Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEMISKINAN DITINJAU DARI NILAI – NILAI YANG TERKANDUNG DALAM


SILA KE 2 PANCASILA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4:

1. M.Yoga Wahyu Pamungkas (F0H022060)


2. Rintan Kinaya Gusti (F0H022045)
3. Dwi Apriliyani (F0H022067)
4. Fatma Putika Sari (F0H022040)
5. Alpinda Oktapiani (F0H022059)
6. Evyta Febrianti (F0H022048)
7. Jesica Carolina Juita (F0H022056)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmatnya
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan
sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Sardania sebagai dosen pengampu mata
kuliah Kewirausahaan yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Bengkulu, 15 November 2022

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………………...

A. LATAR BELAKANG ……………………………………………………………….

B. PERMASALAHAN …………………………………………………………………

1. Bagaimana penerapan nilai nilai yang terkandung dalam sila kedua pancasila di

masyarakat ?

2. Apakah faktor-faktor penghambat penerapan nilai nilai tersebut?

3. Bagaimana peran pemerintah dalam mewujudkan nilai nilai yang terkandung dalam

sila kedua pancasila tersebut di dalam masyarakat?

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………………..

BAB 3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………………………………

a. Penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam sila ke 2 pancasila di masyarakat

b. Faktor-faktor penghambat penerapan nilai-nilai sila ke 2 pancasila

c. Peran pemerintah dalam mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila ke 2

pancasila di dalam masyarakat

BAB 4 PENUTUP ……………………………………………………………………………….

a. Kesimpulan ………………………………………………………………………………

b. Saran ……………………………………………………………………………………..

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan batang
tubuh UUD 1945. Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara
Indonesia, tidak terbentuk secara mendadak. Namun, terbentuknya Pancasila melalui proses
yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Pancasila digunakan sebagai dasar
untuk mengatur pemerintahan Negara serta sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan
Negara.
Seperti yang kita ketahui, Pancasila berasal dari kata Panca yaitu lima dan Sila yang
berarti prinsip/dasar. Jadi dapat diartikan bahwa Pancasila adalah lima prinsip/dasar. Lima
sila tersebut yaitu 1) Ketuhanan Yang Maha Esa, 2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, 3)
Persatuan Indonesia, 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Meskipun
dalam sila-sila terkandung nilai-nilai yang memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya
namun kesemuanya itu tidak lain merupakan suatu kesatuan yang sistematis. Sifat dasar
filsafat Pancasila bersumber pada hakikat kodrat manusia karena pada hakikatnya manusia
adalah sebagai pendukung pokok negara. Inti kemanusiaan itu terkandung dalam sila
kedua : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Dalam sila ke-dua mengandung nilai yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
sehari-hari. Hal itu karena seorang manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari tidak
lepas dari manusia lain. Sehingga sila ke-dua tersebut mampu memberikan dasar kepada kita
sebagai manusia agar senantiasa memanusiakan orang lain dalam kehidupan. Selain itu,
dalam sila ke-dua juga terdapat nilai keadilan dimana menuntut kita sebagai manusia yang
tidak dapat lepas dari manusia lainnya harus menghormati, menghargai dan menjunjung
tinggi keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila ke-dua tersebut terdapat
butiran-butiran yang dapat menjelaskan lebih rinci apa yang ada di dalam Pancasila sila ke-
dua tersebut. Dengan adanya butiran-butiran sila ke-dua tersebut diharapkan manusia atau
lebih tepatnya bangsa Indonesia dapat memahami dam mengamalkan apa yang ada dalam
sila ke-dua tersebut. Sehingga bangsa Indonesia senantiasa berdasar kepada kemanusiaan
yang adil dan beradap dalam bermasyarakat.  
Oleh karena itu, dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-
undangan Negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat
manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin
dalam peraturan perundang-undangan negara.

B. Permasalahan
1. Bagaimana penerapan nilai nilai yang terkandung dalam sila kedua Pancasila di

masyarakat?

2. Apakah faktor-faktor penghambat penerapan nilai nilai tersebut?

3. Bagaimana peran pemerintah dalam mewujudkan nilai nilai yang terkandung dalam sila

kedua pancasila tersebut di dalam masyarakat?


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Soekarno bahwa nasionalisme kita bukanlah nasionalisme melamun, nasionalisme


kemenyan', sebuah corak nasionalisme yang melamunkan kemerdekaan sebagai cita-cita ideal.
Bukan nasionalisme yang membasiskan diri pada harapan rakyat untuk bisa merdeka, bisa
makan dengan kenyang dan hidup dengan layak. Dengan demikian, sosio-nasionalisme
merupakan nasionalisme yang mendasarkan diri pada kesadaran akan ketertindasan masyarakat.
Demikian pula demokrasi, bagi Soekarno, demokrasi tidak boleh hanya memenuhi hak-hak
politik. Ia harus mampu memenuhi hakhak ekonomi rakyat. Pertanyaannya, apakah ide seperti
itu berbahaya? Bukankah ujung dari Pancasila ialah keadilan sosial? Artinya, ide Soekarno ini
memang sesuatu dengan nature Pancasila. Polemik lainnya terletak pada tempat ketuhanan di
dalam trisila yang berada di urutan terbawah sebagaimana urutan Pancasila 1 Juni yang memang
menempatkan ketuhanan sebagai sila kelima. Pertanyaannya, apakah posisi bawah selalu buruk?
Bukankah bawah juga berarti dasar dan akar? Dan tepat dalam konteks dasarlah, Soekarno
menempatkan ketuhanan dalam rumusan Pancasilanya. Artinya, ketuhanan menjadi dasar bagi
sila-sila di atas sebagaimana pemahaman Bung Hatta atas pikiran sahabatnya ini dalam karya
beliau, Pengertian Pancasila (1989).

Menurut Bung Hatta, Pancasila 1 Juni memiliki dua dimensi. Pertama, dimensi politik yang
berisi nilai-nilai politik kebangsaan, seperti nasionalisme, kemanusiaan, kerakyatan, dan
kesejahteraan sosial. Dimensi politik ini merupakan tugas pokok dari Pancasila sebagai dasar
negara nasional. Kedua, dimensi etis yang berisi ketuhanan. Artinya, nilai nilai politik
kebangsaan tersebut dibangun di atas moralitas ketuhanan. Persoalannya, benarkah Soekarno
mendefinisikan ide ketuhanannya sebagai ketuhanan yang berkebudayaan? Apa yang dimaksud
dengan istilah ini? Hal ini pula yang perlu dijernihkan agar tidak terjadi kesilap pandangan.
Dalam pidato 1 Juni 1945, Soekarno menyatakan "Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5? Prinsip
Indonesia merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan!"
Selanjutnya ia menambahkan, "Segenap rakyat hendaknya bertuhan secara kebudayaan...
ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, ketuhanan yang hormat menghormati satu sama lain.
Hatiku akan berpesta raya jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Indonesia merdeka
berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa!" Dengan demikian, yang dijadikan sila kelima bukanlah
ketuhanan yang berkebudayaan, melainkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ibarat hubungan iman
dan amal saleh. Maka itu, iman Soekarno tentu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ia hanya
menganjurkan agar kita mengamalkan iman tersebut secara berbudaya, yakni secara beradab
dengan menghormati umat agama lain. Oleh karena itu, ketuhanan berkebudayaan bukan mazhab
keagamaan, melainkan praktik beragama yang berbudaya.

Soekarno bahwa nasionalisme kita bukanlah nasionalisme melamun, nasionalisme kemenyan',


sebuah corak nasionalisme yang melamunkan kemerdekaan sebagai cita-cita ideal. Bukan
nasionalisme yang membasiskan diri pada harapan rakyat untuk bisa merdeka, bisa makan
dengan kenyang dan hidup dengan layak. Dengan demikian, sosio-nasionalisme merupakan
nasionalisme yang mendasarkan diri pada kesadaran akan ketertindasan masyarakat. Demikian
pula demokrasi, bagi Soekarno, demokrasi tidak boleh hanya memenuhi hak-hak politik. Ia harus
mampu memenuhi hakhak ekonomi rakyat. Pertanyaannya, apakah ide seperti itu berbahaya?
Bukankah ujung dari Pancasila ialah keadilan sosial? Artinya, ide Soekarno ini memang sesuatu
dengan nature Pancasila. Polemik lainnya terletak pada tempat ketuhanan di dalam trisila yang
berada di urutan terbawah sebagaimana urutan Pancasila 1 Juni yang memang menempatkan
ketuhanan sebagai sila kelima. Pertanyaannya, apakah posisi bawah selalu buruk? Bukankah
bawah juga berarti dasar dan akar?

Dan tepat dalam konteks dasarlah, Soekarno menempatkan ketuhanan dalam rumusan
Pancasilanya. Artinya, ketuhanan menjadi dasar bagi sila-sila di atas sebagaimana pemahaman
Bung Hatta atas pikiran sahabatnya ini dalam karya beliau, Pengertian Pancasila (1989). Menurut
Bung Hatta, Pancasila 1 Juni memiliki dua dimensi. Pertama, dimensi politik yang berisi nilai-
nilai politik kebangsaan, seperti nasionalisme, kemanusiaan, kerakyatan, dan kesejahteraan
sosial. Dimensi politik ini merupakan tugas pokok dari Pancasila sebagai dasar negara nasional.
Kedua, dimensi etis yang berisi ketuhanan. Artinya, nilai nilai politik kebangsaan tersebut
dibangun di atas moralitas ketuhanan. Persoalannya, benarkah Soekarno mendefinisikan ide
ketuhanannya sebagai ketuhanan yang berkebudayaan? Apa yang dimaksud dengan istilah ini?
Hal ini pula yang perlu dijernihkan agar tidak terjadi kesilap pandangan. Dalam pidato 1 Juni
1945, Soekarno menyatakan "Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5? Prinsip Indonesia merdeka
dengan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan!" Selanjutnya ia
menambahkan, "Segenap rakyat hendaknya bertuhan secara kebudayaan... ketuhanan yang
berbudi pekerti luhur, ketuhanan yang hormat menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta
raya jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Indonesia merdeka berasaskan Ketuhanan Yang
Maha Esa!" Dengan demikian, yang dijadikan sila kelima bukanlah ketuhanan yang
berkebudayaan, melainkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ibarat hubungan iman dan amal saleh.
Maka itu, iman Soekarno tentu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ia hanya menganjurkan agar kita
mengamalkan iman tersebut secara berbudaya, yakni secara beradab dengan menghormati umat
agama lain.

Soekarno bahwa nasionalisme kita bukanlah nasionalisme melamun, nasionalisme kemenyan',


sebuah corak nasionalisme yang melamunkan kemerdekaan sebagai cita-cita ideal. Bukan
nasionalisme yang membasiskan diri pada harapan rakyat untuk bisa merdeka, bisa makan
dengan kenyang dan hidup dengan layak. Dengan demikian, sosio-nasionalisme merupakan
nasionalisme yang mendasarkan diri pada kesadaran akan ketertindasan masyarakat. Demikian
pula demokrasi, bagi Soekarno, demokrasi tidak boleh hanya memenuhi hak-hak politik. Ia harus
mampu memenuhi hakhak ekonomi rakyat. Pertanyaannya, apakah ide seperti itu berbahaya?
Bukankah ujung dari Pancasila ialah keadilan sosial? Artinya, ide Soekarno ini memang sesuatu
dengan nature Pancasila. Polemik lainnya terletak pada tempat ketuhanan di dalam trisila yang
berada di urutan terbawah sebagaimana urutan Pancasila 1 Juni yang memang menempatkan
ketuhanan sebagai sila kelima. Pertanyaannya, apakah posisi bawah selalu buruk? Bukankah
bawah juga berarti dasar dan akar? Dan tepat dalam konteks dasarlah, Soekarno menempatkan
ketuhanan dalam rumusan Pancasilanya. Artinya, ketuhanan menjadi dasar bagi sila-sila di atas
sebagaimana pemahaman Bung Hatta atas pikiran sahabatnya ini dalam karya beliau, Pengertian
Pancasila (1989).

Menurut Bung Hatta, Pancasila 1 Juni memiliki dua dimensi. Pertama, dimensi politik yang
berisi nilai-nilai politik kebangsaan, seperti nasionalisme, kemanusiaan, kerakyatan, dan
kesejahteraan sosial. Dimensi politik ini merupakan tugas pokok dari Pancasila sebagai dasar
negara nasional. Kedua, dimensi etis yang berisi ketuhanan. Artinya, nilai nilai politik
kebangsaan tersebut dibangun di atas moralitas ketuhanan. Persoalannya, benarkah Soekarno
mendefinisikan ide ketuhanannya sebagai ketuhanan yang berkebudayaan? Apa yang dimaksud
dengan istilah ini? Hal ini pula yang perlu dijernihkan agar tidak terjadi kesilap pandangan.
Dalam pidato 1 Juni 1945, Soekarno menyatakan "Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5? Prinsip
Indonesia merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan!"
Selanjutnya ia menambahkan, "Segenap rakyat hendaknya bertuhan secara kebudayaan...
ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, ketuhanan yang hormat menghormati satu sama lain.
Hatiku akan berpesta raya jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Indonesia merdeka
berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa!" Dengan demikian, yang dijadikan sila kelima bukanlah
ketuhanan yang berkebudayaan, melainkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ibarat hubungan iman
dan amal saleh. Maka itu, iman Soekarno tentu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ia hanya

BAB 3
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penerapan Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Sila Ke 2 Pancasila Di Masyarakat

Pancasila lahir dari pemikiran para tokoh pejuang kemerdekaan pada tahun 1945 silam.
Terdapat 5 dasar yang menjadi falsafah hidup bangsa Indonesia, salah satunya dalam sila ke-
2. Seperti apa bunyi sila ke-2? Pancasila secara resmi dan sah tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 alinea 4. Dalam sejarah kemerdekaan, rancangan UUD 1945 dirumuskan oleh
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPK). UUD 1945 kemudian
ditetapkan dan disahkan sehari setelah kemerdekaan Republik Indonesia oleh PPKI atau
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. PPKI dibentuk setelah BPUPKI dibubarkan.

Lantas, seperti apa bunyi sila ke-2 Pancasila?

Bunyi sila ke-2 adalah "Kemanusiaan yang adil dan beradab". Menurut Badan Pembinaan
Ideologi Pancasila (BPIP), sila tersebut merupakan perwujudan nilai kemanusiaan yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia. Manusia merupakan makhluk yang berbudaya, bermoral, dan
beragama.

Terdapat 10 butir pengamalan sila ke-2 yang berhasil dirumuskan oleh BPIP. Kesepuluh
nilai yang terkandung antara lain sebagai berikut:
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

 Contoh Pengamalan Sila ke-2 di Lingkungan Keluarga


1. Melaksanakan kewajiban sebagai anggota keluarga.
2. Menolong anggota keluarga yang mengalami kesusahan atau kesulitan.
3. Menerima hak sebagai anggota keluarga.
4. Gemar melakukan kegiatan untuk kepentingan bersama.

 Contoh Pengamalan Sila ke-2 di Lingkungan Sekolah


1. Melakukan kewajiban sebagai seorang pelajar.
2. Menolong teman yang mengalami kesusahan atau kesulitan.
3. Menerima hak sebagai seorang pelajar.
4. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

 Contoh Pengamalan Sila ke-2 di Lingkungan Masyarakat


1. Menghormati hak-hak dan kewajiban yang dimiliki masing-masing orang sehingga tidak
terjadi pelanggaran HAM.
2. Mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia.
3. Tidak membeda-bedakan suku, ras, bangsa, dan agama.
4. Mengembangkan sikap peduli dan tolong menolong terhadap setiap orang.
5. Itulah beberapa contoh pengamalan bunyi sila ke-2 yang bisa diterapkan oleh para siswa

B. Faktor-Faktor Penghambat Penerapan Nilai-Nilai Kedua Pancasila 


Ada 2 faktor yang mempengaruhi penerpan nilai nilai ke-2 pancasila yaitu:
1. Faktor internal
 Kurangnya kesadaran
 Tidak ada rasa kepedulian atau pura pura tidak perduli terhadap lingkungan
sekitar
 Kurangnya wawasan / pengetahuan
 Msyarakat kecil tidak mampu menyuarakan ketidakadilan yang terjadi
 Egoisme 

2. Faktor eksternal
 Tidak adilnya pemerintah dalam pemberian penyuluhan terhadap masyarakat 
 Banyak nya pemerintah yang melakukan korupsi
 Kesadaran pemerintah terhadap rakyat kecil kurang
 Kurangnya kepedulian pemerintah terhadap masyarakat sehingga  Penyebaran
bantuan yang tidak merata
 Masih ada pelaku atau oknum yang menyerang atau menyudutkan melalui
komentar jahat di sosial media
 Tidak berani membela kebenaran dan keadilan 

C. Peran Pemerintah Dalam Mewujudkan Nilai yang Terkandung Dalam Sila Ke 2


Pancasila Di Dalam Masyarakat
Jaminan akes kebutuhan dasar bagi rakyar bawah dilakukan pemerintah dengan
menjalankan program-program sebagai berikut:
 Program Indonesia Pintar. ...
 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). ...
 Program Keluarga Harapan (PKH). ...
 Bantuan Pangan Nontunai.

Hasil Data Wawancara Keluarga Sesuai Kartu Keluarga


1. Nama Kepala Keluarga : Deprizal

Ibu : Risma

Penghasilan Sebulan/Perhari : Tidak Menentu

Jumlah Anggota Keluarga :6

Jumlah Kendaraan :1

Pengeluaran Uang Perhari : 100-150 Di Bagi 3

Jumlah Anggota Yang Masih Sekolah : 1 , Masih SD

Uang Jajan Yang Diberikan Untuk Yang Bersekolah : Tidak menentu

Biaya SPP/Kuliah :-

Apakah Bapak Betah Denga Pekerjaan Ini ?

=>Tahan Gak Tahan Dipertahakan.

Bapak Bekerja Dari Jam Berpa?

=>Pergi Jam 1 Pulang Jam 8 Pagi.

Kesimpulan :

Bapak Ini Mulai Jadi Nelayan Dari Kelas 5 SD, Merantau Dari Padang-Bengkulu,Memiliki

Anak 4 Orang,3 Laki-laki 1 Perempuan, Yang 1 Sekolah Tamat SMP Pekerjaan Nelayan.

Ujar Bapak Ini Tanah Ini Yang Ia Buat Rumah Ini Milik Pemeritah Dan Tidak Tahu Kapan

Di Gusur.
Ada Anak Yang Ingin Melanjutkan Pendidikan SMP Tapi Orang Tua Tidak Mampu. Tidak

Pernah Tidak Mendapatkan Bantuan.

Selain Menafkai Anak Dan Istri Pak Deprizal Juga Merawat Ibunya Yang Mengalami

Sakit Asam Urat Yang Bekerja Sebagai Nelayan Juga.

2. Nama Keluarga : Dodi Nasrial

Ibu : Sofia Indrawati

Penghasilan : 200-300

Jumlah Anggota Keluarga : 5 Orang.

Jumlah Kendaraan :1

Jumlah Anggota Keluarga Yang Masih Sekolah :2

Uang Jajan Untuk Yang Sekolah : 30 Ribu Untuk 2 Beradik

Biaya SPP : Tidak Ada

Kesimpulan :

Bapak Dodi Ini Bekerja Dari Jam 1-12 Siang,Bapak Ini Sudah Merantau Dari Kelas 5 SD,Rumah

Yang Di Tunngu Bapak Sekarang Milik Sendiri, Satu Hari Bapak Dodi Ini Mengeluaran Uang

Sebanyak 200 Ribu Untuk Kebutuhan Sehari-hari Nya.

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Adanya Perubahan Iklim Menyebabkan Sebagai Besar Masyarakat Nelayan Yang Ada Di
Bengkulu Tidak Bisa Melakukan Aktivitas Sehari-hari Untuk Pergi Ke Laut Sehingga
Mengakibatkan Pendapatan Berkurang.
2. Dari Tuntunan Pekerjaan Mereka Sebagai Nelyan Menyebabkan
Sebagian Masyarakat Nelayan Bengkulu Sudah Bisa Beradaptasi Degan
Perubahan Iklim.

B. Saran

Dari Hasil Observasi Masih Banyak Para Nelayan Yang Butuh Bantuan Agar Tidak
Kekurangan, masih banyak pemerintah yang kurang memperhatikan masyarakat golongan bawah
sampai merasa kekurangan, tetapi pemerintah sudah memberikan bantuan seperti meminjamkan
tanah milik pemerintah. Kita sebagai sesama masyarakat harus saling membantu masyarakat
yang membutuhkan bantuan.

Anda mungkin juga menyukai