Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

FACIAL CLEFT

Oleh:
Iva Nadah Larasaty, S.Ked
K1A1 14 065

Pembimbing:
dr. Saktrio Darmono Subarno, Sp.BP-RE

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
FACIAL CLEFT
Iva Nadah Larasaty, Saktrio Darmono Subarno
1. Pendahuluan
Malformasi dapat terjadi pada semua jaringan dan semua bagian tubuh, dan
dapat hadir sebagai malformasi murni atau sebagai bagian dari sindrom. Insidensi
malformasi kongenital adalah 1 dari 33 kelahiran. Malformasi kongenital dari
tengkorak, wajah dan rahang mewakili malformasi kraniofasial. Ada banyak jenis
malformasi kraniofasial kongenital, yang berbeda lokasi, patomorfogenesis dan
insidensinya (Versnel, 2010).
Facial cleft adalah suatu kelainan kongenital dalam bentuk malformasi
pada wajah dan tengkorak yang mencakup spektrum kelainan yang luas dan
bermanifestasi menjadi berbagai macam bentuk. Selama bertahun-tahun, penelitian
mengenai kelainan tersebut masih sedikit akibat angka kejadiannya yang tergolong
jarang (Booth et al, 2008).
Jenis tersering dari facial cleft adalah cleft lip dan atau cleft palate,
sehingga orang awam cenderung lebih mengenalnya. Sementara itu, yang
termasuk facial cleft, tidak hanya melibatkan mulut dan hidung, tetapi meliputi
jaringan lunak dan tulang pada dagu, mata, telinga, kening dan dapat sampai ke
batas rambut (Coruh & Gunay, 2003).
Facial cleft termasuk malformasi yang cukup rumit untuk ditangani dan
dipelajari karena bentuk klinisnya sangat bervariasi, tidak selalu sama pada setiap
individu. Seorang ahli bedah harus mempunyai keterampilan yang baik pada
operasi kraniofasial, teknik maxilofasial, maupun rekonstruksi jaringan lunak pada
wajah. Hal tersebut diperlukan sebab tujuan yang ingin dicapai pada operasi ini
selain secara estetika juga melibatkan berbagai macam fungsi wajah (Booth et al,
2008).
2. Definisi
Facial cleft dapat didefinisikan sebagai kegagalan pembentukan jaringan
wajah baik parsial, maupun lengkap, sehingga dapat berupa true facial cleft atau
pseudo cleft. True facial cleft adalah sebuah pembukaan atau celah di wajah
karena kegagalan penyatuan atau fusi bagian dari wajah. Sedangkan pseudocleft
terjadi karena kegagalan diferensiasi jaringan setelah terjadi fusi (Booth et al,
2008).
Sumbing wajah adalah istilah untuk semua macam bentuk celah di
wajah. Semua struktur seperti tulang, jaringan lunak, kulit, dan lain sebagainya,
dapat terpengaruh. Sumbing wajah merupakan kelainan kongenital yang sangat
jarang . Ada banyak variasi jenis celah dan klasifikasi yang diperlukan untuk
menjelaskan dan mengelompokkan semua jenis celah. Pada sumbing wajah
terjadi tumpang tindih dari sumbing yang berdekatan (Booth et al, 2008).

3. Epidemiologi.
Craniofacial cleft merupakan kelainan congenital yang jarang ditemukan
dengan angka kejadian 1,43 sampai dengan 4,85 tiap 100000 kelahiran. Kelainan
ini pertama kali ditemukan pada tahun 1976 oleh Tessier berupa Oblique facial
cleft. Jenis ini merupakan salah satu jenis yang jarang, dimana tercatat hanya ada
20 kasus yang dilaporkan selama tahun 1981 sampai dengan 1999 (Kara & Ocsel,
2000).

4. Etiologi dan Faktor Risiko


Pada tahun 1575 seorang ahli bedah Perancis, Ambroise Pare menerbitkan
sebuah buku yang mengulas mengenai berbagai penyebab kelainan kongenital,
meliputi faktor lingkungan, herediter, psikologis, dan religious. Kemudian,
William Havey (1578-1657), mengenalkan konsep keterhambatan perkembangan
selama proses embrionik sebagai penyebabnya. Pada awal abad ke 19, meckel dan
Geoffry St. Hilaire mendirikan badan penelitian tentang teratologi, sehingga pada
tahun 1832 dimulailah berbagai penelitian tentang penyebab kelainan kongenital.
Sampai saat itu, penyebab facial cleft masih belum jelas. Namun, Geoffry
mencoba mengemukakan pendapatnya mengenai hal ini, yaitu teori pita amnion/
amniotic band (Versnel, 2010).
Teori lain yang disuguhkan oleh Meckel menjelaskan adanya gangguan
proses perkembangan yang melibatkan berbagai tahap, antara lain informasi
genetik, deposisi, diferensiasi, dan proliferasi sel serta remodeling jaringan lunak
(Versnel, 2010).
Mekanisme nongenetik juga bisa menjadi penyebab, seperti radiasi,
infeksi (toxoplasmosis, human influenza), abnormalitas metabolism, seperti
metabolism fenilalanin maternal yang abnormal, obat- obatan (antikonvulsan,
tretinoin, talidomid). Selain itu, hematoma, oligohidramnion, dan sindrom rupture
amnion juga dapat menjadi penyebabnya (Versnel, 2010).
Faktor risiko terjadinya facial cleft ini, dapat berasal dari bayi sendiri
maupun dari ibunya. Faktor risiko tersebut antara lain:
a. Bayi yang memiliki cacat lahir lainnya
b. Memiliki saudara kandung, orang tua, atau saudara dekat lain yang lahir
dengan sumbing wajah.
c. Ibu mengkonsumsi alkohol selama kehamilan
d. Memiliki penyakit atau infeksi saat hamil
e. Kekurangan asam folat pada pembuahan atau selama kehamilan awal

5. Patofisiologi
Pembentukan cleft terjadi ketika embrio mengalami pertumbuhan, dan
terdapat pola untuk tipe dasar dari berbagai cleft yang berbeda. Oleh karena itu,
merupakan hal yang penting untuk mengetahui embryogenesis wajah sebagai
prinsip dasar untuk memahami kompleksitas malformasi ini (Ortiz-Monasterio,
2008).
Gambar 1. Berbagai processus pada embriologi wajah
Berbagai processus yang berbeda akan menyambung di sekeliling area
mulut, sehingga apapun yang mengganggu ‘tempat pertemuan’ ini atau apaun
yang menyebabkan rupturnya persatuan ini akan menimbulkan cleft. Korelasi
antara processus di wajah dari suatu embrio dan wajah seorang dewasa akan
membantu klinisi dalam memahami morfologi dan distribusi cleft (Ortiz-
Monasterio, 2008).

Gambar 2. Korelasi antara processus wajah embrio dengan wajah dewasa

Etiologi cleft kraniofasial sebenarnya berdasar pada teori dan prinsip yang
sama dengan cleft lip dan cleft palate. Terdapat beberapa teori yang dapat
menjelaskan patofisiologi facial cleft (Ortiz-Monasterio, 2008).
1. Teori Kegagalan Fusi
Teori ini diusulkan oleh Dursy dan His pada abad XIX dan dianggap
sebagai teori klasik. Dalam teori itu dijelaskan bahwa terdapat kegagalan fusi
berbagai processus sehingga menyebabkan terpisahnya bagian wajah dan
terbentuk cleft. Kegagalan fusi tersebut dapat disebabkan perubahan lapisan
ectoderm atau kegagalan pada lapisan tersebut dimana seharusnya lapisan
tersebut menghilang (sehingga memberi tempat bagi mesoderm intuk
berkembang dan membentuk penyatuan antar bagian).

Gambar 3. Kegagalan fusi antara dua processus

2. Teori Migrasi Mesoderm


Teori ini dipaparkan oleh Pohlmann dan Veau di tahun-tahun awal
abad XX, dan mereka menyatakan bahwa kurangnya migrasi mesodermal dan
penetrasi menyebabkan kolapsanya ectoderm karena tidak ada penyangga.
Kolaps ini akhirnya menimbulkan cleft.

Gambar 4. Mesoderm gagal berkembang di bawah ectoderm pada


suatu processus
3. Teori van der Meulen
Di akhir abad ke XX, Van der Meulen dan koleganya mengusulkan
teori yang lebih kompleks dimana konsep embriologi lebih terkait dengan
anomali cleft. Mereka menyatakan bahwa malformasi cleft sebenarnya bukan
suatu cleft sejati tetapi suatu displasia. Displasia ini merupakan hasil dari
berhentinya pertumbuhan selama proses fusi fasial. Defek yang terjadi
disebabkan tidak adanya atau kuranya pertumbuhan sentra osifikasi pada
wajah.

6. Tanda dan Gejala


Gejala utama facial cleft adalah kelaianan pada tulang, otot atau kulit.
Salah satu masalah utama yang terkait dengan celah cacat adalahbahwa cacat
terjadi di dalam rahim. Pada tahun-tahun awal kehidupan, ketika sutura belum
mentup dapat timbul peningkatan tekanan intracranial. Peningkatan tekanan
intracranial ini dapat menyebabkan kerusakan otak, dan kebutaan yang parah.
Kemudian penampilan wajah terganggu, mengganggu jalan napas dan
kemampuan mengunyah akibat kelainan pada rahang atas serta adanya maloklusi
gigi dengan mandibula yang menonjol Kelainan maxila juga dapat menyebabkan
proptosis parah. Selain itu, kelainan juga dapat sampai di telinga, yaitu
infeksi telinga tengah yang berulang, dan penurunan pendengaran (Booth et al,
2008).

7. Klasifikasi
Maformasi kraniofasial, dimana salah satunya adalah facial cleft telah
mengalami beberapa tahap klasifikasi. Dimulai dari tahun 1887 oleh Morian,
muncullah klasifikasi Morian yang mengklasifikasikan facial cleft menjadi dua
tipe yaitu tipe I yang merupakan oculonasal cleft dan tipe II, dari foramen
infraorbita hingga aspek luar wajah. Setelah itu, klasifikasi tersebut mengalami
beberapa penyesuaian dan pembaharuan seperti klasifikasi AACPR (American
Association of Cleft Palate Rehabilitation) pada tahun 1962, klasifikasi Boo-Chai,
klasifikasi Karfik, klasifikasi Tessier, dan klasifikasi van de Meulen.
Dua klasifikasi yang diterima secara luas adalah sistem klasifikasi Tessier dan
van de Meulen (Ortiz-Monasterio, 2008).
Klasifikasi Tessier didasarkan pada posisi anatomi celah. Pada sistem
klasifikasi ini, cleft berdasarkan posisinya diberi nomor 0-14 dengan nomor 30
menunjukkan simfisis media dari mandibula. Penomeran ini memudahkan
nomenklatur cleft. Sistem ini murni bersifat deskriptif dan tidak berkaitan dengan
faktor-faktor embriologi maupun patologi. Berbeda dengan klasifikasi Tessier,
klasifikasi Van de Meulen didasarkan pada hubungan cleft dengan asal
embriogenesisnya. (Butow & Botha, 2010). Klasifikasi Tessier merupakan cara
paling mudah untuk mendeskripsikan cleft dan nomenklaturnya, sehingga
menjadi klasifikasi yang paling sering digunakan hingga sekarang (Ortiz-
Monasterio, 2008).

1. Klasifikasi Tessier

Paulus Tessier mengklasifikasikan facial cleft berdasarkan posisi


anatomis dari celah. Berbagai jenis celah Tessier diberi nomor 0 sampai
14. Berbagai jenis facial cleft ini dapat dimasukkan ke dalam 4 kelompok
berdasarkan posisinya, yaitu midline cleft, paramedian cleft, orbital cleft dan
lateral cleft. Klasifikasi Tessier menggambarkan celah di tingkat jaringan
lunak maupun di tingkat tulang, karena tampaknya bahwa celah jaringan
lunak memiliki lokasi yang sedikit berbeda di muka dari celah tulang (Tessier,
1976).
Gambar : Skema klasifikasi Tessier ((Tradley JP, Kawamoto H, 2007)
1. Cleft No. 0
Tipe ini adalah yang unik, karena dapat berupa kelainan defisiensi atau
kelebihan jaringan di daerah midline. Kelainan defisiensi dapat bermanifestasi
sebagai hipoplasia atau agenesis dari struktur di daerah midline wajah.
Kelebihan jaringan pada kelainan ini dapat berupa duplikasi dari struktur di
tempat tersebut (Tradley JP, Kawamoto H, 2007).

A. pasien cleft lip dan B. kelebihan jaringan deformitas palatum


2. Cleft No 1
Dimulai dari cupid bow hingga ke kubah nostril, dari lateral incisivus
– processus alveolaris. Terjadi akibat disgenesis dan dapat bermanifestasi
tidak adanya sebagian hidung. Pada beberapa kasus terjadi hipoplasia jalan
nafas, sinus frontal, dan sinus etmoid yang kemudian digantikan oleh tulang
sklerotik. Pada kasus yang ringan terjadi hipoplasia tulang hidung dengan
septum yang normal (Tradley JP, Kawamoto H, 2007).

Gambar: cleft no 1 dan tulang yang terlibat (Tradley JP, Kawamoto H, 2007).

3. Cleft No 2
Ini merupakan celah yang fekuensinya paling kurang, walaupun
anatomical dapat berespon pada celah unilateral tipikal pada bibir. Ketika
hidung juga dilibatkan, karakteristiknya ikut mempengaruhi kubah pada
kartilago alar, kartilago triangular pada hidung dan tulang hidung. Ketika
mempengaruhi maksilla, celah terdapat pada bagian depan gigi incicivus,
hypoplasia pada aperture piriform, pelebaran atau absent pada frontal
apophasis pada maksilla, dan pelebaran ruang ethmoidal didapat.
Bagaimanapun, ketika ethmoid jg terlibat angka kejadian hypertelorism dapat
terjadi (Ortiz-Monastorio F, 1988).
Cleft melibatkan maksilla. Cleft melibatkan bibir atas (Ortiz-
Monastorio F, 1988).
4. Cleft No 3
Celah ini juga dikenal dengan nama naso-ocular cleft, atau
orbitomaxillary medial cleft. Ini terjadi pada garis naso-lacrimal saat proses
persendian pada waktu embryo pada nasal bagian medial, lateral dan
maxillary. Ketika melibatakan jaringan lunak, n0 3 celah muncul pada bentuk
celah unilateral pada bibir dan defek di dalam nostril. Hilangnya system
lakrimasi dan biasanya didapatkan coloboma pada bagian inferior kelopak
mata, bagian medial canthus posisinya lebih turun. Distorsi dari struktur
skeletal termasuk pada hilangnya bagian frontal, dan dinding medial dari sinus
maksilaris. Pada situasi ini orbita, sinus, cavitas nasalis, dan cavitas oral saling
berhubungan. Biasanya terdapat gambaran bentuk yang unilateral (Ortiz-
Monastorio F, 1988).
5. Skema celah pada fasial melibatkan Celah sepenuhnya melibatkan bibir,
jaringan lunak dan struktur tulang maksilla, hidung, dan mata dengan
(Ortiz-Monastorio F, 1988). anophthalmia (Ortiz-Monastorio F,
1988).

Cleft No 4
Dikenal juga sebagai orbitomaksillari medial atau celah oculo fasial.
Ketika melibatkan jaringan lunak ini hampir celah yang lurus dari bibir hingga
ke bagian bawah kelopak mata. Tingkat bibir sumbing ini terletak hanya dari
cupid busur s dan mewakili juga bibir sumbing sepihak yang menggunakan
untuk melanjutkan ke atas melalui pipi yang melibatkan kelopak mata bawah
dan, jika berkepanjangan Superior, Koloboma kelopak mata-medial dan
distorsi alis dapat ditemukan. Dalam kasus parah, seperti Sumbing melewati
orbit, anophthalmia mungkin ada. Karena ini adalah Sumbing lebih lateral
bahwa n 3, sistem lacrimalis, sekalipun dapat mendistorsi, utuh, seperti
biasanya adalah ligamentum canthal medial. Pada struktur rangka, ketika
selesai, itu memberikan kontinuitas dan berkomunikasi mulut dengan sinus
maksilaris dan orbit. Ketika bentuk bilateral sekarang ini distorsi hidung dan
premaxila ditemukan dalam cara yang mirip dengan bilateral bibir sumbing
dan palatum (Ortiz-Monastorio F, 1988).
6. Cleft no 5
Skema defek pada tulang pada cleft Celah bagian kiri no 4 kombinasi
(Ortiz-Monastorio F, 1988). dengan celah bagian kanan no 3
(Ortiz-Monastorio F, 1988).

Ini adalah celah wajah yang paling jarang dari semua oblique clefts.
Ada sebuah bibir sumbing dengan fisura hanya medial untuk sudut mulut
tetapi tidak di dalam commisure ( akan tipe lain dari sumbing ). Ini pelajaran
koresponden ke atas di lateralis pipi untuk mencapai kelopak mata bawah
antara medial ketiga dan lateralis. Microphthalmia atau anophthalmia yang
jarang ini jenis sumbing. Ketika melibatkan mendasari struktur, cacat starst di
alveolar premolar daerah untuk melanjutkan ke atas melalui maxilla lateralis
untuk foramen infraorbital memasuki orbit di infero-lateral sudut. Distopia
adalah yang paling sering melihat. Ke atas proyeksi untuk tempurung kepala
sesuai dengan wajah sumbing.
Skema dari jaringan lunak dan Celah kanan no 5 dengan fisura no 4
deformitas tengkorak (Ortiz- kiri (Ortiz-Monastorio F, 1988).
Monastorio F, 1988).

7. Cleft no 6
Celah ini telah secara luas diterima sebagai bentuk kecil sindrom
Treacher Collins. Kelainan dalam kasus ini termasuk coloboma di sepertiga
medial bawah kelopak mata, mata antimongoloid miring. Telinga mungkin
terkemuka atau normal yang paling kasus tapi mendengar beberapa defisit
hadir. Cacat pada struktur tulang ditandai oleh defisit Sumbing atau tulang
pada zygomatico-rahang jahit dengan lengkungan zygomatic utuh. Kadang-
kadang rambut dapat ditemukan di malar area (Ortiz-Monastorio F, 1988).
Cleft of posterior maxillary alveolus

(Tradley JP, Kawamoto H, 2007).

Patient with a complete fissura of the


oral commisura that extends towards
external ear, resulting in macrosomia

(Tradley JP, Kawamoto H, 2007).

8. Cleft no 7
Ini adalah yang paling umum. Ini juga dikenal sebagai hemifacial
microsomia, microtia, otomandibular dysostosis, sindrom yang dari 1 dan 2
lengkungan brakialis, dll. ( goldenhard sindrom yang dapat dianggap sebagai
sebuah sumbing n0 7 tapi itu termasuk epibulbar kista dan anomali
vertebralis ). Yang seperti ini sumbing termasuk beberapa malformasi
melibatkan
berbeda daerah wajah yang terbaik nama untuk ini akan menjadi lateral
displasia wajah (Ortiz-Monastorio F, 1988).

9. Cleft no 8
Sumbing langka ini sesuai dengan cacat dalam kontinuitas dengan
canthus lateral mata yang meluas ke daerah temporal. Lateral coloboma
mungkin diduduki oleh dermatocele. Ketika tulang-tulang yang mendasari
dipengaruhi dibutuhkan bentuk Sumbing di jahit frontozygomatic. Kapan
nomor 8 Sumbing dikombinasikan dengan Liang-Liang 6 dan 7, kelainan
seluruh disebut sindrom Treacher Collins (Ortiz-Monastorio F, 1988).
celah pada lateral canthus (Ortiz-Monastorio F, 1988).

10. Cleft no 9
Tessier celah no 9 adalah sebuah superolateral orbital sumbing
melintasi lateralis ketiga dari kelopak mata atas dan superolateral sudut dari
orbit dan itu bisa dianggap yangberhubungan di kranium untuk wajah
sumbing no 5, tapi ini adalah kombinasi yang langka (Ortiz-Monastorio F,
1988).

11. Cleft no 10
Celah ini berada di atas kelopak mata membentuk sebuah coloboma di
medial ketiga. Dalam kasus yang parah lengkap kurangnya kelopak mata
dapat dilihat, celah terus ke atas alis membagi dalam dua bagian. Dalam
tengkorak, ini akan mempengaruhi orbital superior rim, pusat untuk foramen,
supraorbital lateral dan terus hingga tulang frontal. Cacat pada kulit dapat
mengambil bentuk kekang atau bekas luka jaringan berjalan ke atas. Di tulang
tingkat, atap dan orbit supraorbital rim dapat tertekan atau dipegang, dan
dalam bentuk lengkap celah grup frontal encephalocele dapat ditemukan. Saat
ini kasus, orbit muncul akan diputar lateral dan inferiorly. Tampaknya sesuai
dengan wajah sumbing no 4 (Ortiz-Monastorio F, 1988).
Deformitas skeletal. Aspek jaringan lunak.
(Ortiz-Monastorio F, 1988).

12. Cleft no 11
Celah ini berada pada orbital superomedial rim. Ada sebuah coloboma
di atas kelopak mata yang ketiga di medial yang kadang-kadang terus alis dan
dari sini ke frontal rambut. Ketika mempengaruhi tengkorak dapat sumbing di
atas medial orbital rim, dengan keterlibatan ethmoid dan dalam kasus yang
parah sebuah paramedian encephalocele. Ketika dipengaruhi ethmoid,
mempunyai hypertelorism dapat hadir. Hal ini dianggap menjadi ekstensi
wajah sumbing no 3 (Ortiz-Monastorio F, 1988).

Colobama
Celah no.
Medial
11 dengan
bilateral
pada
encephalocele
celah no. 11frontal
(Ortiz-
Monastorio
(Oritz-Monastorio
F, 1988) F, 1988

13. Cleft no 12
Celah meluas dari canthus medial untuk alis dan frontal rambut. Ini
adalah sebuah lebih medial sumbing melewati fontal proses maxilla dan
tulang hidung medial ke canthus. Dalam perjalanan sampai kranium itu
melibatkan ethmoid dan cribiform piring. Cacat yang dihasilkan adalah datar
dari mereka tulang memberikan aspek klinis dari hypertelorism. Hal ini
dianggap menjadi ekstensi wajah sumbing no 2 (Ortiz-Monastorio F, 1988).

Pasien dengan celah bagian kiri no 12 dengan celah no 0, 1,13 (Ortiz-


Monastorio F, 1988).

14. Cleft no 13
Tessier no 13 celah lateral kelopak mata dan alis dan terus rambut
frontal. Di tengkorak, Sumbing menghasilkan widen ethmoid dengan alur
penciuman widen dan cribiform pelat mengakibatkan hypertelorism. Cacat di
ethmoid dan tulang frontal dapat diproduksi menyngo paramedian-
encephalocele yang dipindahkan ke bawah lempeng cribiform memperbesar
jarak intercantal dan dengan demikian hypertelorism. Sesuai dengan wajah
Sumbing no 1 (Ortiz-Monastorio F, 1988).
15. Cleft no 14
Celah ini rata-rata berkaitan dengan perluasan Sumbing no 0. Itu bisa
disajikan dalam dua bentuk, mereka dengan kelebihan jaringan di garis tengah
atau orang- orang dengan cacat penting. Gagal dalam gerakan maju mata
memberikan tempat untuk kerusakan besar di daerah ethmoid yang dapat
mengakibatkan meningoencephalocele lebar yang menempati Cacat atau
hanya Sumbing. Biasanya tulang ethmoid prolaps dengan lebar atau
digandakan 16 crista galli dan jarak antara alur penciuman meningkat. Semua
hasil perubahan ini di hypertelorism (Ortiz-Monastorio F, 1988).

2. Klasifikasi Van der Meulen


Van de Meulen membagi klasifikasi berbagai jenis celah didasarkan
pada tempat terhentinya perkembangan tulang dalam embriogenesis. Sebuah
celah primer dapat terjadi pada tahap awal perkembangan wajah (17 mm
panjang embrio). Penghentian perkembangan ini dibagi ke dalam empat
kelompok lokasi yang berbeda, yaitu internasal, nasal, nasomaxillar, dan
maxillar. Lokasi di maxillar dapat dibagi menjadi belahan median dan lateral
(van der Meulen, 1985; Versnel, 2010).

Gambar 19. Internasal Displasia


Gambar 20. Nasal Displasia

Gambar 21. Nasomaxillary Displasia

Gambar 22. Maksila Displasia


a. Displasia Internasal
Displasia internasal disebabkan oleh penghentian
perkembangan sebelum penyatuan kedua bagian hidung. Celah ini
ditandai dengan celah bibir median, lekukan yang median atau
duplikasi labial frenulum. Selain bibir sumbing median, Hypertelorism
dapat dilihat dalam belahan ini. Atau juga kadang-kadang menjadi
bagian perkembangan premaxilla (Versnel, 2010).
b. Displasia Nasal
Displasia hidung atau nasoschisis disebabkan oleh terhentinya
pengembangan dari sisi lateral hidung, sehingga celah di salah satu
bagian hidung, Septum hidung dan rongga dapat terlibat, meskipun ini
jarang terjadi. Nasoschisis juga dapat ditandai dengan adanya
hypertelorism (Versnel, 2010).
c. Displasia Nasomaxillary
Displasia nasomaxillary disebabkan oleh terhentinya
perkembangan tulang di persimpangan sisi lateral dari hidung dan
rahang. Terhentinya perkembangan ini menghasilkan celah yang
lengkap atau tidak lengkap antara hidung dan lantai orbital (sumbing
nasoocular) atau timbul celah antara mulut, hidung dan lantai orbital
(sumbing oronasal-okular). Pada kasus ini, perkembangan bibir adalah
normal (Theoret et al., 1997).
d. Displasia rahang atas (Versnel, 2010)
Displasia rahang atas dapat bermanifestasi di 2 lokasi yang
berbeda di rahang atas: di tengah atau bagian lateral rahang atas.
i. Displasia rahang medial, disebabkan oleh kegagalan
pengembangan dari bagian medial rahang atas pusat
penulangan maxila. Hal ini menyebabkan celah sekunder,
bibir philtrum dan langit-langit.
ii. Displasia rahang lateral, disebabkan oleh kegagalan
pengembangan bagian lateral pada pusat penulangan maxilla, yang
juga menghasilkan celah sekunder pada bibir dan langit-
langit. Adanya celah pada bagian lateral kelopak mata bawah
merupakan tanda khas untuk displasia rahang atas lateral.

8. Terapi
Terapi untuk deformitas kompleks ini sangat membutuhkan operasi
dimana operasi tersebut dapat melibatkan ahli bedah plastik, bedah saraf, dan
bedah maksilofasial. Sebagian besar cleft sangat membutuhkan prosedur bedah
plastik karena beragam teknik flap dan/ atau ekspansi jaringan diperlukan untuk
rekonstruksi lipatan mata, kelopak mata, bibir, sebuah hidung fungsional, dan
telinga estetik. Terlebih lagi, beberapa kasus cleft membutuhkan pembedahan
ortognatik. Oleh karena itu ahli bedah kraniofasial juga harus memiliki
keterampilan dalam osteotomi maksilo-mandibular (Ortiz-Monasterio, 2008).
Tidak ada satu jenis pengobatan yang ditetapkan untuk untuk facial cleft,
karena variasi belahan yang sangat banyak. Jenis operasi yang dilakukan
tergantung pada jenis celah dan struktur yang terlibat. Masalah pada rekonstruksi
awal adalah kecacatan yang timbul akibat adanya pembatasan pertumbuhan
intrinsik. Hal ini memerlukan operasi tambahan pada usia lanjut untuk
memastikan semua bagian wajah yang terbentuk proporsional.
Rekonstruksi jaringan lunak dapat dilakukan pada usia dini, tetapi hanya
jika flap kulit dapat digunakan lagi selama operasi berikutnya. Waktu operasi
tergantung pada urgensi dari kondisi yang mendasarinya. Jika operasi diperlukan
agar fungsi menjadi baik, hal ini harus dilakukan pada usia dini. Hasil estetika
terbaik dicapai bila sayatan ditempatkan di daerah-daerah yang sedikit menarik
perhatian. Namun, jika fungsi bagian dari wajah tidak rusak, operasi tergantung
pada faktor psikologis dan daerah wajah rekonstruksi.
Rencana terapi dari celah wajah dibuat setelah diagnosis. Rencana ini
mencakup setiap operasi yang dibutuhkan dalam 18 tahun pertama kehidupan
pasien untuk merekonstruksi wajah sepenuhnya. Perlakuan terhadap facial cleft
dapat dibagi di berbagai wilayah wajah: anomali tengkorak, anomali orbit dan
mata, anomaly hidung dan anomali midface mulut.
1. Terapi pada Anomali Orbital/Mata
Anomali pada orbital/mata yang paling umum terlihat pada anak
dengan sumbing adalah coloboma dan distopia vertikal.
a. Coloboma
Coloboma yang sering terjadi di sumbing adalah celah yang terdapat
pada kelopak mata bawah atau atas. Ini harus ditutup sesegera mungkin,
untuk mencegah kekeringan mata dan hilangnya penglihatan berturut-turut
(Coruh & Gunay, 2003).
b. Distopia Orbit Vertikal
Distopia orbital vertikal dapat terjadi di sumbing pada lantai orbital
dan/atau rahang atas. Distopia orbit vertikal berarti bahwa mata tidak
terletak pada garis horizontal yang sama di wajah (satu mata lebih rendah
dari yang lain). Pengobatan ini didasarkan pada rekonstruksi lantai orbital,
dengan menutup celah Boney atau merekonstruksi lantai orbital
menggunakan graft tulang (Coruh & Gunay, 2003).
c. Hypertelorism
Ada banyak jenis operasi yang dapat dilakukan untuk mengobati
hypertelorism. 2 pilihan tersebut adalah: osteotomy dan bipartition
wajah (juga disebut sebagai fasiotomi median). Tujuan dari box osteotomy
adalah untuk membawa orbita lebih dekat bersama-sama dengan
menghapus sebagian dari tulang antara orbit, untuk melepaskan kedua
orbit dari struktur tulang di sekitarnya dan menggerakkan orbita lebih ke
tengah wajah. Tujuan dari bipartition wajah tidak hanya untuk membawa
orbita lebih dekat bersama-sama, tetapi juga untuk menciptakan lebih
banyak ruang di rahang atas. Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan
rahang dan tulang frontal, menghapus sepotong tulang berbentuk segitiga
dari dahi dan tulang hidung dan menarik dua potong dahi bersama-
sama. Tidak hanya hypertelorism yang akan teratasi setelah dilakukan
tarikan tulang frontal secara bersama-sama, tapi karena tindakan ini juga,
ruang antara kedua bagian rahang atas akan menjadi lebih luas (Marchac
et al., 2012).

Gambar 23. Box Osteotomy

Gambar 24. Facial Bipartition

2. Terapi pada Anomali Hidung


Anomali hidung yang ditemukan pada kelainan sumbing
bervariasi. Tujuan utama dari perawatan ini adalah untuk merekonstruksi
hidung untuk mendapatkan hasil yang diterima secara fungsional dan
estetika. Rekonstruksi hidung dengan flap dahi didasarkan pada reposisi
penutup kulit dari dahi ke hidung. Kelemahan rekonstruksi ini adalah bahwa
setelah dilakukan pada usia yang lebih muda, flap tidak dapat diperpanjang
pada tahap berikutnya. Operasi kedua sering diperlukan jika operasi dilakukan
pada usia dini, karena hidung memiliki pertumbuhan yang terbatas di daerah
celah. Perbaikan alae (sayap hidung) sering membutuhkan inset cangkok
tulang rawan, biasanya diambil dari telinga. Selain itu, cleft pada nasal juga
dapat direkonstruksi dengan menggantikan kartilago lateral bawah yang tidak
ada dengan kartilago konka melalui pendekatan endonasal (Jhamb &
Mohanty, 2008).
3. Terapi pada Anomali Midface
Perlakuan bagian jaringan lunak dari anomali midface sering
merupakan rekonstruksi dari skin flap pipi. Skin flap ini dapat digunakan
untuk operasi lain di lain waktu, karena dapat dibangkitkan lagi dan dialihkan
lagi. Pada pengobatan anomaly midface umumnya operasi lebih banyak
dibutuhkan. Metode yang paling umum untuk merekonstruksi midface adalah
dengan menggunakan garis fraktur sayatan atau yang seperti dijelaskan
oleh René Le Fort . Bila sumbing melibatkan rahang atas, kemungkinan
bahwa terhambatnya pertumbuhan akan menghasilkan tulang rahang yang
lebih kecil di seluruh 3 dimensi (tinggi, proyeksi, lebar) (Agarwal, 2003;
Figueroa & Polley, 2007).
4. Terapi pada Anomali Mulut
Ada beberapa pilihan untuk pengobatan anomali mulut seperti
sumbing Tessier 2-3-7. Celah ini juga terlihat dalam berbagai gejala seperti
sindrom Treacher Collins dan microsomia hemifacial, yang membuat
perawatan jauh lebih rumit. Dalam hal ini, perlakuan terhadap anomali mulut
merupakan bagian dari pengobatan sindrom.

9. Pencegahan
Karena penyebab sumbing masih tidak jelas, sulit untuk mengatakan apa yang
mungkin mencegah anak-anak yang lahir dengan sumbing. Terdapat faktor
genetik dan lingkungan yang mendasari. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
U.S. National Institute of Health adalah bahwa ibu yang mengkonsumsi asam
folat pada masa kehamilannya, akan menurunkan resiko memiliki anak dengan
facial cleft secara signifikan. Jadi, asam folat memberikan kontribusi untuk risiko
yang lebih rendah dari anak yang lahir dengan facial cleft.
Diagnosis prenatal terhadap facial cleft dapat dilakukan melalui pemeriksaan
ultrasound. Untuk mempersiapkan orangtua secara optimal, terutama dalam masa
mempertahankan kehamilan dan menyambut kelahiran bayi, perlu dilakukan
konseling prenatal mengenai efek malformasi terhadap kualitas hidup anak (Rey-
Bellet & Hohlfeld, 2004).

10. Kesimpulan
Facial cleft meliputi suatu variasi yang luas dari dismorfogenesis kraniofasial.
Semua bagian fasial dan lapisan jaringan pada wajah dapat terkena dampak
dismorfogenesis tersebut. Cleft dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral, di
midline wajah, paramedian, maupun oblique. Jaringan lunak atau elemen tulang yang
terkena menunjukkan pola pertumbuhan yang terganggu dan menunjukkan
deformitas yang makin jelas dan bertambah berat dari seiring pertambahan umur.
Dikaranakan anomali wajah pada facial cleft dapat terjadi dalam spektrum yang luas,
terdapat banyak upaya untuk mengklasifikasikan facial cleft. Beberapa klasifikasi
didasarkan pada posisi satu cleft dalam hubungannya dengan cleft lain, arah cleft,
periode gangguan pertumbuhan dimana cleft terjadi, atau area dimana malformasi
wajah berasal. Klasifikasi yang paling diterima secara luas dan paling banyak
digunakan adalah klasifikasi Tessier dan van der Meulen.
Pada terapi facial cleft, kesuksesan operasi inisial bergantung terutama pada
penutupan cleft dengan jaringan lunak dan graft tulang. Namun, tahun demi tahun
bidang ilmu bedah mengalami kemajuan dimana operasi facial cleft mengacu pada
restorasi anatomi dari struktur wajah yang mengalami deformasi. Teknik baru
tersebut meliputi pengenalan operasi muscular untuk repair cleft lip dan osteotomi.
Gagasan osteotomi Le Fort III, sebagai contoh, diadaptasi dari metode operasi trauma
fasial oleh Gillies dan Harrison. Osteotomi ini digunakan untuk memajukan bagian
midface pada pasien dengan malformasi kraniofasial kongenital.
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal P. 2003. Median facial dysplasia: A review. Indian J Plastic Surg. 36(2):
126-130.

Booth, P.W., Carrigan, M., and McGurk, M. 2008. The face, mouth, tongue, and jaws:
the maxillofacial regioin. Annals of Medical and Health Sciences Research
13:1-3

Butow KW, Botha A. 2010. A classification and construction of congenital lateral


facial clefts. J Craniomaxillofac Surg. doi:10.1016/j.jcms.2010.02.007.

Coruh, A. and Gunay, G.K. 2003. A surgical conundrum: tessier number 4 cleft. Cleft
Palate-Craniofacial Journal 42(1):102-106

Chauhan DS, Guruparasad Y. 2012. Bilateral Tessier’s 7 Cleft with Maxillary


Duplication. J. Maxillofac. Oral Surg. doi 10.1007/s12663-012-0346-x.

Figueroa AA, Polley JW. 2007. Management of the severe cleft and syndromic
midface hypoplasia.Orthod Craniofac Res.10(3):167-179.

Freitas RDS, Cruz GADOE, Colpo PG, Balbinot P, De Souza MM, Marchioro F,
Corotti V. Surgical correction of Tessier number 10 cleft. Rev Bras Cir
Craniomaxilofac 2010; 13(3): 161-164.

Ghareeb FM, Hanafy AM. 2003. Surgical planning and correction of median
craniofacial cleft. Egypt J Plast Recont Surg. 27 (1): 143-152.

Gokrem S, Ozdemir OM, Katircioglu A, Sen Z, Ersoy A, Emiroglu M, Gultan S.


2002. A Rare Craniofacial Cleft: Tessier No. 7: A Retrospective Analysis.
Journal Of Ankara Medical School. 24(2): 63-68.
Jhamb A, Mohanty S. 2008. A chronicle of Tessier no. 0 and 1 facial cleft and its
surgical management. J Maxillofac Oral Surg. 8(2):178–180.

Kara, G. and Ocsel, H. 2000. The tessier number 5 cleft with associated extremity
anomalies. Cleft Palate-Craniofacial Journal 38(5):529-532.

Marchac D, Sati S, Renier D, Deschamps-Braly J, Marchac A. 2012. Hypertelorism


correction: what happens with growth? Evaluation of a series of 95 surgical
cases. Plast Reconstr Surg. 129(3):713-727. doi:
10.1097/PRS.0b013e3182402db1.

Ortiz-Monasterio F. 2008. Rare Cranio-facial Clefts.


http://www.cpmundi.org/adjuntos/manuales/es/rare_cranio-facial_clefts-5.pdf
[Diakses pada 13 Mei 2013].

Rey-Bellet C, Hohlfeld J. 2004. Prenatal diagnosis of facial clefts: evaluation of a


specialised counseling. Swiss Med Wkly. 1 3 4 : 6 4 0 – 6 4 4.

Tessier P. 1976. Anatomical classification facial, cranio-facial and latero-facial clefts.


J Maxillofac Surg. 4(2):69-92.

Theoret CL, Grahn BH, Fretz PB. 1997. Incomplete nasomaxillary dysplasia in a
foal. Can Vet J. 38: 445-447.

Van der Meulen JCH. 1985. Oblique Facial Clefts: Pathology, Etiology, and
Reconstruction. Plastic And Reconstructive Surgery. 76(2): 211-224.

Versnel, L.S. 2010. Causes, Treatment. and Consequences of Rare Facial Clefts.
Thesis. Rotterdam: Erasmus Univerteit Rotterdam.

Tradley JP, Kawamoto H. Cranio-facial clefts dan hipertelorbitism. In Thorne CA.


Grabb dan Smiths Plastic Surgery. 6th ed. Philadelphia: Lippicott Williams
dan Wilkins; 2007. p. 268.

Tradley JP, Kawamoto H. Cranio-facial clefts dan hipertelorbitism. In Thorne CA.


Grabb dan Smiths Plastic Surgery. 6th ed. Philadelphia: Lippicott Williams
dan Wilkins; 2007Margulis A. Cleft lip. In Kryger ZB, Sisco M. Practical
plastic surgery. Texas: Landes Bioscience; 2007. p. 343.

TW S. Embriologi kedokteran Langman. 7th ed. Jakarta: EGC; 2000.

Van der Meulen, JCH et al (1989). "Facial Clefts". World J. Surg. 13 (4): 373–383.
doi:10.1007/BF01660750. PMID 2773497.

Wilcox, AJ, Lie, RT, Solvoll, K, Taylor J. 2003. Folic acid supplements and risk of
facial clefts: national population based case-control study. BMJ doi:10.1136.

Anda mungkin juga menyukai