Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PERTUSIS PADA ANAK

OLEH
KELOMPOK 5

1. ZULFA DWI ANANDA (KP1522013)

2. I KOMANG PRANATA YUDIARTA (KP1522028)

3. NOVI RAHMADANI (KP1522044)

4. ROBERT APRILIATO BESSIE (KP1522054)

DIII KEPERAWATAN
STIKES KESDAM IX/UDAYANA
DENPASAR
2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN
PERTUSIS PADA ANAK

A. DEFINISI
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap
pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman,
1992). Definisi Pertusis lainnya adalah penyakit infeksi akut pada saluran
pernafasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang
terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal disertai nada yang
meninggi. (Rampengan, 1993).
Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin
berat. Batuk adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn batuk
terjadi tiba-tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam
paru-paru terbuang keluar. Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis
telah kekurangan udara shingga bernapas dengan cepat, suara pernapasan
berbunyi separti pada bayi yang baru lahir berumur kurang dari 6 bulan dan
pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar. Batuk pada pertusis
biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat kelelahan
setelah serangan batuk.

B. ETIOLOGI
Pertusis biasanya disebabkan diantaranya Bordetella pertussis (Hemophilis
pertusis). Suatu penyakit sejenis telah dihubungkan dengan infeksi oleh
bordetella pada pertusis, bronchiseptiea dan virus.
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:
1. Berbentuk batang (coccobacilus),
2. Tidak dapat bergerak
3. Bersifat gram negative,
4. Tidak berspora, mempunyai kapsul,
5. Mati pada suhu 55 º C selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º-
10º C),
6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar
metakromatik,
7. Tidak sensitive terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi
resisten terhdap penicillin.
Menghasilkan 2 macam toksin antara lain:
1. Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin)
2. Endotoksin (lipopolisakarida)

C. PREVALENSI
1. Global
Sebelum ditemukannya vaksin whole-cell di Amerika Serikat pada tahun
1940, Pertusis merupakan penyakit berat dengan mortalitas yang tinggi
terutama di kalangan anak-anak dan bayi. Vaksinasi Pertusis yang luas
menurunkan insiden penyakit sekitar 80%.
Saat ini Pertusis masih merupakan endemik global, walaupun dengan
adanya vaksinasi. Insiden Pertusis secara global pada tahun 2015 menurut
WHO adalah 24,1 juta kasus Pertusis, di mana 142.512 kasus berujung pada
kematian. Walaupun pertussis dapat ditemukan di seluruh dunia, penyebaran
dan mortalitas terdapat pada wilayah dengan cakupan imunisasi yang rendah,
umumnya di negara berkembang.
2. Indonesia
Di Indonesia belum terdapat data nasional terhadap kasus pertusis nasional,
namun pemerintah provinsi Jawa Tengah melaporkan 5 kasus antara tahun
2011- 2015. Kelimanya ditemukan hanya di tahun 2015, dengan 4 kasus
ditemukan di Kudus dan 1 kasus ditemukan di Semarang.

3. TANDA DAN GEJALA


Pertusis biasanya mulai seperti pilek saja, dengan hidung beringus, rasa
lelahdan ada kalanya demam parah. Kemudian batuk terjadi, biasanya sebagai
serangan batuk, diikuti dengan tarikan napas besar (atau “whoop”). Ada kalanya
penderita muntah setelah batuk. Pertusis mungkin serius sekali di kalangan anak
kecil. Mereka mungkin menjadi biru atau berhenti bernapas ketika serangan
batuk dan mungkin perlu ke rumah sakit. Anak yang lebih besar dan orang
dewasa mungkin menderita penyakit yang kurang serius, dengan serangan
batuk yang berlanjut selama berminggu-minggu tanpa memperhatikan
perawatan.
Masa inkubasi pertusis 6-20 hari, rata-rata 7 hari, sedangkan perjalanan
penyakit ini berlangsung antara 6-8 minggu atau lebih. Perjalanan klinis
penyakit inidapat berlangsung dalam tiga stadium, yaitu stadium kataralis
(prodromal, praparoksismal), stadium akut paroksismal (spasmodik), dan
stadium konvalesens. Manifestasi klinis tergantung dari etiologi spesifik, usia,
dan status imunisasi.
Pertusis pada anak dapat dikenali dengan gejala sebagai berikut: 72-100%
batuk paroksismal, susah tidur dan sesak, 50-70% muntah setelah batuk, 30-
65% mengalami whoop, 1-2% rawat inap karena pneumonia atau fraktur tulang
iga, dan 0,2-1% kejang atau penurunan kesadaran. Laporan dari Kanada
menunjukkan manifestasi batuk hingga >3 minggu bahkan 47% mengalami
batuk >9 minggu. Di AS, rata-rata batuk akibat pertusis 3,4 bulan setelah
munculnya gejala. Sehingga bukanlah hal yang jarang, bila petugas kesehatan
terlambat mengenali pertusis pada remaja. Beberapa penelitian prospektif
memperlihatkan bahwa bila remaja berobatakibat batuk nonspesifik >1 minggu,
kemungkinan akibat pertusis sekitar 13-20% dengan hampir 20% tidak
memperlihatkan manifestasi paroksismal, whoop, atau muntah setelah batuk.
Dengan demikian, remaja diyakini memiliki peranan penting pada penyebaran
pertusis pada bayi baru lahir dan anak

4. PATOFISIOLOGI
Peradangan terjadi pada lapisan mukosa saluran nafas. Dan organisme
hanya akan berkembang biak jika terdapat kongesti dan infiltrasi mukosa
berhubungan dengan epitel bersilia dan menghasilkan toksisn seperti
endotoksin, perttusinogen, toxin heat labile, dan kapsul anti fagositik, oleh
limfosist dan leukosit untuk polimorfonuklir serta penimbunan debrit
peradangan di dalam lumen bronkus. Pada awal penyakit terjadi hyperplasia
limfoid penbronklas yang disusun dengan nekrosis yang mengenai lapisan tegah
bronkus, tetapi bronkopnemonia disertai nekrosis dan pengelupasan epitel
permukaan bronkus. Obstruksi bronkhiolus dan atelaktasis terjadi akibat dari
penimbunan mucus. Akhirnya terjadi bronkiektasis yang bersifat menetap.
Cara penularan: Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain
melalui percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat
pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari kuman-
kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita
pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu
setelah batuk dimulai.

5. MANIFESTASI KLINIS
Pada Pertusis, masa inkubasi 7-14 hari, penyakit berlangsung 6-8 minggu
atau lebih dan berlangsung dalam 3 stadium yaitu:
1. Stadium kataralis / stadium prodomal / stadium pro paroksimal
a. Lamanya 1-2 minggu,
b. Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan
bagian atas, yaitu timbulnya rinore dengan lender yang jernih:
1) Kemerahan konjungtiva, lakrimasi
2) Batuk dan panas ringan
3) Anoreksia kongesti nasalis
c. Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan common cold
d. Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang hari menjadi semakin
hebat, sekret pun banyak dan menjadi kental dan lengket
2. Stadium paroksimal / stadium spasmodic
a. Lamanya 2-4 minggu,
b. Selama stadium ini batuk menjadi hebat ditandai oleh whoop (batuk
yang bunyinya nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik
nafas pada akhir serangan batuk. Batuk dengan sering 5 – 10 kali,
selama batuk anak tak dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk
anak mulai menarik nafas denagn cepat dan dalam. Sehingga terdengar
bunyi melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah.
c. Batuk ini dapat berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan tanpa
adanya infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.
d. Selama serangan, wajah merah, sianosis, mata tampak menonjol, lidah
terjulur, lakrimasi, salvias dan pelebaran vena leher.
e. Batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosional missal menangis dan
aktifitas fisik (makan, minum, bersin dll).
3. Stadium konvaresens
a. Terjadi pada minggu ke 4 – 6 setelah gejala awal
b. Gejala yang muncul antara lain: Batuk berkurang
c. Nafsu makan timbul kembali, muntah berkurang
d. Anak merasa lebih baik
e. Pada beberapa penderita batuk terjadi selama berbulan-bulan akibat
gangguan pada saluran pernafasan.
6. PATHWAY
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis pertusis adalah:
1. Diagnosis Laboratorium
1) Kultur – gold standard diagnosis Pertusis, umumnya sampel diambil
dari nasofaring posterior (bukan tenggorok): Idealnya bakteri terisolasi
pada 2 minggu pertama (fase catarrhal / awal paroksismal), padahal
pasien baru muncul setelah > 2 minggu sehingga kultur sering tidak
dapat digunakan.
2) Polymerase Chain Reaction (PCR): Dapat mengkonfirmasi Pertusis
pada outbreak, sangat sensitive
3) Serologi: Dapat mengonfirmasi penyakit pada tahap akhir infeksi
setelah tidak terdeteksi kultur. Idealnya dilakukan 2- 8 minggu setelah
onset batuk.
2. Radiologi
1) X-ray dada dapat menunjukkan infiltrat perihilar atau edema yang
derajatnya bervariasi, serta atelektasis. Jika ditemukan konsolidasi, hal
tersebut indikatif terhadap infeksi bakterial sekunder, atau pertusis
pneumonia (jarang).
3. Pemeriksaan darah
1) Leukositosis (15.000 – 50.000/uL) dengan limfositosis absolut terjadi
pada akhir fase catarrhal dan paroksismal [1,5]. Temuan ini non-spesifik
namun berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit.
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d banyaknya mucus d/d sesak nafas
2. Pola napas tidak efektif b/d dispnea d/d peningkatan frekuensi
pernafasan
3. Resiko tinggi infeksi terhadap (penyebaran). Faktor resiko ketidak
adekuatan pertahanan utama d/d menurunkan fungsi silia
4. Nyeri b/b peningkatan tekanan intra abdomen d/d nyeri pada saat batuk.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.b/b proses infeksi d/d
penurunan berat badan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, marilynn, E. dkk. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi 3.jakarta :


egc.
Manjoer, arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3,jilid 2.jakarta : media
Aesculapius.
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak.jakarta: salemba
medika

Anda mungkin juga menyukai