Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pertusis (batuk rejan) adalah penyakit saluran pernapasan akut.Penyakit ini
biasa ditemukan pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Seperti halnya penyakit
infeksi saluran pernapas-an akut lainnya,pertusis sangat mudah dan cepat
penularannya. Penyakit tersebut dapat merupakan salah satu penyebab tinggi-nya
angka kesakitan terutama di daerah padat penduduk.Sirkulasi bakteri pertusis di
daerah padat penduduk di Indonesia belum di-ketahui secara pasti.Penyakit ini dapat
dicegah dengan imunisasi DPT.
Vaksinasi pertusis lebih efektif dalam melindungi terhadap penyakit dari pada
melindungi infeksi. Perlindungan yang tidak lengkap terhadap penyakit pada anak
yang telah divaksinasi dapat menurunkan keganasan penyakit. Infeksi alam memberi
kekebalan mutlak terhadap pertusis selama masa kanak-kanak, sedangkan
perlindungan akibat imunisasi kurang lengkap karena masih ditemukan pertusis pada
anak yang telah mendapatimunisasi lengkap walaupun dengan gejala ringan. Proporsi
populasi yang rentan terhadap pertusis ditentukan oleh: tingkat kelahiran bayi,
cakupan imunisasi, efektivitas vaksinyangdigunakan, insiden penyakit dan derajat
penurunan kekebalan setelah imunisasi atau sakit.
Diseluruh dunia ada 60 juta kasus pertusis setahun dengan lebih dari setenah
juta meniggal.selama masa prafaksin tahun 1922-1948, pertusis adalah penyebab
utama kematian dari penyakit menular pada anak dibawah usia 14 tahun di America
serikat. Penggunaan vaksin pertusis yang meluas menyebabkan penurunan kasus yang
dramatis insiden penyakit yang tinggi di Negara-negara sedang berkembang dan
maju. Di America penerapan kebijakan yang lemah sebagia n menyebabkan naiknya
insiden pertusis pertahun sampai 1,2 kasus/100000 populasi dari tahun 1980-1989 dan
pertusis dibanyak Negara bagia.
Pada tahun 1989-1990 dan 1993.Lebih dari 4500 kasus yang dilaporkan pada
pusat pengendalian dan pencegahan penyakit pada tahun 1993 merupakan insiden
tertinggi sejak tahun 1967. Masa pravaksinasi dan dinegara-negara seperti jerman,
swedia dan Italy dengan imunisasi terbatas,insiden puncak pertusis adalah pada anak
umur 1-5 tahun, bayi sebelum umur 1 tahun meliputi kurang dari 15% kasus.
Sebaliknya hamper 5000 kasus pertusis dilaporkan di America serikat selama tahun

1
1993, 44% berumur sebelum 1 tahun, 21% berumur antara 1-4 tahun, 11% berumur 5-
9 tahun, dan 24% berumur 12 tahun atau lebih. Untuk mereka yang berumur sebelum
1 tahun,79% sebelum umur 6 bulan dan manfaat sedikit dari imunisasi. Anak dengan
pertusis antara 7 bulan dan 4 tahun kurang terimunisasi. Proporsi anak belasan tahun
dan orang dewasa dengan pertusis naik secara bersama, kurang dari pada 20% pada
masa pravaksinasi sampai 27 % pada tahun 1992-1993. Pengendalian sebagian
dengan vaksinasi telah menimbulkan epideniologi pertusis sekarang di America
serikat dan menyebabkan kerentanan kelompok umur yang belum pernah terkena
sebelumnya. Tanpa terinfeksi alamiah dengan B.pertusis atau vaksinasi booster
berulang, anak yang lebih tua dan orang dewasa rentan terhadap penyakit klinis yang
terpajan, dan ibu hanya memberikan sedikit proteksi pasif pada bayi
muda.pengamatan yang terakhir memberi koreksi pada pendapat lama bahwa ada
sedikit proteksi transplasenta terhadap pertusis.

B. TUJUAN
a) Tujuan Umum
1. Memahami definisi pertusis
2. Memahami definisi pertusis
3. Mengetahui etiologi terjadinya pertusis
4. Mengetahui patofisiologi terjadinya pertusis
5. Mengetahui manifestasi klinis dari pertusis
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik terjadinya pertusis
7. Mengidentifikasi penatalaksanaan klien dengan pertusis
8. Mengetahui komplikasi klien dengan pertusis
b) Tujuan khusus
Mahasiswa mampu memahami semua yang ada dalam tujuan khusus
dan mahasiswa mampu mengenali tanda dan gejala klien dengan pertusis

2
BAB II

KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Pertusis adalah penyakit saluran napas yang disebabkan oleh Bordetella
pertusis. Nama lain penyakit ini adalah tussis quinta, whooping cough, batuk rejan,
batuk 100 hari. (Arif Mansjoer, 2000)
Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas yang
menimbulkan serangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi
berbising. (Ramali, 2003)
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat
menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat
spasmodik dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993)
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu
yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992)

B. ETIOLOGI
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram
negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab
(pembersihan) pada daerah nasofaring. (Arif Mansjoer, 2000)
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:
1. Berbentuk batang (coccobacilus).
2. Tidak dapat bergerak.
3. Bersifat gram negatif.
4. Tidak berspora, mempunyai kapsul.
5. Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10ºC).
6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
7. Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap
penicillin

C. PATOFISIOLOGI
Penularan terutama melalui saluran pernafasan, di mana Bordetella pertusis
akan terikat pada silia epitel saluran pernafasan. Bordetella pertusis tidak memasuki
jaringan sehingga tidak dijumpai dalam darah. Setelah mikroorganisme terikat pada

3
sillia, maka fungsi sillia akan terganggu sehingga aliran mukus/lendir terhambat dan
terjadi pengumpulan lendir. Adanya organisme ini pada permukaan saluran pernafasan
dapat terlihat dari bertambahnya sekret mukus. Dan lendir yang terbentuk dapat
menyumbat bronkus kecil hingga dapat menimbulkan empisema dan atelektasis.

PATHWAY
Bordetella pertusis

Saluran Pernapasan

Mengikat silia dan merusak silia

Lendir terhambat dan terjadi penggumpulan lendir

Empisema Atelektasis

Mk 1: Bersihan jalan napas MK 2 : Pola napas


tidak efektif tidak efektif
D. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas 7 – 14 hari. Penyakit ini dapat berlangsung selama 6 minggu atau
lebih dan terbagi dalam 3 stadium:
1. Stadium Kataralis / Pro paroksimal
Stadium ini berlangsung 1 – 2 minggu dan di tahap inilah penderita berisiko
menularkan batuk rejan ke orang di sekelilingnya. Tahap ini ditandai dengan munculnya
gejala-gejala ringan, seperti hidung berair dan tersumbat, bersin-bersin, mata berair,
radang tenggorokan, batuk ringan, hingga demam. Stadium ini menyerupai influenza.
2. Stadium Spasmodic / Paroksimal

4
Berlangsung selama 2 – 4 minggu, Tahap ini ditandai dengan meredanya semua
gejala-gejala flu, namun batuk semakin berat dan tidak terkontrol sehingga pasien
gelisah dengan muka merah . Batuk terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas.
Serangan batuk panjang dan tidak ada inspirasi di antaranya dan diakhiri dengan
whoop (tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking). Sering diakhiri
muntah disertai sputum kental. Anak-anak dapat terberak-berakdan terkencing-
kencing sampai kelelahan . Akibat tekanan saat batuk dapat terjadi perdarahan
subkonjungtiva dan epistaksis. Tampak keringat, pembuluh darah leher dan muka
lebar.
3. Stadium konvalesensi (masa penyembuhan)
Tahap pemulihan ini bisa berlangsung hingga 2 bulan atau lebih, tergantung dari
pengobatan. Di tahap ini, tubuh penderita mulai membaik Jumlah dan beratnya
serangan batuk berkurang, muntah berkurang, dan nafsu makan timbul kembali.
Meski demikian, gejala batuk rejan bisa tetap ada atau bahkan lebih keras.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) Tes Darah : Pada stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic jumlah
leukosit meninggi kadang sampai 15.000-45000 per mm3 dengan limfositosis,
diagnosis, dapat diperkuat dengan mengisolasi kuman dari sekresi jalan napas yang
dikeluarkan pada waktu batuk. Secara laboratorium diagnosis pertusis dapat
ditentukan berdasarkan adanya kuman dalam biakan atau dengan pemeriksaan
imunofluoresen.
b) Pengambilan sampel lendir dari hidung atau tenggorokan. Untuk melihat apakah
lendir atau dahak penderita mengandung bakteri Bordetella pertussis.
c) Foto Rontgen. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat apakah paru-paru
pasien mengalami peradangan atau penumpukan cairan di dalamnya. Kondisi ini
bisa muncul ketika batuk rejan mengalami komplikasi, misalnya pneumonia.
F. PENATALAKSANAAN
1. Antibiotik
1) Eritromisin dengan dosis 50 mg/KgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini
menghilangkan Bordetella pertusis dari nasofaring dalam 2-6 hari (rata-rata 3-
6 hari), dengan demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi.
2) Ampisilin dengan dosis 100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

5
3) Lain-lain, seperti rovamisin, kloramfenikol, kotrimoksasol, tetrasiklin,
ekspektoran dan mukolitik, kodein (diberikan bila terdapat batuk-batuk yang
berat, dan luminal (sebagai sedatif)
2. Pencegahan dengan imunisasi.
3. Diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman Bordetella pertusis yang telah
dimatikan untuk mendapatkan imunitas aktif.Vaksin ini diberikan bersama vaksin
difteri dan tetanus.Dosis yang dianjurkan 12 unit diberikan pada umur 2 bulan.
Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis:
1) Panas lebih dari 33ºC.
2) Riwayat kejang.
3) Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya, misalnya suhu tinggi
dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilatik lainnya.
4) Terapi Suportif
5) Hindari makanan yang sulit ditelan.
6) Lingkungan perawatan penderita yang tenang.
7) Pemberian jalan nafas.

G. KOMPLIKASI
a) Pernapasan
Dapat terjadi otitis media ‘sering pada bayi’, broncitis, broncopnemonia,
atelektasis yang disebabkan sumbatan mucus, emfisema ‘dapat juga terjadi
emfisema mediastinum, leher, kulit, pada kasus yang berat’. Bronkiektasis,
sedangkan tubercolosis yang sebelumnya telah ada dapat menjadi bertambah berat,
batuk yng keras dapat menyebabkan rupture, alveoli, emfisema, intestiisial,
pnemotorak.
b) Pencernaan
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi (menjadi kurus),
prolapsus rektum (kondisis dimana adanya bagian dinding rektum yang keluar dari
anus) yang mungkin timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulkus pasa
ujung lidah karena lidah tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan
batuk, stomatitis
c) Susunan Saraf Pusat

6
Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah-
muntah. Kdang-kadang terdapat kongesit dan edema otak mungkin pula terjadi
perdrahan otak, koma, ensafalitis, hiponatremi
d) Lain-Lain
Dapat pula terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptitis, dan berdarahan
subkonjungtiva
Komplikasi Batuk Rejan

Penderita batuk rejan yang berisiko besar mengalami komplikasi adalah bayi dan anak-
anak. Komplikasi yang mungkin terjadi, baik pada anak-anak ataupun orang dewasa,
adalah:

 Napas tersengal-sengal.

 Dehidrasi dan penurunan berat badan akibat muntah secara berlebihan.


 Pneumonia.

 Tekanan darah rendah.


 Mengalami kejang-kejang.

 Kerusakan otak karena kurangnya pasokan oksigen menuju ke otak.

 Gagal ginjal.
Komplikasi yang terjadi pada bayi di bawah usia enam bulan bisa
membahayakan nyawa. Oleh karena itu, mereka membutuhkan penanganan
medis secepatnya di rumah sakit.

Khusus pada orang dewasa, batuk rejan dapat menimbulkan komplikasi:

 Tulang rusuk mengalami memar atau retak.

 Hernia pada perut (hernia abdominalis).


 Mimisan.
 Infeksi telinga.

 Pecahnya pembuluh darah di kulit atau putih mata.

 Munculnya sariawan pada lidah dan mulut.

 Wajah mengalami pembengkakan.

7
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah sebagai
berikut :

1. Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh berdetellah
pertusis (Nelson, 2000 : 960)
2. Pertusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Bordotella
pertusis.
3. Manifestasi klinik dari pertusi dibagi menjadi 3 tahap yaitu stadium kataralis,stadium
spasmodic,stadium konvalesensi
4. Patofisiologi pertusis: Infeksi diperoleh oleh inhalasi yang mengandung bakteri
Bordetella pertusis. Perubahan inflamasi dipandang sebagai organisme proliferasi di
mukosa sepanjang saluran pernafasan, terutama di dalam bronkus dan bronkiolus,
mukosa yang padat dan disusupi dengan neutrofil, dan ada akumulasi lendir lengket
dan leukosit di lumina bronkial. gumpalan basil terlihat dalam silia epitel trakea dan
bronkial, di bawahnya yang ada nekrosis dari apithelium basiliar. Obstruksi parsial
oleh plak lendir di saluran pernapasan
5. Pemeriksaan penunjang dari pertusis adalah pembiakan lendir hidung dan mulut,
pembiakan apus tenggorokan dan pembiakan darah lengkap
6. Penatalaksanaan dari pertusis adalah terapi kausal: antimikroba,salbutamol,globulin
imun pertusis dan terapi suportif (Perawatan Pendukung).

B. SARAN
Bayi sangat rentan terhadap infeksi pertusis, oleh karena itu di anjurkan pemberian
vaksin pada usis 2,4, dan 6 bulan sesuai dengan program pengembangan imunisasi untuk
mencegah infeksi yang berat. Vaksin dianjurkan pada usia 4 tahun dan 15 tahun karena
imunisasi dasar pertusis tidak memberikan kekebalan permanen. Selain itu, bila ada
kontak erat dengan penderita pertusis perlu diberikan profilaksis, eritromisin, dan
isolirkan penderita, jika tidak mungkin memutuskan kontak, maka perlu duberikan
eritromisin profilaksis hingga batuk berhenti

8
DAFTAR PUSTAKA

Manjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Behrman, Kliegnan, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 2, Edisi 15. Jakarta:
EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul.2006.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Jakarta :Salemba Medika
Ngastiah.2005.Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta:EGC
Suriadi, dan Yuliani Rita. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 1.Jakarta : PT Fajar
Interpratama.

Anda mungkin juga menyukai