plottel (2012), Ringel (2012), dan Saputra (2010) tanda dan gejala asma
bronkhial yaitu:
1. Batuk,
2. bising mengi (wheezing),
3. napas pendek,
4. dada terasa terikat atau sesak napas (dipsneu),
5. pernapasan yang tidak nyaman, peningkatan produksi mukus.
D. Patofisiologi dan Mekanisme terjadinya Asma
Gejala asma, yaitu batuk seseak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus
yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.

Faktor resiko Faktor resiko

Infalamsi

Hipereaktifitas
Obstruksi BR
bronkus

gejala
Faktor resiko

Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus ini
dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk
menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai
cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji
provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat
nonspesifik.

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus,
dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma
dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR).
Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi
reaksi inflamasi sub-akut atau kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan
se-kitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam
jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus.

Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks.
Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di
permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai
faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat
melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas,
netrofil, platelet, limfosit dan monosit.

Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus
dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus,
sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma,
melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel
inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens. Tromboksan, PAF
dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi
yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus.

E. Faktor resiko asma


Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan faktor
lingkungan.
1. Faktor genetik
a. Hipereaktivitas
b. Atopi/alergi bronkus
c. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
d. Jenis kelamin
e. Ras/etnik
2. Faktor lingkungan
a. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll)
b. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari).
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut,
susu sapi, telur).
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, B bloker dll)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain)
f. Ekpresi emosi berlebih
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif.
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktifitas tertentu.
j. Perubahan cuaca

F. Pencegahan asma
Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi
3 yaitu:
1. Pencegahan primer
2. Pencegahan sekunder
3. Pencegahan tersier
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma
(orangtua asma), dengan cara :
a. Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan
bayi/anak.
b. Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu
asupan janin.
c. Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan.
d. Diet hipoalergenik ibu menyusui.
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah
tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan
terutama tungau debu rumah.
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal
dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa
pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE
spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian
asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini
bukan sebagai pengendali asma (controller).

G. Klasifikasi asma
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik
sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi B-2
agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis
obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan
tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya
pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-
ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari:
1) Intermitten;
2) Persisten ringan;
3) Persisten sedang; dan
4) Persisten berat.
Sedangkan pada anak, secara arbiteri Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA)
mengklasifikasikan derajat asma menjadi:
1) Asma episodik jarang;
2) Asma episodik sering; dan
3) Asma persisten.

2. Asma saat serangan

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan
sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global
Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan
gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat
serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma
serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat.

Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut).
Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan
saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami
serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan
kematian.

Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk
setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani
pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada.
Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien memberikan
respon yang kurang terhadap terapi awal, atau serangan memburuk dengan cepat, atau
pasien berisiko tinggi.

H. Anatomi dan Fisiologi Asma


a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, di hangatkan
dilembabkan. Partikel - partikel yang kasar disaring oleh rambut - rambut yang
terdapat oleh hidung, sedangkan partikel halus akan dijerat dalam lapisan mukosa,
gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior didalam rongga hidung dan ke
superior didalam saluran pernafasan bagian bawah.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan.
Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut setelah
depan ruas tulang leher.
c. Trakea
Trakea atau bantang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang terbentuk oleh 16
sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku
kuda (huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lender yang berbulu getar yang
disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan di
belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia
gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan
udara pernafasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut
karina.
d. Bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang
rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar
cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-
cabang lagi menjadi bronkiolus.

I. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnea, dan wheezing. Pada sebagian
penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan
tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas
cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot
bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III
a. Tanpa keluhan
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
d.
4. Tingkat IV
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5. Tingkat V
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
c. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : kontraksi otot – otot
pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

Referensi :

Buku keputusan menteri kesehatan tentang pedoman pengendalian penyakit asma.

Jeremy P.T dkk.2002. Sistem Respirasi edisi dua. Jakarta: Erlangga Muttaqin, Arif.
2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.
ASKEP TEORITIS ASMA

DEFENISI ASMA

Asma adalah kondisi paru-paru umum yang menyebabkan kesulitan bernapas. Ini sering dimulai
pada masa kanak-kanak, meskipun juga dapat berkembang pada orang dewasa, dan
mempengaruhi orang-orang dari segala usia. Asma disebabkan oleh pembengkakan dan
penyempitan tabung yang membawa udara ke dan dari paru-paru (WHO, 2020).

Asma merupakan suatu penyakit dengan adanya penyempitan saluran pernapasan yang
berhubungan dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus berupa
hiperaktivitas otot polos dan inflamasi, hipersekresi mukus, edema dinding saluran pernapasan
dan inflamasi yang disebabkan berbagai macam rangsangan (Alsagaff, 2017 dikutip dari
Danusantoso, 2018)

Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa asma adalah suatu penyakit sistem pernafasan
yang disebabkan karena adanya penyempitan pada saluran pernafasan sehingga menyebabkan
terjadinya kesulitan saat bernafas.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kesehatan pada gangguan sistem pernafasaan : asma meliputi pemeriksaan fisik
umum secara persistem berdasarkan hasil obsevasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda
vital, dan pengkajian psikososial. Biasanya pemeriksaan berfokus pada dengan pemeriksaan
penyeluruh pada sistem pernafasan yang dialami klien.

1. Status kesehatan umum


Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara,
tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien.
2. Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, serta adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis. Pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam atau
tidak.
3. Kepala
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya
keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kejang ataupun hilang kesadaran.
4. Mata
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang dirasakan klien.
Serta riwayat penyakit mata lainnya.
5. Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis alergi dan fungsi olfaktori.
6. Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit
pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara.
7. Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran tiroid serta penggunaan
otot-otot pernafasan.
8. Thorax
a. Inspeksi
Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah disebabkan oleh udara
dalam paru-paru susah untuk dikeluarkan karena penyempitan jalan nafas. Frekuensi
pernafasan meningkat dan tampak penggunaan otot-otot tambahan.

b. Palpasi
Pada palpasi dikaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus. Pada asma, paru-paru
penderita normal karena yang menjadi masalah adalah jalan nafasnya yang menyempit.
c. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi
datar dan rendah disebabkan karena kontraksi otot polos yang mengakibatkan penyempitan
jalan nafas sehingga udara susah dikeluarkan dari paru-paru.
d. Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau
lebih dari 3x inspirasi, bunyi pernafasan wheezing atau tidak ada suara tambahan.
9. Kardiovaskuler
Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hiperinflasi suara
jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat.
10. Abdomen
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat
merangsang serangan asma frekuensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat
nutrisi.
11. Ekstrimitas
Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena
dapat merangsang serangan asma
Diagnosa Keperawatan

Menurut Nurarif (2015) diagnosa yang mungkin muncul pada gangguan sistem pernafasan asma,
yaitu :

1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b/d Respon Alergi 

2. Gangguan Pertukaran Gas b/d Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

3. Gangguan ventilasi Spontan b/d Kelelahan otot pernafasan 

Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan pasien
(Riyadi,2010). Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah
rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana
atau menghentikan rencana keperawatan (Manurun, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, Sulistyo. (2012). Kebutuhan dasar Manusia (Oksigenasi). Tangerang : Graha Ilmu
Ardianto & Mirza. (2015). Pengaruh Terapi Napas Dalam Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen
Perifer pada Pasien Asma di Rumah Sakit Wilayah Kabupaten Pekalongan Ariestianti. (2013).

Pemberian Diaphraghmatic Breathing Exercise Sama Baiknya Dengan Pursed Lip Breathing
Dalam Meningkatkan Arus Puncak Ekspirasi Pada Perokok aktif Asih & Effendi. (2004).

Keperawatan Medikal Bedah : Klien Dengan Gangguan Sistem pernapasan. Jakarta : EGC
Brooker, C. (2009). Ensiklopedia Keperawatan.Jakarta : EGC Brunnert & Suddarth. (2013).
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.

Canada Lung Association. (2012). Asthma. Diakses 27 Februari 2016 Pada Http: //www. Lung.
Org/Associations/ States/ Colorado Asthma/ Asthma. Html Dahlan, S. (2012). Statistik Untuk
Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Djojodibroto, D. (2009). Respirologi.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
KASUS ASMA

Seorang perempuan bernama Ny. M berusia 27 tahun dengan keluhan sesak nafas yang
memberat sejak 1 hari yang lalu, klien juga mengeluh pusing. Pasien juga mengeluhkan batuk
sejak seminggu yang lalu dan batuk berdahak mulai 3 hari yang lalu. Dahak berwarna putih atau
kuning. Batuk muncul setelah pasien melakukan olahraga. Pasien juga mengatakan merasa nyeri
didada saat batuk. pasien memang memiliki riwayat sakit asma dan sering kambuh dalam 2
tahun terakhir ini. Terakhir kali serangan ini kambuh 3 bulan sebelum berobat, klien juga
mengatakan bahwa sering terpapar asap rokok. Hasil pengkajian didapatkan data KU : lemah,
kesadaran : kompos metis ,( E4,V5,M6), tampak sianosis, frekuensi nafas 30x/ menit, frekuensi
nadi 110x/ menit, suhu 38,9 C, tekanan darah 110/70, SPO2 92% tampak tarikan dinding dada
dan pernapasan, terdapat ronchi , cuping hidung. nafsu makan menurun, mual dan muntah,
membran mukosa kering, berat badan 50kg, sebelum masuk rumah sakit berat bada klien 55 kg,
ibu klien memiliki riwayat asma.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Ny.M
Umur : 27 tahun
Tempat tanggal lahir : Gulai Bancah,1 Januari 1996
Suku : Melayu
Pendidikan : S1
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : karyawan magang
Status perkawinan : belum kawin
Alamat : Gulai Bancah
Diagnose medis :
Keluarga terdekat yang dapat dihubungi :
Nama : Ny.S
Pekerjaan : Pekerja swasta
Pendidikan : S1
Alamat : Gulai Bancah
2. riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan saat ini
keluhan sesak nafas yang memberat sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan
batuk sejak seminggu yang lalu dan batuk berdahak mulai 3 hari yang lalu. Dahak
berwarna putih atau kuning. Batuk muncul setelah pasien melakukan olahraga. Pasien
juga mengatakan merasa nyeri didada saat batuk. Klien sering terpapar asap rokok.
b. Riwayat kesehatan dahulu
riwayat sakit asma dan sering kambuh dalam 2 tahun terakhir ini. Terakhir kali
serangan ini kambuh 3 bulan sebelum berobat
c. Riwayat kesehatan keluarga
ibu klien memiliki riwayat asma
d. Pola gaya hidup
3. Pemeriksaan fisik
Ku : lemah
Kesadaran : kompos metis ( E:4,V:5,M:6 )
- Kulit
Warna kulit : saomatang
Integritas kulit : baik
Termperatur : S: 38,9
Tugor kulit : normal,lembab,tidak terdapat lesi pada kulit
- Rambut
Warna rambut : sebagian berwarna putih
Rambut bersih dan tidak berbau
- Kuku
Kapilarevil : CRT >3 detik
Kuku : tampak bersih
- Kepala
Bentuk Kepala : bulat, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan
- Mata
Bentuk mata : sama kiri dan kanan
Penglihatan pada pasien : baik
Kelopak mata : tidak ada lesi
Sklera : tidak ikterik
Konjungtiva : tidak anemis
Reflek pupil terhadap cahaya baik
- Telinga :
Bentuk telinga simetris, terdapat serumen, tidak ada perdarahan pada telinga
- Hidung :
Hidung simetris, tidak ada lesi dan perdarahan hidung, tidak ada secret, terpasang
oksigen 3 liter
- Mulut dan tenggorokan :
Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, terdapat caries pada gigi, lidah bersih, tidak
ada peradagan
- Leher :
Bentuk leher simetris, tidak ada lesi, Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada
pembesaran vena jugularis
- Dada :
Bentuk dada simetris kiri dan kanan, fremitus kiri dan kanan sama, tidak ada benjolan
- Pernapasan :
Paru paru simetris kiri dan kanan, fremitus kiri dan kanan sama, tampak tarikan
dinding dada dan pernapasan, terdapat ronchi , terdapat cuping hidung.
- Kardioveskuler :
TD : 110/70, SPO2 92%
N : 110x/i
B. Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


 Ny. M mengatakan batuk sejak  Pasien tampak lemah
seminggu yang lalu dan batuk berdahak  Tekanan darah 110/70 mmhg
mulai 3 hari yang lalu.  SpO2 94%
 Ny. M mengatakan batuk muncul  Nadi 110x/i
setelah ia berolahraga  Frekuensi nafas 30x/i
 Ny. M mengatakan merasa nyeri di  Tampak tarikan dinding dada
dada saat batuk
 Terdapat cuping hidung
 Ny. M mengatakan sering terpapar asap
 Pasien tampak tidak menghabiskan
rokok
makanannya
 Ny. M mengatakan tidak nafsu makan
 Pasien mual dan muntah
 Ny.M mengeluh sesak
 Pasien mengalami penurunan berat
 Ny.M mengeluh pusing badan
 Klien tampak gelisah
 Sianosis
 Terdapat suara nafas tambahan

C. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. Data Subjektif Spasme jalan nafas Bersihan jalan nafas
- Ny. M mengatakan batuk tidak efektif
sejak seminggu yang lalu
dan batuk berdahak mulai
3 hari yang lalu.
- Ny. M mengatakan sering
terpapar asap rokok
- Ny.M mengeluh sesak
Data Objektif :
- Tampak tarikan dinding
dada
- Terdapat sianosis
- Bunyi nafas ronchi
2. Data Subjektif : Hambatan upaya Pola nafas tidak
- Ny. M mengatakan nafas efektif
sesak nafas yang
memberat sejak 1 hari
yang lalu.
- Ny. M Mengatakan
nyeri dada saat batuk
- Ny. M mengatakan
ibunya memiliki
Riwayat asma
Data Objektif :
- Terdapat cuping hidung
- Klien tampak lemah
- Frekuensi nafas 30x/i
3. Data Subjektif : Ketidakseimbangan Gangguan
- Ny.M mengeluh sesak fentilasi perfusi pertukaran gas
- Ny.M mengeluh pusing
Data Objektif :
- Mukosa bibir kering
- Terdapat cuping hidung
- Klien tampak gelisah
- Sianosis
- Terdapat suara nafas
tambahan
D. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Spasme jalan nafas d.d Ny. M mengatakan
batuk sejak seminggu yang lalu dan batuk berdahak mulai 3 hari yang lalu. Ny. M
mengatakan sering terpapar asap rokok, Tampak tarikan dinding dada,Terdapat
sianosis, Bunyi nafas ronchi
2. Pola nafas tidak efektif b.d Hambatan upaya nafas d.d Ny. M mengatakan sesak nafas
yang memberat sejak 1 hari yang lalu. Ny. M Mengatakan nyeri dada saat batuk, Ny.
M mengatakan ibunya memiliki Riwayat asma, Terdapat cuping hidung Klien tampak
lemah Frekuensi nafas 30x/i
3. Gangguan pertukaran gas b.d Ketidakseimbangan fentilasi perfusi d.d Ny.M
mengeluh sesak Ny.M mengeluh pusing. Mukosa bibir kering, Terdapat cuping
hidung, Klien tampak gelisah, Sianosis Terdapat suara nafas tambahan
E. Intervensi keperawatan

NO Diagnosa Kep. Kriteria Hasil Intervensi


1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Observasi
tidak efektif b.d keperawatan diharapkan  Monitor bunyi nafas
klien jalan nafas klien tetap
Spasme jalan nafas tambahan
paten dengan kriteria hasil :
 Batuk efektif meningkat  Monitor sputum
 Produksi sputum Terapeutik
menurun
 Posisikan semifowler
 Mengi menurun
 Wheezing menurun atau fowler
 Gelisah menurun  Berikan minum hangat
 Frekuensi nafas
 Berikan oksigen jika
membaik
 Polanafas membaik perlu
Edukasi
 Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Observasi
b.d Hambatan upaya keperawatan pola nafas  Monitor pola nafas
nafas pasien kembali normal,  Monitor bunyi napas
dengan kriteria hasil :  Monitor sputum
 Ventilasi semenit Terapeutik
meningkat  Posisikan semifowler
 Tekanan ekspirasi dan atau fowler
inspirasi meningkat  Berikan oksigen jika
 Penggunaan otot bantu perlu
nafas menurun  Berikan minuman hangat
 Frekuensi nafas  Lakukan fisioterapi dada
membail  Lakukan penghisapan
 Kedalaman nafas lender kurang 15 detik
membaik Edukasi
 Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspetoran
3. Gangguan pertukaran Setelah diberikan tindakan Observasi
gas b.d keperawatan diharapkan  Monitor frekuensi,
Ketidakseimbangan pernafasan pasien membaik, irama, kedalaman dan
fentilasi perfusi dengan kriteria hasi : upaya nafas
 Tingkat kesadaran  Monitor pola nafas
pasien meningkat  Monitor kemampan
 Bunyi nafas tambahan batuk efektif
menurun  Monitor adanya produksi
 Gelisah menurun sputum
 Nafas cuping hidung  Monitor adanya
menurun sumbatan jalan nafas
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi bunyi nafas
 Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil
pantauan
Edukasi
 elaskan tujuan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan
JURNAL DAN ANALISA SINTESA DENGAN METODE PICO

MANFAAT TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO PADA PASIEN ASMA DEWASA


(LITERATURE REVIEW)

Abstrak
Latar Belakang : Buteyko Breathing Technique merupakan teknik pernafasan yang unik dengan
menggunakan metode kontrok pernafasan dan breath holding untuk menangani permasalahan
kesehatan yang dipercayai berhubungan dengan keadaan hiperventilasi dan rendahnya kadar
karbon dioksida tubuh. Tujuan : Untuk mengetahui manfaat teknik pernapasan Buteyko pada
pasien asma usia dewasa. Metode : Jenis penelitian ini menggunakan metode Literature Review.
Data yang digunakan adalah data sekunder, data yang diperoleh dari Pubmed, Google Scholar &
NCBI dalam rentang tahun 2011-2021 dengan menginput kata kunci “Teknik Pernapasan
Buteyko” dan “asma”; “Buteyko Breathing Technique” dan “asthma”; “Buteyko” dan “pasien
asma” atau “Buteyko Method”. Jurnal yang digunakan harus sesuai dengan standar PICO dan
diperoleh 5 artikel yang memenuhi syarat. Artikel yang memenuhi kriteria dilakukan ekstrasi
data, review data, tahap appraisal menggunakan skala PEDro guna mengetahui tingkat bias dan
kemudian penyusunan kesimpulan. Hasil : Hasil uji literature review, jurnal yang terpakai
termasuk dalam kriteria mencukupi dengan penilaian 7-10 pada skala PEDro. Dari 5 jurnal
tersebut menunjukkan manfaat pada pasien asma usia dewasa. Kesimpulan : Berdasarkan dari
hasil studi yang telah dilakukan menunjukkan manfaat dan dosis latihan dari teknik pernapasan
Buteyko terhadap pasien asma dewasa dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
gejala asma pasien usia dewasa.

Kata Kunci : teknik pernapasan buteyko, pasien asma dewasa, pengaruh senam asma terhadap
fungsi paru, diafraghma breathing terhadap peningkatan fungsi paru, literature review

Abstract

Background : Buteyko Breathing Technique is a unique breathing technique that uses control
breathing and breath holding methods to treat health problems that are believed to be associated
with hyperventilation and low levels of carbon dioxide in the body. Objective : To determine the
benefits of the Buteyko breathing technique in adult asthmatic patients in Asia. Methods : This
type of research uses the Literature Review method. The data used is secondary data, data
obtained from Pubmed, Google Scholar & NCBI in the 2011-2021 range by inputting the
keywords “Teknik Pernapasan Buteyko” and “asma”; “Buteyko Breathing Technique” and
“asthma”; “Buteyko” and “pasien asma” or “Buteyko Method”. Journals used must comply with
PICO standards and obtained 5 articles that meet the requirements are obtained. Articles that
meet the criteria are subjected to data extraction, data review, appraisal stage using the PEDro
scale to determine the level of bias and then drawing conclusions. Results : The result of the
literature review test showed that the journals used were included in the sufficient criteria with a
rating of 7-11 on the PEDro scale. Of the 5 journals showed benefits in adult asthmatic patients.
Conclusion : Based on the results of studies that have been carried out showing the benefits and
exercise dose of the Buteyko breathing technique on adult asthmatic patients can have a
significant effecton asthma symptoms in adult patients.

Keywords: Buteyko Breathing Technique, adult asthmatic patients, effect of asthma exercise on
lung function, diaphragmatic breathing on improving lung function, literature review.
PENDAHULUAN

Asma adalah jenis penyakit pernapasan kronis yang umum dan menjadi masalah
kesehatan masyarakat utama secara global, mempengaruhi individu dari segala usia, jenis
kelamin dan etnis. Asma bisa menjadi beban yang signifikan, bukan dalam hal biaya
perawatan kesehatan tetapi juga berkurangnya produktivitas dan partisipasi dalam
kehidupan keluarga. Serangan asma bisa menjadi penyakit yang ditandai dengan lama
peradangan saluran nafas dengan gejala pernafasan seperti: nafas pendek, dada terasa
sesak dan batuk terutama pada malam atau dini hari (Mohamed, 2018).
Di antara masalah pernapasan, asma adalah salah satu gangguan yang paling cepat
berkembang yang telah memakan korban sekitar sepertiga dari populasi dunia dan hampir
2,5 juta pasien meninggal setiap tahun karena eksaserbasi parah. Pasien asma sebagian
besar sudah terlambat untuk menerima manfaat maksimal dari terapi karena masalah
terkait obat, efek samping obat steroid dan penanganan khusus yang diperlukan untuk
teknik pemberian obat inhalasi (Rehman, 2018).
Menurut data WHO, penyakit asma termasuk 5 besar penyebab kematian di dunia
yaitu mencapai 17, 4% , sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah
penyandang asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 18.000 orang setiap tahunnya.
Jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta pada tahun 2025 dan
sebanyak 300 juta orang di dunia mengidap penyakit asma dan 225 ribu orang meninggal
karena penyakit asma. Asma menyebabkan kehilangan produktivitas kerja pada 34%
penderita dewasa di Asia, 25% di Amerika dan 17% di Eropa dan pada tahun 2009 di
Amerika Serikat terdapat 24,9 juta penderita asma di usia dewasa (Sitinjak, 2016).
Prevalensi asma di Indonesia berkisar antara 5-7%. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi asma di Indonesia 4,5% tertinggi pada
kelompok umur 25-34 tahun dan 35-44 tahun (5,7% dan 5,6%), dan tertinggi pada
kelompok petani/nelayan/buruh 4,9%, tetapi tidak berbeda antara perkotaan dan
perdesaan (Tana, 2018).
Menurut Runtuwene (2016) berdasarkan hasil penelitiannya di suatu rumah sakit
di Tomohon, pada periode Agustus 2011 sampai Juli 2012 bahwa angka prevalensi
mengalami peningkatan pada pasien asma, lalu pada Agustus 2014 sampai Juli 2015
mengalami penurunan namun pada Agustus 2016 sampai juli 2016 terjadi peningkatan
terutama pada kasus anak-anak. Riwayat atopi, tungau debu, dan perubahan cuaca atau
udara dingin berpengaruh besar terhadap kejadian asma.
Menurut Sutrisna (2018), dampak negatif dari asma dapat mengganggu pola tidur,
aktivitas sehari-hari, kerusakan paru, dan berbagai komplikasi asma lainnya. Asma
menyebabkan kecemasan dan depresi. Kecemasan tersebut muncul karena konsumsi
kortikosteroid dan meningkatnya jumlah hari rawat inap di rumah sakit. Dampak
kecemasan dan depresi salah satunya adalah penurunan kualitas hidup. Selain
memberikan dampak fisik, psikologis ataupun fungsional, asma juga berpengaruh
terhadap kualitas hidup penderitanya bahkan meningkatkan angka morbiditas. Penyakit
asma berdampak pada finansial karena perawatan asma membutuhkan biaya yang besar
untuk biaya medis seperti rawat inap dan obat-obatan. Asma juga dapat menyebabkan
kematian dini. Peningkatan pengeluaran biaya pengobatan disebabkan oleh kontrol
penyakit yang ketat. Kehilangan hari kerja terjadi pada pasien asma karena kekambuhan
asma.
Diriwayatkan dalam Hadits Muslim, Rasulullah SAW bersabda “Semua penyakit
ada obatnya. Apabila sesuai antara obat dan penyakitnya, maka (penyakit) akan sembuh
dengan izin Allah SWT.”
Begitu juga disebutkan dalam hadits HR. Bukhori bahwa “Allah tidak akan
menurunkan suatu penyakit kecuali Allah turunkan juga obatnya”
Fisioterapi berperan aktif dalam mengurangi gejala asma pada kasus ini.
Fisioterapi dapat menggunakan modalitas Teknik Pernafasan Buteyko pada asma dengan
rentang usia dewasa. Menurut Ernst (2019) Teknik Pernafasan Buteyko adalah metode
untuk mengontrol respirasi yang dikembangkan oleh dokter rusia Konstantin Buteyko
(1923-2003).
Menurut Fahrizal (2017), Buteyko Breathing Technique merupakan teknik
pernafasan yang unik dengan menggunakan metode kontrol pernafasan dan breath
holding untuk menangani permasalahan kesehatan yang dipercayai berhubungan dengan
keadaan hiperventilasi dan rendahnya kadar karbon dioksida tubuh. Buteyko breathing
technique meningkatkan kontrol pernapasan, meningkatkan biomekanika pernapasan,
memberikan keuntungan bernapas dengan frekuensi rendah, merubah kadar nitric oxide
dalam tubuh, dan memperbaiki ritme pernapasan. Sehingga hal tersebut menarik bagi
penulis untuk diteliti.
Menurut Ma’rifah (2020), teknik Buteyko belum banyak dikenal dan dilakukan
untuk mengurangi asma. Selain memperbaik ventilasi oksigenasi paru, teknik ini juga
berguna untuk mengurangi ketergantungan terhadap obat.
Menurut Mendoca (2021) tinjauan sistematis sebelumnya telah disajikan
diringkas bukti untuk latihan pernapasan secara umum, yang termasuk metode Buteyko,
yoga, teknik Alexander, metode Papworth dan di evaluasi secara keseluruhan secara
terpisah hasil untuk anak-anak dan orang dewasa dengan asma. Dalam perspektif metode
Buteyko, penelitian telah melaporkan peningkatan fungsi paru-paru, kontrol asma dan
gejala asma. Ini juga telah direkomendasikan sebagai pendekatan non farmakologis untuk
mengurangi gejala asma pada orang dewasa dan anak-anak. Namun, sepengetahuan
peneliti, tidak ada tinjauan sistematis sebelumnya yang bukti gabungan terhadap metode
buteyko saja. Tinjauan sistematis ini akan memeriksa dan mengevaluasi bukti untuk
outcome asma yang berbeda dari beberapa artikel. Peneliti bertujuan untuk menunjukkan
bukti yang ada tentang efek metode buteyko pada penderita asma. Jadi, ini akan terdiri
dari basis bukti dan akan membantu pedoman dan rekomendasi untuk pengobatan pasien
ini berdasarkan metode standar. Oleh karena itu untuk menilai efek dari metode buteyko
pada pasien orang dewasa dengan asma.
Menurut Villareal (2014), tentang asma di negara-negara Asia-Pasifik, dari 10,7
juta orang yang menderita asma, hanya 2% yang memiliki asma yang terkontrol. Asma
saat ini dirawat secara medis. Namun, inovasi nonfarmasi seperti teknik pernapasan baru-
baru ini diperkenalkan. Teknik-teknik itu menstabilkan pola pernapasan yang tidak
normalyang mungkin berkontribusi terhadap kesulitan bernapas yang dialami oleh
penderita asma. Salah satu teknik yang mendapatkan popularitas adalah metode Buteyko.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan kajian literatur
dengan judul “Manfaat Teknik Pernapasan Buteyko pada Pasien Asma Dewasa
(Literature Review).

Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode literature review.
Desain penelitian adalah sebuah rencana mengenai cara mengumpulkan, mengolah, dan
menganalisis sebuah data secara terperinci dan terarah supaya penelitian dapat terlaksana
secara efisien dan efektif sesuai dengan tujuannya. Pada intinya tinjauan sistematis adalah
metode meringkas, mencoba untuk membuktikan dan menilai secara kritis. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari
Pubmed, Google Scholar, dan NCBI dengan menginput kata kunci “Teknik Pernapasan
Buteyko” dan “asma”, “Buteyko Breathing Technique” dan “asthma”, “Buteyko” dan
“pasien asma” atau “Buteyko Method”. Jurnal yang digunakan harus sesuai dengan
standar PICO :

Table 1. standar PICO


P Pasien asma usia produktif
I Buteyko breathing technique
C Komparasi antara kelompok yang diberikan Teknik pernapasan Buteyko
seperti ACBT, pranayama, inhalasi kotikosteroid dan asthma exercise
O Berpengaruh terhadap pasien asma

1. HASIL PEMBAHASAN
2. Hasil
Tahapan studi review ini mendapatkan 50 artikel yang memiliki hubungan dengan
penelitian ini terdiri dari 8 artikel PubMed, 4 artikel NCBI dan 28 artikel Google Scholar.
Dari 50 artikel tersebut, disesuaikan kembali dengan kriteria studi yang sesuai dan
didapatkan 13 artikel dengan metode RCT yang diperoleh dari 3 artikel PubMed, 1 artikel
NCBI dan 9 artikel Google Scholar. Kemudian dari 13 artikel tersebut dipilih kembali
berdasarkan kriteria 10 tahun terakhir (2013-2023) di dapatkan sebanyak 8 artikel dan
dipilih kembali berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sehingga hasilnya didapatkan
sebanyak 5 artikel yang terpilih.

Untuk mereview sebuah artikel terlebih dahulu kita membaca keseluruhan dari isi
artikel tersebut dan tahap selanjutnya menuliskan kembali dengan Bahasa sendiri
pengertian dari artikel tersebut. Dari 5 artikel yang sudah direview ini sebagian besar
variabel latihan yang menggunakan teknik buteyko karena memiliki efek yang baik
terhadap pasien asma usia dewasa sehingga diperlukan intervensi seperti teknik buteyko
agar gejala asma dan kualitas hidup pasien meningkat. Dari 5 artikel yang sudah ada
kebanyakan teknik buteyko direkomendasikan sebagai salah satu intervensi dalam
mengurangi gejala asma di tabel berikut ini.

Table 2. PICO
No Penulis Popula Interventio Compar Out come
tion n ation
1 Ausaf QA, 24 Penelitian Group A
Teknik pernapasan Buteyko
nizami respond ini n=12 :ditemukan lebih efektif dalam
GN, Khan en, dilakukan diberikan
menilai Health Related Quality
AA rentang selama 5 Buteyko
of Life (HRQoL) melalui St
(NizamiK usia 16- hari dengan Group B
George Respiratory
han, 2017) 60 intervensi n=12 :Questionnaire (SGRQ)
tahun selama 40- diberikan
sedangkan ukuran sampel
60 menit 2 fisioterap
yang lebih besar diperlukan
kali sehari i pada pasien dengan asma
konvensi
bronkial kronis untuk
onal mengevaluasi efektivitas
teknik pernapasan Buteyko
karena tidak ada perbedaan
signifikan yang ditunjukkan
dalam penelitian.
2 Prem V, 120 Penelitian Grup A Kelompok Buteyko dan
Sahoo respond ini (n=40): Pranayama menunjukkan
RC&Adhi en, dilakukan diberikan peningkatan yang signifikan
kari P rentang selama 3-5 Buteyko dalam skor total dan empat
(Prem et usia 18- hari dengan Grup B subdomain (gejala, aktivitas,
al., 2013) 60 tiap sesi per (n=40): emosi dan lingkungan)
tahun hari selama Diberika kualitas hidup asma,
60 menit n sedangkan kelompok kontrol
pranaya tidak menunjukkan
ma Grup peningkatan yang signifikan.
C Perbandingan kelompok
(n=40): Buteyko dan Pranayama tidak
grup menunjukkan perbedaan yang
control signifikan
dalam skor total dan empat
subdomain kuesioner kualitas
hidup asma. Kelompok
Buteyko dibandingkan dengan
kelompok kontrol
menunjukkan peningkatan
yang signifikan pada domain
skor total, gejala, aktivitas dan
lingkungan, sedangkan domain
emosional tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan.
Kelompok Pranayama
menunjukkan peningkatan
yang signifikan
3 G Swathi, 60 Penelitian Grup A Hasilnya menunjukkan bahwa
T Sunil respond ini (n=30): baik grup-a (kelompok
Kumar, N en dilakukan 2 diberikan pernapasan Buteyko) dan
Raghunad dengan kali sehari Buteyko grupb (kelompok Pranayama)
h, Ch rentang (2 jam Grup B telah meningkat secara
Marry usia 20- setelah (n=30): signifikan pada nilai-nilai
Margett 60 makan), 5 diberikan sebelum dan sesudah tes
(Swathi et tahun kali Pranaya dalam kelompok tetapi bila
al., 2021) seminggu ma dibandingkan antara grup
dan signifikansi statistik dicatat
dilakukan dalam grup-a. sehingga
selama 4 penelitian ini menyimpulkan
minggu bahwa grupa menunjukkan
peningkatan yang signifikan
pada fungsi paru-paru pada
subjek dengan asma bronkial.
4 Prasanna 100 Intervensi Grup A Hasil penelitian ini
KB, respond dilakukan 2 (n=50): mendukung efektivitas latihan
Sowmiya en, kali sehari diberikan pernapasan Buteyko
KR& rentang (pagi dan Buteyko dibandingkan pengobatan
Dhileeban usia 15- malam) Grup B standar pada pasien asma yang
CM 60 selama 1 (n=50): baru didiagnosis. Ada
(Prasanna tahun minggu diberikan peningkatan yang signifikan
et al., inhalasi secara statistik dari kontrol
2015) kortikost asma harian dan Peak
eroid Expiratory Flow Rate (PEFR)
pada kelompok yang
melakukan latihan pernapasan
Buteyko selama 2 bulan
dibandingkan kelompok
kontrol.
5 Erik 18 Intervensi Grup Disimpulkan bahwa
Kusuma respond selama 2 eksperim pernapasan Buteyko lebih
(Kusuma, en minggu ental efektif daripada asthma
2021) dengan (n=9): exercise dalam mengurangi
rentang diberikan gejala asma (p 0.00
usia 20- Buteyko
60 Grup
tahun kontrol
(n=9)
diberikan
asthma
exercise

Table 3. Skala PEDro


N quar eligib Alo Alokasi Data Pas Ter Pas Stan Itent Hasil Keterse Ha
o tile ilitas kasi Tersem Perband ien apis ien dar ion pengu diaan sil
Sec bunyi ingan But buta but juml to kuran variabe
ara a a ah treat l
Aca pasi penguk
k en uran
1 Q3 √ √ √ √ - - - √ √ √ √ 7
2 Q1 √ √ √ √ - - - √ √ √ √ 8
3 Q3 √ √ √ √ - - - √ √ √ √ 7
4 Q3 √ √ √ √ - - - √ √ √ √ 9
5 Q3 √ √ √ √ - - - √ √ √ √ 9

Pembahasan
Berdasarkan hasil review pada lima artikel, maka untuk melihat manfaat dari
pemberian teknik pernapasan buteyko pada pasien dengan keluhan asma dapat dilihat
melalui banyak hal seperti jenis kelamin, usia sampel, penyakit yang dialami, teknik
Latihan, durasi latihan, kombinasi latihan yang diberikan pada subjek penelitian, dan
alat ukur yang dipakai.
Hasil jurnal penelitian yang pertama (Ausaf QA, Nizami GN & Khan AA, 2017)
pengaruh teknik pernapasan buteyko dengan frekuensi 5 hari menunjukan hasil tidak
ada perubahan signifikan secara statistic yang diamati pada rasio FVC, FEV1 dan
FEV1/FVC di Buteyko. serta di Fisioterapi Konvensional, sedangkan perubahan
signifikan dalam HRQoL melaluli SGRQ terungkap dalam Buteyko (Pv0,05) dan
dengan hasil PEDro Scale sebesar 7 poin. Analisa jurnal kedua (Prem V, Sahoo
RC&Adhikari P, 2013) pengaruh teknik pernapasan buteyko dengan frekuensi 3-5
hari menunjukan hasil karakteristik dasar serupa pada ketiga kelompok.pasca
intervensi, kelompok buteyko menunjukkan tren peningkatan yang lebih baik (rata-
rata(interval kepercayaan 95%), nilai-P) dalam total skor Asthma Quality of Life
Questionnaire dibandingkan kelompok pranayama ( (0,47(-0,008-0,95)P=0,056) dan
kelompok control(0,97(0,48-1,46), P=0,0001). Dibandingkan antara pranayama dan
kelompok control, pranayama menunjukkan peningkatan yang signifikan (0,50(0,01-
0,98), P=0,042) total skor Asthma Quality of Life Questionnaire dan dengan hasil
PEDro Scale sebesar 8 poin.
Analisa ketiga (G Swathi, T Sunil Kumar, N Raghunadh, Ch Marry Margrett,
2021) dengan frekuensi 1 jam sehari 5 hari seminggu 4 minggu menunjukkan uji T
berpasangan digunakan untuk menilai signifikansi statis antara pra dan pasca tes skor
dalam kelompok, uji T independen digunakan untuk mengakses signifikansi statistik
post test skor rata-rata antar kelompok, statistik analisis data mengungkapkan bahwa
kelompok Buteyko memiliki lebih banyak perbedaan bila dibandingkan dengan
kelompok Pranayama dan dengan hasil PEDro Scale sebesar 7 poin.
Analisa jurnal keempat (Prasanna KB, Sowmiya KR & Dhileeban CM, 2015)
dengan frekuensi 2 kali sehari selama 1 minggu menunjukkan hasil di antara 100
peserta, mayoritas peserta berada dalam kelompok usia 31-40 tahun. Diamati bahwa
ada peningkatan subjektif secara keseluruhan dari gejala asma di antara kelompok
intervensi pada akhir 2 bulan (yang secara statistic signifikan) bila dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Juga, ada peningkatan fungsi paru dalam hal laju aliran
ekspirasi puncak kedua kelompok dan dengan hasil PEDro Scale sebesar 9 poin.
Terakhir, Analisa jurnal kelima (Erik Kusuma, 2021) dengan frekuensi teknik
pernapasan buteyko selama 2 minggu menunjukkan studi menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan pada skor gejala sama pada kunjungan awal dan akhir
minggu ke-2 pada kedua kelompok (PV0,05) Namun pada kelompok eksperimen
terjadi penurunan skor gejala asma lebih signifikan dan dengan hasil PEDro Scale
sebesar 9 poin.
Metode buteyko digunakan terutama sebagai teknik alami untuk mengurangi
gejala dan keparahan asma. Hal ini juga digunakan oleh penderita asma untuk
mengurangi ketergantungan pada obat-obatan. Metode ini juga digunakan untuk
kondisi pernapasan lainnya termasuk bronchitis dan emfisema. Pemberian teknik
pernapasan Buteyko pada pasien dengan asma menghasilkan perbedaan pada
pengontrolan amsa. Hal ini didasarkan pada teori yang menerangkan bahwa
hiperventilasi bertanggung jawab terhadap peningkatan bronkospasme yang
merupakan akibat dari upaya tubuh menahan karbondioksida, dengan menggunakan
teknik pernapasan Buteyko yang prinsip dasarnya adalah nasal breathing (pernapasan
hidung), efek turbulensi disalurkan napas yang diakibatkan oleh penyempitan jalan
napas akan berkurang sehingga ventilasiperfusi didalam paru akan meningkat serta
kondisi yang mengakibatkan tubuh harus menyimpan karbondioksida berlebih
didalam tubuh dapat berkurang (Melastuti E & Husna L, 2015).
Teknik Pernapasan Buteyko dapat mengurangi gejala asma jika dilakukan secara
teratur. Dengan bernapas perlahan dan dangkal melalui hidung, tingkat normal CO2
dalam darah dapat dipertahankan. CO2 menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan
otot sehingga mengurangi terjadinya bronkospasme dan menyebabkan relaksasi otot
polos pada dinding bronkus yang kemudian mengurangi munculnya wheezing.
Dengan demikian teknik pernapasan Buteyko dapat memperbaiki keadaan fisiologis
paru pada penderita asma disertai dengan penurunan hiperventilasi akibat hilangnya
karbon dioksida pada saat serangan asma (Kusuma, 2021).
Dari berbagai hasil penelitian dan teori yang ada peneliti dapat menyimpulkan
bahwa teknik pernapasan Buteyko merupakan salah satu alternatif pencegahan
kekambuhan asma dan dapat membantu mengurangi kesulitan bernapas dengan cara
hiperventilasi. Teknik pernapasan Buteyko merupakan cara yang efektif dan aman
untuk mengurangi kekambuhan asma seperti pada ke 5 artikel diatas, berdasarkan
pembahasan diatas Buteyko bermanfaat terhadap pasien asma dewasa dengan metode
yang diberikan agar mampu mendapatkan hasil yang baik.
Pada jurnal pertama (Ausaf QA, Nizami GN & Khan AA, 2017) mempunyai
beberapa kelebihan yaitu abstraknya jelas dan terstruktur sehingga pembaca dengan
mudah memahami isi jurnal tersebut, penulisannya cukup jelas, alat pengumpulan
data lengkap dan jelas dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel sehingga mudah
dipahami oleh pembaca. Namun, artikel tersebut mermpunyai kekurangan yaitu
respondennya sedikit (24 responden) sehingga hasilnya kurang akurat. Pada jurnal
kedua (Prem V, Sahoo RC&Adhikari P, 2013) mempunyai beberapa kelebihan yaitu
abstraknya jelas dan terstruktur, respondennya cukup banyak (120) sehingga hasilnya
lebih akurat dan terdapat study flowchart sehingga dapat dipahami oleh pembaca dan
pada artikel tersebut tidak ditemukan kelemahan. Pada jurnal ketiga (G Swanthi, T
Sunil Kumar, N Raghunadh, Ch Marry Margett, 2021) mempunyai kelebihan yaitu
prosedur penatalaksanaannya cukup jelas dan data disajikan dalam bentuk diagram
dan tabel sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Namun artikel tersebut juga
mempunyai kekurangan yaitu ukuran sampel sedikit, frekuensi pada sesi perawatan
sedikit dan studi ini tidak dilanjuti secara jangka panjang. Pada jurnal keempat
(Prasanna KB, Sowmiya KR & Dhileeban CM, 2015) mempunyai kelebihan yaitu
respondennya cukup banyak (100 responden) sehingga hasilnya lebih akurat dan
hasil penelitiannya disajikan dalam bentuk grafik sehingga menarik dan mudah
dipahami oleh pembaca. Namun, artikel ini mempunyai kekurangan yaitu susuna
abstrak kurang jelas sehingga menyulitkan pembaca memahami isi abstrak tersebut.
Terakhir pada jurnal kelima (Erik Kusuma, 2021) mempunyai kelebihan yaitu
susunan abstrak jelas dan karakteristik sampel penelitian dijelaskan secara lengkap
dan terperinci sehingga memudahkan pembaca memahami jurnal tersebut dan pada
artikel ini sedikit ditemukan kekurangan.

Persamaan pada kelima jurnal tersebut yakni sama-sama membahasa dampak teknik pernapasan
buteyko terhadap asma pada pasien dewasa, terdapat hasil dan kesimpulan penelitian di setiap
jurnal dan memiliki manfaat pembaca mengetahui manfaat teknik pernapasan buteyko terhadap
asma pada pasien dewasa.

A. PENUTUUP
Berdasarkan dari analisis dan pembahasan, saya dan kelompok mendapatkan kesimpulan
yang diperoleh dari hasil literature review dari 5 artikel yang dijadikan landasan dalam
studi ini tentang manfaat teknik pernapasan Buteyko pada pasien asma usia dewasa di
Asia. Responden yang digunakan untuk latihan ini idealnya pada usia 15-60 tahun.
Teknik pernapasan Buteyko dapat dipadukan dengan macam-macam latihan seperti
ACBT dan Diaphragmatic Breathing sehingga mendapatkan hasil yang signifikan pada
penurunan gejala asma. Kesimpulan yang diperoleh penulis adalah teknik pernapasan
Buteyko memberikan manfaat yang signifikan pada pasien asma dewasa. Teknik
pernapasan Buteyko memberikan efek terhadap fungsi pulmonal, kontrol asma,
penggunaan obat, dan gangguan fungsional asma.
DAFTAR PUSTAKA
Annisaa, U. F. (2021). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi (Ronal Watrianthos (ed.)).
Yayasan Kita Menulis.

Arora, R. D., & Subramanian, V. H. (2019). To Study the Effect of Buteyko Breathing
Technique in Patients with Obstructive Airway Disease. International Journal of Health Sciences
& Research (Www.Ijhsr.Org), 9(3), 50. www.ijhsr.org

Dwi Yuliati, S. D. (2015). Penatalaksanaan Asma Bronkial. Universitas Brawijaya Press.

Ernst, E., & Dixon, A. (2019). Alternative Medicine. Springer.

Fahrizal, D., Santoso, T. B., & Fis, S. (2017). Pengaruh Buteyko Breathing Technique Dalam
Meningkatkan Daya Tahan Kardiorespirasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hani, S. (2021). Metodologi Penelitian Pendidikan (S. Janner (ed.)). Yayasan Kita Menulis.
Hassan, Z. M., Riad, N. M., & Ahmed, F. H. (2012). Effect of Buteyko breathing technique on
patients with bronchial asthma. Egyptian Journal of Chest Diseases and Tuberculosis, 61(4),
235–241. https://doi.org/10.1016/j.ejcdt.2012.08.006

James, N. (2021). Breath: Cara Bernapas dengan Benar. PT Gramedia Pustaka Utama.

Kusuma, E. (2021). The Effect of Buteyko Breathing and Asthma Exercise on Asthma
Symptoms among Patients with Asthma. The Indonesian Journal of Health Science, 13(2), 189–
195.

Ma’rifah, W. D. A. (2020). THE EFFECT OF BUTEYKO BREATHING TECHNIQUE ON


THE LOWERING OF THE ASTHMA FREQUENCY.

Mahmoud Hafez Mohamed, E., Ahmed Mohammed ELmetwaly, A., & Megahed Ibrahim, A.
(2018). Buteyko Breathing Technique: A Golden Cure for Asthma. American Journal of Nursing
Research, 6(6), 616–624.

Nizami, G. N., & Khan, A. A. (2017). EFFECTS OF BUTEYKO BREATHING TECHNIQUE


AND CONVENTIONAL PHYSICAL THERAPY IN ADULT BRONCHIAL ASTHMA: A
RANDOMIZED CONTROL TRAIL. Pakistan Journal of Rehabilitation, 6(1), 36–44.

Prasanna, K., Sowmiya, K., & Dhileeban, C. (2015). Effect of Buteyko breathing exercise in
newly diagnosed asthmatic patients. International Journal of Medicine and Public Health, 5(1),
77. https://doi.org/10.4103/2230- 8598.151267

Prem, V., Sahoo, R. C., & Adhikari, P. (2013). Comparison of the effects of Buteyko and
pranayama breathing techniques on quality of life in patients with asthma - A randomized
controlled trial. Clinical Rehabilitation, 27(2), 133–141.

Rehman, A., Amin, F., & Sadeeqa, S. (2018). Prevalence of asthma and its management : A
review. 68(12), 3–7.

Runtuwene, I. K. T., Wahani, A. M. I., & Pateda, V. (2016). Prevalensi dan faktor-faktor risiko
yang menyebabkan asma pada anak di RSU GMIM Bethesda Tomohon periode Agustus 2011–
Juli 2016. E-CliniC, 4(2).

Sitinjak, L. (2016). Tingkat Pengetahuan Klien Tentang Penyakit Asma Di Puskesmas Kelurahan
Kayu Manis Kecamatan Matraman Jakarta Timur. Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya
Jaya, 2(1), 20–22.

Sutrisna, M., Pranggono, E. H., & Kurniawan, T. (2018). Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko
Terhadap ACT (Asthma Control Test). Jurnal Keperawatan Silampari, 1(2), 47–61.

Swathi, G., Kumar, T. S., & Raghunadh, N. (2021). Effectiveness of Buteyko Breathing
Technique versus Nadi Shuddhi Pranayama to Improve Pulmonary Function in Subjects with
Bronchial Asthma. International Journal of Science and Healthcare Research, 6(4), 124–135.

Tana, L. (2018). Determinan Penyakit Asma pada Pekerja Usia Produktif di Indonesia, Riset
Kesehatan Dasar 2013. Buletin Penelitian Kesehatan, 46(1), 11–22. 10.22435/bpk.v46i1.43

Tempo, P. (2020). Mengenal Self-Healing Metode Penyembuhan Sendiri, Sebuah Alternatif


Penyembuhan Dengan Kecerdasan Tubuh. TEMPO Publishing.

Utama, S. Y. A. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.

Villareal, G. M. C., Villazor, B. P. U., Villegas, A. M., Visaya, S. N., Vista, M. E., Tan, C. B., &
G, C. E. (2016). Health and Medicine Effect of Buteyko Method on Asthma Control and Quality
of Life of Filipino Adults with Bronchial Asthma. 2(1), 44–60.

Anda mungkin juga menyukai