Anda di halaman 1dari 9

PRTUSIS

Tiara Putri Ramli (70700121018)


Mahasiswa Program Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

ABSTRAK
Latar Belakang:
Pendahuluan : Pertusis dikenal dengan whooping cough atau batuk rejan yang yang banyak
menyerang anak balita dengan kematian yang tertinggi pada anak usia di bawah enam bulan yang
disebabkan infeksi Bordetella pertusis. Penyakit ini di tandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari
batuk yang sangat spasmodik dan paroksimal disertai nada yang meninggi , karena penderita
berupaya keras untuk menarik nafas sehingga pada akhir batuk sering di sertai bunyi yang khas
(whoop), sehingga penyakit ini disebut Whooping cough. Kasus : dilaporkan seorang anak laki-
laki berusia 7 tahun 9 bulan datang dengan keluhan batuk lendir yang dirasakan memberat di
malam hari. Batuk kuat yang diikuti bunyi melengking pada saat menarik napas disertai wajah
bertambah merah kebiruan sampai terihat pembuluh darah disekitar leher saat batuk, nyeri dada
hingga sesak. Pasien mengalami rhinitis, perdaharan di konjungtiva, demam dan mual muntah.
Kesimpulan: Batuk merupakan salah satu keluhan yang paling sering terjadi pada anak-anak dan
penyebabnya bermacam-macam. Imunisasi aktif dan diagnosis dini sangat penting dalam
pengelolaan pertusis.
Kata kunci : Pertusis, Batuk Rejan, Bordetella Pertusis, Whooping chough.

ABSTRACT
Background:
Pertussis is known as whooping cough or whooping cough which mostly affects children under
five with the highest mortality in children under six months due to infection with Bordetella
pertussis. This disease is characterized by a syndrome consisting of a very spasmodic and
paroxysmal cough accompanied by a rising tone, because the patient tries hard to catch his breath
so that at the end of the cough it is often accompanied by a distinctive sound (whoop), so this
disease is called Whooping cough. Case: it was reported that a boy aged 7 years and 9 months
came with complaints of coughing up mucus that felt worse at night. A strong cough followed by
a shrill sound when inhaling accompanied by a bluish red face that shows blood vessels around
the neck when coughing, chest pain to tightness. The patient has rhinitis, bleeding in the
conjunctiva, fever and nausea and vomiting. Conclusion: Cough is one of the most common
complaints in children and has various causes. Active immunization and early diagnosis are very
important in the management of pertussis.
Keywords: Pertusis, Batuk Rejan, Boedetella Pertusis, Whooping chough

1. LATAR BELAKANG pertusis tercatat di Persia pada abad ke-


Pertusis (whooping cough) 15, dan wabah yang mengakibatkan
merupakan suatu penyakit infeksi banyak kematian di antara bayi dan
traktus respiratorius yang secara klasik anak kecil didokumentasikan di Paris
disebabkan oleh Bordetella pertussis, pada musim panas 1578. Catatan
namun walaupun jarang dapat pula Inggris dari awal abad ke-16 dan 1701
disebabkan oleh Bordetella pertussis. London Bills of Mortality melaporkan
Pertusis, umumnya dikenal sebagai batuk rejan1.
batuk rejan, infeksi pernapasan yang Pertusis menyerang semua
disebabkan oleh bakteri Bordetella usia, tetapi yang paling parah adalah
pertussis1. bayi, yang mengalami insiden spesifik
Pertusis adalah penyakit batuk usia tertinggi dan mencakup hampir
yang dapat berlangsung selama semua pertusis rawat inap dan
beberapa minggu dan ditandai dengan kematian. Bahkan sekarang, lebih dari
batuk berulang yang tiba-tiba yang 80% bayi AS berusia kurang dari 2
diakhiri dengan "teriakan" yang bulan yang dilaporkan mengalami
terengah-engah. Catatan sejarah pertussis dirawat di rumah sakit1.
menggambarkan penyakit seperti Pertusis biasanya dimulai
pertusis kembali sekitar 1000 tahun, seperti infeksi saluran pernapasan atas
dan analisis genetik menunjukkan ringan. Batuk sesekali berkembang
bahwa bakteri telah dikaitkan dengan dalam 1 atau 2 minggu menjadi
manusia selama jutaan tahun. Wabah paroksismal, frekuensi dan
keparahannya meningkat sebelum beberapa minggu yang lalu. Saat batuk
berangsur-angsur mereda selama ibu pasien mengatakan wajah pasien
beberapa minggu atau lebih. Pertusis tambah merah kebiruan sampai terihat
biasanya tidak berhubungan dengan pembuluh darah disekitar leher. Selain
demam, tetapi berhubungan dengan itu pasien mengeluhkan nyeri dibagian
limfositosis, terutama pada bayi dan dadanya saat batuk sampai pasien
anak kecil. Saat penyakit sembuh, merasa sesak saat di IGD. 2 minggu
batuk nonparoxysmal dapat bertahan sebelumnya pasien mengalami rhinitis
selama beberapa minggu dan infeksi yang dialami sampai saat ini. 1 minggu
virus yang terjadi bersamaan dapat SMRS terjadi perdaharan di
memicu kekambuhan paroxysms.2 konjungtiva setelah pasien berenang.
Satu studi besar tentang Keluhan ini disertai demam yang
pertusis pada bayi dan anak-anak di dialami sejak 2 hari SMRS, demam
Jerman, sebelum vaksinasi pertusis dirasakan naik turun. Mual muntah
universal, menemukan bahwa 90% sebanyak 1 kali dalam satu hari. BAB
orang yang tidak divaksinasi pasien kesan baik dan BAK lancer. Nafsu
dengan pertusis yang terbukti makan baik. Riwayat sebelumnya tidak
mengalami batuk paroksismal, 79% pernah seperti ini. Riwayat pengobatan
mengalami rejan, 53% mengalami di klinik namun tidak ada perbaikan.
muntah posttusif, tetapi hanya 6% Riwayat dikeluarga yang menderita hal
yang mengalami batuk rejan2. serupa tidak ada. Riwayat kontak
2. KASUS dengan penderita TB.
Seorang anak laki-laki berusia Pasien tinggal bersama kedua
7 tahun 9 bulan dating dibawa oleh orang tuanya dan kelima saudaranya,
ibunya ke IGD RSUD Haji Kota ayah Tn. N berusia 42 tahun, ibu Ny. R
Makassar dengan keluhan batuk yang berusia 37 tahun, kakak pertama Tn. A
dialami ± 3 minggu SMRS, batuk berusia 19 tahun. An. B berusia 15
disertai lendir yang dirasakan tahun, An. C berusia 6 tahun dan An.
memberat di malam hari. Batuk kuat D berusia 1 tahun 9 bulan. Ayah pasien
yang diikuti bunyi melengking pada bekerja sebagai wiraswasta dan ibu
saat menarik napas yang dialami sejak pasien ibu rumah tangga.
3. RIWAYAT PERKEMBANGAN badan normal.
DAN MAKANAN - Tinggi badan menurut
Pasien An. G mulai berbalik umur (TB/U): 125/126
pada usia 3 bulan, gigi pertamanya x 100% = 99,2% : Kategori
muncul pada usia 6 bulan, duduk pada perawakan normal.
usia 7 bulan, dan berbicara pada usia - Berat badan menurut tinggi
12 bulan, berdiri pada usia 9 bulan dan badan (BB/TB): 24/24 x
mulai berjalan sendiri pada usia 12 100% = 100% : kategori gizi
bulan. Kemudian pasien An. G baik.
mendapatkan ASI hingga usia 1 bulan b. Status Generalis :
dan mulai MPASI pada usia 6 bulan. Mata : perdarahan subkonjungtiva
4. RIWAYAT IMUNISASI (+/+), anemis (-/-), sclera ikterik (-
Riwayat imunisasi pasien An. /-), edema (-), kepala tampak
G lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, normochepal, muka simetris,
DPT 3 kali, HiB 3 kali, Rubella 1 kali, rambut hitam dan sulit dicabut,
Polio 3 kali, Hepatitis B 4 kali, dan ubun besar menutup, mata simetris
campak 2 kali. dan pupil isokor, telinga, hidung,
5. PEMERIKSAAN FISIS mata, lidah, gigi, dan ekstremitas
Keadaan umum: pasien tampak dalam batas normal. Tenggorokan
sakit sedang; gizi baik; kesadaran faring tidak hiperemis, tonsil T1-
compos mentis; tekanan darah 90/70 T1, KGB leher tidak teraba.
mmHg; pernapasan 30 kali/menit; c. Status Lokasi
suhu 39,2oC; nadi 120 kali/menit; Regio Jantung:
SpO2 97%; lingkar kepala 52 cm; Ictus cordis: Tidak nampak dan
lingkar dada 65 cm; lingkar perut 63 tidak teraba
cm; berat badan 24 kg; panjang badan Batas kiri: ICS IV
125 cm. lineamidclavicular sinistra
a. Status Gizi berdasarkan CDC : Batas kanan: ICS IV
- Berat badan menurut lineaparasternal dextra
umur(BB/U): 24/25 x Batas atas: ICS II
100% = 96% : Kategori berat lineaparasternal dextra
Irama: BJ I/II murni regular WBC: 15,41 [10xᴧ3/uL]; NEUT:
Tidak terdapat bising dan thrill, 11,35 [10xᴧ3/uL], LYMPH: 2,88
Regio Paru [10xᴧ3/uL]; MONO:1,10
PP: Retraksi (-), simetris kanankiri [10xᴧ3/uL]; EO: 0,08 [10xᴧ3/uL];
PR: Vocal premitus kanan kiri BASO: 0,00 [10xᴧ3/uL]; IG: 0,02
sama [10xᴧ3/uL]; RBC: 4,90
PK: Sonor dikedua lapangan paru [10xᴧ6/uL]; HGB: 11,9 [g/dL];
PD: Vesikuler (+/+), Rhonki HCT: 35,3 [%]; MCV: 72,0 [fL];
(+/+), Wheezing (-/-) MCH: 24,3 [pg]; MCHC: 33,7
Regio Abdomen [g/dL], PLT: 320 [10xᴧ3/uL];
PP: Datar mengikuti gerak napas PCT: 0,33 [%].
PD: Peristaltik (+) kesan normal b. Hasil Radiologi : Bronchitis.
PK: Tympani 7. TERAPI FARMAKOLOGIS
PR: Massa (-), nyeri tekan (-) a. IVFD Dextrose 5% 14 tpm.
Limpa: Splenomegali (-) b. Codein 10 mg 3 x ½ tablet
Kulit: papul erimatosa disertai c. Erytromicyn 4 x 250 mg tablet
vesikel dibagian badan dan (selama 14 hari)
menyebar ke bagian wajah dan d. Vit B Comp 1 x 1 tablet
tangan. 8. PEMBAHASAN
Kelenjar limfe: Dalam batas Dilaporkan satu kasus pertusis
normal pada anak laki-laki berusia 7 tahun 9
Columna vertebralis: dalam berdasarkan geejala klinis dan
keadaan normal pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
Status Neurologis: penunjang yang dilakukan, pasien di
Refleks fisiologis normal yang diagnosis menderita pertusis. Pertusis
terdiri dari KPR (+/+) dan APR dikenal sebagai "batuk rejan," adalah
(+/+), refleks patologis (-). penyakit infeksi saluran pernafasan
Pemeriksaan motorik dan yang sangat menular dan menyerang
sensorik pasien tidak ada kelainan. orang-orang dari segala usia yang
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG disebabkan oleh bakteri Bordetella
a. Hasil laboratorium darah rutin : pertussis3.
Etiologi penyakit ini adalah hari, dengan rata-rata 7 hari,
yang disebut Bordetella pertussis. sedangkan perjalanan penyakit ini
Penyakit ini hanya ditemukan pada berlangsung antara 6 – 8 minggu atau
manusia. Bordetella pertussis lebih. Gejala timbul dalam waktu 7-
menempel pada silia (perpanjangan 10 hari setelah terinfeksi. Gejala
kecil seperti rambut) yang melapisi klasik sering muncul pada infeksi
bagian dari sistem pernapasan bagian primer pada anak dengan imunisasi
atas. Bakteri melepaskan toksin tidak lengkap. Gejala muncul kurang
(racun), yang merusak silia dan kebih 6-12 minggu dengan 3 tahapan
4
menyebabkan saluran udara :
membengkak. Bordetella pertussis a. Tahap Kataral : Mulai terjadi
menyebar dengan mudah dari orang secara bertahap dalam waktu 7-10
ke orang melalui udara. Ketika hari setelah terinfeksi, ciri-cirinya
seseorang yang menderita batuk rejan menyerupai flu ringan seperti
bersin atau batuk, mereka dapat bersin-bersin, mata berair, nafsu
mengeluarkan partikel kecil dengan makan berkurang, lesu, batuk
bakteri di dalamnya. Orang lain (pada awalnya hanya timbul di
kemudian menghirup bakteri malam hari kemudian terjadi
tersebut4. sepanjang hari).
Beberapa faktor diketahui b. Tahap Paroksismal : Mulai
berpengaruh terhadap manifestasi timbul dalam waktu 10-14 hari
klinis pada infeksi Bordetella (setelah timbulnya gejala awal) 5-
pertussis seperti usia, riwayat 15 kali batuk diikuti dengan
imunisasi atau infeksi sebelumnya, menghirup nafas dalam dengan
dan pengobatan antibiotik. Beberapa pada tinggi. Batuk bisa disertai
faktor tambahan lain yang pengeluaran sejumlah besar
mempengaruhi manifestasi klinis lendir vang biasanya ditelan oleh
adalah jumlah organisme pada bayi / anak-anak atau tampak
paparan, imunitas individu, dan sebagai gelembung udara di
genotip organisme4. hidungnya). Muka anak akan
Masa inkubasi pertusis 6-20 merah atau sianosis, mata
menonjol, lidah menjulur, laboratorium pertusis namun dalam
lakrimasi, salivasi dan distensi beberapa tahun terakhir PCR telah
vena leher selama serangan. menjadi alat yang semakin populer
Episode batuk-batuk yang dan secara signifikan berkontribusi
paroksimal dapat terjadi lagi terhadap peningkatan kejadian
sampai obstruksi “mucous plug” pertusis. Sebenarnya sensitivitas
pada saluran nafas menghilang. PCR menurun dengan durasi batuk
Pada stadium paroksismal dan di antara individu yang
dapat terjadi petekia pada kepala sebelumnya diimunisasi, meskipun
dan leher atau perdarahan demikian itu adalah alat yang jauh
konjungtiva. Batuk atau lendir lebih kuat untuk diagnosis daripada
yang kental sering merangsang kultur pada mereka yang berada pada
terjadinya muntah. tahap akhir penyakit. Tes serologi
Vomitus sesudah batuk dengan dapat menjadi alat yang berguna,
paroksimal adalah cukup khas terutama di antara pasien yang lebih
sehingga anak dicurigai menderita tua yang datang terlambat dalam
pertussis walaupun tidak ada perjalanan penyakit mereka ketika
“whoop”. Pada bayi, apnea (henti kultur dan PCR negatif3.
nafas) dan tersedak lebih sering Pemeriksaan Foto Thorax dapat
terjadi dibandingkan dengan tarikan memperlihatkan infiltrat perihiler,
nafas yang bernada tinggi. atelektasis, atau emphisema5.
c. Tahap Konvalesen : Mulai terjadi Komplikasi berat seperti apnea,
dalam waktu 4-6 minggu setelah ensefalopati, dan pneumonia sering
gejala awal. Batuk semakin muncul pada kelompok ini. Pada
berkurang, muntah juga sebuah penelitian mengenai
berkurang, anak tampak merasa komplikasi pertussis, 75% infant < 6
lebih baik. Kadang batuk terjadi bulan didiagnosa dengan pneumonia,
selama berbulan-bulan, biasanya 25% dengan apnea, 14% dengan
akibat iritasi saluran pernafasan. kejang,dan 5% dengan ensefalopati5.
PCR, kultur, dan serologi adalah Pengobatan pertusis bertujuan
penunjang utama diagnosis untuk mengobati infeksi bakteri dan
juga gejalanya. Sebagian besar sama efektifnya dengan pengobatan
Bordetella pertussis secara spontan jangka panjang dalam pemberantasan
akan dibersihkan dari nasofaring Bordetella pertussis, dengan efek
dalam waktu 2-4 minggu setelah samping yang lebih sedikit6.
infeksi, tetapi tetap sebagai pembawa Pertusis dapat dicegah dengan
selama 6 minggu. Jika antibiotik imunisasi, sekitar 80-85% efektif
dimulai lebih awal pada stadium mencegah infeksi setelah rangkaian
kataral, hal itu dapat mempersingkat primer selesai. Jika anak sudah
perjalanan dan mengurangi tingkat diimunisasi, mereka lebih cenderung
keparahannya. Namun sebagian memiliki manifestasi klinis subklinis
besar pasien datang dalam stadium atau kurang parah jika terinfeksi.
paroksismal, dan kondisi ini Pemberian imunisasi pasif pada bayi
membuat antibiotik tidak efektif usia lahir sampai 6 tahun, kemudian
karena manifestasi klinisnya efek dilanjutkan dengan pemberian dosis
yang dimediasi toksin. Namun, tunggal bagi yang tidak melakukan
pemberian antibiotik yang tepat imunisasi lengkap sebelumnya,
diindikasikan jika dicurigai adanya kemudian pada usia remaja usia 11
Bordetella pertussis. Pedoman sampai 18 tahun yang bertujuan
pengobatan dan profilaksis infeksi untuk menurunkan angka kesakitan
Bordetella pertussis yang dan kematian6.
direkomendasikan oleh Center for
Desease Control and Prevention dan DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Pediatrics 1. Decker, M. D., & Edwards, K. M.
(AAP), dan sama dalam rejimen dan (2021). Pertussis (Whooping Cough).
dosis antibiotik6. The Journal of infectious diseases,
Durasi pengobatan antibiotik 224(12 Suppl 2), S310–S320.
bervariasi antara 5-14 hari. https://doi.org/10.1093/infdis/jiaa469
Pemberian antibiotik golongan 2. Dwi A, dkk (2018) Clinical And
makrolide (azithromycin selama tiga Laboratory Manifestation In Children
sampai lima hari, atau klaritromisin Pertusis AT DR. Soetomo General
atau eritromisin selama tujuh hari) Hospital Surabaya. Dapartment of
Child Health Faculty of Medicine,
Universitas Airlangga.2018
3. Melo, Natália, et al. "Bordetella
pertussis, an agent not to forget: a case
report." Cases Journal 2.1 (2019): 1-3.
4. Fiona P. Havers, MD, MHS; Pedro L.
Moro, MD, MPH; Susan Hariri, PhD;
and Tami Skoff, MS. Pink Book
“Pertusis”. National Center for
Immunization and Respiratory
Diseases, Division of Bacterial
Diseases. (2021).
5. Vatanparast J, Andalib-Lari F, (2021).
Pertussis Epidemic in Lower-Grade
Schoolchildren Without Preschool
Vaccination Booster. Indian Pediatric
6. Pencegahan : Nataprawira, H. M., S.
A. K. Indriyani, and E. Olivianto.
"Pertussis in Children: Problems in
Indonesia." Emergency Med 8.377
(2018).

Anda mungkin juga menyukai