Anda di halaman 1dari 42

ASMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Pernafasan,


Kardiovaskuler Dan Hematologi

Dosen Pembimbing: Sugesti Aliftitah, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh :

KELOMPOK 3

 Raudlatul Kamilah 720621523


 Nur Auliya Ramaudina 720621453
 Aulia Putri Hendriyani 720621463
 Moh Akhsanol Kosasi 720621450

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan
karuniaNya, kelompok kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“ASMA” dengan baik Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Keperawatan dewasa sistem pernafasan, kardiovaskuler dan
hematologi. Selama menyelesaikan makalah ini, penyusun tidak lepas dari
dorongan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini dengan semaksimal mungkin.
Penyusun menyadari adanya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca yang budiman
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat.

Sumenep, 13 Oktober 2021

(Kelompok 3)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................ 2
1.3 Tujuan ............................................................................... 2
1.4 Manfaat ............................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Asma ................................................................. 4

2.2 Etiologi Asma ................................................................. 4

2.3 Manifestasi klinis asma……………................................ 5

2.4 patofisiologi asma ........................................................... 6

2.5 Jenis jenis dan faktor risiko asma.................................... 7

2.6 Komplikasi yang ditimbulkan asma.………..........……. 8

2.7 Pemeriksaan diagnostik………...……….…........……… 8

2.8 Pencegahan asma…………...…............................…….. 11

2.9 Paenatalaksanaan Asma …..………………….......…….. 11

2.10 Patheway asma ............................................................... 15

2.10 Asuhan Keperawatan Asma………………….................. 16

2.11 Diagnosa Keperawatan .................................................... 20

2.12 Intervensi ......................................................................... 20

2.13 Implementasi ................................................................... 22

2.14 Evaluasi............................................................................ 22

iii
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus ................................................................................. 24

3.2 Askep ................................................................................. 24

BAB IV PENUTUP

4.1 simpulan .............................................................................. 35

4.2 Saran .................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA……………………………………...........….... 37

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit asma merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia,
baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Saat ini,
penyakit asma juga sudah tidak asing lagi di masyarakat. Asma dapat diderita
oleh semua lapisan masyarakat dari usia anak-anak sampai usia dewasa. Penyakit
asma awalnya merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari orang tua pada
anaknya. Namun, akhir-akhir ini genetik bukan merupakan penyebab utama
penyakit asma. Polusi udara dan kurangnya kebersihan lingkungan di kota-kota
besar merupakan faktor dominan dalam peningkatan serangan asma.
Asma adalah penyakit kronis variabel dari sistem pernapasan yang
ditandai oleh penyempitan saluran pernapasan kecil dan bronkiolus, meningkat
bronkial sekresi atau lendir dan pembengkakan mukosa atau peradangan, sering
dalam menanggapi satu atau lebih memicu. Asma ditandai dengan serangan sesak
dada, batuk dan mengi akibat obstruksi jalan napas (Gibbs, 2008).
Hasil penelitian International Study on Asthma and Alergies in Childhood
pada tahun 2008 menunjukkan, di Indonesia prevalensi gejala 2 penyakit asma
melonjak dari sebesar 4,2 persen menjadi 5,4 persen di jawa tengah 1,5 persen
menjadi 2,5 persen dan di surakarta meningkat dari 1,5 persen menjadi 2 persen.
Selama 20 tahun terakhir, penyakit ini cenderung meningkat dengan kasus
kematian yang diprediksi akan meningkat sebesar 20 persen hingga 10 tahun
mendatang. WHO memperkirakan di tahun 2015 terdapat 255 ribu penderita
meninggal dunia karena asma.
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita mempunyai
gejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma, gejala
pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena
kadang-kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relatif
mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut,
biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut
yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah,
aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari (Sundaru, 2006).

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir pasien asma di Indonesia mengalami


penurunan. Dilihat berdasarkan hasil data Riskesdas 2013 penyakit asma memiliki
prevalensi 4.5 % dan pada tahun 2018 menurun menjadi 2.4%. Selain mengalami
penurunan di Indonesia, pasien asma di Jawa Barat pun terjadi penurunan dimana
ketika tahun 2013 memiliki prevalensi 5.0% sedangkan pada tahun 2018 memiliki

1
prevalensi 2.7 %. Namun kekambuhan asma di Jawa Barat pada tahun 2018
memiliki prevalensi 57,5% dari 68,9 % yang paling tinggi. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Kota Bandung tercatat pada tahun 2017 ada 8.333 kasus dan
meningkat menjadi 12.332 kasus pada tahun 2018, bahkan sampai Mei 2019
tercatat sudah ada 5.406 kasus asma di Kota Bandung. Jumlah tersebut membuat
penyakit asma menduduki peringkat ketiga tertinggi kategori penyakit tidak
menular setelah hipertensi dan diabetes mellitus.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah Definisi Asma ?


2. Apakah Etiologi Asma?
3. Apakah manifestasi klinis Asma?
4. Apakah patofisiologi Asma?
5. Apakah jenis-jenis dan faktor resiko Asma?
6. Apakah komplikasi yang ditimbulkan Asma?
7. Bagaimana cara pencegahan Asma?
8. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Asma?
9. Bagaimana Penatalaksanaan Asma?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Asma?

1.3 TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui Definisi Asma
2. Mengetahui Etiolog Asma
3. Mengetahui patofisiologi Asma
4. Mengetahui manifestasi klinis Asma
5. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan
6. Mengetahui jenis-jenis dan faktor resiko Asma
7. Mengetahui cara pencegahan Asma
8. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Asma
9. Mengetahui Penatalaksanaan Asma
10. Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Asma

2
1.4 MANFAAT
Manfaat makalah ini adalah :
1. Dapat memberikan informasi dan refrensi bagi pembaca tentang Penyakit
Asma.
2. Dapat memberikan pengetahuan tentang perilaku hidup sehat bagi
masyarakat.

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Asma

Asma adalah suatu kelainan berupa peradangan kronik saluran napas yang
menyebabkan penyempitan saluran napas (hiperaktifitas bronkus) sehingga
menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk terutama pada malam atau dini hari.
Asma adalah penyakit saluran napas dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran napas dengan derajat
yang bervariasi. Gejala klinis asma dapat berupa batuk, terdengar suara napas
wheezing, sesak napas, dada terasa seperti tertekan yang timbul secara kronik
dan atau berulang, cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan
biasanya timbul jika ada pencetus. (IDAI, 2015).
Menurut (GINA) Global Initiative for Asthma (2018) asma merupakan
penyakit heterogen yang ditandai dengan adanya peradangan saluran napas
kronis diikuti dengan gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas dan batuk
yang bervariasi dari waktu ke waktu dengan intensitas yang berbeda dan
bersamaan dengan keterbatasan aliran udara saat ekspirasi.

2.2 Etiologi Asma

Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada penderita


asma belum diketahui mekanismenya (Soedarto, 2012).

Terdapat berbagai keadaan yang memicu terjadinya serangan asma, diantara lain:

1) Kegiatan fisik (exercise)

2) Kontak dengan alergen dan irritan

Allergen dapat disebabkan oleh berbagai bahan yang ada di sekitar


penderita asma seperti misalnya kulit, rambut, dan sayap hewan. Selain itu
debu rumah yang mengandung tungau debu rumah (house dust mites) juga
dapat menyebabkan alergi. Hewan seperti lipas (cockroaches, kecoa) dapat
menjadi pemicu timbulnya alergi bagi penderita asma. Bagian dari tumbuhan
seperti tepung sari dan ilalang serta jamur (nold) juga dapat bertindak sebagai
allergen.

4
Irritans atau iritasi pada penderita asma dapat disebabkan oleh berbagai
hal seperti asap rokok, polusi udara. Faktor lingkungan seperti udara dingin
atau perubahan cuaca juga dapat menyebabkan iritasi. Bau-bauan yang
menyengat dari cat atau masakan dapat menjadi penyebab iritasi. Selain itu,
ekspresi emosi yang berlebihan (menangis, tertawa) dan stres juga dapat
memicu iritasi pada penderita asma.

3) Akibat terjadinya infeksi virus

4) Penyebab lainnya. Berbagai penyebab dapat memicu terjadinya asma yaitu:

a) Obat-obatan (aspirin, beta-blockers)

b) Sulfite (buah kering wine)

c). Gastroesophageal reflux disease, menyebabkan terjadinya rasa


terbakar pada lambung (pyrosis, heart burn) yang memperberat gejala
serangan asma terutama yang terjadi pada malam hari.

d). Bahan kimia dan debu di tempat kerja.

e). Infeksi.

2.3 Manifestasi Klinis Asma

Menurut (Padila, 2013) adapun manifestasi klinis yang dapat ditemui


pada pasien asma diantaranya ialah:

a. Stadium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol :
1). Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
2). Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya
hilang timbul
3). Wheezing belum ada
4). Belum ada kelainan bentuk thorak
5). Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
6). BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:


1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi

5
4) Penurunan tekanan parsial O2

b. Stadium lanjut/kronik
1). Batuk, ronchi
2). Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
3). Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
4). Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5). Thorak seperti barel chest
6). Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
7). Sianosis 5) BGA Pa O2 kurang dari 80% 14

8). Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan


pada rongga paru

9). Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

2.4 Patofisiologi Asma

Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan


oleh limfosit T dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan
molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang
menimbulkan asma bersifat airbone. Alergen tersebut harus tersedia dalam
jumlah banyak dalam periode waktu tertentu agar mampu menimbulkan gejala
asma. Namun, pada 12 lain kasus terdapat pasien yang sangat responsif,
sehingga sejumlah kecil alergen masuk ke dalam tubuh sudah dapat
mengakibatkan eksaserbasi penyakit yang jelas.

Obat yang sering berhubungan dengan induksi fase akut asma adalah
aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik dan bahan
sulfat. Sindrom khusus pada sistem pernafasan yang sensitif terhadap aspirin
terjadi pada orang dewasa, namun dapat pula dilihat dari masa kanak-kanak.
Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial lalu menjadi
rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal akhirnya diikuti oleh munculnya
asma progresif.

Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan


pemberian obat setiap hari. Setelah pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat
dikurangi gejalanya dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani
bentuk terapi ini, toleransi silang akan terbentuk terhadap agen anti inflamasi
nonsteroid. Mekanisme terjadinya bronkuspasme oleh aspirin ataupun obat

6
lainnya belum diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan
leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.

Antagonis delta-agrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan


obstruksi jalan nafas pada pasien asma, demikian juga dengan pasien lain
dengan peningkatan reaktifitas jalan nafas. Oleh karena itu, antagonis beta-
agrenergik harus dihindarkan oleh pasien 13 tersebut. Senyawa sulfat yang
secara luas digunakan sebagai agen sanitasi dan pengawet dalam industri
makanan dan farmasi juga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada
pasien yang sensitif. Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfit,
kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida. Pada umumnya
tubuh akan terpapar setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung
senyawa tersebut seperti salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur.

Faktor penyebab yang telah disebutkan di atas ditambah dengan sebab


internal pasien akan mengakibatkan reaksi antigen dan antibodi. Reaksi
tersebut mengakibatkan dikeluarkannya substansi pereda alergi yang
merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan, yaitu
dikeluarkannya histamin, bradikinin, dan anafilatoksin. Sekresi zat-zat
tersebut menimbulkan gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningkatan
permeabilitas kapiler dan peningkatan sekresi mucus.

2.5 Jenis-jenis Asma


Jenis Asma Ada 3 jenis asma menurut Prayahara (2011) antara lain :
1) Asma alergenik atau ekstrinsik merupakan asma yang disebabkan karena
terpapar oleh alergen seperti debu, bulu, makanan, dan sebagainya. Asma
jenis ini biasanya muncul sejak anak-anak.

2) Idiopatik atau non alergenik/intrinsik asma idiopatik merupakan asma yang


disebabkan bukan karena paparan alergi pada asma alergenik. Penyebab dari
asma jenis ini yaitu faktor seperti polusi, infeksi saluran pernafasan atas,
aktivitas, dan emosi. Asma non alergenik biasanya muncul pada saat dewasa
atau sekitar usia 35 tahun.

3) Asma campuran merupakan gabungan dari dua jenis asma yang telah
disebutkan sebelumnya dan asma ini paling umum terjadi.

7
Faktor Risiko Asma

Ada beberapa factor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya


serangan asma. Beberapa factor yang dapat meningkatkan risiko seseorang
mengidap asma adalah:

 Memiliki riwayat alergi


 Keturunan atau faktor genetik
 Memiliki riwayat infeksi paru-paru seperti bronkiolitis
 Terpapar asap rokok saat kecil
 Ibu merokok saat mengandung
 Lahir secara prematur atau dengan berat lahir rendah
 Pekerjaan tertentu

2.6 Komplikasi yang ditimbulkan Asma


Komplikasi asma yang memungkinkan muncul karena:
1. Perubahan struktur saluran pernapasan (airway remodeling)
2. Komplikasi saluran pernapasan
3. Gangguan psikologis
4. Obesitas
5. Gangguan tidur
6. Efek samping pengobatan jangka panjang

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium meliputi :

a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan di dapati :

1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal


eosinophil.

2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell ( sel cetakan) dari
cabang bronkus.

3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

8
4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umunya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

b. Pemeriksaan darah

1. Analisa gas darah pada umunya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis

2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH


3. Hiponaptremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 12. 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi
4. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

Pemeriksaan Penunjang :

a. Pemeriksaan Radiologi

1. Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu


serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
rodiolusen yang bertambah dan pelebura rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut :

a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hillus akan


bertambah

b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran


radiolusen akan semakin bertambah
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada
paru
d. Dapat pula menimbulkan atelektasis lokal
e. Bila terjadi pneumonia mediastrium, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.

b. Pemeriksaan tes kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

9
c. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
1. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right aixs
devisiasi dan clockwise rotation
2. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch block)
3. Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

d. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20 % menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon
aerosol bronkodilator lebih dari 20 %. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi (Medicafarma,
2008).

e. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis


Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang
paling rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-
faktor yang menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan
profilaksis berlangsung dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat
sebagai berikut:
1. Menghambat pelepasan mediator
2. Menekan hiperaktivitas bronkus

Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :


a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik
b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid
c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai

10
d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekuensi serangan
dan meringankan beratnya serangan.

Obat profilaksis yang biasa digunakan adalah :


a. Steroid dalam bentuk aerosol
b. Disodium Cromolyn
c. Ketotifen
d. Tranilast
f. Foto sinus paranasalis
Diperlukan jika asma sulit terkontrol untuk melihat adanya sinusitis
(Hasdianah & Suprapto I.M, 2016)

Pemeriksaan Fisik
Karakteristik asthma yang umum adalah adanya mengi atau
wheezing walaupun bukan suatu patognomonik pada asthma. Wheezing
harus ditelaah terhadap diagnosis banding lainnya. Hasil pemeriksaan fisik
pada pasien asthma dapat normal. Temuan yang paling sering pada
pemeriksaan fisik adalah wheezing, yaitu pada auskultasi ditemukan
wheezing pada saat ekspirasi. Wheezing tidak selalu ditemukan pada
pasien asthma, misalnya pada pasien asthma yang tidak sedang mengalami
eksaserbasi atau pada pasien asthma dengan penyempitan saluran napas
berat. Penyempitan saluran napas berat dapat menyebabkan silent chest.
Wheezing juga dapat ditemukan pada penyakit lainnya seperti PPOK,
bronkiolitis, trakeomalasia, dan benda asing di jalan napas. Pemeriksaan
lainnya yang dapat berhubungan dengan asthma adalah temuan pada alergi
seperti polip nasi, dermatitis atopi pada lipatan kulit, atau urtikaria.

2.8 Pencegahan Asma


1. Berhenti merokok
2. Hindari paparan asap rokok, debu, polusi udara, bau-bauan yang mengiritasi
seperti parfum, obat semprot serangga, deterjen cucian
3. Jangan memelihara hewan seperti anjing dan kucing
4. Gunakan kasur dan bantal sintesis atau jika tidak ada, gunakan kain penutup
yang terbuat dari bahan sintesis
5. Usahakan tidak memakai karpet di dalam rumah/kamar tidur
6. Jemur dan tepuk-tepuk kasur secara rutin

2.9 Penatalaksanaan Asma

11
a. Penatalaksanaan Medis
 Penanganan awal ; beta-agonis adregernik, kortikoasteroid,
pemberian suplemen oksigen, dan cairan intravena untukhidrasi
pasien. Pemberi sedatif dikontra-indikasikan.
 Suplemen oksigen ailiran tinggi paling baik diberikan dengan
menggunakan sung-kup non-rebreathing total atau parsial (PaO2
pada level minimum 92 mmHg atau saturasi oksigen lebih dari
95%).
 Magnesium sulfat, antagonis kalsium, dapat diberikan untuk
menginduksi relak-sasi otot.
 Hospitalisasi, jikatidak adarespon terhadap tindakan berulang
ataujika kadar gas darah memburuk atau nilaifungsi pulmoner
rendah.
 Ventilasi mekanis jika pasien tampak kelelahan atau mengalami
gagal napas atau jika kondisi tidak berespon terhadap tindakan yang
diberikan.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Fokus utama penatalaksanaan keperawatan adalah mengkaji secara
mendalam jalan napas dan respons pasien terhadap terapi. Perawat
harus menyiapkan diri untuk intervensi selanjutnya jika pasien tidak
merespon terhadap terapi yang diberikan.
 Pantau terus kondisi pasien selama 12 sampai 24 jam pertama
atausampai status asmatikus terkendali.Tekanan darah atau irama
jantung harus terus dipantau selama fase akut dan sampai pasien
kembali stabil dan berespon terhadap terapi.
 Kaji turgor kulit pasien untukmelihat tanda-tanda dehidrasi asupan
cairan sangat penting untuk mengatasi dehidrasi, mengencerkan
dahak, memudahkan pengeluaran dahak.
 Berikan cairan intavena sesuai program, sampai3atau 4 L/ hari,
jika tidak dikontraindikasikan.
 Anurkan pasien unutkistirahatagar menghemat energi.
 Pastikan ruangan pasien tenang dan bebas iritan pernapasan (mis,
bunga, asap tembakau, parfum, atau bau) bantal non-alergik harus
digunakan.

Terdapat 6 jenis obat Asma yang umum diresepkan, yaitu:

12
1. Steroid oral. 
Tablet steroid mungkin akan diresepkan dokter jika asma masih
belum bisa dikendalikan. Pengobatan ini biasanya dipantau oleh dokter
spesialis paru yang menangani penderita asma karena jika digunakan
secara jangka panjang (misalnya lebih dari tiga bulan), berisiko
menyebabkan efek samping tertentu, seperti hipertensi, kenaikan berat
badan, otot melemah, pengeroposan tulang, kulit menipis dan mudah
memar. Selain itu, efek samping yang lebih serius yang bisa saja terjadi
adalah katarak dan glaukoma. Oleh karena itu pengobatan dengan
steroid oral hanya dianjurkan jika Anda telah melakukan cara
pengobatan lainnya, namun belum berhasil. Sebagian besar orang hanya
perlu menggunakan steroid oral selama 1-2 minggu dan sebagai obat
tambahan untuk menangani infeksi tambahan (seperti infeksi pada paru).
Biasanya mereka akan kembali ke pengobatan sebelumnya setelah asma
dapat dikendalikan. Sebaiknya Anda rutin memeriksakan diri agar
terhindar dari osteoporosis, diabetes, dan tekanan darah tinggi.

2. Tablet theophylline

Obat yang bisa difungsikan sebagai obat pencegah gejala asma ini
bekerja dengan cara membantu melebarkan saluran napas dengan
melemaskan otot-otot di sekelilingnya. Pada sebagian orang, tablet
theophylline diketahui menyebabkan efek samping, seperti mual, sakit
kepala, muntah, insomnia, dan gangguan perut. Namun hal ini biasanya
dapat dihindari dengan penyesuaian dosis.

3. Tablet leukotriene receptor antagonist (montelukast)

 Obat ini bekerja dengan cara menghambat bagian dari reaksi


kimia yang menyebabkan radang di dalam saluran pernapasan. Sama
seperti theophylline, obat ini digunakan untuk mencegah gejala
asma. Leukotriene receptor antagonist dapat menimbulkan efek samping
berupa sakit kepala dan gangguan perut.

1. Ipratropium

Meski lebih banyak diresepkan pada kasus bronkitis kronis dan


emfisema, ipratropium juga bisa digunakan untuk menanggulangi
serangan asma. Obat ini mampu memperlancar aliran pernapasan dengan

13
cara melemaskan otot-otot saluran pernapasan yang mengencang ketika
gejala asma kambuh.

2. Omalizumab

Obat ini mampu menurunkan risiko terjadinya peradangan saluran


pernapasan dengan cara mengikat salah satu protein yang terlibat di dalam
respons imun dan mengurangi kadarnya pada darah.
Umumnya, omalizumab direkomendasikan bagi penderita yang menderita
asma karena alergi dan sering mengalami serangan asma. Sebagai obat
yang biasanya hanya diresepkan oleh dokter
spesialis, omalizumab diberikan dengan cara disuntikkan tiap 2-4 minggu
sekali. Penggunaan omalizumab harus dihentikan jika obat ini tidak
berhasil mengendalikan asma dalam kurun waktu enam belas minggu.

3. Bronchial thermoplasty

Ini merupakan prosedur pengobatan asma baru yang masih terus


diteliti dan belum tersedia di Indonesia. Dalam beberapa kasus,
prosedur ini digunakan untuk mengobati asma parah dengan cara
merusak otot-otot sekitar saluran napas yang dapat mengurangi
penyempitan pada saluran pernapasan. Ada beberapa bukti yang
menunjukkan bahwa prosedur ini dapat mengurangi serangan asma
dan memperbaiki kualitas hidup penderita asma parah. Kendati begitu,
keuntungan maupun kerugian secara jangka panjangnya belum
sepenuhnya diketahui.

14
2.10 Pathway Asma

Ekstrinsik Instrinsik/ Idiopatik

Respon Alergi/ Kecemasan Mk : Ansietas

Hiperektivitas

Spasme otot Ketegangan di

Informasi dinding Sumbatan mukus Edema Bronchus Seluruh tubuh

Obstruksi saluran Penerapanteknik


relaksasi otot
Wheezing nafas Alveoli tertutup progresif

(Bronchospasme)

Mk : bersihan Penyempitan hipoksemi Mk : gangguan


jalan napas
pertukaran gas
tidak efektif Jalan napas

Peningkatan kerja Asidosis metabolik

pernapasan

Status asmatikus

hiperventilasi Mk : pola nafas


tidak efektif

15
retensi CO2

asidosis respratorik

2.11 Teori Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan
dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan menurut
Effendy (1995, dalam Dermawan, 2012). Berikut adalah tahap-tahap
pengkajian keperawatan :

1. Identitas

Pada pengkajian identitas hal yang perlu dikaji diantaranya, nama


atau inisial klien, umur, nomer, register, agama, alamat, pendidikan
terakhir, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis
(Nixson Manurung, 2016).

2. Keluhan Utama
Pada pengkajian keluhan utama ini dibagi 2 yaitu, keluhan utama saat
masuk rumah sakit.Pada pasien Asma yang dirasakan adalah sesak nafas
pada saat belum diberikan oksigen (Nixson Manurung, 2016).

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pada riwayat penyakit sekarang, kita perlu mengkajin bagaimana
kondisi klien saat dirumah, apa yang dirasakan, tindakan apa yang sudah
dilakukan dan sampai akhirnya di bawah ke rumah sakit. Pada pasien asma,
klien mengeluhkan nafasnya berbunti, sesak nafas, batuk yang timbul
secara tiba-tiba dan dapat hilang secara spontan atau dengan pengobatan
(Nixson Manurung, 2016).

16
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada riwayat penyakit dahulu, kita perlu mengkaji adanya riwat
penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya. Pada pasien asma.
Riwayat penyakit dahulu antara satu orang berbeda orang yang lain. Ada
yang menderita asma sejak kecil, ada juga yang baru menderita asma
dalam beberapa waktu terdekat (Nixson Manurung, 2016).

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Pada riwayat penyakit keluarga, kita perlu mengkaji adanya
riwayat penyakit menular maupun menurun yang diderita oleh keluarga
klien. Pada pasien asma, riwayat penyakit keluarganya juga tidak sama
antara satu orang dengan orang yang lain. Ada yang salah satu anggota
keluarganya mempunyai asma, ada juga yang anggota keluarganya tidak
mempunyai riwayat penyakit asma.Sehingga pada pasien tersebut, asma
nya disebabkan oleh fakor alergen ataupun yang lainnya (Nixson
Manurung, 2016).

6. Riwayat Psikososial
Pada riwayat psikososial, kita perlu mengkaji cara yang biasa
digunakan pasien untuk menangani stress. Perawat meninjau tentang
keyakinan pasien, ritual dan praktik keagamaan. Pengkajian perubahan
psikologi yang disebabkan oleh adanya ketidakefektifan bersihan jalan
nafas antara lain klien merasa pasrah terhadap penyakit yang dideritanya,
merasa cemas, dan terdapat perubahan perilaku. Pada pola interaksi, klien
dapat berkomunikasi dengan baik walaupun dengan suara yang pelan
karena merasakan sesak pada dadanya. Sedangkan pada pola nilai dan
kepercayaan klien jarang melakukan ibadah dikarenakan setiap kali
bergerak klien merasakan sesak dan lemas, sehingga menyebabkan klien
menjadi malas untuk melakukan aktivitas. Adanya keterbatasan mobilitas
fisik dan keterbatasan mempertahankan suara karena distress pernafasan
(Nixson Manurung, 2016).

7. Pola Kesehatan Sehari – hari


a. Nutrisi

17
Pasien makan 3x sehari, tetapi terjadi penurunan nafsu makan
sehingga hanya habis setengah porsi saja, ada beberapa pasien yang
mempunyai alergi tethadap makanan seperti, udang, abon, dll.
Adanya mual atau muntah, dan penurunan berat badan.Pasien juga
minum air putih kurang dari 8 gelas perhari (Muttaqin, 2008).
b. Eliminasi
Pada pasien asma tidak ada kesulitan maupun keluhan saat
BAK maupun BAB.Pasien BAB 1 kali sehari dan BAK 5 – 6 kali
sehari dengan bantuan keluarga karena terjadi kelemahan mobilitas
fisik yang disebabkan oleh adanya rasa sesak pada dada (Muttaqin,
2008).

c. Istirahat
Adanya keletihan, kelemahan, ketidakmampuan untuk tidur,
perlu tidur dalam posisi duduk tinggi karena merasakan sesak nafas
dan sering terbangun apabila merasakan sesak di malam hari (Nixson
Manurung, 2016).
d. Personal Hygiene
Terjadi penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan
untuk melakukan aktivitas sehari – hari. Kebersihan buruk, bau
badan tidak sedap (Nixson Manurung, 2016).
e. Aktivitas
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari – hari
karena sulit bernafas. Selama beraktivitas dibantu oleh keluarga
maupun perawat karena merasa badannya lemas dan takut apabila
rasa sesaknya kambuh (Nixson Manurung, 2016).

8. Pemeriksaan Fisik (Muttaqin, 2008)


a. Keadaan umum
Keadaan umum lemas, tanda – tanda vital dalam rentang
normal, kecuali pada pernafasan terjadi peningkatan pada saat
bernafas karena adanya rasa sesak, kesadaran composmentis.

b. Pemeriksaan kepala

Kepala bersih, rambut hitam, tidak ada kelainan bentuk


kepala, tidak ada benjolan pada kepala, tidak ada nyeri tekan pada
kepala.
c. Pemeriksaan hidung

18
Terdapat pernafasan cuping hidung, terdapat sekret di dalam
hidung, tidak terpasang NGT, tidak ada nyeri tekan pada hidung,
jumlah RR > 20 x / menit.

d. Pemeriksaan mulut

Mukosa bibir telihat kering karena terjadi penurunan nafsu


makan dan kurang minum air putih. Sedangkan pada kemampuan
menelan tidak ada gangguan.
e. Pemeriksaan telinga
Bentuk telinga simetris, tidak ada serumen pada telinga, tidak
ada nyeri tekan pada telinga.

f. Pemeriksaan leher

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan


pada leher.
g. Pemeriksaan thorak

1) Paru – paru :

a) Inspeksi : perkembangan dada kanan dan kiri simetris.


b) Palpasi : fremitus raba kanan dan kiri sama.
c) Perkusi : terdengar bunyi sonor.
d) Auskultasi : terdengar bunyi tambahan, yaitu wheezing atau
ronchi.

2) Jantung :

a) Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.


b) Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 midclavikula sinistra
c) Perkusi : terdengar bunyi pekak
d) Auskultasi : tidak ada bunyi jantung tambahan, bunyi jantung
1 dan 2 terdengar tunggal.
h. Pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi : dinding perut terlihat cekung dari dada, tidak ada
luka maupun lesi.
2. Auskultasi : terdengar bising usus dan peristaltik usus 10 – 15
kali per menit.
3. Palpasi : terdengar suara tympani
4. Perkusi : tidak ada nyeri tekan dan penumpukan cairan.

19
i. Pemeriksaan genetalia

Tidak terdapat hemoroid, dan tidak terpasang kateter.


Keadaan bersih dan tidak terdapat tanda – tanda iritasi kulit, tidak
ada penyakit kulit.

j. Pemeriksaan ekstremitas
Tidak ada edema pada ekstremitas, akral hangat.
k. Sistem integument
Turgor kulit menurun karena adanya penurunan nafsu
makan, akral hangat, dan tidak ada luka atau lesi.

2.12 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis Keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon


individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat
secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah status kesehatan klien (PPNI, 2016)

Ketidak mampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas


untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan respon


alergi.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ventilasi perfusi
2.13 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan
klien individu, keluarga dan komunitas.(SIKI, 2018)

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


.
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Intervensi:
Tidak efektif Definisi :
tindakan keperawatan Manajemen
Ketidakmampuan
memebersihkan sekret diharapkan klien jalan jalan napas
Atau obstruksi jalan
napas klien tetap paten 1. Observasi
20
napas untuk dengan kriteria hasil: a. Monitor
mempertahankan
1. Batuk efektif bunyi napas
jalan napas tetap.
meningkat tambahan
2. Produksi sputum b. Monitor
menurun sputum
3. Menghi menurun 2. Terapeutik
4. Wheezing menurun a. Posisikan
5. Gelisa menurun semifowler
6. Frekuensi napas atau fowler
membaik b. Berikan
7. Pola napas membaik minuman
hangat
c. Berikan
oksigen
jika perlu
3. Edukasi
a. Ajarkan
teknik
batuk
efektif
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
bronkodilat
or,
ekspektoran
mukolitik
Intervensi:
Manajemen
Asma
1. Observasi
a. Monitor
frekuensi
dan
keadaan
napas
b. Monitor
tanda dan

21
gejala
hipoksia
c. Monitor
bunyi napas
tambahan
2. Terapeutik
a. Berikan
posisi
semifowler
30-45
3. Edukasi
a. Anjurkan
meminimal
kan
ansietas
yang dapat
meninggalk
an
kebutuhan
oksigen
b. Anjurkan
bernapas
lambat dan
dalam
c. Ajarkan
mengidentif
ikasi dan
menghindar
i pemicu

2.14 Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana


keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus implementasi
diantaranya, mempertahankan daya tahan tubuh, menemukan perubahan
sistem tubuh, mencegah komplikasi, memantapkan hubungan klien dengan
lingkungan (Nurul Sri Wahyuni, 2016).

2.15 Evaluasi

22
Menurut Nurul Sri Wahyuni (2016), Evaluasi atau tahap penilaian
adalah perbandingan sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan dengan
melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatannya. Tujuan evaluasi ini
adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan yang diinginkan
dengan kriteria hasil pada perencanaan.

Format yang dipakai adalah format SOAP :

1. S : Data Subjektif
Perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang dirasakan,
dikeluhkan, dan dikemukakan klien.
2. O : Data Objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim
kesehatan lain.
3. A : Analisis
Penilaian dari kedua jenis data (baik subjektif maupun objektif)
apakah berkembang ke arah kebaikan atau kemunduran.

4. P : Perencanaan

Rencana penanganan klien yang didasarkan pada hasil analisis diatas

yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau


masalah belum teratasi.

23
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

Nn. Bianca, 25 Tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas. Pasien
memiliki riwayat asma sejak usia 10 tahun. Pasien sudah meminum obat
yang diresepkan oleh dokter keluarganya yaitu ventolin inhaler dan
cromolyn sodium namun tidak ada perbaikan gejala. Hasil pemeriksaan fisik
menunjukkan Nadi: 110x/menit, RR: 40x/menit, dan penggunaan otot bantu
nafas. Auskultasi dada menunjukkan penurunan suara nafas secara bilateral
dan terdengar suara wheezing saat inspirasi maupun ekspirasi. Pasien juga
batuk berdahak dengan sputum encer dan jernih, SaO2: 93%, pemeriksaan
gas darah dilakukan dengan hasil : pH 7.50, PaC02 27, Pa02 75. Pasien
diberikan 3 cc Albuterol dalam NS. Pasien memiliki riwayat alergi terhadap
udara dingin dan serbuk bunga, pernah MRS dengan diagnosa asthma 2 kali,
saat usia 10 tahun, dan 18 tahun. Riwayat penggunaan obat sebelumnya,
obat neo napacin, aminophilin, ventolin inhaler. Ibu klien dan adik
perempuan klien juga memiliki riwayat penyakit asthma.

3.2 Askep

A. Identitas Pasien
Nama Pasien : Nn.Bianca
No. RM :-
Tempat Tanggal Lahir : 3 januari 1996
Umur : 25 Tahun
Agama : Islam

24
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pendidikan : Mahasiswa
Alamat : Kebunan
Pekerjaan :-
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Madura
Diagnosa Medis : Asma
Tanggal Masuk RS : 10 januari 2021
Tanggal Pengkajian : 12 januari 2021
Sumber Informasi : Keluarga Pasien

B. Penanggung Jawab
Nama : Ny. Arabella
Tempat Tanggal Lahir : Sumenep, 13 januari 1976
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kebunan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Jenis Kelamin : Perempuan
Hubungan dengan Pasien : Ibu kandung pasien

A. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama : Pasien datang ke IGD dengan
keluhan sesak nafas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Asma.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengatakan telah
memiliki riwayat asma sejak
usia 10Tahun.
4. Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien mengatakan Ibu dan
Adik pasien juga memiliki
riwayat penyakit asma

5. Genogram :

25
Keterangan :

: Pria

: Wanita

: Meninggal Dunia

: Menikah

: Anak

: Penderita asma

: Pasien

A. Pengkajian Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Gordon (11 Pola)


1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

26
 Pada saat pasien mengalami sesak napas keluarganya selalu
membawanya ke Puskesmas terdekat.
2. Pola Nutrisi
 Sebelum sakit pasien biasa makan 3x sehari dengan komposisi nasi,
sayur, lauk, dan buah.
 Selama sakit pasien makan 3x 14 hari dengan diit dari Rumah Sakit
tetapi kadang-kadang hanya nasi setengah porsi saja, pasien makan
disuapi dengan keluarga.
3. Pola Eliminasi
 sebelum sakit pasien mengatakan BAB satu kali sehari setiap pagi dengan
konsistensi lunak, warna kuning, bau khas dan tidak encer, sebelum sakit
pasien BAK 6-7 kali per hari, warna kuning, bau khas dan tidak ada
keluhan saat BAK.
 Selama sakit pasien BAB satu kali sehari dengan konsistensi lunak dan
bau khas, selama sakit pasien BAK 5—6 kali perhari dengan bantuan
keluarga kadang-kadang menggunakan pempers, dan tidak ada keluhan
saat BAK.

4. Aktivitas dan Latihan


a. Sebelum sakit
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Kemampuan melakukan ROM 
Kemampuan Mobilitas di tempat tidur 
Kemampuan makan/minum 
Kemampuan makan/minum 
Kemampuan Mandi 
Kemampuan berpindah 
Kemampuan berpakaian 

Ket. : 0 = Mandiri
1 = Menggunakan alat bantu
2 = Dibantu orang lain
3 = Dibantu orang lain dan alat
4 = Tergantung Total

5. Tidur dan Istirahat


 sebelum sakit pasien biasa tidur 6-8 jam pada malam hari, tidur siang
hanya satu jam.
27
 Selama sakit pasien mengatakan tidur 5-7 jam per hari pada malam
hari, kadangkadang tidak bisa tidur saat merasa sesak nafas dan
sering 15 terbangun, dan kurang lebih 2 jam saat siang hari sering
terbangun karena lingkungan sekitar yang berisik dan kadang
terbangun saat sesak.
6. Sensori, Persepsi dan Kognitif
 Pasien mengatakan akan berjuang untuk sembuh dari penyakitnya
dan bisa beraktivitas seperti sediakala
7. Konsep diri
a. Identitas Diri : Pasien adalah seorang perempuan berusia 25
tahun.
b. Gambaran Diri : pasien menyukai apa yang ada di
dalam dirinya
c. Ideal Diri : Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan
segera pulang.
d. Harga Diri : Pasien selalu merasa dicintai karena dapat
dukungan
Dari keluarganya untuk sembuh dari penyakitnya.
e. Peran Diri : Pasien adalah anak pertama dari
dua bersaudara.
5. Sexual dan Reproduksi
Sebelum sakit : -
Selama sakit : -
6. Pola Peran Hubungan
Sebelum sakit : baik
Selama sakit : baik
7. Manajemen Koping Stress
Sebelum Sakit : Pasien selalu mengeluhkan rasa sakit yang di deritanya
kepada Keluarganya.
Selama sakit : Pasien selalu mengeluhkan rasa sakit yang dideritanya
kepada Keluarganya.
8. Sistem Nilai dan Keyakinan
Sebelum sakit : Pasien selalu beribadah dan sholat 5 waktu tepat waktu
Selama sakit : Pasien selalu beribadah tepat waktu

B. Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat Kesadaran : Compasmentis, keadaan umum, cukup lemas

28
2. TTV : S : 36,0 °C N : 110 X/mnt TD : 110/ 70 mmHg
RR : 40 X/mnt
3. Kepala : Bentuk simetris, rambut panjang dan hitam
Lebat.
4. Mata, Telinga, Hidung
Mata : Konjungtiva pucat, bentuk pupil mata kiri dan
kanan sama besar,Tidak ada gangguan
penglihatan
Hidung : Bersih, tidak ada serumen
Telinga : Bersih dan tidak ada gangguan pendengaran
Mulut : Mukosa bibir kering
5. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak ada
Luka pada leher.
6. Dada/Thoraks : Daerah dada terlihat simetris
Inspeks : pengembangan paru terlihat simetris
Palpasi : Ada nyeri tekan pada daerah paru kanan bawah
Perkusi : Hipersonor
Auskultasi : Dada menunjukkan suara penurunan suara nafas
secara bilateral dan terdengar suara wheezing
saat inspirasi maupun ekspirasi

7. Abdomen
Inspeksi : Permukaan abdomen datar
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa colon, tidak
Pembesaran pada hati.
Perkusi : Terdengar bunyi tympani
Auskultasi : bising usus normal (25 x / menit )

8. Genetalia : Genetalia terlihat bersih dan tidak terpasang


Kateter.
9. Ekstremitas : Pada ekstremitas atas pada tangan kiri terpasan
Infus D56+Aminophiline 20 tetes per menit
(tpm),dan 19 ekstremitas bagian kananbisa
digerakkan, tidak ada Luka maupun edema. Pada
ekstremitas bawah tidak Oedema, Tidak ada
gangguan gerak hanya saja terlihat
Lemas.
10. Kulit : warna kulit kuning langsat

29
C. Pemeriksaan Penunjang
Tingkat penyerapan oksigen (SaO2) : 93 %, Pemeriksaan gas darah dilakukan
dengan hasil : pH 7.50, PaCO2 27 , PaO2 75.
D. Therapy
Pasien diberikan 3 cc Albuterol dalam NS.

E. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Data Subjektif : Asma Bersihan jalan napas tidak
 Nn.B dispnea efektif
Respon alergi

Data Objektif :
Hipersensitifitas tipe
 Terdapat bunyi suara 1
napas Wheezing
 Bunyi napas menurun
 Nampak batuk IgE
berdahak dengan
sputum encer dan jernih
Sel mast

Histamin
(BHSP), Bradikinin,
Histamin, Serotonin,
Prostadin

Inflamasi

Bronko spasma
30

Sesak napas
Data Subjektif: Asma Intoleransi aktifitas
Dispnea
Bronkspasme

Data Objektif:
Ketidak
1. Frekuensi nadi
seimbangan
110x/menit
antara suplai dan
kebutuhan oksigen

F. Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan respon alergi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.

G. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


(Nursing Care Plan)
DIAGNOSA
HARI/
KEPERAWA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
TGL
TAN
Bersihan Dalamwaktu 1 x Intervensi: Subjektif :
Selasa jalan napas 30menit bersihan Manajemen Nn.B
12, jam Tidak efektif jalan napas jalan napas mengatakan
09.45 berhubungan meningkat. 5. Observasi masih merasa
dengan Dengan kriteria c. Monitor sesak, Nn B
responalergi Hasil bunyi mengatakan
1. Batuk efektif napas masih batuk
meningkat tambahan dan sulit
2. Produksi d. Monitor untuk
sputum menurun sputum mengeluarka
3. wheezing 6. Terapeutik n dahak
menurun d. Posisikan Objektif :
4. Dispnea semifowl Keadaan

31
menurun er atau umum ,
5. frekuensi napas fowler lemah, Nn. B
membaik e. Berikan Nampak
6. Pola napas minuman sesak, Nn . B
membaik hangat nampak
f. Berikan batuk
oksigen berdahak.
jika perlu Sputum
7. Edukasi encer dan
b. Ajarkan jernih,
teknik pernapasan
batuk cepat terdapat
efektif bunyi suara
8. Kolaborasi napas
b. Kolabora secara
si bilateral dan
pemberia terdengar
n suara
bronkodil wheezing
ator,  Tekakan
ekspektor darah :
an 110/70
mukolitik mmHg,

 Respirasi
40 kali
permenit
 Nadi : 110
kali permenit
 Suhu : 36,
C
Assesment :
masalah Nn
B belum
teratasi
Planning :
intervnsi di
lanjutkan

32
memonitor
tanda-tanda
vital,melatih
batuk efektif,
memberikan
posisi yang
nyaman,
kaloborasi
pemberian
obat inhalasi,
pantau batuk
efektif,
frekuensi
nafas, irama
nafas, dan
bunyi nafas

Mingg Intoleransi Dalam waktu 1x Intervensi:


u 1, Aktivitas 24 jam. Toleransi Manajemen
jam aktivitas energi
09.45 meningkat dengan 1. Observasi:
kriteria hasil : a. Identifikasi
1. keluhan dispnea gangguan
saat aktivitas fungsi tubuh
menurun yang
2. perasaan lelah mengakibatkan
menurun kelelahan
3. frekuensi nafas b. Monitor
membaik kelelahan fisik
dan emosional
c. Monitor pola
dan jam tidur
d. Monitor
lokasi dan
ketidaknyamana
n selama
melakukanaktiv
itas

33
2. Terapeutik :
a. Sediakan
lingkungan
nyaman dan
rendah stimulus
b.lakukan
latihan rentang
gerak pasiv
dan / atau aktif
c. berikan
aktivitas
distraksi yang
menenangkan
d. fasilitasi
duduk di sisi
tempat tidur,
jika tidak dapat
berpindah atau
berjalan
3. Edukasi :
a. anjurkan tira
baring
b. anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
c. anjurkan
menghubungi
perawat jika
tandadan gejala
kelelahan tidak
berkurang
d. ajarkan
strategi koping
untuk
mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi

34
a. kolaborasi
dengan ahligizi
tentang cara
meningkatkan
asupas makanan

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel


dimana trakea dan bronkhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang
mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi (Smeltzer,C.Suzanne, 2002).
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama tiga hari dan melakukan
pengkajian kembali baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus
didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

Diagnosa keperawatan menurut Nanda Nic Noc (2012) yang


berhubungan dengan Asma Bronchiale ada empat diagnosa. Setelah dilakukan
pengkajian dan analisa data muncul tiga diagnosa pada pasien : Bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret,
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan 21 keletihan
sekunder akibat oksigenasi tidak adekuat dan sulit bernafas, Cemas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan perubahan lingkungan.
Intervensi yang muncul dalam teori menurut Nanda Nic Noc (2012), tidak
sepenuhnya dijadikan intervensi oleh penulis pada pengelolaan pasien karena
situasi dan kondisi klien serta kebijakan dari instansi rumah sakit. Dalam
implementasi sebagian besar telah sesuai dengan rencana tindakan yang
diterapkan, namun dalam pendokumentasiannya dirasa masih kurang terutama

35
pada rencana tindakan yang didelegasikan. Pada evaluasi hasil yang dilakukan
penulis pada dasarnya dapat terlaksana dengan baik dan masalah teratasi.

4.2 Saran

Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa


hambatan dalam penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak
penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya.
Demi kemajuan selanjutnya maka penulis menyarankankepada :

1. Perawat.
Sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan
pasien sangat perlu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar
mampu merawat pasien secara komprehensif dan optimal. Mampu
memberikan informasi untuk kesejahteraan pasien. Terkait dengan
masalah kesehatan yang dialami.
2. Rumah sakit ( bidang pelayanan ).
Penulis mengharapkan untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan kepada pasien. Khususnya dalam bidang keperawatan, guna
meningkatkan pelayanan atau asuhan keperawatan yang lebih optimal.
3. Institusi pendidikan.
Penulis mengharapkan karya tulis ini dapat digunakan sebagai
bahan acuan bacaan untuk menambah pengetahuan bagi pembaca
khususnya bagi mahasiswa Universitas Wiraraja Madura. Dan karya tulis
ini dapat digunakan sebagai tambahan literatur yang membahahas masalah
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Asma Bronkhiale.

36
DAFTAR PUSTAKA

Ackley, B. J., Ladwig, G. B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing Diagnosis


Handbook,

An Evidence-Based Guide to Planning Care. 11 th Ed. St. Louis: Elsevier.

Brukwitzi G, Holmgren C & Maibusch RM (1996) Validation of the defining

characteristics of the nursing diagnosis ineffective airway clearance.

Nursing Diagnoses, 7, 63-69.

Burns, S.M. (2014) AACN Essentials of Critical Caren Nursing(3th ed).New


York:McGraw-Hill Education.

Calson-Catalano J, Lunney M, Paradiso C, Bruno J, Luise BK, Martin T, Massoni


M

& Pachter S (1998) Cinical validation of ineffective breathing pattern,

ineffective airway clearance and impaired gas exchange. Journal of

Nursing Scholarship, 30, 243-248.

Carpernito-Moyet, L. J. (2013). Nursing Diagnosis Application to Clinical


Practice. 14th Ed. Piladelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Chulay, M., & Seckel, M. (2011). Suctioning: Endotracheal tube or tracheostomy


tube. Dalam D. J. Lynn-McHale (Ed),AACN Procedure Manual For Critical
Care(6th ed). Philadelphia: Sauders Elsevier.

Famosa, A. (2016). Relationship of asthma action plans and asthma control in


adults with asthma. ProQtuest Dissertations & Thrses Global.

37
38

Anda mungkin juga menyukai