A. PENDAHULUAN
Pertusis atau batuk rejan disebut juga whooping cough, tussis quinta, violet
cough dan di Cina disebut juga batuk seratus hari. Pertusis yang berarti batuk
yang sangat berat atau batuk yang intensif, merupakan penyakit infeksi saluran
napas akut yang dapat menyerang setiap orang yang rentan seperti anak yang
belum diimunisasi atau orang dewasa dengan kekebalan tubuh menurun. Disebut
juga whooping cough oleh karena penyakit ini ditandai oleh suatu sindrom yang
terdiri dari batuk yang bersifat spasmodik dan paroksismal disertai nada yang
tinggi, karena pasien berusaha keras menarik napas sehingga pada akhir batuk
sering disertai bunyi yang khas. Nama pertusis lebih disukai daripada whooping
cough karena tidak semua pasien pertusis disertai bunyi yang khas.1
600.000 kematian disebabkan pertusis setiap tahunnya terutama pada bayi yang
tidak di imunisasi.1
Penyakit ini dapat ditemukan pada semua umur, mulai dari bayi sampai
1
B. DEFENISI
disebabkan oleh Bordetella pertussis, tapi penyakit batuk yang sama dapat
Batuk rejan atau pertusis adalah penyakit infeksi pernapasan yang sangat
serius yang disebabkan oleh bakteri pertusis. Hal ini menyebabkan kekerasan
batuk dan tidak bisa berhenti. Batuk rejan adalah yang paling berbahaya untuk
Pertusis yang berat terjadi pada bayi muda yang belum pernah diberi
imunisasi. Setelah masa inkubasi 7-10 hari, anak timbul demam, biasanya
disertai batuk dan keluar cairan hidung yang secara klinik sulit dibedakan dari
batuk dan pilek biasa. Pada minggu ke-2, timbul batuk paroksismal yang dapat
dikenali sebagai pertusis. Batuk dapat berlanjut sampai 3 bulan atau lebih. Anak
ini berlangsung lama dan berbahaya khususnya pada masa bayi. Setelah masa
2
minggu yaitu selama kondisi anak tersebut tidak baik dengan tanda – tanda
infeksi saluran napas atas. Spasme batuk dapat di ikuti dengan “whoop” saat
inspirasi, terutama pada anak – anak yang lebih besar. Muntah dapat terjadi, dan
anak tersebut dapat menjadi kelelahan setelah batuk. Di antara spasme mungkin
paru – paru tidak ada kelainan. Fase ini berlangsung selama 4 – 6 minggu, dan
C. EPIDEMOLOGI
Pertusis merupakan salah satu penyakit yang paling sering menular yang
dapat menimbulkan attack rate 80-100% pada penduduk yang rentan. Sampai
saat ini manusia merupakan satu-satunya tuan rumah. Pertusis dapat ditularkan
melalui udara secara kontak lansung yang berasal dari droplet penderita selama
batuk.1
penyakit endemik, dengan epidemi periodik setiap 3 sampai 5 tahun dan sering
mewabah. Yang terakhir puncak dalam kejadian pertusis terjadi pada tahun 2005,
3
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), 50% dari
bayi di bawah usia 1 tahun yang terinfeksi pertussis akan memerlukan rawat
inap. Ini, 50% akan berkembang menjadi pneumonia dan 1% akan meninggal
pada bayi diawah usia 3 bulan. Bayi dalam kelompok usia ini memiliki insiden
imunitas tidak sempurna atau permanen. Wabah pertusis paling sering terjadi di
daerah perkotaan, bahkan pada anak yang telah di imunisasi lengkap. Banyak
remaja dan dewasa, walaupun telah tervaksinasi atau sakit sebelumnya, rentan
terhadap infeksi dan merupakan reservoir utama untuk infeksi pada bayi. Pada
dewasa, sindrom sering atipik, bermanifestasi sebagai batuk berlarut – larut yang
berat tanpa suara teriakan (whoop). Biasa terjadi penyebaran dalam keluarga.
Semakin muda usia anak, tanda dan gejala penyakit semakin atipik, bayi yang
berusia kurang dari 6 bulan dapat menderita apnea, serangan sianotik, dan batuk
tanpa suara whoop. Frekuensi pertusis semakin meningkat pada daerah dengan
D. ETIOLOGI
4
Genus bordetella mempunyai 4 spesies yaitu B. pertussis, B. parapertussis, B.
1. Merupakan kokobasilus
2. Gram negative
3. Berbentuk ovoid
6. Tidak berspora
8. Mempunyai kapsul
pertumbuhan :
- Membentuk asam
- Tidak membentuk gas pada media yang mengandung glukosa dan laktosa
Bordetella pertussis dapat mati dengan pemanasan pada suhu 550C selama
5
Kuman ini menghasilkan dua macam toksin, yaitu :
- Endotoksin (lipopolisakarida)
- Faktor limfositosis
membedakan jenis – jenis kuman ini, ditentukan dengan reaksi aglutinasi yang
E. PATOFISIOLOGI
tambahan termasuk arang, darah, dan pati. Media seperti Bordet-Gengou, yang
kemudian melekat pada silia epitel saluran pernapasan. Mekanisme infeksi oleh
6
mekanisme pertahanan pejamu, kerusakan lokal, nekrosis sel dan akhirnya timbul
penyakit sistemik.1,5
pertussi toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan dalam perlekatan B. pertussis
invasif, oleh karena itu pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama
pertussis toxin. Toksin pertusis mempunyai 2 sub unit yaitu A dan B. Toksin sub
sel unit A yang aktif pada daerah aktivasi enzim membran sel. Efek LPF
lomfoid peri bronchial dan meningkatkan jumlah mukos pada permukaan silia,
maka fungsi silia sebagai pembersih terganggu, sehingga mudah terjadi infeksi
disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen pada saat ventilasi dan timbulnya
7
F. GEJALA KLINIS
Masa inkubasi 6-20 hari, rata-rata 7 hari, sedangkan perjalanan penyakit ini
dan status imunisasi. Gejala pada anak yang berumur < 2 tahun yaitu, batuk
kejang (20-25%). Pada anak yang lebih besar manifestasi klinis tersebut ringan
dan lama sakit pendek, kejang jarang pada anak > 2 tahun. Suhu jarang > 38,40C
pada semua golongan umur. Penyakit yang disebabkan oleh B.parapertusiss atau
B.bronkiseptika lebih ringan daripada B.pertussis dan juga lama sakit lebih
Gejala awal menyerupai gejala infeksi saluran nafas bagian atas yaitu
timbulnya rinore (pilek) dengan lendir yang cair dan jernih, injeksi pada
konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan dan panas tidak begitu tinggi. Pada
stadium ini biasanya diagnosis pertusis belum dapat ditetapkan karena sukar
droplet dan anak sangat infeksius, pada tahap ini kuman paling mudah
diisolasi.
8
2. Stadium paroksismal/stadium spasmosik (2-6 minggu)
10 kali batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti oleh usah inspirasi masih
dihisap melalui glottis yang menyempit. Pada anak yang lebih tua dan bayi
yang lebih muda, serangan batuk hebat dengan berbunyi whoop sering tidak
terdengar. Selama serangan muka merah dan sianosis, mata menonjol, lidah
menjulur, lakrimasi, salivasi dan distensi vena leher bahkan sampai terjadi
dapat terjadi lagi sampai mucous plug pada saluran napas menghilang.
bunyi whoop. Anak menjadi apatis dan berat badan menurun. Batuk dapat
fisik.
3. Stadium konvalesens
menurun. Batuk biasanya masih menetap untuk beberapa waktu dan akan
menghilang sekitar 2-3 minggu. Pada beberapa pasien akan timbul serangan
9
dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran nafas bagian atas yang
berulang.
G. DIAGNOSIS
pemeriksaan laboratorium.1,2,6,11
1) Stadium kataral
2) Stadium paroksismal
10
Bayi < 6 bulan gejalanya tidak khas
b. Periksaan laboratorium
Isolasi B.pertussis dari swab nasofaring atau kultur aspirasi pada media
50.000/IU dengan limfositosis absolute yang khas pada akhir stadium kataral
dan selama stadium paroksismal. Pada bayi jumlah leukosit tidak menolong
untuk diagnosis, oleh karena respons limfositosis juga terjadi pada infeksi
paroksismal 94% pada minggu ke-3 dan menurun sampai 20% untuk waktu
stadium lanjut penyakit dan untuk menentukan adanya infeksi pada individu
dengan biakan. Cara ELISA dapat dipakai untuk menentukan serum IgM, IgG
dan IgA terhadap FHA dan PT. Nilai serum IgM FHA dan PT.
vaksinasi.1
11
IgG toksin pertusis merupakan tes yang paling sensitive dan spesifik
pertusis.1,11
H. DIAGNOSIS BANDING
pertusis dapat dibedakan dari gejala klinis dan laboratorium. Benda asing juga
12
2. Infeksi B.parapertussis, B.bronkiseptika dan adenovirus dapat menyerupai
parapertusis termasuk bakteri gram negatif yang dapat dibiakkan dari swab
agar Bordet-Gengou).9
I. PENATALAKSANAAN
1. Terapi kausal
a. Antibiotik
tidak ada antimikroba yang dapat mengubah perjalanan klinis penyakit ini
Eritromisin oral diberikan selama 10 hari atau jenis makrolid lainnya. Hal
periode infeksius.6
13
Pada bayi usia kurang dari 4 minggu, eritromisin kadang dihubungkan
Orang yang terpajan paling dekat dengan penderita pertusis yang infeksius
14
b. Kortikosteroid
c. Salbutamol
- Mengurangi paroksismal
posisi kepala lebih rendah dalam posisi telungkup, atau miring, untuk
15
- Bila anak mengalami episode sianotik, isap lendir dari hidung dan
kronik. Beri oksigen pada anak bila pernah terjadi sianosis atau berhenti
Selalu upayakan agar lubang hidung bersih dari mukus agar tidak
setiap 3 jam, bahwa nasal prongs berada pada posisi yang benar dan tidak
J. PERAWATAN PENUNJANG
16
Jika anak demam (≥ 390 C) yang dianggap dapat menyebabkan distres,
berikan parasetamol.
Beri ASI atau cairan per oral. Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa
nasogastrik dan berikan makanan cair porsi kecil tetapi sering untuk
makanan porsi kecil dan sering. Jika penurunan berat badan terus terjadi,
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
limfositosis absolute khas pada akhir stadium kataral dan selama stadium
paroksismal.1,8,11
pertusis)
Lowe).11
17
L. PENCEGAHAN
aktif dan secara pasif. Kekebalan yang didapat dari ibu hampir tidak ada, vaksin
pertusis pertamakali dikembangkan sekitar 60 tahun yang lalu dan mulai dipakai
diseluruh dunia sekitar tahun 1960-an bersama-sama dengan vaksin difteri dan
kematian yang disebabkan pertusis dan setelah era imunisasi berjalan terdapat 26
dengan vaksin DPT. Pencegahan dapat dilakukan melalui imunisasi pasif dan
aktif.
1. Imunisasi pasif
untuk pencegahan.1,2
18
2. Imunisasi aktif
sama dengan vaksin difteria dan tetanus. Dosis imunisasi dasar dianjurkan 12
IU dan diberikan tiga kali sejak umur 2 bulan, dengan jarak 8 minggu. Jika
umur 2 minggu dengan jarak 4 minggu. Anak berumur > 7 tahun tidak lagi
pasien yang lebih besar biasanya ringan hanya merupakan sumber infeksi
B.pertussis pada bayi non imun. Vaksin pertusis monovalen (0,25 ml, IM)
telah dipakai untuk mengontrol epidemik diantar orang dewasa yang terpapar.
Kontak erat pada anak usia < 7 tahun yang sebelumnya telah diberikan
imunisasi hendaknya diberi booster. Booster tidak perlu diberikan bila telah
mg/kgBB/24 jam dalam 2 - 4 dosis selama 14 hari. Kontak erat pada usia > 7
infeksi dan mengurangi gejala penyakit. Seseorang yang kontak dengan penderita
14 hari setelah kontak diputuskan. Jika kontak tidak dapat diputuskan hendaknya
19
Eritromisin diberikan sampai penderita berhenti batuk atau setelah penderita
1. Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga
untuk setiap bayi yang berusia di bawah 6 bulan yang disertai demam atau
M. KOMPLIKASI
a. Brokopneumonia
kematian pada anak dibawah 3 tahun, terutama bayi yang lebih kecil dari 1
tahun. Gejala ditandai dengan batuk, sesak napas dan panas. Pada foto
b. Otitis media
Karena batuk – batuk hebat, kuman masuk melalui tuba eustaski ke telinga
20
c. Bronkitis
Batuk mula – mula kering, setelah beberapa hari timbul lender jernih
d. Atelektasis`
e. Emfisema pulmonum
f. Aktivasi tuberculosis
g. Kolaps alveoli
Akibat batuk paroksismal yang lama pada anak – anak sehingga dapat
21
3. Komplikasi lain
c. Hernia
d. Prolaps rekti
N. PROGNOSIS
Prognosis tergantung usia anak yang lebih tua mempunyai prognosis lebih
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Pertussis. Dalam : Buku ajar
infeksi & pediatrik tropis. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI; 2008. hal 331-337.
2. Rampoengan, TH. 2007. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC.
3. Cherry, JD. 2013. Pertussis: Challenges Today and for the Future. PLoS Pathog
8, 2017
10. Lewis, K. 2006. Pertusis dalam Rudolph, AM dkk Buku Ajar Rudolph Volume 1.
Jakarta : EGC.
11. Ikatan dokter Indonesia. 2011. Pedoman pelayanan medis jilid II.
23