Anda di halaman 1dari 76

Laporan Kasus

Asma Bronkial

Oleh :
Safhira Amanda Lee, S.Ked
712020059

Pembimbing :

dr. Ahmad Bayu Alfarizi, Sp.A (K), M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Judul:


Asma Bronkial

Oleh:
Safhira Amanda Lee
712020059

Telah dilaksanakan pada bulan Mei 2022 sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Kesehatan
Anak Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Palembang, Agustus 2022

dr. Ahmad Bayu Alfarizi, Sp.A(K), M. Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul “Asma Bronkial” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad
SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
1. dr. Ahmad Bayu Alfarizi, Sp.A (K), M.Kes selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang, yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan
dalam penyelesaian laporan kasus ini.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual
3. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus


ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.

iii
Palembang, Agustus 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................................2
KATA PENGANTAR...........................................................................................................3
DAFTAR ISI..........................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................6
1.1 Latar Belakang 6
1.2 Maksud dan Tujuan......................................................................................................7
1.3 Manfaat.........................................................................................................................7
1.3.1 Manfaat Teoritis......................................................................................................7
1.3.2 Manfaat Praktis.......................................................................................................7
BAB II LAPORAN KASUS.................................................................................................8
2.1 Identitas Pasien..............................................................................................................8
2.2 Anamnesis.....................................................................................................................8
2.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................................................12
2.4 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (Tanggal 15 Agustus
2022).......................................................................................................................18
2.5 Diagnosis Banding.......................................................................................................20
2.6 Diagnosis Kerja Asma Bronkial..................................................................................20
2.7 Tatalaksana..................................................................................................................20
2.8 Prognosis.....................................................................................................................20
2.9 Follow-Up....................................................................................................................21
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................25
3.1 Definisi Asma..............................................................................................................25
3.2 Prevalensi Asma Pada Anak........................................................................................25
3.3 Faktor Risiko...............................................................................................................26
3.4 Patogenesis Asma........................................................................................................28
3.5 Klasifikasi Asma..........................................................................................................30

v
3.6 Manifestasi Klinis........................................................................................................32
3.7 Diagnosis.....................................................................................................................33
3.8 Tatalaksana Asma........................................................................................................36
BAB IV ANALISA KASUS................................................................................................43
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................54

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma bronkial merupakan penyakit heterogen , ditandai dengan


peradangan saluran napas kronis. Adanya riwayat gejala pernapasan seperti
mengi ekspirasi, napas pendek, sesak dada dan batuk. Asma merupakan
salah satu penyakit kronik yang tersebar diseluruh belahan dunia dan sejak 20
tahun terakhir prevalensinya semakin meningkat pada anak-anak  baik di negara
maju maupun negara sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga
berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan
terutama polusi baik indoor maupun outdoor 1 . Prevalensi asma pada anak
berkisar antara 2-30%. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak sekitar 10%
pada usia sekolah dasar dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.
2

Asma terjadi karena inflamasi kronik, asma dipengaruhi oleh faktor


genetik dan lingkungan, hiper-responsif dan perubahan struktur akibat
penebalan dinding bronkus (remodeling) saluran respiratori yang
berlangsung kronik bahkan sudah ada sebelum munculnya gejala awal asma.
Penyempitan dan obstruksi pada saluran respiratori terjadi akibat penebalan
dinding bronkus, kontraksi otot polos, edema mukosa, danhipersekresimukus.1,3

Patogenesis asma berkembang dengan pesat. Pada awal tahun 60-an,


bronkokonstriksi merupakan dasar patogenesis asma, kemudian pada 70-an
berkembang menjadi proses inflamasi kronis, sedangkan tahun 90-an selain
inflamasi juga disertai adanya remodelling. Berkembangnya patogenesis
tersebut berdampak pada tatalaksana asma secara mendasar, sehingga berbagai
upaya telah dilakukan untuk mengatasi asma. Pada awalnya pengobatan hanya
diarahkan untuk  mengatasi bronkokonstriksi dengan pemberian bronkodilator,

6
kemudian berkembang dengan antiinflamasi sehingga obat antiinflamasi
dianjurkan diberikan pada asma, kecuali pada asma yang sangat ringan. 3

7
Pengetahuan mengenai definisi, cara mendiagnosis, pencetus, patogenesis
dan tatalaksana yang tepat dapat mengurangi kesalahan berupa underdiagnosis
dan overtreatment serta overdignosis dan undertreatment pada pasien. Sehingga
diharapkan dapat mempengaruhi kualitas hidup anak dan asma dapat
dikendalikan agar gejala tidak sering muncul.1,3

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan pembuatan laporan kasus ini:
1. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat memahami kasus Asma
Bronkial
2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukannya diskusi
laporan kasus Asma Bronkial dengan pembimbing klinik.
3. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapat mengenai kasus Asma Bronkial, terkait pada
kegiatan kepanitraan.

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah referensi


dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu kesehatan anak.
2. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi
landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis

Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat diaplikasikan


pada kegiatan kepaniteraan klinik senior dalam penegakkan diagnosis yang
berpedoman pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.

8
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

No. Rekam Medik : 56.34.22

Nama : An. A K

Tanggal lahir : 14 Mei 2018

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 4 tahun 3 bulan

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Alamat : Jl. Diplo Lr. Masjid No. 664 RT/RW


14/05 Kertapati, Kota Palembang
Dikirim Oleh : Datang Sendiri

MRS tanggal : Senin, 15 Agustus 2022

Nama Ayah : Tn. S B


Nama Ibu : Ny. J

2.2 Anamnesis

Tanggal : 16 Agustus 2022


Diberikan oleh : Ibu Pasien

A. Riwayat Penyakit Sekarang

1. Keluhan Utama

Sesak nafas

9
2. Keluhan Tambahan

Batuk dan Pilek.

10
3. Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang ke IGD RSUD Palembang Bari diantar oleh


kedua orang tuanya dengan keluhan sesak nafas yang semakin
memberat kurang lebih sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.
namun pasien minum obat dari klinik dan diberikan obat racikan
namun keluhan tidak berkurang. sesak muncul secara perlahan-lahan,
dirasakan terus menerus, sesak disertai bunyi mengi serta dipengaruhi
oleh debu, cuaca dingin dan aktivitas fisik, sesak nafas tidak
dipengaruhi oleh makanan. keluhan juga disertai batuk dan pilek
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk berdahak berwarna
putih kental, tidak bercampur darah,dan sulit dikeluarkan demam
disangkal, BAK dan BAB dalam batas normal
Kurang lebih 2 tahun yang lalu pasien pertama kali mengalami
sesak nafas, sesak nafas muncul secara tiba tiba sesak juga
dipengaruhi debu, udara dingin dan aktivitas fisik.Pasien
mendapatkan pengobatan nebulasi ventolin di rumah sakit dan
diagnosa oleh dokter yairu asma.
Riwayat penyakit yang sama di dalam keluarga ada yaitu kakek
dari ayah pasien juga didiagnosis menderita asma.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat mengalami keluhan yang sama sebelumnya ada kurang
lebih 2 tahun yang lalu dan pasien berobat di rumah sakit
mendapatkan pengobatan yaitu nebulasi dan keluhan sesak
berkurang.

5. Riwayat Penyakit keluarga


Riwayat keluarga mengalami asma ada yaitu kakek dari
ayah pasien.

11
6. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

- Masa kehamilan : Cukup bulan

- Partus : Sectio Caesarea

- Tempat : Rumah Sakit

- Penolong : Dokter

- BB lahir : 3200 gram

- Panjang badan : 48 cm

- Lingkar kepala : Ibu pasien lupa

- Keadaan saat lahir : Langsung menangis

7. Riwayat Makanan
- ASI : 0-6 bulan
- Susu formula : 6 bulan – sekarang
- Bubur nasi : 14 bulan
- Nasi tim : 8 bulan – 1 tahun
- Nasi biasa : 1 tahun – sekarang
- Daging : 1 tahun
- Tempe : 1 tahun
- Tahu : 1 tahun
Kesan : Bagus
Kualitas : Baik

8. Riwayat Imunisasi

IMUNISASI DASAR
Umur Umur Umur
BCG 0 Bulan

12
DPT 1 2 Bulan DPT 2 3 bulan DPT 3 4 bulan
Hepatitis 0 Bulan Hepatitis 2 bulan Hepatitis 3 bulan

B1 B2 3
Hib 1 1 Bulan Hib 2 2 bulan Hib 3 3 bulan
Polio 1 2 Bulan Polio 2 3 bulan Polio 3 4 bulan
MR 9 Bulan Polio 4 18 Bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

13
9. Riwayat perkembangan
- Gigi pertama : 8 bulan
- Berbalik : 4 bulan
- Tengkurap : 4 bulan
- Merangkak : 6 bulan
- Duduk : 6 bulan
- Berdiri : 1 tahun
- Berjalan : 1 tahun
- Berbicara : 1 tahun
- Kesan : Normal

10. Pedigree

Kesan: Pasien anak pertama dari dua bersaudara

11. Riwayat Keluarga

Perkawinan : Pertama
Umur : Ayah (28 tahun) ibu ( 26
tahun )
Pendidikan : S1 dan SMA
Penyakit yang pernah diderita : tidak ada

14
12. Riwayat pribadi/sosial ekonomi keluarga
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Kesan : Ekonomi menengah

15
2.3 Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : E4M6V5
Berat Badan : 23 kg Panjang Badan
: 100 cm Status gizi
:
BB/U = 75% (Gizi Sedang)
TB/U = 98% ( Gizi baik)
BB/TB = 73% (Gizi Kurang)

16
Gambar 2.1 Penentuan status gizi menggunakan growth chart
WHO

17
Tanda Vital
HR : 96 x/menit, isi : cukup, tegangan : cukup
Pernapasan : 42 x/menit,
Tipe : Thorakoabdominal
Suhu : 36,8 0C

SpO2 : 98 %

2. Pemeriksaan Khusus Kepala


Kepala : Normocephali
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),pupil
isokor (+/+), refleks cahaya (+/+)

Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-)


THT : Sianosis (-), mukosa mulut dan bibir kering (-)

Telinga : Sekret (-)

Gusi : Gusi berdarah (-)


Lidah : Atrofi papil (-), hiperemis (-)

THT

Faring : Hiperemis (-)


Tonsil : T1-T1, tenang

Leher

Inspeksi : Massa (-), pembesaran KGB (-)


Palpasi : Massa (-), pembesaran KGB (-)

18
Thoraks

Paru

Inspeksi : Bentuk normal, simetris, retraksi (-/-)

Palpasi : Retraksi sela iga (-), krepitasi (-)

Perkusi : Sonor dikedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), tipe pernapasan


thorako-abdominal, ronkhi (-/-), wheezing
(+/+).

Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat, scar (-).

Palpasi : Iktus cordis tidak teraba.

Perkusi : Batas kanan atas ICS II linea Parasternalis


dextra.
Batas kiri atas ICS II linea Parasternalissinistra.
Batas kanan bawah ICS IV linea Parasternalis
dextra.
Batas kiri bawah ICS V linea midclavicularis

Sinistra.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, murmur(-)


gallop(-)

19
Abdomen

Inspeksi : Datar, massa (-), spider nervi (-), venektasi(-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Distensi (-), hepar dan lien tidak teraba, nyeri

tekan (-)

Perkusi : Timpani (+), Shiffting Dullnes (-), Undulasi (-)


Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik

Status Pubertas : Stage 1


(Skala Tanner)

KESAN : M1 P1

20
Status Neurologis :

1. Fungsi motorik

Lengan Tungkai
Kanan kiri Kanan kiri
Gerakan Segala Segala Segala Segala
Arah arah arah arah
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -

Reflex fisiologis + + + +
Reflex patologis - - - -

2. Fungsi sensorik

Normal

3. Nervi craniales

N.I (olfaktorius) : Normal

N.II (opticus) : Refleks cahaya (+/+)


N.III (occulomotorius) : Celah mata menutup sempurna,
ptosis (-/-),gerakan bola mata
normal, nystagmus (-/-), pupil bulat,
rata dan licin, ukuran ±2 mm.
N.IV(trochlearis) : Celah mata menutup sempurna,
ptosis (-/-), gerakan bola mata
normal, nystagmus (-/-), pupil bulat,
rata danlicin, ukuran ±2 mm.
N.V(trigeminus) : M. Masseter dan M. Temporalis
simetris,rahang bawah berada di
tengah-tengah, kekuatan

21
gigitansama
N.VI(Abdusence) : Normal

22
N.VII(facialis) : Normal
N.VIII(vestibulocochlearis) : Tidak diperiksa
N.IX(glossopharingeus) : Arcus pharynx simetris,
uvula ditengah
N.X(vagus) : Arcus pharynx simetris,
uvula ditengah
N.XI (accesorius) : Normal

N. XII (Hypoglossus) : Deviasi lidah (-), fasikulasi


(-), atrofi papil lidah (-)

Gejala rangsang meningeal

Kaku Kuduk : Tidak ada

Kernig Sign : Tidak ada


Laseque Sign : Tidak ada

Brudzinski Sign I : Tidak ada


Brudzinski Sign II : Tidak ada
Symphisis Sign : Tidak ada

4. Fungsi Autonom

Tidak ada kelainan

23
2.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (Tanggal 15 Agustus 2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 13.3 g/dl 14-16 g/dl

Eritrosit 5.31 juta/ uL (↑) 4-5 juta/Ul

Leukosit 14.4 ribu/uL (↑) 5.000-10.000/ ul

Trombosit 198 ribu/mm3 150.000-400.000/mm3

Hematokrit 42 % 35-47%

Basofil 0% 0-1 %

Eosinofil 1% 1-3 %

Batang 1% 2-6 %

Segmen 77 % 50-70 %

Limfosit 16 % 20-40 %

Monosit 5% 2-8 %

Elektrolit

Natrium 141 mmol/L 135 – 155

Kalium 4,78 mmol/L 3,5 – 5,5

24
Pemeriksaan Rontgen Thoax (15 Agustus 2022)

Pada pemeriksaan Rontgen Thorax didapatkan :

- CTR <50%, cor tak membesar

- Corakan bronkovaskuler normal

- Diafragma kanan dan kiri licin

- Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip

- Tulang-tulang intak

- Soft tissue baik

Kesan:

25
Radiologis tak tampak kelainan thorax

26
2.5 Diagnosis Banding

1. Asma Bronkial
2. Pneumonia
3. Bronkiolitis

2.6 Diagnosis Kerja

Asma Bronkial

2.7 Tatalaksana

Non medikamentosa

 Edukasi orang tua

 Tirah baring

 Menghindari faktor pencetus asma (debu, asap, udara dingin)

Medikamentosa

 IVFD KAEN 3A 30 cc/jam.

 O2 Nasal canule 2 liter/jam

 Nebulisasi Ventolin 1fls / 8jam

 Dexametason 3x3 mg

 Cefadroxil syr 2x7,5 ml

2.8 Prognosis

- Quo ad vitam : Dubia ad bonam

- Quo ad functionam : Dubia ad bonam

27
- Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

28
2.9 Follow-Up

Tanggal – Jam CATATAN KEMAJUAN (S/O/A) RENCANA


TATALAKSANA
16/08/22 Masalah : P:
Pukul 05.30 1. Sesak nafas Terapi :
WIB 2. Batuk  IVFD KAEN 3A gtt
6/menit
 O2 nasal canule Lpm
S : Sesak nafas berkurang, batuk berdahak
 Nebulisasi Ventolin
1fls / 8jam
(+)
 Dexametason 3x3
mg
O:
KU: Tampak sakit sedang  Cefadroxil syr 2x7,5
ml
Sens: Compos mentis
HR: 128 x/menit, isi dan tegangan
cukup RR: 26 x/menit
SpO2: 96%
Temp: 36,8oC

Keadaan Spesifik:
Kepala: Normocephali
Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Hidung: sekret (-), deviasi septum (-)
Mulut: bibir kering (-), sianosis (-)
Leher: Pembesaran KGB (-), massa (-)
Thoraks:
Paru:
I: simetris, retraksi (+/+)
P: retraksi sela iga (+), krepitasi (-)
P: sonor pada kedua lapang paru
A: vesikuler (+/+), wheezing (+/+), rhonki

29
(-/-) Cor:
I: Ictus cordis tidak
terlihat P: Ictus cordis
tidak teraba P: Batas
jantung normal
A: BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)

30
Abdomen: Cembung, Distensi, nyeri tekan
(-), timpani (+), bising usus (+), Shiffting
dullness (-),Undulasi (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik

A:
Diagnosis : Asma Bronkial

18/08/22 Masalah : P:
Pukul 05.20 1. Batuk Terapi :
2. Sesak napas
WIB  IVFD KAEN 3A gtt
6/menit
 Nebulisasi Ventolin
S :Batuk berkurang (-) , Sesak napas (-)
1fls / 6 jam

 Dexametason 3x3
mg
O:
KU: Tampak sakit ringan  Cefadroxil syr 2x7,5
Sens: Compos mentis ml
HR: 112 x/menit, isi dan tegangan cukup  Persiapan pulang
RR: 25 x/menit
SpO2: 99%
Temp: 36,6oC

Keadaan Spesifik:
Kepala: Normocephali
Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-)
Hidung: sekret (-), deviasi septum (-)
Mulut: bibir kering (-), sianosis (-)
Leher: Pembesaran KGB (-), massa (-)
Thoraks:

31
Paru:
I: simetris, retraksi (-/-)
P: retraksi sela iga (-), krepitasi (-)
P: sonor pada kedua lapang paru

32
A: vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Cor:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis tidak teraba
P: Batas jantung normal
A: BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Cembung, Distensi, nyeri tekan
(-), timpani (+), bising usus (+), Shiffting
dullness (-),Undulasi (-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik

A:
Asma bronkial

33
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Asma

Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena


hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan;
penyempitan ini bersifat sementara/reversible.4
Global Initiative Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai suatu
penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan inflamasi kronik saluran respiratori.
inflamasi kronik ini ditandai dengan riwayat gejala-gejala pada saluran respiratori
seperti wheezing (mengi), sesak napas, dan batuk yang bervariasi dalam waktu
maupun intensitas, disertai dengan limitasi aliran udara ekspiratori.1,4
Pada asma terdapat inflamasi mukosa saluran nafas dari trakea sampai
bronkiolus terminal, namun dominan pada bronkus. Sel sel inflamasi yang
terlibat pada asma antara lain sel mast, eosinophil, limfosit T, maktofag dan
netrofil. Terjadinya penyempitan saluran nafas terutama terjadi akibat
kontraksi otot polos saluran nafas, edema saluran nafas penebalan saluran
nafas akibat remodeling, serta hipersekresi mucus.2

3.2 Prevalensi Asma Pada Anak


Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10%
pada anak). Prevalensi pada anak menderita asma meningkat 8-10 kali di negara
berkembang dibanding negara maju. Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di
Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk
usia 13-14 tahun sebesar 5,2%. Berdasarkan laporan National Center for Health
Statistics (NCHS), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57
per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun adalah 38 per

34
1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Sebelum masa pubertas, prevalensi asma pada
laki-laki 3 kali lebih banyak dibanding perempuan, selama masa remaja
prevalensinya hampir sama dan pada dewasa laki-laki lebih banyak menderita
asma dibanding wanita.

Secara global, morbiditas dan mortalitas asma meningkat pada 2 dekade


terakhir. Peningkatan ini dapat dihubungkan dengan peningkatan urbanisasi.
WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma.
Berdasarkan laporan NCHS terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100
ribu. Sedangkan, laporan dari CDC menyatakan terdapat 187 pasien asma yang
meninggal pada usia 0-17 tahun atau 0.3 kematian per 100,000 anak. Namun
secara umum kematian pada anak akibat asma jarang.6

3.3 Faktor Risiko

Secara umum faktor resiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor
lingkungan.1

1. Faktor genetik

a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.

b. Hipereaktivitas bronkus

Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun


iritan.

c. Jenis kelamin

35
Pria merupakan resiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14
tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding
anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih
kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.

d. Ras/etnik

e. Obesitas

Obesitas atau peningkatan body mass index (BMI), merupakan


faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat
mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan
terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat
badan penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi
paru, morbiditas dan status kesehatan

2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau, debu rumah, spora jamur, kecoa,
serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).

b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur)

3. Faktor lain

a. Alergen makanan

Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat,
kiwi, jeruk, bahan penyedap, pengawet dan pewarna makanan.

b. Alergen obat-obatan tertentu

Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya,


eritosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain-lain.

c. Bahan yang mengiritasi

36
Contoh:parfum, household spray, dan lain-lain.

d. Ekspresi emosi berlebih

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,


selain itu dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang
mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelsaikan
masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diobati maka gejala
asmanya lebih sulit diobati.

e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif

Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan


asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek
berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan resiko terjadinya gejala
serupa asma pada usia dini.

f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan

g. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas/olahraga tertentu. Sebagaian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktiviatas jasmani atau olahraga yang berat. Lari
cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.

h. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering


mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musin kemarau, musim bunga

37
(serbuk sari beterbangan)

i. Status ekonomi

3.4 Patogensis Asma


Perbedaan utama dalam patogenesis pada anak balita adalah respons Th-2
dominan (IL-4 tinggi dan IFN-ã rendah) ditemukan pada asma alergi, sedangkan
respons inflamasi Th1 (IL4 rendah dan IFN-ã tinggi) lebih sering diidentifikasi
pada asma non-alergi. Atas dasar keadaan ini maka diduga terdapat perbedaan
mekanisme imun dan inflamasi untuk virus respiratory infection–induced asthma
dan asma alergi.
Beberapa istilah dan klasifikasi wheezing terdahulu yang yang sering
digunakan pada penjelasan tentang asma pada balita, ternyata merupakan fenotip
wheezing yang bersifat sementara dan tidak jelas apabila diterapkan di dalam
klinis. Klasifikasi wheezing seperti viral induced wheezing, episodic wheezing,
transient wheezing, persistent wheezing, late–onset wheezing, tidak praktis pada
pemakaian sehari hari, sehingga cenderung over dan under diagnosis asma.
Obstruksi saluran respiratori
Inflamasi saluran respiratori yang ditemukan pada pasien asma diyakini
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi. Obstruksi saluran respiratori
menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali baik secara spontan
maupun setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang terjadi dihubungkan
dengan gejala khas pada asma, yaitu batuk, sesak, wheezing, dan hiperreaktivitas
saluran respiratori terhadap berbagai rangsangan. Batuk sangat mungkin
disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratori oleh mediator
inflamasi. Terutama pada anak, batuk berulang dapat menjadi satu-satunya gejala
asma yang ditemukan.

38
Gambar 3.1. Patofisiologi Asma
Bronkial

Penyempitan saluran respiratori pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor.


Penyebab utama penyempitan saluran respiratori adalah kontraksi otot polos
bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Yang
termasuk agonis adalah histamin, triptase, prostaglandin D2 dan leukotrien C4
dari sel mast, neuropeptida dari saraf aferen setempat, dan asetilkolin dari saraf
eferen postganglionik. Kontraksi otot polos saluran respiratori diperkuat oleh
penebalan dinding saluran respiratori akibat edema akut, infiltrasi sel-sel inflamasi
dan remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronik otot polos, vaskular, dan sel-sel
sekretori, serta deposisimatriks pada dinding saluran respiratori. Selain itu,

39
hambatan saluran respiratori juga bertambah akibat produksi sekret yang banyak,
kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar submukosa, proteinplasma yang
keluar melalui mikrovaskular bronkus,dandebris selular.
Pada anak, sebagaimana pada orang dewasa, perubahan patologis pada
bronkus (airway remodeling) terjadi pada saluran respiratori. Inflamasi dicetuskan
oleh berbagai faktor, termasuk alergen, virus,olahraga,dll.Faktor
tersebutjugamenimbulkanrespons hiperreaktivitas pada saluran respiratori
penderita asma. Inflamasi dan hiperreaktivitas menyebabkan obstruksi saluran
respiratori. Meskipun perubahan patofisiologis yang berkaitan dengan asma pada
umumnya reversibel, penyembuhan sebagian/parsial dapat terjadi.
Hiperreaktivitas saluran respiratori
Penyempitan saluran respiratori secara berlebihan merupakan patofisiologi
yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang
bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini
belum diketahui. Akan tetapi, kemungkinan berhubungan dengan perubahan otot
polos saluran respiratori (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder,
yang menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran
respiratori terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran
respiratori selama kontraksi otot polos.
Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan memberikan
stimulus aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya dinaikkan secara
progresif, kemudian dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru (PFR atau
FEV1). Provokasi/stimulus lain seperti latihan fisis, hiperventilasi, udara kering,
aerosol garam hipertonik, dan adenosin tidak memunyai efek langsung terhadap
otot polos (tidak seperti histamin dan metakolin) tetapi dapat merangsang
pelepasan mediator dari sel mast, ujung serabut saraf, atau sel-sel lain pada
saluran respiratori. Dikatakan hiperreaktif bila dengan cara pemberian histamin
didapatkan penurunan FEV1 20%

3.5 Klasifikasi Asma

40
Penyakit asma dapat dibagi menjadi berdasarkan umur,berdasarkan fenotip,
lalu menurut berat ringannya, yaitu klasifikasi derajat penyakit asma dan
klasifikasi derajat serangan asma dan klasifikasi berdasarkan derajat penyakit
asma, derajat serangan asma dibagi menjadi 3 juga yaitu serangan ringan,
serangan sedang, dan serangan berat.
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting
bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat
asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan
berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai

Berdasarkan umur
• Asma bayi – baduta (bawah dua tahun)
• Asma balita (bawah lima tahun)
• Asma usia sekolah (5-11 tahun)
• Asma remaja (12-17 tahun)
Berdasarkan fenotip
• Asma tercetus infeksi virus
• Asma tercetus aktivitas ( exercise incduced asthma )
• Asma tercetus allergen
• Asma terkait obesitas
• Asma dengan banyak pencetus ( multiple triggered asthma )

Berdasarkan derajat beratnya serangan


Derajat Asma Uraian Kekerapan Gejala Asma
Intermiten Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antar gejala ≥6 minggu
Persisten ringan Episode gejala asma >1x/bulan, <1x/minggu
Persisten sedang Episode gejala asma >1x/minggu, namun tidak setiap hari
Persisten berat Episode gejala asma terjadi hampir tiap hari

41
Derajat serangan asma

42
Berdasarkan derajat kendali
• Asma terkendali penuh (well controlled)
o Tanpa obat pengendali : pada asma intermiten

• Dengan obat pengendali : pada asma persisten


(ringan/sedang/berat)

• Asma terkendali sebagian (partlycontrolled)


• Asma tidak terkendali (uncontrolled)

klasifikasi derajat kendali dipakai untuk menilai keberhasilan


tata laksana yang tengah dijalani dan untuk penentuan naik jenjang
(step-up), pemeliharaan (maintenance) atau turunjenjang(step-
down)tatalaksanayangakandiberikan.

3.6 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan
sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di
dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada
mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya
pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang
purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa
disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant ashtma. Bila hal yang
terkahir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan
sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin.

Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala
asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala
terhadap faktor pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang,
infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca.

Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada
awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya

43
tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila
pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya.
Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi dengan bahan
tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan
diagnosis.

3.7 Diagnosis
Penegakan diagnosis asma pada anak yaitu melalui anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis memegang
peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada anak sebagian besar
ditegakkan secara kinis.2
A. Anamnesis
Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan
manifestasi klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma.
Gejala respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak
napas, rasa dada tertekan, dan produksi sputum. Chronic recurrent
cough (batuk kronik berulang,) dapat menjadi petunjuk awal untuk
membantu diagnosis asma. Gejala dengan karakteristik yang khas
diperlukan untuk menegakkan diagnosis asma. Karakteristik yang
mengarah ke asma adalah:3

• Gejala timbul secara episodik atau berulang.

• Timbul bila ada faktor pencetus.

o Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk,


suhu dingin, udara kering, makanan minuman dingin,
penyedap rasa, pengawet makanan, pewarnamakanan.
o Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan,
serbuk sari.
o Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common cold,
rinofaringitis
o Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau

44
tertawa berlebihan.
• Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.
• Variabilitas, Biasanya gejala lebih berat pada malam hari
(nokturnal). Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara
spontan atau dengan pemberian obat pereda asma.3
• Revertabilitas , yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau
dengan pemberian obat

B. Pemeriksaan Fisik
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisik pasien
biasanya tidak ditemukan kelainan. Sedangkan dalam keadaan sedang
bergejala yang dapat ditemukan yaitu batuk atau sesak nafas, dapat
terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung (audible wheeze)
atau yang terdengar dengan stetoskop. 3
Pada pemeriksaan fisik pasien asma, sering ditemukan perubahan cara
bernapas, dan terjadi perubahan bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi
dapat ditemukan: napas cepat sampai sianosis, kesulitan bernapas,
menggunakan otot napas tambahan di leher, perut, dan dada. Pada
auskultasi dapat ditemukan mengi, ekspirasi diperpanjang.1,9

Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-


batuk paroksismal, kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi
memanjang, terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal,
epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik bentuk toraks emfisematous,
bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter anteroposterior toraks
bertambah.
Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian
bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut
suara napas melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara

45
sangat lemah. Terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara
lender bila sekresi bronkus banyak.
C. Pemeriksaan Penunjang
• a. Spirometer Alat pengukur faal paru, selain penting untuk
menegakkan diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek
pengobatan.

• b. Peak flow meter/PFM


Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat
tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari
paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam
menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan objektif
(spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding
PFM oleh karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV, untuk
diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran
napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik,
APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak
dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

• c. X-ray toraks.

Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma

• d. Pemeriksaan IgE Uji tusuk kulit (skin prick test), untuk


menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut
untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen
yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan
darah IgE atopi dilakukan dengan cara radio allergo sorbent test
(RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada
dermographism).
• Uji inflamasi saluran respiratori: FeNO (fractional exhaled nitric
oxide), eosinofil sputum.

46
• Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin
hipertonik.3

Gambar 3.2. Alur Diagnosis Asma Pada Anak

47
3.8 Tatalaksana Asma
Pengobatan asma menurut GINA (Gobal Initiative For Asthma)

Para ahli asma dari berbagai negara terkemuka telah berkumpul dalam
suatu loka karya Global Initiative For Asthma Management And Prevention
yag dikoordinasikan oleh National Health, Lung And Blood Institute Amerika
Serikat dan WHO. Publikasi loka karya tersebut yang dikenal sebagai GINA
diterbitkan pada tahun 1995, dan diperbaharui tahun 1998 dan 2002 dan hampir
seluruh dunia mengikuti protokol pengobatan yang dianjurkan. Namun cara
pengobatan tersebut masih mahal bagi negara sedang berkembang. Sehingga
masing-masing negara dianjurkan membuat kebijakan sesuai dengan kondisi
sosial ekonomi serta lingkungannya.

Ada 6 komponen dalam pengobatan asma, yaitu:

a. Penyuluhan kepada pasien

Karena pengobatan asma memerlukan pengobatan jangka panjang,


diperlukan kerjasam antara pasien, keluarganya serta tenaga
kesehatan. Hal ini dapat tercapai bila pasien dan keluarganya
memhami penyakitnya, tujuan pengobatan, obat-obat yang dipakai
serta efek samping.

b. Penilaian derajat beratnya asma

Penilaian derajat beratnya asma baik melaluipengukuran gejala,


pemeriksaan uji faal paru dan analisis gas darah sangat diperlukan
untuk menilai hasil pengobatan. Seperti telah dikemukakan
sebelumnya, banyak pasien asma yang tanpa gejala, ternyata pada
pemeriksaan uji faal parunya menunjukkan adanya obstruksi salura
napas.

c. Pencegahan dan pengendalian faktor pencetus serangan Di harapkan


dengan mencegah dan mengendalikan faktor pencetus serangan asma

48
makin berkurang atau derajat asma makin ringan.

d. Perencanaan obat-obat jangka panjang

Untuk merencanakan obat-obat anti asma agar dapat mengendalikan


gejala asma, ada 3 hal yang harus dipertimbangkan

1) Obat-obat anti asma

2) Pengobatan farmakologis berdasarkan sistem anak tangga

3) Pengobatan asma berdasarkan sistem wilayah bagi pasien.

e. Merencanakan pengobatan asma akut (serangan asma) Serangan


asma ditandai dengan gejala sesak napas, batuk, mengi, atau
kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Derajat serangan asma
bervariasi dari yang ringan sampai berat yang dapat mengancam
jiwa. Serangan bisa mendadak atau bisa juga perlahan-lahan dalam
jangka waktu berhari-hari. Satu hal yang perlu diingat bahwa
serangan asma akut menunjukkan rencana pengobatan jangka
panjang telah gagal atau pasien sedang terpajan faktor pencetus.

Tujuan pengobatan serangan asma yaitu:

1) Menghilangkan obstruksi saluran napas dengan segera

2) Mengatasi hipoksemia

3) Mengambalikan fungsi paru kearah normal secepat mungkin

4) Mencegah terjadinya serangan berikutnya

5) Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya


mengenai cara-cara mengatasi dan mencegah serangan asma.

f. Berobat secara teratur

Untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan pasien asma


pada umumnya memerlukan pengawasanyang teratur daritenaga

49
kesehatan. Kunjungan yang teratur ini diperlukan untuk menilai hasil
pengobatan, cara

Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu obat
pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Ada yang menyebut
obat pereda sebagai obat pelega atau obat serangan. Obat ini digunakan
untuk meredakan serangan atau gejala asma bila sedang timbul. Bila
serangan sudah teratasi dan gejala tidak ada lagi, maka pemakaian obat ini
dihentikan.1,2
Kelompok kedua adalah obat pengendali, yang digunakan untuk
mencegah serangan asma. Obat ini untuk mengatasi masalah dasar
asma yaitu inflamasi respiratori kronik, sehingga tidak timbul serangan
atau gejala asma. Obat pengendali asma terdiri dari steroid antiinflamasi
inhalasi atau sistemik, antileukotrien, kombinasi steroid–agonis β2
kerja panjang, teofilin lepas lambat, dan anti-imunoglobulin E.1,3
a) Obat Pereda (Reliever)

yaitu obat-obat yang dapat merelaksasi bronko konstriksi dan


gejala-gejala akut yang menyertainya dengan segera. Termasuk dalam
golongan ini yaitu agosnis beta 2 hirup kerja pendek (short acting),
kortikosteroid sistemik, anti koinergik hirup, teofilin kerja pendek,
agonis beta2 oral kerja pendek.9 Agonis beta 2 hirup (fenoterol,
salbutamol, terbutalin, prokaterol) merupakan obat terpilih untuk
gejala asma akut serta bila diberikan sebelum kegiatan jasmani, dapat
mencegah serangan asma karena kegiatan jasmani. Agonis beta 2
hirup juga dipakai sebagai penghilang gejala pada asma periodik.9
Peran kortikosteroid sitemik pada asma akut untuk mencegah
perburukan gejala lebih lanjut. Obat tersebut secara tidak langsung

50
mencegah atau mengurangi frekuensi perawatan di ruang rawat
darurat atau rawat inap. Antikolinergik hirup atau ipatropium bromida
selain dipakai sebagai tambahan terapi agonis beta 2 hirup pada asma
akut, juga dipakai sebagai obat alternatif pada pasien yang tidak dapat
mentoleransi efek samping agonos beta 2. Teofilin maupun agonis
beta2 oral dipakai pada pasien.

Tabel 3.1. Cara Pemberian Obat Pereda Asma

b) Obat Pencegah asma (controller)


 Steroid-inhalasi

yaitu obat-obgat yang dipakai setiap hari, dengan tujuan


aggar gejala asma persisten tetap terkendali. termasuk golongan ini
yaitu obatobat anti inflamasi dan bronkodilator kerja panjang (long
acting).obat-obat anti inflamasi kususnya kortikosteroid hirup
adalah obat yang paling efektif sebagai pencegah. Obat-obat anti
alergi,bronkodilator atau obat golongan lain sering dianggap
termasuk obat pencegah. Meskipun sebenarnya kurang tepat,
karena obat-obat tersebut mencegah dalam ruang lingkup yang
terbatas misalnya mengurangi serangan asma, mengurangi gejala
asma kronik, memperbaiki fungsi paru, menurunkan reaktifitas
bronkus dan memperbaiki kualitas hidup. Obat anti inflamasi dapat
mencegah terjadinya inflamasi serta mempunyai daya profilaksis

51
dan supresi. Dengan pengobatan anti inflamasi jangka panjang
ternyata perbaikan gejala asma, perbaikan fungsi paru serta
penurunan reaktifitas bronkus lebih baik bila di bandingkan
bronkodilator. Termasuk golongan pencegah adalah kortikosteroid
hirup, kortikosteroid sistemik, natrium kromolin, natrium
nedokromil, teofilin lepas lambat (TLL), agonis beta 2 kerja
panjang hirup (salmaterol dan formoterol) dan oral dan obat-obat
anti alergi.9

Steroid inhalasi merupakan obat pengendali asma yang


paling efektif, Beberapa pasien asma memerlukan dosis steroid
inhalasi
400 µg per hari untuk mengendalikan asma dan mencegah
timbulnya serangan asma setelah berolahraga. Pada anak yang
berusia diatas 5 tahun, steroid inhalasi dapat mengendalikan
asma, menurunkan angka kekambuhan, mengurangi risiko
masuk rumah sakit, memperbaiki kualitas hidup, memperbaiki
fungsi paru, dan menurunkan serangan asma akibat berolahraga.
Steroid inhalasi atau sistemik tidak digunakan untuk asma
intermiten dan wheezing akibatinfeksivirus.1,2

Kandidiasis oral dan suara parau sebagai efek samping dapat


dicegah dengan cara berkumur setiap selesai pemberian steroid
inhalasi lalu membuang air bekas berkumur tersebut. Pada anak
asma yang mendapatkan steroid inhalasi perlu dipantau
pertumbuhan (persentil tinggi badan dan berat badan) setiap
tahun.1,

Tabel 3.2. Dosis Preparat Steroid Inhalasi Pada Anak

52
 Agonis β2 kerja panjang (Long acting ß2Cagonist, LABA
Agonis β2 kerja panjang tidak digunakan tunggal melainkan
selalu bersama steroid inhalasi. Kombinasi agonis β2 kerja panjang
dengan steroid terbukti memperbaiki fungsi paru dan menurunkan
angka kekambuhan asma. Preparat kombinasi steroid-agonis β2
kerja panjang pada anak asma yang berusia di atas 5 tahun,
diberikan bila steroid inhalasi dosis rendah tidak menghasilkan
perbaikan. Pemberian kombinasi steroid- agonis β2 kerja panjang
dalam satu kemasan memberikan hasil pengobatan yang lebih baik
dibandingkan steroid inhalasi dan agonis β2 kerja panjang dalam
sediaan terpisah. 1,3
Kombinasi agonis β2 kerja panjang steroid
inhalasi juga dapat digunakan untuk mencegah spasme bronkus
yang dipicu olahraga dan mampu memproteksi lebih lama
dibandingkan agonis β2 inhalasi kerja pendek. Formoterol memiliki

53
awitan kerja yang cepat sehingga walaupun formoterol
merupakan agonis β2 kerja panjang, namun dapat berfungsi
sebagai obat pereda.1,2

 Teofilin Lepas Lambat

Sebagai obat pengendali asma teofilin lepas lambat dapat


diberikan sebagai preparat tunggal atau diberikan sebagai
kombinasi dengan steroid inhalasi pada anak usia di atas 5 tahun.
Kombinasi steroid inhalasi dan teofilin lepas lambat akan
memperbaiki kendali asma dan dapat menurunkan dosis steroid
inhalasi pada anak dengan asma persisten. Preparat teofilin lepas
lambat lebih dianjurkan untuk pengendalian asma karena
kemampuan absorbsi dan bioavaibilitas yang lebih baik.
Eliminasi teofilin lepas lambat bervariasi antar individu
sehingga pada penggunaan jangka lama kadar teofilin dalam
plasma perlu dimonitor. Efek samping teofilin lepas lambat bisa
berupa mual, muntah, anoreksia, sakit kepala, palpitasi,
takikardi, aritmia, nyeri perut, dan diare. Efek samping teofilin
lepas lambat terutama timbul pada pemberian dosis tinggi, di atas
10mg/kgBB/hari.1,4

54
Gambar 3.3 tatalaksana asma pada
balita

55
Pengobatan farmakologis berdasarkan anak tangga

Berdasarkan pengobatan sistemik anak tangga, maka mnurut berat


ringannya gejala, asma dapat dibagi menjadi 4 derajat, obat yang dipakai
setiap hari obat-obat pencegah, dosis tinggi, kortikosteroid hirup,
bronkodilator kerja panjang, kortikosteroid oral jangka panjang

Tabel 3. Pengobatan asma jangka panjang menurut sistem anak tangga

B. Tatalaksana Non-Medikamentosa

Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) merupakan unsur yang sangat


penting tetapi sering dilupakan dalam tata laksana asma. Tujuan program KIE
adalah memberi informasi dan pelatihan yang sesuai terhadap pasien dan
keluarganya untuk meningkatkan pengetahuan atau pemahaman, keterampilan,
dan kepercayaan diri dalam mengenali gejala serangan asma mengambil
langkah-langkah yang sesuai, serta memotivasi dalam menghindari faktor-
faktor pencetus, sehingga meningkatkan keteraturan terhadap rencana
pengobatan yang sudah ditetapkan serta pada akhirnya mampu meningkatkan
kemandirian dalam tata laksana asma yang lebih baik.2
Penghindaran pencetus asma merupakan bagian dari tata laksana non-
medikamentosa pada asma anak selain tata laksana KIE, baik pada pasien
maupun keluarganya. Serangan asma bisa terjadi akibat dua faktor, yaitu
kegagalan dalam farmakoterapi jangka panjang dan kegagalan menghindari
faktor pencetus, ketika faktor pencetus ini bisa menyebabkan keadaan yang
tidak ada gejala menjadi bergejala atau yang gejalanya ringan menjadi
berat.2

56
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang ke IGD RSUD Palembang Bari diantar oleh kedua orang tuanya
dengan keluhan sesak nafas yang semakin memberat kurang lebih sejak 6 jam
sebelum masuk rumah sakit. namun pasien minum obat dari klinik dan diberikan
obat racikan namun keluhan tidak berkurang. sesak muncul secara perlahan-lahan,
dirasakan terus menerus, sesak disertai bunyi mengi serta dipengaruhi oleh debu,
cuaca dingin dan aktivitas fisik, sesak nafas tidak dipengaruhi oleh makanan.
keluhan juga disertai batuk dan pilek sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit,
batuk berdahak berwarna putih kental, tidak bercampur darah,dan sulit
dikeluarkan demam disangkal, BAK dan BAB dalam batas normal

Menurut teori, Global Initiative Asthma (GINA) mendefinisikan asma


sebagai suatu penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan inflamasi kronik
saluran respiratori. inflamasi kronik ini ditandai dengan riwayat gejala-gejala pada
saluran respiratori seperti wheezing (mengi), sesak napas, dan batuk yang
bervariasi dalam waktu maupun intensitas, disertai dengan limitasi aliran udara
ekspiratori.
Sesak napas adalah kondisi pernapasan abnormal atau kurang nyaman
dibandingkan dengan keadaan normal seseorang sesuai dengan tingkat
kebugarannya yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi dan etiologi.
Organ yang paling sering berkontribusi dalam dyspnea adalah jantung dan
paru.9
Pada sesak nafas yang disebabkan oleh gangguan pada cardiac, adanya
tanda- tanda kelainan kardiovaskular. Penyebab paling sering adalah CHF.
Biasanya pada CHF yang menyebabkan keluhan paru yaitu terjadinya gagal
jantung kiri dimana jantung kiri gagal untuk memompa darah secara adekuat
yang datang dari paru sehingga menyebabkan kongesti pulmonal.

57
Pada sesak nafas yang disebabkan oleh sistem pernapasan, patofisiologinya
tidak spesifik terhadap satu jalur saja. Pengetahuan mengenai patofisiologi yang
mendasari penyakit-penyakit (seperti asma, COPD dan lain-lain) menjadi dasar
hipotesis mekanisme dispnea pada penyakit ini beban otot inspirasi meningkat,
sehingga usaha yang dibutuhkan untuk melawan resistensi aliran napas akibat
bronkokonstriksi juga meningkat.
Sistem tubuh yang berkontribusi dalam dyspnea adalah neuromuskular, THT,
pulmonal, kardiologi, digestif, alergi imunologi, ginjal, psikologi dan
endokrinologi.11

Diagnosis dari sesak nafas dikategorikan persistem yaitu :

1. Sistem Neuromuskular
No Diagnosis Anamnesis Sesuai Keluhan pada Kasus
1. Sindrom Guillain - Adanya riwayat infeksi - Sesak nafas (+)
Barre15 - Kelemahan dan
kesemutan
pada ekstremitas
(hemiparesis /
paraparesis)
- Gangguan sensorik
- Gangguan menelan /
Disfagia
- Sesak nafas
2. Muscular Dystrophy - Kelemahan kaki dan - Sesak nafas (+)
16 Panggul
- Kesulitan bangun dari
Duduk
- Kelemahan otot wajah
- Kelemahan pada tangan
dan bahu
- Gangguan menelan /
Disfagia
- Sesak nafas

58
2. THT
No Diagnosis Anamnesis Sesuai Keluhan pada Kasus
1. Laringomalasia - Batuk Batuk (+)
- Sesak nafas Sesak nafas (+)
- Gangguan menelan
- Tersedak
- Muntah setelah makan
- Stridor insipirasi
- Retraksi
2. Trakeomalasia - -Stridor ekspirasi Sesak nafas (+)
meningkat terutama saat
aktivitas, posisi supinasi,
menangis,
infeksi
pernapasan dan menurun
saat istirahat
-Kesulitan minum
atau makan
-Suara parau
-Retraksi
- -Sesak napas

59
3. Disfungsi Pita Suara / - Perubahan suara - Batuk (+)
Disfonia - Batuk - Sesak nafas (+)
- Nyeri menelan
- Sesak nafas
- Bengkak di leher
4. Sumbatan Jalan Nafas - Riwayat mengalami - Sesak nafas (+)
Total tersedak oleh benda asing
- Batuk tiba – tiba
- Gelisah
- Memegang lehernya
dengan jarinya (v-sign)
- Suara menghilang
- Sesak Nafas
- Sianosis
5. Sumbatan parsial - Sumbatan sebagian - Sesak nafas (+)
Laring disebabkan oleh cairan
seperti sisa muntah,
darah atau sekret dalam
rongga mulut, kondisi
pangkal lidah yang jatuh
ke belakang, sumbatan
benda padat, odema
laring, spasme laring dan
odema
faring.
- Batuk tiba–tiba
- Suara serak
- Sesak napas.
- Jika sumbatan ini
berlangsung terus akan
timbul gejala tambahan,
yaitu stridor.

3. Pulmonal

60
No Diagnosis Anamnesis Sesuai Keluhan pada Kasus
1. Bronkiolitis - Sesak nafas - Sesak nafas (+)
- Batuk berdahak yang - Pilek
dahaknya tidak bisa
keluar
- Demam
- Pilek ringan
- Frekuensi nafas
meningkat
- Nafas cuping hidung
- Rewel sampai gelisah
- Sianosis
- Sulit makan atau
minum
- Mual-muntah jarang
sekali didapatkan
pada penderita.
- Pada pemeriksaan
didapatkan
mengi/wheezing,
Ekspirium
memanjang, jika
obstruksi hebat suara
nafas nyaris tak
terdengar, ronki basah
halus nyaring,
kadang-kadang
terdengar pada akhir

atau awal ekspirasi.


2. Asma 14 - Sesak nafas - Batuk (+)
- Batuk - Sesak nafas (+)
Wheezing (+)
- Mengi / wheezing - ekspirasimemanjang
- Ekspirasi memanjang - Faktor pencetus (+)
- Riwayat dalam keluarga (+)
- Adanya faktor - adanya keluhan yang sama
pencetus sebelumnya (+)
- Adanya riwayat
penyakit yang sama
sebelumnya
- Adanya riwayat
penyakit yang sama di
dalam keluarga

- Sesak nafas
- Ronkhi basah halus
4. Bronkiolitis - Sesak nafas - Sesak nafas (+)
- Batuk berdahak yang - Pada pemeriksaan didapatkan

61
dahaknya tidak bisa mengi/wheezing, ekspirium
keluar - memanjang (+)
- Demam - Frekuensi nafas meningkat (+)
- Pilek ringan
- Frekuensi nafas
meningkat
- Nafas cuping hidung
- Rewel sampai gelisah
- Sianosis
- Sulit makan atau
minum
- Mual-muntah jarang
sekali didapatkan
pada penderita.

62
- Pada pemeriksaan
didapatkan
mengi/wheezing,
ekspirium
memanjang, jika
obstruksi hebat suara
nafas nyaris tak
terdengar, ronki basah
halus nyaring,
kadang-kadang
terdengar pada akhir
atau awal ekspirasi.

4. Kardiologi
No Diagnosis Anamnesis Sesuai Keluhan pada Kasus
1. Dekompensasi Kordis - Sesak nafas - Sesak nafas (+)
- Batuk - Batuk (+)
- Mudah lelah
- Kegelisahan dan
kecemasan
- Edema ekstrimitas
bawah, biasanya edema
pitting
- Penambahan berat
badan
- Anoreksia dan mual.
- Nokturia (sering
kencing malam hari)
- Hepatomegali
- Nyeri tekan pada
abdomen di kuadran
kanan atas, terjadi
karena adanya
pembesaran vena di
hepar.
2. Tetralogi of falot - Sianosis yang umumnya - Sesak nafas (+)
tampak sejak lahir.
- Tampak mudah lelah
saat beraktivitas
- Serangan sianotik
(cyanotic spells)
ditandai oleh
bertambahnya sianosis,
hiperpnea paroksismal,
intensitas bising
berkurang,
Iritabilitas

63
- Sesak nafas
- Kejang

64
- Sinkop
- Pemeriksaan fisik
didapatkan sianosis
pada bibir, lidah, serta
ujung-ujung jari tangan
dan kaki.
- Pada auskultasi jantung
didapatkan S2 tunggal
dan keras.
3. Gagal Jantung kongestif - Sesak nafas - Sesak nafas (+)
- Distress pernafasan
- Kongesti paru
- Ortopnea
- Letargi
- Akral dingin
- Gagal tumbuh
- Penurunan toleransi
aktivitas fisik
- Mudah lelah
- Edema perifer
- Peningkatan vena
jugularis
4. Kardiomiopati - Sesak nafas - Sesak nafas (+)
- Ortopnea
- Rales
- Hepatomegali
- Edema
- Lebih cepat lelah
- Terdapat suara jantung
Tambahan

5. Digestif
No Diagnosis Anamnesis Sesuai Keluhan pada Kasus
1. GERD - Nyeri ulu hati - Sesak nafas (+)
- Rasa terbakar di dada
- Sesak nafas
- Mual
- Muntah
- Perut kembung
2. Perforasi gaster - Kesakitan dan gelisah
- Sesak nafas - Sesak nafas (+)
- Riwayat ulkus peptikum
dan penggunaan
OAINS

65
6. Alergi Imunologi
No Diagnosis Anamnesis Sesuai Keluhan pada Kasus
1. Alergi Obat - Riwayat obat obatan - Sesak nafas (+)
yang sedang dipakai - Batuk (+)
pasien
- Riwayat obat obatan
masa lalu, lama
pemakaian dan reaksi
yang pernah timbul
lama waktu yang
diperlukan mulai dari
pemakaian obat hingga
timbulnya gejala
- Gejala hilang setelah
pemakaian obat
dihentikan dan timbul
kembali bila diberikan
kembali
- Riwayat pemakaian
antibiotik topikal
jangka lama

7. Ginjal
No Diagnosis Anamnesis Sesuai Keluhan pada Kasus
1. Gagal Ginjal Kronik - Bengkak pada wajah
dan tubuh - Sesak nafas (+)
- Pruritis
- Buang air sedikit
- Mual dan muntah
- Nafsu makan berkurang
- Mudah lelah
- Sesak nafas
- Edema pulmoner
- Hipertensi
- Ginekomastia
- Letargi
2. Asidosis respiratorik - Sesak nafas - Sesak nafas (+)
- Asteriksis - Peningkatan frekuensi
- Gelisah menimbulkan pernapasan (+)
letargi
- Perubahan status mental
- Koma
- Peningkatan frekuensi
jantung dan pernapasan

66
- Sianosis

8. Psikologi

1. Depresi - Sakit tertusuk pada - Sesak nafas (+)


dada,
- Sakit pada punggung,
lelah,
- Pusing,
- Sesak nafas
- Merasa putus asa
- Pada pasien dengan
gangguan ini, biasanya
tidak ditemukan
kelainan secara fisik
2. Serangan Panik - Perasaan ketakutan - Sesak nafas (+)
yang sangat dan
berhubungan dengan
perasaan adanya bahaya
yang akan datang tanpa
adanya sumber bahaya
yang nyata
- Serangan terjadi secara
tiba tiba
- Sesak nafas
- Jantung Berdebar
- Nyeri dada
- Rasa tercekik
- Takut kehilangan
kontrol

9. Endokrinologi
No Diagnosis Anamnesis Sesuai Keluhan pada Kasus
1. Hipotiroidisme - Rasa capek - Sesak nafas (+)
- Sering mengantuk
- Tidak tahan dingin
- Lesu
- Rambut alis mata Lateral
rontok
- Rambut rapuh
- Lamban bicara
- Berat badan naik
- Mudah lupa
- Sesak nafas

67
- Suara serak

68
- Otot lembek
- Depresi
- Kesemutan
- Gangguan visus
- Sakit kepala
- Muntah
2. Ketoasidosis diabetik - Riwayat poliuria, - Sesak nafas (+)
polidipsia,dan polifagia
- Muntah
- Sakit perut
- Dehidrasi
- Sesak nafas
- Lemah
- Clouding ofsensoria
- >25% pasien KAD
menjadi muntah-muntah
yang tampak seperti kopi
3. Kista tiroid - Nyeri spontan atau tidak - Sesak nafas (+)
spontan, berpindah atau
tetap
- Riwayat keluarga
terdapat yang tiroid
- Perubahan suara
- Gangguan menelan
- Sesak nafas
- Penurunan berat badan
- Keluhan Tirotoksikosis
- Nyeri tekan
- Pembesaran kelenjar
getah bening regional

Pada anamnesis, ibu pasien mengatakan pasien pernah mengalami


keluhan serupa sebelumnya. Keluhan sesak seringkali dirasakan pasien saat
pasien berada di tempat yang berdebu, dan diwaktu dini hari. Dari hasil
pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital pasien Nadi 96 x/menit, RR 42
x/menit dan suhu 36,8oC Pada pemeriksaan spesifik thoraks didapatkan retraksi
dinding dada dan wheezing (+/+) pada kedua paru. Hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan eritrositosis. Berdasarkan
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
mengalami asma.

69
Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik
yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan
derajat bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa sesak nafas, batuk,
wheezing ekspirasi, dada terasa tertekan yang timbul secara kronik dan atau
berulang, reversibel, cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan
biasanya timbul jika ada pencetus.3

Peningkatan leukosit pada pasien menandakan adanya infeksi yang


terjadi pada pasien. Asma umumnya tidak menyebabkan peningkatan
leukosit, sehingga pada pasien patut dicurigai sebagai adanya infeksi.
Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis yang
diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala asma berupa
kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan
produksi sputum.3

Pada pasien ditemukan adanya riwayat penyakit serupa didalam


keluarganya yaitu kakek dari pasien. Hal ini merupakan salah satu faktor
risiko penyakit asma yang dialami oleh pasien. Faktor risiko untuk penyakit
asma dapat dikelompokan menjadi genetik dan non-genetik. faktor risiko
yaitu: polusi udara, asap rokok, makanan cepat saji, berat lahir, cooking
fuel, rendahnya pendidikan ibu, ventilasi rumah yang tidak memadai,
merokok di dalam rumah, dan tidak adanya ventilasi. Sedangkan,
pemberian ASI dan kontak dengan unggas merupakan faktor protektif
terhadap kejadian asma.4
Pasien diberikan tatalaksana non-medikamentosa dan medikamentosa.
Tatalaksana non-medikamentosa meliputi edukasi orang tua pasien dan tirah
baring. Tatalaksana medikamentosa meliputi IVFD KAEN 3A gtt 6x/m, O2
nasal 2 lpm, Nebulisasi Ventolin 1fls / 8jam ,Dexametason 3x3 mg , Cefadroxil
syr 2x7,5 ml

Ventolin memiliki kandungan salbutamol yang merupakan obat golongan


β2-agonis. Obat golongan ini mempunyai mekanisme kerja yaitu dengan

70
menyebabkan bronkodilatasi, stabilitas sel mast dan menstimulasi otot skelet.
Obat yang berkerja selekstif pada reseptop β2 merupakan bronkodilator paling
efektif dengan efek samping yang lebih minimal pada terapi asma. Salbutamol
biasa digunakan sebagai terapi asma akut dan asma akibat exercise karena
merupakan bronkodilator poten yang mempunyai onset cepat atau biasanya
disebut Short

Dexamethasone merupakan obat kortikosteroid yang bekerja dengan


menghambat pengeluaran zat kimia tertentu di dalam tubuh yang bisa memicu
peradangan. Obat ini juga memiliki efek imunosupresan atau penekan sistem
kekebalan tubuh

Cefadroxil merupakan antibiotika golongan cephalosporin. Antibiotika


ini berkerja dengan cara mengikat 1 atau lebih protein pengikat penisilin
( PBPs) yang pada gilirannya menghalangi langkah transpeptidasi akhir sintesis
peptidoglikan di dinding sel bakteri, sehingg menghambat biosintesis dinding
sel yang mengakibatkan lisis bakteri. Antibiotik ini digunakan untuk mengatasi
infeksi saluran nafas , saluran kemih dan kelamin serta infeksi kulit jaringan
lunak.

71
BAB V
KESIMPULAN

1. Asma bronkial merupakan penyakit heterogen , ditandai dengan


peradangan saluran napas kronis. Adanya riwayat gejala pernapasan
seperti mengi ekspirasi, napas pendek, sesak dada dan batuk.
2. Etiologi asma yang dialami pasien berasal dari faktor genetik dan non-
genetik. Faktor non-genetik yang ditemukan pada pasien adalah faktor
alergen (debu, asap) dan juga cuaca atau suhu yang dingin. Batuk yang
dialami oleh pasien dapat merupakan akibat dari asma yang dialami
ataupun infeksi yang dapat menjadi salah satu pencetus asma yang terjadi
pada pasien. Hal ini dibuktikan dari adanya peningkatan leukosit pada
hasil laboratorium darah pasien.
3. Pasien diberikan tatalaksana non-medikamentosa dan medikamentosa.
Tatalaksana non-medikamentosa meliputi komunikasi, informasi dan
edukasi orang tua pasien dan tirah baring serta berupaya untuk
menghindari faktor pencetus asma dari pasien. Tatalaksana medikamentosa
meliputi IVFD KAEN 3A gtt 6x/m, O2 nasal 2 lpm, Nebu Ventolin 1 fls/ 8
jam, injeksi dexamethasone 3x3 mg, dan Cefadroxil syr 2 x 7,5 ml.

72
DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Asthma. 2019. Global Strategy for Asthma


Management and Prevention.
2. Kartina,Y., Djajalaksana,S., Chozin, I,N., Rasyid, H. Perbedaan
Ekspresi miRNA-126 dan Interleukin (IL)-13 Pada Pasien Asma
Terkontrol Penuh dan Tidak Terkontrol Penuh. Jurnal Respirologi
Indonesia. 2020; 40(1).
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. Pedoman Nasional Asma Anak.
Edisi ke-2. Cetakan ke-2. UUK Respirologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
4. GINA. Guide for Asthma Management and Prevention (for Adults and
Children Older than 5 Years). Global Initiative for Asthma. 2020: 46.
www.ginasthma.org.
5. Kartasasmita CB. Epidemiologi asma anak. Rahajoe NN, Supriyatno B,
Setyanto DB, penyunting. Dalam: Buku ajar respirologi anak. Jakarta:
Badan Penerbit PP IDAI; 2013. h. 71H84.
6. Asher I, Bissell K, Chiang CY, El Sony A, Ellwood P, Garcia-Marcos
L, Marks GB, et al. 2019. Calling time on asthmadeaths in tropical
regions-how much longer must people wait for essential medicines?
Lancet Respir Med;7:13-5.
7. Yuhei H, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T,
dkk. Japanese guideline for childhood asthma. Allergol
Int.2014;63:335H56
8. Behrman, Jenson, Kliegman, Marcdante. 2018. Ilmu Kesehatan Anak
Esensial Nelson. Ed-6. Elsevier.
9. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T,
dkk. Japanese guideline for childhood asthma 2014. Allergol Int.
2014;63:335H56.

73
10. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian RI Tahun 2018.
11. Amir Syarif & Elysabeth. 2014. Farmakologi dan Terapi. 5th ed.
Jakarta; Balai Penerbit FK UI.
12. Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., 2014, Farmakologi
Dasar & Klinik, Vol.2, Edisi 12, Editor Bahasa Indonesia Ricky
Soeharsono et al. Jakarta : Penerbit

13. NHLBI. Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma.


National Heart Lung, Blood Institue of America. 2020.

74
14. Nguyen P, Taylor R. 2021. Guillain Barre Syndrome. In: StatPearls.
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; Available from:
https://www-ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/books/NBK532254.
15. La Pelusa A, Kentris M. 2021. Muscular Dystrophy. Di: Stat Pearls.
Treasure Island (FL): Penerbit Stat Pearls; Tersedia dari:
https://www-ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/books/NBK560582.

75

Anda mungkin juga menyukai