Anda di halaman 1dari 66

Laporan Kasus

Diabetes Melitus Tipe 2 + Selulitis

Dibacakan oleh:
Arten R. Aragea
Penguji:
dr. Silvester Salombe, Sp.PD
BAB I
PENDAHULUAN

• Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan kadar


glukosa darah yang melebihi nilai normal.

• Apabila dibiarkan tidak terkendali, diabetes mellitus dapat menimbulkan


komplikasi yang berakibat fatal, misalnya terjadi penyakit jantung coroner, gagal
ginjal, kebutaan, dan lain-lain.

• Menurut data statistic tahun 2010 dari WHO terdapat 202 Juta penderita diabetes
diseluruh dunia. Tahun 2030 jumlah penderita DM diperkirakan melonjak lagi
mencapai dua kali lipat dari jumlah sekarang.

• Saat ini penyakit diabetes mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan
WHO menyebutkan jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia menduduki
rengking 4 setelah India, Cina, dan Amerika Serikat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DIABETES MELITUS

DEFINISI

• Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
• Insulin yaitu hormon penurun glukosa darah, meningkat dalam waktu beberapa
menit setelah makan dan kembali turun ke nilai dasar dalam waktu 3 jam.
• Insulin berperan penting dalam mengatur metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein.
• Diabetes melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron.
ETIOLOGI

Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :


 bertambahnya usia harapan hidup dengan individu >40 tahun,
 obesitas,
 kurangnya aktifitas fisik,
 diet tinggi gula,
 riwayat keluarga diabetes melitus,
 dislipidemia,
 riwayat melahirkan bayi >4 kg dan
 riwayat diabetes melitus pada saat kehamilan.
• Banyak orang yang berpotensi terkena diabetes melitus tipe 2 menghabiskan
bertahun-tahun dalam keadaan pra diabetes, yaitu suatu kondisi dimana
kadar glukosa darah lebih tinggi dari biasanya tapi tidak cukup tinggi untuk
dignosis diabetes melitus tipe 2.

• Pada diabetes melitus tipe 2, pada awalnya kelainan terletak pada jaringan
perifer (resistensi insulin) dan kemudian disusul dengan disfungsi sel beta
pankreas, defek pada fase pertama sekresi insulin, yaitu antara lain,
• sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang namun
terdapat keterlambatan sekresi insulin,
• jumlah reseptor di jaringan perifer kurang antara 20.000 sampai 30.000,
kadang-kadang jumlah reseptor cukup tetapi kualitas reseptornya jelek
sehingga kerja insulin tidak efektif,
• terdapat kelainan di pasca reseptor menyebabkan proses glikolisis
intraseluler terganggu dan adanya kelainan campuran.
PATOFISIOLOGI

• Resistensi insulin dan sekresi insulin yang tidak normal menjadi kunci dari
berkembangnya DM tipe 2.

• Obesitas, terutama tipe sentral, sering ditemukan pada penderita DM tipe 2.

• Pada tahap awal, toleransi glukosa hampir normal karena sel-sel B pankreas
mengkompensasi dengan meningkatkan produksi insulin.

• Ketika resistensi insulin dan hiperinsulinemia kompensatorik terus terjadi,


pankreas tidak mampu mempertahankan keadaan hiperinsulinemia tersebut.
Akibatnya, terjadi gangguan toleransi glukosa, yang ditandai dengan
peningkatan glukosa darah setelah makan.

• Setelah itu, penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hati
berlanjut pada diabetes berat dengan hiperglikemia saat puasa dan kegagalan
sel beta.
• Berdasarkan studi terbaru dikatakan bahwa dalam timbulnya DM tipe
2 terdapat pengaruh faktor genetik yaitu transcription factor 7–like-2
(TCF7L2) pada kromosom 10q yang mengkode faktor transkripsi pada
WNT signaling pathway. Berbeda dengan DM tipe 1 penyakit ini tidak
berhubungan dengan gen yang mengatur toleransi dan regulasi imun
seperti HLA, CTLA4, dll.

• Ada 4 karakteristik penyebab DM tipe 2, yaitu


• resistensi insulin,
• berkurangnya sekresi insulin,
• meningkatnya produksi glukosa hati, dan
• metabolisme lemak yang abnormal.
Resistensi Insulin
• Resistensi insulin adalah resistensi terhadap efek insulin pada uptake,
metabolisme, dan penyimpanan glukosa.
• Hal tersebut dapat terjadi akibat defek genetik dan obesitas. Menurunnya
kemampuan insulin untuk berfungsi dengan efektif pada jaringan perifer
merupakan gambaran DM tipe 2.
• Mekanisme resistensi insulin umumnya disebabkan oleh gangguan
pascareseptor insulin.
• Polimorfisme pada IRS-1 (Gambar B-1) berhubungan dengan intoleransi
glukosa dan meningkatkan kemungkinan bahwa polimorfisme dari berbagai
molekul pascareseptor dapat berkombinasi dan memunculkan keadaan yang
resisten terhadap insulin.
• Resistensi insulin terjadi akibat gangguan persinyalan PI-3-kinase yang
mengurangi translokasi glucose transporter (GLUT) 4 ke membran plasma.
Mekanisme kerja insulin
Ada 3 hal yang berperan dalam resistensi insulin terkait obesitas, yaitu:
• Asam lemak bebas (free fatty acids/FFA)
• Peningkatan trigliserida intraselular dan produk metabolisme asam
lemak menurunkan efek insulin yang berlanjut pada resistensi insulin.
• Adipokin
• Leptin dan adiponektin meningkatkan kepekaan insulin, sedangkan
resistin meningkatkan resistensi insulin.
• PPAR (peroxisome proliferator-activated receptor gamma) dan TZD
(thiazolidinediones)

PPAR merupakan reseptor intrasel yang meningkatkan kepekaan insulin.


TZD merupakan antioksidan (antidiabetik) yang mampu berikatan
dengan PPAR sehingga menurunkan resistensi insulin.
Hubungan Obesitas dengan Resistensi Insulin
Berikut ini merupakan table berisi hal – hal yang dapat
menurunkan respon terhadap insulin :
• Sekresi insulin dan sensitivitasnya saling berhubungan. Pada DM tipe 2, sekresi
insulin meningkat sebagai respon terhadap resistensi insulin untuk memperta-
hankan toleransi glukosa.
• Namun, lama kelamaan sel beta kelelahan mem-produksi insulin sehingga terjadi
kegagalan sel β.

• Kegagalan sel β ini tidak terjadi pada semua penderita DM tipe 2 sehingga diduga
ada pengaruh faktor intrinsik berupa faktor genetik yaitu gen diabetogenik
TCF7L2.
• Polipeptida amiloid pada pulau Langerhans (amilin) disekresikan oleh sel beta
dan membentuk deposit fibriler amiloid pada pankreas penderita DM tipe 2
jangka panjang.
• Diduga bahwa amiloid ini bersifat sitotoksik terhadap sel sehingga massa sel β
berkurang. Dapat disimpulkan bahwa disfungsi yang terjadi dapat bersifat
kualitatif (sel beta tidak mampu mempertahankan hiperinsulinemia) atau
kuantitatif (populasi sel beta berkurang).
• Kedua hal tersebut dapat disebabkan oleh toksisitas glukosa dan lipotoksisitas.
Progres Timbulnya DM
Peningkatan Produksi Glukosa Hati

• Ketika tubuh semakin resisten terhadap insulin, kadar gula darah yang tinggi
akan memaksa tubuh mensekresikan insulin secara terus menerus ke dalam
sirkulasi darah (hiperinsulinemia).
• Pada keadaan normal, seharusnya hal ini dapat membuat glukosa dikonversi
menjadi glikogen dan kolesterol.
• Akan tetapi, pada pasien DM yang resisten terhadap insulin, hal ini tidak
terjadi dan sebaliknya ketiadaan respon terhadap insulin mengakibatkan hati
terus menerus memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Hal ini pada akhirnya
akan berujung pada terjadinya hiperglikemia.
• Produksi gula hati baru akan terus meningkat akibat terjadinya
ketidaknormalan sekresi insulin dan munculnya resistensi insulin di otot
rangka.
Abnormalitas Metabolik
1. Abnormalitas metabolisme otot dan lemak
• Resistensi insulin bersifat relatif karena hiperinsulinemia dapat menormalkan
kadar gula darah. Akibat resistensi insulin, penggunaan glukosa oleh jaringan
sensitif insulin berkurang, sedangkan hepatic glucose output bertambah
sehingga menyebabkan hiperglikemia.

• Akumulasi lipid dalam serat otot rangka, yang mengganggu fosforilasi


oksidatif dan penurunan produksi ATP mitokondria yang dirangsang insulin,
menghasilkan reactive oxygen species (ROS), seperti lipid peroksida.
• Peningkatan massa adiposit meningkatkan kadar asam lemak bebas dan
produk adiposit lainnya. Selain mengatur berat badan, nafsu makan, dan
energy expenditure, adipokin mengatur sensitivitas insulin.
• Peningkatan produksi asam lemak bebas dan beberapa adipokin
menyebabkan resistensi insulin pada otot rangka dan hati. Misalnya, asam
lemak bebas mengurangi penggunaan glukosa pada otot rangka, merangsang
produksi glukosa dari hati, dan mengganggu fungsi sel beta.
• Di sisi lain, produksi adiponektin berkurang pada obesitas dan menyebabkan
resistensi insulin hepatik.
• Adiponektin memegang peranan penting dalam resistensi insulin yang
dihubungkan dengan struktur molekul dan mekanisme kerjanya yaitu
menurunkan kandungan trigliserida, mengaktivasi PPAR-α dan AMP-Kinase.
• Kadar adponektin yang rendah merupakan salah satu faktor risiko dan
prediktor terjadinya diabetes melitus tipe 2.
• Selain itu, beberapa produk adiposit dan adipokin merangsang inflamasi
sehingga terjadi peningkatan IL-6 dan C-reactive protein pada DM tipe 2.14
2. Peningkatan produksi glukosa dan lipid hati

• Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada hati menggambarkan kegagalan


hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis sehingga terjadi
hiperglikemia saat puasa dan penurunan penyimpanan glikogen hati setelah
makan.
• Peningkatan produksi glukosa hati terjadi pada tahap awal diabetes, setelah
terjadi abnormalitas sekresi insulin dan resistensi insulin pada otot rangka.
Akibatnya, banyak asam lemak bebas keluar dari adiposit sehingga terjadi
peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserida) dalam hepatosit.
• Penyimpanan lipid (steatosis) dalam hati dapat berlanjut pada penyakit
perlemakan hati nonalkoholik dan abnormalitas fungsi hati. Selain itu,
keadaan tersebut menyebabkan dislipidemia pada penderita DM tipe 2, yaitu
peningkatan trigliserida, peningkatan LDL, dan penurunan HDL.
GEJALA KLINIS

• Gejala klinis diabetes melitus yang klasik: mula-mula polifagi, polidipsi, poliuri,
dan berat badan naik (Fase Kompensasi).

• Apabila keadaan ini tidak segera diobati, maka akan timbul gejala Fase
Dekompensasi (Dekompensasi Pankreas), yang disebut gejala klasik diabetes
melitus, yaitu poliuria, polidipsi, dan berat badan turun.

• Ketiga gejala klasik tersebut di atas disebut pula Trias Sindrom Diabetes Akut
(poliuri, polidipsi, berat badan menurun) bahkan apabila tidak segera diobati
dapat disusul dengan mual-muntah dan Ketoasidosis Diabetik.

• Gejala kronis diabetes melitus yang sering muncul antara lain lemah badan,
kesemutan, kaku otot, penurunan kemampuan seksual, gangguan penglihatan
yang sering berubah, sakit sendi, dan lain-lain.
DIAGNOSIS

• Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
• Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena.
• Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap
dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
• Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
(GDS)>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa (GDP ) ≥126 mg/dL dengan adanya
keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO
(GD2PP) ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO yang dilakukan dengan standar
WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa.
Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis (mg/dl).
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung
pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan


glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 –199 mg/dL (7,8-11,0
mmol/L).
2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6– 6,9 mmol/L) dan
pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140mg/dl.

Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan
tahapan sementara menuju DM (pre diabetes). Kedua keadaan tersebut juga
merupakan faktor resiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular
dikemudian hari.11
PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup


penyandang diabetes.

• Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM mempertahankan


rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.

• Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit


mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.

• Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.


• Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus

• Edukasi
• Terapi gizi medis
• Latihan jasmani
• Intervensi farmakologis
a. Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, WHO dibagi menjadi 5 golongan yaitu:


1. Pemicu Sekresi Insulin
• Sulfonilurea
• Glinid
• Peningkat sensitivitas terhadap insulin
• Penghambat glukoneogenesis (biguanida)
• Penghambat Glukosidase Alfa (Akarbose)
• DPP-IV inhibitor
b. Suntikan insulin

Pada beberapa kondisi saat kebutuhan insulin sangat meningkat


akibat adanya penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia
berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia
hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal
dengan kombinasi OHO dosis optimal, stres berat (infeksi sistemik,
operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/diabetes melitus
gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan,
gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, kontraindikasi dan atau
alergi terhadap OHO.
Jenis dan lama kerja insulin Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis,
yakni:
• Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
• Insulin kerja pendek (short acting insulin)
• Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
• Insulin kerja panjang (long acting insulin)
• Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed
insulin).
• Memulai pemberian terapi insulin
Penilaian hasil terapi

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara


terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
• Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai


Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi.
Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa
darah puasa,glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa darah padawaktu yang
lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan.
• Pemeriksaan A1C

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau


hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai A1C), merupakan cara yang digunakan untuk
menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya.

Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.
Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun.
KOMPLIKASI

Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi 2 kategori mayor


yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular kronik / jangka panjang.

Komplikasi Metabolik Akut:


• KAD ( Ketoasidosis Komplikasi Metabolik Kronis :
Diabetikum ) • Mikroangiopati
• Hiperosmolar non ketotik • Makroangiopati
(HNK)
• Hipoglikemia
SELULITIS

• Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi
menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis.
• Infeksi ini biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering
Streptococcus beta hemolitikus dan Staphylococcus aureus.
• Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti
eritema, teraba hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala
sistemik seperti demam dan peningkatan hitungan sel darah putih
• Faktor predisposisi erisepelas dan selulitis adalah: kaheksia, diabetes melitus,
malnutrisi, disgamaglobulinemia, alkoholisme, dan keadaan yang dapat
menurunkan daya tahan tubuh terutama bila diseratai higiene yang jelek.
• Selulitis umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi
kulit yang lain, namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal
terutama pada pasien dengan kondisi edema limfatik, penyakit ginjal kronik
atau hipostatik .
• Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua
bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan
bengkak.
• Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka
atau ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-
kadang timbul bula.
• Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif
dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren).
• Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang
dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat
seringnya trauma di ekstremitas.
• Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas.
Patofisiologi Terjadinya Kelainan Kulit Pada DM

• Perubahan kulit pada DM dapat melalui berbagai patomekanisme. Pada


sebuah studi invitro memperlihatkan bahwa DM memberi efek negatif pada
setiap parameter sel tidak hanya secara langsung melalui kadar glukosa
patologis, akan tetapi juga secara tidak langsung yaitu terbentuknya advanced
glycation end products (AGEs).
• Advanced glycation end products berinteraksi dengan dan mempengaruhi
fungsi biologis sejumlah protein intra dan ekstra seluler seperti kolagen tipe 1,
superoksida dismutase 1 atau reseptor epidermal growth factor.
• AGEs juga mengaktifasi sitokin proinflamasi yaitu nuclear factor KB (NF-KB).
Kadar glukosa patologis sebagaimana AGEs menyebabkan peningkatan stress
oksidatif intraseluler, termasuk pembentukan reactive oksigen species (ROS).
• Kadar glukosa patologis tidak hanya menghambat proliferasi, migrasi dan biosintesis
protein pada keratinosit dan fibroblast, hal tersebut juga menyebabkan apoptosis
sel endotel dan menghambat sintesis nitrat oksida dengan menghambat enzim
nitrat oksida sintetase (NO), sehingga menyebabkan vasodilatasi in vivo.
• Selanjutnya, kadar glukosa patologis menekan kemotaksis dan fagositosis pada
berbagai tipe sel sistem imun alamiah.
• Patomekanisme yang digarisbawahi diatas menyebabkan mikro dan
makroangiopati, yang selanjutnya menyebabkan hipoksia jaringan dan kerusakan
saraf, konsekuensinya adalah neuropati diabetic, menyebabkan penurunan
nosisepsi, kerentanan terhadap trauma eksogen, penurunan sirkulasi, anhidrosis
dan xeroderma.
Tidak ada klasifikasi yang khusus untuk manifestasi kulit yang ditemukan pada DM,
beberapa penulis mengklasifikasikannya sebagai berikut:

I. Manifestasi dermatologis yang berhubungan dengan DM tetapi tidak spesifik pada


DM yaitu Necrobiosis lipoidica, dermopati diabetik, acanthosis nigricans dan bula
diabetik, skleredema diabetikorum.

II. Lesi kulit yang berhubungan dengan komplikasi diabetes: diabetic foot, infeksi kulit
yang berhubungan dengan diabetes, xantomatosis dan xantelasma.

III. Kondisi kulit yang berhungan dengan pengobatan diabetes. IV. Kondisi lain yang
sering terjadi pada DM yaitu vitiligo, liken planus, Disseminated Granuloma Annulare.
Infeksi Bakteri Di Kulit Pada Pasien Diabetes Mellitus
 
• Pada pasien-pasien DM infeksi kulit sering terjadi dengan keadaan yang lebih berat
dan risiko komplikasi yang lebih besar.
• Staphylococcus aureus dan Streptococcus hemolyticus group A sebagai bakteri yang
paling sering sebagai penyebab infeksi kulit pada pasien DM.
• Impetigo, folikulitis, furunkulosis, karbunkel, ektima, selulitis dan erisipelas adalah
diagnosis pioderma yang umum pada pasien DM. Isolat Methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) sebagai penyebab selulitis dan erisipelas yang sering
terisolasi pada pasien DM.
• Eritrasma yang disebabkan oleh Corynebacterium minutissimum ditandai dengan
plak eritema cerah pada area lipatan, tidak gatal sering didiagnosis pada pasien DM
yang kegemukan.
• Pemeriksaan Lampu Wood membantu dalam diagnosis dengan floresensi merah
bata untuk membedakannya dengan tinea kruris atau kandidiasis.
• Diabetes melitus yang tidak terkontrol merupakan salah satu faktor risiko
Necrotizing fasciitis (NF) yaitu infeksi pada jaringan kulit dan jaringan lunak ditandai
proses nekrosis yang terjadi pada usia 60-70 tahun.
• Necrotizing fasciitis sering mengakibatkan infeksi lebih lanjut menjadi sepsis hingga
kegagalan multiorgan. Sebagian besar organisme penyebab dari NF tidak dapat
diisolasi dan multimikrobial sebagai penyebab tersering.
• Necrotizing fasciitis memiliki tingkat kematian yang tinggi sehingga memerlukan
pengobatan kombinasi antibiotik, debridement, dan jika diperlukan dapat
dikombinasi dengan oksigen hiperbarik.
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. S
No. DM : 492006
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Makasar
Alamat : Tanah Hitam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Tanggal MRS : 07 - 06 - 2021
Anamnesis :

Keluhan Utama :
Kesadaran Menurun

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien Ny. S datang ke IGD RSUD Abepura diantar oleh keluarga dengan
kesadaran yang menurun sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit dan
bengkak pada kedua kaki, kaki kanan berwarna merah dan nyeri jika ditekan
sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Keluarga pasien mengaku bahwa
pasien merasa demam naik turun sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit di
sertai mengigil, pasien juga merasa mual dan muntah sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. . Pasien juga mengeluh sering kencing pada malam hari,
kencing sampai lebih dari 5 kali dalam satu malam. Pasien juga terus menerus
merasa haus, dan banyak makan dalam beberapa bulan terakhir. Pasien
merasa adanya penurunan berat badan kurang lebih sejak 5 bulan terakhir
belakangan, dari awalnya 80 kg menjadi 76 kg.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat diabetes mellitus : (+) dengan pengobatan metformin yang tidak teratur.
Riwayat hipertensi : (+) dengan pengobatan amlodipine yang tidak teratur
Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Keluarga
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat hipertensi : (+) dari ayah
Riwayat alergi : disangkal
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS 12 : E3V4M5

Tanda Vital
Tekanan darah: 216/99 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Respirasi : 21 x/menit
Suhu badan : 36,8 oC
SpO2 : 98%
Status Generalis :

Kepala : Konjungtiva anemis (-/-) , sclera tidak ikterik (-/-)

Leher : Tidak ada pembesaran KGB, JVP tidak meningkat.

Thorax
Paru
I : Simetri, ikut gerk napas
P : V/F (D=S)
P : Sonor/ sonor
A : Suara nafas vesicular +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung :

I : Iktus cordis tidak tambah


P : Iktus cordis teraba disela iga ke V linea midklavicula sinistra
kuat angkat
P : Batas jantung kanan di ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri di ICS V linea midklavikula sinistra.
Batas pinggang jantung di ICS III linea parasternal sinistra
A : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen:

I : Tampak datar
P : Bising usus (+) normal : 2-3x/15 detik
P : Supel, Nyeri tekan (-)
A : Tympani

Ekstremitas : Edema (+) pada kaki kanan bawah, hiperemi


(+) , ulkus (-)

Vegetatif : Makan / minum : baik / baik


BAB / BAK : baik / baik
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Laboratorium (09/04/2021)
Diagnosis Kerja
Diabetes Melitus Tipe 2 + Selulitis

Diagnosis Banding
• Diabetes Melitus Tipe 1
• Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
Penatalaksanaan
Resume
Pasien Ny. S datang ke IGD RSUD Abepura diantar oleh keluarga dengan kesadaran
yang menurun sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit dan bengkak pada kaki
kanan, berwarna merah dan nyeri jika ditekan sejak 3 hari sebelum masuk Rumah
Sakit. Keluarga pasien mengaku bahwa pasien merasa demam naik turun sejak 1
hari sebelum masuk Rumah Sakit di sertai mengigil, pasien juga merasa mual dan
muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. . Pasien juga mengeluh sering
kencing pada malam hari, kencing sampai lebih dari 5 kali dalam satu malam.
Pasien juga terus menerus merasa haus, dan banyak makan dalam beberapa bulan
terakhir. Pasien merasa adanya penurunan berat badan kurang lebih sejak 5 bulan
terakhir belakangan, dari awalnya 80 kg menjadi 76 kg. Pada pemeriksaan fisik
keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan
darah : 140/80 mmHg, Nadi : 98x/m, Respirasi : 21 x/m, Suhu : 36,6˚C , SpO2 : 99%.
Pemeriksaan extremitas : Tungkai kanan bawah edema (+) pada tungkai kanan
bawah, hiperemi (+), ulkus (-)
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

BERDASARKAN KASUS BERDASARKAN TEORI

Trias Sindrom Diabetes Akut :


Anamnesa Poliuri (banyak kencing)
Polidipsi (banyak minum)
Kaki udem dan berwarna merah Polifagia (banyak makan)
Poliuri (banyak kencing) Berat badan menurun
Polidipsi (banyak minum) Kelompok yang patut dicurigai DM:
Polifagia (banyak makan) Usia >45 tahun
Berat badan turun Obesitas (BMI>25)
Usia >45 tahun Hipertensi
Adanya riwayat Hipertensi dalam Riwayat DM dalam garis keturunan
garis keturunan Riwayat DM dalam kehamilan
BERDASARKAN KASUS BERDASARKAN TEORI

Pada DM tipe II didapatkan pasien


mengeluh kehausan, tampak
banyak makan, dan tampak lemas.
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik berdasarkan buku
Erisipelas dan selulitis.
Pasien mudah haus, mudah lapar, Fakultas kedokteran Universitas
pasien tampak lemas. Samratulangi dijelaskan bahwa
Pada Ekstremitas Inferior infeksi Staphylococcus aureus dan
Udem pada kedua kaki, eritama (+) Streptococcus hemolyticus group A
kaki kanan, ulkus (-) sebagai bakteri yang paling sering
sebagai penyebab infeksi kulit pada
pasien DM seperti folikulitis,
furunkulosis, selulitis dan
erysipelas.
BERDASARKAN KASUS BERDASARKAN TEORI

Pemeriksaan Penunjang

Gula darah sewaktu 202 mg/dl Pemeriksaan Penunjang menurut


GD2PP 184 mg/dl Kriteria Diagnosis DM (Konsensus
PERKENI)
Kadar glukosa darah sewaktu
(plasma vena) ≥ 200 mg/dl atau
Kadar glukosa darah puasa (plasma
vena) ≥ 126 mg/dl atau
Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO
≥ 200 mg/dl
Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5%
BERDASARKAN KASUS BERDASARKAN TEORI

Pengelolaan DMT2 dimulai dengan


Penatalaksanaan Pengaturan makan
Latihan jasmani
Edukasi Kadar glukosa darah belum mencapai
Pengaturan makan/diet sasaran, dilakukan intervensi
Farmakoterapi farmakologis dengan obat hipoglikemik
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Bolus D40 % 2 Flakon 6tpm OHO dapat segera diberikan secara
Injeksi Ceftriaxone 2x 2 gr (IV) tunggal atau langsung kombinasi,
Injeksi Omeprazole 2x1 Vial (IV) sesuai indikasi.
Injeksi Ketorolac 3x1 Ampul Pada keadaan dekompensasi
Injeksi Furosemid 1amp 1x1 metabolik berat, insulin segera
diberikan.
BERDASARKAN KASUS BERDASARKAN TEORI

Basal bolus insulin merupakan salah


satu metode yang dapat digunakan
dalam mencapai kontrol glukosa
Drip Paracetamol 500ml
darah.
jika demam
Prandial adalah insulin kerja cepat
Amlodipin 10mg 1x1
(rapid acting) atau insulin kerja
Candesartan 16mg 1x1
pendek (short acting).
Glucophage 500mg
Novorapid 3x6 IU
Penatalaksanaan Selulitis
 
Perawatan Selulitis
Pemberian Cefriaxone injeksi dan
Metronidazole mampu mengobati
- Pemberian Antibiotik
beberapa kondisi akibat infeksi
-Bagian tubuh yang terkena
bakteri seperti pada infeksi di kulit
sebaiknya di mobilisasi
antara lain Selulitis dan Erisipelas.
Dan pemberian Analgetik seperti
Paracetamol mampu menurunkan
rasa nyeri pada kasus selulitis.
• Berdasarkan perbandingan teori dan kasus pada pasien Ny.S 50 thn
dengan diagnosis Diabetes melitus tipe 2 dan Selulitis, maka didapatkan
anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan

• penatalaksanaan yang dilakukan di RSUD Abepura pada pasien tersebut


sudah sesuai dengan teori dan penatalaksanaan pasien Diabetes Melitus
dan Selulitis.
BAB V
KESIMPULAN

Ny S, 51 tahun, dengan kesadaran menurun, dan luka pada jari kaki bagian kanan
bawah sejak 3 hari yang lalu. Kaki kanan yang berwarna merah dan nyeri jika
ditekan, namun tidak terdapat ulkus dan pus pada kaki pasien.

Keluarga pasien mengaku bahwa pasien merasa demam naik turun sejak 1 hari
sebelum masuk Rumah Sakit di sertai mengigil, pasien juga merasa mual dan
muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga terus menerus
merasa haus, dan banyak makan dalam beberapa bulan terakhir. Pasien juga
mengkonsumsi obat DM namun tidak teratur dan ayah pasien juga mempunyai
riwayat penyakit Hipertensi.
Pasien didiagnosa diabetes melitus tipe 2 dengan Selulitis dengan
penatalaksanaan pengobatan DM tipe 2, perawatan pada kaki pasien yang pada
pemeriksaan fisik didapatkan Eritema pada kaki kanan dan nyeri saat ditekan
yang merupakan infeksi bakteri pada kulit akibat penyakit Diabetes Melitus dan
diberikan Antibiotik dan Analgetik untuk mengurangi keluhan kaki pasien
pasien.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai