Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN PERTUSIS

DISUSUN OLEH :
NAMA : DWI APRILIYANI
NPM : F0H022067
KELAS : 2B
SEMESTER :3

DOSEN PENGAMPUH :
NS. TITIN APRILATUTINI, S.Kep, M.Pd

PRODI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2023/2024
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh bakteri Bordetella
pertusis. Nama lain penyakit ini adalah tussis quinta, whooping cough, batuk rejan,
batuk 100 hari. (Arif Mansjoer, 2000)

Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas yang
menimbulkan serangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi
berbising. (Ramali, 2003)

Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat
menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat
spasmodik dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993)

2. Etiologi
Pertusis pertama kali dapat diisolasi pada tahun 1900 oleh Bordet dan Gengou,
kemudian pada tahun 1906 kuman pertusis baru dapat dikembangkan dalam media
buatan. Genus Bordetella mempunyai 4 spesies yaitu Bordetella pertusis, Bordetella
Parapertusis, Boredetella Bronkiseptika, dan Bordetella Avium.
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram
negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah
nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou. (Arif Mansjoer, 2000).
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain :
a) Berbentuk batang (coccobacilus).
b) Tidak dapat bergerak.
c) Bersifat gram negatif.
d) Ukuran panjang 0,5-1 um dan diameter 0,2-0,3 um.
e) Tidak berspora, mempunyai kapsul.
f) Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10ºC).
g) Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
h) Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap
penicillin.
i) Menghasilkan 2 macam toksin, antara lain :
 Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin).
 Endotoksin (lipopolisakarida).
j) Melekat ke epitel pernafasan melalui hemaglutinasi filamentosa dan adhesin yang
dinamakan pertaktin.
k) Menghasilkan beberapa antigen , antara lain :
 Toksin Pertusis (PT).
 Filamentous hemagglutinin (FHA).
 Pertactine 69-kDa OM
 Aglutinogen fimbriae
 Adenylcyclase
 Endotoksin (pertusis lipopolysaccharide)
 Tracheal cytotoxin
l) Dapat dibiakkan di media pembenihan yang disebut berdet gengou (potato-blood-
glycerol) yang diberi penisilin G 0,5 mikrogram/ml untuk menghambat
pertumbuhan organisme lain.

3. Patofisiologi
Bordetella pertusis setelah ditularkan melalui sekresi udara pernafasan kemudian
melekat pada silia epitel saluran pernafasan. Mekanisme pathogenesis infeksi oleh
Bordetella pertusis terjadi melalui empat tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan
terhadap mekanisme pertahanan pejamu, kerusakan local dan akhirnya timbul
penyakit sistemik. Pertusis Toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan pada perlekatan
Bordetella pertusis pada silia. Setelah terjadi perlekatan, Bordetella pertusis,
kemudian bermultiplikasi dan menyebar ke seluruh permukaan epitel saluran nafas.
Proses ini tidak invasif oleh karena pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama
pertumbuhan Bordetella pertusis, maka akan menghasilkan toksin yang akan
menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan whooping cough.

Cara penularan pertusis, melalui:


 Droplet infection
 Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
 Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-
percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin.
 Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari
kuman-kuman penyakit tersebut.

Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis dapat


menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.

4. Manifesti Klinis
Menurut Guinto-Ocampo H. (2006), periode inkubasi pertusis berkisar antara 3-12
hari. Pertussis merupakan penyakit 6 minggu (a 6-week disease) yang dibagi menjadi:
stadium catarrhal, paroxysmal, dan convalescent.
a. Stadium 1
Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium ini disebut juga catarrhal phase,
stadium kataralis, stadium prodromal, stadium pre-paroksismal.
Stadium ini tidak dapat dibedakan dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas
dengan common cold, kongesti nasal, rinorea, dan bersin, dapat disertai dengan
sedikit demam (low-grade fever), tearing, dan conjunctival suffusion.
Pada stadium ini, pasien sangat infeksius (menular) namun pertusis dapat tetap
menular selama tiga minggu atau lebih setelah onset batuk. Kuman paling mudah
diisolasi juga pada stadium ini.
Menurut Rampengan (2008), masa inkubasi pertusis 6-10 hari (rata-rata 7 hari),
perjalanan penyakitnya berlangsung antara 6-8 minggu atau lebih. Adapun
manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
 Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, yaitu dengan timbulnya rinore
dengan lendir yang cair dan jernih.
 Infeksi konjungtiva, lakrimasi.
 Batuk dan panas yang ringan.
 Kongesti nasalis
 Anoreksia
b. Stadium 2
Stadium ini berlangsung 2-4 minggu atau lebih. Stadium ini disebut juga
paroxysmal phase, stadium akut paroksismal, stadium paroksismal, stadium
spasmodik. Penderita pada stadium ini disertai batuk berat yang tiba-tiba dan tak
terkontrol (paroxysms of intense coughing) yang berlangsung selama beberapa
menit. Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan tidak disertai whoop yang khas
namun dapat disertai episode apnea (henti nafas sementara) dan berisiko kelelahan
(exhaustion).
Menurut Rampengan (2008), manifestasi klinis pada stadium ini adalah:

 Whoop (batuk yang berbunyi nyaring), sering terdengar pada saat penderita
menarik nafas di akhir serangan batuk.
 Batuk 5-10 kali, selama batuk anak tidak dapat bernafas, dan di akhir serangan
batuk anak menarik nafas dengan cepat dan dalam sehingga terdengar bunyi
melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah.
 Selama serangan (batuk), muka penderita menjadi merah atau sianosis, mata
tampak menonjol, lidah menjulur keluar, dan gelisah. Juga tampak pelebaran
pembuluh darah yang jelas di kepala dan leher, petekie di wajah, perdarahan
subkonjungtiva dan sclera, bahkan ulserasi frenulum lidah.
 Di akhir serangan, penderita sering memuntahkan lendir kental.
 Setelah 1 atau 2 minggu, serangan batuk makin menghebat

c. Stadium 3
Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium ini disebut juga stadium
konvalesens.
Menurut Guinto-Ocampo H. (2006) dan Garna H., et.al. (2005), pada stadium
konvalesens, batuk dan muntah menurun. Namun batuk yang terjadi merupakan
batuk kronis yang dapat berlangsung selama berminggu-minggu.
Dapat terjadi petekie pada kepala/leher, perdarahan konjungtiva, dapat terjadi
ronki difus.
Menurut Rampengan (2008), manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
 Whoop dan muntah berhenti.
 Batuk biasanya masih menetap dan segera menghilang setelah 2-3 minggu.
 Beberapa penderita akan timbul serangan batuk paroksismal kembali dengan
whoop dan muntah-muntah. Episode ini terjadi berulang dalam beberapa bulan
bahkan hingga satu atau dua tahun, dan sering dihubungkan dengan infeksi
saluran nafas bagian atas yang berulang.

5. Komplikasi
a) Sistem pernafasan
Dapat terjadi otitis media, bronkhitis, bronchopneumonia, atelektasis yang
disebabkan sumbatan mukus, emfisema, bronkietaksis, dan tuberculosis yang
sudah ada menjadi bertambah berat.

b) Sistem pencernaan
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasis (anak menjadi kurus
sekali), prolapsus rectum atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya
tekanan intra abdominal, ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau
tergigit pada waktu serangan batuk, juga stomatitis.

c) Susunan saraf
Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah-
muntah, kadang-kadang terdapat kongesti dan edema pada otak, mungkin pula
terjadi perdarahan otak.

d) Lain-lain
Dapat pula terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptisis dan perdarahan
subkonjungtiva.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnose
pertusis yaitu :
a. Pemeriksaan sputum
b. Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertussis
c. ELISA
Elisa dapat dipakai untuk menentukan IgM, IgG, dan IgA serum terhadap
“filamentous hemoaglutinin (FHA)” dan toksin pertussis (TP). nilai IgM-FHA dan
IgM-TP serum tidak bernilai dalam penentuan seropositif oleh karena
menggambarkan respon imun primer dan dapat disebabkan oleh penyakit atau
vaksinasi. IgG langsung terhadap toksin pertussis merupakan test yang paling
sensitif dan spesifik untuk infeksi akut. IgA-FHA dan IgA-TP kurang sensitif
daripada IgG-Leukositosis (15.000-100.000/mm3) dengan limfositosis absolut
selama stadium 1 (catarrhal) dan stadium 2 (paroxysmal).
d. Didapatkan antibodi (IgG terhadap toksin pertusis)
e. Diagnosis pasti dengan ditemukannya organisme Bordetella pertussis pada apus
nasofaring posterior (bahan media Bordet-Gengou).
f. Polymerase chain reaction (PCR) assay memiliki keuntungan sensitivitasnya lebih
tinggi daripada kultur pertusis konvensional.
g. Foto toraks
Infiltrat perihiler (perihilar infiltrates), edema (atau mild interstitial edema) dengan
berbagai tingkat atelektasis yang bervariasi, mild peribronchial cuffing, atau
empiema. Konsolidasi (consolidation) merupakan indikasi adanya infeksi bakteri
sekunder atau pertussis pneumonia (jarang). Adakalanya pneumothorax,
pneumomediastinum, atau udara di jaringan yang lunak dapat terlihat.

7. Penatalaksanaan
Menurut Garna, et.al. (2005), terapi pertusis adalah :
a) Suportif
 Isolasi (1-2 minggu).
 Mencegah faktor yang merangsang batuk (debu, asap rokok).
 Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi.
 Oksigen bila sesak nafas.
 Pengisapan lendir.
 Obat untuk mengurangi batuk paroksismal dengan kortikosteroid
(betametason) dan salbutamol (albuterol).
b) Eradikasi bakteri
Pilihan obat yang dapat diberikan adalah :
 Eritromisin
Dosis: 40-50 mg/Kg berat badan/hari, maksimal 2 gram/hari, p.o., dibagi
dalam 4 dosis selama 14 hari.
 Klaritromisin
Dosis: 15-20 mg/Kg berat badan/hari, maksimal 1 gram/hari, p.o., dibagi
dalam 2 dosis selama 7 hari.
 Azitromisin
Dosis: 10 mg/Kg berat badan/hari, sehari 1x, p.o., dibagi selama 5 hari.
 Kotrimoksasol
Dosis: 50 mg/Kg berat badan/hari, p.o., dibagi dalam 2 dosis, selama 14 hari.
 Ampisilin
Dosis: 100 mg/Kg berat badan/hari, p.o., dibagi dalam 4 dosis selama 14 hari.

Sedangkan Guinto-Ocampo (2006) mengusulkan penatalaksanaan pertusis


sebagai berikut :
1. Antibiotik
a. Erythromycin
b. Azithromycin
c. Clarithromycin
d. Trimethoprin-sulfamethoxazole

2. Vaksin
Imunisasi aktif meningkatkan kekuatan melawan (resistance) infeksi. Vaksin
terdiri dari mikroorganisme atau komponen seluler yang bertindak sebagai
antigen. Pemberian vaksin menstimulasi produksi antibodi dengan specific
protective properties.
a. DtaP
b. Tdap

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, status, No Cm, alamat,
pekerjaan, pendidikan, diagnostik medis
b. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pendidikan, dan
pekerjaan

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Kaji penyebab klien masuk RS (batuk yang diiringi suara tarikan nafas tinggi
yang khas dan berkepanjangan)
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kondisi pasien saat ini, apa yang dirasakan pasien sekarang
c. Riwayat Penyakit Masa lalu
Kaji pasien apakah pasien pernah dirawat sebelumnya dan apakah
penyakitnya sama
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah anggota keluarga punya penyakit yang sama dengan pasien

3. Pengkajian Pola Fungsi Gordon

a. Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen kesehatan


1) Merokok?Alkohol?
2) Pemeriksaan keseh atan rutin?
3) Pendapat pasien tentang kesehatan tentang saat ini?
4) Persepsi pasien tentang berat ringannya
5) Persepsi tentang tingkat sembuhnya
b. Pola Aktivitas dan latihan
1) Rutinitas mandi (kapan, bagaimana, dimana, sabun yang digunakan)
2) Kebersihan sehari-hari (pakaian dl)
3) Aktivitas sehari-hari (jenis pekerjaan, lamanya, dl)
4) Kemampuan perawatan diri
AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian/Berdandan
Mobilisasi ditempat tidur
Pindah
Ambulasi
Makan/Minum

Ket :
Skore 0 : Mandiri
Skore 1 : Dibantu sebagian
Skore 2 : Perlu dibantu orang lain
Skore 3 : Perlu dibantu orang lain dan alat
Skore 4 : Tergantung atau tidak mampu

c. Pola Istirahat dan tidur


1) Pola istirahat dan tidur
2) Waktu tidur, lama, kwalitas (sering terbangun)
3) Imsomnia, sinambulism?
d. Pola Nutrisi dan metabolik
1) Apa yang biasa di makan klien tiap hai?
2) Bagaimana pola pemenuhan nutrisi klien? Berapa kali perhari?
3) Adakah supelmen yang dikonsumsi
4) Jumlah makan minum yang masuk
5) Adakah nyeri telan?
6) Frekuensi BB 6bulan terakhir naik/ turun
7) Diet Khusus atau makanan pantangan, nafsu makan, mual muntah,
kesulitan menelan
e. Pola Eliminasi
1) Kebiasaan BAB (frekuensi, kesulitan, adal tidak darah, penggunaan
obatpencahar)
2) Kebiasaan BAK (Frekuensi, bau, warna, kesulitan BAK : disuria, nokturia,
inkontinensia)
f. Pola Kognitif dan perceptual
1) Nyeri (kualitas, intensitas, durasi, skala nyeri, cara mengurangi nyeri)
2) Fungsi panca indra (penglihatan, pendengaran, pengecapan, penghidu,
perasa), menggunakan alat bantu?
3) Kemampuan bicara
4) Kemampuan membaca
g. Kemampuan konsep diri
1) Bagaimana klien memandang dirinya
2) Hal apa yang disukai klien mengenai dirinya?
3) Apakah klien dapat mengidentifikasi kekuatan antara kelemahan yang ada
pada dirinya?
4) Hal-hal apa yang dapat dilakukan klien secara baik
h. Pola koping
1) Masalah utama saat masuk RS (keuangan, dl)
2) Kehilangan/ perubahan yang terjadi sebelumnya
3) Takut terhadap kekerasan
4) Pandangan terhadap masa depan
5) Koping mekanisme yang digunakan saat terjadi masalah
i. Pola seksual-reproduksi
1) Masalah menstruasi
2) Papsmear terakhir
3) Perawatan payudara setiap bulan
4) Apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual
5) Apakah penyakit sekarang mengganggu fungsi seksual
j. Pola peran berhubungan
1) Peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
2) Apakah klien punya teman dekat
3) Siapa yang dipercaya untuk membantu klien jika ada kesulitan
4) Apakah klien takut dalam kegiatan masyarakat? Bagaimana keterlibatan
klien?
k. Pola nlai dan kepercayaan
1) Apakah klien penganut suatu agama?
2) Menurut agama klien bagaimana hubungan manusia dengan pencipta-
Nya?
3) Dalam keadaan sakit apakah klien mengalami hambatan dalam ibadah?

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran
2) Kondisi klien secara umum
3) Tanda - tanda vital
4) Pertumbuhan fisik: TB,BB.postur tubuh.
5) Keadaan kulit: wana, tekstur, kelaianan kulit.
b. Pemeriksaan CEPALO KAUDAL
1) Kepala
a. Bentuk, keadaan kulit, pertumbuhan rambut.
b. Mata: kebersihan, penglihatan, pupil, reflek, sklera, konjungtiva.
c. Telinga: bentuk, kebersihan, sekret, fungsi dan nyeri telinga?
d. Hidung: fungsi, polip,sekret, nyeri?
e. Mulut: kemampuan bicara, keadaan bibir, selaput mukosa, warna lidah,
gigi ( letak, kondisi gigi), oropharing ( bau nafas, suara parau, dahak).
2) Leher
Bentuk, gerakan, pembesaran thyroid, kelenjar getah bening, tonsil, JVP,
Nyeri telan?
3) Dada
a. Inspeksi: Bentuk dada, kelainan bentuk, retraksi otot dada, pergerakan
selma pernafasan, jenis pernafasan
b. Auskultasi: Suara pernafasan, Bunyí jantng, suara abnormal yang
ditemuai.
c. Perkusi: batas jantung dan paru? Dullness.
d. Palpasi: simetris, nyeri tekan, Massa, Pernafasan (kedalaman, kecepatan),
ictus kordis
4) Abdomen
a. Inspeksi: simetris, contour, warna kulit, vena, ostomy.
b. Auskultasi: frekuensi dan intensitas peristaltik.
c. Perkusi: Udara. Cairan, massal tumor?
d. Palpasi: tonus otot, kekenyalan, ukuran organ, massa, hernia, hepar, lien?
5) Genetalia, Anus dan rektum
a. Inspeksi: warna, terpasang alat bantu, kelainan genital, simpisis?
b. Palpasi: teraba penumpukan urine?
6) Ekstremitas
a. Atas: kelengkapan, kelainan jari, tonu otot, kesimetrisan gerak, ada yang
menggganggu gerak? kekuatan otot., gerakan otot, gerakan bahu, siku,
pergelangan tangan dan jari - jari
b. Bawah: kelengkapan, edema perifer, kekuatan otot, bentuk kaki, varices,
gerakan otot, gerakan panggul, luutut, pergelangan kaki dan jari -jari.

5. Pemeriksaan Penunjang
a) Radiologi
b) laboratorium
c) EEG, ECG, EMG, USG, CT Scan.

6. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : Sekret yang tertahan Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif
1. Dispnea
2. Ortopnea
3. Sulit bicara
DO :
1. Batuk tidak efektif
2. Sputum berlebih
3. Mengi, wheezing,
ronki
4. Mekonium dijalan
napas pada neonatus
5. Gelisah
6. Sianosis

7. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d secret yang tertahan d.d dispnea, Ortopnea,
sulit bicara, batur tidak efektif, sputum berlebih, mengi, whezing, ronki,
mekonium dijalan napas pada neonatus, gelisah, sianosis dan pola napas berubah

8. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional


O Keperawatan
1. Bersihan jalan setelah Manajemen Jalan
napas tidak dilakukan Napas
efektif b.d asuhan a) Observasi a) 0bservasi
sekret yang keperawatan 1. Latihan batuk
efektif 1. Untuk
tertahan d.d selama 3x24 mengetahui
dispnea, jam , maka 2. Identifikati
kemampuan kemampuan
ortopnea, bersihan jalan batuk
batuk
Sulit bicara, hapar tidak 2. Untuk
3. Monitor
batuk tidak epektif adanya retensi mengetahui
efektif, meningkat sputum Produksi
Sputum dengan KH : 4. Tanda dan sputum
berlebih, gejala 3. Mengetahui
mengi, 1. batuk efektif 5. Monitor input tanda dan
wheezing, meningkat dan gejala
ronki, 2. sputum output cairan 4. Untuk
meronium menurun b) Terapeutik mengetahui
3. mengi input/output
dijalan hapas menurun 1. Porisikan Cairan
pada , 4. whezing semifowler b) Terapeutik
neopartus, menurun 2. Pasang perlak
5. ronki dan bangkok 1. Dapat
gelirah,,
menurun 3. Buang secret mengurangi
Sianosis, Pola
pada tempat tekanan dari
napas berubah 6. mekonium sputum abdomen
menurun
7. dispnea c) Edukasi 2. membantu
menurun mengencerkan
1. Jelaskan dahak
8. Ortopnea tujuan dan
menurun c) Edukasi
prosedur
9. Sianoris 2. Anjurkan 1. Agar klien
menurun tarik napas paham
10. Gelisah dalam 2. Mempermudah
menurun d) Kolaborasi batuk klien
11. Pola napas d) Kolaborasi
membaik 1. Kolaborasi
pemberian 1. Untuk
mutolitik dan mempermudah
Eks kan intervensi
2. Pektoran, jika dilakukan
Perlu

9. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatuskesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

10. Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini dilakukan dengan
cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat dalam rencana keperawatan.
S : Subjective (Subjektif),
O : Objective (Objektif)
A : Assesment (Penilaian)
P : Planning (Perencanaan)

DAFTAR PUSTAKA

Manjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Info
Medika

PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


diagnostik, Edisi 1 . Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan


keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai