Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

ULKUS DIABETIKUM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat

Dalam Menempuh Program Kepaniteraan Umum

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang

Pembimbing:
dr. Bondan Prasetyo Sp.B, Msi.Med

Disusun Oleh :
Hafizhuddin Al Hazmi H2A012050
Ulfa Nurul Farida H2A012071
Fitria Nur Farizka H2A012072
Agus Sunarto H2A012054

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik
yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi
komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi
komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik,
nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular
(stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain
dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya
terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian
dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik. 1

Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2007 yang dikeluarkan oleh


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik
Indonesia, prevalensi nasional penyakit DM adalah 1,1%. Indonesia kini telah
menduduki rangking keempat jumlah penyandang DM terbanyak setelah Amerika
Serikat, China dan India. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
jumlah penyadang diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan
berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20,1
juta penyandang DM dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban
dan 7,2 persen di rural. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation,
WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.

Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi
terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati
somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita. 2
Risiko infeksi dan amputasi masih cukup tinggi, yaitu 40-80% ulkus kaki
diabetik mengalami infeksi, 14-20% memerlukan amputasi, 66% mengalami
kekambuhan dan 12% memiliki risiko amputasi dalam 5 tahun setelah sembuh.
Kebanyakan pasien datang berobat dalam fase lanjut, terlihat dari proporsi ulkus
kaki diabetik Wagner III-V mencapai 74,6 % dibandingkan dengan Wagner I-II
yang hanya mencapai 25,4 % dari seluruh kasus ulkus kaki diabetik yang dirawat
di RS Sanglah, dengan kecendrungan semakin tinggi derajat ulkus semakin besar
risiko amputasi. Keadaan ini sangat berkaitan dengan keterlambatan diagnosis dan
konsultasi, penanganan yang tidak adekuat, serta luasnya kerusakan jaringan.
Amputasi kaki lebih sering dilakukan atas dasar infeksi jaringan lunak yang luas
atau kombinasi dengan osteomielitis, disamping faktor-faktor lain seperti iskemia
oleh karena Peripheral artery disease (PAD), dan neuropati. Dengan program
pelayanan kesehatan yang terstruktur, dimana semua disiplin ilmu yang terkait
bekerja secara koordinatif tercapai penurunan bermakna angka amputasi major
ulkus kaki diabetik lebih dari 75% dibandingkan dengan pelayanan standar. Tanpa
adanya perubahan strategi penanganan, maka peningkatan populasi penderita DM,
dan peningkatan biaya pengobatan DM dan komplikasinya, akan menjadi beban
berat bagi sistem pelayanan kesehatan.
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S
Umur : 54 tahun
Alamat : Semarang
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
No RM :-
Tanggal Periksa : 27 April 2016

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di Bangsal Anggrek RSUD Tugurejo Semarang pada
tanggal 27 April 2016 pukul 15.00 WIB secara autoanamnesis dan
alloanamnesis dengan pasien.
a) Keluhan utama : Luka yang kunjung sembuh
b) Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien S datang ke IGD pada tanggal 16 April 2016 dengan keluhan
luka di bagian telapak kaki kanan. Luka tersebut timbul karena terkena
mesin motor yang panas. Awalnya luka berukuran kecil, kemudian
semakin besar dan mengalami pembengkakan. Sejak itu pasien sudah tidak
merasakan nyeri pada lukanya. Luka tersebut sudah diberikan obat berupa
salep dan luka tetapi tidak kunjung sembuh dan sangat mengganggu
aktivitas. Pasien juga mengeluhkan mual, demam, pandangan kabur,
pusing, kesemutan hanya di kaki, kebas, dan lemas.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada tahun 2007 pasien mengaku pernah trauma akibat kecelakan dan
mengalami fraktur cruris. Ketika akan di operasi ternyata pasien
mempunyai penyakit Diabetes Melitus (DM). Pada tahun 2004 pasien
merasakan polifagi, polidipsi, poliuri, dan penurunan berat badan tanpa
sebab disertai disfungsi ereksi, lemas, kesemutan. Setelah dinyatakan
pasien terkena DM, pasien mengonsumsi obat secara tidak teratur. Setelah
dicek gula darah hasilnya adalah 290 mg/dl.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku bahwa keluarga pasien mempunyai keluhan yang sama
yaitu ibu kandung, kakak dan adik pasien mengalami DM. Riwayat alergi
makanan, alergi obat, jantung, dan hipertensi pada keluarga pasien
disangkal.
e) Riwayat Pribadi
Konsumsi alkohol, dan merokok pada pasien disangkal.
f) Riwayat Sosial Ekonomi :
Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS. Kesan ekonomi : Cukup.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalisata
Keadaan Umum : tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis
2. Vital Sign
TD : 120/70
Nadi : 88
RR : 20
Suhu : 37,5
BB : 76 kg
TB : 172 cm
BMI :-
Status Gizi : normal
3. Pemeriksaan Fisik lain

4. Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)
Gerakan : Ke segala arah
Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : Edema palpebra (-), ptosis (-)
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-)
Kornea : Jernih, reflex kornea (+)
Pupil : Bulat, central, reguler, isokor
5. Telinga:
Pendengaran : Tidak ada kelainan
Nyeri Tekan di Proc. Mastoideus : (-)
6. Hidung:
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Nafas cuping hidung : (-)
7. Mulut:
Bibir : Kering (-), stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Faring : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
8. Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-), benjolan (-)
9. Dada
Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan, spider nevi -
Bentuk : Normothoraks
Pembuluh Darah : Bruit (-)
Buah Dada : Tidak ada kelainan
Sela Iga : Tidak ada pelebaran
Lain-lain : Barrel chest (-), pectus excavatum (-), pectus
karinatum (-), massa tumor (-)
10. Cor
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat, ICS tidak melebar dan tidak
menyempit, sudut arcus costa 90 derajat
Palpasi : nyeri tekan (-), sternal lift tidak ada getaran, pulsus
epigastrium tidak ada getaran, pulsus parasternal tidak ada getaran, thrill
tidak ada getaran
Perkusi : batas jantung kanan ICS V linea sternalis kanan, batas atas
jantung ICS II linea parasternal kiri, batas pinggang ICS III linea
parasternal kiri, batas kiri bawah jantung ICS V 2cm linea midclavikularis
Auskultasi : irama jantung reguler, tidak ditemukan suara tambahan
jantung
Pulmo

Dextra Sinistra
Depan :
a. Inspeksi normal Normal

b. Palpasi Taktil fremitus Taktil fremitus


normal normal
Sonor Sonor
c. Perkusi
Vesikular Vesikular
d. Auskultasi
Belakang :
a. Inspeksi normal normal
b. Palpasi Taktil fremitus Taktil fremitus
normal normal
Sonor Sonor
c. Perkusi
Vesikular Vesikular
d. Auskultasi

10.1. Abdomen
a. Inspeksi : Normal
b. Auskultasi : peristaltik usus 13x/menit
c. Perkusi : tympani
d. Palpasi : nyeri tekan (-),
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Ekstremitas :
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral hangat (-) (-)
Oedem (-) (-)
Sianosis (-) (-)
Gerak Tidak terbatas Tidak terbatas
Reflek fisiologis (+) (+)
Reflek patologis (-) (-)
CRT < 2 < 2

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah rutin (normal)


Eritrosit : 4,4 juta 5,9 juta
Hemoglobin : Pria :13.2 17.3 g/dL Wanita : 12-16 g/dL
Hematokrit : Pria : 45-52% Wanita :37-48%
MCV : 80-100 fl
MCH : 21-31 pg
MCHC : 32-36 g/dL
Trombosit : 150.000-450.000/uL
Leukosit : 3800 uL 10600 uL
Basofil : 0-1 %
Eosinofil : 2-4 %
Monosit : 2-8%
Limfosit : 25-40%
Neutrofil : 50-70%
2. Pemeriksaan darah rutin pasien
Eritrosit : 3,03 juta
Hemoglobin : 9.0 gr/dl
Hematokrit : 24,9
MCV : 82 fl
MCH : 29 pg
MCHC : 36 g/dL
Trombosit : 394.000/uL
Leukosit : 13,18
Basofil : 0,2 %
Eosinofil :2%
Monosit : 13,3%
Limfosit : 11,7%
Neutrofil : 72 %
Albumin : 2,2
RDW : 13,2
PLCR :17,3
3. Pemeriksaan kimia klinik pasien
Kalium : 3,29 mmol/L
Natrium : 128,9 mmol/L
Kalsium : 7,1
Albumin : 2,2 ( gr% )

D. DIAGNOSIS SEMENTARA:
Kaki diabetic dextra
DM tipe 2

E. PENGOBATAN

Penatalaksanaan Awal:
Diet DM
Perawatan luka
Metformin
F. RENCANA PEMERIKSAAN:
Periksa HbA1C, GDS (siang dan malam), GDP/hari
Kultur pus dan sensivitas antibiotik

G. PROGNOSIS:
Quo ad vitam : dubia
Quo ad sanam : dubia
Quo ad fungsionam : dubia

RESUME
Pasien S datang ke IGD pada tanggal 16 April 2016 dengan keluhan
luka di bagian telapak kaki kanan. Luka tersebut timbul karena terkena
mesin motor yang panas. Awalnya luka berukuran kecil, kemudian
semakin besar dan mengalami pembengkakan. Sejak itu pasien sudah tidak
merasakan nyeri pada lukanya. Luka tersebut sudah diberikan obat berupa
salep dan luka sangat mengganggu aktivitas. Pasien juga mengeluhkan
mual, demam, pandangan kabur, pusing, kesemutan hanya di kaki, kebas,
dan lemas. Pasien mulai mengetahui mempunyai penyakit DM yaitu pada
tahun 2007 saat akan di operasi pasca trauma. Pasien mengaku bahwa
keluarga pasien mempunyai keluhan yang sama yaitu ibu kandung, kakak
dan adik pasien mengalami DM. Pada pemeriksaan fisik, di temukan ada
kelainan pada pemeriksaan ekstremitas berupa ulkus pada kaki kanan dan
adanya penurunan sensasi raba pada kaki kanan. pada pemeriksaan GDS
pagi didapatkan hasil 145 mg/dl.
BAB III

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki
yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu
sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemik yang
disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya.
Seiring dengan peningkatan jumlah penderita DM, maka komplikasi yang
terjadi juga semakin meningkat, satu diantaranya adalah ulserasi yang
mengenai tungkai bawah, dengan atau tanpa infeksi dan menyebabkan
kerusakan jaringan di bawahnya yang selanjutnya disebut dengan kaki
diabetes (KD). Manifestasi KD dapat berupa dermopati, selulitis, ulkus,
gangrene, dan osteomyelitis. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya
kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik,
insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan
oleh penderita.

B. ETIOLOGI
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik.
Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi:
Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma
seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin,
merokok, dan neuropati otonom.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti
neuropati motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan
komplikasi DM yang lain (seperti mata kabur).
Faktor presipitasi
Perlukaan di kulit (jamur).
Trauma.
Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
Derajat luka.
Perawatan luka.
Pengendalian kadar gula darah.

C. PATOFISIOLOGI

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada


penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan
autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak
kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya
kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi
infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut
menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetik.
1. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi
turbulen yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium
lanjut seluruh lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral
tidak cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara
lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang
terutama sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda,
pembuluh darah yang paling awal mengalami angiopati adalah arteri
tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering mengenai bagian distal
dari arteri femoralis profunda, arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri
digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal dari tungkai menjadi
kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan
amputasi.
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan
membrana basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan
anti platelet aggregating agent) akan memacu terbentuknya
mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini
mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau jaringan yang
bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa
disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme antara lain:
Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari
protein dan makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan
perubahan sifat antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan
menyebabkan perubahan tekanan intravaskular akibat gangguan
keseimbangan NO dan prostaglandin.
Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular sehingga akan
menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi
NO.
Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan
otot polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.
Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG)
melalui jalur glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan
aktivitas PKC. Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi
terjadinya vasokonstriksi.
Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan
hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres
oksidatif dan peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense
LDL-cholesterol (oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Di
samping itu peningkatan kadar asam lemak bebas dan keadaan
hiperglikemia dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein.
Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasi
platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain
penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat
peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM tipe 2 terjadi
peningkatan aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti
pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs) dan
penurunan sintesis heparin sulfat.
Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi
dengan disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang
dapat menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel
sehingga akan terjadi disfungsi endotel.
Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung
secara kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine
dibagi menjadi stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio
intermitten, III. resting pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren.
2. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat
dengan patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal
menyerang saraf halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut
sebagai fenomena dying back, di mana ada teori yang menyatakan bahwa
semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi
dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata ekstremitas bawah yang
lebih dulu terkena.
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan
hantaran oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses
jalur sorbitol dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga
akan menurunkan aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan
menyebabkan iskemia dan bahkan gangren.
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa
sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf,
terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar
mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam
jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan
menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan
berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri,
parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, dan gangguan
motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan
otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer
(mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf
otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,
keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi
postural, dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat
menderita infark miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat
kehilangan respons katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak
menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia.
a) Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot
intrinsik yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan
gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi
kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan
gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki,
perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada
telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal
(claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus
tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan
akhirnya gangren.
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati
yang klasik dengan 4 tahap perkembangan:
(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan
bengkak.
(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian
tarsometatarsal.
(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.
b) Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan
daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai
ambang proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf
sensoris kaki. Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan
refleks untuk meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri
dari rangsangan yang menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki
untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Sebagian
impuls akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah kemudian
respon dikirim melalui saraf motorik.
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf
sensorik (karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak
merasakan dan tidak menyadari adanya trauma kecil namun sering.
Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang besar pada telapak kaki.
Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus
yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan keselamatan pasien.
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada
pasien DM, seperti:
(1)Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada
tumit karena lama berbaring, dekubitus).
(2)Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3)Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
c) Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama
adalah akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini
mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang
atau tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang
terutama pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami
dehidrasi, kering, dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu
selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu
neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa
sehingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada
perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas sehingga daya
tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah
terjadi ulkus.
3. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui
jalur muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon
dan otot, baik pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki
diabetik klasik biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar
pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan
kemudian menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang. Akibatnya
terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada
penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif, gram positif,
dan anaerob yang bekerja secara sinergi.
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah
terbentuk gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki.
Di samping itu, 50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami
infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk
berkembangnya bakteri patogen.
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih
serius. Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon
kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan
glukagon) yang menyebabkan meningkatnya kadar gula darah.
Peningkatan kadar gula darah juga menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil
dan gangguan sistem imunologi. Sebagaimana diketahui, dalam
melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan energi dari glukosa
eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin
yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai
sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes
yang mengalami kekurangan insulin.

D. KLASIFIKASI
A. Klasifikasi Edmonds (Kings College Hospital, London, 2004-2005)
Stage 1: Normal Foot
Stage 2: High Risk Foot
Stage 3: Ulcerated Foot
Stage 4: Infected Foot
Stage 5: Necrotic Foot
Stage 6: Unsalvable Foot.
B. Klasifikasi Wagner
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.
C. Klasifikasi Texas
Tingkat
Stadium
0 1 2 3
Luka superfisial,
Tanpa tukak atau Luka sampai
tidak sampai Luka sampai
A pasca tukak, kulit tendon atau
tendon atau tulang/sendi
intak/utuh kapsul sendi
kapsul sendi

B ----------------------------Dengan Infeksi----------------------------

C ---------------------------Dengan Iskemia---------------------------

--------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------


D
D. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot, 2003)
Impaired Perfusion 1 None
2 PAD + but not critical
3 Critical limb ischemia
Size/Extent in mm2
Tissue Loss/Depth 1 Superficial full thickness, not deeper than dermis
2 Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous
structures, fascia, muscle, or tendon
3 All subsequent layers of the foot involved including
bone and or joint
Infection 1 No symptoms or signs of infection
2 Infection of skin and subcutaneous tissue only
3 Erythema > 2 cm or infection involving
subcutaneous structure(s).
No systemic sign(s) of inflammatory response
4 Infection with systemic manifestation:
Fever, leucocytosis, shift to the left
Metabolic instability
Hypotension, azotemia
Impaired Sensation 1 Absent
2 Present

E. DIAGNOSIS

Diagnosis kaki diabetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis,
perlu ditanyakan perjalanan timbulnya luka beserta perkembangannya, serta
riwayat penyakit diabetes mellitus. Selain itu perlu juga ditanyakan
komplikasi-komplikasi DM yang sudah dialami penderita, baik komplikasi
mikrovaskular maupun makrovaskular.
Gejala klinis akibat neuropati perfier
Gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya neuropati perifer antara lain.
1. Hypesthesia
2. Hyperesthesia
3. Paraesthesia
4. Dysesthesia
5. Radicular pain
6. Anhydrosis
Gejala akibat insufisiensi arteri perifer
Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik
pada saat istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram arau kelelahan pada
otot-otot besar pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul
pada saat berjalan dalam jarak tertentu, yang mengindikasikan adanya
klaudikasio intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas dan
membaik dengan istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio
dapat terjadi lebih dini apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki
tangga. Rasa tidak nyaman, kram atau kelemahan pada betis atau kaki sering
terjadi pada penderita kaki diabetis, karena cenderung terjadi oklusi
aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otot-otot betis mungkin juga terjadi.
Gejala-gejala yang timbul pada paha, mengindikasikan adanya oklusi aorta
iliaca.
Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes.
Pada beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda
awal telah terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes dating
dengan gangrene hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki
diabetik serta tes sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis,
arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk
menentukan prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin (tanda-
tanda infeksi), pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia
darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat
diperoleh gambaran perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang
selanjutnya akan membantu dalam menentukan penatalaksanaan kaki
diabetik.

F. TATALAKSANA
Tujuan utama dari penatalaksanaan kaki diabetes adalah penutupan luka
secepat mungkin, menghilangkan ulkus, mengurangi kemungkinan rekurensi
dan menurunkan kemungkinan amputasi pada pasien DM. Prinsip perawatan
kaki diabetes meliputi beberapa hal, yaitu :
1. Kontrol Metabolik
Pengendalian keadaan metabolik sebaik mungkin seperti
pengendalian kadar glukosa darah, lipid dan sebagainya. Seperti halnya
penatalaksanaan DM, kontrol glukosa harian (GDS premeal dan GDP)
sangat penting untuk mengamati efektifitas terapi yang diberikan.
American diabetes association membuat guideline tentang algoritma terapi
pasien DM sebagai berikut :

Pada pasien kaki diabetik umumnya diperlukan insulin untuk


menormalisasi kadar glukosa darah, dimulai dari dosis kecil dan perlahan-
lahan dinaikkan hingga mencapai kadar glukosa darah yang disarankan.
Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki, oleh karena asupan nutrisi
yang adekuat dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
Lembaga studi diabetes eropa The Diabetes Education Study Group
of the European Association for the Study of Diabetes juga memberikan
pedoman dalam pemilihan dan tatalaksana penggunaan obat hiperglikemi
oral untuk perbaikan kadar glukosa plasma penderita DM sebagai berikut :
Mengenai pengelolaan lipid pada penyandang diabetes juga harus
diperhatikan secara intensif. Sasaran pengelolaan lipid untuk pasien DM
harus lebih rendah dibandingkan orang normal (konsentrasi LDL kurang
dari 100 mg/dL), dianjurkan untuk menurunkan konsentrasi LDL sampai
70 mg/dL pada pasien berbagai komponen sindrom metabolik lain seperti
konsentrasi kolesterol HDL yang rendah dan adanya konsentrasi
trigliserida yang tinggi. Demikian juga dengan adanya faktro risiko lain
yang kuat seperti merokok dan kurang olaghraga.
Berikut ini parameter pengendalian DM yang perlu diperhatikan dalam
merawat pasien dengan kaki diabetes:
2. Kontrol Vaskular
Keadaan vaskular yang buruk tentu menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan
pasien juga sesuai kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah
perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan
suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior serta
ditambah pengukuran tekanan darah.
3. Kontrol Infeksi dan Inflamasi
Pada luka yang kronik, inflamasi yang menetep terjadi karena
trauma jaringan dan adanya kontaminasi agen infeksi dari luar yang terus
menerus. Oleh karena itu sangat penting mengambil spesimen jaringan
nekrotik untuk dikultur guna memberikan antimikroba yang tepat dan
efektif. Pada biakan bakteri ulkus kaki dibatetik umumnya ditemukan pola
kuman yang polimikrobal, campuran gram positif dan gram negatif serta
kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini
pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas,
mencakup kuman gram positif dan negatif (seperti misalnya golongan
sefalosporin), dikombinasikan dengan obat bermanfaat untuk kuman
anaerob (seperti misalnya metronidazol).
4. Kontrol Luka
Perawatan luka merupakan komponen yang paling penting dalam
perjalanan penyakit kaki diabetes dan harus dilakukan sejak awal pasien
datang ke pusat layanan kesehatan. Debridement dapat mencegah
pertumbuhan kuman pada luka terbuka, mengangkat jaringan nekrotik dan
kallus, mengurangi beban pada jaringan kaki, serta untuk mengevaluasi
perkembangan perawatan luka. Debridement tidak dianjurkan pada ulkus
arteri. Debridement yang adekuat harus dikombinasikan dengan pemberian
obat luka topikal (seperti cairan salin, yodin encer), dressing dengan
senyawa silver dan prosedur penutupan luka. Pemberian Topically applied
antibacterial agents seperti silver sulfadiazine 1%, polymixin B dengan
bacitracin dan neomycin serta gentamicin sulfate memberikan hasil yang
lebih memuaskan dibandingkan antibiotik topikal.
Terobosan terbaru dalam 50 tahun terakhir dalam hal perawatan luka
kaki diabetik adalah dengan menjaga keseimbangan kelembaban luka
Lingkungan dengan kelembaban optimal membantu dalam menangani
masalah disfusngsi sel yang terluka , menjaga keseimbangan aktivitas
biokimia pada luka, serta merangsang granulasi dan proses autolitik yang
berujung pada percepatan penyembuhan luka.
5. Pressure control
Tekanan yang berulang dapat menyebabkan ulkus baru pada daerah
penopang tubuh, sehingga harus dihindari. Hal ini sangat penting
dilakukan pada ulkus karena neuropati DM, dan diperlukan pembuangan
kalus dan memakai sepatu yang pas yang berfungsi menghurangi tekanan.
6. Kontrol Edukasi
Promosi perilaku sehat merupakan faktor penting pada kegiatan
pelayanan kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang
optimal dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi
pasien dan keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal
tersebut dapat terlaksana dengan baik melalui dukungan tim penyuluh
yang terdiri dari dokter, ahli gizi, perawat, dan tenaga kesehatan lain.
Setiap kali kunjungan diingatkan kembali untuk selalu perilaku sehat.
Perilaku yang diharapkan adalah :
Mengikuti pola makan sehat.
Meningkatkan kegiatan jasmani.
Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara
aman dan teratur.
Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan data
yang ada.
Melakukan perawatan kaki secara berkala.
Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit
akut dengan tepat
Mengetahui keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes.
Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Penanganan yang diberikan pada pasien ini dengan cara
mengontrol gula darah setiap hari, baik gula darah sewaktu (GDS premeal)
sebanyak 3 kali sehari maupun gula darah puasa (GDP) yang diperiksa
setiap pagi. Pasien juga diberikan disuntikan insulin. Insulin yang
diberikan ada dua macam, yang pertama insulin propandial yaitu
Novorapid, dan yang kedua insulin basal yaitu Lantus. Dosis Novorapid
awalnya disuntikan sebanyak 6 unit sebanyak 3 kali sehari, tetapi karena
gula darah sewaktu (GDS premeal) yang diperiksa masih tinggi, maka
dosis Novorapid ditingkatkan menjadi 8 unit sebanyak 3 kali sehari.
Sedangkan, dosis Lantus awalnya disuntikkan sebanyak 10 unit setiap
malam, tetapi karena gula darah puasa (GDP) yang diperiksa masih tinggi,
maka dosis Lantus yang disuntikkan ditingkatkan menjadi 14 unit setiap
malam.
Penanganan lainnya untuk luka di kaki diberikan antibiotik berupa
ciprofloxacin (golongan quinolon : untuk bakteri gram negatif),
ceftriaxone (golongan sefalosprorin : untuk bakteri gram positif dan
negatif), dan metronidazole (obat untuk kuman anaerob). Obat lain yang
diberikan adalah pletaal dan amlodipine. Pletaal diberikan untuk
menghilangkan berbagai macam gejala iskemik seperti ulkus, nyeri dan
rasa dingin akibat penyakit arterial oklusif kronis. Amlodipin diberikan
sebagai antihipertensi, karena pasien ini memiliki tekanan darah tinggi.
Penanganan luka lainnya adalah merawat luka dengan cara
mengganti verban dua kali sehari, pada pagi dan sore hari. Pasien juga
diberikan edukasi untuk mengontrol makanan yang dimakan sehingga gula
darah dapat terkontrol dengan baik, edukasi mengenai latihan fisik ringan
untuk pasien, edukasi tentang perawatan luka yang berkala, dan edukasi
mengenai pemantauan gula darah secara mandiri.

Anda mungkin juga menyukai