Anda di halaman 1dari 38

REFLEKSI KASUS

Dibacakan 10 November 2015

TUBERKULOSIS PARU + EFUSI PLEURA + ABSES PARU


DEXTRA + LORDOSIS + ANEMIA MIKROSITIK
HIPOKROMIK + GIZI KURANG

Nama

: Bulan Putri Pertiwi

No. Stambuk

: N 111 15 013

Pembimbing

: dr. Christina M. Kolondam, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA
PALU
2015
BAB I
1

PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer. TB merupakan penyakit infeksi yang sudah sangat lama dikenal manusia,
setua peradaban manusia. Pada awal penemuan obat antituberkulosis (OAT),
timbul harapan penyakit ini akan dapat ditanggulangi. Namun dengan perjalanan
waktu terbukti penyakit ini tetap menjadi masalah kesehatan yang sangat serius,
baik dari aspek gangguan tumbuh-kembang, morbiditas, mortalitas, dan
kecacatan. Dengan meluasnya kasus HIV-AIDS, tuberkulosis mengalami
peningkatan bermakna secara global. Indonesia menduduki peringkat ke-tiga
dunia dari jumlah total pasien TB setelah India dan Cina. Namun dari proporsi
jumlah pasien dibanding jumlah penduduk, Indonesia menduduki peringkat
pertama. TB anak yang tidak mendapat pengobatan yang tepat akan menjadi
sumber infeksi TB pada saat dewasanya nanti.1
Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus
TB anak per tahun adalah 5-6% dari total kasus TB. Berdasarkan laporan tahun
1985, dari 1261 kasus TB anak berusia <15 tahun, 63% diantaranya berusia <5
tahun. Di negara berkembang, TB pada anak berusia <15 tahun adalah 15% dari
seluruh kasus TB, sedangkang di negara maju, angkanya lebih rendah, yaitu 57%.2
Diagnosis TB anak terutama didasarkan pada penemuan klinis dan
radiologis, yang keduanya seringkali tidak spesifik. Diagnosis TB anak ditentukan
berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin,
foto thoraks, dan pemeriksaan laboratorium. Adanya riwayat kontak dengan
pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif, gejala dan tanda sugestif TB,
dan foto thoraks yang mengarah pada TB (sugestif TB), merupakan dasar untuk
menyatakan anak sakit TB melalui sistem skoring.2

Efusi pleura tuberculosis, yang dapat lokal atau menyeluruh, mula-mula


pada keluarnya basili ke dalam sela pleura dari focus paru subpleura atau
perkejuan limfonodi. Efusi pleura tidak bergejala begitu sering pada tuberculosis
primer sehingga ia pada dasarnya adalah kompleks primer. Efusi pleura
tuberculosis tidak sering pada anak umur 6 tahun dan jarang pada anak sebelum
umur 2 tahun.3
Anemia mikrositik hipokromik adalah anemia dimana kadar MCV < 80 fl,
MCH < 27 pg), dan yang tergolong anemia jenis ini adalah anemia defisiensi besi,
thalassemia, anemia akibat penyakit kronik dan anemia sideroblastik.4
Penatalaksanaan kasus TB pada anak merupakan upaya komprehensif,
yang menggabungkan aspek klinis, program serta upaya kesehatan masyarakat.
Dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan dengan dosis yang tepat, maka akan
meningkatkan kualitas hidup anak dan tumbuh kembang anak yang optimal sesuai
dengan potensi genetiknya. Berikut ini refleksi kasus tuberculosis pada anak yang
didapatkan di Ruangan Nuri Atas RSU Anutapura Palu.

BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Tanggal Masuk

: 31 Oktober 2015

Identitas Penderita

Nama Penderita
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir
Usia
Agama
Kebangsaan
Suku Bangsa

:
:
:
:
:
:
:

An. F
Laki-laki
13 Juni 2005
10 tahun 4 bulan
Islam
Indonesia
Bugis

:
:
:
:
:
:
:

Tn. A (31 tahun)


Ny. Y (31 tahun)
Wiraswasta
URT
SMA
SMA
Kalukubula

Identitas Orang Tua/Wali

Nama Ayah
Nama Ibu
Pekerjaan Ayah
Pekerjaan Ibu
Pendidikan Ayah
Pendidikan Ibu
Alamat

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
: Batuk + Sesak + Pucat
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan batuk, sesak dan pucat.
Batuk dialami sejak 3 minggu yang lalu sebelum masuk RS dan memberat
sejak sekitar 1 minggu yang lalu. Batuk disertai lendir namun tidak disertai
darah. Pasien juga mengeluh sesak napas yang timbul bersamaan dengan
batuk. Saat sesak, pasien tidak mengalami kebiruan pada bibir dan ujung
jari. Pasien juga mengalami pucat sejak 1 minggu yang lalu mulai pada
daerah wajah, kemudian ke seluruh bagian tubuh hingga telapak tangan
dan kaki, tidak ada perdarahan sebelumnya.
Pasien juga mengeluhkan panas sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Panas naik turun, disertai dengan sakit kepala dan mual,
4

namun tidak disertai dengan muntah. Pasien juga tidak mengeluhkan


berkeringat pada malam hari.
Pasien juga mengeluhkan nafsu makannya menurun sejak sakit.
Pasien mengalami penurunan berat badan sejak 3 bulan yang lalu. Buang
air besar berwarna coklat kehitaman dengan konsistensi cair sejak 1
minggu yang lalu. Buang air kecil lancar dan seperti biasa.

Riwayat Penyakit Sebelumnya:


Pasien pernah dirawat 3 bulan yang lalu dengan keluhan anemia di Rumah
Sakit. Sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami pucat pada wajah
dan seluruh tubuh.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Ibu kandung pasien pernah menderita batuk lama (TB) dan pengobatan 6
bulan tuntas.

Riwayat Sosial-Ekonomi :
Menengah ke atas. Rumah beratap dilengkapi dengan plafon, berlantaikan
tegel dengan ventilasi rumah yang memadai. Ayah pasien sering merokok
di dalam rumah.

Anamnesis Antenatal :
Ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan ANC (1 kali pada trimester
pertama, 1 kali pada trimester kedua dan 3 kali pada trimester ketiga).

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pasien dilahirkan di
salah satu rumah bersalin di Palu dengan bantuan bidan. Anak lahir
spontan, langsung menangis dengan berat lahir 3000 gram dan PBL : lupa.
Bayi cukup bulan.

Riwayat Kemampuan dan Kepandaian :


Membalik
: 3 bulan
Tengkurap
: 3 bulan
Duduk
: 8 bulan
Merangkak
: 11 bulan
Berdiri
: 1 tahun 5 bulan
Berjalan
: 1 tahun 6 bulan

Tertawa
: 4 bulan
Berceloteh
: 7 bulan
Memanggil papa mama : 8 bulan

Anamnesis Makanan:
Pasien mengkomsumsi ASI eksklusif saat berusia 0-6 bulan. Pasien diberi
MP-ASI sejak usia 6 bulan hingga usia 10 bulan. Pasien berhenti minum
ASI saat berusia 2 tahun. Pasien mengkomsumsi susu formula dari umur 2
tahun 6 tahun. Pasien juga sudah makan makanan padat sejak umur 1
tahun. Pasien sering pilih-pilih makanan. Pasien menyukai makan nasi dan
ikan atau daging, namun kurang menyukai makan sayur-sayuran dan buahbuahan.

Riwayat Imunisasi :
- Vaksin Hepatitis B
- Vaksin Polio
- Vaksin BCG
- Vaksin DPT
- Vaksin campak
Riwayat Keluarga :

Keterangan:
: Ayah

:
:
:
:
:

Usia 0 bulan, 1 bulan, 2 bulan, dan 6 bulan


Usia 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
Usia 3 bulan
Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
Usia 9 bulan

: Ibu

: Pasien

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan:


Pasien saat ini hanya bisa terlentang di tempat tidur, lingkungan sekitar
rumah pasien adalah lingkungan padat penduduk, rumah pasien terletak di
depan jalan raya. Ayah pasien seorang perokok aktif.

IKHTISAR PENYAKIT MENURUT STATUS UGD


-

Batuk berlendir sejak 3 minggu yang lalu disertai sesak napas


Demam 1 minggu yang lalu
Sakit kepala, mual namun tidak muntah
BAB warna coklat sejak 1 minggu yang lalu

III.

Penurunan BB sejak 3 bulan yang lalu.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Berat Badan
: 27 Kg
Tinggi Badan
: 144 cm
Status Gizi
: Gizi kurang (CDC 72%)

Tanda Vital
- Denyut nadi
: 142 Kali/menit
- Suhu
: 39,4o C
- Respirasi
: 40 kali/menit
- Tekanan darah
: 90/60 mmHg
Kulit
Efloresensi
: Tidak ada
Pigmentasi
: Tidak ada
Jaringan parut : Tidak ada
Jaringan lemak : Tidak ada
Turgor
: <2 detik
Tonus
: Normal
Oedema
: Tidak ada
Kepala
Bentuk
: Normocephal
Rambut
: Tidak mudah tercabut, berwarna hitam
Mata
: Conjungtiva: anemis (+/+)
Sclera
: Ikterik (-/-)
Cornea reflex : Normal
Pupil
: Isokor (+/+)
Lensa
: Normal
Fundus
: Normal
Visus
: Normal
Gerakan
: Normal
Telinga
: Otorrhea (-/-)
Hidung
: Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut
: Bibir: sianosis (+)
Lidah
: Monoliasis (-)
Gigi
: Normal
Selaput mulut : Normal
Gusi
: Perdarahan (-)
Bau pernapasan : Normal
Tenggorokan : Tonsil T1/T1
Pharynx
: Hiperemis (-)
Leher
: Trachea : normal

Kelenjar

: Pembesaran kelenjar getah bening (-); pembesaran

Kaku kuduk

kelenjar tiroid (-)


: Normal

Thorax
Bentuk
Rachitic rosary
Ruang intercostal
Precordial budging
Xiphosternum
Harrlsons groove
Retraksi

:
:
:
:
:
:
:

Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Paru-paru
- Inspeksi :

Pergerakan dinding dada simetris

bilateral, retraksi intercostal (-)


- Palpasi :
Vokal fremitus (+) normal kiri dan
kanan, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi
: Bronchovesiculer (+/+), Ronkhi (+/
+), Wheezing (-/-)

Jantung
- Inspeksi :
- Palpasi :

Ictus Cordis tidak tampak


Ictus Cordis teraba pada SIC V linea

midclavicula sinistra
- Perkusi :
Batas atas jantung SIC II, batas
kanan jantung SIC V linea parasternal dextra, batas
kiri jantung SIC V linea axilla anterior
- Auskultasi
:
Bunyi jantung I/II murni
regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
- Inspeksi :

Bentuk datar, massa (-), distensi (-),

cicatrix (-)
- Auskultasi
- Perkusi :
- Palpasi :

:
Peristaltik (+) kesan normal
Tympani (+), pekak pada hepar (+)
Organomegali (-), nyeri tekan (-).

Lien dan hepar tidak teraba (-)

Genitalia
Anggota gerak
Punggung
Otot-otot
Refleks

: Tidak ditemukan kelainan, post-sirkumsisi.


: Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)
: Skoliosis (-), Lordosis (+), Kyphosis (-)
: Eutrofi, tonus otot baik
: Patologis (-)

SCORING SYSTEM TB
Parameter
Kontak TB

Tidak
jelas

Uji tuberculin Negatif


(Mantoux)

Berat badan/
keadaan gizi

Demam yang
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik
Pembesaran
kelejar limfe

Laporan
BTA (+)
keluarga BTA
(-), BTA tidak
jelas/tidak
tahu
Positif
(10 mm
atau
(5
mm pada
pasien
imunokom
promised
BB/TB
< Klinis
gizi
90%
buruk
atau
BB/TB <70%
2 minggu
-

3 minggu
1 cm,
lebih dari 1

SKO
R
3

1
-

coli,
aksila,
inguinal
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Foto thoraks
Normal/
kelainan
tidak
jelas

KGB, tidak
nyeri
Ada
pembengkak
an
Gambar
sugestif
mendukung
TB

Skor Total:

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Hari pertama perawatan:
Jenis

Hasil

Nilai Normal

Interpretasi

Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
MCV
MCH
MCHC

Pemeriksaan
4,8 x 103 /uL
3,19 x 106 /uL
6,0 g/dl
19,3%
390 x 103 /uL
60,6 fL
18,8 pg
31,1 g/dl

4,8 10,0
4,0 5,50
12,0 18,0
30,0 47,0
150 450
75,0 118
23,2 38,7
31,9 37,0

Normal

b. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto thoraks AP
a) Tampak bercak berawan pada kedua paru disertai cavitas
b) Cavitas berdinding tebal pada paru kanan
c) Cor: dalam batas normal
d) Sinus kanan tumpul, sinus kiri dan diafragma baik
e) Tulang-tulang intak

10

Kesan:
- TB paru lama aktif lesi luas
- Susp. Abses paru kanan
- Efusi pleura dextra
2) Foto lumbosacral AP Lateral
a) Allignment vertebra lumbosacral dalam batas normal, curva
b)
c)
d)
e)

lordosis lumbalis melurus.


Tidak tampak listhesis maupun fraktur.
Discus intervertebralis dalam batas normal.
Mineralisasi tulang baik
Soft tissue dalam batas normal.

11

Kesan:
Curva lordosis lumbalis melurus (muscle spasm).
c. Pemeriksaan Apusan Darah Tepi
1) Eritrosit
Anisopoikilositosis, mikrositik hipokrom, polikromasi (+), ovalosit
(+), sel pensil (+), benda inklusi (-), normoblast tidak ditemukan.
2) Leukosit
Jumlah cukup, PMN > limfosit, granulasi toksik (+), vakuolisasi (+),
sel muda tidak ditemukan.
3) Trombosit
Jumlah cukup, giant trombosit (+), aggregasi trombosit (-).
Kesan:
Anemia mikrositik hipokromik suspek kausa defisiensi Fe disertai leukosit
dengan tanda-tanda infeksi.
d. Pemeriksaan Widal dan Malaria
No.
1.

Jenis Pemeriksaan
Reaksi Widal:
a. Salmonella thypi O

Hasil
Negatif
12

2.

b. Salmonella thypi H
c. Salmonella paratyphi AH
d. Salmonella paratyphi BH
Malaria

e. Pemeriksaan LED
Hasil Pemeriksaan : 105 mm3/jam
Nilai Rujukan
: Laki-laki (0-10

Negatif
Negatif
Negatif
Tidak ditemukan

mm3/jam);

Perempuan

(0-20

mm3/jam)
V. RESUME
Seorang pasien laki-laki usia 10 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan batuk, sesak dan pucat. Batuk dialami sejak 3 minggu yang lalu
sebelum masuk RS dan memberat sejak sekitar 1 minggu yang lalu. Batuk
disertai lendir (+) dan sesak napas (+) namun tidak disertai darah (-). Pasien
juga mengalami pucat sejak 1 minggu yang lalu mulai pada daerah wajah,
kemudian ke seluruh bagian tubuh hingga telapak tangan dan kaki, tidak ada
perdarahan sebelumnya. Febris (+) sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit disertai cephalgia (+) dan nausea (+), namun tidak disertai dengan
vomitus (-). Nafsu makan menurun dan pasien mengalami penurunan berat
badan sejak 3 bulan yang lalu. Buang air besar berwarna coklat kehitaman
dengan konsistensi cair sejak 1 minggu yang lalu. Buang air kecil lancar
seperti biasa.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan keadaan sakit sedang, compos
mentis, status gizi kurang, pada pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh suhu:
39,4oC; respirasi: 40 kali/menit; denyut nadi 142 kali/menit dan tekanan
darah: 90/60 mmHg. Dari pemeriksaan fisik diperoleh conjungtiva anemis
(+/+); thoraks: terdengar Rhonki (+/+) basah halus pada basal paru
bilateral.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin dan apusan darah tepi
ditemukan hasil anemia mikrositik hipokromik, pada pemeriksaan radiologi
thorax AP ditemukan kesan TB paru lama aktif lesi luas, susp. Abses paru
kanan dan efusi pleura dextra; serta pada pemeriksaan lumbosacral AP
lateral ditemukan curva lordosis lumbalis melurus (muscle spasm). Adapun
pada pemeriksaan LED ditemukan peningkatan laju endap darah.

13

VI.

DIAGNOSIS KERJA
Tuberculosis Paru + Efusi pleura + Susp. Abses paru dextra + Lordosis +
Anemia Mikrositik Hipokromik et causa penyakit kronik + Gizi Kurang.

VII.

DIAGNOSIS BANDING
a. Sepsis
b. Anemia defisiensi besi
c. Thalassemia
d. Anemia sideroblastik

VIII. TERAPI
a. Medikamentosa
IVFD RL 16 tpm (Makrodrips)
Sanmol drips
Inj. Ranitidin amp / 12 jam / IV
b. Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet makanan biasa

IX.
-

ANJURAN :
Pemeriksaan Sputum BTA
Uji Tuberculin
Profil Fe
Tes Fungsi Hati dan Ginjal
Pemeriksaan feses

14

FOLLOW UP
Perawatan Hari ke-2 (1 November 2015)
Subjek (S):
Batuk (+) berlendir (+), sesak (+), demam (+) hari ke-8, nyeri tekan epigastrium
(-), mual (-) muntah (-), BAB berwarna coklat dua kali, BAK Lancar, riwayat
asma (+), nafsu makan menurun.
Objek (O):
a.
b.
c.
d.

Keadaan Umum : Sakit sedang


Kesadaran
: Compos mentis
Status gizi
: Gizi kurang
Tanda Vital
o Denyut Nadi
: 100 kali/menit
o Respirasi
: 40 kali/menit
o Suhu
: 38,50C
o Tekanan darah
: 90/60 mmHg
e. Pemeriksaan Fisik
Kulit : Ruam (-), pucat (+)
Mata: Conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Bibir: Cyanosis (+)

15

Sistem pernapasan: Bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan kanan,
retraksi intercostal (-), vocal fremitus normal kiri dan kanan, perkusi sonor,
batas paru hepar linea midclavicularis dextra spasium intercostal VI, bunyi
auskultasi paru bronchovesiculer (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut ictus cordis
teraba di SIC V linea midclavicular sinistra, batas jantung normal, bunyi
jantung S1/S2 murni regular, bunyi tambahan (-).
Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan datar, ruam (-), peristaltik usus (+)
kesan normal, perkusi bunyi timpani di seluruh kuadran abdomen, palpasi
nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), pucat (+).
Assesment (A):
Tuberculosis Paru + Efusi pleura + Susp. Abses paru dextra + Lordosis + Anemia
Mikrositik Hipokromik et causa penyakit kronik + Gizi Kurang.
Plan (P):
Medikamentosa:
- IVFD RL 20 tpm (Makrodrips)
- Neurosanbe 1 amp/hari
- O2 1-2 LPM
- Inj. Gentamycin 70 mg/12 jam/IV
- Inj. Cefotaxime 700 mg/12 jam/IV
- Inj. Dexametasone 1 amp/8 jam/IV
- Inj. Ranitidin amp/12 jam/IV
- Paracetamol 3 x tab
- Puyer batuk:
o Salbutamol 2 mg
o CTM 2 mg
3 x 1 pulv
o Ambroxol 15 mg
Non Medikamentosa:
-

Tirah baring
Diet tinggi kalori tinggi protein

Perawatan Hari ke-3 (2 November 2015)


Subjek (S):
Batuk (+) berlendir (+), sesak (+), demam (-) hari ke-9, mual (-) muntah (-), BAB
berwarna coklat satu kali, BAK lancar, nafsu makan menurun.

16

Objek (O):
a.
b.
c.
d.

Keadaan Umum : Sakit sedang


Kesadaran
: Compos mentis
Status gizi
: Gizi kurang
Tanda Vital:
o Denyut Nadi
: 110 kali/menit
o Respirasi
: 35 kali/menit
o Suhu
: 36,00C
o Tekanan darah
: 100/70 mmHg
e. Pemeriksaan Fisik
Kulit : Ruam (-), pucat (+)
Mata: Conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Bibir: Cyanosis (+)
Sistem pernapasan: Bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan kanan,
retraksi intercostal (-), vocal fremitus normal kiri dan kanan, perkusi sonor,
batas paru hepar linea midclavicularis dextra spasium intercostal VI, bunyi
auskultasi paru bronchovesiculer (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut ictus cordis
teraba di SIC V linea midclavicular sinistra, batas jantung normal, bunyi
jantung S1/S2 murni regular, bunyi tambahan (-).
Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan datar, ruam (-), peristaltik usus (+)
kesan normal, perkusi bunyi timpani di seluruh kuadran abdomen, palpasi
nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), pucat (+).
Assesment (A):
Tuberculosis Paru + Efusi pleura + Susp. Abses paru dextra + Lordosis + Anemia
Mikrositik Hipokromik et causa penyakit kronik + Gizi Kurang.

Plan (P):
Medikamentosa:
17

IVFD RL 20 tpm (Makrodrips)


Sanbekid 2 x 1 cth
Pengobatan Obat Anti TB RHZ 1 x IV tab
o Isoniazid (H)
: 100 mg
o Rifampisin (R)
: 150 mg
o Pirazinamid (Z)
: 250 mg

Non medikamentosa:
-

Tirah baring
Diet tinggi kalori tinggi protein

Perawatan Hari ke-4 (3 November 2015)


Subjek (S):
Batuk (+) berlendir (+), sesak (+), demam (-) hari ke-10, mual (-) muntah (-),
nyeri diseluruh bagian perut, pasien belum BAB sejak kemarin, BAK lancar.
Objek (O):
a.
b.
c.
d.

Keadaan Umum : Sakit sedang


Kesadaran
: Compos mentis
Status gizi
: Gizi kurang
Tanda Vital:
o Denyut Nadi
: 100 kali/menit
o Respirasi
: 29 kali/menit
o Suhu
: 36,00C
o Tekanan darah
: 100/70 mmHg
e. Pemeriksaan Fisik
Kulit : Ruam (-), pucat (+)
Mata: Conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Bibir: Cyanosis (+)
Sistem pernapasan: Bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan kanan,
retraksi intercostal (-), vocal fremitus normal kiri dan kanan, perkusi sonor,
batas paru hepar linea midclavicularis dextra spasium intercostal VI, bunyi
auskultasi paru bronchovesiculer (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut ictus cordis
teraba di SIC V linea midclavicular sinistra, batas jantung normal, bunyi
jantung S1/S2 murni regular, bunyi tambahan (-).

18

Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan datar, ruam (-), peristaltik usus (+)
kesan normal, perkusi bunyi timpani di seluruh kuadran abdomen, palpasi
nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), pucat (+).
f. Pemeriksaan darah lengkap
Hari ke empat perawatan:
Jenis

Hasil

Nilai Normal

Interpretasi

Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
MCV
MCH
MCHC

Pemeriksaan
6,2 x 103 /uL
2,79 x 106 /uL
5,3 g/dl
17,3%
406 x 103 /uL
62,1 fL
19,0 pg
30,6 g/dl

4,8 10,0
4,0 5,50
12,0 18,0
30,0 47,0
150 450
75,0 118
23,2 38,7
31,9 37,0

Normal

Assesment (A):
Tuberculosis Paru + Efusi pleura + Susp. Abses paru dextra + Lordosis + Anemia
Mikrositik Hipokromik et causa penyakit kronik + Gizi Kurang.

Plan (P):
Medikamentosa:
- IVFD RL 20 tpm (Makrodrips)
- Sanbekid 2 x 1 cth
- Pengobatan Obat Anti TB RHZ 1 x IV tab
o Isoniazid (H)
: 100 mg
o Rifampisin (R)
: 150 mg
o Pirazinamid (Z)
: 250 mg
- Transfusi PRC 250 cc
Non medikamentosa:
-

Tirah baring
Diet tinggi kalori tinggi protein

Perawatan Hari ke-5 (4 November 2015)


Subjek (S):

19

Batuk (+) berlendir (+), sesak (-), demam (+) hari ke-11, mual (-) muntah (-),
nyeri diseluruh bagian perut dan punggung (+), BAB dan BAK lancar.
Objek (O):
a.
b.
d.

Keadaan Umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
c. Status gizi
: Gizi kurang
Tanda Vital:
o Denyut Nadi
: 112 kali/menit
o Respirasi
: 28 kali/menit
o Suhu
: 39,10C
o Tekanan darah
: 100/70 mmHg
e. Pemeriksaan Fisik
Kulit : Ruam (-), pucat (+)
Mata: Conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Bibir: Cyanosis (-)
Sistem pernapasan: Bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan kanan,
retraksi intercostal (-), vocal fremitus normal kiri dan kanan, perkusi sonor,
batas paru hepar linea midclavicularis dextra spasium intercostal VI, bunyi
auskultasi paru bronchovesiculer (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut ictus cordis
teraba di SIC V linea midclavicular sinistra, batas jantung normal, bunyi
jantung S1/S2 murni regular, bunyi tambahan (-).
Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan datar, ruam (-), peristaltik usus (+)
kesan normal, perkusi bunyi timpani di seluruh kuadran abdomen, palpasi
nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), pucat (+).
f. Pemeriksaan darah lengkap
Hari ke lima perawatan:
Jenis

Hasil

Nilai Normal

Interpretasi

Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
MCV
MCH
MCHC

Pemeriksaan
6,2 x 103 /uL
3,6 x 106 /uL
8,3 g/dl
25,5%
224 x 103 /uL
70,2 fL
22,9 pg
32,5 g/dl

4,8 10,0
4,0 5,50
12,0 18,0
30,0 47,0
150 450
75,0 118
23,2 38,7
31,9 37,0

Normal

Normal

20

Assesment (A):
Tuberculosis Paru + Efusi pleura + Susp. Abses paru dextra + Lordosis + Anemia
Mikrositik Hipokromik et causa penyakit kronik + Gizi Kurang.

Plan (P):
Medikamentosa:
- IVFD RL 24 tpm (Makrodrips)
- Inj. Cefotaxime 700 mg/12 jam/IV
- Inj. Gentamycin 70 mg/12 jam/IV
- Inj. Dexametason/8 jam/IV
- Paracetamol 3 x cth
- Puyer batuk:
o Salbutamol 2 mg
o CTM 2 mg
3 x 1 pulv
o Ambroxol 15 mg
- Pengobatan Obat Anti TB RHZ 1 x IV tab
o Isoniazid (H)
: 100 mg
o Rifampisin (R)
: 150 mg
o Pirazinamid (Z)
: 250 mg
Non medikamentosa:
-

Tirah baring
Diet tinggi kalori tinggi protein

Perawatan Hari ke-6 (5 November 2015)


Subjek (S):
Batuk (+) berlendir (+), sesak (-), demam (-) hari ke-12, mual (-) muntah (-),
BAB terakhir cair dan berwarna hitam, BAK lancar.
Objek (O):
a.
b.
c.
d.

Keadaan Umum : Sakit sedang


Kesadaran
: Compos mentis
Status gizi
: Gizi kurang
Tanda Vital:
o Denyut Nadi
: 100 kali/menit
o Respirasi
: 26 kali/menit
o Suhu
: 37,60C
o Tekanan darah
: 100/70 mmHg

21

e. Pemeriksaan Fisik
Kulit : Ruam (-), pucat (+)
Mata: Conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Bibir: Cyanosis (-)
Sistem pernapasan: Bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan kanan,
retraksi intercostal (-), vocal fremitus normal kiri dan kanan, perkusi sonor,
batas paru hepar linea midclavicularis dextra spasium intercostal VI, bunyi
auskultasi paru bronchovesiculer (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut ictus cordis
teraba di SIC V linea midclavicular sinistra, batas jantung normal, bunyi
jantung S1/S2 murni regular, bunyi tambahan (-).
Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan datar, ruam (-), peristaltik usus (+)
kesan normal, perkusi bunyi timpani di seluruh kuadran abdomen, palpasi
nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), pucat (+).
Assesment (A):
Tuberculosis Paru + Efusi pleura + Susp. Abses paru dextra + Lordosis + Anemia
Mikrositik Hipokromik et causa penyakit kronik + Gizi Kurang.
Plan (P):
Medikamentosa:
- IVFD Futrolit 10 tpm (Makrodrips)
- Inj. Cefotaxime 500 mg/6 jam/IV
- Inj. Gentamycin 70 mg/12 jam/IV
- Inj. Dexametason/12 jam/IV
- Paracetamol 3 x cth
- Puyer batuk:
o Salbutamol 2 mg
o CTM 2 mg
3 x 1 pulv
o Ambroxol 15 mg
- Ferlin syrup 1 x 1 cth
- Pengobatan Obat Anti TB RHZ 1 x IV tab
o Isoniazid (H)
: 100 mg
o Rifampisin (R)
: 150 mg
o Pirazinamid (Z)
: 250 mg
Non medikamentosa:
-

Tirah baring
Diet tinggi kalori tinggi protein

Perawatan Hari ke-7 (6 November 2015)


22

Subjek (S):
Batuk (+) berlendir (+), sesak (-), demam (-) hari ke-13, mual (-) muntah (-),
BAB terakhir cair dan berwarna hitam, BAK lancar.
Objek (O):
a.
b.
c.
d.

Keadaan Umum : Sakit sedang


Kesadaran
: Compos mentis
Status gizi
: Gizi kurang
Tanda Vital:
o Denyut Nadi
: 100 kali/menit
o Respirasi
: 24 kali/menit
o Suhu
: 36,30C
o Tekanan darah
: 100/70 mmHg
e. Pemeriksaan Fisik
Kulit : Ruam (-), pucat (+)
Mata: Conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
Bibir: Cyanosis (-)
Sistem pernapasan: Bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan kanan,
retraksi intercostal (-), vocal fremitus normal kiri dan kanan, perkusi sonor,
batas paru hepar linea midclavicularis dextra spasium intercostal VI, bunyi
auskultasi paru bronchovesiculer (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Sistem kardiovaskuler: denyut ictus cordis tidak terlihat, denyut ictus cordis
teraba di SIC V linea midclavicular sinistra, batas jantung normal, bunyi
jantung S1/S2 murni regular, bunyi tambahan (-).
Sistem gastrointestinal: inspeksi kesan datar, ruam (-), peristaltik usus (+)
kesan normal, perkusi bunyi timpani di seluruh kuadran abdomen, palpasi
nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), pucat (+).
Assesment (A):
Tuberculosis Paru + Efusi pleura + Susp. Abses paru dextra + Lordosis + Anemia
Mikrositik Hipokromik et causa penyakit kronik + Gizi Kurang.
Plan (P):
Medikamentosa:
- IVFD Futrolit 10 tpm (Makrodrips)
- Inj. Cefotaxime 500 mg/6 jam/IV
- Inj. Gentamycin 70 mg/12 jam/IV
- Inj. Dexametason/24 jam/IV
- Paracetamol 3 x cth
- Puyer batuk:
23

o Salbutamol 2 mg
o CTM 2 mg
3 x 1 pulv
o Ambroxol 15 mg
Ferlin syrup 1 x 1 cth
Pengobatan Obat Anti TB RHZ 1 x IV tab
o Isoniazid (H)
: 100 mg
o Rifampisin (R)
: 150 mg
o Pirazinamid (Z)
: 250 mg

Non medikamentosa:
-

Tirah baring
Diet tinggi kalori tinggi protein

Pasien pulang atas permintaan sendiri pada perawatan hari ke-7 (6 November
2015).

24

DISKUSI

Penegakkan diagnosis pada kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis didapatkan seorang
anak laki-laki berumur 10 tahun datang dengan keluhan pucat, batuk dan sesak.
Batuk dialami sejak 3 minggu SMRS. Batuk disertai dengan lendir dan sesak
napas serta memberat sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengalami pucat yang
dimulai sejak 1 minggu SMRS, yang dimulai pada daerah wajah, kemudian
seluruh bagian tubuh hingga telapak tangan dan kaki. Pasien juga mengeluhkan
demam sejak 1 minggu yang lalu. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya
suara ronki halus pada pemeriksaan auskultasi paru. Dari penilaian skoring TB
yang dilakukan didapatkan skor total 7 dengan penjabaran: riwayat kontak 3;
batuk 3 minggu 1; penurunan BB (CDC <80%) 1; demam 1 dan hasil foto
thoraks sugestif TB 1. Dari hasil pemeriksaan darah lengkap ditemukan anemia
mikrositik hipokromik (eristrosit 3,19 x 106/uL; hemoglobin 6,0 g/dl; MCV 60,6
fl; MCH 18,8 pg dan MCHC 31,1 g/dl), dan hemodilusi (19,3%), kemudian
jumlah leukosit, trombosit serta limfosit dalam batas normal. Pada pemeriksaan
apusan darah tepi ditemukan eritrosit yang mengalami anisopoikilositosis,
mikrositik hipokrom, polikromasi; leukosit yang mengalami granulasi toksik dan
vakuolisasi; serta trombosit yang dalam jumlah cukup dengan giant trombosit
tanpa aggregasi trombosit, yang menandakan terjadinya proses infeksi.

25

Pada kasus ini, didapatkan nilai skor TB 7. Pasien anak dengan skor 7
yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada fasyankes yang
tidak tersedia uji tuberculin, maka dapat didiagnosis, diterapi dan dipantau selama
2 bulan terapi awal, dan apabila terdapat perbaikan klinis. 1 Penegakan diagnosis
TB berdasarkan system skoring TB dapat ditegakkan apabila mencapai skor 6
(skor maksimal 13).5 Pada kasus ini seharusnya, sudah dapat dilakukan uji
tuberculin.
Uji tuberculin merupakan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
mengetahui apakah anak telah tertular kuman TB. Hasil yang positif pada uji ini
menandakan adanya reaksi hipersensitifitas terhadap antigen yang diberikan. Uji
tuberculin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-23 2TU
atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikkan. Jika diameter indurasi 10 mm
dinyakatan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Apabila diameter indurasi 04 mm dinyatakan uji tuberculin negatif. Adapun diameter 5-9 mm dinyatakan
positif meragukan.2
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah
penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.5
Sumber penularan TB adalah melalui inhalasi droplet pasien TB paru BTA
positif, baik dewasa maupun anak, namun pasien TB dengan BTA negatif masih
memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB, tingkat penularan pasien TB
BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah
26%, sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif
adalah 17%.5
Badan Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia
terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis terutama menonjol di
populasi yang mengalami stres nutrisi jelek, penuh sesak, perawatan kesehatan
26

tidak cukup, dan perpindahan tempat. Penularan Mycobacterium tuberculosis


adalah dari orang ke orang, droplet lendir berinti yang dibawa udara. Penularan
jarang terjadi dengan kontak langsung dengan kotoran cair terinfeksi atau barangbarang yang terkontaminasi. Peluang penularan bertambah bila penderita
mempunyai ludah dengan basil pewarnaan tahan asam, infiltrat dan kaverna lobus
atas yang luas, produksi sputum encer banyak sekali, dan batuk berat serta kuat.
Faktor lingkungan terutama sirkulasi udara yang buruk, memperbesar penularan.3
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB
dalam droplet nuclei yang ukurannya sangat kecil (<5 um), terhirup dan mencapai
alveoli. Tubuh akan merespon adanya kuman dengan mengeluarkan pertahanan
berupa mekanisme imunologik non spesifik. Jika tubuh tidak mampu
menghancurkan seluruhnya, maka akan terdapat kuman TB yang tersisa dan terus
berkembang biak dalam paru dan membentuk lesi yang disebut focus primer
Gohn. Fokus ini menyebab ke saluran limfe (limfangitis), dan sampai ke kelenjar
limfe (limfadenitis) bergabung dan membentuk kompleks primer.2
Adapun faktor risiko infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan
dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis,
kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (hygiene dan sanitasi tidak baik), dan
tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain),
yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang
terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan
BTA positif. Berarti, bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki
risiko tinggi terinfeksi TB.2 Pada kasus ini adalah adanya riwayat kontak atau
pajanan terhadap pasien yang hasil BTA (+), yaitu ibu pasien. Pasien TB anak
jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena
kuman TB sangat jarang ditemukan didalam secret endobronkhial pasien anak.
Selain itu, jumlah kuman TB anak biasanya sedikit (pausibasiler), tetapi karena
imunitas anak masih lemah, jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu
menyebabkan sakit. Selain itu, lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang
menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari
27

bronkus, sehingga tidak terjadi sputum. Kemudian, karena tidak ada/sedikitnya


produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim
sehingga TB pada anak jarang terdapat gejala batuk.2
Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal,
yaitu sedikitnya jumlah kuman (pausibasiler) dan sulitnya pengambilan specimen
(sputum), sehingga tidak ditemukannya kuman TB pada pemeriksaan dahak tidak
menyingkirkan diagnosis TB anak. Uji BTA pada anak bisa dilakukan
pengambilan cairan lambung, dimana anak lebih banyak menelan dahak
dibanding mengeluarkan dahak. Adapun gejala sistemik TB anak adalah sebagai
berikut:2
1. Berat badan turun tanpa sebab yang baik yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan perbaikan gizi
yang baik.
2. Demam lama (2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas. Demam
umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik
TB pada anak apabila tidak disertai gejala sistemik umum lain.
3. Batuk lama (3 minggu), bersifat non-remitting (tidak pernah reda, atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh.
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten (2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
diare.2
Adapun pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis TB pada anak dapat
dilakukan beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis langsung atau biopsy
jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada anak
dengan gejala TB, dianjurkan untuk pemeriksaan mikrobiologi, namun pada anak
jarang dilakukan karena sulitnya mendapatkan spesimen. Selain itu, pemeriksaan
Patologi Anatomi dapat digunakan.2
<

Pemeriksaan foto thoraks juga dapat dilakukan. Namun pada anak,


gambaran foto thoraks tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit lain.
Oleh karena itu, pemeriksaan thoraks saja tidak dapat digunakan untuk
28

mendiagnosis TB, kecuali gambaran milier. Gambaran radiologi TB sebagai


berikut:2
1. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat.
2. Konsolidasi segmental/lobar
3. Efusi pleura
4. Milier
5. Atelectasis
6. Cavitas
7. Kalsifikasi dengan infiltrat
8. Tuberkuloma
Pada kasus ini, didapatkan gambaran radiologi foto toraks, berupa: tampak
bercak berawan pada kedua paru disertai cavitas; cavitas berdinding tebal pada
paru kanan; ukuran cor normal; sinus kanan tumpul, sinus kiri dan diafragma
baik; serta visualisasi tulang intak, yang memberikan kesan bahwa terjadi TB paru
lama aktif lesi luas yang disertai efusi pleura dextra dan susp. Abses pada paru
kanan. Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah pembesaran
kelenjear

hilus

atau

paratrakeal

dengan/tanpa

infiltrat,

konsolidasi

segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, atelectasis, cavitas, efusi


pleura dan tuberkuloma. Foto thoraks tidak cukup hanya dibuat secara anteroposterior (AP), tetapi harus disertai dengan foto lateral, mengingat bahwa
pembesaran KGB di daerah hilus biasanya lebih jelas pada foto lateral. Sebagai
pegangan umum, jika dijumpai ketidaksesusaian (diskongruensi) antara gambaran
radiologis yang berat dan gambaran klinis ringan, maka harus dicurigai TB. Pada
keadaan foto thoraks tidak jelas, bila perlu dilakukan pemeriksaan pencitraan lain
seperti CT-scan thoraks.2
Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus ini yaitu terapi
konservatif berupa tirah baring, asupan makanan tinggi kalori tinggi protein,
pemberian cairan parenteral ringer laktat 20 tetes per menit, pemberian antibiotik
gentamicin 70 mg/12 jam/IV dan cefotaxim 700 mg/12 jam/IV, pemberian
dexametason 1 amp/8 jam/IV, puyer batuk (Salbutamol 2 mg, CTM 2 mg dan
Ambroxol 10 mg) serta pengobatan OAT dengan 3 jenis obat, antara lain:

29

isoniazid 100 mg/ hari; rifampisin 150 mg/hari; pirazinamid 250 mg/hari yang
diberikan dalam bentuk tablet kombinasi sehari empat tablet sekali minum.
Pemberian dexametason pada kasus ini sesuai dimana anjuran pemberian
pada kasus TB tertentu, sepeti TB milier, efusi pleura TB, meningitis TB
sebaiknya diberikan kortikosteroid seperti dexametason dalam sediaan injeksi
maupun dapat diberikan prednisone tablet 1-2 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis.5
Tata laksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pencegahan). Prinsip pengobatan TB pada anak:5
1. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat.
2. Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan.
3. Pengobatan TB dibagi 2 tahap:
a. Tahap intensif, selama 2 bulan pertama
b. Tahap lanjutan, 4-10 bulan selanjutnya.
4. Pasien TB dengan gejala klinis berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal,
dirujuk ke fasilitas yankes rujukan.
5. Pada kasus TB tertentu, sepeti TB milier, efusi pleura TB, meningitis TB
diberikan prednisone 1-2 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis
6. Paduan OAT untuk anak di Indonesia:
a. Kategori 3 macam obat
: 2HRZ/4HR
b. Kategori 4 macam obat
: 2HRZE/4-10HR
7. Panduan OAT kategori anak diberikan dalam bentuk KDT (kombinasi dosis
tetap).
Tabel 1. OAT yang biasa dipakai, dosis dan efek sampingnya
Nama Obat

Dosis harian
(mg/kgbb/hari)
10 (7-15)

Dosis maksimal
(mg/hari)
300

Rifampisin (R)

15 (10-20)

600

Pirazinamid (Z)

35 (30-40)

Isoniazid (H)

Efek samping
Hepatitis,
neuritis
perifer,
hipersensitivitas
Gangguan GI, reaksi
kulit,
hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim
hati, cairan tubuh
berwarna
orange
kemerahan
Toksisitas
hepar,
30

Etambutol (E)

Streptomisin (S)

20 (15-25)

15-40

1000

arthralgia, gangguan
GI
Neuritis optic, visus
berkurang,
buta
warna merah hijau,
hipersensitivitas GI
Ototoksik,
nefrotoksik

Tabel 2. Dosis Kombinasi pada TB Anak


Berat Badan (kg)

2 bulan RHZ (75/50/150 mg)

4 bukan RH (75/50 mg)

59

1 tablet

1 tablet

10 14

2 tablet

2 tablet

15 19

3 tablet

3 tablet

20 32

4 tablet

4 tablet

8. Jika BB 33 kg, dosis disesuaikan dengan tabel 1 diatas.


9. Jika BB < 5kg, sebaiknya rujuk ke RS
10. Tidak boleh memberi obat setengah dosis tablet
11. Perhitungan pemberian tablet diatas sudah memperhatikan kesesuaian dosis
per kgBB.5
Pasien dikatakan putus obat bila berhenti menjalani pengobatan selama 2
minggu. Sikap selanjutnya untuk penanganan bergantung pada hasil evaluasi
klinis saat pasien datang kembali, sudah berapa lama menjalani pengobatan, dan
berapa lama obat telah terputus. Pasien tersebut perlu dirujuk untuk penanganan
selanjutnya.2
Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respons pengobatan pasien harus
dievaluasi. Respons pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis berkurang,
nafsu makan meningkat, BB meningkat, demam menghilang, dan batuk
berkurang. Apabila respons pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan
sampai 6 bulan, sedangkan apabila respons pengobatan kurang atau tidak baik
maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang

31

lebih lengkap. Sistem skoring hanya digunakan untuk diagnosis, bukan untuk
menilai hasil pengobatan.2
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan
melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto
thoraks. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang
berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka pengobatan
dapat dihentikan.2
Kelompok risiko tinggi memerlukan medikamentosa profilaksis: 1
1. Profilaksis primer untuk mencegah tertular/infeksi pada kelompok yang
mengalami kontak erat dengan pasien TB dewasa dengan uji BTA positif.
2. Profilaksis sekunder untuk mencegah terjadinya sakit TB pada kelompok yang
telah terinfeksi TB tapi belum sakit TB. 1
Konsep dasar profilaksis primer dan sekunder berbeda, namun obat dan
dosis yang digunakan sama yaitu INH 5-10 mg/kgBB/hari. Profilaksis primer
diberikan selama kontak masih ada, minimal selama 3 bulan. Pada akhir 3 bulan
dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika hasilnya negatif, dan kontak tidak ada,
profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi tuberkulin menjadi positif, dievaluasi
apakah hanya terinfeksi atau sudah sakit TB. Jika hanya infeksi profilaksis primer
dilanjutkan sebagai profilaksis sekunder. Profilaksis sekunder diberikan selama 612 bulan yang merupakan waktu risiko tertinggi terjadinya sakit TB pada pasien
yang baru terinfeksi TB.1
Pencegahan TB dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG,
diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan anak
0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan. Bila
BCG diberikan pada usia > 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih
dahulu. Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan kualitas
vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin, dan intensitas
pemaparan infeksi.2
Tanda-tanda klinis gizi kurang dapat merupakan indikator yang sangat
penting untuk menduga defisiensi gizi. Hal ini mencakup kelambatan

32

pertumbuhan

dan

perkembangan

yang

dapat

ditentukan

dengan

cara

membandingkan seorang individu atau kelompok tertentu terhadap ukuran normal


pada umumnya.7
Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan
timbal balik, yaitu hubungan sebab-akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk
keadaan gizi, dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah terkena infeksi.
Penyakit yang umumnya terkait dengan masalah gizi antara lain diare,
tuberculosis, campak dan batuk rejan (whooping cough). 7
Pada kasus ini anak juga mengalami lordosis. Lordosis adalah kurva spinal
lumbal yang terlalu cembung ke depan atau anterior. Spasme otot terjadi karena
efek protektif terjadinya nyeri. Ketika terdapat nyeri timbul rangsangan nosiseptor
yang memberikan stimulasi protektif otot berupa spasme otot agar tidak terjadi
kerusakan yang lebih parah. Akan tetapi spasme otot menyebabkan restriksi facia
menekan jaringan otot sehingga memperberat nyeri pada gilirannya akan terjadi
lingkaran setan dan saling memperburuk keadaan. Aktifitas manusia yang tidak
teratur dapat mengakibatkan timbulnya gangguan terhadap kesehatan manusia itu
sendiri. Salah satunya yaitu sindroma nyeri servikal adalah suatu nyeri yang
dirasakan pada daerah servikal dimana nyeri yang timbul disebabkan oleh
penggunaan secara terus-menerus dan berlebihan pada otot tersebut. Penyebab
lain biasanya disebabkan karena adanya kerusakan pada struktur tulang, otot, atau
pun pada facet joint.3
Pleuritis dengan efusi pleura biasanya merupakan komplikasi dini TB
primer, dan merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak.
Efusi pleura biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama setelah TB primer. Efusi
pleura adalah penumpukan abnormal cairan di dalam rongga pleura. Salah satu
etiologi yang perlu dipikirkan bila menjumpai kasus efusi pleura di Indonesia
adalah TB. Efusi pleura TB dapat ditemukan dalam dua bentuk. Bentuk pertama
adalah cairan serosa; bentuk ini paling banyak dijumpai. Bentuk kedua, yang jauh
lebih jarang, adalah empisema TB, yang merupakan efusi pleura TB primer yang

33

gagal mengalami resolusi dan berlanjut ke proses supuratif kronik. Efusi pleura
terbentuk sebagai reaksi hipersensitivitas tipe lambat antigen kuman TB di dalam
rongga pleura. Antigen ini masuk ke dalam rongga pleura akibat pecahnya focus
subpleura. Rangsangan pembentukan cairan oleh pleura yang terkait dengan
infeksi kuman TB dapat terjadi akibat kedua hal tersebut di atas.2
Abses paru adalah proses supuratif yang mengakibatkan penghancuran
parenkim paru dan pembentukkan rongga yang mengandung bahan purulent. Pada
anak-anak abses paru tersering diakibatkan oleh aspirasi bahan yang terinfeksi
ketika mekanisme pertahanan lokal dibanjiri oleh sejumlah besar mikroorganisme
virulen oleh terganggu oleh faktor-faktor seperti alkohol, penyalahgunaan obat,
baru saja menjalani operasi dan penyakit sistemik. Abses dapat melibatkan pleura
di dekatnya, berkaitan dengan berkembangnya efusi pleura.3
Pasien mengalami pucat karena anemia akibat penyakit kronik yang
dialami. Anemia akibat penyakit kronik adalah salah satu jenis anemia mikrositik
hipokromik. Penyakit kronik sering kali disertai anemia, namun tidak semua
anemia pada penyakit kronik dapat digolongkan sebagai anemia akibat penyakit
kronik. Anemia akibat penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada
penyakit kronik tertentu yang khas di tandai oleh gangguan metabolisme besi,
yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan besi
yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang
masih cukup. Anemia ini tergolong anemia yang cukup sering dijumpai, baik di
klinik maupun di lapangan. Penyebab anemia akibat penyakit kronik belum
diketahui dengan pasti. Penyakit yang mendasari (underlying disease) timbulnya
anemia adalah sebagai berikut:4

1.
2.
3.
4.

Infeksi Kronik
Inflamasi Kronik
Neoplasma Ganas
Tuberculosis paru
1. Artritis rematoid
1. Karsinoma:
ginjal,
Infeksi jamur kronik
2. Lupus eritematosus
hati, kolon, pancreas,
Bronkhiektasis
sistemik
Penyakit
radang
uterus dan lain-lain.
3. Inflammatory bowel
2. Limfoma
maligna:
34

panggul kronik
disease
5. Osteomielitis kronik
4. Sarkoidosis
6. Infeksi saluran kemih 5. Penyakit kolagen lain

limfoma Hodgkin dan


limfoma non-Hodgin.

kronik
7. Kolitis kronik
Pemberian transfusi darah adalah salah satu penanganan yang diberikan
untuk menaikkan kadar hemoglobin dari pasien pada kasus ini. Transfusi darah
yang diberikan pada hari keempat perawatan dilakukan karena kadar hemoglobin
dari pasien pada kasus ini yaitu 5,3 g/dl. Dimana kadar hemoglobin yang
diharapkan untuk pasien anak laki-laki yaitu 14,0 g/dl. Transfusi darah dengan
PRC bertujuan memperbaiki oksigenasi jaringan dan alat-alat tubuh. Biasanya
tercapai bila kadar Hb sudah di atas 8%.4
Komplikasi pada TB paru adalah terjadinya tuberculosis ekstra paru
seperti infeksi pada tulang atau sendi yang cenderung akan menyerang vertebra.
Manifestasi klasik spondylitis tuberkulosa berkembang menjadi penyakit Pott,
dimana penghancuran korpus vertebra menyebabkan deformitas gibbus dan
kifosis. Tuberkulosis skeleton adalah komplikasi tuberculosis lambat dan menjadi
perwujudan yang jarang sejak terapi anti tuberculosis tersedia.3
Prognosis untuk TB pada anak yaitu: 6
1. Jika bakteri sensitif dan pengobatan lengkap, kebanyakan anak akan sembuh
total dengan sekuel minimal.
2. Pengobatan ulang lebih sulit dan kurang berhasil.
3. Dengan kemoterapi tuberculosis (khususnya isoniazid), pemulihan pada TB
milier hampir 100%. Tanpa pengobatan, angka kematian pada TB milier dan
meningitis TB hampir 100%. Jika pengobatan terlambat, insidensi kelainan
neurologis cukup tinggi.
4. Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun diantaranya akan meninggal (50%),
sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi (25%), serta menjadi
kasus kronis yang tetap menular (25%).6
Pada kasus ini prognosis kasus baik. Hal ini dapat dilihat dari keadaan
pasien yang sudah membaik dan tidak terjadi komplikasi. Apabila pasien rutin

35

meminum obat dan kontrol ke fasilitas pelayanan kesehatan, kemungkinan untuk


sembuh dengan sekuel minimal dapat terjadi.

Bagan 1. Pathogenesis TB
Inhalasi Mycobacterium

Fagositosis oleh makrofag


alveolus paru
kuman hidup berkembang
biak
Pembentukan focus
primer
Penyebaran limfogen
Penyebaran hematogen

Uji tuberculin

Masa
Inkubasi
(2-12
minggu)

Kompleks Primer
terbentuk imunitas
seluler spesifik

Sakit TB

Infeksi TB
36

komplikasi kompleks primer


imunitas optimal
kalau imunitas
komplikasi penyebaran
Meninggal
turun,Sembuh
hematogen

Sembuh

Sakit TB

Bagan 2. Algoritma Tatalaksana TB anak


Anak 0-14
terdapat 1 gejala TB
Suspek TB
anak
Sistem
Skoring

didapat
dari uji
tuberculin
(+) dan
kontak

TB
Anak

Skor

Skor

Skor

didapat
dari uji
tuberculin
(+) dan
kontak

infeksi
laten TB

pertimbang
an dokter
(**)

Buka
n TB

37

umur

umur

evaluasi 2 bulan

INH
Profilak
Perbaik

lanjutka
n terapi

Tidak ada
Perbaikan

HIV
INH
Profilaksis

evaluasi,
rujuk bila
perlu

HIV

observa

keterangan:
(*)
: Gejala TB anak sesuai dengan parameter
sistem skoring
(**) : Pertimbangan dokter untuk mendapatkan
terapi TB anak pada skor <6 bila ditemukan
skor 5 yang terdiri dari kontak BTA (+) disertai
2 gejala klins lain pada fasyanskes yang tidak

DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis Anak Edisi I. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009.
2. Nastiti N. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2013.
3. Nelson, W.E. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15 Vol.2. Jakarta: EGC, 2000.
4. Bakta, I. M. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC. 2013.
5. Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
2013.
6. Nashar, A.H. The Diseases Diagnosis dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press, Yogyakarta. 2013.
7. Supariasa, 2012. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta.

38

Anda mungkin juga menyukai