Oleh
Muhammad Khairul Faridi [17917115]
Galton mendirikan sistem penelitian yang pertama kali untuk mengklasifikasikan sidik jari.
Kemudian Sir Edward Henry pada tahun 1896 mengembangkan sistemnya sendiri
berdasarkan kelompok, aliran, pola dan berbagai karakteristik pada sidik jari. Kemudian
Henry Classification System menjadi standar untuk teknik fingerprint kriminal di seluruh
dunia. Pada tahun 1835, Scotland Yard Henry Goddard menjadi orang pertama yang
menggunakan analisis fisik untuk mencari keterkaitan peluru dengan senjata api yang
digunakan pembunuh walaupun belum akurat. Pemeriksaan peluru menjadi lebih akurat
pada tahun 1920-an, ketika seorang dokter Amerika Calvin Goddard menciptakan
mikroskop untuk membantu membandingkan selongsong senjata api yang cocok dengan
peluru yang ditemukan itu.
Pada tahun 1836, seorang ahli kimia Skotlandia bernama James Marsh
mengembangkan bahan kimia untuk mendeteksi arsenik. Hampir satu abad kemudian, pada
tahun 1930, seorang ilmuwan Karl Landsteiner yang juga memenangkan Hadiah Nobel
untuk mengklasifikasikan darah manusia ke dalam berbagai kelompoknya. Dan Karyanya
ini menginspirasi untuk menggunakan darah sebagai alat bukti penyelidikan kriminal pada
saat sekarang ini. Uji coba lainnya dilakukan pada pertengahan 1900-an yaitu untuk
menganalisis air liur, air mani dan cairan tubuh lainnya serta membuat tes darah lebih tepat.
Dan beberapa teknik forensik baru bermunculan pada awal abad ke-20, dengan
meningkatkan kemampuan penegak hukum dalam menemukan dan menganalisis barang
bukti sehingga dibutuhkan tim khusus untuk menganalisis bukti yang ditemukan di TKP.
Sehingga Edmond Locard, seorang profesor di Universitas Lyons, mendirikan laboratorium
kejahatan polisi pertama di Prancis pada tahun 1910. Untuk karya perintisnya dalam bidang
kriminologi forensik, Locard dikenal sebagai “Sherlock Holmes of France.” Kemudian
diikuti oleh August Vollmer, kepala Polisi Los Angeles mendirikan laboratorium kejahatan
polisi Amerika pertama pada tahun 1924.
Berikut adalah ringkasan dari sejarah forensik disesuaikan dengan penemu, penemuan
dan tahunnya:
2. Ilmu bedah yang berkaitan dengan penentuan identitas mayat seseorang yang ada
kaitannya dengan kehakiman dan peradilan.
Menurut Sulianta (2008) forensik adalah suatu proses ilmiah (didasari oleh ilmu
pengetahuan) dalam mengumpulkan, menganalisa dan menghadirkan barang bukti dalam
sidang pengadilan terkait adanya suatu kasus hukum.
Sedangkan menurut Watson Ilmu forensik adalah salah satu disiplin ilmu yang
menerapkan analisis ilmiah terhadap sistem peradilan, sering kali menjadi salah satu
pembuktian dalam kejadian kejahatan. Ahli forensik menganalisa dan menafsirkan bukti
yang ditemukan di TKP. Bukti itu bisa meliputi darah, air liur, serat, lintasan ban,
obatobatan, alkohol, keripik cat dan residu senjata api.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa kata kunci utama
dalam setiap definisi forensik di antaranya: 1. Forensik adalah cabang ilmu pengetahuan
2. Forensik menerapkan analisis ilmiah
3. Forensik menganalisa barang bukti
4. Forensik menafsirkan barang bukti di pengadilan
Pada perkembangannya ilmu forensik sekarang ini tidak lagi hanya berhubungan
dengan pembunuhan atau pun bidang kedokteran saja. Namun, perkembangan ilmu
forensik semakin meluas. Berikut adalah cabang ilmu forensik di antaranya kedokteran
Forensik, toksikologi forensik, odontologi forensik, psikiatri forensik, entomologi forensik,
antrofologi forensik, balistik forensik, fotografi forensik, biologi molekuler forensik
”DNA-Forensic”, dan salah satu bagian dari ilmu forensik yang berkembang saat ini adalah
digital forensik.
Kebutuhan akan bukti digital dalam proses investigasi akan semakin tinggi dan
kompleks dengan semakin meningkatnya teknologi digital. Contoh kasus yang sering kita
dengar di berita yaitu semakin maraknya kejahatan yang dilakukan dengan memanfaatkan
alat digital, untuk penanganan kasus tersebut dibutuhkannya alat bukti yang kuat sebagai
alat bukti di pengadilan. Oleh karena itu ahli forensik khususnya yang ahli di bidang digital
forensik sangat dibutuhkan untuk dapat mengumpulkan dan menganalisis barang bukti
digital dalam tindak kejahatan.
Digital forensik adalah cabang dari ilmu forensik yang meliputi pemulihan dan
analisis data dari perangkat digital, tentunya perangkat digital yang dimaksud yaitu yang
berkaitan dengan tindak kejahatan komputer. Untuk mengenal lebih dalam apa itu digital
forensik berikut adalah beberapa definisi dari berbagai sumber:
Menurut Marcella (2008) digital forensik adalah aktivitas yang berhubungan dengan
pemeliharaan, identifikasi, pengambilan/penyaringan, dan dokumentasi bukti digital dalam
kejahatan computer
Menurut Lee (2013) dalam bukunya menyatakan digital forensik yaitu penggunaan
metode ilmiah untuk pengadaan, identifikasi, analisis dan dokumentasi bukti digital dari
perangkat digital.
Menurut Raharjo (2013) Forensik digital merupakan bagian dari ilmu forensik yang
melingkupi penemuan dan investigasi materi (data) yang ditemukan pada perangkat digital.
Menurut Wahanggara (2015) Digital forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang
bagaimana cara untuk menangani berbagai kejahatan yang melibatkan teknologi komputer.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa kata kunci utama
dalam setiap definisi Digital Forensik di antaranya:
Lee, Christopher. 2013. The Next Steve Jobs: 15 Anak Genius di Bidang IT. Jakarta:
MediaKita.
Marcella, Albert J. and Jr. Doug Menendez. 2008. CYBER FORENSICS: A Field Manual
for Collecting, Examining, and Preserving Evidence of Computer Crimes, Second Edition.
USA: Taylor & Francis Group, LLC.
Wahanggara, Victor, and Yudi Prayudi. “Malware Detection through Call System on
Android Smartphone Using Vector Machine Method.” In Cyber Security, Cyber Warfare,
and Digital Forensic (CyberSec), 2015 Fourth International Conference on, pp. 62-67.
IEEE, 2015.
Watson, Stephanie. n.d. How Forensic Lab Techniques Work. Accessed Desember 4,
2017. https://science.howstuffworks.com/forensic-lab-technique1.htm.