Anda di halaman 1dari 25

Departemen Anak REFARAT

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan NOVEMBER 2022


Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
HALAMAN SAMPUL

REFARAT
GASTEROENTERITIS AKUT

Oleh

Tiara Putri Ramli

(70700121018)

Supervisor Pembimbing :

dr. Besse Sarmila., M. Kes., Sp. A (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ANAK
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar – besarnya penulis panjatkan


kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada
kita semua bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul
“GASTEROENTERITIS AKUT” dalam rangka tugas kepaniteraan klinik
Departemen Anak, Program Pendidikan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.
Keberhasilan penyusunan makalah ini adalah berkat bimbingan, kerja
sama, serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima
penulis sehingga segala rintangan yang dihadapi selama penulisan dan
penyusunan referat ini dapat terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan memberikan
penghargaan yang setinggi-tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang
terhormat:

1. dr. Besse Sarmila., M. Kes., Sp. A (K) selaku Supervisor

2. dr. Utami Multi Pratiwi., M. Kes selaku penanggung jawab bagian


3. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu.
Tidak ada manusia yang sempurna maka penulis menyadari sepenuhnya
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala
kerendahan hati penulis siap menerima kritik dan saran serta koreksi yang
membangun dari semua pihak.

Makassar, 23 November 2022

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Refarat dengan judul


“GASTEROENTERITIS AKUT”
Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui
Pada Tanggal 2022

Oleh:
Pembimbing

dr. Besse Sarmila., M. Kes., Sp. A (K)

Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter
UIN Alauddin Makassar

dr. Azizah Nurdin, Sp,OG, M.Kes


NIP: 198409052009012011

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .............................................................................................i


KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I ..................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAB II ................................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 2
A. Definisi ....................................................................................................... 2
B. Epidemiologi .............................................................................................. 2
C. Etiologi....................................................................................................... 3
D. Faktor Risiko ............................................................................................. 4
E. Patofisiologi................................................................................................ 5
F. Manifestasi Klinis ....................................................................................... 8
H. Tatalaksana.............................................................................................. 10
I. Komplikasi ............................................................................................... 17
J. Prognosis.................................................................................................. 17
K. Pencegahan .............................................................................................. 17
L. Integrasi Keislaman ................................................................................. 18
BAB III ................................................................................................................ 19
PENUTUP ........................................................................................................... 19
A. Kesimpulan .............................................................................................. 19
B. Saran ....................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gastroenteritis merupakan keluhan yang cukup mudah di temui pada
anak- anak maupun dewasa di seluruh dunia. Gastroenteritis adalah suatu
keadaan dimana feses hasil dari buang air besar (defekasi) yang
berkonsistensi cair ataupun setengah cair, dan kandungan air lebih banyak
dari feses pada umumnya. Selain dari konsistensinya, bisa disertai dengan
mual muntah dan frekuensi dari buang air besar lebih dari 3 kali dalam
sehari. Gastroentritis akut adalah diare yang berlangsung dalam waktu
kurang dari 14 hari yang mana ditandai dengan peningkatan volume,
frekuensi, dan kandungan air pada feses yang paling sering menjadi
penyebabnya adalah infeksi yaitu berupa virus, bakteri dan parasit (Riddle,
DuPont, & Connor, 2016) .
Gastroenteritis akut masih menjadi salah satu penyumbang
morbiditas tertinggi hingga saat ini di berbagai negara di dunia dan
khususnya di negara berkembang dengan tingkat sanitasi yang masih
tergolong kurang seperti Indonesia. Menurut data dari World Health
Organization (WHO), terdapat 1,87 juta orang meninggal akibat
gastroenteritis di seluruh dunia. Penanganan dini yang cepat, tepat dan
adekuat harus dilakukan dalam mengatasi gastroenteritis akut agar pasien
tidak jatuh ke kondisi yang lebih parah. Mulai dari diagnosis, pemberian
terapi sampai nutrisi bagi penderita harus diberikan dengan tepat. Dalam
penegakan diagnosis gastroenteritis akut bisa dilihat langsung dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, penampakan klinis dan penentuan diagnosis
definitif bisa menggunakan pemeriksaan laboratorium (Sudoyo,
Simadibrata, Setiyohadi, Alwi, & Setiati, 2016).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gastroenteritis akut didefinisikan sebagai penyakit diare dengan
onset yang cepat, dengan atau tanpa mual, muntah, demam, atau nyeri perut.
Gastroenteritis akut (GEA) adalah kondisi umum yang didiagnosis pada
anak-anak dan merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada gaster
usus halus yang melibatkan peningkatan frekuensi feses atau perubahan
konsistensi feses yang tidak berhubungan dengan kondisi kronis
berlangsung lebih dari 3 kali dalam sehari. Diare yang disebabkan oleh
gastroenteritis akut tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak di seluruh dunia, terhitung sekitar dua juta kematian setiap tahun pada
anak di bawah usia lima tahun (Hartman, Brown, Loomis, & Russel, 2019).
B. Epidemiologi
Gastroenteritis pada populasi anak-anak adalah penyakit yang
sangat umum yang bisa mematikan. Ini menyumbang sekitar 10% dari 70
juta kematian per tahun di seluruh dunia dan menjadikannya penyebab
kematian terbanyak kedua di seluruh dunia. Penyebab paling umum pada
bayi di bawah 24 bulan adalah rotavirus, setelah usia 24 bulan, Shigella
berada diurutan kedua (Muhsen, et al., 2019). Anak-anak di bawah usia 5
tahun adalah populasi yang paling sering terkena dampak, dan episode diare
lebih sering terjadi di Asia dan Afrika, terhitung 80% dari kejadian tahunan.
Kebanyakan episodenya adalah diare akut, yang berlangsung kurang dari
satu minggu. Ketika diare berlangsung lebih dari 14 hari, itu dianggap diare
persisten dan menyumbang 3% hingga 19% episode. Sekitar 50% kasus
kematian akibat diare (Simwaka, et al., 2018).
Secara historis, rotavirus adalah penyebab paling umum penyakit
parah pada anak-anak di seluruh dunia. Program vaksinasi rotavirus telah
menurunkan prevalensi kasus diare yang terkait dengan rotavirus. Di
Indonesia, diare merupakan salah satu dari 10 penyakit terbanyak dan saat

2
ini masih menjadi masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi, terutama
di daerah pedesaan. Dalam 30 tahun terakhir, sejak 1983, diare yang
dikategorikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) rata-rata terjadi 148 juta
kasus per tahun. Separuh dari wilayah Indonesia, terutama desa, tidak luput
dari serangan diare. Walaupun jumlah kasus cenderung turun dari waktu ke
waktu, demikian pula dengan angka insidennya, masalah ini masih
merupakan isu kesehatan dasar (IDAI, 2017).
C. Etiologi
Gastroenteritis terjadi ketika ada kontak tinja-oral, konsumsi air atau
makanan yang terkontaminasi dari orang ke orang, inilah yang dapat
menyebabkan terjadinya penyakit ini. Penyakit ini dikaitkan dengan
kebersihan yang buruk dan kemiskinan. Di Amerika Serikat, rotavirus dan
norovirus (menyumbang hampir 58% dari semua kasus) adalah agen virus
paling umum yang menyebabkan diare, diikuti oleh adenovirus enterik,
Sapovirus, dan astrovirus (Jeffs, William, Martin, Brunton, & Walls, 2019).
Diare dikategorikan menjadi akut atau kronis dan menular atau tidak
menular berdasarkan durasi dan jenis gejala. Diare akut didefinisikan
sebagai episode yang berlangsung kurang dari 2 minggu. Infeksi paling
sering menyebabkan diare akut. Sebagian besar kasus disebabkan oleh
infeksi virus, dan perjalanannya akan sembuh sendiri. Diare kronis
didefinisikan sebagai durasi yang berlangsung lebih dari 4 minggu dan
cenderung tidak menular. Penyebab umunya termasuk malansorpsi,
penyakit radang usus dan efek samping pengobatan (Neu & Pammi, 2018).

3
D. Faktor Risiko
Faktor risiko utama gastroenteritis adalah lingkungan, musiman, dan
demografi, sehingga anak anak lebih rentan. Penyakit lain seperti campak
dan imunodefisiensi membuat pasien berisiko lebih tinggi terkena infeksi
gastrointestinal (GI). Malnutrisi adalah faktor risiko signifikan lainnya,
seperti kekurangan vitamin A atau defisiensi seng (Dominiguez & Ward,
2020). Penularan langsung dari orang ke orang merupakan sumber penting.
Minum air yang terkontaminasi, makan makanan yang tidak dimasak,

4
kebersihan tangan yang buruk, dan kurangnya peralatan toilet dalam
kehidupan sehari-hari adalah faktor risiko di negara berpenghasilan rendah.
Faktor predisposisi dan resiko gastroenteritis akut lain pada pediatrik
meliputi (Thomas, 2019):
1. Kunjungan ke negara berkembang
2. Kelainan imun
3. Lingkungan penitipan anak
4. Sering dirawat dirumah sakit
5. Konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi
6. Konsumsi kerang mentah dan makanan laut, Kondisi tempat tinggal
yang padat
7. Penggunaan antibiotik dan/ atau antisida
E. Patofisiologi
Pada umumnya gastroenteritis akut 90% disebabkan oleh agen
infeksi yang berperan dalam terjadinya gastroenteritis akut yaitu faktor
agent dan faktor host. Faktor agent yaitu daya penetrasi yang dapat merusak
sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi
cairan usus halus serta daya lekat kuman. Faktor host adalah kemampuan
tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau
lingkungan internal saluran cerna antara lain: keasaman lambung, motilitas
usus, imunitas, dan lingkungan mikroflora usus. Patogenesis diare karena
infeksi bakteri/parasit terdiri atas (Sudoyo, Simadibrata, Setiyohadi, Alwi,
& Setiati, 2016) :
1. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Diare jenis ini biasanya disebut juga sebagai diare tipe sekretorik
dengan konsistensi berair dengan volume yang banyak. Bakteri yang
memproduksi enterotoksin ini tidak merusak mukosa seperti V. cholerae
Eltor, Eterotoxicgenic E. coli (ETEC) dan C. Perfringens. V.cholerae
Eltor mengeluarkan toksin yang terkait pada mukosa usus halus 15-30
menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan

5
kegiatan berlebihan nikotinamid adenin di nukleotid pada dinding sel
usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3’-5’-siklik monofosfat
(siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida
ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation,
natrium dan kalium (Sudoyo, Simadibrata, Setiyohadi, Alwi, & Setiati,
2016).
2. Diare karena bakteri/parasite invasive (enterovasif)
Diare yang diakibatkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare
Inflammatory. Bakteri yang merusak (invasif) antara lain
Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C.
perfringens tipe C. Diare terjadi akibat kerusakan dinding usus berupa
nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare
dapat tercampur lendir dan darah. Kuman salmonella yang sering
menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, Styphimurium, S enterriditis,
S choleraesuis. Penyebab parasite yang sering yaitu E. histolitika dan G.
Lamblia. Diare inflammatory ditandai dengan kerusakan dan kematian
enterosit, dengan peradangan minimal sampai berat, disertai gangguan
absorbsi dan sekresi. Setelah kolonisasi awal, kemudian terjadi
perlekatan bakteri ke sel epitel dan selanjutnya terjadi invasi bakteri
kedalam sel epitel mulai terjadinya inflamasi. Tahap berikutnya terjadi
pelepasan sitokin yaitu interleukin 1 (IL-l), TNF-α, dan kemokin seperti
interleukin 8 (IL-8) dari epitel dan subepitel miofibroblas. IL- 8 adalah
molekul kemostatik yang akan mengaktifkan sistim fagositosis setempat
dan merangsang sel-sel fagositosis lainnya ke lamina propia. Apabila
substansi kemotaktik (IL-8) dilepas oleh sel epitel, atau oleh
mikroorganisme lumen usus (kemotaktik peptida) dalam konsentrasi
yang cukup kedalam lumen usus, maka neutrofil akan bergerak
menembus epitel dan membentuk abses kripta, dan melepaskan
berbagai mediator seperti prostaglandin, leukotrin, platelet actifating
factor, dan hidrogen peroksida dari sel fagosit akan merangsang sekresi
usus oleh enterosit, dan aktifitas saraf usus. Invasi mikroorganisme atau

6
parasit ke lumen usus secara langsung akan merusak atau membunuh
sel-sel enterosit. Infeksi cacing akan mengakibatkan enteritis
inflamatori yang ringan yang disertai pelepasan antibodi IgE dan IgG
untuk melawan cacing. Selama terjadinya infeksi atau reinfeksi, maka
akibat reaksi silang reseptor antibodi IgE atau IgG di sel mast, terjadi
pelepasan mediator inflamasi yang hebat seperti histamin, adenosin,
prostaglandin, dan lekotrin. Mekanisme imunologi akibat pelepasan
produk dari sel lekosit polimorfonuklear, makrophage epithelial,
limfosit-T akan mengakibatkan kerusakan dan kematian sel-sel
enterosit. Pada keadaan-keadaan di atas sel epitel, makrofag, dan
subepitel miofibroblas akan melepas kandungan (matriks)
metaloprotein dan akan menyerang membrane basalis dan kandungan
molekul interstitial, akan terjadi pengelupasan sel-sel epitel dan
selanjutnya terjadi remodeling matriks (isi sel epitel) yang
mengakibatkan vili-vili menjadi atropi, hiperplasi kripta-kripta di usus
halus dan regenerasi hiperplasia yang tidak teratur di usus besar (kolon).
Pada akhirnya terjadi kerusakan atau sel-sel imatur yang rudimenter
dimana vili-vili yang tak berkembang pada usus halus dan kolon. Sel sel
imatur ini akan mengalami gangguan dalam fungsi absorbsi dan hanya
mengandung sedikit (defisiensi) disakaridase, hidrolase peptida,

berkurangnya tidak terdapat mekanisme Na-coupled sugar atau


mekanisme transport asam amino, dan berkurangnya atau tak terjadi
sama sekali transport absorbsi NaCl. Sebaliknya sel- sel kripta dan sel-
sel baru vili yang imatur atau sel-sel permukaan mempertahankan

kemampuannya untuk mensekresi Cl- (mungkin HCO3-). Pada saat


yang sama dengan dilepaskannya mediator inflamasi dari sel-sel
inflamatori di lamina propia akan merangsang sekresi kripta hiperplasi
dan vili-vili atau sel-sel permukaan yang imatur. Kerusakan immune
mediated vascular mungkin menyebabkan kebocoran protein dari
kapiler. Apabila terjadi ulserasi yang berat, maka eksudasi dari kapiler

7
dan limfatik dapat berperan terhadap terjadinya diare (Sudoyo,
Simadibrata, Setiyohadi, Alwi, & Setiati, 2016).
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gastroenteritis akut dapat berupa diare, muntah,
demam, anoreksia, dan kram perut. Muntah yang diikuti diare mungkin
merupakan gejala awal pada anak, atau sebaliknya. Dokter harus
menanyakan tentang durasi penyakit; jumlah episode muntah dan diare per
hari, output urin, adanya darah di tinja, gejala penyerta seperti demam, sakit
perut, dan keluhan kencing, dan asupan cairan dan makanan terkini.
Pengobatan terkini dan riwayat imunisasi anak juga harus ditinjau. Gejala
biasanya berlangsung kurang dari seminggu, paling sering membaik setelah
1 hingga 3 hari. Setiap tanda penyakit yang menetap selama dua minggu
terakhir diklasifikasikan sebagai kronis dan oleh karena itu tidak memenuhi
persyaratan untuk gastroenteritis akut. Pasien sering datang dengan keluhan
timbulnya gejala yang relatif mendadak, biasanya selama 1 sampai 2 jam.
Orang lain dalam keluarga atau kontak dekat mungkin memiliki keluhan
serupa.
Virus merupakan penyebab mayoritas kasus gastroenteritis akut
pada anak-anak di seluruh dunia. Infeksi virus biasanya ditandai dengan
demam ringan dan diare tanpa darah. Infeksi bakteri dapat menyebabkan
infiltrasi lapisan mukosa usus kecil dan besar, yang pada gilirannya
menyebabkan peradangan. Dengan demikian, anak-anak lebih mungkin
untuk datang dengan demam tinggi dan adanya darah dan sel darah putih
dalam tinja. Manifestasi klinis akan berhubungan dengan patogen. Pasien
mungkin mengalami demam, kram, dan diare dalam 8 hingga 72 jam (Villar
et al, 2012; Dominiguez et al, 2020).
G. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Onset, durasi, tingkat keparahan, dan frekuensi diare harus dicatat,
dengan perhatian khusus pada karakteristik feses (misalnya, berair,
berdarah, berlendir, purulen). Pasien harus dievaluasi untuk tanda-tanda
mengetahui dehidrasi, termasuk kencing berkurang, rasa haus, pusing,

8
dan perubahan status mental. Gejala lebih menunjukkan invasif bakteri
(inflamasi) diare adalah demam, tenesmus, dan feses berdarah.
Makanan dan riwayat perjalanan sangat membantu untuk mengevaluasi
potensi paparan agent. Anak-anak di tempat penitipan, penghuni panti
jompo, penyicip makanan, dan pasien yang baru dirawat di rumah sakit
berada pada risiko tinggi penyakit diare menular. Riwayat sakit
terdahulu dan penggunaan antibiotik dan obat lain harus dicatat pada
pasien dengan diare akut (Sudoyo, Simadibrata, Setiyohadi, Alwi, &
Setiati, 2016).
2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai tingkat
dehidrasi pasien. Umumnya penampilan sakit, membran mukosa kering,
waktu pengisian kapiler yang tertunda, peningkatan denyut jantung dan
tanda-tanda vital lain yang abnormal seperti penurunan tekanan darah
dan peningkatan laju nafas dapat membantu dalam mengidentifikasi
dehidrasi. Demam lebih mengarah pada diare dengan adanya proses
inflamasi. Pemeriksaan perut penting untuk menilai nyeri dan proses
perut akut. Pemeriksaan rektal dapat membantu dalam menilai adanya
darah, nyeri dubur, dan konsistensi feses. Dehidrasi Ringan (hilang
cairan 2-5% BB) gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak, pasien
belum jatuh dalam presyok. Dehidrasi Sedang (hilang cairan 5-8% BB)
turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi
cepat, napas cepat dan dalam. Dehidrasi Berat (hilang cairan 8-10 BB)
tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis sampai
koma), otot otot kaku, sianosis (Sudoyo, Simadibrata, Setiyohadi, Alwi,
& Setiati, 2016).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-


2) Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa (pernafasan Kusmaull)

9
3) Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus
(rotavirus), antigen protozoa (Giardia, E. histolytica).
b. Feses :
1) Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumiah lekosit di feses
pada inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit,
hypha pada jamur)
2) Biakan dan resistensi feses (colok dubur)
Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare
akut karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang
terarah akan sampai pada terapi definitif (Sudoyo, Simadibrata,
Setiyohadi, Alwi, & Setiati, 2016).
c. Pemeriksaan Radiologi
Studi pencitraan abdomen paling sering tampak normal. CT
scan dapat menunjukkan penebalan dinding kolon yang ringan dan
menyebar atau perubahan inflamasi lainnya pada usus. Namun, tidak
ada temuan khusus, dan CT scan harus dilakukan untuk
menyingkirkan etiologi lain yang lebih parah. Pencitraan tidak
dilakukan secara rutin pada pasien dengan diare akut (Stuempfig &
Seroy, 2020)
H. Tatalaksana
WHO merekomendasikan lima tatalaksana utama diare yang disebut
lintas penatalaksanaan diare (rehidrasi, suplement zinc, nutrisi, antibiotik
selektif, dan edukasi orangtua/pengasuh (Indriyani & Putra, 2020).
1. Rehidrasi yang adekuat
a. Oral Rehydration Therapy (ORT)
Pemberian cairan pada kondisi tanpa dehidrasii adalah
pemberian larutan oralit dengan osmolaritas rendah. Oralit untuk
pasien diare tanpa dehidrasi diberikan sebanyak 10 ml/kgbb tiap
BAB. Rehidrasi pada pasien diare akut dengan dehidrasi ringan-
sedang dapat diberikan sesuai dengan berat badan penderita.
Volume oralit yang disarankan adalah sebanyak 75 ml/KgBB.

10
Buang Air Besar (BAB)i berikutnya diberikan oralit sebanyak 10
ml/KgBB. Pada bayi yang masih mengkonsumsi Air Susu Ibu
(ASI), ASI dapat diberikan.
b. Parenteral
Selanjutnya kasus diare dengan dehidrasi berat dengan atau
tanpa tanda-tanda syok, diperlukan rehidrasii tambahan dengan
cairan parenteral. Bayi dengan usia <12 bulan diberikan ringer
laktat (RL) sebanyak 30 ml/KgBB selama satu jam, dapat diulang
bila denyut nadi masih terasa lemah. Apabila denyut nadi teraba
adekuat, maka ringer laktat dilanjutkan sebanyak 70 ml/KgBB
dalam lima jam. Anak berusia >1 tahun dengan dehidrasi berat,
dapat diberikan ringer laktat (RL) sebanyak 30 ml/KgBB selama
setengah sampai satu jam. Jika nadi teraba lemah maupun tidak
teraba, langkah pertama dapat diulang. Apabila nadi sudah kembali
kuat, dapat dilanjutkan dengan memberikan ringer laktat (RL)
sebanyak 70 ml/KgBB selama dua setengah hingga tiga jam. Oralit
diberikan sebanyak 5 ml/KgBB/jam jika pasien sudah dapat
mengkonsumsi langsung. Bayi dilakukan evaluasi pada enam jam
berikutnya, sementara usia anak-anak dapat dievaluasii tiga jam
berikutnya.
2. Suplement Zinc
Suplement zinc digunakan untuk mengurangii durasi diare,
menurunkan risiko keparahan penyakit, dan mengurangii episode diare.
Pengunaan mikronutrien untuk penatalaksanaan diare akut didasarkan
pada efek yang diharapkan terjadi pada fungsi imun, struktur, dan
fungsi saluran cerna utamanya dalam proses perbaikan epitel sel seluran
cerna. Secara ilmiah zinc terbukti dapat menurunkan jumlah buang air
besar (BAB) dan volume tinja dan mengurangi risiko dehidrasi. Zinc
berperan penting dalam pertumbuhan jumlah sel dan imunitas.
Pemberian zinc selama 10-14 hari dapat mengurangi durasi dan
keparahan diare. Selain itu, zinc dapat mencegah terjadinya diare

11
kembali. Meskipun diare telah sembuh, zinc tetap dapat diberikan
dengan dosis 10 mg/hari (usia < 6 bulan) dan 20 mg /hari (usia > 6
bulan).
3. Nutrisi adekuat
Pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan yang sama saat anak
sehat diberikan guna mencegah penurunan berat badan dan digunakan
untuk menggantikan nutrisi yang hilang. Apabila terdapat perbaikan
nafsu makan, dapat dikatakan bahwa anak sedang dalam fase
kesembuhan. Pasien tidak perlu untuk puasa, makanan dapat diberikan
sedikit demi sedikit namun jumlah pemerian lebih sering (>6 kali/hari)
dan rendah serat. Makanan sesuai gizi seimbang dan atau ASI dapat
diberikan sesegera mungkin apabila pasien sudah mengalami
perbaikan. Pemberian nutrisi ini dapat mencegah terjadinya gangguan
gizii, menstimulasii perbaikan usus, dan mengurangii derajat penyakit.
4. Antibiotik selektif
Pemberian antibiotik dilakukan terhadap kondisi- kondisi seperti :
a. Patogen sumber merupakan kelompok bakteria
b. Diare berlangsung sangat lama (>10 hari) dengan kecurigaan
Enteropathogenic E coli sebagai penyebab
c. Apabila patogen dicurigai adalah Enteroinvasive E coli
d. Agen penyebab adalah Yersinia ditambah penderita memiliki
tambahan diagnosis berupa penyakit sickle cell
e. Infeksii Salmonella pada anak usia yang sangat muda, terjadi
peningkatan temperatur tubuh (>37,5 C) atau ditemukan kultur
darah positif bakteri.
5. Edukasi Orang Tua
Orangtua diharapkan dapat memeriksakan anak dengan diare
puskesmas atau dokter keluarga bila didapatkan gejala seperti: demam,
tinja berdarah, makan dan atau minum sedikit, terlihat sangat kehausa,
intensitas dan frekuensi diare semakin sering, dan atau belum terjadi
perbaikan dalam tiga hari. Orang tua maupun pengasuh diberikan

12
informasi mengenai cara menyiapkan oralit disertai langkah promosi
dan preventif yang sesuai dengan lintas diare.
Prioritas dalam penatalaksanaan GEA dengan atau tanpa dehidrasi
meliputi pengenalan gejala awal, identifikasi derajat dehidrasi, stabilisasi,
dan strategi rehidrasi. Gejala termasuk muntah, diare, demam, penurunan
asupan oral, ketidakmampuan untuk mengikuti kehilangan yang sedang
berlangsung, penurunan keluaran urin, berkembang menjadi lesu, dan syok
hipovolemik. Adapun pengenalan gejala dehidrasi sebagai berikut (Depkes,
2011) :

13
1. Diare tanpa dehidrasi

14
2. Diare dengan dehidrasi ringan-sedang

15
3. Diare dengan dehidrasi berat

16
I. Komplikasi
Komplikasi dari gastroenteritis pediatrik bergantung pada tingkat
keparahan diare dan waktu pengobatan. Anak-anak yang menunda
pengobatan dapat mengalami kegagalan multiorgan, yang menyebabkan
kematian. Komplikasi berikut dapat terjadi akibat dehidrasi yang tidak
terkelola pada pediatric antara lain Syok akibat penurunan jumlah air tubuh,
hipoksemia, dan asidosis jaringan, kematian akibat komplikasi parah ketika
dehidrasi parah tidak ditangani oleh rehidrasi cepat (Dominiguez & Ward,
2020).
J. Prognosis
Prognosis dalam banyak kasus sangat baik. Kondisi ini biasanya
akan sembuh sendiri. Namun, penting bagi pasien untuk terus menjaga
hidrasi oral meskipun tidak mencari perawatan medis. Kematian memang
terjadi pada usia ekstrim dan pada individu dengan imunosupresi
(Dominiguez & Ward, 2020)
K. Pencegahan
1. Mencuci Tangan
Mencuci tangan direkomendasikan sebagai cara utama mencegah
gastroenteritis. Sebuah meta-analisis dari 30 penelitian menunjukkan
bahwa kampanye cuci tangan mengurangi kejadian infeksi saluran cerna
sebesar 30% (95% CI, 19 menjadi 43). Tidak ada bukti bahwa sabun
antibakteri bekerja lebih baik daripada sabun non-antibakteri sabun.
Penggunaan pembersih tangan berbahan dasar alkohol selain mencuci
tangan dapat mengurangi gastroenteritis di kantor dan penitipan anak
(Hartman, Brown, Loomis, & Russell, Gastroenteritis in Children,
2019).
2. Vaksin
Sebelum ketersediaan vaksin rotavirus, hampir semua anak di
seluruh dunia mengalami infeksi rotavirus pada usia tiga sampai lima
tahun. Namun, tingkat infeksi rotavirus telah berkurang secara nyata
dengan penggunaan vaksin. Studi di Meksiko dan Brasil telah
menunjukkan bahwa vaksin tersebut mencegah 80.000 rawat inap dan

17
1.300 kematian akibat diare per tahun. Semua anak harus menerima
vaksin rotavirus hidup oral yang dilemahkan, yang dapat dimulai antara
6 dan 15 minggu kehidupan, untuk mengurangi risiko gastroenteritis
parah, rawat inap, dan kematian akibat infeksi rotavirus .
3. Metode Pencegahan Lain
Pemberian ASI eksklusif selama empat bulan dan pemberian ASI
parsial setelahnya dikaitkan dengan tingkat gastroenteritis akut yang
lebih rendah pada tahun pertama kehidupan dan penurunan tingkat rawat
inap akibat penyakit diare. Studi kohort memperkirakan bahwa 53%
rawat inap karena diare dapat dicegah setiap bulan dengan pemberian
ASI eksklusif. Antibodi dalam ASI memberikan sebagian kecil dari
perlindungan kekebalan bayi, dengan mikrobioma usus, prebiotik,
probiotik, kekebalan mukosa, nukleotida, dan oligosakarida memiliki
peran yang lebih besar. Faktor pertumbuhan epidermal dalam ASI
menginduksi pematangan epitel usus, imunoglobulin A, dan
oligosakarida, yang mencegah perlekatan patogen, dan laktoferin dalam
ASI menawarkan sifat antimikroba (Lawrence et al, 2016)
L. Integrasi Keislaman

Al-Baqarah ayat 222 : Dan mereka menanyakan kepadamu


(Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.”
Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai
dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah
menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) mencakup alur
tatalaksana balita sakit pada tingkat layanan primer, termasuk penyakit diare
akut. Anamnesis dan pemeriksaan fisik secara seksama menentukan
diagnosa dan rencana terapi yang disesuaikan dengan derajat dehidrasi
anak. Tatalaksana diberikan berdasarkan “LimaPilar Diare” yaitu cairan,
zinc, antibiotika jika diperlukan, nutrisi atau ASI, dan edukasi. Pasien yang
tidak dapat ditangani atau tidak mengalami perbaikan di layanan kesehatan
tingkat pertama akan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
B. Saran
Promosi kesehatan mengenai penanganan cepat dan tepat
gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan-sedang di rumah perlu
dilakukan agar orang tua dapat memberikan penanganan awal yang tepat
saat keluhan terjadi

19
DAFTAR PUSTAKA

Hartman, S., Brown, E., Loomis, E., & Russel, H. (2019). Gastroenteritis in
Children. Am Fam Physician Pubmed, 159-165.
Dominiguez, G., & Ward, R. (2020). Pediatric Gastrointestinal. Treasure Island
StatPearls Publishing.
Thomas, D. J. (2019). Infectious Gastrointestinal Disorders. Philadelphia: The art
and science of advanced practice nursing an interprofessial approach.
Sudoyo, A., Simadibrata, M., Setiyohadi, B., Alwi, I., & Setiati, S. (2016). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II eidsi V. Jakarta: Interna Publishing.
Riddle, M., DuPont, H., & Connor, B. (2016). ACG Clinical Guideline: Diagnosis,
Treatment, and Prevention of Acute Diarrheal Infections in Adults. The
American Journal of Gastroenterology, 602-622.
Muhsen, K., Kassem, E., Rubenstein, U., Goren, S., Ephros, M., Shulmun, L., &
Cohen, D. (2019). No Evidence of an increase in the incidience of norovirus
gastroenteritis hospitalizations in young children after the intruction of
universal rotavirus immunization in israel. Vaccin Immunother, 1284-1293.
IDAI. (2017). Pedoman Pelayan Medis Diare Akut Jilid 1. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
Simwaka, J., Mpabalwani, E., Seheri, M., Peenze, I., Monze, M., Matopo , B., . . .
Mwenda, J. (2018). Diservity of rotatovirus strains circulating in children
under five years of age who presented with acute gostroenteritis before and
after rotatovirus vaccine. University Teaching Hospital, Lusaka, Zumbia,
7243-7247.
Jeffs, E., William, J., Martin, N., Brunton, C., & Walls, T. (2019). The
Epidemiology of non viral gastroenteritis in NewZealand children from
1997 to 2015 an observasional study. BMC Public Healt, 18.
Neu, J., & Pammi, M. (2018). Necrotizing Enteicolitis : The Intestinal Microbiome
Metabolome and Inflamatory Mediators. Semin Fetal Neonatal Medical,
400-405.
Stuempfig, N., & Seroy, J. (2020). Viral Gastrenteritis. Statpearls Publishing.

20
Indriyani, D. R., & Putra, I. S. (2020). Penanganan terkini diare pada anak: tinjauan
pustaka. Intisari Sains Medis, 923-932.
Depkes. (2011). Buku Saku Petugas Kesehatan : Lintas diare. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.
Hartman, S., Brown, E., Loomis, E., & Russell, H. (2019). Gastroenteritis in
Children. Am Fam Physician, 159-165.

21

Anda mungkin juga menyukai