Nama mahasiswa
Bagian
Periode
Judul
Pembimbing
Jakarta,
Juli 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul Campak dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Bekasi Periode 7
Maret 14 Mei 2016. Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan untuk menambah
pengetahuan bagi kita semua tentang demam lama pada anak.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr. Mas Wishnuwardhana, Sp.A selaku pembimbing dalam
penyusunan laporan kasus ini, serta kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah
membimbing penulis selama di Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi serta berbagai pihak yang telah memberi
dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan,
kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang
sebesarbesarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita
semua.
Jakarta,
Juli 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan ..........................................................................
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB I
PENDAHULUAN
Demam adalah suatu keadaan saat suhu badan melebihi 37 oC yang disebabkan
oleh penyakit atau
peradangan.
Demam
melawan
juga
merupakan
pertanda
memiliki suhu tinggi karena suhu tinggi berkepanjangan dapat menyebabkan sawan.
Demam lama (yang melebihi 1 minggu) mungkin merupakan malaria atau penyakit
yang disebabkan oleh infeksi lainnya. Penanganan demam biasanya dengan diberikan
obat antipiretik misalnya golongan acetaminophen.
Beberapa penyakit yang memiliki manifestasi klinis demam lama adalah
infeksi TB, demam tifoid dan infeksi saluran kemih (ISK).
Ketiga penyakit di atas merupakan penyakit yang lazim ditemukan di semua
kelompok umur. Penegakkan diagnosis untuk penyakit-penyakit tersebut didasarkan
pada karakteristik demam dan gejala klinis lain yang menyertainya.
Infeksi TB yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis berpusat di
paru-paru, oleh karena itu keluhan pasien yang muncul adalah keluhan-keluhan pada
saluran nafas. Adapun demam tifoid adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella berpusat di usus, oleh karena itu keluhan-keluhan yang muncul adalah
pada saluran pencernaan. Infeksi saluran kemih akan menghasilkan keluhan-keluhan
pada saluran kemih.
Penegakkan diagnosis terhadap penyakit-penyakit tersebut sebenarnya dapat
dilakukan dengan melihat secara cepat karakteristik dari keluhan demam yang dialami
oleh pasien.
STATUS PASIEN
Nama Mahasiswa
NIM
: Christopher
: 1261050262
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Tanggal Masuk
Pasien
An. S
14 tahun
Perempuan
Islam
Indonesia
20 Juni 2016
Ayah
Ibu
Tn. K
Ny. I
37 Tahun
26 tahun
Laki laki
Perempuan
PUP Blok DD 22/10, Kota Bekasi
Islam
Islam
SMA
Wiraswasta
-
SMP
Ibu Rumah Tangga
-
RS (IGD)
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu kandung pasien pada tanggal 23
Juni 2016 di Bangsal Melati RSUD Kota Bekasi.
A. Keluhan Utama
Demam sejak tujuh hari sebelum masuk rumah sakit.
B. Keluhan Tambahan
Batuk
Mual
Muntah
Menggigil
Pusing
tiba-tiba tanpa sebab yang jelas, pada saat pasien sedang beraktivitas seperti
biasanya. Keluhan muncul secara bersamaan diawali dengan demam dan kepala
pusing, kemudian keesokan harinya barulah muncul keluhan mual dan muntah.
Muntah 2-4x sehari dan selalu diawali dengan rasa ingin muntah terlebih dahulu.
Saat demam dirasakan sangat tinggi muncul pula keluhan badan menggigil dan
disertai ujung kaki dan tangan yang dingin. Batuk yang dirasakan adalah batuk
kering tanpa dahak dan tanpa pilek.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Alergi
Candidiasis
Jantung
Cacingan
Diare
Ginjal
DBD
Kejang
Darah
Thypoid
Gastritis
Radang paru
Otitis
Herpes
Tuberkulosis
Zooster
Parotis
Operasi
paru
-
Morbili
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
KELAHIRAN
Tempat kelahiran
Rumah Sakit
Penolong persalinan
Dokter
Cara persalinan
Normal
6
Masa gestasi
39 Minggu
Berat lahir 3400 g
Panjang badan 48 cm
Keadaan bayi
: 5 bulan
: 6 bulan
Duduk
: 7 bulan
Merangkak
: 8 bulan
Berdiri
: 10 bulan
Berjalan
: 11 bulan
Berbicara
: 12 bulan
Gangguan perkembangan
:-
Kesan
H. Riwayat Makanan
Umur (bulan)
ASI/PASI
Buah/biscuit
Bubur susu
Nasi tim
0-2
ASI
2-4
ASI
4-6
ASI
6-8
ASI + Susu
formula
8-10
ASI + Susu
formula
10-12
ASI + Susu
formula
Kesan: Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga usia 6 bulan, dilanjutkan dengan
ASI dan PASI setelah berusia 6 bulan.
I. Riwayat Imunisasi :
Vaksin
Dasar (umur)
Ulangan (umur)
BCG
2 bulan
DPT/DT
2 bulan
4 bulan
6 bulan
POLIO
Lahir
2 bulan
4 bulan
CAMPAK
HEPATITIS B
Lahir
1 bulan
6 bulan
Kesan: Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap, pasien belum pernah mendapatkan
imunisasi campak.
d. Kepala
Bentuk
Rambut
RCTL +/+
Telinga
: Normotia, serumen -/Hidung : Bentuk normal, NCH -/-, sekret -/-, konka
oedem-, hiperemis -, terdapat hematom -
10
Inspeksi
Kusmaul Palpasi
: Gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi
Pulmo
Cor
f. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
g. Kulit
h. Extremitas
: Perut datar
: Bising usus 6x/menit
: Supel, turgor kulit baik <1 detik, nyeri tekan epigastrium
: Shifting dullness -, nyeri ketuk : Sawo matang, ruam (-)
: Akral hangat, sianosis (-), oedem (-), ikterik (-), CRT < 2
detik
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
1,6
14,2
39,6
109
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
5-10
12-16
40-54
150-400
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
Warna
Kejernihan
pH
Berat Jenis
Albumin urine
Glukosa
Kuning
Agak keruh
6,0
1020
Positif 1
Negatif
Kuning
Jernih
5,0-8,0
1005-1030
Negatif
Negatif
11
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Darah Samar
Leukosit Esterase
Nitrit
Eritrosit
Lekosit
Silinder
Epitel
Kristal
Bakteri
Lain-lain
Positif 1
4,0
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0-2
0-5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif
Positif 1
Negatif
UE
/lpb
/lpb
-
Negatif
0,1-1
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
<=2
<=5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif
Negatif
Negatif
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
3,2
15,1
42,7
61
5,55
76,9
27,2
35,4
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
Juta/uL
Fl
Pg
%
5-10
12-16
40-54
150-400
4-5
82-92
27-32
32-37
V. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi pada tanggal 20 Juni 2016
dengan keluhan demam sejak 7 hari yang lalu. Pasien juga merasakan keluhan
batuk kering, mual dan muntah serta kepala pusing. Keluhan ini muncul secara
tiba-tiba tanpa sebab yang jelas, pada saat pasien sedang beraktivitas seperti
biasanya. Keluhan muncul secara bersamaan diawali dengan demam dan kepala
pusing, kemudian keesokan harinya barulah muncul keluhan mual dan muntah.
Muntah 2-4x sehari dan selalu diawali dengan rasa ingin muntah terlebih dahulu.
Saat demam dirasakan sangat tinggi muncul pula keluhan badan menggigil dan
disertai ujung kaki dan tangan yang dingin. Batuk yang dirasakan adalah batuk
12
kering tanpa dahak dan tanpa pilek. Dari keterangan keluarga pasien didapatkan
bahwa pasien pernah sembuh dari sakit campak. Pasien sebelumnya belum pernah
di imunisasi campak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB: 57 kg, TB: 155 cm, keadaan umum
tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, frekuensi nadi 80 x/m, frekuensi
pernapasan 30 x/m dan suhu tubuh 37,50C. Kesan gizi normal. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan ronki pada lapang paru. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan
penurunan leukosit dan trombosit.
VI. DIAGNOSIS KERJA
-
Prolong fever
Demam berdarah
Paracetamol tablet 3 x 1
Vometa 2 x 2 cth
Anbacim 2 x 1 g iv
Inj. Dexametason 3 x 5 mg iv
Omeprazole 1 x 50 mg
Prebiokid 2 x 1
X. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam
: ad bonam
: ad bonam
: dubia ad bonam
13
XI. FOLLOW UP
20 Juli 2016 (Hari sakit ke-7, hari perawatan ke-1)
- Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demam hari ketujuh,
batuk, mual, muntah, kepala pusing.
- Objective :
TTV :
T : 38oC
HR : 90x/m
RR : 33x/m
Ronkhi +/+
- Terapi:
o Infus RL 20 tpm makro
o Paracetamol tablet 3 x 1
o Vometa 2 x 2 cth
o Anbacim 2 x 1 g iv
o Inj. Dexametason 3 x 5 mg iv
o Omeprazole 1 x 50 mg
o Prebiokid 2 x 1
21 Juni 2016 (Hari sakit ke-8, hari perawatan 2)
- Subject
: demam hari kedelapan, batuk kering
- Objective
:
TTV :
T : 36,8oC
HR : 110x/menit
RR : 32x/menit
- Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 Juni 2016.
Nama Test
Darah Rutin DHF
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
1,6
14,2
39,6
109
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
5-10
12-16
40-54
150-400
Unit
Nilai Rujukan
Hasil
14
Urinalisis
Warna
Kejernihan
pH
Berat Jenis
Albumin urine
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Darah Samar
Leukosit Esterase
Nitrit
Eritrosit
Lekosit
Silinder
Epitel
Kristal
Bakteri
Lain-lain
-
Kuning
Agak keruh
6,0
1020
Positif 1
Negatif
Positif 1
4,0
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0-2
0-5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif
Positif 1
Negatif
UE
/lpb
/lpb
-
Kuning
Jernih
5,0-8,0
1005-1030
Negatif
Negatif
Negatif
0,1-1
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
<=2
<=5
Negatif
Gepeng (+)
Negatif
Negatif
Negatif
Terapi :
o Infus RL 20 tpm makro
o Paracetamol tablet 3 x 1
o Vometa 2 x 2 cth
o Anbacim 2 x 1 g iv
o Inj. Dexametason 3 x 5 mg iv
o Omeprazole 1 x 50 mg
o Prebiokid 2 x 1
Pemeriksaan penunjang:
15
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
3,2
15,1
42,7
61
5,55
76,9
27,2
35,4
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
Juta/uL
Fl
Pg
%
5-10
12-16
40-54
150-400
4-5
82-92
27-32
32-37
Terapi :
o Infus RL 20 tpm makro
o Paracetamol tablet 3 x 1
o Vometa 2 x 2 cth
o Anbacim 2 x 1 g iv
o Inj. Dexametason 3 x 5 mg iv
o Omeprazole 1 x 50 mg
o Prebiokid 2 x 1
Terapi :
o Infus RL 20 tpm makro
o Paracetamol tablet 3 x 1
o Anbacim 2 x 1 g iv
o Inj. Dexametason 3 x 5 mg iv
o Ondancentron 2 x 50 mg
o Prebiokid 2 x 1
16
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi pada tanggal 20 Juni 2016 dengan
keluhan demam selama 7 hari sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan naik
17
turun. Selain demam pasien juga mengeluh mual dan muntah, nyeri ulu selama
perawatan. Didapatkan hasil laboratorium yaitu didapatkan trombositopenia dan
leucopenia. Bedasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang maka didapatkan diagnosis pada pasien ini adalah dengue hemorrhagic
fever dan prolonged fever.
Keluhan demam dapat menuju ke berbagai diagnosis, mulai dari infeksi sampai
keganasan.
Pada pasien ini demam dialami selama 8 hari, dimana pada hari
kedelapan demam mulai turun. Pada demam akibat infeksi misalnya penyakit typhoid
demam memiliki suatu pola tertentu yaitu demam seringkali muncul pada sore
menjelang malam hari. Begitu juga dengan pola demam infeksi virus dengue yang
sifatnya mendadak dan seringkali bifasik. Pada pasien ini, mengalami demam selama
4 hari kemudian turun demamnya.
Dari anamnesis, diperoleh beberapa gejala yang sesuai dengan teori, antara lain,
demam 8 hari naik turun, nafsu makan menurun, lemas, mual. Demam berdarah
dengue didahului oleh demam mendadak disertai gejala klinik yang tidak spesifik
seperti anoreksia, lemah, nyeri punggung, tulang, sendi dan kepala. Demam sebagai
gejala utama terdapat pada semua kasus. Penyakit demam berdarah dengue didahului
oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun
tidak mempan dengan obat antipiretik. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada
DBD. Pada saat fase demam mulai cenderung menurun dan pasien tampak seakan
sembuh, hati-hati karena fase tersebut.dapat sebagai awal kejadian syok. Biasanya
pada hari ketiga dari demam. Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis yang harus dicermati
pada hari ke 6 dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar
trombosit sangat rendah (<20.000/l).
Selain demam pasien ini juga mengalami mual dan muntah. Muntah terjadi
sebanyak 2x. muntah dapat terjadi. Mual dan muntah dapat terjadi pada pasien dengan
demam berdarah dengue karena terganggunya chemoreseptor trigger zone.
Selain mual dan muntah pasien tidak mengeluh keluhan konstipasi ataupun diare,
yang biasanya terjadi pada diagnosis typhoid.
Pada pasien ini tidak didapatkan bintik merah pada kulit seperti yang didapatkan
pada pasien-pasien dengan demam berdarah dan juga tidak ada manifestasi
perdarahan lain pada pasien ini seperti dalam bentuk epistaksis. Epistaksis biasa
terjadi di mana demam pasien sudah turun namun trombosit masih di bawah 50 ribu.
18
20
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
21
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi
C3 dan C5 peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.3
Dependent
Enhancement
(ADE)
respon
humoral
berupa
pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang
dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi
terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit
atau makrofag.
Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue.
23
Gejala yang tampak akibat infeksi virus dengue biasanya muncul setelah masa
inkubasi (masa dimana virus berkembang hingga menimbulkan gejala) 3-8 hari
setelah virus masuk ke dalam tubuh. Jika sistem pertahanan tubuh dapat mengatasi
virus, maka gejala yang tampak bisa ringan atau bahkan tidak didapatkan. 4,5,6 Namun
jika tidak, dapat timbul beberapa kondisi sebagai berikut:
1. Demam tinggi mendadak >38C selama 2-7 hari, terkadang berupa demam
bifasik.
2. Adanya manifestasi perdarahan spontan, seperti bintik-bintik merah di kulit yang
tidak hilang jika ditekan (utamanya di daerah siku, pergelangan tangan dan kaki),
mimisan, perdarahan gusi, perdarahan yang sulit dihentikan jika disuntik atau
terluka
3. Pembesaran organ hepar (hati) dan limpa
4. Mual, muntah, nafsu makan minum berkurang
5. Mialgia atau atralgia
6. Malaise atau merasa lelah.
7. Nyeri kepala
8. Nyeri atau rasa panas di belakang bola mata
9. Wajah kemerahan
10. Nyeri perut, terutama daerah epigastrium.
11. Konstipasi (sulit buang air besar) atau diare
12. Syok
Gambar 4. Gambaran demam dan beberapa gejala yang muncul pada pasien
DHF sesuai hari terinfeksi
25
2.
3.
Tatalaksana
Protokol 1 Pasien Tersangka DBD
Protokol 1 ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan
pertolongan pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Puskesmas atau
Istalasi Gawat Darurat untuk dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi
rujuk atau rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD diruang gawat darurat dilakukan
pemerisaan hemoglobin, hematokrit dan trombosit. Bila:
a. Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran control dan berobat jalan ke poliklinik damam waktu
24jam berikutnya, dan bila keadaan memburuk segera kembali ke instalasi gawat
darurat.
b. Hb, Ht normal tetapi trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.
c. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.
26
atau bila kemudian keadaan umum kembali memburuk agar segera dibawa ke
UGD kembali.
Protokol 3 DBD dengan Peningkatan Ht >20%
Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam. Pasien kemudian
dipantau selama 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai
dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil,
produksi urin meningkat, maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5
mk/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukakan pemantauan kembali dan bila keadaan
tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi
3ml/kbBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian
cairan dapat dihentikan 24-48jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan
tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi
menurun <20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus meningkatkan jumlah
cairan infus menjadi 10ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan lagi dan
bila menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam
tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka cairan dinaikkan menjadi
15ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan
didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol
tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti pemberian cairan awal.
Protokol 4 DBD dengan Perdarahan Spontan
Perdarahan spontan dan massif pada penderita DBD dewasa, jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan
tekanan darah, nadi, pernafasaan, dan urin dilakukan sering dengan kewaspadaan Hb,
Ht, dan trombosit serta pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit diulang setiap 4-6jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan
tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Tranfusi komponen darah
diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor pembekuan
(PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb <10mg/dl. Tranfusi
28
trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif
dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.
Protokol 5 DBD Dewasa dengan Sindroma Syok Dengue.
Renjatan harus segera diatasi dengan penggantian cairan intravaskuler yang
hilang, karena angka kematian DBD dengan syok 10 x dibandingkan DBD tanpa
syok. Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utam. Selain itu diberikan
oksigen 2-4liter/menit. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah
lengkap, homeostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium, klorida, ureum dan
kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB/jam dan
dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan
tekanandarah
<100x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat,
serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam), jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam.
Bila dalam waktu 1-2jam keadaan stabil maka pemberian menjadi 5 ml/kgBB/jam.
Bila dalam 1-2 jam lagi keadaan membaik, pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam.
Bila 24-48jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit stabil serta
diuresis cukup, maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan karena dapat
menyebabkan hipervolemia, edema paru, dan gagal jantung.
Pengawasan terhadap kemungkinan terjadi renjatan ulang dilakukan terutama
selama 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena cairan kristaloid hanya 20% saja
yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam sejak pemberian), oleh karena
pemantau vital sign tetap dilakukan. Diuresis diusahakan 2ml/kgBB/jam. Bila pada
fase awal renjatan belum teratasi maka tingkatkan pemberian cairan kristaloid
menjadi 20-30 ml/kgBB/jam, kemudian dievaluasi 20-30 menit. Bila syok belum
teratasi juga, perhatikan nilai hematokrit, jika meningkat maka kebocoran plasma
masih berlangsung, dan cairan di ganti koloid 10-20 ml/kgBB/jam dan dievaluasi
setelah 20-30 menit. Jika hematokrit meningkat maka terjadi perdarahan internal, dan
dilakukan tranfusi PRC 10ml/kgBB/jam serta dapat diulang sesuai kebutuhan.
Bila keadaan syok belum teratasi maka dilakukan pemasangan kateter vena
sentral, dan pemberian koloid dapat ditingkatkan sampai maksimum yaitu 30
ml/kgBB/jam dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cm H2O. Bila masih belum
teratasi juga maka koreksi gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia,
29
KID, infesi sekunder. Bila vena sentral sudah sesuai target tetapi renjatan belum
teratasi maka dapat diberikan obat inotropik /vasopresor.
DEMAM TIFOID
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella Typhi.Bakteri Salmonella Typhi berbentuk batang, Gram negatif, tidak
berspora, motil, berflagel, berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal 370C,
bersifat fakultatif anaerob dan hidup subur pada media yang mengandung
empedu.Isolat kuman Salmonella Typhi memiliki sifat-sifat gerak positif, reaksi
fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif, sedangkan hasil negatif pada reaksi
indol, fenilalanin deaminase, urease dan DNase.
30
Patogenesis
Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia. Manusia yang
terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui sekret saluran
nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi. Patogenesis demam tifoid
melibatkan 4 proses mulai dari penempelan bakteri ke lumen usus, bakteri
bermultiplikasi di makrofag Peyers patch, bertahan hidup di aliran darah dan
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen
intestinal. Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam
tubuh melalui mulut.Pada saat melewati lambung dengan suasana asam banyak
bakteri yang mati.Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat pada
sel mukosa kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum dan
yeyunum.Sel M, sel epitel yang melapisi Peyers patch merupakan tempat bertahan
hidup dan multiplikasi Salmonella Typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus
menimbulkan tukak pada mukosa usus. Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan
perforasi usus. Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada
yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo Endothelial System
(RES) di organ hati dan limpa. Setelah periode inkubasi, Salmonella Typhi keluar dari
habitatnya melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa,
sumsum tulang, kandung empedu dan Peyers patch dari ileum terminal.Ekskresi
bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui
feses.Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid intestinal dan
mesenterika untuk melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis
intestinal ataupun sel hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam
tifoid. Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral, yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari penderita atau
pembawa kuman, biasanya keluar bersama dengan feses. Dapat juga terjadi transmisi
transplasental dari seorang ibu hamil yang berada pada keadaan bakterimia kepada
bayinya
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis demam tifoid pada anak umur < 5 tahun, khususnya di bawah
1 tahun lebih sulit diduga karena seringkali tidak khas dan sangat bervariasi. Masa
inkubasi demam tifoid berkisar antara 7-14 hari, namun dapat mencapai 3-30 hari.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul
31
gejala dan tanda klinis yang biasa ditemukan. Semua pasien demam tifoid selalu
menderita demam pada awal penyakit. Demam berlangsung 3 minggu bersifat febris,
remiten dan suhu tidak terlalu tinggi. Pada awalnya suhu meningkat secara bertahap
menyerupai anak tangga selama 2-7 hari, lebih tinggi pada sore dan malam hari,tetapi
demam bisa pula mendadak tinggi. Dalam minggu kedua penderita akan terus
menetap dalam keadaan demam, mulai menurun secara tajam pada minggu ketiga dan
mencapai normal kembali pada minggu keempat. Pada penderita bayi mempunyai
pola demam yang tidak beraturan, sedangkan pada anak seringkali disertai menggigil.
Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan nyeri, perut kembung, konstipasi dan
diare. Konstipasi dapat merupakan gangguan gastrointestinal awal dan kemudian pada
minggu kedua timbul diare. Selain gejala gejala yang disebutkan diatas, pada
penelitian sebelumnya juga didapatkan gejala yang lainnya seperti sakit kepala ,
batuk, lemah dan tidak nafsu makan. Tanda klinis yang didapatkan pada anak dengan
demam tifoid antara lain adalah pembesaran beberapa organ yang disertai dengan
nyeri perabaan, antara lain hepatomegali dan splenomegali. Penelitian yang dilakukan
di Bangalore didapatkan data teraba pembesaran pada hepar berkisar antara 4 8 cm
dibawah arkus kosta. Tetapi adapula penelitian lain yang menyebutkan dari mulai
tidak teraba sampai 7,5 cm di bawah arkus kosta. Penderita demam tifoid dapat
disertai dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Umumnya kesadaran penderita
menurun walaupun tidak terlalu dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Selain tanda
tanda klinis yang biasa ditemukan tersebut,mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik kemerahan karena
emboli dalam kapiler kulit. Kadang-kadang ditemukan ensefalopati, relatif bradikardi
dan epistaksis pada anak usia > 5 tahun. Penelitian sebelumnya didapatkan data
bahwa tanda organomegali lebih banyak ditemukan tetapi tanda seperti roseola sangat
jarang ditemukan pada anak dengan demam tifoid.
Tatalaksana
1. Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotik lini pertama terapi demam tifoid yang
bersifat bakteriostatik namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat
bakterisid terhadap kuman- kuman tertentu serta berspektrum luas.Dapat
digunakan untuk terapi bakteri gram positif maupun negatif. Masa paruh
eliminasinya pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam.
Dosis untuk terapi demam tifoid pada anak 50-100 mg/kgBB/hari dibagi
32
dalam 3-4 dosis. Lama terapi 8-10 hari setelah suhu tubuh kembali normal
atau 5-7 hari setelah suhu turun. Sedangkan dosis terapi untuk bayi 25-50
mg/kgBB.
2. Seftriakson
Seftriakson merupakan terapi lini kedua pada kasus demam tifoid dimana
bakteri Salmonella Typhi sudah resisten terhadap berbagai obat. Antibiotik
ini memiliki sifat bakterisid dan memiliki mekanisme kerja sama seperti
antibiotik betalaktam lainnya, yaitu menghambat sintesis dinding sel
mikroba, yang dihambat ialah reaksi transpeptidase dalam rangkaian reaksi
pembentukan dinding sel. Dosis terapi intravena untuk anak 50-100
mg/kg/jam dalam 2 dosis, sedangkan untuk bayi dosis tunggal 50
mg/kg/jam.
3. Ampisilin
Ampisilin
memiliki
mekanisme
kerja
menghambat
pembentukan
33
Infeksi saluran kemih atau ISK merupakan istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme dalam urin. Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari
gender. Pada perempuan, terdapat dua jenis ISK bawah pada perempuan yaitu sistitis
dan sindrom uretra akut. Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih
disertai bakteriuria bermakna. Sindrom Uretra Akut (SUA) adalah presentasi klinis
sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis bakterialis.
34
35
Infeksi TB
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Patofisiologi
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya
36
sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil
kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi
dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya
akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di
jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar
melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang
mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis)
yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang
membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). Waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara
lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam
waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi
tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103 -104 , yaitu jumlah yang cukup
untuk merangsang respons imunitas seluler. 4 Selama berminggu-minggu awal proses
infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang
awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan
sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin.
Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar
individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat
tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru
yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler
terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara
sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan
dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
37
Manifestasi Klinis
1. Umum
2. Khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Tatalaksana
Kombinasi dosis tetap OAT KDT (FDC=Fixed Dose Combination) Untuk
mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan minum
obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket
dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak
berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan
pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg
dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut.
Berat Badan
RHZ (75/50/150) 2
RH (75/50) 4 Bulan
5-7
8-11
12-16
Bulan
1 tablet
2 tablet
3 tablet
1 tablet
2 tablet
3 tablet
39
17-22
23-30
4 tablet
5 tablet
4 tablet
5 tablet
40