DISUSUN OLEH :
NAMA : DWI APRILIYANI
NPM : F0H022067
KELAS : 2B
SEMESTER :3
DOSEN PENGAMPUH :
NS. TITIN APRILATUTINI, S.Kep, M.Pd
Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas yang
menimbulkan serangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi
berbising. (Ramali, 2003)
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat
menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat
spasmodik dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993)
2. Etiologi
Pertusis pertama kali dapat diisolasi pada tahun 1900 oleh Bordet dan Gengou,
kemudian pada tahun 1906 kuman pertusis baru dapat dikembangkan dalam media
buatan. Genus Bordetella mempunyai 4 spesies yaitu Bordetella pertusis, Bordetella
Parapertusis, Boredetella Bronkiseptika, dan Bordetella Avium.
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram
negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah
nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou. (Arif Mansjoer, 2000).
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain :
a) Berbentuk batang (coccobacilus).
b) Tidak dapat bergerak.
c) Bersifat gram negatif.
d) Ukuran panjang 0,5-1 um dan diameter 0,2-0,3 um.
e) Tidak berspora, mempunyai kapsul.
f) Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10ºC).
g) Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
h) Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap
penicillin.
i) Menghasilkan 2 macam toksin, antara lain :
Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin).
Endotoksin (lipopolisakarida).
j) Melekat ke epitel pernafasan melalui hemaglutinasi filamentosa dan adhesin yang
dinamakan pertaktin.
k) Menghasilkan beberapa antigen , antara lain :
Toksin Pertusis (PT).
Filamentous hemagglutinin (FHA).
Pertactine 69-kDa OM
Aglutinogen fimbriae
Adenylcyclase
Endotoksin (pertusis lipopolysaccharide)
Tracheal cytotoxin
l) Dapat dibiakkan di media pembenihan yang disebut berdet gengou (potato-blood-
glycerol) yang diberi penisilin G 0,5 mikrogram/ml untuk menghambat
pertumbuhan organisme lain.
3. Patofisiologi
Bordetella pertusis setelah ditularkan melalui sekresi udara pernafasan kemudian
melekat pada silia epitel saluran pernafasan. Mekanisme pathogenesis infeksi oleh
Bordetella pertusis terjadi melalui empat tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan
terhadap mekanisme pertahanan pejamu, kerusakan local dan akhirnya timbul
penyakit sistemik. Pertusis Toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan pada perlekatan
Bordetella pertusis pada silia. Setelah terjadi perlekatan, Bordetella pertusis,
kemudian bermultiplikasi dan menyebar ke seluruh permukaan epitel saluran nafas.
Proses ini tidak invasif oleh karena pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama
pertumbuhan Bordetella pertusis, maka akan menghasilkan toksin yang akan
menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan whooping cough.
4. Manifesti Klinis
Menurut Guinto-Ocampo H. (2006), periode inkubasi pertusis berkisar antara 3-12
hari. Pertussis merupakan penyakit 6 minggu (a 6-week disease) yang dibagi menjadi:
stadium catarrhal, paroxysmal, dan convalescent.
a. Stadium 1
Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium ini disebut juga catarrhal phase,
stadium kataralis, stadium prodromal, stadium pre-paroksismal.
Stadium ini tidak dapat dibedakan dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas
dengan common cold, kongesti nasal, rinorea, dan bersin, dapat disertai dengan
sedikit demam (low-grade fever), tearing, dan conjunctival suffusion.
Pada stadium ini, pasien sangat infeksius (menular) namun pertusis dapat tetap
menular selama tiga minggu atau lebih setelah onset batuk. Kuman paling mudah
diisolasi juga pada stadium ini.
Menurut Rampengan (2008), masa inkubasi pertusis 6-10 hari (rata-rata 7 hari),
perjalanan penyakitnya berlangsung antara 6-8 minggu atau lebih. Adapun
manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, yaitu dengan timbulnya rinore
dengan lendir yang cair dan jernih.
Infeksi konjungtiva, lakrimasi.
Batuk dan panas yang ringan.
Kongesti nasalis
Anoreksia
b. Stadium 2
Stadium ini berlangsung 2-4 minggu atau lebih. Stadium ini disebut juga
paroxysmal phase, stadium akut paroksismal, stadium paroksismal, stadium
spasmodik. Penderita pada stadium ini disertai batuk berat yang tiba-tiba dan tak
terkontrol (paroxysms of intense coughing) yang berlangsung selama beberapa
menit. Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan tidak disertai whoop yang khas
namun dapat disertai episode apnea (henti nafas sementara) dan berisiko kelelahan
(exhaustion).
Menurut Rampengan (2008), manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
Whoop (batuk yang berbunyi nyaring), sering terdengar pada saat penderita
menarik nafas di akhir serangan batuk.
Batuk 5-10 kali, selama batuk anak tidak dapat bernafas, dan di akhir serangan
batuk anak menarik nafas dengan cepat dan dalam sehingga terdengar bunyi
melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah.
Selama serangan (batuk), muka penderita menjadi merah atau sianosis, mata
tampak menonjol, lidah menjulur keluar, dan gelisah. Juga tampak pelebaran
pembuluh darah yang jelas di kepala dan leher, petekie di wajah, perdarahan
subkonjungtiva dan sclera, bahkan ulserasi frenulum lidah.
Di akhir serangan, penderita sering memuntahkan lendir kental.
Setelah 1 atau 2 minggu, serangan batuk makin menghebat
c. Stadium 3
Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium ini disebut juga stadium
konvalesens.
Menurut Guinto-Ocampo H. (2006) dan Garna H., et.al. (2005), pada stadium
konvalesens, batuk dan muntah menurun. Namun batuk yang terjadi merupakan
batuk kronis yang dapat berlangsung selama berminggu-minggu.
Dapat terjadi petekie pada kepala/leher, perdarahan konjungtiva, dapat terjadi
ronki difus.
Menurut Rampengan (2008), manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
Whoop dan muntah berhenti.
Batuk biasanya masih menetap dan segera menghilang setelah 2-3 minggu.
Beberapa penderita akan timbul serangan batuk paroksismal kembali dengan
whoop dan muntah-muntah. Episode ini terjadi berulang dalam beberapa bulan
bahkan hingga satu atau dua tahun, dan sering dihubungkan dengan infeksi
saluran nafas bagian atas yang berulang.
5. Komplikasi
a) Sistem pernafasan
Dapat terjadi otitis media, bronkhitis, bronchopneumonia, atelektasis yang
disebabkan sumbatan mukus, emfisema, bronkietaksis, dan tuberculosis yang
sudah ada menjadi bertambah berat.
b) Sistem pencernaan
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasis (anak menjadi kurus
sekali), prolapsus rectum atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya
tekanan intra abdominal, ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau
tergigit pada waktu serangan batuk, juga stomatitis.
c) Susunan saraf
Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah-
muntah, kadang-kadang terdapat kongesti dan edema pada otak, mungkin pula
terjadi perdarahan otak.
d) Lain-lain
Dapat pula terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptisis dan perdarahan
subkonjungtiva.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnose
pertusis yaitu :
a. Pemeriksaan sputum
b. Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertussis
c. ELISA
Elisa dapat dipakai untuk menentukan IgM, IgG, dan IgA serum terhadap
“filamentous hemoaglutinin (FHA)” dan toksin pertussis (TP). nilai IgM-FHA dan
IgM-TP serum tidak bernilai dalam penentuan seropositif oleh karena
menggambarkan respon imun primer dan dapat disebabkan oleh penyakit atau
vaksinasi. IgG langsung terhadap toksin pertussis merupakan test yang paling
sensitif dan spesifik untuk infeksi akut. IgA-FHA dan IgA-TP kurang sensitif
daripada IgG-Leukositosis (15.000-100.000/mm3) dengan limfositosis absolut
selama stadium 1 (catarrhal) dan stadium 2 (paroxysmal).
d. Didapatkan antibodi (IgG terhadap toksin pertusis)
e. Diagnosis pasti dengan ditemukannya organisme Bordetella pertussis pada apus
nasofaring posterior (bahan media Bordet-Gengou).
f. Polymerase chain reaction (PCR) assay memiliki keuntungan sensitivitasnya lebih
tinggi daripada kultur pertusis konvensional.
g. Foto toraks
Infiltrat perihiler (perihilar infiltrates), edema (atau mild interstitial edema) dengan
berbagai tingkat atelektasis yang bervariasi, mild peribronchial cuffing, atau
empiema. Konsolidasi (consolidation) merupakan indikasi adanya infeksi bakteri
sekunder atau pertussis pneumonia (jarang). Adakalanya pneumothorax,
pneumomediastinum, atau udara di jaringan yang lunak dapat terlihat.
7. Penatalaksanaan
Menurut Garna, et.al. (2005), terapi pertusis adalah :
a) Suportif
Isolasi (1-2 minggu).
Mencegah faktor yang merangsang batuk (debu, asap rokok).
Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi.
Oksigen bila sesak nafas.
Pengisapan lendir.
Obat untuk mengurangi batuk paroksismal dengan kortikosteroid
(betametason) dan salbutamol (albuterol).
b) Eradikasi bakteri
Pilihan obat yang dapat diberikan adalah :
Eritromisin
Dosis: 40-50 mg/Kg berat badan/hari, maksimal 2 gram/hari, p.o., dibagi
dalam 4 dosis selama 14 hari.
Klaritromisin
Dosis: 15-20 mg/Kg berat badan/hari, maksimal 1 gram/hari, p.o., dibagi
dalam 2 dosis selama 7 hari.
Azitromisin
Dosis: 10 mg/Kg berat badan/hari, sehari 1x, p.o., dibagi selama 5 hari.
Kotrimoksasol
Dosis: 50 mg/Kg berat badan/hari, p.o., dibagi dalam 2 dosis, selama 14 hari.
Ampisilin
Dosis: 100 mg/Kg berat badan/hari, p.o., dibagi dalam 4 dosis selama 14 hari.
2. Vaksin
Imunisasi aktif meningkatkan kekuatan melawan (resistance) infeksi. Vaksin
terdiri dari mikroorganisme atau komponen seluler yang bertindak sebagai
antigen. Pemberian vaksin menstimulasi produksi antibodi dengan specific
protective properties.
a. DtaP
b. Tdap
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Kaji penyebab klien masuk RS (batuk yang diiringi suara tarikan nafas tinggi
yang khas dan berkepanjangan)
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kondisi pasien saat ini, apa yang dirasakan pasien sekarang
c. Riwayat Penyakit Masa lalu
Kaji pasien apakah pasien pernah dirawat sebelumnya dan apakah
penyakitnya sama
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah anggota keluarga punya penyakit yang sama dengan pasien
Ket :
Skore 0 : Mandiri
Skore 1 : Dibantu sebagian
Skore 2 : Perlu dibantu orang lain
Skore 3 : Perlu dibantu orang lain dan alat
Skore 4 : Tergantung atau tidak mampu
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran
2) Kondisi klien secara umum
3) Tanda - tanda vital
4) Pertumbuhan fisik: TB,BB.postur tubuh.
5) Keadaan kulit: wana, tekstur, kelaianan kulit.
b. Pemeriksaan CEPALO KAUDAL
1) Kepala
a. Bentuk, keadaan kulit, pertumbuhan rambut.
b. Mata: kebersihan, penglihatan, pupil, reflek, sklera, konjungtiva.
c. Telinga: bentuk, kebersihan, sekret, fungsi dan nyeri telinga?
d. Hidung: fungsi, polip,sekret, nyeri?
e. Mulut: kemampuan bicara, keadaan bibir, selaput mukosa, warna lidah,
gigi ( letak, kondisi gigi), oropharing ( bau nafas, suara parau, dahak).
2) Leher
Bentuk, gerakan, pembesaran thyroid, kelenjar getah bening, tonsil, JVP,
Nyeri telan?
3) Dada
a. Inspeksi: Bentuk dada, kelainan bentuk, retraksi otot dada, pergerakan
selma pernafasan, jenis pernafasan
b. Auskultasi: Suara pernafasan, Bunyí jantng, suara abnormal yang
ditemuai.
c. Perkusi: batas jantung dan paru? Dullness.
d. Palpasi: simetris, nyeri tekan, Massa, Pernafasan (kedalaman, kecepatan),
ictus kordis
4) Abdomen
a. Inspeksi: simetris, contour, warna kulit, vena, ostomy.
b. Auskultasi: frekuensi dan intensitas peristaltik.
c. Perkusi: Udara. Cairan, massal tumor?
d. Palpasi: tonus otot, kekenyalan, ukuran organ, massa, hernia, hepar, lien?
5) Genetalia, Anus dan rektum
a. Inspeksi: warna, terpasang alat bantu, kelainan genital, simpisis?
b. Palpasi: teraba penumpukan urine?
6) Ekstremitas
a. Atas: kelengkapan, kelainan jari, tonu otot, kesimetrisan gerak, ada yang
menggganggu gerak? kekuatan otot., gerakan otot, gerakan bahu, siku,
pergelangan tangan dan jari - jari
b. Bawah: kelengkapan, edema perifer, kekuatan otot, bentuk kaki, varices,
gerakan otot, gerakan panggul, luutut, pergelangan kaki dan jari -jari.
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Radiologi
b) laboratorium
c) EEG, ECG, EMG, USG, CT Scan.
6. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : Sekret yang tertahan Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif
1. Dispnea
2. Ortopnea
3. Sulit bicara
DO :
1. Batuk tidak efektif
2. Sputum berlebih
3. Mengi, wheezing,
ronki
4. Mekonium dijalan
napas pada neonatus
5. Gelisah
6. Sianosis
7. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d secret yang tertahan d.d dispnea, Ortopnea,
sulit bicara, batur tidak efektif, sputum berlebih, mengi, whezing, ronki,
mekonium dijalan napas pada neonatus, gelisah, sianosis dan pola napas berubah
8. Intervensi Keperawatan
9. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatuskesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Manjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Info
Medika
PPNI (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI