Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN KASUS

“TINDAKAN PERCUTANEOUS NEFROLITHOTOMY


(PCNL) PADA PASIEN BATU GINJAL DEXTRA DENGAN
GENERAL ANESTESI”

OLEH:
Vita desrianti
0110840170

PEMBIMBING:
dr. Albinus Y. Cobis, Sp.An, M.Kes
PENDAHULUAN

 Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani.An-“tidak, tanpa”


dan aesthesos, “persepsi,kemampuan untuk merasa”.Secara umum
berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa
sakit pada tubuh.
 Batu ginjal (nefrolitiasis) atau renal calculi adalah batu yang terdapat
di ginjal. Diagnosis batu ginjal ditegakkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang termasuk pencitraan.
Manifestasi dari batu ginjal dapat berupa nyeri. Nyeri yang disebabkan
batu ginjal dapat berpindah-pindah dan penjalarannya berbeda
tergantung letak lokasinya. Pada pemeriksaan fisik umumnya sering
terdapat nyeri ketuk pada costovertebral angel (CVA).
PENDAHULUAN

• Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebesar 7% pada


perempuan dewasa dan 13% pada laki-laki dewasa.
Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia
puncak adalah dekade ketiga sampai ke empat.
• Penatalaksanaan nefrolitiasis adalah dengan mengurangi
nyeri dan mencegah obstruksi berlanjut. Tatalaksana
farmakologisnya antara lain dengan pemberian analgesik,
anti-emetik, diuretik dan pembedahan.
 Gawat abdomen: keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut,
timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini
memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah,
misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan
strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.

 Peritonitis: peradangan peritoneum yang merupakan komplikasi


berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ
abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus
gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi
kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi:
Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan suatu keadaan dimana terdapat
satu atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal. Secara
garis besar pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinsik
dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan
keturunan, sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim,
kebiasaan makan, zat yang terkandung dalam urin, pekerjaan, dan
sebagainya.
TINJAUAN PUSTAKA

Epidemiologi:
Di Indonesia, penyakit ginjal yang paling sering ditemui adalah gagal ginjal
dan nefrolitiasis. Prevalensi tertinggi penyakit nefrolitiasis yaitu di daerah DI
Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Sulawesi Tengah masing-masing (0,8%). Prevalensi penyakit ini diperkirakan
sebesar 7% pada perempuan dewasa dan 13% pada laki-laki dewasa. Empat
dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak adalah dekade ketiga
sampai ke empat.
TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi

• Batu (kalkulus) ginjal adalah batu yang terdapat di mana saja di saluran
kemih.
• Batu yang paling sering dijumpai tersusun dari kristal-kristal kalsium.
• Terdapat sejumlah tipe batu ginjal dan ukurannya dapat berkisar dari
kecil hingga sebesar batu staghorn (batu menyerupai tanduk rusa) yang
dapat merusak sistem kolektivus.
• Biasanya batu ginjal terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau
magnesium fosfat dan asam urat.
• Penyebab batu ginjal adalah idiopatik. Akan tetapi, terdapat faktor
predisposisi seperti jenis makanan yang dikonsumsi, Infeksi Saluran
Kemih (ISK), volume air yang diminum, kelainan metabolisme, usia, jenis
kelamin, genetik, aktivitas, konsumsi vitamin dan obat-obatan tertentu,
dan berat badan.
• Batu ginjal biasanya terdiri dari kalsium oksalat.
TINJAUAN PUSTAKA

Etiologi
Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu ginjal yaitu:
Genetik
Makanan dan minuman
Volume air yang diminum
Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Aktivitas
Vitamin dan obat-obatan
Usia
Berat badan
Jenis kelamin
TINJAUAN PUSTAKA

Patogenesis
Proses terbentuknya batu ginjal di nefron tepatnya di tubulus distal dan
pengumpul, yaitu saat urin dipekatkan. Pembentukan Kristal atau batu ini
membutuhkan supersaturasi, dan inhibitor pembentukan ini ditemukan di
dalam urin normal. Terbentuknya batu kalsium dapat dipicu oleh reaktan
asam urat, tetapi dapat juga dihambat oleh inhibitor sitrat dan glikoprotein.
Aksi reaktan dan inhibitor belum diketahui sepenuhnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Klinis
Kondisi ini menimbulkan nyeri hebat yang disebut kolik ginjal. Gejala batu
ginjal yang sering terjadi, di antaranya:
• Nyeri pada punggung bagian bawah dan terkadang terasa hingga
pangkal paha. Sedangkan pada pria, nyeri juga dirasakan hingga testis
dan skrotum. Rasa nyeri tersebut bisa bertahan selama beberapa menit
atau beberapa jam. Saat batu ginjal berpindah ke lokasi lain dalam
saluran kemih, rasa nyeri dapat meningkat.
• Meningkatnya frekuensi ingin buang air kecil
• Nyeri saat buang air kecil (disuria)
• Buang air kecil dalam jumlah sedikit
• Urine berwana merah muda, merah, atau cokelat
• Mual dan muntah.
• Merasa gelisah.
• Demam atau menggigil, jika terjadi infeksi
TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan dan Diagnosis


Dalam mendiagnosis batu ginjal dokter akan menggali keterangan dari
pasien mengenai gejala, riwayat penyakitnya, serta riwayat batu ginjal
dalam keluarganya. Selanjutnya, pemeriksaan fisik dilakukan
untuk menguatkan kecurigaan yang mengarah pada batu ginjal. Guna
memastikan diagnosis, dokter perlu melakukan serangkaian tes lanjutan
yang meliputi:
• Tes urine. 
• Tes darah. 
• Pemindaian. 
• Analisis batu ginjal yang keluar. 
Diagnosis Banding
Diagnosis Banding
Diagnosis Banding
TINJAUAN PUSTAKA

Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit batu ginjal tergantung kepada ukuran dan jenis batu
ginjal yang dialami penderita.Untuk batu ginjal yang kecil dengan diameter
kurang dari 4 mm, penanganannya dapat dilakukan di rumah agar batu ginjal
tersebut dapat keluar melalui urine. Penanganan batu ginjal berukuran kecil
dapat berupa:
• Minum air putih sebanyak 6-8 gelas air setiap hari.
• Mengonsumsi obat pereda nyeri, karena keluarnya batu ginjal melalui
urine dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak nyaman.
• Obat pereda nyeri yang dapat dikonsumsi adalah paracetamol.
TINJAUAN PUSTAKA

Penatalaksanaan
Sedangkan untuk batu ginjal yang berukuran besar atau melebihi 6 mm,
yang sulit keluar atau menimbulkan perdarahan, kerusakan ginjal, serta
infeksi saluran kemih, maka dokter akan menyarankan metode penanganan
berikut ini:
• Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL). 
• Ureteroskopi.
• Percutaneous nephrolithotomy. 
• Bedah terbuka. 
Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)

• Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) merupakan salah


satu tindakan minimal invasif di bidang urologi yang
bertujuan mengangkat batu ginjal dengan menggunakan
akses perkutan untuk mencapai sistem pelviokalises.
Indikasi PCNL

Indikasi dari pengangkatan batu ginjal secara aktif adalah sebagai berikut:
• Batu yang bertambah besar (Stone growth)
• Pasien dengan risiko tinggi pembentukan batu
• Sumbatan saluran kemih yang disebabkan oleh batu
• Infeksi
• Batu ginjal yang simptomatik (misal disertai nyeri, hematuria)
• Batu ukuran > 15 mm
• Batu ukuran < 15 mm namun tidak dapat dilakukan terapi konservatif
• Preferensi pasien
• Komorbiditas
• Situasi sosial pasien (profesi, travelling, dan lain-lain)
Prosedur PCNL

• Persiapan dan Teknik Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)

• Persiapan Pasien Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)

• Posisi Pasien dalam Prosedur PCNL

• Lokasi pungsi ginjal

• Dilatasi traktus Urinarius


ANESTESI UMUM

• Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi umum ialah suatu
keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat induksi
obat.
• Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum
terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP secara
reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol.
• Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan secara intravena. Obat anastesi
umum yang diberikan secara inhalasi (gas dan cairan yang mudah menguap) yang
terpenting di antaranya adalah N2O, halotan, enfluran, metoksifluran, dan isofluran.
• Obat anastesi umum yang digunakan secara intravena, yaitu tiobarbiturat, narkotik-
analgesik, senyawa alkaloid lain dan molekul sejenis, dan beberapa obat khusus seperti
ketamin.
Untuk menentukan prognosis, ASA (American Society of Anesthesiologists) membuat klasifikasi berdasarkan
status fisik pasien pra anestesi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai berikut:
• ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi.
• ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah maupun
penyakit lainnya. Contohnya pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis
akut dengan lekositosis dan febris.
• ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diaktibatkan karena berbagai
penyebab. Contohnya pasien apendisitis perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus obstruksi dengan
iskemia miokardium.
• ASA 4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam kehiduannya.
• ASA 5, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang sudah tidak mungkin di tolong lagi, dioperasi
ataupun tidak dalam 24 jam pasien akan meninggal. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis krani
dan syok hemoragik karena ruptura hepatik. Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan
mencantumkan tanda darurat (E = emergency), misalnya ASA 1 E.
Tahap-tahap Anestesi
Sifat-Sifat Anestesi Umum yang
Ideal
Sifat anestesi umum yang ideal adalah:
• bekerja cepat, induksi dan pemilihan baik,
• cepat mencapai anestesi yang dalam,
• batas keamanan lebar;
• tidak bersifat toksis. Untuk anestesi yang dalam diperlukan obat yang
secara langsung mencapai kadar yang tinggi di SSP (obat intravena)
atau tekanan parsial yang tinggi di SSP (obat ihalasi). Kecepatan
induksi dan pemulihan bergantung pada kadar dan cepatnya
perubahan kadar obat anastesi dalam SSP.
Tahapan Tindakan Anestesi
Umum

• Penilaian dan persiapan pra-anestesi


• Penilaian pra-bedah
• Premedikasi
• Induksi anestesi
Macam-macam induksi pada
anestesi umum yaitu:

• Induksi intravena
• Induksi intramuskuler
• Induksi Inhalasi
• Induksi per Rektal
 
Komplikasi Anestesi dan Bahaya
Anestesi
• Kerusakan Fisik
• Kerusakan fisik yang dapat terjadi sebagai komplikasi anestesi
antara lain: pembuluh darah, intubasi, dan saraf superfisialis.

• Pernapasan
• Kardiovaskuler
• Hati
• Suhu tubuh
ANESTESI PADA PCNL

• Pada umumnya PCNL dilakukan dengan anestesi umum, namun tren yang
berkembang saat ini memperlihatkan prosedur anestesi secara regional
(spinal, epidural) lebih disukai.
• Pada anestesi umum dengan intubasi endotrakea dan pemberian pelumpuh
otot disertai pemberian ventilasi tekanan positif lebih disukai karena
beberapa alasan : adanya resiko regurgitasi yang disebabkan peningkatan
tekanan intraabdominal saat insuflasi; perlunya ventilasi terkontrol untuk
mencegah hiperkapnea, dibutuhkan tekanan inspirsai yang tinggi secara
relatif karena pneumoperitoneum; kebutuhan relaksasi otot selama
pembedahan karena tekanan insuflasi yang rendah, menyediakan visualisasi
yang lebih baik, mencegah pergerakan pasien yang tidak diinginkan.
TERAPI CAIRAN

• Terapi cairan adalah salah satu terapi yang sangat menentukan


keberhasilan penanganan pasien kritis. Dalam langkah-langkah
resusitasi, langkah D (“drug and fluid treatment”) dalam bantuan
hidup lanjut, merupakan langkah penting yang dilakukan secara
simultan dengan langkah-langkah lainnya. Tindakan ini seringkali
merupakan langkah “life saving” pada pasien yang menderita
kehilangan cairan yang banyak seperti dehidrasi karena muntah
mencret dan syok hipovolemik.Dengan terapi cairan kebutuhan
akan air dan elektrolit akan terpenuhi.
Jenis Cairan

Cairan Kristaloid Cairan Koloid


• Isotonis
• Koloid alami
• seperti ringer laktat, normal saline (NaCl 0.9%), dan
dextrose 5% dalam ¼ NS. • fraksi protein plasma 5% dan
albumin manusia (5% dan 25%).
• Hipertonis
• Koloid sintetik
• dextrose 5% dalam ½ NS, dextrose 5% dalam NS,
salin 3%, salin 5%, dan dextrose 5% dalam ringer
laktat. • Dextran

• Hipotonis
• Hydroxylethyl Starch (HES)
• Contoh larutan kristaloid hipotonis seperti dextrose
5% dalam air, ½ normal salin.
• Gelatin
Terapi Cairan Perioperatif

• Terapi cairan prabedah


• Prinsip pemberian cairan prabedah adalah untuk mengganti cairan dan kalori yang dialami
pasien prabedah akibat puasa.

• Terapi cairan selama operasi


• Tujuan dari pemberian cairan selama operasi adalah sebagai koreksi kehilangan cairan
melalui luka operasi, mengganti perdarahan dan mengganti cairan yang hilang melalui organ
eksresi.

• Terapi cairan pasca bedah


• Pemberian cairan pasca bedah digunakan tergantung dengan masalah yang dijumpai, bisa
mempergunakan cairan pemeliharaan, cairan pengganti atau cairan nutrisi.
LAPORAN KASUS

• Nama : Ny. T.B


• TTL/Umur : 02-08- 1985/ 35 tahun
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Agama: Kristen Protestan
• Alamat : Dok VII
• Ruangan Rawat Inap : Ruang Bedah Wanita
• Tanggal Operasi : 25 Maret 2021
• Nomor DM : 471852
• Anamnesis
Keluhan utama
Nyeri pada pinggang bagian bawah.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Dok II Jayapura dengan keluhan utama nyeri
pinggang bawah tetapi nyeri yang lebih hebat sebelah kanan bawah dan
menjalar hingga ke selangkangan, nyeri dirasakan hilang timbul dan
memberat saat beraktivitas, nyeri ini sudah lama dirasakan oleh pasien sejak
2012 tetapi rasa nyeri hilang begitu saja.
Pada tahun 2020, pasien sempat ke dokter untuk memeriksakan
kesehatannya karena nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. Dari hasil
pemeriksaan oleh dokter, didapatkan adanya batu pada ginjal dan saluran
kencing dan disarankan untuk operasi tetapi pasien masih menolak dengan
alasan belum siap operasi.
Pada awal tahun 2021 nyeri timbul kembali dan bertambah parah sejak 1
minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri disertai dengan kencing
bercampur darah dan keluar pasir pasir sesekali Pasien jarang minum air
mineral. Pasien juga mengeluh mual (+), muntah (-) Demam (-) menggigil (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
• Riwayat Kejang : Disangkal
• Riwayat Penyakit Malaria : Disangkal
• Riwayat Asma : Disangkal
• Riwayat Hipertensi : Disangkal
• Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
• Riwayat Penyakit Kardiovaskular: Disangkal
• Riwayat Penyakit Keluarga
• Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita sakit seperti pasien
• Riwayat diabetes mellitus : disangkal
• Riwayat asma : disangkal
• Riwayat jantung : disangkal
• Riwayat hipertensi : disangkal
• 
• Riwayat Alergi
• Riwayat alergi makanan : disangkal
• Riwayat alergi minuman : disangkal
• Riwayat alergi obat : disangkal

• Riwayat anestesi dan pembedahan sebelumnya: disangkal


Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Compos mentis
• Tanda-tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/70 mmHg,
Nadi : 87x/menit,
Respirasi : 20x/menit
Suhu badan : 36.50C
SpO2 : 99%
• Status Gizi: Tinggi Badan : 162 cm
Berat Badan : 58 kg
Indeks Massa Tubuh : 22,1
Pemeriksaan penunjang
Persiapan Anestesi
PS. ASA : 1
Informed Consent : +

Tanggal : 25/03/2021
Diagnosa Pra : Batu Ginjal Dextra
Bedah

Diagnosa Pasca : Batu ginjal dextra + Pyohidronefrosis


Bedah

Makan terakhir : 9 jam sebelum operasi


BB : 58 Kg
TB : 162 cm
TTV di ruangan : TD :90/60 mmHg, N: 67 x/m, SB: 36,8 0C
operasi Spo2 : 99 %
B1 : Airway bebas, thorax simetris, ikut gerak napas, RR: 20 x/m,
palpasi: Vocal Fremitus D=S, perkusi: sonor, suara napas
vesikuler +/+,
ronkhi-/-, wheezing -/-, malampati score: I

B2 : Perfusi: hangat, kering, merah. Capilary Refill Time <2 detik, BJ:
I-II murni regular, konjungtiva anemis -/-

B3 : Kesadaran Compos Mentis, GCS: 15(E4V5M6), riwayat kejang (-),


riwayat pingsan (-), nyeri kepala (-), pandangan kabur (-).
B4 : Terpasang kateter, produksi urin (+) warna kuning., terpasang
bag irigasi produksi (+)

B5 : Tampak datar, Supel (+),nyeri tekan hipokondrium kanan(+), hepar dan


lien tidak teraba membesar. Tymphani. Bising usus (+)

B6 : Akral hangat (+), edema (-), fraktur (-).


Laporan Durante Operasi
Laporan Anestesi
Terapi cairan
Follow Up Post Operatif
Pembahasan
• Wanita 35 tahun, dengan keluhan utama nyeri pinggang
bawah tetapi nyeri yang lebih hebat sebelah kanan
bawah dan menjalar hingga ke selangkangan, nyeri
dirasakan hilang timbul dan memberat saat beraktivitas,
nyeri ini sudah lama dirasakan oleh pasien sejak 2012
tetapi rasa nyeri hilang begitu saja. Pada awal tahun
2021 nyeri timbul kembali dan bertambah parah sejak 1
minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri disertai
dengan kencing bercampur darah dan keluar pasir pasir
sesekali Pasien jarang minum air mineral. Pasien juga
mengeluh mual (+), muntah (-) Demam (-) menggigil (-).
Penentuan PS ASA

• Physical Status : American Society of Anesthesiologist adalah


pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menentukan
prognosis pada pasien sebelum dilakukan tindakan anestesi.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui risiko apa yang bisa
terjadi pada pasien tersebut dan tindakan apa yang bisa
dilakukan untuk mencegah hal tersebut. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pasien tergolong PS ASA I, Pasien tidak memiliki kelainan
sistemik, dan aktivitas rutin tidak terbatas.
Penentuan Pemilihan Anestesi
General Pada Kasus
• Pada kasus ini dilakukan tindakan PCNL dengan general anestesi (anestesi
umum). Percutaneous Nephrolihotomy (PCNL) merupakan metode yang umum
untuk mengangkat batu pada ginjal dan saluran kemih, dan merupakan prosedur
pilihan utama untuk batu ginjal besar, multipel, atau batu cetak. Anestesia umum
biasanya dipilih ketika prosedur yang lebih panjang direncanakan dikarenakan
alasan untuk memproteksi jalan nafas ketika pasien dalam posisi telungkup atau
sisi yang di operasi diposisikan lebih tinggi dibanding sisi yang lain. Pada kasus
dimana pungsi kutub atas harus diperhatikan dengan baik, anestesi umum
sebaiknya dilakukan dikarenakan dia memperbolehkan kontrol dari gerakan
respirasi yang esensial untuk meminimalisasi risiko komplikasi pulmoner.
• Pada anestesi umum dengan intubasi endotrakea dan pemberian pelumpuh
otot disertai pemberian ventilasi tekanan positif lebih disukai karena
beberapa alasan : adanya resiko regurgitasi yang disebabkan peningkatan
tekanan intraabdominal saat insuflasi; perlunya ventilasi terkontrol untuk
mencegah hiperkapnea, dibutuhkan tekanan inspirasi yang tinggi secara
relatif karena pneumoperitoneum; kebutuhan relaksasi otot selama
pembedahan karena tekanan insuflasi yang rendah, menyediakan visualisasi
yang lebih baik, mencegah pergerakan pasien yang tidak diinginkan.
Penentuan Obat Anestesi Yang Dipilih

Untuk tatalaksana anestesi pada kasus ini, digunakan anestesi umum dengan inhalasi.
Untuk anestesi inhalasi pada kasus digunakan sevofluran. Induksi dengan sevoflurant
lebih disenangi karena pasien jarang batuk. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas
sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi di samping halotan.

Obat-obatan yang digunakan untuk premedikasi diantaranya diberikan fentanyl dan


petidin yang merupakan analgesik opioid. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa indikasi pemberian petidin dan fentanyl yaitu untuk analgesia
perioperatif, premedikasi. Pemberian fentanyl untuk meredakan rasa sakit dan Petidin
merupakan analgetik narkotik yang digunakan untuk mengurangi cemas dan
ketegangan pasien menghadapi pembedahan, mengurangi nyeri, menghindari takipnea
pada anestesia dengan trikloretilen, dan membantu agar anestesia berlangsung baik.
Petidin bersifat seperti atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan,
dan takikardia. Dosis yang besar menimbulkan depresi napas dan hipotensi. Sebagai
analgetik, obat ini bekerja pada talamus dan substansia gelatinosa medula spinalis.
Penentuan Obat Anestesi Yang Dipilih

Pada kasus ini, induksi anestesia dilakukan dengan menggunakan propofol. Pemulihan
kesadaran yang lebih cepat dengan efek minimal terhadap susunan saraf pusat
merupakan salah satu keuntungan penggunaan propofol dibandingkan obat anestesi
intravena lainnya. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira – kira 30 % tetapi
efek ini lebih disebabkan oleh vasodilatasi perifer ketimbang penurunan curah jantung.
Tekanan darah sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak
menimbulkan aritmia atau iskemia otot jantung, tetapi terjadi sensitisasi jantung
terhadap katekolamin. Efek propofol terhadap pernapasan mirip dengan efek thiopental
sesudah pemberian IV yakni terjadi depresi napas sampai apneu selama 30 detik. Hal ini
diperkuat bila digunakan opioid sebagai medikasi pra-anestetik.
Penentuan Obat Anestesi Yang Dipilih

Pelumpuh otot yang digunakan pada kasus ini berupa Atrakurium 30 mg. Atrakurium
(tramus) merupakan pelumpuh otot nondepolarisasi berikatan dengan reseptor
nikotinik-kolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi. Hanya menghalangi
asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak dapat bekerja. Dosis awal atrakurium
0,5-0,6 mg/kg, sedangkan dosis rumatan 0,1 mg/kg.
Critical Point
aktual Potensial Antisipasi
Terapi Cairan Pre-Operatif

Kebutuhan cairan pre-operatif bertujuan untuk menggantikan kehilangan cairan


selama puasa dan untuk memenuhi kebutuhan maintenance-nya.

Selama preoperatif pasien diberikan cairan isotonik golongan Kristaloid yaitu Ringer
Laktat yang merupakan cairan resusitasi dan cairan rumatan dan juga gangguan
keseimbangan elektrolit. Cairan ini di distribusikan ke intraseluler. Kebutuhan cairan
preoperatif pasien sebagai pengganti puasa 9 jam sebesar 864cc – 1.080 cc aktualnya
input cairan yang diberikan sebelum tindakan operasi sebanyak 500 cc. Pada kasus ini
kebutuhan cairan pasien selama preoperatif belum cukup terpenuhi.
Resusitasi cairan durante operatif bertujuan untuk memenuhi kebutuhan maintenance
cairan menurut jenis operasi dan lama waktunya serta kebutuhan replacement cairan yang
hilang selama operatif dan perdarahan berdasarkan total estimasi kehilangan darah
selama operasi.
Total kebutuhan cairan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan maintenance
durante operasi pada kasus ini adalah berjumlah 902,4cc – 1,458,6cc pada kasus
diberikan 1500 cc dan ini bisa mencukupi kebutuhan replacement pasien dengan
berat badan 58 kg dan dengan lama operasi 68 menit (1 jam 8 menit).

Selama durante operasi, perdarahan pada pasien ini yaitu ± 200 cc, dengan
Estimate Blood Loss (EBL)= < 10% EBV.
Bila meninjau dari teori jika jumlah perdarahan <10 % EBV,maka pasien tidak perlu
dilakukan transfusi. Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu transfusi,
untuk perdarahan di bawah 10% dari volume darah total cukup diganti dengan
cairan infus yang komposisi elektrolitnya kira-kira sama dengan komposisi
elektrolit serum misalnya dengan Natrium klorida. Dapat juga diberikan campuran
cairan kristaloid + koloid. Pemberian koloid adalah untuk mengatasi gejala defisit
plasma pada pasien selama operatif berupa hipotensi.
Kebutuhan cairan post operatif bertujuan untuk memenuhi kebutuhan maintenence
cairan selama puasa post operasi.

Terapi Cairan post operatif bertujuan


untuk menggantikan cairan selama puasa,
pada kasus ini pasien puasa 8 jam pasca
tindakan operatif. cairan yang dibutuhkan
untuk menggantikan kehilangan cairan
selama 8 jam pada pasien ini sebanyak 768 –
960 cc ini merupakan hasil dari kebutuhan
maintenance berdasarkan berat badan
pasien selama puasa 8 jam.
Aktualnya pada kasus ini pasien diberikan
input cairan sebanyak 1500 cc/24 jam post
operatif yaitu cairan RL 500 cc diberikan per
8 jam selama 24 jam. Hitungan cairan selama
8 jam ialah 8 jam I diberikan RL 500 cc, yang
artinya total cairan yang diberikan post
operatif 8 jam 500 cc maka belum dapat
menggantikan cairan yang hilang.
KESIMPULAN :

1. Berdasarkan anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, didapatkan


diagnosis Batu Ginjal Dekstra + Pyohidronefrosis.
2. Untuk prosedur tindakan PCNL dilakukan dengan anestesi umum, di induksi
anestesia dilakukan dengan menggunakan propofol dan pemeliharaan anestesi
menggunakan sevofluran.
3. premedikasi di berikan midazolam untuk sedasi, dan pemberian fentanyl untuk
meredakan rasa sakit dan Petidin untuk mengurangi cemas dan ketegangan.
4. Berdasarkan pemeriksaan, pasien termasuk PS ASA I karena Pasien tidak memiliki
kelainan sistemik, dan aktivitas rutin tidak terbatas.
5. Resusitasi dan terapi cairan preoperasi dan post operasi yang di berikan pada
pasien ini belum cukup terpenuhi sedangkan Resusitasi dan terapi cairan pada
durante operasi bisa mencukupi kebutuhan replacement pasien
SARAN
Penatalaksanaan anestesi perlu dilakukan dengan baik mulai dari pre anestesi,
tindakan anestesi hingga observasi post operasi, serta perlu melihat kembali
perhitungan dan kebutuhan cairan harian pasien agar dapat tercukupi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai